Efisiensi Dan Daya Saing Usahatani Jagung Pada Lahan Kering Dan Sawah Di Kabupaten Sumbawa

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
PADA LAHAN KERING DAN SAWAH
DI KABUPATEN SUMBAWA

MUHAMMAD NURSAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efisiensi dan Daya
Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa
adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain pada tesis ini telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Muhammad Nursan
NIM H453120061

RINGKASAN
MUHAMMAD NURSAN. Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Jagung pada
Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa. Dibimbing oleh SRI
HARTOYO dan ANNA FARIYANTI.
Kabupaten Sumbawa merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Akan tetapi, produktivitas jagung yang masih tergolong rendah
dikarenakan penggunaan input produksi yang tidak optimal sehingga berpengaruh
terhadap efisiensi dan daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di
Kabupaten Sumbawa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi jagung pada lahan kering dan sawah, (2) menganalisis
tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis
usahatani jagung pada lahan kering dan sawah, (3) menganalisis tingkat efisiensi
alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah, (4)
menganalisis pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan tingkat daya saing

usahatani jagung pada lahan kering dan sawah. Penelitian ini dilaksanakan di
Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penentuan daerah penelitian
menggunakan metode purposive sampling dan pengambilan sampel dilakukan
dengan metode simple random sampling untuk mengumpulkan 70 petani jagung.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani
responden denganmenggunakan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian
dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier, fungsi
biaya frontier dan Policy Analysis Matrix (PAM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel luaslahan, benih, pupuk N,
dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada lahan kering
dan sawah. Tingkat efisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah
sudah efisien dengan nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar 0.89. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering
dan sawah adalah tingkat pendidikan dan dummy akses kredit. Sedangkan untuk
efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah
masih belum efisien. Hal ini dikarenakan masih terdapat harga input yang mahal
dan harga jual jagung yang masih rendah. Nilai rata-rata efisiensi alokatif dan
efisiensi ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten
Sumbawa masing-masing sebesar 0.57 dan 0.50.
Usahatani jagung pada lahan kering dan lahan sawah di Kabupaten

Sumbawa sudah memiliki daya saing dengan nilai private cost ratio (PCR) dan
domestic resources cost ratio (DRCR) kurang dari 1 yaitu masing-masing sebesar
0.3902 dan 0.3096 pada lahan kering dan sebesar 0.4168 dan 0.3354 pada lahan
sawah. Daya saing usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten
Sumbawa masih dapat ditingkatkan, dengan cara meningkatkan efisiensi ekonomi
melalui pengurangan penggunaan input usahatani jagung seperti pupuk urea
sesuai dosis rekomendasi petugas penyuluh pertanian.
Kata kunci: stochastic frontier, efisiensi, daya saing, usahatani jagung, lahan
kering dan sawah

SUMMARY
MUHAMMAD NURSAN. Efficiency and Competitiveness of Dry and
Wetland Maize Farming in Sumbawa Regency. Supervised by SRI HARTOYO
and ANNA FARIYANTI.
Sumbawa Regency is centre of maize production in West Nusa Tenggara
Province. Although, the productivity of maize is still low because input
production used is not optimally so can be affected to efficiency and
competitiveness of dry and wetland maize farming in Sumbawa Regency.
This study aims: (1) to analyze the factors that influence the production of
dry and wetland maize farming (2) to analyze the level of technical efficiency and

factors that influence the technical inefficiency of dry and wetland maize farming
(3) to analyze the level of allocative and economic efficiency of dry and wetland
maize farming (4) to analyze the competitiveness of dry and wetland maize
farming. The study was carried out in Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara
Province. The purposive sampling method was used to select area study
andsimple random sampling technique was used to collect 70 maize farmers in the
study area. Data were collected by interviewfrom the farmersusing questionnaire.
The method used to analyze data are the stochastic frontier Cobb-Douglas
production function, frontier cost function and Policy Analysis Matrix (PAM).
Results showed that variables such as land, seed, N fertilizer, and labor had
expected signs significantly to the production of dry and wetland maize farming.
The level of technical efficiency of dry and wetland maize farming was efficient
with average technical efficiency values of 0.89. Education level and dummy
Access credit was significantly affecting level technical inefficiency of dry and
wetland maize farming. However, the allocative and economic efficiency of dry
and wetland maize farming were inefficient due to price of inputs are expensive
and price of maize are cheap. The average value of allocative and economic
efficiency of dry and wetland maize farming were each of 0.57 and 0.5.
Dry and wetland maize farming in this area have the competitiveness level
with values of Private Cost Ratio (PCR) and Domestic Resources Cost Ratio

(DRCR) less than 1 were each of 0.3902 and 0.3096 for dry maize farming and
were each of 0.4168 and 0.3354for wetland maize farming. The competitiveness
level of dry and wetland maize farming can be increased with increasing the level
of economic efficiency with reduce more use of inputs factor such as fertilizer
urea that appropriate with the recommendation of agricultural extension.
Keywords:

stochastic frontier, efficiency, competitiveness, maize farming, dry
and wetland

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
PADA LAHAN KERING DAN SAWAH
DI KABUPATEN SUMBAWA

MUHAMMAD NURSAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tesis

: Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS


3

PRAKATA
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2014 ini adalah
tentang efisiensi dan daya saing dengan judul Efisiensi dan Daya Saing Usahatani
Jagung pada Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa. Tesis ini disusun
sebagai tugas akhir dari tugas belajar pada Program Magister Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan dan
dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada:
1. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir
Anna Fariyanti, M.Si sebagai Anggota Pembimbing, Dr IrRatna Winandi
Asmarantaka, MS dan Dr Meti Ekayani,S.Hut,M.Sc sebagai Penguji Luar
Komisi yang telah membimbing dengan baik dan memberikan banyak
masukan demi kesempurnaan tesis ini.
2. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian
Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan dan Insya

Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal dan diamalkan oleh
penulis. Begitu juga kepada Kepala Tata Usaha Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian beserta staff atas pelayanan akademik dan kemahasiswaan.
3. Pengahargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua
penulis Bapak H. Syahabuddin, HM dan Ny. Sahoda, Kakanda Muhammad
Ikhsan/Istri, Nurhasanah, S.Pd/Suami, dan Hasni Puswati, S.Pd/Suami serta
Adinda Rizki Wahistina, S.Km atas doa, semangat dan kasih sayang yang tak
terhingga.
4. Dr Ir Agus Purbatin Hadi, M.Si dan Muhammad Emil, SE.,M.M yang telah
banyak membantu dan berdiskusi yang membuka wawasan penulis serta
memberikan bantuan buku dan yang lainnya terkait penelitian dan
pendidikan.
5. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) khususnya S2
angkatan 2012 dan juga kepada teman-teman S2 EPN angkatan 2011, 2013
serta S3 EPN 2012, 2013 dan 2014 atas diskusi dan semangat yang diberikan
kepada penulis.
6. Teman-teman di Asrama NTB, Bogor Science Club (BSC-IPB), Oganisasi
Mahasiswa Daerah NTB dan masyarakat sekitar Masjid Al-Baroqah Desa
Ciherang Kabupaten Bogor-Jawa Barat.
Semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan yang
memerlukannya untuk kepentingan yang lebih baik.

Bogor, Januari 2015
Muhammad Nursan

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN


xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Keterbatasan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi Produksi Pertanian
Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Konsep Efisiensi Usahatani
Pengukuran Efisiensi Dari Sisi Input
Konsep Daya Saing
Policy Analysis Matrix (PAM)
Hubungan antara Efisiensi dan Daya Saing
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi
Penelitian Terdahulu Tentang Daya Saing

Kerangka Pemikiran
Hipotesis
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis
Analisis Efisiensi
Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis
Analisis Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi
Analisis Daya Saing
Analisis Policy Analysis Matrix (PAM)
Penentuan Harga Bayangan
Alokasi Kompenen Biaya Domestik dan Asing
Analisis Keuntungan Privat dan Sosial
Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif
Analisis Sensitivitas

1
1
5
8
8
8
9
9
9
9
11
12
13
15
16
17
17
20
20
23
23
23
23
24
24
24
24
26
28
28
29
31
32
33
33

DAFTAR ISI (lanjutan)
Pengaruh Efisiensi Terhadap Daya Saing
Definisi Operasional
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Keadaan Geografis
Iklim
Tata Guna Lahan
Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian
Karakteristik Petani Responden
Kepemilikan Lahan
Akses Kredit
Pola Tanam Usahatani Jagung
Keragaan Usahatani Jagung
Penggunaan Input Produksi Usahatani Jagung
Keuntungan Usahatani Jagung
Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usahatani Jagung
Pemilihan Model Fungsi Produksi
Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Petani Jagung
Efisiensi Alokatif Petani Jagung
Efisiensi Ekonomi Petani Jagung
Analisis Daya Saing Usahatani Jagung
Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial
Keunggulan Kompetitif dan Komparatif
Analsis sensitivitas Terhadap Daya Saing Jagung
Pengaruh Efisiensi Petani Terhadap Daya Saing Usahatani Jagung
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
36
36
36
36
37
38
39
41
41
42
43
44
49
51
51
53
56
59
60
61
61
62
64
65
67
67
67

DAFTAR PUSTAKA

68

LAMPIRAN

73

7

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13
14
15
16

17
18
19
20

Perkembangan permintaan jagung untuk konsumsi dan industri
pakan Indonesia tahun 2001-2010
Perkembangan produksi, permintaan dan impor jagung Indonesia
tahun 2001-2010
Perkembangan luas lahan, produktivitas dan produksi jagung
Indonesia tahun 2001-2010
Jumlah luas lahan, produktivitas dan produksi jagung di Provinsi
Nusa Tenggara Barat tahun 2011
Luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Kabupaten
Sumbawa tahun 2011
Konstruksi model policy analysis matrix
Alokasi biaya produksi berdasarkan komponen biaya domestik
dan asing
Keadaan iklim di Kabupaten Sumbawa tahun 2011
Penggunaan lahan di Kabupaten Sumbawa tahun 2011
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kepadatan
penduduk di Kabupaten Sumbawa tahun 2011
Mata pencaharian penduduk di Kabupten Sumbawa tahun 2011
Sebaran petani responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan,
pengalaman dan jumlah anggota keluarga di Kabupaten
Sumbawa tahun 2013
Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan garapan
diKabupaten Sumbawa tahun 2013
Akses kredit petani jagung pada lahan kering dan sawah di
Kabupaten Sumbawa tahun 2013
Pola tanam petani pada lahan kering dan sawah di Kabupaten
Sumbawa tahun 2013
Jumlah petani yang menggunakan input pupuk untuk usahatani
jagung lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun
2013
Rata-rata penggunaan input dan produksi jagung pada usahatani
lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
Harga rata-rata input dan output dari petani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
Analisis keuntungan usahatani jagung pada lahan sawah dan
kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
Hasil pendugaan fungsi produksi jagung pada lahan kering,
sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013gabungan tanpa
dummy dan gabungan dengan dummy

