Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan

MODEL PEMBANGUNAN KABUPATEN MALANG
PROVINSI JAWA TIMUR BERBASIS SISTEM
WILAYAH PENGEMBANGAN

ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Pembangunan
Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017

Zulfikar Mohamad Yamin Latuconsina
NRP A156150211

RINGKASAN
ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA. Model Pembangunan
Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan.
Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan SAHARA.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sistem pembangunan di Indonesia yang
dilaksanakan melalui pendekatan perwilayahan. Pendekatan perwilayahan
merupakan salah satu pendekatan untuk mengelola dan mencapai tujuan
pembangunan sesuai dengan karakteristik wilayah dimana wilayah dibagi kedalam
wilayah pengembangan (WP). Konsep perwilayahan yang membagi wilayah
menjadi bagian-bagian wilayah yang lebih kecil ini tidak boleh dipahami secara
terpisah/isolatif namun tetap dipahami secara utuh (wholeness) yaitu melalui
pendekatan sistem.
Sistem pembangunan Kabupaten Malang dilaksanakan melalui pendekatan
perwilayahan dimana Kabupaten Malang dibagi menjadi 6 WP. Mengingat setiap

wilayah pengembangan mempunyai karakteristik/tipologi yang cenderung berbedabeda maka upaya penggambaran tipologi ini menjadi kunci untuk memetakan
kondisi dan permasalahan sekaligus merumuskan arah kebijakan pembangunan.
Tujuan utama penelitian yaitu mengembangkan suatu alternatif model
pembangunan Kabupaten Malang yang memadukan 3 komponen utama yaitu sosial,
ekonomi dan infrastruktur berbasis sistem wilayah pengembangan. Tujuan antara
untuk mencapai tujuan utama yaitu: (1) Menganalisis tipologi wilayah
pengembangan; (2) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan
berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan; dan (3) Mengembangkan model
hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah
pengembangan. Upaya pemodelan pembangunan wilayah melalui pendekatan
sistem merupakan alternatif yang perlu dilakukan dalam rangka mencari solusi
yang komprehensif.
Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kutipan pustaka,
hasil-hasil penelitian terdahulu, instansi terkait atau dari berbagai sumber lainnya.
Analisis dilakukan dengan menggunakan metode indeks diversitas entropi,
skalogram, tingkat aksesibilitas, analisis gerombol/klaster, regresi panel data dan
pemodelan sistem dinamik.
Hasil analisis indeks diversitas entropi baik berdasarkan PDRB maupun
penduduk bekerja per sektor menunjukan hasil yang sama yaitu WP I Lingkar Kota
Malang dan WP II Kepanjen memiliki tingkat perkembangan tinggi, WP V Turen

dan Dampit memiliki tingkat perkembangan sedang sedangkan WP IV Tumpang,
WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan memiliki tingkat
perkembangan rendah.
Hasil analisis skalogram dengan pendekatan jumlah penduduk menunjukan
bahwa WP II Kepanjen berada pada hierarki I (tinggi), WP III Ngantang dan WP
VI Sumbermanjing Wetan berada pada hierarki II (sedang) sedangkan WP I
Lingkar Kota Malang, WP IV Tumpang dan WP V Turen dan Dampit berada pada
hierarki III (rendah). Hasil yang berbeda untuk analisis skalogram terlihat pada
pendekatan luas wilayah dimana WP I Lingkar Kota Malang berada pada hierarki I
(tinggi), WP II Kepanjen berada pada hierarki II (sedang) sedangkan 4 (empat) WP

lainnya, yaitu WP V Turen dan Dampit, WP III Ngantang, WP IV Tumpang dan
WP VI Sumbermanjing Wetan berada pada hierarki III (rendah).
Hasil perhitungan tingkat aksesibilitas jaringan jalan diperoleh hasil indeks
kerapatan jalan (indeks α) dan indeks konektivitas (indeks β) seluruh wilayah
pengembangan (WP) di Kabupaten Malang berada pada tingkatan yang sama. Nilai
indeks kerapatan jalan (indeks α) relatif rendah yaitu berkisar antara 0,06-0,09 dan
indeks konektivitas (indeks β) relatif sedang yaitu berkisar antara 1,12-1,15.
Wilayah Kabupaten Malang yang cukup luas serta kondisi topografi yang bervariasi
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas

jaringan jalan.
Analisis gerombol/klaster yang dilakukan dengan menggunakan variabel
yang lebih komprehensif dan proporsional menyesuaikan luas wilayah dan jumlah
penduduk tiap WP mampu menggambarkan tipologi wilayah pengembangan
Kabupaten Malang secara lebih baik serta dapat dijadikan sebagai bahan/acuan
evaluasi Pemerintah Daerah. Wilayah pengembangan di Kabupaten Malang terbagi
menjadi 3 tipologi yaitu: WP I Lingkar Kota Malang berada pada tipologi I (tinggi),
WP II Kepanjen, WP IV Tumpang serta WP V Turen dan Dampit berada pada
tipologi II (sedang) serta WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan
berada pada tipologi III (rendah).
Dari hasil analisis panel data terhadap masing-masing tipologi, diperoleh
variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap indeks pembangunan
manusia pada tiap-tiap tipologi, yaitu: tipologi I: jumlah sarana kesehatan, jumlah
perawat-bidan dan kepadatan penduduk; tipologi II: rasio sekolah terhadap siswa
SD dan kepadatan penduduk; serta tipologi III: jumlah perawat-bidan.
Dari hasil pengembangan model hubungan antara komponen pembangunan
wilayah berupa komponen sosial, ekonomi dan infrastruktur pada masing-masing
tipologi menunjukkan keterkaitan dan saling mempengaruhi. Beberapa skenario
ditetapkan untuk menggambarkan model pembangunan wilayah, yaitu: optimis,
moderat dan pesimis.

