Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur

(1)

STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh:

RIZKI RAHAJUNING TYAS A14302007

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakulatas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini menjadi lebih baik.

Bogor, September 2006


(3)

Judul : Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur

Nama : RIZKI RAHAJUNING TYAS NRP : A14302007

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Teuku Hanafiah Dr. Ir. Eka Intan K.P, MS NIP. 130 321 039 NIP. 131 918 659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP 130 422 698


(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PEGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2006

Rizki Rahajuning Tyas


(5)

RINGKASAN

RIZKI RAHAJUNING TYAS. Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur. Dibawah Bimbingan Teuku Hanafiah dan Eka Intan K.P.

Perencanaan pembangunan baik yang bersifat perencanaan sektoral maupun regional mempunyai keterkaitan antar sektor maupun antar tingkat administrasi, yaitu antara perencanaan pusat, regional dan lokal. Perencanaan pembangunan seharusnya mempertimbangkan: (a) hubungan saling menguntungkan antara pembangunan diberbagai tingkat administrasi, nasional, regional maupun lokal, (b) hubungan antara pembangunan diberbagai sektor dan (c) keterkaitan antar aspek sosial, ekonomi dan fisik dalam proses pembangunan.

Penerapan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, telah membuat pemerintah daerah sibuk mengatur daerahnya masing-masing agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan menerapkan system demokrasi yang menekankan pada pemerintahan desentralisasi.

Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah seharusnya dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi wilayahnya untuk meningkatkan pendapatan wilayah, namun masih banyak daerah-daerah yang belum memiliki sektor unggulan untuk peningkatan pendapatan daerah. Dalam hal ini kebijakan pembangunan wilayah seharusnya memberi prioritas pengembangan pada sektor yang dapat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sementara itu dalam menerapkan strategi pembangunan wilayah juga diharapkan dapat menentukan berbagai lokasi yang berpotensi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tertentu.

Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten yang tergolong masih banyak menemui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga menyebabkan realisasi pembangunan daerah masih jauh dari harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pembangunan yang terarah yang disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Permasalahan yang dihadapi adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo, mengidentifikasi penyebaran sarana dan prasarana pembangunan, mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal pembangunan, serta merumuskan strategi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan strategi kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo, sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak-pihak yang berminat dalam pengembangan Kabupaten Situbondo, serta sebagai bahan informasi bagi penelitian yang akan datang.

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder dapat dipenuhi melalui penelusuran arsip


(6)

dan pustaka milik dinas dan instansi setempat seperti dari BPS Kabupaten Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo, Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, dan instansi atau lembaga lain yang terkait dengan tujuan penelitian, dilengkapi sumber-sumber lain seperti dari internet, artikel-artikel. Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara kepada staff dan pegawai daerah Responden yang dipilih adalah merupakan perwakilan dari setiap instansi yang terkait sebanyak lima orang.

Dari hasil perhitungan nilai LQ, sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 2000-2004 adalah sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Sektor-sektor basis ini berpotensi untuk mengekspor komoditi yang dihasilkan ke luar wilayah dan dinilai memiliki nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah dan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian lokal serta layak untuk terus dikembangkan.

Dari hasil analisis skalogram, secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo relatif memadai, tetapi masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut, sehingga berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya.

Hasil analisis Matriks IFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo memiliki kondisi internal yang lemah, artinya kondisi kabupaten yang lemah disebabkan oleh belum optimalnya penelitian dan pengembangan yanga ada serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Hasil analisis Matriks EFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo belum mampu memanfaatkan kekuatan yang di miliki untuk memanfaatkan peluang. Berdasarkan hasil analisis Matriks IE Wilayah Kabupaten Situbondo, berada pada sel ke-V dari matriks IE. Pada posisi ini, pembangunan wilayah di Kabupaten Situbondo harus bisa mempertahankan kekuatan dan hal-hal yang telah dicapai selama ini dalam pembangunan untuk selanjutnya semakin ditingkatkan dalam upaya mewujudkan strategi pembangunan yang telah disusun dengan merealisasikan program-program yang dimiliki

Berdasarkan hasil analisis Matriks SWOT diperoleh 12 alternatif strategi yang dirumuskan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Berdasarkan hasil analisis Matriks QSP strategi yang menjadi prioritas utama, adalah strategi meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah,; strategi meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi. Sedangkan strategi komprehensifnya menghasilkan lima tujuan, empat strategi, 8 sasaran dan 10 program.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 25 Mei 1984. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Mariyono. SW dan Yayuk Sismawati. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD PG. Cintamanis Palembang pada tahun 1996, melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Tanjung Raja pada tahun 1999 dan SMU Negeri 1 Tanjung Raja pada tahun 2002.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian, Fakultas Pertanian, melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Bogor, September 2006


(8)

STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR

RIZKI RAHAJUNING TYAS A14302007

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Keluarga besar tercinta, Ayahanda Mariyono SW dan Ibunda Yayuk Sismawati, Socha Ratna KusumaningTyas (Ocha), Tri Yoga Andalas (alm), Dhani Hari Adhitama (Dita), Kak Triaz, atas semua do’a, kasih sayang, kerja keras, kesabaran, dorongan, perhatian dan bantuan dalam meraih cita-cita penulis.

2. Ir. Teuku Hanafiah sebagai dosen pembimbing I skripsi dan Dr. Ir. Eka Intan K.P, MS sebagai dosen pembimbing II yang dengan kesabarannya telah membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, saran dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Sahara, SP, Msi dan A. Faroby Falatehan, SP. ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen.

4. Keluarga besar Situbondo, Bapak Mahmud dan Ibu Susiana serta mas Sugeng, Mb’ Iin, fitri atas perhatian, kasih sayang dan semangatnya. Keluarga di Dawuhan, p’de Sudarto dan Bu de Toewina atas doa, semangat dan kasih sayangnya, Fifing dan teman kecilku Lia terima kasih sudah mau berkeliling Kota Situbondo dalam pengambilan data penelitian.


(10)

5. Budi Dwi Setiawan (Ayang QQ), terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, perhatian, doa, semangat dan kesabarannya untuk menemani penulis selama ini. Thank’s God u give me him…

6. Bapak dan Ibu staf dari Dinas Pertanian, Bappekab situbondo, BPS dan lembaga lain yang telah membantu dalam penyediaan data penelitian.

7. Teman EPS’39 dan all EPS’ers, teman-teman di Wisma Pelangi, Rini, Yushi, Endang, Widya dan Crist. Teman-teman KKP Desa Nanggela Kuningan Usro, Nyunyun, Nisa, Sabar, Ai, Dini, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Nurina, Evi, Meika) yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.


(11)

STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh:

RIZKI RAHAJUNING TYAS A14302007

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakulatas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini menjadi lebih baik.

Bogor, September 2006


(13)

Judul : Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur

Nama : RIZKI RAHAJUNING TYAS NRP : A14302007

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Teuku Hanafiah Dr. Ir. Eka Intan K.P, MS NIP. 130 321 039 NIP. 131 918 659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP 130 422 698


(14)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PEGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2006

Rizki Rahajuning Tyas


(15)

RINGKASAN

RIZKI RAHAJUNING TYAS. Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur. Dibawah Bimbingan Teuku Hanafiah dan Eka Intan K.P.

Perencanaan pembangunan baik yang bersifat perencanaan sektoral maupun regional mempunyai keterkaitan antar sektor maupun antar tingkat administrasi, yaitu antara perencanaan pusat, regional dan lokal. Perencanaan pembangunan seharusnya mempertimbangkan: (a) hubungan saling menguntungkan antara pembangunan diberbagai tingkat administrasi, nasional, regional maupun lokal, (b) hubungan antara pembangunan diberbagai sektor dan (c) keterkaitan antar aspek sosial, ekonomi dan fisik dalam proses pembangunan.

Penerapan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, telah membuat pemerintah daerah sibuk mengatur daerahnya masing-masing agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan menerapkan system demokrasi yang menekankan pada pemerintahan desentralisasi.

Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah seharusnya dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi wilayahnya untuk meningkatkan pendapatan wilayah, namun masih banyak daerah-daerah yang belum memiliki sektor unggulan untuk peningkatan pendapatan daerah. Dalam hal ini kebijakan pembangunan wilayah seharusnya memberi prioritas pengembangan pada sektor yang dapat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sementara itu dalam menerapkan strategi pembangunan wilayah juga diharapkan dapat menentukan berbagai lokasi yang berpotensi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tertentu.

Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten yang tergolong masih banyak menemui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga menyebabkan realisasi pembangunan daerah masih jauh dari harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pembangunan yang terarah yang disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Permasalahan yang dihadapi adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo, mengidentifikasi penyebaran sarana dan prasarana pembangunan, mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal pembangunan, serta merumuskan strategi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan strategi kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo, sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak-pihak yang berminat dalam pengembangan Kabupaten Situbondo, serta sebagai bahan informasi bagi penelitian yang akan datang.

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder dapat dipenuhi melalui penelusuran arsip


(16)

dan pustaka milik dinas dan instansi setempat seperti dari BPS Kabupaten Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo, Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, dan instansi atau lembaga lain yang terkait dengan tujuan penelitian, dilengkapi sumber-sumber lain seperti dari internet, artikel-artikel. Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara kepada staff dan pegawai daerah Responden yang dipilih adalah merupakan perwakilan dari setiap instansi yang terkait sebanyak lima orang.

Dari hasil perhitungan nilai LQ, sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 2000-2004 adalah sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Sektor-sektor basis ini berpotensi untuk mengekspor komoditi yang dihasilkan ke luar wilayah dan dinilai memiliki nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah dan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian lokal serta layak untuk terus dikembangkan.

Dari hasil analisis skalogram, secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo relatif memadai, tetapi masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut, sehingga berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya.

Hasil analisis Matriks IFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo memiliki kondisi internal yang lemah, artinya kondisi kabupaten yang lemah disebabkan oleh belum optimalnya penelitian dan pengembangan yanga ada serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Hasil analisis Matriks EFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo belum mampu memanfaatkan kekuatan yang di miliki untuk memanfaatkan peluang. Berdasarkan hasil analisis Matriks IE Wilayah Kabupaten Situbondo, berada pada sel ke-V dari matriks IE. Pada posisi ini, pembangunan wilayah di Kabupaten Situbondo harus bisa mempertahankan kekuatan dan hal-hal yang telah dicapai selama ini dalam pembangunan untuk selanjutnya semakin ditingkatkan dalam upaya mewujudkan strategi pembangunan yang telah disusun dengan merealisasikan program-program yang dimiliki

Berdasarkan hasil analisis Matriks SWOT diperoleh 12 alternatif strategi yang dirumuskan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Berdasarkan hasil analisis Matriks QSP strategi yang menjadi prioritas utama, adalah strategi meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah,; strategi meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi. Sedangkan strategi komprehensifnya menghasilkan lima tujuan, empat strategi, 8 sasaran dan 10 program.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 25 Mei 1984. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Mariyono. SW dan Yayuk Sismawati. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD PG. Cintamanis Palembang pada tahun 1996, melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Tanjung Raja pada tahun 1999 dan SMU Negeri 1 Tanjung Raja pada tahun 2002.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian, Fakultas Pertanian, melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Bogor, September 2006


(18)

STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR

RIZKI RAHAJUNING TYAS A14302007

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Keluarga besar tercinta, Ayahanda Mariyono SW dan Ibunda Yayuk Sismawati, Socha Ratna KusumaningTyas (Ocha), Tri Yoga Andalas (alm), Dhani Hari Adhitama (Dita), Kak Triaz, atas semua do’a, kasih sayang, kerja keras, kesabaran, dorongan, perhatian dan bantuan dalam meraih cita-cita penulis.

2. Ir. Teuku Hanafiah sebagai dosen pembimbing I skripsi dan Dr. Ir. Eka Intan K.P, MS sebagai dosen pembimbing II yang dengan kesabarannya telah membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, saran dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Sahara, SP, Msi dan A. Faroby Falatehan, SP. ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen.

4. Keluarga besar Situbondo, Bapak Mahmud dan Ibu Susiana serta mas Sugeng, Mb’ Iin, fitri atas perhatian, kasih sayang dan semangatnya. Keluarga di Dawuhan, p’de Sudarto dan Bu de Toewina atas doa, semangat dan kasih sayangnya, Fifing dan teman kecilku Lia terima kasih sudah mau berkeliling Kota Situbondo dalam pengambilan data penelitian.


(20)

5. Budi Dwi Setiawan (Ayang QQ), terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, perhatian, doa, semangat dan kesabarannya untuk menemani penulis selama ini. Thank’s God u give me him…

6. Bapak dan Ibu staf dari Dinas Pertanian, Bappekab situbondo, BPS dan lembaga lain yang telah membantu dalam penyediaan data penelitian.

7. Teman EPS’39 dan all EPS’ers, teman-teman di Wisma Pelangi, Rini, Yushi, Endang, Widya dan Crist. Teman-teman KKP Desa Nanggela Kuningan Usro, Nyunyun, Nisa, Sabar, Ai, Dini, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Nurina, Evi, Meika) yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Teori Dasar Perwilayahan ... 9

2.2 Teori Kutub dan Pusat Pertumbuhan ... 9

2.3 Perencanaan Pembangunan ... 12

2.3.1 Perencanaan Pembangunan Daerah ... 18

2.3.2 Otonomi Daerah di Indonesia ... 19

2.4 Teori dan Konsep Dasar Pembangunan Wilayah ... 22

2.5 Teori Ekonomi Basis ... 24

2.6 Konsep dan Definisi Strategi... 26

2.7 Hasil Penelitian Terdahulu ... 32

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 36

3.1 Kerangka Teoritis ... 36

3.1.1 Pembangunan Wilayah dan Pusat Pelayanan ... 36

3.1.2 Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Fungsional ... 41

3.1.3 Elemen-Elemen Strategi Komprehensif ... 49

3.2. Kerangka operasional ... 51

BAB IV METODE PENELITIAN ... 53

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 53

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 53

4.3 Metode Analisis... 53

4.3.1 Location Quotient (LQ) ... 54

4.3.2 Skalogram ... 55

4.3.3 Matriks EFE dan Matriks EFI... 56

4.3.4 Matriks Internal-Eksternal (IE)... 60

4.3.5 Matriks SWOT... 62

4.3.6 Matriks QSPM ... 63

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 57


(22)

5.1.1 Kondisi Geografis ... 57 5.1.2 Topografi dan Jenis Tanah... 58 5.1.3 Jenis Penggunaan Lahan ... 58 5.2 Administrasi Pemerintah Kabupaten Situbondo... 69 5.3 Potensi Sumberdaya ... 70 5.3.1 Potensi Sumberdaya Alam... 70 5.3.2 Potensi Sumberdaya Manusia ... 76 5.3.3 Sarana dan Prasarana ... 80 5.4 Struktur Perekonomian Wilayah ... 83 5.5 Permasalahan Khusus ... 87 5.6 Kebijakan Pembangunan Daerah... 89 BAB VI ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL

DAN PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN

KABUPATEN SITUBONDO ... 92 6.1 Analisis Sektor Ekonomi Basis Kabupaten

Situbondo ... 92 6.2. Efek Pengganda Sektor Basis ... 96

6.3. Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kabupaten

Situbondo ... 97 BAB VII FORMULASI STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH

KABUPATEN SITUBONDO ... 106 7.1 Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal ... 106 7.1.1 Analisis Lingkungan Internal... 106 7.1.2 Analisis Lingkungan Eksternal ... 112 7.2 Tahap Masukan... 115 7.2.1 Matriks IFE ... 116 7.2.2 Matriks EFE ... 118 7.2.3 Matriks IE ... 120 7.3 Tahap Pemaduan... 121 7.3.1 Strategi Strengths-Opportunities (S-O) ... 121 7.3.2 Strategi Weakness-Opportunities (W-O) ... 123 7.3.3 Strategi Strengths-Threats (S-T)... 125 7.3.4 Strategi Weakness-Threats (W-T)... 126 7.4 Tahap Pengambilan Keputusan ... 127 7.5 Strategi Komprehensif ... 129 BAB VIII KETERKAITAN ANTARA IDENTIFIKASI WILAYAH DAN

ALTERNATIF STRATEGI ... 137 8.1 Kebijakan Pembangunan Sektoral... 138 8.2 Strategi Pembangunan Wilayah... 140 8.3 Strategi Komprehensif dan Program Pembangunan

Kabupaten Situbondo ... 142 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 146 9.1. Kesimpulan... 146 9.2. Saran ... 147


(23)