2
2
3
4
5
15
32
36
37
38
39
40

41
42
42
45

45
48
50
51

DAFTAR TABEL (lanjutan)
21 Hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier pada
usahatani jagung lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa
tahun 2013
22 Hasil efisiensi teknis petani jagung pada lahan kering dan sawah
di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
23 Hasil pendugaan parameter model efek inefisiensi teknis fungsi
produksi stochastic frontier petani jagung pada lahan kering dan
sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
24 Hasil efisiensi alokatif petani jagung pada lahan kering dan
sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
25 Hasil efisiensi ekonomi petani jagung pada lahan kering dan
sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
26 Hasil analisis PAM keuntungan privat dan sosial usahatani
jagung pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
27 Hasil analisis PAM keuntungan privat dan sosial usahatani
jagung pada lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
28 Hasil analisis PAM daya saing usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
29 Hasil PAM analisis sensititivitas terhadap daya saing usahatani
jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa
tahun 2013
30 Peningkatan efisiensi ekonomi usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
31 Hasil analisis PAM keuntungan privat dan sosial usahatani
jagung pada lahan sawah setelah peningkatan efisiensi ekonomi
di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
32 Hasil analisis PAM daya saing usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah setelah peningkatan efisiensi ekonomi di
Kabupaten Sumbawa tahun 2013

53

56
57

59
60
61
62
63
64

65
66

66

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Fungsi produksi stochastic frontier
Efisiensi teknis dan alokatif dari sisi input
Alur kerangka pemikiran

11
13
22

9

DAFTAR LAMPIRAN
1

Uji statistik penggunaan input dan produksi rata-rata yang
dihasilkan oleh petani jagung lahan kering dan lahan sawah di
Kabupaten Sumbawa tahun 2013
2 Listing program menggunakan program SAS 9.13 untuk
pendugaan Fungsi produksi jagung pada usahatani jagung lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
menggunakan metode OLS
3 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan
kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 dengan metode OLS
menggunakan program SAS 9.13
4 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan
sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 dengan metode OLS
menggunakan program SAS 9.13
5 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 tanpa
dummy dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13
6 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 pakai
dummy dengan metode OLS menggunakan program SAS 9.13
7 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 pakai
tanpa dummy teretriksi dengan metode OLS menggunakan
program SAS 9.13
8 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 pakai
dummy teretriksi dengan metode OLS menggunakan program
SAS 9.13
9 Analisis varians untuk pengujian kesamaan koefesien regresi
usahatani jagung lahan sawah dan kering di Kabupaten
Sumbawa tahun 2013
10 Hasil pendugaan fungsi produksi dan inefisiensi teknis usahatani
jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa
tahun 2013 dengan metode MLE menggunakan Program
Frontier 4.1
11 Tingkat efisiensi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah
di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
12 Tingkat efisiensi usahatani jagung pada lahan kering dan sawah
di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 setelah simulasi penurunan
pupuk urea menjadi 200 kg per hektar

73

75

76

77

78

79

80

81

82

83

88
90

DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)
13 Perhitungan harga bayangan pada usahatani jagung pada lahan
kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
14 Perhitungan harga bayangan pada usahatani jagung lahan sawah
di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
15 Analisis finansial, ekonomi dan PAM usahatani jagung pada
lahan kering di Kabupaten Sumbawa tahun 2013
16 Analisis finansial, ekonomi dan PAM usahatani jagung pada
lahan sawah di Kabupaten Sumbawa tahun 2013

92
94
96
97

11

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian masih
merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian.
Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun
2012 sebesar 14.44 persen (BPS Indonesia 2013). Menurut Daryanto (2009),
sektor pertanian memiliki peran sebagai sektor yang dapat menghasilkan pangan
dan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa, menghasilkan atau
menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau substitusi impor, pasar yang
potensial bagi produk-produk industri, transfer surplus tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor industri, dan sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi
pengembangan sektor-sektor lainnya (a net outflow of capital for invesment in
others sectors). Mengingat pentingnya peran sektor pertanian tersebut bagi
perekonomian, maka pembangunan pertanian harus terus dikembangkan supaya
dapat terciptanya sistem pertanian yang unggul dan produk pertanian yang
memiliki daya saing sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan hidup petani.
Mahfudz et al. (2004) mengemukakan bahwa arah pengembangan sektor
pertanian dapat dilakukan melalui pengembangan agribisnis, peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi, penganekaragaman komoditas unggulan, peningkatan nilai
tambah produk dan perluasan pasar.
Salah satu subsektor pertanian yang masih menjadi prioritas pembangunan
sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan. Hal tersebut dapat dilihat dari
besarnya kontribusi tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia pada tahun 2012 sebesar 8.08 persen (BPS Indonesia 2013). Salah satu
komoditas subsektor tanaman pangan yang berperan strategis dalam
pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia adalah jagung. Jagung
merupakan salah satu tanaman yang sangat penting di Indonesia karena selain
sebagai bahan pangan utama (food) juga digunakan sebagai kebutuhan pakan
ternak (feed) dan dibuat tepung jagung (cornstarch) untuk produk-produk
makanan, minuman, pelapis kertas dan farmasi serta sebagai penghasil sumber
energi terbarukan (renewable) untuk keperluan bahan bakar (Daryanto 2009).
Adanya pengembangan biofuel saat ini dari bahan baku jagung
menyebabkan permintaan jagung dunia meningkat seperti di Amerika Serikat
pada tahun 2006 mengalokasikan sekitar 55 000 000 ton jagung untuk kebutuhan
industri biofuel (Daryanto 2009). Selain Amerika Serikat di Asia, Jepang
merupakan negara dengan jumlah permintaan jagung terbesar di dunia. Rata-rata
impor jagung pipilan kering Jepang selama periode tahun 2006 – 2010 mencapai
sebesar US$ 3.95 milyar atau 12.24 persen terhadap total impor jagung pipilan
kering dunia. Negara berikutnya sebagai negara pengimpor jagung terbesar di
dunia adalah Rep. Korea dan Meksiko dengan rata-rata impor masing-masing
sebesar US$ 1.91 milyar atau 5.91 persen dan US$ 1.62 milyar atau 5.02 persen
dari total impor jagung dunia pada tahun 2006 – 2010 (Kementerian Pertanian
2013).
Selain di pasar dunia, di dalam negeri permintaan jagung juga terus
mengalami peningkatan baik untuk konsumsi dan pakan. Seperti yang terlihat