Variabel sosial, ekonomi dan infrastruktur pada skenario optimis akan
meningkat lebih besar dibanding skenario lainnya. Aktivitas ekonomi (PDRB harga
konstan tahun 2000) misalnya, pada tipologi I di tahun 2037 akan meningkat
menjadi Rp. 27,23 triliun (optimis), Rp. 22,20 trilyun (moderat) dan Rp. 17,88
trilyun (pesimis) dari 3,97 triliun di tahun awal simulasi (2007). Pada tipologi II di
tahun 2037 akan meningkat menjadi Rp. 39,45 triliun (optimis), Rp. 33,94 trilyun
(moderat) dan Rp. 25,65 trilyun (pesimis) dari 6,62 triliun di tahun awal simulasi
(2007). Pada tipologi III di tahun 2037 akan meningkat menjadi Rp. 9,50 triliun
(optimis), Rp. 8,22 trilyun (moderat) dan Rp. 5,92 trilyun (pesimis) dari 1,73 triliun
di tahun awal simulasi (2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa simulasi model sangat berguna untuk
menganalisis pembangunan wilayah di masa depan dan menetapkan alternatif
kebijakan yang diperlukan pada tiap-tiap tipologi wilayah pengembangan
Kabupaten Malang.
Kata kunci: pendekatan sistem, wilayah pengembangan, sistem dinamik, model,
pembangunan wilayah.

SUMMARY
ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA. Developmental Model of
Malang Regency, East Java Province Based on Development Area System.

Supervised by ERNAN RUSTIADI and SAHARA.
The background of the research is the using of regionalization approach in
the developmental system of Indonesia. Regionalization approach is a kind of
approach to manage and to achieve the developmental goal in accordance with its
characteristics that divided the area into smaller parts named development area
(WP). This concept has to be concerned as wholeness not isolative through system
approach.
The development system of Malang Regency is conducted through
regionalization approach which divided the area into six WP. Considering the
different characteristic/typology of each area, the typology description effort is not
only as the key to map the condition and problems but also to formulate the
development policy.
The main objective of the research is to develop an alternative
developmental model of Malang Regency which combines three main components,
those are: social, economics and infrastructure based on development area system.
The second objectives to achieve the main are: 1) Analyzing the typology of
development area; 2) Analyzing the factors that influence the development based
on the typology of development area system; and 3) Developing the model of
connection among regional development components based on the typology of
development area system. Therefore, the modelling effort of regional development

through a system approach is an alternative that needs to be accomplished in order
to find a comprehensive solution.
Furthermore, the research used secondary data obtained from the results of
literature citations, the previous research, the relevant agencies and from other
sources. In analyzing the data the researcher used some methods, they are; entropy
diversity index, skalogram, the level of accessibility (road density index and
connectivity index), cluster analyses, data panel regression and dynamic modeling
system.
The result of entropy diversity index based on GDP and the population who
worked per sector showed the same result where WP I Lingkar Kota Malang and
WP II Kepanjen have high development level, WP V Turen and Dampit have
medium development level while WP IV Tumpang, WP III Ngantang and WP VI
Sumbermanjing Wetan have low development level.
The result of skalogram analysis in population approach showed that WP II
Kepanjen is at hierarchy I (high level), WP III Ngantang and WP VI
Sumbermanjing Wetan are at hierarchy II (medium level), while WP I Lingkar Kota
Malang, WP IV Tumpang and WP V Turen and Dampit are at hierarchy III (low
level). The different result of skalogram analysis with total area showed that WP I
Lingkar Kota Malang is at hierarchy I (high level), WP II Kepanjen is at hierarchy
II (medium level), while the four others WP: WP V Turen and Dampit, WP III

Ngantang, WP IV Tumpang and WP VI Sumbermanjing Wetan are at hierarchy III
(low level)

The result of assessment in the level of accessibility of road network showed
the road density index (alpha index) and connectivity index (beta index) for all of
development area of Malang Regency is at the same level. Meanwhile, road density
index relatively low level between 0,06-0,09 and connectivity index relatively
medium level between 1,12 - 1,15. It can be said that the large area of Malang
Regency and its varied topography are the factors that led to the low level of
accessibility of road network.
Moreover, the analysis cluster that performed using more proportional and
comprehensive variable which suited to the spacious area and the number of
population in each development area gave better description about the typology of
development area in Malang Regency and can be used as an evaluation reference
by the local government. The development area in Malang Regency are divided into
three typologies, they are: WP I Lingkar Kota Malang in typology I (high level).
WP II Kepanjen, WP IV Tumpang, WP V Turen and Dampit in typology II
(medium level) while WP III Ngantang and WP VI Sumbermanjing Wetan in
typology III (low level).
The result of the data panel regression analysis showed that the number of

health facility, the number of nurse-midwife and the population density in typology
I; the ratio of school per students at primary school and the population density in
typology II; the number of nurse-midwife in typology III have a positive and
significant influence of the people development index at typology of development
areas of Malang Regency.
In conclusion, as the result of model development among the regional
development components, such as; social, economics and infrastructures in each
typology showed that there was interrelationship and interplay. There were several
scenarios set to describe regional development, these are; optimistic, moderat, and
pesimistic.
The variable of social, economics and infrastructure at the optimistic scenario
will increase higher than others. The economics activity ( The constant price of
Gross Regional Domestic Product in 2000 ) for the example, in the typology I in
2037 will increase up to 27,23 trillion (optimistic), Rp. 22,20 trillion (moderat) and
Rp. 17,88 trillion (pesimistic) from 3,97 trillion in the early year of simulation
(2007). Meanwhile, in the typology II in 2037 will increase up to 39,45 trillion
(optimistic), Rp. 33,94 trillion (moderat) and Rp. 25,65 trillion (pesimistic) from
6,62 trillion in the early year of simulation (2007). In the other hand, at the typology
III in 2037 will increase up to 9,50 trillion (optimistic), Rp. 8,22 trillion (moderat)
and Rp. 5,92 trillion (pesimistic) from 1,73 trillion in the early year of simulation

(2007).
Finally, the result of the study showed that model simulation was useful to
analyze the regional development in the future and to determine the alternative
policy needed in each typology of development area of Malang Regency.

