ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VARIETAS HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

1. Alumni Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VARIETAS HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH IRIGASI

DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

Anggun Permata Sari1, Teguh Endaryanto2, Suriaty Situmorang2

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi jagung hibrida di lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. 2) Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani jagung hibrida di lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. 3) Menganalisis daya saing usahatani jagung varietas hibrida di lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Karang Endah dan Desa Nambah Dadi Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Pengambilan sampel petani jagung dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Responden dalam penelitian ini adalah petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 53 petani yang dipilih dengan metode acak sederhana (simple random sampling). Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara secara langsung dan dinas atau instansi terkait. Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua digunakan analisis efisiensi produksi, dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan Policy Analisis Matriks (PAM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Produksi usahatani jagung varietas hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah

dipengaruhi oleh luas lahan (X1), pupuk TSP/SP-36 (X4), dan tenaga kerja (X8). 2)

Produksi jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah secara teknis berada pada daerah II (Constant return to scale), sedangkan secara ekonomis, penggunaan input pada usahatani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah belum efisien. 3) Usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kabupaten Lampung Tengah berdaya saing tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio biaya privat (PCR) sebesar 0,52 artinya untuk meningkatkan nilai tambah output Rp 100, maka diperlukan tambahan biaya sebesar Rp 52, dan rasio biaya sumberdaya domestik (DRCR) sebesar 0,10, artinya setiap US$ 1 yang dibutuhkan untuk impor jagung jika diproduksi di Lampung Tengah hanya membutuhkan biaya sebesar US$ 0,10.


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan antara produk total (PT), produk rata-rata (PR), produk

marjinal (PM), dan elastisitas produksi (Ep) ………..…. 19 2. Kerangka pemikiran analisis efisiensi produksi dan daya saing

usahatani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten

Lampung Tengah, tahun 2009 ………..……..… 31 3. Pola tanam jagung hibrida di Kecaamatan Terbanggi Besar Kabupaten

Lampung Tengah ………..………..… 60 4. Deteksi autokorelasi berdasarkan nilai Durbin Watson ……...…… 74


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL…..……….………..… xiii

DAFTAR GAMBAR ………..…..… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………..…..… xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… …………..………. 1

B. Tujuan Penelitian ……….….….…………..….. 8

C. Kegunaan Penelitian ……….…..………….….. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ………..….. 9

1. Tinjauan Agronomis Jagung ……….…...…..… 9

2. Budidaya Jagung Hibrida ………..…………...… 11

3. Teori Produksi ……….………...………..…...…. 16

4. Efisiensi Penggunaan Input ……….…..………..…. 20

5. Teori Daya Saing ….………….……….…..……….… 23

B. Hasil Penelitian Terdahulu ………. 26

C. Kerangka Pemikiran ……..………..……….……….…. 27

D. Hipotesis .………..………..………….…………... 30

III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar ………... 32

B. Metode, Lokasi dan Waktu Penelitian …..……….…. 37

C. Responden dan Pengumpulan Data ……… 37

D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis ……….. 39

1. Analisis efisiensi produksi usahatani jagung hibrida .………….. 39

2. Analisis daya saing usahatani jagung hibrida ……..………….... 42

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 48

A. Kabupaten Lampung Tengah ... 48


(4)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Keadaan Umum Petani Jagung Hibrida ... 53

1. Umur Petani Jagung Hibrida ... 53

2. Pendidikan Petani Responden ... 54

3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Jagung Hibrida ... 55

4. Pengalaman Berusahatani Jagung Petani Jagung Hibrida ... 55

5. Pekerjaan Non Usahatani Petani Jagung Hibrida ... 56

6. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan Petani Jagung Hibrida ... 57

B. Produksi dan Budidaya Jagung Hibrida ... 58

1. Produksi Jagung Hibrida ... 58

2. Budidaya Jagung Hibrida ... 59

a. Pola Tanam Jagung Hibrida ... 59

b. Budidaya Jagung Hibrida ... 60

C. Penggunaan Sarana Produksi ... 61

1. Penggunaan Benih ... 61

2. Penggunaan Pupuk Urea, SP-18, KCL, dan NPK/Phonska ... 63

3. Penggunaan Pestisida ... 65

4. Penggunaan Tenaga Kerja ... 66

D. Analisis Efisiensi Produksi Jagung Varietas Hibrida ... 68

1. Pengugaan Fungsi Produksi Usahatani Varietas Hibrida ... 68

2. Anallisis Efisiensi Produksi ... 78

E. Analisis Keuntungan Usahatani Jagung Varietas Hibrida ... 82

F. Analisis Daya Saing ... 84

1. Analisis Harga Privat dan Harga Sosial ... 84

a. Penentuan Nilai Tukar Bayangan (SER) ... 84

b. Harga Output ... 85

c. Harga Input ... 86

2. Analisis Penerimaan dan Keuntungan ... 92

3. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif ... 92

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN ... 104


(5)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta Andersan, Zakkop. (2009). Analisis Daya Saing Dan Pendapatan Usahatani