DAFTAR PUSTAKA ... 149 LAMPIRAN... 152


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Keadaan Umum Kabupaten Situbondo ... 6 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah ... 58 3. Penilaian Bobot Faktor Strategis eksternal Wilayah ... 58 4. Matriks EFE... 60 5. Matriks IFE... 60 6. Matriks SWOT ... 63 7. Matriks QSP ... 65 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan ... 68 9. Pembagian Wilayah Administrasi ... 69 10. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin Tahun 2004 ... 77 11. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Perkecamatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004... 78 12. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Lapangan Usaha ... 79 13. Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004... 82 14. Persentase PDRB atau Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Atas Dasar

Harga Konstan ... 85 15. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Situbondo Tahun 2000-2004 ... 86 16. Jumlah Keluarga Miskin di Kabupaten Situbondo Tahun 2004 ... 88 17. Nilai LQ Persektor Ekonomi Kabupaten Situbondo ... 95 18. Efek Pengganda Sektor Basis ...96 19. Hirarki Sarana Prasarana Pelayanan di Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan

Kabupaten Situbondo Tahun 2004 ... 99 20. Fasilitas Pelayanan Utama di wilayah Kabupaten Situbondo ... 102 21. Jenis Fasilitas Berdasarkan Derajat Penyebarannya di Wilayah Kabupaten

Situbondo Tahun 2004 ... 104 22. Matriks IFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo... 117 23. Matriks EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo... 119


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks

1. Ilustrasi Elemen-Elemen dalam Strategi Komprehensif ... 49 2. Model Proses Manajemen ... 50 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten... 52 4. Matriks Internal-Eksternal (IE) ... 62 5. Matriks IE Pembangunan Kabupaten Situbondo ... 121 6. Ilustrasi Hubungan antar Elemen-Elemen Penyusun Strategi Komprehensif Kabupatens Situbondo ... 136


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Nilai PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2004 ... 152 2. Nilai PDRB Propinsi Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2004 ... 153 3. Nilai PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2004 ... 154 4. Distribusi PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2004 ... 154 5. Analisa Skalogram Kabupaten Situbondo Tahun 2004 ... 155 6. Nilai Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan

Wilayah Kabupaten Situbondo ... 156 7. Rating Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan

Wilayah Kabupaten Situbondo ... 158 8. Matriks IFE dan EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo... ... 159 9. Matriks QSPM Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan

Wilayah Kabupaten Situbondo ... 161 10. Matriks SWOT Kabupaten Situbondo ... 163

11.Kuisioner Penilaian Bobot dan Rating Faktor Strategis Internal

dan Eksternal... 164 12 Kuisioner Penilaian Daya Tarik Strategi Matriks QSP... 165 13. Peta Geografis Kabupaten Situbondo ... ... 166


(27)

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Perencanaan pembangunan baik yang bersifat perencanaan sektoral maupun regional mempunyai keterkaitan antar sektor maupun antar tingkat administrasi, yaitu antara perencanaan pusat, regional dan lokal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dusseldrop dalam Sumedi (1997), bahwa perencanaan pembangunan seharusnya mempertimbangkan: (a) hubungan saling menguntungkan antara pembangunan diberbagai tingkat administrasi, nasional, regional maupun lokal, (b) hubungan antara pembangunan diberbagai sektor dan (c) keterkaitan antar aspek sosial, ekonomi dan fisik dalam proses pembangunan.

Konsep pembangunan desentralisasi adalah konsep pembangunan yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia saat ini melalui otonomi daerah.dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan yang terdesentralisasi ini, maka pelaksanaan pembangunan disetiap daerah otonomi perlu dipersiapkan dengan penyusunan konsep pembangunan yang lebih matang yang sesuai dengan potensi, kendala dan kesempatan yang dimiliki oleh setiap daerah otonom tersebut. Oleh karena itu setiap daerah akan memiliki prinsip yang berbeda dalam mengimplementasikan konsep dan strategi pembangunannya. Pada akhirnya pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah akan bersifat spesifik dan diharapkan unggul secara kompetitif (unggul dalam harga) maupun komparatif (unggul dalam sumberdaya) di bidang-bidang perekonomian tertentu.

Pemilihan aktifitas disetiap wilayah merupakan suatu syarat untuk meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif suatu wilayah untuk bersaing dengan wilayah lain. Keberhasilan peningkatan tersebut merupakan


(28)

modal penting bagi pemerintah daerah dalam menerjemahkan, mengisi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip otonomi daerah secara langsung, nyata dan bertanggung jawab sehingga penerapan otonomi daerah akan memberi dampak positif yang besar bagi pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat luas.

Pendekatan pusat-belakang (centre-pheripery), mempertimbangkan hubungan ekonomi antar kota sebagai pusat dan wilayah sekitarnya sebagai wilayah belakang (pheripery). Hubungan antara pusat dan wilayah belakang ini dapat berbentuk arus barang, jasa, arus orang (migrasi), arus kapital dan arus informasi dari wilayah belakang ke pusat atau sebaliknya. Intensitas hubungan antara pusat dan wilayah belakang tergantung pada berbagai faktor antara lain jarak. Jarak dalam hal ini dapat dinyatakan dalam satuan panjang (km), waktu tempuh, biaya untuk mencapainya atau kemudahan untuk mencapainya.

Penerapan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah membuat pemerintah daerah sibuk mengatur daerahnya masing-masing agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan menerapkan system demokrasi yang menekankan pada pemerintahan desentralisasi. Menurut Koswara (1999) menyatakan bahwa tujuan pokok undang-undang tentang pemerintahan daerah adalah untuk mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menjadi daerah otonom yang mandiri.

Keberhasilan pembangunan kegiatan ekonomi didukung oleh potensi masing-masing wilayah. Dalam pembangunan dan pengembangan wilayah dimulai dari orde terkecil yaitu kecamatan, kabupaten, provinsi dimana harus


(29)

mempunyai keterkaitan yang jelas dan searah dalam pengembangan potensi perekonomian wilayah sehingga tidak terjadi dualisme kebijakan yang dikenal dengan “bottom up” dan “top down”. Hal ini sangat penting karena setiap wilayah mempunyai perbadaan potensi sumber daya alam, aksesibilitas terhadap faktor produksi serta ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung suatu kegiatan. Model pembangunan yang “bottom up” menunjukkan pembangunan yang didukung penuh oleh kemampuan wilayah bawah.

Oleh karena itu pendekatan pembangunan yang didasarkan pada konsep pembangunan ekonomi lokal akan menciptakan pertumbuhan ekonomi kuat yang berbasis sumber daya lokal. Sehingga Gunawan (2000) menyebutkan bahwa essensi pengembangan lokal adalah terbitnya spirit kewiraswastaan lokal serta bertumbuh kembangnya perusahaan-perusahaan lokal.

Pelaksanaan pembangunan wilayah memerlukan strategi yang harus disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik lokal, permasalahan yang dihadapi serta potensi yang tersedia di wilayah tersebut. Strategi pembangunan wilayah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Situbondo sebagai berikut: 1. Strategi peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan hidup.

2. Strategi peningkatan kualitas tenaga kerja yang sesuai dengan peluang kerja. 3. Strategi pemberdayaan masyarakat miskin.

4. Strategi peningkatan kualitas pendapatan daerah.

5. Strategi peningkatan kualitas produk industri rumah tangga, industri kecil dan industi menengah.

6. Strategi peningkatan kualitas kapasitas pengelolaan kepariwisataan. 7. Strategi peningkatan kualitas manajemen data.


(30)

8. Strategi peningkatan kualitas pelayanan publik.

9. Strategi peningkatan kualitas pengawasan dan pengendalian pertanahan. 10.Strategi peningkatan kualitas manajemen usaha.

11.Strategi peningkatan stabilitas keamanan dan ketertiban. 12.Strategi peningkatan kualitas upaya penegakan hukum. 13.Strategi peningkatan kualitas SDM aparatur.

14.Strategi peningkatan hubungan yang harmonis baik internal maupun eksternal Gambaran mengenai keadaan dan potensi lokasi penelitian adalah sebagai berikut Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km2 atau 163.85 Ha, bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 140 Km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah Selatan berdataran tinggi dengan rata-rata lebar wilayah lebih kurang 11 Km. Kabupaten ini terdiri dari 17 kecamatan dan 132 desa. Kabupaten Situbondo juga terdapat 4 kelurahan, dua berada di Kecamatan Situbondo yaitu Kelurahan Kapongan dan Kelurahan Dawuhan dan dua kelurahan di Kecamatan Panji yaitu Kelurahan Mimbaan dan Ardirejo. Jumlah desa menurut klasifikasinya sebanyak 24 tergolong wilayah perkotaan dan 112 wilayah pedesaan. Perkembangan desa di Kabupaten Situbondo seluruhnya tergolong desa swadaya.

Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, kecamatan yang memiliki wilayah terluas adalah Kecamatan Banyuputih dengan luas wilayah 48,167 km2 dan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Besuki dengan luas wilayah 2,641 km2. Sedangkan kecamatan yang memiliki desa terbanyak adalah Kecamatan Panji dengan 12 desa dan kecamatan yang memiliki jumlah desa terkecil adalah Kecamatan Banyuputih dengan lima desa.


(31)

Tabel 1. Keadaan Umum Kabupaten Situbondo

A. LUAS DARATAN 1.638,49 Km2

1. Pemukiman / kampung 33,96 km2 2 .Persawahan 247,66 km2 3. Pertanian tanah kering 290,57 km2 4. Perkebunan 13,22 km2 5. Kawasan Hutan 734,36 km2 6. Tambak / kolam 12,23 km2 7. Rawa / Danau / Waduk 1,22 km2 8. Tanah tandus / Rusak 221,31 km2 9. Padang rumput 79,98 km2 10. Kebun campur 14,40 km2

B. WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

1. Pembantu Bupati 4 2. Kecamatan 17 3. Perwakilan kecamatan 4

4. Kelurahan 4

5. Desa 131

6. Dusun 643

7. Rukun Warga 1.229 8. Rukun Tetangga 3.282 9. Lingkungan 21

Keterangan : -) Tidak ada data Sumber : www. Situbondo.com.

I.2. Perumusan Masalah

Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah seharusnya dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi wilayahnya untuk meningkatkan pendapatan wilayah, namun masih banyak daerah-daerah yang belum memiliki sektor unggulan untuk peningkatan pendapatan daerah. Dalam hal ini kebijakan pembangunan wilayah seharusnya memberi prioritas pengembangan pada sektor yang dapat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sementara itu


(32)

dalam menerapkan strategi pembangunan wilayah juga diharapkan dapat menentukan berbagai lokasi yang berpotensi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tertentu (Tarigan, 2002).

Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten yang tergolong masih banyak menemui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga menyebabkan realisasi pembangunan daerah masih jauh dari harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pembangunan yang terarah yang disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Permasalahan yang dihadapi adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan yang cukup kompleks sebagai akibat berbagi keterbatasan yang dimiliki. Kemiskinan ditandai dengan kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan kesempatan ekonomi yang terbuka, terutama bagi mereka yang tertimpa kemiskinan secara fungsional maupun struktural. Menurut hasil perhitungan BPS tercatat bahwa penduduk miskin di Kabupaten Situbondo sampai pada tahun 2003 masih tergolong tinggi, yaitu terdapat sekitar 177.624 jiwa atau 28,57 persen dari total penduduk Kabupaten Situbondo berada di bawah garis kemiskinan.

Tingginya jumlah pengangguran di Kabupaten Situbondo antara lain disebabkan oleh; rendahnya kualitas dan keterampilan tenaga kerja, terbatasnya kesempatan kerja, investasi pemerintah dan swasta belum dapat menggerakkan perekonomian daerah, meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), rendahnya kualitas lulusan Sekolah Menengah dalam menghadapi persaingan dunia kerja, terbatasnya jiwa kewirausahaan bagi angkatan kerja.

Secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo termasuk memadai, tetapi akses masyarakat


(33)

terhadap sarana prasarana tersebut masih sangat terbatas, terutama untuk masyarakat pedesaan. Ini disebabkan karena sebagian besar sarana prasarana tersebut masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut, karena interaksinya sangat terbatas ke pusat-pusat pelayanan tersebut. Hal ini kemudian berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya.

Permasalahan yang coba diangkat dalam penelitian ini adalah :

1) Sektor apa yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo dalam memacu pembangunan ekonomi Propinsi Jawa Timur.

2) Bagaimana penyebaran sarana dan prasarana pembangunan di Kabupaten Situbondo dalam hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan.

3) Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal berupa faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bagi Kabupaten Situbondo pembangunan sektor yang menunjang perekonomian Kabupaten Situbondo.

4) Bagaimana merumuskan strategi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo.

I. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengidentifikasi sektor yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo dalam menunjang pembangunan ekonomi Propinsi Jawa Timur.


(34)

2) Mengidentifikasi penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo.

3) Mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal berupa faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bagi Kabupaten Situbondo pembangunan sektor yang menunjang perekonomian Kabupaten Situbondo.

4) Merumuskan strategi pembangunan wilayah kabupaten dalam memacu perekonomian Kabupaten Situbondo

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah :

A. Bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan strategi kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo.

B. Bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak-pihak yang berminat dalam pengembangan Kabupaten Situbondo.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Dasar Perwilayahan

Perkembangan teori wilayah dalam rangka memahami struktur tata ruang wilayah telah lama dikembangkan para ahli perwilayahan seperti Weber (1909), Christaller (1933), Losch (1954) dan lain-lain mencoba memformulasikan konsep wilayah untuk keperluan penelaahan perwilayahan dan memberikan paduan dalam menentukan kebijakan pembangunan wilayah, terutama menyangkut tata ruang dan hubungan antara wilayah.

2.2. Teori Kutub dan Pusat Pertumbuhan

Menurut Nasoetion (1985) dalam Gunawan (2000), kutub pertumbuhan merupakan suatu konsep yang pertama kali ditemukan oleh perroux pada tahun 1950. Perroux menyebutkan bahwa pertumbuhan tidak bisa terjadi di mana saja dan pada waktu yang bersamaan. Pertumbuhan hanya dapat terjadi pada tempat-tempat tertentu yang disebut dengan kutub pertumbuhan, dengan intensitas yang bebeda-beda.

Glasson (1977) lebih menekankan kutub pertumbuhan dalam dimensi ruang ekonomi, atau dengan kata lain kutub pertumbuhan adalah medan kekuatan ekonomi yang mengandung pusat-pusat dan kutub-kutub serta mempunyai kekuatan sentrifugal yang memencar kesekelilingnya dan kekuatan sentripetal yang menarik kawasan sekitarnya kepusat-pusat tersebut. Tiap-tiap pusat merupakan penarik dan penolak serta mempunyai medan sendiri dalam suatu gugus medan pusat-pusat yang lain. Oleh karena itu konsep kutub pertumbuhan mempunyai ikatan dengan ruang ekonomi secara abstrak dan tidak adanya


(36)

keterkaitan dengan ruang geografi. Tiga ruang abstrak itu terdiri dari: (a) ruang yang ditentukan oleh rencana, (b) ruang sebagai media kekuatan-kekuatan, dan (c) rruang sebagai suatu keadaan yang homogen.

Kutub pertumbuhan didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan atau industri atau kelompok perusahaan dan industri (Nasoetion 1985). Tetapi apabila kutub pertumbuhan didefinisikan sebagai suatu kekuatan geografi tertentu maka istilah pusat pertumbuhan lebih tepat digunakan dari pada kutub pertumbuhan.

Perkembangan pusat-pusat pertumbuhan yang didukung oleh perusahaan yang propulsif akan berimplikasi pada peningkatan permintaan terhadap daerah belakangnya, yang jelas peningkatan ini berlangsung dalam konteks keterkaitan. Dengan demikian perkembangan pusat pertumbuhan pada dasarnya akan menimbulkan perkembangan daerah pengaruhnya juga. Disamping itu perkembangan pusat pertumbuhan tidak menutup kemungkinan untuk memberi efek pada daerah belakangnya. Sebagai contoh adalah tertariknya tenaga-tenaga potensial dan modal dari daerah belakang ke pusat pertumbuhan.

Efek polarisasi atau pengaruh pemusatan, sebagai contoh adalah adanya implikasi negatif dari perkembangan pusat-pusat pertumbuhan terhadap daerah belakang memberikan kontribusi kepada Friedman untuk mengembangkan suatu model Core-Periphery. Model ini digunakan untuk menanggapi kepincangan tata ruang. Friedman menerangkan bahwa pertumbuhan inti wilayah atau daerah metropolitan disubsidi oleh periphery. Berdasarkan model ini, tiap sistem geografi mengandung dua sistem tata ruang, yaitu : (a) inti merupakan pusat propulsif yang dinamis dari sistem, seperti daerah perkotaan atau pusat-pusat


(37)

pertumbuhan, dan (b) periphery, merupakan subsistem yang berada dalam ketergantungan terhadap inti.