jelas pada Tabel 1 dimana selama periode tahun 2001-2010 rata-rata konsumsi
jagung sebesar 9 118 300 ton dan rata-rata sebesar 834 900 ton untuk pakan
dengan jumlah permintaan rata-rata jagung domestik selama periode tahun 20012010 sebesar 13 914 200 ton.

Tabel 1 Perkembangan permintaan jagung untuk konsumsi dan industri pakan
Indonesia tahun 2001-2010
Tahun
Konsumsi
Pakan
Permintaan
(ton)
(ton)
(ton)
2001
7 8411)
6181)
10 2931)
2002
7 130
628
10 466
2003
8 065
710
11 832
2004
8 114
715
11 912
2005
8 633
759
12 656
2006
4 493
802
13 361
2007
9 603
837
13 956
2008
11 461
997
16 615
2009
12 506
1 079
17 985
2010
13 337
1 204
20 066
Rata-rata
9 118
834
13 914
Keterangan : Angka 1) pada kolom yang sama masing-masing dikali 1000
Sumber: Kementerian Pertanian 2011

Permintaan jagung yang masih tinggi baik untuk pakan maupun konsumsi
yang tidak diimbangi oleh jumlah produksi jagung dalam negeri menyebabkan
pemerintah masih harus mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan jagung
dalam negeri. Berdasarkan Tabel 2 selama periode tahun 2001-2010 jumlah ratarata impor jagung Indonesia sebesar 1 482 488.3 ton, sedangkan produksi jagung
dalam negeri hanya sebesar 13 081 139 ton.
Tabel 2 Perkembangan produksi, permintaan dan impor jagung Indonesia tahun
2001-2010
Tahun
Produksi
Impor
(ton)
(ton)
1)
2001
9 348
1 6841)
2002
9 655
3 157
2003
10 884
3 954
2004
11 225
1 470
2005
12 524
185
2006
11 609
958
2007
13 286
1 271
2008
16 318
277
2009
17 628
336
2010
18 328
1 527
Rata-rata
13 081
1 482
Keterangan : Angka 1) pada kolom yang sama masing-masing dikali 1000
Sumber: Kementerian Pertanian 2011

13
Dengan melihat rata-rata permintaan jagung dalam negeri yang semakin
meningkat, maka diperlukan upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan antara
produksi dan permintaan jagung supaya pemerintah tidak selalu tergantung
kepada impor jagung. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan produksi jagung melalui perluasan lahan dan peningkatan
produktivitas jagung di Indonesia. Saat ini produktivitas jagung di Indonesia
masih tergolong rendah yakni rata-rata 4 ton per hektar dengan jumlah produksi
rata-rata sebesar 13 081 138 ton dan rata-rata luas lahan tanaman jagung sebesar
3 602 430 hektar pada tahun 2001-2010 seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan luas lahan, produktivitas dan produksi jagung Indonesia
tahun 2001-2010
Tahun
Luas lahan
Produktivitas
Produksi
(ha)
(ton/ha)
(ton)
2001
3 2851)
2.85
9 3481)
2002
3 126
3.09
9 655
2003
3 358
3.24
10 884
2004
3 356
3.34
11 225
2005
3 626
3.45
12 524
2006
3 345
3.47
11 609
2007
3 630
3.66
13 286
2008
4 001
4.08
16 318
2009
4 160
4.24
17 628
2010
4 131
4.44
18 328
Rata-rata
3 602
4
13 081
Keterangan : Angka 1) pada kolom yang sama masing-masing dikali 1000
Sumber: Kementerian Pertanian 2011

Salah satu Provinsi di Indonesia yang dijadikan sebagai daerah penghasil
jagung adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selain NTB terdapat beberapa
sentra produksi tanaman jagung antara lain Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera Utara
dan Jawa Barat. Jumlah produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar
456 915 ton dengan luas lahan 89 307 hektar. Share produksi jagung NTB sebesar
2.59 persen terhadap total produksi jagung nasional sebesar 17 643 250 ton masih
tergolong rendah jika dibandingkan dengan share jagung dari Provinsi Gorontalo,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara,
masing-masing sebesar 3.5 persen, 31.6 persen, 15.8 persen, 9.2 persen, 7.7
persen dan 7.2 persen (BPS Indonesia 2013). Namun, jika dilihat dari segi lahan
dan luas lahan Provinsi NTB sangat layak dijadikan sebagai daerah utama
penghasil jagung guna mengurangi atau meniadakan ketergantungan impor jagung
Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengusung program unggulan
Provinsi NTB yang dikenal dengan program PIJAR (sapi, jagung dan rumput laut)
dimana komoditas yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah sapi, jagung
dan rumput laut. Adapun jumlah luas lahan, produktivitas dan produksi jagung di
Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah luas lahan, produktivitas dan produksi jagung di Provinsi Nusa
Tenggara Barat tahun 2011
Luas lahan
Produktivitas
Produksi
Kabupaten
(ha)
(ton/ha)
(ton)
Lombok Barat
3 458
4.94
17 091
Lombok Tengah
3 244
5.12
16 593
Lombok Timur
15 584
5.28
82 282
Sumbawa
26 065
5.09
132 554
Dompu
16 999
5.12
86 978
Bima
11 299
5.17
58 443
Sumbawa Barat
5 284
5.02
26 432
Lombok Utara
2
4.50
9
Kota Mataram
1 357
5.23
7 097
Kota Bima
6 015
4.89
29 436
Jumlah
89 307
5.17
456 915
Sumber: BPS NTB 2012