Jagung Hibrida Serta Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Benih Jagung Hibrida Di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anonymous. 2008. Nacacl Fertilizer 60 KCl. http://www.himfr.com/d- p114430369383437400-Nacacl_Fertilizer_60_Kcl/. Diakses tanggal 22 Februari 2010

Anonymos. 2008. Lampung dalam Angka. Bandar Lampung: BPS Propinsi Lampung.

Anonymos. 2008. Lampung Tengah dalam Angka. Bandar Lampung: BPS Propinsi Lampung.

Anonymous. 2009. Laporan Inflasi. http://www.scribd.com/doc/23484415 /LAPORAN-INFLASI?secret_password=&autodown=pdf. Diakses tanggal 22 Februari 2010.

Arifin, Bustanul. 1995. Ekonomi Produksi Pertanian. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Edwin S. Saragih. http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid= 1344 ayo beralih k hibrida. Diakses tanggal 24 Agustus 2009

Gray, et al. 1995. Pengantar Evaluasi Proyek. FEUI. Jakarta. Haryono et al. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Diktat Kuliah. Fakultas

Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Irma. 2010. Makna Dan Manfaat Sosiologi. http://irma.ngeblogs.com/category /uncategorized/page/2/. Diakses tanggal 26 April 2010.


(7)

Pearson, S., dkk. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Priyanto, Dito. 2009. Analisis Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Jagung Hibrida di Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sadikin, Ikin. (1999). Analisis Daya Saing Komoditi Jagung dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Agribisnis Jagung di Nusa Tenggara Barat Pasca Krisis Ekonomi. Diakses tanggal 19 Aguatus 2009

Sahara dan Idris. 2005. Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Padi pada Lahan Sawah Irigasi Teknis. http://www.akademik.unsri.ac.id/download /journal/files/udejournal/(7)%20soca-dewi%20sahara%20dan%20indris-efisiensi%20produksi(1).pdf. Diakses tanggal 10 oktober 2009

Saptana. Keunggulan Komparatif-Kompetitif dan Strategi Kemitraan. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(5)%20soca-saptana

keunggl%20komparatif%20dan%20kompetitif(1).pdf. Diakses tanggal 25 Agustus 2009.

Saptana et al. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang dan Kubis di Wonosobo Jawa Tengah. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/ (8)%20soca-saptana%20dkk-komoditi%20kentang(1).pdf. Diakses tanggal 24 Agustus 2009

Sarwoko. 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Soekartawi. 1995. Teori Ekonomi Produksi dengan Bahasan Analisis Fungsi

Produksi Cobb-Douglass. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 234 hlm. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Siwi Purwanto. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/dua.pdf. Diakses tanggal 24 Agustus 2009

Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka. Jakarta. Suprapto. 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Surya Septiono. Harga Jagung Mulai Naik. http://www.radarlamteng.com/ mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=2335 hg jgg mlai naik. Diakses tanggal 19 Agustus 2009

Susanto, Ari. 2007. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Jagung di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas panen, produksi, dan produktivitas jagung di lima sentra jagung

di Indonesia, tahun 2007...… 2 2. Perkembangan (dinamika) luas panen, produksi, dan produktivitas

jagung Propinsi Lampung, 2003 – 2007 ...… 3 3. Perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas usahatani

jagung Propinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2007 …... 4 4. Luas tanam jagung hibrida per Kecamatan di Kabupaten Lampung

Tengah tahun 2008 (dalam satuan hektar) ... ... 5 5. Format dasar matrik analisis kebijakan (Policy Analysis Matriks)... 45 6. Komposisi jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Tengah

tahun 2008 ...… 49 7. Kondisi jalan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2008 ... ... 50 8. Jenis sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah

...… ... 50 9. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan umur di Kecamatan

Terbanggi Besar, 2008/2009...… ... 53 10. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan tingkat pendidikan di

Kecamatan Terbanggi Besar 2008/2009...… ... 54 11. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan jumlah tanggungan

keluarga di Kecamatan Terbanggi Besar, 2008/2009 ...………. 55 12. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan pengalaman berusahatani,