Nasoetion (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan inti yang lebih cepat dari pada periphery adalah implikasi dari adanya:

A. Kesempatan investasi di periphery oleh para investor diabaikan. B. Aktivitas-aktivitas pusat yang lebih berorientasi pada ekspor C. Lokasi dari pasar nasional dan pelayanan ada di tempat

D. Heterogenitas budaya pada pusat yang menciptakan suatu keadaan yang dapat dipergunakan bagi inovasi dan mengambil resiko

E. Keterbatasan kapital dan distorsi sosial ekonomi di pasar periphery

Berdasarkan uraian di atas, maka konsep dasar dari teori kutub pertumbuhan adalah:

A. Konsep industri utama dan perusahaan pendorong

B. Konsep polarisasi, yang pada hakekatnya menimbulkan aglomerasi ekonomi yang ditandai oleh:

™ Economic internal to firm: biaya produksi rata-rata rendah akibat adanya economies of scale, spesialisasi dan efisiensi.

™ Economic external to firm but internal to industri: penurunan biaya tiap unit produksi karena lokasi tertentu dari industri tersebut, misalkan dekat dengan sumber bahan baku dan tenaga kerja terampil.

™ Economic external to industry but internal to urban area : perubahan penurunan biaya produksi rata-rata tiap perusahaan karena banyaknya industri yang tumbuh pada suatu tempat atau kota.


(38)

2.3. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu (Kunarjo, 1992). Pandangan lain perencanaan adalah merupakan proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Secara umum perencanaan dikaitkan dengan adanya kelangkaan sumberdaya ekonomi dan perencanaan ini digunakan untuk menentukan pilihan terbaik dari alternatif yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan dari sudut pandang Conyers (1991) dalam Rugesti (1999) adalah cenderung dianggap bukan hanya sebagai kegiatan yang terbatas tetapi juga merupakan bagian dari suatu proses pembangunan yang kompleks, yang melibatkan beberapa kegiatan berikut:

1. Identifikasi tujuan umum serta kenyataan yang ada.

2. Formulasi strategi yang luas guna mengatasi kenyataan yang ada. 3. Menerjemahkan strategi yang ada ke dalam bentuk rencana dan proyek. 4. Implementasi program dan proyek

5. Pemantauan terhadap implementasi dan hambatan yang timbul untuk mencapai tujuan dalam kenyataan.

Jika perencanaan dikaitkan dengan pembangunan maka perencanaan itu dapat dikatakan sebagai alat pembangunan dan perencanaan sebagai tolok ukur terhadap berhasil atau tidaknya pembangunan tersebut (Kunarjo, 1992). Perencanaan dikatakan sebagai “alat” dari pembangunan karena :


(39)

1. Perencanaan digunakan sebagai pengarahan kegiatan serta pedoman pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan.

2. Perencanaan digunakan untuk menentukan skala prioritas kegiatan.

3. Perencanaan dapat digunakan untuk “meramalkan” kondisi dari kegiatan pada masa yang akan datang. Karena dengan perencanaan tersebut maka dapat dilakukan perkiraan-perkiraan kondisi yang mungkin dihadapi selama pelaksanaan kegiatan di masa mendatang.

Perencanaan digunakan sebagai “tolok ukur” keberhasilan suatu pembangunan adalah karena perencanaan tersebut digunakan sebagai alat ukur atau standar bagi pengadaan evaluasi atau pengawasan pelaksanaan pembangunan. Sehingga keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan mempunyai keterkaitan langsung terhadap baik atau buruknya perencanaan yang bersangkutan. Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembangunan adalah tercapai atau tidaknya tujuan dan sasaran dari kegiatan pembangunan itu sendiri.

Menurut Hanafiah (1989), ada dua hal pokok yang patut disorot yang selama ini disinyalir menyebabkan frustasi di kalangan perencana, yaitu :

1) Perencanaan seyogyanya lebih berorientasi kepada kegiatan-kegiatan yang lebih realistis pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.

2) Perencanaan yang ada sekarang seyogyanya beralih dari hal-hal yang bersifat teknis kepada yang bersifat sosial-ekonomi-politis.

Peninjauan teoritis terhadap aspek perencanaan dapat dibedakan atas: (a) Tipe perencanaan, (b) Bentuk dan gaya perencanaan dan (c) tatacara perencanaan. Penjelasan dari ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:


(40)

a) Tipe perencanaan, yaitu dapat dibedakan atas:

1) Tipe substantif, yaitu yang mencangkup perencanaan suatu proyek seperti perencanaan pendidikan, perencanaan industri, perencanaan tataguna tanah dan perencanaan sektoral lainnya. Dalam hal ini harus dapat dibedakan antara teori dalam perencanaan (Theory in Planning) dan teori perencanaan (Theory of Planning) itu sendiri.

2) Tipe tatacara, yaitu yang menyangkut perencanaan itu sendiri seperti lembaga dimana mereka terlibat, tatacara dan mekanisme yang mereka tempuh dalam perencanaan.

b) Bentuk dan gaya perencanaan, yaitu dapat dibedakan atas:

1) Perencanaan Alokatif (Allocative Planning), yaitu perencanaan alokasi sumberdaya yang terbatas diantara para pemakai yang bersaing. Perencanaan ini lebih merupakan tugas utama perencana pusat. Perencanaan ini bersifat:

¾ Kompherensif, yaitu perencanaan yang melibatkan suatu gugus ketergantungan diantara: (i) tujuan yang ditetapkan secara eksplisit, (ii) alternatif utama dalam pemakaian sumberdaya yang tersedia, (iii) meramalkan kondisi eksternal yang dapat merubah target antara.

¾ Sistem keseimbangan yang luas, yaitu dalam hal penetapan pilihan yang optimal yang berlandaskan pada pemikiran-pemikiran intelektual, yang berdasarkan pada keseimbangan diantara berbagai komponen dari sistem agar diperoleh perubahan akhir yang sesuai perhitungan (dalam hal investasi).


(41)

¾ Analitis kuantitatif, yaitu dalam hal penetapan tujuan-tujuan yang bersifat komprehensif dan system keseimbangan yang harus dapat dijabarkan dalam model-model “national economic accaunt”, “input-output matries”, “simulated system” dan “linear programming”.

¾ Rasional Fungsional, yaitu dalam hal membuat keputusan yang rasional fungsional berdasarkan pemikiran-pemikiran perencana yang rasional.

2) Perencanaan Inovatif (Innovative Planning), yaitu perencanaan yang mencakup kegiatan-kegiatan untuk mengadakan perubahan struktural ke arah suatu sistem tatanan sosial masyarakat baru dalam pembangunan. Perencanaan ini mencakup aspek-aspek :

¾ Perubahan Kelembagaan, yaitu yang berkenaan dengan usaha-usaha menerjemahkan nilai-nilai umum ke dalam tatanan kelembagaan baru.

¾ Orientasi pada kegiatan, sebagai suatu kreatifitas social terhadap permasalahan, perencanaan inovatif lebih menaruh perhatian pada perwujudan tujuan dalam kegiatan melalui suatu intervensi.

¾ Mobilisasi Sumberdaya, perencana-perencana inovatif merupakan innovator dalam memobilisasikan dan mengorganisasikan pemanfaatan sumberdaya kelembagaan.

3) Perencanaan Transaktif (Transactive Planning), yang mecakup perencanaan alokatif dan inovatif dimana proses saling belajar dan dialog diantara perencana teknis dan kelompok sasaran atau masyarakat


(42)

telah terpadu dan terorganisasikan dengan baik untuk kegiatan intervensi.

c) Tatacara Perencanaan, khususnya yang menyangkut proses perencanaan itu sendiri yang dapat dibedakan atas dua dimensi, yaitu :

1. Dimensi Teknis-Metodologis, yaitu yang mencakup tugas-tugas analisis, seperti pengumpulan data, kuantifikasi masalah, spesifikasi tujuan, rancangan program.

2. Dimensi Politis-Institusional, yaitu yang mencakup penyusunan suatu system perencanaan, seperti sektor vs wilayah, komunikasi dengan berbagai kepentingan dan pihak yang terlibat, perundingan diantara berbagai lembaga (eksekutif dan legislatif).

Ketika strategi pembangunan mulai bergeser dari strategi pertumbuhan ekonomi menjadi pemerataan, maka para perencana mengalami kesulitan. Strategi pemerataan ini mengalami kesukaran teknis, ketika mengoperasikannya dalam suatu perencanaan pembangunan. Hal ini merupakan tantangan yang tidak kecil bagi tenaga-tenaga perencana. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah pemerataan pembangunan telah dilakukan system perencanaan pembangunan daerah (regional).