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari sepuluh kabupaten yang ada di Provinsi
NTB. Kabupaten Sumbawa merupakan kabupaten yang memiliki luas lahan dan
produksi jagung tertinggi yaitu 26 065 hektar dan produksi sebesar 132 554 ton.
Dilihat dari sisi produktivitas, produktivitas usahatani jagung di Provinsi Nusa
Tenggara Barat sebesar 5.17 ton per hektar dan Kabupaten Sumbawa yang hanya
5.09 ton per hektar masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas
jagung secara nasional yaitu sebesar 4 ton per hektar, Namun masih tergolong
rendah jika dibandingkan dengan produktivitas usahatani di Provinsi Jawa Timur
sebesar 5.7 ton per hektar dan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan
Selatan yang berkisar 5.4-6.3 ton per hektar (Subandi et al. 2005).
Usaha untuk meningkatkan produksi jagung di Indonesia telah banyak
dilakukan akan tetapi hasilnya masih belum memuaskan hal ini dikarenakan
masih terdapat masalah efisiensi dalam melakukan usahatani. Oleh karena itu,
untuk mengatasi masalah kesenjangan antara produksi dan permintaan jagung di
dalam negeri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meningkatkan produktivitas
dan efisiensi usahatani jagung. Menurut Solahuddin (1999), untuk meningkatkan
produksi jagung perlu adanya ekstensifikasi pertanian dimana tidak hanya bisa
dilakukan pada lahan-lahan sawah irigasi atau lahan-lahan yang intensif,
melainkan juga pada lahan-lahan seperti lahan kering, dan lahan gambut. Selain
itu, peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
efisiensi usahatani jagung dengan cara menggunaan input-input usahatani jagung
dengan optimal sehingga akan memberikan hasil produksi jagung yang maksimal.
Dengan adanya efisiensi dalam melakukan usahatani jagung baik pada lahan
kering maupun sawah maka biaya produksi usahatani bisa dihemat sehingga harga
jual produk lebih kompetitif dan produk tersebut memiliki daya saing. Oleh
karena itu, produktivitas dan efisiensi adalah penentu daya saing suatu komoditas.
Dengan adanya daya saing yang tinggi maka produk akan mampu diterima oleh
pasar baik di tingkat domestik maupun internasional. Daya saing suatu komoditas
harus diikuti juga dengan adanya kebijakan pemerintah yang baik seperti
pengadaan alat pengangkutan input dan output (logistic services) yang baik

15
sehingga dapat menurunkan biaya transportasi petani yang akan berdampak pada
perolehan harga output yang lebih baik dan harga input dapat dikurangi akibat
adanya efisiensi ekonomi. Di sisi konsumen, total harga yang dibayar konsumen
akan lebih rendah (WTO 2004).
Perumusan Masalah
Kabupaten Sumbawa merupakan daerah yang dijadikan sebagai sentra
penghasil jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari sepuluh
kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa memiliki jumlah
produksi dan luas areal panen yang paling tinggi. Dimana pada tahun 2011
produksi jagung di Kabupaten Sumbawa mencapai sebesar 132 554 ton dengan
luas areal panen sebesar 26 065 hektar. Selain itu, jika dilihat dari potensi lahan
yang dapat digunakan untuk produksi jagung, Kabupaten Sumbawa yang terdiri
dari 24 kecamatan ini memiliki potensi pengembangan lahan jagung (lahan kering
dan sawah) yang cukup besar yaitu sebesar 285 678 hektar dengan produksi 1 456
957.8 ton (BPS Sumbawa 2012).

Tabel 5 Luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Kabupaten Sumbawa
2011
Kecamatan
Luas lahan
Produktivitas
Produksi
(ha)
(ton/ha)
(ton)
Lunyuk
4 322
5.0
21 811
Orong Telu
32
4.8
153
Alas
147
4.9
724
Alas Barat
1 144
5.0
5 703
Buer
139
4.9
682
Utan
2 684
5.0
13 292
Rhee
348
4.9
1 691
Batulanteh
93
4.7
439
Sumbawa
503
4.9
2 444
Labuhan Badas
698
5.0
3 459
Unter Iwes
234
4.9
1 162
Moyohilir
15
4.9
74
Moyohulu
94
4.9
455
Ropang
Lenangguar
43
4.8
206
Lantung
Lape
11
5.0
56
Lopok
13
4.8
62
Plampang
4 322
5.2
22 440
Labangka
9 691
5.2
49 926
Maronge
435
5.1
2 220
Empang
585
5.0.
2 951
Tarano
472
5.1
2 395
Jumlah
26 065
5.1
132 554
Sumber: BPS Sumbawa 2012