Keywords: approach system, development area, dynamic system, model, regional
development. LATUCONSINA. A Model of Development Malang
Regency, East Java Province Base on Development Area System.
Supervised by ERNAN RUSTIADI and SAHARA.

ds: alkaloids, mylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins, lorem, ipsum

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


MODEL PEMBANGUNAN KABUPATEN MALANG
PROVINSI JAWA TIMUR BERBASIS SISTEM
WILAYAH PENGEMBANGAN

ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
yang berjudul Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing
sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas bimbingan,
arahan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Ibu Dr. Sahara, SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas saran,
koreksi dan masukannya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc sebagai penguji luar komisi atas masukan dan
sarannya.
4. Segenap staf pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pasca Sarjana IPB atas ilmu, motivasi,
pelayanan dan bantuannya kepada penulis dalam pelaksanaan studi.
5. Pimpinan dan staf Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) atas pemberian beasiswa
kepada penulis.
6. Bapak Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, serta
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang atas pemberian
izin tugas belajar kepada penulis.
7. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun kelas reguler atas
dukungan, dorongan dan motivasi kepada penulis.
8. Orang Tua terkasih serta Istri (Nadiya Alifa), Anak-anak (Afkar, Syahmi dan
Shabrina) serta seluruh keluarga atas doa, ridho, serta dorongan semangat
kepada penulis.
9. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan tesis ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, antara lain: rekan-rekan di Sekretariat Daerah,
Bappeda, BPS, BLH, Bakesbangpol, Balitbang, Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang, Dispendukcapil, Disnakertrans, Dinsos, Dinas Bina Marga dan Kantor
Penanaman Modal atas bantuannya yang tidak ternilai harganya.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah yang masih jauh dari
sempurna ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2017
Zulfikar Mohamad Yamin Latuconsina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
6
6

2. TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan/Pengembangan Wilayah
Pusat Pertumbuhan
Wilayah Pengembangan
Sistem dan Pendekatan Sistem
Pemodelan dan Sistem Dinamik
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembangunan Wilayah
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

7
7
8
9
10
11
12
13
17
18

3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Tipologi Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang
Analisis Keragaman Sektor Perekonomian Wilayah
Pengembangan
Analisis Hierarki Infrastruktur Wilayah Pengembangan
Analisis Tingkat Aksesibilitas Wilayah Pengembangan
Analisis Pengelompokan Karakteristik Wilayah Pengembangan
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembangunan
Kabupaten Malang Berbasis Tipologi Sistem Wilayah
Pengembangan
Metode Estimasi Model Regresi
Uji Pemilihan Model
Uji Pelanggaran Asumsi
Uji Statistik (Test of Goodness of Fit)
Analisis Pengembangan Model Hubungan Antara Komponen
Pembangunan Wilayah Berbasis Tipologi Sistem Wilayah
Pengembangan
Tahapan Pemodelan Sistem
Blok Bangunan Dasar dan Persamaan dalam Model
Definisi Operasional Variabel

19
19
19
20
20
20
23
24
25
26

28
29
30
31
33

34
34
37
39

ii

4. KONDISI UMUM WILAYAH
Geografis dan Administrasi Wilayah
Indikator Sosial dan Kependudukan
Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Indeks Pembangunan Manusia
Indikator Perekonomian Daerah
Struktur Ekonomi Wilayah
PDRB Per Kapita
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Sarana dan Prasarana Wilayah
Sarana Pendidikan
Sarana Kesehatan
Prasarana Wilayah

41
41
42
42
43
45
45
46
47
48
48
50
51

5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tipologi Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang
Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Keragaman
Sektor Perekonomian
Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Hierarki
Infrastruktur
Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Tingkat
Aksesibilitas
Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis
Pengelompokan Karakteristik Wilayah
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembangunan Kabupaten
Malang Berbasis Tipologi Sistem Wilayah Pengembangan
Hasil Uji Pemilihan Model
Hasil Uji Pelanggaran Asumsi
Hasil Uji Statistik
Interpretasi Model
Pengembangan Model Hubungan Antara Komponen Pembangunan
Wilayah Berbasis Tipologi Sistem Wilayah Pengembangan
Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan
Formulasi Model Konseptual
Spesifikasi Model
Evaluasi Model
Penggunaan Model
Sintesis

53
53

6. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

53
56
58
60
62
62
63
66
66
69
70
70
72
72
75
82
84
84
85
86
90
109

iii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

22
23
24

PDRB per kapita di wilayah pengembangan Kabupaten Malang atas
dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2012
Matriks penelitian-penelitian terdahulu
Jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran
Penentuan nilai selang hierarki
Batas-batas tiap wilayah pengembangan Kabupaten Malang
Luas WP Kabupaten Malang menurut kemiringan tanah
Jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2015
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah
pengembangan Kabupaten Malang tahun 2007-2014
PDRB menurut lapangan usaha di wilayah pengembangan Kabupaten
Malang Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rp)
Jumlah sarana pendidikan di wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2015
Perkembangan sarana pendidikan di wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2007-2015
Jumlah sarana kesehatan di wilayah pengembangan Kabupaten Malang
tahun 2015
Perkembangan sarana kesehatan di wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2007-2015
Panjang jalan Kabupaten di wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2015
Nilai indeks diversitas entropi (IDE) di WP Kabupaten Malang
berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2012
Nilai indeks diversitas entropi (IDE) di WP Kabupaten Malang
berdasarkan penduduk bekerja tahun 2012
Rekapitulasi hierarki WP Kabupaten Malang tahun 2015
Hasil indeks kerapatan jalan dan indeks konektivitas WP Kabupaten
Malang
Rekapitulasi hasil uji Hausman dan uji Chow
Matriks korelasi antar variabel bebas pada tiap-tiap tipologi
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi IPM Kabupaten
Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan menggunakan
Fixed Effect Model GLS cross-section weight
Ringkasan hasil pengujian nilai tengah (mean) data empirik dengan
data hasil pemodelan Kabupaten Malang
Hasil simulasi skenario pada tiap-tiap WP di Kabupaten Malang
Sintesis tiap-tiap tipologi WP Kabupaten Malang