Kemudian apabila dikaitkan dengan arti dan fungsi suatu perencanaan, maka Tjokroamidjoyo (1996) mengemukakan tentang arti dan fungsi perencanaan tersebut, yaitu :

1. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya merupakan suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.


(43)

2. Perencanaan adalah suatu cara untuk mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.

3. Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai, bagaimana, bila, dan oleh siapa.

Perencanaan adalah suatu paradoks, artinya semakin dibutuhkan semakin kurang kemampuan lembaga untuk melakukannya. Di satu pihak perencanaan makin esensial jika kelangkaan sumberdaya dan kegunaan strateginya makin besar. Di pihak lain justru kelangkaan ini pula yang membuat perencanaan formal makin sulit. Perencanaan harus bersifat interdisiplin dan mencakup perencanaan sosial dan ekonomi, mencari jalan keluar untuk menggabungkan imformasi sosial dalam proses perencanaan tersebut. Pada hakekatnya, perencanaan adalah upaya pemerintah untuk memperbesar kapasitasnya membuat pilihan guna mempertimbangkan dan menentukan pilihan atau alternatif yang akan ditempuhnya. Tugas demikian merupakan jantung proses pembangunan (Bryant and White, 1987).

Dalam pembangunan nasional terdapat jalur utama pembangunan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

‰ Pembangunan daerah (pelaksanaan asas “desentralisasi”), yaitu pembangunan yang berorientasi pada kepentingan daerah serta untuk menciptakan keserasian dan mempercepat pengembangan wilayah.

‰ Pembangunan sektoral (pelaksanaan asas “dekonsentrasi”), yaitu suatu upaya untuk mencapai sasaran pembangunan nasional melalui pencapaian sasaran sektor-sektor tertentu.


(44)

‰ Pembangunan lintas sektor dan lintas daerah (pelaksanaan asas “tugas pembantuan”), yaitu pembangunan yang mencakup berbagai sektor pembangunan secara terintegrasi yang dilaksanakan di daerah.

2.3.1. Perencanaan Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah pada dasarnya adalah pembangunan diberbagai sektor yang luas baik pembangunan pedesaan, pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan sebagainya (Abiyoso dan Hengki, 1994).

Perencanaan pembangunan daerah masih berorientasi ke atas dan peranan atau dominasi sektoral masih terlalu besar. Hal ini disebabkan karena biaya pembangunan kurang dari 80 % masih berasal dari dana APBN dan dinas/instansi vertikal yang berorientasi proyek sehingga dalam kenyataannya keterpaduan sukar diwujudkan (Rugesti, 1999). Hendaknya keterpaduan itu lebih ditekankan pada keterpaduan program dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan daerah. Disamping itu karena kemampuan atau kapasitas sumberdaya manusia di daerah relatif masih sangat terbatas.

Oleh karena itu perlu pengurangan dominasi perencanaan dari atas yang menuju pemberdayaan perencanaan dari bawah. Walaupun perencanaan dari atas tersebut tidak selalu berarti negatif. Namun sudah saatnya dilakukan upaya peningkatan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat dalam proses dan pelaksanaan pembangunan, agar keterpaduan perencanaan dari atas dengan perencanaan yang datang dari bawah dapat diwujudkan secara optimal.


(45)

2.3.2. Otonomi Daerah di Indonesia

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Sondakh, 2002).

Menurut Kunarjo (2002), satu januari 2001 merupakan awal dari pergeseran sistem dan struktur pemerintahan dari system yang sentralis ke desentralistis. Satu januari 2001 aadalah awal pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pergeseran system pemerintahan dan hubungan antara pusat dan daerah yang demikian ini dengan sendirinya turut menggeser lingkungan strategis sekitarnya. Perubahan dalam lingkungan strategis mengharuskan individu, organisasi termasuk organisasi pemerintah lokal (propinsi dan kabupaten) untuk harus melakukan bukan saja penyesuaian struktur tetapi penyesuaian nilai, prilaku dan orientasi.

Menurut Sondakh (2002) penyesuaian struktur yang dimaksud adalah melakukan restrukturisasi dari struktur dan sistem sentralis ke struktur dan system desentralis yang memberikan daerah otonomi yang lebih luas dalam mengurus rumah tangga daerahnya dan dalam melayani publik.

Menurut Kunarjo (2002) perintah dasar tentang penerapan prinsip ditemukan dalam pasal 18 UUD 1945, yang pada gilirannya telah dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan , mulai dari UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948,


(46)

UU No. 18 Tahun 1965, dan UU No. 5 Tahun 1974, untuk kemudian dilengkapi dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang sekarang telah mengalami revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. jadi otonomi daerah di Indonesia bukan baru saja dimulai sejak UU No. 22 Tahun 1999, tetapi jauh sebelumnya undang-undang itu lahir Indonesia telah memimpikan adanya otonomi daerah. Perkembangan di bidang pemerintahan senantiesa berlangsung terus dan akan selalu menuntut diadakannya pengaturan baru dan penyempurnaan.

Dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah (yang sering disebut dengan Undang-Undang Otonomi Daerah) telah membawa perubahan yang mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Melalui undang- undang tersebut pemerintah sangat berkeinginan mewujudkan otonomi daerah dan terbentuknya struktur pemerintahan daerah yang kondusif untuk mengemban tugas-tugas otonomi.

Belajar dari pengalaman dari negara lain menunjukkan ada dua pola dalam perumusan pembagian urusan yaitu pola otonomi terbatas (ultras vires) dan pola otonomi luas (general competences). Dalam pola otonomi terbatas urusan daerah ditentukan secara limitatif dan sisanya menjadi wewenang pusat.sedangkan dalam pola otonomi luas dirumuskan bahwa urusan yang dilakukan pemerintah pusat terbatas dan sisanya menjadi tangguang jawab pemerintah daerah.

Beberapa penulis mengartikan pengertian desentralisasi secara berbeda-beda. Menurut Smith (1991) dalam Sondakh (2002) dari segi etimologis, desentralisasi berarti pembagian wilayah secara administratif maupun


(47)

pemerintahan. Desentralisasi meliputi pendelegasian wewenang ke dalam tingkat yang lebih rendah dalam hierarki pemerintahan dalam suatu negara maupun bagian dari suatu organisasi.

Menurut Rondenelli desentralisasi dapat menjelma menjadi empat bentuk yaitu devolusi, dekonsentrasi, delegasi, dan privatisasi. Devolusi adalah penyerahan sebagian kewenangan yang dilakukan pemerintah pada daerah otonom, sedangkan konsentrasi merupakan penyerahan sebagian kewenangan pemerintah kepada pejabat pusat. Sementara itu apabila urusan kewenangan itu oleh pemerintah diserahkan kepada institusi secara khusus menggantikannya maka terminologi yang digunakan adalah delegasi, apabila oleh pemerintah diserahkan kepada swasta maka disebut privatisasi.

Menurut Manor (1993), dengan adanya desentralisasi diharapkan:

1. Menanggulangi kemiskinan yang terjadi karena adanya kesenjangan antar daerah.

2. Membantu kelompok masyarakat yang hidup di pedesaan. 3. Memudahkan masalah-masalah pemungutan pajak. 4. Mengurangi pengeluaran pemerintah secara umum. 5. Memobilisasi sumber-sumber daerah.

6. Mengurangi tugas-tugas pemerintah pusat yang sudah terlalu banyak. 7. Mengenalkan perencanaan dari bawah.

8. Mengenalkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Menurut Osborne dan Gaebler (1992) dalam Tambunan (2005), terdapat empat kelebihan yang dimiliki oleh desentralisasi:


(48)

1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi, karena lembaga tersebut dapat memberikan jawaban dengan cepat terhadap lembaga dan kebutuhan pelanggan yang berubah.

2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi, hal ini mengingat, para pekerja di baris depan lebih tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi, jam demi jam, hari demi hari. Sering dapat menciptakan solusi terbaik jika mendapat dukungan dari pemimpin organisasi.

3. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang tersentralisasi. Inovasi muncul karena adanya gagasan yang baik dan berkembang dari karyawan yang benar-benar melaksanakan pekerjaannya. 4. Lembaga yang terdesentralisasi niscaya akan menghasilkan semangat kerja

yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitas.

2.4. Teori dan Konsep Dasar Pembangunan Wilayah

Pendefinisian wilayah banyak dilakukan untuk keperluan analisa ruang. Dalam menentukan batas-batas wilayah maka dikelompokkan menurut kriteria tertentu. Penentuan batas-batas wilayah menurut Hanafiah (1988) didasarkan pada kriteria :

1. Konsep Homogenitas

Wilayah dapat diberi batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran, keadaan sosial politik, identitas wilayah berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya.