Tabel 5 menunjukkan bahwa produktivitas jagung di Kabupaten Sumbawa
berkisar 4.7-5.1 ton per hektar masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
produktivitas jagung di daerah lain di Indonesia seperti di Jawa Timur. Menurut
Suprapto (2006), produktivitas jagung di Provinsi Jawa Timur mencapai 5.7 ton
per hektar. Selain di Jawa Timur produktivitas jagung di Kabupaten Sumbawa
juga masih berada di bawah Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan
yang berkisar 5.4-6.3 ton per hektar (Subandi et al. 2005).
Oleh karena itu, produktivitas jagung di Kabupaten Sumbawa yang masih
rendah yaitu sebesar 5.1 ton per hektar perlu ditingkatkan mengingat jagung
merupakan komoditas unggulan daerah. Peningkatan produksi jagung di
Kabupaten Sumbawa dapat dilakukan dengan meningkatkan areal tanam dan
produktivitas usahatani jagung. Peningkatan produksi melalui perluasan areal
tanam jagung dapat dilakukan dengan menanam jagung tidak hanya pada lahan
kering tetapi juga dapat ditanami pada lahan sawah, gambut dan lain sebagainya.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), jagung dapat diusahakan pada
lingkungan yang beragam yaitu dari lahan kering, sawah tadah hujan hingga
sawah beririgasi. Areal pertanaman jagung telah mengalami pergeseran pada
tahun 1980-an dominan sebesar 78 persen ditanam pada lahan kering dan sisanya
sebesar 12 persen pada lahan sawah irigasi dan 10 persen pada sawah tadah hujan.
Namun, saat ini diperkirakan areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi
dan tadah hujan meningkat berturut-turut sebesar 10 sampai 15 persen dan 20
sampai 30 persen terutama di daerah produksi jagung komersial. Seiring dengan
hal tersebut petani di Kabupaten Sumbawa juga melakukan usahatani jagung pada
lahan kering dan lahan sawah. Pada musim penghujan petani menanam jagung
pada lahan kering karena sangat mengandalkan air hujan sebagai penyedia sumber
air sedangkan pada musim kemarau petani biasa menanam jagung pada lahan
sawah karena memiliki sumber air dari irigasi teknis, setengah teknis maupun non
teknis.
Peningkatan produksi jagung melalui peningkatan produktivitas usahatani
jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan efisiensi terhadap usahatani
jagung. Menurut Farrel (1957); Lau dan Yotopoulos (1971) dalam usahatani
konsep efisiensi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical
efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis
(economic efficiency). Efisiensi teknis merupakan kemampuan suatu usahatani
untuk menghasilkan output yang maksimum dari penggunaan input-input
usahatani dan efisiensi alokatif merupakan kemampuan dari suatu usahatani
menggunakan input-input secara proporsional pada tingkat harga dan teknologi
produksi masing-masing. Kombinasi antara efisiensi teknis dan alokatif disebut
efisiensi ekonomi.
Permasalahan usahatani di Kabupaten Sumbawa adalah produktivitas
jagung yang masih rendah yaitu sebesar 5.1 ton per hektar diduga akibat alokasi
penggunaan input seperti benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja yang masih
belum optimal karena harga input yang mahal seperti pupuk urea sebesar Rp 1
942 per kilogram, NPK sebesar Rp 2 407 per kilogram, ZA sebesar Rp 1 483 per
kilogram di atas harga eceran tertinggi (HET) sementara harga jual jagung masih
rendah yaitu sebesar Rp 2 438 per kilogram. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka penggunaan input-input harus dioptimalkan sehingga biaya

17
produksi dapat dihemat dan output yang dihasilkan dapat maksimal sehingga akan
meningkatkan efisiensi dalam melakukan usahatani jagung.
Selain faktor efisiensi, dalam melakukan usahatani jagung hal yang harus
diperhatikan juga adalah daya saing sistem komoditas tersebut. Menurut
Daryanto (2009), daya saing merupakan kemampuan dari suatu sektor, industri,
atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses sehingga mencapai pertumbuhan
yang berkelanjutan di dalam lingkungan global selama biaya imbangannya
(opportunity cost) lebih rendah dari penerimaan sumberdaya yang digunakan.
Suatu komoditas dikatakan memiliki daya saing apabila biaya oportunitas
(opportunity cost) yang relatif rendah dan efisiensi dalam usahatani dapat
dikatakan sebagai indikator daya saing suatu sistem usahatani.
Konsep daya saing tidak lepas dari konsep keunggulan komparatif dan
kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan)
potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak
mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif
dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sedangkan keunggulan
kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi
perekonomian aktual. Suatu komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif
dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial (Daryanto 2009).
Analisis daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) dapat mencakup
tiga orientasi perdagangan, yaitu substitusi impor (SI), perdagangan antar daerah
(PAD) dan promosi ekspor (PE). Pada analisis substitusi impor (SI), manfaat yang
diperoleh dari kegiatan produksi adalah devisa yang dihemat akibat
berkurangnya impor. Pada analisis perdagangan antar daerah (PAD) manfaat yang
diperoleh berupa penghematan devisa, karena impor dari luar negeri digantikan
oleh perdagangan antar daerah. Sedangkan pada analisis promosi ekspor (PE),
manfaat yang diperoleh adalah nilai devisa yang bertambah jika hasil produksi di
ekspor.
Menurut Kementerian Pertanian (2013), Jagung Indonesia masih kurang
berdaya saing pada pasar internasional atau dunia. Harga jagung di pasar domestik
masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jagung dunia yakni sebesar Rp
3 177 per kilogram untuk harga di tingkat produsen dan Rp 5 542 per kilogram
untuk harga di tingkat konsumen sedangkan harga jagung dunia sebesar Rp 2 587
per kilogram. Hal tersebut dikarenakan produktivitas jagung Indonesia yang
masih rendah yaitu sebesar 4 ton per hektar.
Jika produktivitas jagung tinggi dan efisien dalam melakukan usahatani
jagung maka akan tercipta daya saing jagung yang mampu bersaing di pasar
domestik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan di pasar internasional
untuk diekspor. Menurut Sumbodo (2005), produktivitas dan efisiensi merupakan
penentu tingkat daya saing suatu komoditas. Suatu komoditas akan mampu
bersaing di pasar bila memiliki daya saing yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usahatani jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa?
2. Apakah secara teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di
Kabupaten Sumbawa sudah efisien dan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering
dan sawah di Kabupaten Sumbawa?
3. Apakah secara alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada lahan kering dan
sawah di Kabupaten Sumbawa sudah efisien?
4. Apakah pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan bagaimanakah tingkat
daya usahatani usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten
Sumbawa?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung pada lahan
kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa
2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi
inefisiensi teknis usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten
Sumbawa
3. Menganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani jagung pada
lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa
4. Menganalisis pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan tingkat daya saing
usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan
usahatani jagung di Kabupaten Sumbawa sebagai daerah sentra produksi jagung
terutama sebagai acuan dalam membuat kebijakan bagi pemerintah Kabupaten
Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bagi petani, dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan atau acuan dalam melakukan usahatani jagung supaya
tercapai efisiensi dan produktivitas usahatani jagung yang tinggi sehingga dapat
meningkatan pendapatan petani. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai
acuan atau sumbangan pemikiran.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi kegiatan yang terdiri dari: (1) analisis
faktor-faktor produksi jagung (2) analisis tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, analisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani
jagung (3) analisis pengaruh efisiensi terhadap daya saing dan daya saing
usahatani jagung pada lahan kering dan sawah di Kabupaten Sumbawa.
Penelitian ini menggunakan data cross section. Sumber data penelitian
meliputi data primer dan data skunder. Data primer dikumpulkan dengan
melakukan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden. Data
primer yang dikumpulkan adalah data karakteristik petani responden dan
usahatani jagung petani pada lahan kering dan sawah pada musim tanam jagung
tahun 2013. Sedangkan data skunder diperoleh dari data pada instansi pemerintah
seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan dinas-dinas terkait
di Kabupaten Sumbawa seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi, Kabupaten,
Dinas Pertanian, Balai Pertanian, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA).