5
14
22
25
41
42
43
44
45
49
49
50
51
52
53
54
57
59
63
64

67
75
81
83

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Fungsi pengembangan tiap-tiap wilayah pengembangan
Kerangka pemikiran penelitian
Tahapan penelitian
Cara menentukan jumlah titik simpul (nodes) dan ruas jalan (edge)
Peta administrasi wilayah pengembangan Kabupaten Malang

4
18
21
26
42

iv

6 PDRB per kapita di wilayah pengembangan Kabupaten Malang
tahun 2008-2012
7 Laju pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2008-2012
8 Grafik nilai total indeks diversitas entropi PDRB dan penduduk bekerja
di wilayah pengembangan Kabupaten Malang
9 Peta indeks diversitas entropi PDRB dan penduduk bekerja di wilayah
pengembangan Kabupaten Malang
10 Peta hierarki WP berdasarkan pendekatan jumlah penduduk
11 Peta hierarki WP berdasarkan pendekatan luas wilayah
12 Peta jaringan jalan dan titik simpul di WP Kabupaten Malang
13 Dendogram hasil analisis gerombol
14 Peta tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang
15 Grafik K-Means hasil metode tidak berhierarki
16 Hasil uji Jarque-Bera (JB)
17 Selang pengambilan keputusan Durbin-Watson
18 Formulasi model konseptual
19 Spesifikasi model konseptual sub model sosial tipologi I
20 Spesifikasi model konseptual sub model infrastruktur tipologi I
21 Spesifikasi model konseptual sub model ekonomi tipologi I
22 Skenario perkembangan sub model sosial
23 Skenario perkembangan sub model ekonomi
24 Skenario perkembangan sub model infrastruktur

47
48
54
55
57
58
59
60
61
61
64
65
71
73
73
74
77
79
80

DAFTAR LAMPIRAN
1 PDRB per sektor di wilayah pengembangan Kabupaten Malang
Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2012 (Juta Rp)
2 Jumlah penduduk di wilayah pengembangan Kabupaten Malang
berdasarkan mata pencaharian (jiwa) tahun 2012
3 Data analisis skalogram wilayah pengembangan Kabupaten
Malang tahun 2015
4 Hasil analisis skalogram berdasarkan pendekatan jumlah penduduk
wilayah pengembangan Kabupaten Malang tahun 2015
5 Hasil analisis skalogram berdasarkan pendekatan luas wilayah
di wilayah pengembangan Kabupaten Malang tahun 2015
6 Data analisis gerombol/klaster tahun 2014
7 Nilai mean masing-masing klaster berdasarkan hasil analisis K-means
clustering di wilayah pengembangan Kabupaten Malang tahun 2014
8 Hasil pengujian Hausman Test
9 Hasil pengujian Chow Test
10 Hasil output estimasi Fixed Effect Model GLS Cross-section Weight
11 Spesifikasi model konseptual tipologi II
12 Spesifikasi model konseptual tipologi III
13 Nilai awal dan parameter model
14 Persamaan dalam model
15 Hasil pengujian nilai tengah (mean) data empirik dengan data hasil
pemodelan untuk Kabupaten Malang

90
90
91
92
93
94
94
95
95
96
98
100
102
104
107

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan wilayah merupakan upaya untuk mendorong perkembangan
sosial dan ekonomi suatu wilayah agar tumbuh secara baik serta menjaga
keberlangsungan kehidupan melalui pelestarian dan keseimbangan lingkungan baik
terhadap kawasan tersebut maupun antar kawasan. Tujuan pembangunan wilayah
pada dasarnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan
sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral memfokuskan
perhatiannya pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut sedangkan
pendekatan wilayah (regional) melihat pemanfaatan ruang serta interaksi-interaksi
berbagai kegiatan dalam ruang suatu wilayah. Pendekatan wilayah ini memandang
wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan
potensi dan daya tarik serta daya dorong yang berbeda-beda yang mengharuskan
mereka menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya
(Iryanto 2006).
Konsep wilayah khususnya mengenai tipologi wilayah dikembangkan oleh
Richardson (1969), Johnston (1976), Hagget, Cliff dan Frey (1977) serta Blair
(1991) dimana masing-masing ahli memiliki beragam pengertian maupun
klasifikasi yang berbeda-beda sesuai dengan fokus masalah dan tujuan-tujuan
pengembangan wilayah. Namun menurut Rustiadi et al. (2011), kerangka
klasifikasi konsep wilayah yang mampu mengakomodir beragam konsep wilayah
tersebut meliputi: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional,
dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming
region). Pengembangan konsep wilayah dan penerapannya pada dunia nyata akan
menghasilkan suatu perwilayahan.
Perwilayahan adalah membagi wilayah yang lebih besar menjadi beberapa
wilayah yang bersebelahan (contiguous regions) sekaligus mengoptimalkan fungsi
objektif, yang biasanya diukur dari homogenitas/keseragaman (atau heterogenitas
/keberagaman) di setiap wilayah (Guo 2008). Menurut Tarigan (2005)
perwilayahan adalah membagi suatu wilayah yang luas ke dalam beberapa wilayah
yang lebih kecil dalam suatu kesatuan.
Sistem pembangunan di Indonesia berbasis pendekatan wilayah dilaksanakan
melalui sistem regionalisasi atau perwilayahan yaitu membagi wilayah ke dalam
wilayah pembangunan/pengembangan (WP). Hal ini bertujuan untuk lebih
menjamin tercapainya pembangunan yang serasi dan seimbang, baik antar sektor di
dalam suatu wilayah maupun antar wilayah serta mengarahkan pengembangan
wilayah sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada (Utoyo 2009; Nurhadi
2012).
Provinsi Jawa Timur menggunakan pendekatan perwilayahan dalam
menunjang pembangunan wilayahnya yaitu dengan membagi wilayahnya ke dalam
8 wilayah pengembangan (WP) yaitu 1) WP Germakertosusila Plus, 2) WP Malang
Raya, 3) WP Madiun dan sekitarnya, 4) WP Kediri dan sekitarnya, 5) WP
Probolinggo-Lumajang, 6) WP Blitar, 7) WP Jember dan sekitarnya dan 8) WP
Banyuwangi. Wilayah pengembangan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