(49)

Wilayah dibedakan atas perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan mobilitas penduduk, arus faktor produksi, arus barang, pelayanan ataupun arus transportasi dan komunikasi. Hubungan saling keterkaitan ini terlihat pada hubungan antara pusat dan wilayah terbelakang.

3. Konsep Administrasi atau Unit Program

Penetapan wilayah ini didasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti kebijaksanaan pembangunan, system ekonomi, tingkat pajak yang sama dan sebagainya. Pengertian yang ketiga ini memberi batasan suatu wilayah berdasarkan pembagian administrative negara. Jadi suatu wilayah adalah suatu ruang ekonomi yang berada di bawah suatu administrasi tertentu seperti suatu propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Wilayah seperti ini adalah wilayah perencanaan atau wilayah program.

Gunawan (2000), wilayah sebagai metoda klasifikasi menghasilkan tiga tipe wilayah yaitu:

1. Wilayah Formal

Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dan kriteria tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut dengan pemakaian kriteria ekonomi ; seperti adanya wilayah industri dan wilayah pertanian bahkan mempergunakan kriteria sosial politik


(50)

Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakan fungsional, saling tergantung dalam kriteria tertentu. Wilayah fungsional ini terkadang dimasukkan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri dari unit-unit yang heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa secara fungsional saling tergantung.

3. Wilayah Perencanaan

Wilayah ini merupakan kombinasi dari kedua wilayah di atas, yaitu wilayah formal dan fungsional. Dalam wilayah perencanaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain suatu wilayah harus cukup luas untuk memenuhi kriteria investasi dalam skala ekonomi, harus mampu menunjang industri dengan pengadaan tenaga kerja, persamaan ekonomi, mempunyai sedikitnya satu kota sebagai titik tumbuh dan strategi pembangunan yang sam untuk memecahkan masalah yang sama.

Wilayah yang paling banyak digunakan menurut Sukirno dalam Gunawan (2000) adalah wilayah administrasi. Hal ini dikarenakan dua faktor, pertama, dalam melaksanakan kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayah diperlukan berbagai badan pemerintah sehingga lebih praktis apabila suatu negara dipilah-pilah menjadi beberapa wilayah ekonomi berdasarkan suatu kaedah administrasi. Kedua, wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data.

2.5. Teori Ekonomi Basis

Teori ini dikembangkan dari teori basis ekonomi perkotaan dimana dinyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan


(51)

aktivitas ekspornya. Ide dasarnya adalah bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan fungsi ekspor dan permintaan dari luar wilayah tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan suatu wilayah melalui permintaan eksternal produknya.

Menurut Hoover (1977) kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi :

¾ Kegiatan Basis

Kegiatan basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan.

¾ Kegiatan Non-Basis

Kegiatan yang pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunan wilayah secara keseluruhan.

Teori basis menganalisis perubahan dalam suatu wilayah yang diakibatkan oleh ekspor pada kondisi statis dalam jangka pendek, sedangkan penerapan dalam kondisi yang dinamis dalam jangka panjang dijelaskan oleh teori basis ekspor yang dikemukakan oleh North dan Glasson (1977) dalam Nuryati (1999). Menurut teori ini pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi sumberdaya alam dan pertumbuhan basis ekspor yang sangat dipengaruhi oleh permintaan eksternal dari wilayah lain.

Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau bukan dapat digunakan beberapa metode yaitu : (a) metode pengukuran langsung dan (b) metode pengukuran tidak langsung (Agustina 1996). Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor


(52)

mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dengan cepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut di atas maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu : (a) metode melalui pendekatan asumsi, (b) metode LQ, (c) metode kombinasi antara a dan b, dan (d) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode tersebut, Glasson (1977) menyarankan untuk menggunakan metode LQ dalam penentuan sektor basis.

Masalah yang mendasar dalam model ekonomi basis adalah masalah kesenjangan waktu (time lag). Hal ini diakui bahwa penggandaan basis (base multiplier) tidak berlangsung secara cepat karena membutuhkan waktu antara respon dari sektor basis terhadap perubahan sektor basis.

2.6. Konsep dan Definisi Strategi

Menurut Salusu 1996 mendefinisikan strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Strategi itu penting untuk dipahami oleh setiap eksekutif, manager, pejabat tinggi, kepala atau ketua, direktur, pejabat menengah, dan rendah. Hal ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat, bukan hanya oleh pejabat tingkat tinggi.

Dengan merujuk pada pandangan Charles Hover, Higgins (1985) menjelaskan ada empat tingkatan strategi. Keseluruhannya disebut Master


(53)

Strategy, yaitu ; enterprise strategy, corporate strategy, business strategy, dan functional strategy. Masing-masing akan dibahas sebagai berikut:

a) Enterprise Strategy; strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat, dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luas, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Respon terhadap keinginan masyarakat perlu diberi perhatian dengan pertimbangan-pertimbangan etis.

b) Corporate Strategy; strategi ini berkaitan dengan misi organisasi sehingga sering disebut grand strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi.

c) Business Strategy; strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut pasaran ditengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para masyarakat. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan strategik yang sekaligus mampu menunjang perkembangan organisasi ke tingkat yang lebih baik.

d) Functional Strategy; strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu,

1) Strategi fungsional ekonomi, yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan.

2) Strategi fungsional manajemen, yaitu mencakup fungsi-fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, implementing, controlling,


(54)

staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing dan integrating.

3) Strategi isu strategic, fungsi utamanya adalah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah.

Dalam mencoba menjelaskan tentang tipe-tipe strategi, Koteen (1991) dalam Salusu (1996) mengakui bahwa tipe-tipe strategi yang dikemukakan sebagai berikut sering pula dianggap sebagai suatu hierarki. Konsep koteen mirip dengan konsep Higgins, meski berbeda dalam pemberian istilah. Tipe-tipe strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Corporate Strategy (Strategi organisasi). Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, visi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif strategik yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa. 2. Program Strategy (Strategi Program). Strategi ini lebih memperhatikan pada

implikasi strategic dari suatu program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.

3. Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumberdaya). Strategi sumber daya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber daya essensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya.


(55)

4. Institutional Strategy ( Strategi Kelembagaan). Fokus dari strategi institusional ini adalah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif strategik.

Salah satu domain dari keputusan yang strategik yang penting adalah perumusan misi, tujuan, dan sasaran. Dimana misi adalah suatu pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam suatu produk dan pelayanan yang dapat ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dapat dilayani, nilai-nilai yang dapat diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita di masa depan ( Kotler et al, 1987). Misi dibuat dalam jangka tiga sampai lima tahun dan dapat berubah. Perubahan itu dapat dilakukan jikalau terjadi perubahan penting dalam lingkungan, misalnya ada peluang yang harus dikejar, ada ancaman, atau tantangan yang sangat berarti.

Misi cukup singkat dengan rumusan KISS yaitu keep it short and simple. Secara singkat pedoman perumusan misi dapat diuraikan sebagai berikut (Knauf,et al., 1991), misi diringkas dalam satu dua kalimat dalam satu paragraf, realistic dalam artian sejauh mana kemampuan organisasi mengantisipasi sumber keuangan dan sumberdaya manusia, harus spesifik agar dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan tujuan dan program untuk merealisasikan misi itu. Dengan demikian haruslah operasional, artinya mampu menggambarkan hasil yang dapat dicapai, bukan hanya slogan atau keinginan belaka yang tidak akan pernah tercapai.