19
Keterbatasan Penelitian
1. Variabel lahan, benih, tenaga kerja, pupuk (N, dan PK), dan pestisida yang
dimasukkan ke dalam fungsi produksi stochastic frontier berpengaruh positif
terhadap produksi jagung. Variabel yang pengaruhnya negatif tidak dapat
dimasukkan ke dalam model karena penurunan fungsi produksi ke fungsi
biaya dual frontier tidak dapat dilakukan.
2. Pengukuran efisiensi dilakukan dari sisi input.
3. Tingkat daya saing yang diukur adalah dari keunggulan komparatif
(keuntungan sosial) dan kompetitif (keuntungan privat).

2 TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi Produksi Pertanian
Fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mentransformasikan
input-input (sumberdaya) menjadi output (Debertin 1986). Dimana output yang
dihasilkan akan maksimum dengan penggunaan input-input tersebut (Coelli et al.
1998). Fungsi produksi frontier adalah jenis fungsi produksi yang sering
digunakan untuk menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari
kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll
dan Orazem 1984). Pengukuran fungsi produksi frontier secara umum dibedakan
atas 4 cara yaitu: (1) deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic
parametric frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic
statistical frontier (stochastic frontier).
Dari keempat model pengukuran fungsi produksi frontier tersebut, model
stochastic frontier adalah model pengukuran yang paling baik karena dapat
mengukur efek-efek tak terduga (stochastic effects) pada fungsi produksi frontier.
Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis
yang dapat menggambarkan produksi maksimal yang diperoleh dari variasi
kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll
dan Orazem 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan
titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi
tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Model
produksi stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik
frontier untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effects) di dalam
batas produksi.
Model fungsi produksi stochastic frontier pertama kali dikemukakan oleh
Aigner et al. (1977); Meeusen dan van den Broeck (1977). Variabel acak vi
dimasukkan untuk menghitung error dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti
cuaca, serangan hama dan sebagainya di dalam nilai variabel output, bersamasama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam
fungsi produksi. Aigner et al. (1977) mengasumsikan bahwa variabel acak vi
merupakan variabel random shock yang secara identik terdistribusi normal dengan

rataan (μ i) bernilai 0 dan variansnya konstan atau N(0,δV2), simetris serta bebas
dari ui. Variabel acak ui yang dimasukkan merupakan variabel acak non negatif
dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Variabel ui ini juga disebut one-side
disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Adapun model
persamaan fungsi produksi stochastic frontier dapat dituliskan sebagai berikut
(Coelli et al. 1998):
Ln (Yi) = Xiβ + vi-ui

i= ,2,……..,N…………………………..(2.2)