2

(RTRW) Provinsi Jawa Timur didefinisikan sebagai suatu kesatuan wilayah yang
terdiri atas satu dan/atau beberapa kabupaten/kota yang membentuk kesatuan
struktur pelayanan secara berhierarki yang di dalamnya terdapat pusat pertumbuhan
dan wilayah pendukung.
Kabupaten Malang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi
Jawa Timur dan merupakan Kabupaten yang terluas kedua wilayahnya setelah
Kabupaten Banyuwangi dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur.
Kabupaten Malang di dalam perwilayahan Jawa Timur termasuk dalam WP Malang
Raya dengan pusat di Kota Malang yang meliputi: Kota Malang, Kota Batu dan
Kabupaten Malang.
Kebijakan sistem perwilayahan di Kabupaten Malang ditetapkan menjadi 6
(enam) WP pada tahun 2010 sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang
dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Malang. Pembagian WP ini disesuaikan dengan
keadaan dan potensi masing-masing wilayah serta menjadi salah satu bahan
pertimbangan agar pendekatan pembangunan di Kabupaten Malang menjadi lebih
efektif. Makna dari pembangunan Kabupaten Malang berbasis sistem wilayah
pengembangan (WP) yaitu mengoperasionalkan konsep WP sebagai sebuah sistem
yang menjadi dasar pembangunan wilayah yang lebih luas dalam lingkup
Kabupaten Malang.
Pengertian wilayah sebagai suatu sistem dilandasi atas pemikiran bahwa
suatu wilayah adalah entitas yang terdiri atas komponen-komponen atau bagianbagian yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama
lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Setiap sistem selalu terbagi atas dua atau
lebih subsistem d an selanjutnya setiap subsistem terbagi atas bagian-bagian yang
lebih kecil lagi (Rustiadi et al. 2011).
Konsep perwilayahan yang membagi wilayah menjadi bagian-bagian wilayah
yang lebih kecil tidak boleh dipahami secara terpisah/isolatif namun tetap dipahami
secara menyeluruh yaitu melalui pendekatan sistem. Menurut Hartisari (2007)
pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh (holistic)
yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen. Pendekatan
tersebut dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani
permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyederhanaan
sebuah sistem.
Dalam pendekatan sistem, pengembangan model (modelling atau pemodelan)
merupakan titik kritis yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari
sistem secara keseluruhan (Sterman 2002 dalam Damai 2012). Melalui pemodelan
akan diketahui karakteristik sistem, sehingga dapat dijadikan sebagai titik masuk
(entry point) bagi intervensi terhadap sistem, sesuai dengan yang diinginkan.
Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dari dunia nyata, yang mampu
menggambarkan struktur dan interaksi elemen serta perilaku keseluruhannya sesuai
dengan sudut pandang dan tujuan yang diinginkan (Purnomo 2012). Model berguna
untuk membantu meningkatkan pemahaman tentang bagaimana suatu wilayah
bekerja. Upaya pemodelan pembangunan wilayah melalui pendekatan sistem
merupakan alternatif yang perlu dilakukan dalam rangka mencari solusi yang
komprehensif.

3

Perumusan Masalah
Pembangunan wilayah dapat memberikan gambaran sejauh mana suatu
wilayah mempunyai peluang untuk berkembang. Pemerintah Kabupaten Malang
melakukan upaya untuk mendistribusikan pembangunan di Kabupaten Malang
secara lebih efektif dengan menetapkan 6 (enam) wilayah pengembangan serta
pusat-pusat pelayanannya. Masing masing pusat pelayanan memiliki fungsi dan
peran sesuai dengan potensi yang dimilikinya sebagaimana Gambar 1, yaitu:
1) WP I Lingkar Kota Malang
Wilayah pengembangan I Lingkar Kota Malang meliputi 9 Kecamatan di
sekeliling Kota Malang yang berorientasi ke Kota Malang, yaitu: Dau,
Karangploso, Lawang, Singosari, Pakisaji, Wagir, Tajinan, Bululawang dan
Pakis. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan di Kota Malang
yaitu fasilitas pusat perdagangan skala regional, pusat jasa skala daerah, pusat
kesehatan skala daerah, dan pusat olahraga dan kesenian regional-nasional.
2) WP II Kepanjen
Wilayah pengembangan II Kepanjen meliputi 10 Kecamatan, yaitu:
Kepanjen, Wonosari, Ngajum, Kromengan, Pagak, Sumberpucung, Kalipare,
Donomulyo, Gondanglegi dan Pagelaran, dengan pusat di Perkotaan Kepanjen.
Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan dan ibukota daerah yaitu
fasilitas pusat perdagangan skala daerah, pusat jasa skala daerah, pusat kesehatan
skala daerah, pusat peribadatan daerah, pusat perkantoran daerah serta pusat
olahraga dan kesenian regional-nasional.
3) WP III Ngantang
Wilayah pengembangan III Ngantang meliputi 3 Kecamatan, yaitu:
Ngantang, Pujon dan Kasembon, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Ngantang.
Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan yaitu fasilitas pusat
pariwisata Malang bagian Barat, pusat industri pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian, sub terminal agribisnis dan pusat sistem agropolitan dan
pengembangan kawasan perdesaan.
4) WP IV Tumpang
Wilayah pengembangan IV Tumpang meliputi 4 Kecamatan, yaitu:
Tumpang, Poncokusumo, Wajak dan Jabung, dengan pusat pelayanan di
Perkotaan Tumpang. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan
yaitu fasilitas pusat industri/pemasaran hasil pertanian, pusat agropolitan dan
minapolitan.
5) WP V Turen dan Dampit
Wilayah pengembangan V Turen dan Dampit meliputi 4 Kecamatan,
yaitu: Turen, Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading, dengan pusat pelayanan
sosial di Turen dan pusat pelayanan ekonomi di Dampit. Fungsi pengembangan
WP ini sebagai pusat pelayanan sosial yaitu fasilitas pusat industri strategis (PT
PINDAD), home industry dan pusat peternakan unggulan.
6) WP VI Sumbermanjing Wetan
Wilayah pengembangan VI Sumbermanjing Wetan meliputi 3 Kecamatan,
yaitu: Sumbermanjing Wetan, Gedangan dan Bantur, dengan pusat pelayanan di
Perkotaan Sendangbiru. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan
dan perkotaan pelabuhan yaitu fasilitas pusat perdagangan skala nasional, pusat
industri besar dan strategis nasional (kawasan industri), pusat industri perikanan,