Kalau misi menggambarkan kehendak suatu organisasi maka berbeda dengan visi yang menjelaskan mengenai bagaimana rupa dan bentuk yang seharusnya dari suatu organisasi kalau berjalan dengan baik. Perumusan visi


(1)

5

FAKTOR PENENTU

STRAT 1

STRAT 2

STRAT 3

STRAT 4

STRAT 5

STRAT 6

STRAT 7

STRAT 8

STRAT 9

Kekuatan

Bobot AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis

0.047

B. Tersedianya potensi SDA dan SDM

0.047

C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai

‘kharismatik’

0.053

D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis

0.050

E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah

0.049

F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan

menengah

0.052

G. Perekonomian daerah yang semakin membaik

0.047

H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait

0.049

I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah

0.050

J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI”

0.045

K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan hidup

0.052

Kelemahan

L. Kualitas SDM yang rendah

0.049

M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran

0.051

N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau

kecil

0.058

O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola

secara optimal

0.054

P. Rendahnya partisipasi masyarakat

0.053

Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang

0.054

R. Penelitian dan pengembangan

0.044

S. Sarana prasarana yang kurang memadai

T. Jumlah dan pertambahan penduduk

0.048

Peluang

A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang

Otonomi Daerah

0.091


(2)

6

akibat globalisasi

C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik

0.109

D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi

0.082

E. Perkembangan teknologi

0.083

F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak

lain

0.137

G. Pengaruh pemberdayaan perempuan

0.102

Ancaman

H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan

perlakuan standarisasi internasional

0.103

I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup

0.086

J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan

instabilitas wilayah

0.090

TOTAL


(3)

7

FAKTOR PENENTU

STRAT 10

STRAT 11

STRAT 12

Kekuatan

Bobot AS TAS AS TAS AS TAS

A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis

0.047

B. Tersedianya potensi SDA dan SDM

0.047

C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai

‘kharismatik’

0.053

D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis

0.050

E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah

0.049

F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan

menengah

0.052

G. Perekonomian daerah yang semakin membaik

0.047

H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait

0.049

I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah

0.050

J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI”

0.045

K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan hidup

0.052

Kelemahan

L. Kualitas SDM yang rendah

0.049

M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran

0.051

N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau

kecil

0.058

O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola

secara optimal

0.054

P. Rendahnya partisipasi masyarakat

0.053

Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang

0.054

R. Penelitian dan pengembangan

0.044

S. Sarana prasarana yang kurang memadai

0.048

Peluang

A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang

Otonomi Daerah

0.091

B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri

akibat globalisasi

0.117

C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik

0.109

D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi

0.082

E. Perkembangan teknologi

0.083

F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak

lain

0.137

G. Pengaruh pemberdayaan perempuan

0.102

Ancaman

H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan

perlakuan standarisasi internasional

0.103

I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup

0.086

J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan

instabilitas wilayah

0.090

TOTAL


(4)

Analisa Skalogram Kabupaten DT II Situbondo (Keadaan Tahun 2004)

No Kecamatan Juml.

Pendud uk

Masjid Langg

ar M u sholl a Gerej a Pondo k Pes a nt re n

SD SLTP

SM U SM K RS U Puske sm a s PU ST U Re st o ra n /R M K UA D okte r B idan Pas a r K oper a si Ka n tor De sa Panti Asuh a n Kanto r P o s Dukun b ayi

Hotel Tem

p at Par iw is at a Juml. Jenis Prasarana Juml. Unit Prasara na Perin gkat

1 Sumbermalang 26916 30 152 4 - - 23 1 - - 1 3 9 1 1 3 9 1 1 25 2 16 266 16

2 Jatibanteng 21561 35 196 6 - - 27 1 - - 1 2 6 1 1 2 2 7 14 14 301 13

3 Banyuglugur 21582 20 119 17 - 3 18 3 1 - 1 2 7 1 1 1 1 4 8 1 30 3 19 241 17

4 Besuki 57487 38 331 106 4 - 39 2 1 - 1 5 4 2 2 2 8 12 10 1 1 27 19 596 1

5 Suboh 24952 29 177 18 - 3 19 1 1 - 1 2 8 1 1 1 1 7 8 3 2 15 19 298 14

6 Mlandingan 22202 35 230 82 - 7 21 1 - - 1 2 5 1 2 2 9 7 1 1 11 5 17 418 6

7 Bungatan 24931 34 160 239 - 9 18 2 - - 1 3 6 1 1 1 3 15 7 2 12 1 18 519 2

8 Kendit 27692 30 135 136 - 6 22 2 - - 1 3 3 1 1 1 2 7 2 3 25 1 18 381 10

9 Panarukan 49927 41 211 69 2 7 32 5 1 - 1 4 2 2 1 - 5 25 8 1 2 24 6 1 21 445 4

10 Situbondo 45414 32 160 28 5 4 34 9 2 1 1 1 5 6 1 4 2 2 87 6 4 3 12 23 415 7

11 Mangaran 30120 36 136 67 - 5 19 1 - - 1 2 6 1 1 3 20 6 2 11 2 16 317 12

12 Panji 61089 52 198 69 3 15 40 5 3 3 1 6 9 1 1 3 60 12 3 2 18 2 21 506 3

13 Kapongan 35266 35 246 50 - 6 27 1 1 - 1 3 9 1 1 7 15 10 2 17 18 434 5

14 Arjasa 39361 48 210 20 - 2 35 3 - - 1 5 3 1 1 4 6 8 2 27 2 17 378 11

15 Jangkar 36058 36 125 43 - 8 24 2 - - 1 3 8 1 1 3 14 8 1 2 4 17 284 15

16 Asembagus 48011 4 170 75 3 10 34 3 1 - 1 3 10 1 1 4 25 10 2 12 18 405 8

17 Banyuputih 49055 27 228 28 6 7 28 7 1 2 1 4 4 1 1 6 10 5 1 2 24 20 393 9

Juml. Jenis Prasarana 17 17 17 6 14 17 17 9 3 1 17 17 17 17 17 5 15 17 17 10 16 17 7 3 Juml. Unit Prasarana 598 3184 1057 23 92 460 49 1

2

6 1 17 57 105 19 22 8 54 31 6

13 6

18 30 30 8

2 0

3

Peringkat 3 1 2 14 9 4 12 2

0

22 24 19 10 8 17 15 21 11 5 7 18 13 6 1 6

23 Derajat Penyebaran (%) 100 100 100 35,3 82,4 100 10

0 5 2, 9 17, 6 5,8 8 10 0 10 0 100 10 0 10 0 29 ,4 88, 2 10 0 10 0 58, 8 94, 1 10 0 4 1 , 2 17,6


(5)

Pendapatan Sektor Pertanian per Kecamatan di Kabupaten Situbondo (juta rupiah)

Kecamatan

Padi Sawah

Padi Tegal

Jagung

Ubi Kayu

Kacanag

Tanah

Kacang

Hijau

Kedelai Ubi

Jalar

TOTAL

Sumbermalang

174747,78

21.75 17.42 17.96 1252.18

1809.4

35.03 136.38

178037.9

Jatibanteng

129,83

61.79 208696.3

30.46 330.36

326.59

103.36

91.71

209770.4

Banyuglugur

94,86

50.81 639.45 6.94

488.65 1224.09

28.11 115.68

2648.59

Besuki

3282,93

346.45 67.48 391.12 257.27 263.23 32.52 6.83

4647.83

Suboh

12302,89

1001.67

15.42 546.67

126.62

54.61 35.03 14.82

14097.73

Mlandingan

151,79

34.59 88.39 53.85 27.28 25.2 5542.7

31.14

5954.94

Bungatan

162,16

50.81 155.34

6.56 22.39 26.25 309.65

25.05

758.21

Kendit

13029,18

293.04 123.76 5.05

163.18 24.5

1.38

1.12

13641.21

Panarukan

851,79

71.18 79.83 591.11 273.88 11.2

404.21 11.55

2294.75

Situbondo

303,35

51.05 135.69

2.35 8.74 5.6

19.46 31.67

3284.91

Mangaran

727,89

0

34.48 14

30.61 83.66 6.62 0

897.26

Panji

4671,51

5.08 13.52

39.25

4.72 17.5 26.17

13.52

4791.27

Kapongan

107,26

62.18 17.21 61.88 131.52

149.47

5.54 30.02

565.08

Arjasa

132,60

921.42

36.95 38.74 6.29 35.35 16.91 5.05

1193.31

Jangkar

4397,09

19.89 37.8 67.09 387.39

367.54

3.94 8.69

5289.43

Asembagus

173,61

0 100.54

16.62

418

11.2

91.52

0

811.49

Banyuputih

115,86

43.74 254.7 4.46 61.23 6.65 11.37 1.24

499.25


(6)

010 020 030

040

050

060

070 080

090 100

110

120 130

140 150

160

170

010 KEC. SUMBERMALANG 100 KEC. SITUBONDO 020 KEC. JATIBANTENG 110 KEC. MANGARAN 030 KEC. BANYUGLUGUR 120 KEC. PANJI 040 KEC. BESUKI 130 KEC. KAPONGAN

050 KEC. SUBOH 140 KEC. ARJASA

060 KEC. MLANDINGAN 150 KEC. JANGKAR

070 KEC. BUNGATAN 160 KEC. ASEMBAGUS

080 KEC. KENDIT 170 KEC. BANYUPUTIH

090 KEC. PANARUKAN

Lampiran 12. Peta Geografis Kabupaten DT II Situbondo