keterangan:
Yi= output jagung
Xi = input jagung
vi = variabel acak
ui = variabel acak non negatif
Model Persamaan 2.2 disebut fungsi produksi stochastic frontier karena
nilai-nilai output dibatasi diatas oleh variabel stochastic (acak) exp(xiβ+vi).
Variabel acak dapat bernilai positif atau negatif sehingga keragaman output
stochastic frontier merupakan bagian deterministic dari model frontier exp(xiβ).
Struktur dasar model fungsi stochastic frontier digambarkan seperti pada Gambar
1. Penggunaan input-input direpresentasikan pada sumbu horizontal (x) dan
output pada sumbu vertikal (y). Komponen frontier dari model stochastic
frontier=exp(xβ) digambarkan dengan asumsi memiliki karakteristik skala
kenaikan yang menurun.
Pada Gambar 1 diamati input-input dan output dari dua petani. Petani i
menggunakan input sebesat xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi
output batasnya dari petani i adalah yi, melampaui nilai pada batas dari fungsi
produksi yaitu yi = exp(xiβ+vi). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya
dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan seperti cuaca yang baik,
penggunaan input yang efisien dan lain sebagainya, sehingga variabel vibernilai
positif. Sementara itu petani j menggunakan input sebesar x j dan memperoleh
hasil sebesar yj. Akan tetapi output batas dari petani j adalah yj, berada di bawah
bagian batas dari fungsi produksiyaitu yj= exp(xjβ+vj). Kondisi ini terjadi karena
produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan seperti serangan
hama dan penyakit, bencana alam dan lain sebagainya, sehingga vi bernilai
negatif.
Output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error
tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat di
antara output stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar
dari bagian deterministic dari frontier apabila random error yang sesuai lebih
besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi>exp (xiβ) jika vj>ui) (Coelli et al.
1998).
Model stochastic frontier memiliki kelemahan yaitu model ini belum
mengetahui bentuk penyebaran yang pasti dari variabel-variabel ui bentuk
distribusi setengah normal dan eksponensial adalah bentuk distribusi yang selama
ini dipilih. Akan tetapi menurut Coelli et al. (1998) kedua bentuk distribusi
cenderung bernilai nol sehingga kemungkinan besar efek efisiensi yang dicapai
juga akan mendekati nol.

21

Sumber: Farrel 1957; Coelli et al. 1998; Bravo-Ureta dan Pinheiro 1997

Gambar 1 Fungsi produksi stochastic frontier

Parameter-parameter yang dimasukkan pada fungsi produksi stochastic
frontier kemudian diestimasi menggunakan metode Maximum-likelihood
estimation (MLE). Metode estimasi parameter ini dilakukan melalui dua tahap.
Tahap pertama menggunakan metode odinary least square (OLS) untuk menduga
parameter teknologi dan input produksi (βm). Tahap kedua menggunakan metode
MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi (βm), intersep (β0)
dan varian dari kedua komponen kesalahan vi dan ui (σv2 dan σu2).
Fungsi produksi frontier diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas,
menurut Teken dan Asnawi (1981), peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi
Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan
menjadi fungsi linear additive. Dengan demikian untuk mengukur tingkat
efisiensi usahatani jagung dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi
stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini
diambil berdasarkan alasan sebagai berikut: (1) bersifat homogen sehingga dapat
digunakan menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi, (2) lebih sederhana, dan
(3) jarang menimbulkan masalah multikolinieritas.
Konsep Efisiensi Usahatani
Petani dalam mengelolah usahataninya dituntut untuk berproduksi secara
efisien. Efisien dalam artian penggunaan faktor-faktor produksi optimum untuk
menghasilkan output yang maksimal. Selain itu juga penggunaan biaya atau
korbanan yang minimal dalam menghasilkan output yang maksimal juga
dikatakan efisien dalam berproduksi. Dengan demikian efisiensi usahatani sangat
berkaitan dengan keuntungan yang akan diterima oleh petani. Semakin efisien
petani dalam berproduksi maka akan mengurangi biaya usahatani sehingga
keuntungan yang diterima akan semakin besar.
Menurut Farrel (1957); Lau dan Yotopoulos (1971) dalam usahatani
konsep efisiensi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical

efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis
(economic efficiency).
Farrel (1957) menyatakan bahwa efisiensi teknis merupakan kemampuan
suatu usahatani untuk menghasilkan output yang maksimum dari penggunaan
input-input usahatani. Petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan
petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama,
diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif
mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai
keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marginal setiap faktor
produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya (Lau dan Yotopoulos
1971) atau menunjukkan kemampuan usahatani untuk menggunaan input dengan
proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang
dimiliki. Sedangkan efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis
dan efisiensi harga (Farrell 1957).
Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada
isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi
pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya yang
minimum. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari
isoquant frontier, sedangkan inefisiensi alokatif mengacu pada penyimpangan dari
rasio input pada biaya minimum.
Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan menggunakan kriteria keuntungan
maksimum (profit maximization) dan kriteria biaya minimum (cost minimization).
Efisiensi ekonomi akan tercapai bila kenaikan hasil sama dengan nilai
penambahan faktor-faktor produksi atau nilai marginal (NPM) dari faktor-faktor
produksi sama dengan biaya korbanan marginalnya (BKM). Dengan kata lain,
menurut Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993), efisiensi ekonomi merupakan rasio
nilai produk marginal sama dengan harga input.
Pengukuran Efisiensi dari Sisi Input
Farrel (1957) menyatakan bahwa konsep efisiensi usahatani dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga
(price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Pengukuran
tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani tersebut dapat diukur dari
dua sisi yaitu pengukuran efisiensi usahatani dari sisi input dan pengukuran
efisiensi usahatani dari sisi output. Pada penelitian ini digunakan konsep
pengukuran efisiensi usahatani dari sisi input.
Pada Gambar 2, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input
per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output.
Setiap kombinasi input pada isokuan seperti pada titik Q atau Q’ merupakan
kombinasi yang secara teknis efisien. Sedangkan kombinasi input yang berada
diatas isokuan seperti pada titik P merupakan kombinasi yang tidak efisien.
Inefisiensi teknis dalam usahatani dapat digambarkan oleh jarak QP. Hal ini
disebabkan pengurangan kombinasi input dari P ke Q dapat dilakukan tanpa harus
mengurangi outputnya. Ratio QP/OP menggambarkan persentase input-input yang
dapat dikurangi untuk mencapai produksi yang efisien secara teknis. Sehingga
efisiensi teknis (ETi) usahatani dapat dinyatakan sebagai ratio OQ/OP, dimana
nilai ini sama dengan 1-QP/OP (Gambar 2).Y0 = 1.

23

Sumber