4

pusat jasa skala nasional, pusat kesehatan regional, pusat pengelola kota
pelabuhan, pusat pelayanan umum regional, pusat industri/pemasaran hasil
pertanian.

Gambar 1 Fungsi pengembangan tiap-tiap wilayah pengembangan
Di dalam dokumen pembangunan di Kabupaten Malang baik Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) maupun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) ulasan mengenai
karakteristik/tipologi WP masih sangat terbatas. Upaya penggambaran karakteristik
WP ke dalam tipologi dapat memudahkan Pemerintah Daerah dalam memetakan
dan mengevaluasi kondisi dan permasalahan sekaligus merumuskan alternatif
solusi pada setiap tipologi.
Setiap WP mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, namun secara umum
dapat dikategorikan kedalam tiga tipologi yaitu (1) wilayah dengan tingkat
perkembangan maju, (2) wilayah dengan tingkat perkembangan sedang dan (3)
wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Penggambaran karakteristik
pembangunan wilayah dapat dilihat melalui indikator-indikator pembangunan.
Salah satu indikator pembangunan yang digunakan adalah indikator ekonomi yang
biasanya ditunjukkan dengan seberapa besar peningkatan PDRB, PDRB perkapita
dan laju pertumbuhan ekonomi. Setiap wilayah pengembangan memiliki luas
wilayah dan jumlah penduduk yang berbeda-beda, sehingga penggunaan indikator
PDRB per kapita lebih sesuai untuk digunakan.

5

Tabel 1 PDRB per kapita di wilayah pengembangan Kabupaten Malang atas dasar
harga berlaku (ADHB) tahun 2012
No.

Wilayah Pengembangan
(WP)

Jumlah
Penduduk (jiwa)

PDRB ADHB
(Rp. juta)

PDRB per Kapita
(Rp.)

1

WP I Lingkar Kota Malang

757.834

13.725.912

18.112.030

2

WP II Kepanjen

626.023

10.115.300

16.158.033

3

WP III Ngantang

153.044

2.672.321

17.461.126

4

WP IV Tumpang

325.320

4.683.881

14.397.764

5

WP V Turen dan Dampit

350.304

6.460.976

18.443.911

6

WP VI Sumbermanjing Wetan

226.162

3.105.424

13.730.973

Kabupaten Malang

12.851.029

40.763.814

16.383.973

Sumber: data diolah dari Bappeda dan BPS Kab. Malang (2013)

Tabel 1 menggambarkan bahwa PDRB per kapita Kabupaten Malang pada
tahun 2012 sebesar 16,38 juta rupiah. Apabila ditinjau per wilayah pengembangan
maka terdapat 3 WP yang PDRB per kapitanya diatas Kabupaten Malang yaitu WP
V Turen dan Dampit (Rp. 18,44 juta), WP I Lingkar Kota Malang (Rp. 18,11 juta)
dan WP III Ngantang (Rp. 17,46 juta) sementara 3 WP lainnya memiliki PDRB
per kapita dibawah Kabupaten Malang yaitu WP II Kepanjen (Rp. 16,16 juta), WP
IV Tumpang (Rp. 14,39 juta) dan WP VI Sumbermanjing Wetan (Rp. 13,73 juta).
Tentunya banyak faktor yang memengaruhi perkembangan PDRB per kapita di
masing-masing WP tersebut.
Indikator lain yang digunakan untuk melihat pembangunan wilayah adalah
indikator fisik dalam hal ini indikator infrastruktur yang bisa diukur antara lain
melalui ketersediaan sarana dan prasarana. Ditinjau dari olahan data Dinas Bina
Marga Kabupaten Malang tahun 2015 diketahui bahwa rasio panjang jalan
Kabupaten terhadap luas wilayah di tiap wilayah pengembangan masih belum
merata. Rasio panjang jalan Kabupaten terhadap luas wilayah untuk total
Kabupaten Malang tahun 2015 sebesar 0,56. Terdapat 3 WP yang memiliki nilai
rasio diatas Kabupaten Malang, yaitu: WP I Lingkar Kota Malang (0,98), WP V
Turen dan Dampit (0,70) dan WP II Kepanjen (0,58) sedangkan 3 WP lainnya
memiliki nilai rasio dibawah Kabupaten Malang, yaitu: WP IV Tumpang (0,38),
WP VI Sumbermanjing Wetan (0,33) dan WP III Ngantang (0,25).
Dilihat dari sisi indikator sosial, pembangunan wilayah ditunjukkan dengan
seberapa besar peningkatan dan perhatian pada pengembangan sumber daya
manusia yang tercermin melalui indeks pembangunan manusia (IPM). Ditinjau dari
olahan data Bappeda dan BPS Kabupaten Malang tahun 2014 diketahui bahwa
distribusi IPM tiap wilayah pengembangan belum merata. Rata-rata capaian nilai
IPM Kabupaten Malang tahun 2013 sebesar 72,34. Hanya WP I Lingkar Kota
Malang yang menunjukkan rata-rata nilai IPM diatas Kabupaten Malang yaitu
sebesar 74,40. WP lainnya menunjukkan rata-rata nilai IPM dibawah Kabupaten
Malang yaitu WP V Turen dan Dampit sebesar 70,84, WP IV Tumpang sebesar
70,49, WP II Kepanjen sebesar 70,25, WP III Ngantang sebesar 68,36 dan WP VI
Sumbermanjing Wetan sebesar 67,56.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan wilayah Kabupaten
Malang. Identifikasi terhadap faktor-faktor dominan yang memengaruhi
pembangunan wilayah di masing-masing tipologi wilayah pengembangan

6

Kabupaten Malang masih jarang dilakukan. Faktor apa saja yang dominan serta
pengaruhnya pada pengembangan wilayah di masing-masing tipologi wilayah
pengembangan sangat penting untuk diketahui dalam perumusan solusi yang lebih
efektif untuk pembangunan wilayah yang lebih luas dalam lingkup Kabupaten
Malang.
Adanya keragaman potensi, masalah, fungsi dan peran menyebabkan peluang
masing-masing tipologi wilayah pengembangan untuk tumbuh dan berkembang
juga berbeda-beda. Masing-masing tipologi memiliki dinamika internal masingmasing sehingga dibutuhkan model kebijakan pembangunan yang berbeda-beda
pula. Pengembangan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah
berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan juga masih jarang dilakukan.
Penelitian ini dibutuhkan untuk menyusun alternatif model pembangunan
Kabupaten Malang berbasis sistem wilayah pengembangan.
Uraian masalah diatas kemudian disusun menjadi pertanyaan penelitian
(research question) sebagai berikut:
1. Bagaimana tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pembangunan Kabupaten Malang
berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan?
3. Bagaimana mengembangkan model hubungan antara komponen
pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama
penelitian ini adalah mengembangkan suatu alternatif model pembangunan
Kabupaten Malang yang memadukan 3 komponen utama yaitu sosial, ekonomi dan
infrastruktur berbasis sistem wilayah pengembangan. Adapun yang menjadi tujuan
antara adalah:
1. Menganalisis tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan Kabupaten
Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.
3. Mengembangkan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah
berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah terkait kondisi dan model
pembangunan serta merumuskan kebijakan dan prioritas pembangunan pada
tiap tipologi wilayah pengembangan di Kabupaten Malang.
2. Wahana belajar para pihak yang ingin memahami alternatif model
pembangunan wilayah serta referensi bagi penelitian berikutnya terutama
yang berkaitan dengan bidang pembangunan wilayah.

7

2. TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan/Pengembangan Wilayah
UNDP mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses untuk memperluas
pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choices). Dalam
konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end),
bukan alat, cara atau instrumen pembangunan. Todaro (2000) menekankan bahwa
pembangunan
harus
memenuhi
tiga
komponen
dasar
yaitu
kecukupan (sustainance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga
diri atau jati diri (self-esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Adapun
menurut Anwar (2001) pembangunan wilayah harus diarahkan kepada terjadinya
pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan
keberlanjutan (sustainability).
Pembangunan menurut Rustiadi et al. (2011) dapat diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara/wilayah untuk mengembangkan
kualitas hidup masyarakatnya. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses
di mana terdapat saling keterkaitan dan saling memengaruhi antara faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut dapat diidentifikasi dan
dianalisa dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang
akan mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap
pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.
Djakapermana (2009) mengatakan bahwa dalam proses pengembangan
wilayah harus dipahami terlebih dahulu konsep mengenai wilayah. Wilayah adalah
batasan geografis (deliniasi yang dibatasi oleh koordinat geografis) yang
mempunyai pengertian/maksud tertentu atau sesuai fungsi pengamatan tertentu.
Isard (1975) menganggap pengertian suatu wilayah pada dasarnya bukan sekedar
areal dengan batas-batas tertentu, namun suatu area yang memiliki arti (meaningful)
karena adanya masalah-masalah yang di dalamnya sedemikian rupa, sehingga ahli
regional memiliki ketertarikan di dalam menangani permasalahan tersebut,
khususnya karena menyangkut permasalahan sosial-ekonomi.
Rustiadi et al. (2011) mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan
batas-batas tertentu dimana komponen-komponennya di dalamnya memiliki
keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Batasan wilayah tidaklah
selalu bersifat fisik dan tetap namun seringkali bersifat dinamis (berubah-ubah).
Istilah wilayah menekankan interaksi antarmanusia dengan sumberdayasumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.
Dawkins (2003) mendefinisikan wilayah sebagai populasi manusia yang
berbatasan secara spasial yang terikat baik oleh sejarah atau pilihan untuk lokasi
geografis tertentu. Ketergantungan lokasi bisa timbul dari daya tarik bersama untuk
budaya lokal, pusat-pusat kerja lokal, sumber daya alam lokal atau fasilitas lokasi
spesifik lainnya. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
mendefinisikan wilayah sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
Pembangunan/pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian
upaya dan tindakan yang dilakukan untuk memanfaatkan potensi-potensi wilayah

8

yang ada, mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumberdaya,
merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional, meningkatkan
keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan dalam rangka
mendapatkan tatanan kehidupan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat
khususnya dan dalam skala nasional (Hariyanto dan Tukidi 2007; Mulyanto 2008) .
Pembangunan wilayah merupakan sebuah langkah untuk mengembangkan
suatu kawasan secara holistik. Tak hanya dengan memacu pertumbuhan sosial
ekonomi, namun juga mengurangi kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah
yang lain. Pengembangan wilayah ini berbeda dengan pembangunan sektoral yang
menitikberatkan pada sektor-sektor tertentu, tanpa memperhatikan sektor lainnya.
Pengembangan yang bersifat sektoral lebih banyak terkonsentrasi pada satu isu
maupun masalah tertentu (Susantono 2012).
Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai
kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan
sumber daya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan
masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang
diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan
selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan
(Ambardi dan Prihawantoro 2002 dalam Bappeda 2014).
Pusat Pertumbuhan
Francis Perroux memperkenalkan konsep Kutub Pertumbuhan dan Pusat
Pertumbuhan atau lebih dikenal dengan istilah “Growth Pole and Growth Centre”.
Ia berpendapat bahwa fakta dasar dari perkembangan spasial sebagaimana
perkembangan industri, adalah “pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat
dan juga tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau
kutub-kutub perkembangan, dengan intensitas yang berubah-ubah; perkembangan
itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek
yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Nurhadi 2012).
Landasan bagi teori pusat pertumbuhan selain dikembangkan oleh Perroux
(1955) juga oleh Christaller (1933) dan Myrdal (1957). Namun menurut Marsudi
Djojodipuro (1992) dalam Nurhadi (2012) inti dari ide kutub pertumbuhan dan
pusat pertumbuhan didasarkan kepada:
1. Konsep “keunggulan industri”; bahwa pada pusat kutub pertumbuhan
terdapat perusahaan-perusahaan yang besar yang mendominasi kegiatan
ekonomi lainnya. Lokasi industri semacam itu dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti lokasi sumberdaya, infrastruktur yang baik dan tenaga kerja
yang cukup.
2. Konsep polarisasi; bahwa pertumbuhan yang cepat dari industri unggulan
dapat mendorong polarisasi dari kegiatan ekonomi lainnya kedalam kutub
pertumbuhan, pengaruh langsung dari hal ini adalah berbagai keuntungan dari
adanya pemusatan (aglomerasi).
3. Konsep efek sebar (nilai tambah); dengan terjadinya kutub pertumbuhan akan
menambah keuntungan disekitarnya yaitu terjadinya keuntungan yang
didapat di lingkungan sekitar.

9

Suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan
apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan baik secara fungsional
maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi
konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya
memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan
ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis,
pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu
menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta menyebabkan berbagai macam
usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada
di lokasi tersebut (Tarigan 2006).
Teori pusat pertumbuhan masih relevan digunakan di Kabupaten Malang
untuk mengurangi disparitas antar pusat-pusat wilayah pengembangan
(interregional). Hal ini disebabkan karena wilayah Kabupaten Malang yang cukup
luas dengan karakteristik wilayah, potensi dan masalah yang berbeda-beda
menyebabkan transfer pertumbuhan ekonomi antar daerah umumnya tidak lancar,
tetapi cenderung terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu yang mempunyai
keuntungan lokasi. Kelemahannya pendekatan ini memiliki spread effect terhadap
wilayah sekitarnya sangat lemah, bahkan dapat menyebabkan terjadinya disparitas
di dalam wilayah pengembangan (intra-regional).

Wilayah Pengembangan
Wilayah pengembangan menurut Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Malang adalah
suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa kecamatan yang memiliki satu
kesatuan sistem pelayanan sosial, ekonomi dan masyarakat. Pemerintah Kabupaten
Malang membagi wilayahnya ke dalam 6 (enam) wilayah pengembangan yang
dimaksudkan untuk memudahkan Pemerintah Daerah melakukan fungsinya yaitu
dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembangunan sehingga
diharapkan pembangunan di wilayah Kabupaten Malang dapat merata, terpadu
(lintas sektor) dan tepat sasaran.
Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang
diprioritaskan untuk dikembangkan berdasarkan karakteristik dan potensi yang
dimiliki, sehingga diharapkan akan tercipta pusat-pusat pertumbuhan yang mampu
memotivasi dan membangkitkan pertumbuhan wilayah itu sendiri dan wilayah
sekitarnya (hinterland). Percepatan pengembangan wilayah melalui strategi
wilayah pengembangan (WP) merupakan suatu upaya untuk pelaksanaan kebijakan
pengembangan wilayah yang memungkinkan WP dapat berjalan sesuai dengan
fungsi dan peranan yang sudah ditetapkan, sehingga memungkinkan terciptanya
pola pengembangan wilayah yang lebih seimbang (Hariyanto 2006).
Wilayah pengembangan bisa dikaitkan dengan pengembangan cluster dalam
skala wilayah. Vuković dan Wei (2010) mengemukakan bahwa salah satu
komponen penting dari daya saing daerah adalah pengembangan cluster. Daerah
yang mengembangkan cluster hampir selalu lebih kompetitif dibandingkan daerah
lain karena ditandai dengan spesialisasi yang lebih besar, kapasitas informasi dan
organisasi bisnis yang lebih baik, efek positif dari jaringan kewirausahaan dan lainlain.

10

Sistem dan Pendekatan Sistem
Djakapermana (2009) mengatakan bahwa istilah sistem digunakan dalam
berbagai macam konteks. Istilah tersebut berasal dari kata systema dalam bahasa
Yunani yang dalam bahasa Inggris berarti: whole compounded of several parts
(keseluruhan yang terdiri dari berbagai macam bagian).
Menurut Ford (1999) dalam Haryono (2011) sistem adalah suatu kombinasi
dari dua atau lebih elemen-elemen yang saling terkait. Hartisari (2007) mengartikan
sistem sebagai gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan
terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu.
Muhammadi et al. (2001) mengartikan sistem sebagai keseluruhan interaksi
antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja
mencapai tujuan. Secara definitif, sistem adalah suatu gugus dari elemen yang
saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus
dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park 1979 dalam Eriyatno 2003).
Dari beragam definisi yang ada terlihat bahwa sistem memiliki karakteristik
keutuhan dan interaksi antar komponen yang membangun sistem. Secara lebih tegas
beberapa karakteristik yang dimiliki