2008/2009...… 56 13. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan pekerjaan non usahatani,

2008/2009...… 56 14. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan luas lahan, 2008/2009... 57


(9)

15. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan benih yang digunakan,

2008/2009...… 62 16. Rata-rata penggunaan benih jagung per usahatani dan per hektar oleh

petani jagung hibrida, 2008/2009...…. 63 17. Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh petani

responden, 2008/2009... 65 18. Sebaran petani responden berdasarkan jenis pestisida yang digunakan,

2008/2009...… 66 19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani jagung hibrida per

usahatani dan per hektar, tahun 2008/2009...… 67 20. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jagung hibrida pada lahan

sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung

Tengah, 2008/2009...… 69 21. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jagung hibrida dengan metode

backward pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah, 2008/2009...… 70 22. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jagung hibrida dengan

menggunakan metode enter pada lahan sawah irigasi di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, 2008/2009...… 71 23. Hasil analisis akhir fungsi produksi usahatani jagung hibrida pada

lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten

Lampung Tengah, 2008/2009...… 72 24. Rata-rata penerimaan, biaya, dan keuntungan petani jagung hibrida

per hektar di Kecamatan Terbanggi Besar, 2008/2009...… 83 25. Komponen inputtradeable usahatani jagung hibrida pada lahan sawah

irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah,

2008/2009...… 86 26. Komponen inputnon-tradeable usahatani jagung hibrida pada lahan

sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung

Tengah, 2008/2009...… 91 27. Penerimaan dan keuntungan usahatani jagung hibrida pada lahan

sawah irigasi di Kabupaten Lampung Tengah, 2008/2009... 92 28. Matriks analisis kebijakan usahatani jagung hibrida pada lahan sawah

irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,


(10)

(11)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Kabupaten Lampung Tengah

Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104°35’ - 105°50’ BT dan 4°30” - 4°15’ LS. Batas wilayah Kabupaten Lampung

Tengah yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Tulang Bawang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan, sebelah Timur dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kotamadya Metro, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat. ( Lampung Tengah Dalam Angka, 2009)

Secara topografi, Kabupaten Lampung Tengah dapat dibagi atas 5 (lima) bagian, yaitu daerah topografi berbukit sampai bergunung, daerah topografi berombak sampai bergelombang, daerah dataran alluvial, daerah rawa pasang surut, dan daerah river basin. Ketinggian sebagian besar wilayah yang ada di Kabupaten Lampung Tengah berkisar antara 15 - 65 meter dpl, dengan temperatur rata-rata 26°C-28°C. Jenis tanah di Kabupaten Lampung Tengah didominasi oleh jenis tanah latosol dan podsolik. ( Lampung Tengah Dalam Angka, 2009)


(12)

Bedasarkan Lampung Tengah Dalam Angka (2009), Kabupaten Lampung Tengah sampai dengan tahun 2007 secara administratif dibagi menjadi 28 kecamatan terdiri dari 10 kelurahan dan 293 kampung. Jumlah penduduk yang tercatat sampai dengan tahun 2008 adalah 1.216.576 jiwa, terdiri dari 608.555 jiwa (52%) penduduk laki-laki dan 608.021 jiwa (48,8%) penduduk perempuan. (Tabel 6).

Tabel 6. Komposisi jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2008

No Keterangan Jumlah Satuan

1 Jumlah penduduk keseluruhan 1.216.576 Jiwa

2 Jumlah kepala Keluarga 308.372 KK

3 Jumlah penduduk laki-laki 608.555 Jiwa 4 Jumlah penduduk perempuan 608.021 Jiwa 5 Kepadatan penduduk 254 Jiwa/ Km2 Sumber: Lampung Tengah Dalam Angka, 2008

Berdasarkan Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah (2008), komposisi penduduk menurut mata pencaharian, terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) sebesar 76,2% 2. Sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, bangunan)

sebesar 9,3%

3. Sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,jasa-jasa) sebesar 14,5%

Prasarana perhubungan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah berupa jalan negara sepanjang 151,87 km, jalan propinsi sepanjang336,21 km, dan jalan kabupaten sepanjang 3976,30 km. Sementara itu, untuk kondisi jalan di


(13)

Kabupaten Lampung Tengah sebagian besar berupa jalan onderlaag dan jalan tanah seperti disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi jalan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2008

Sumber: Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah, 2009

Selain prasarana perhubungan, prasarana kesehatan juga perlu di perhatikan. Tersedianya sarana kesehatan yang lengkap akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Kabupaten Lampung Tengah menyediakan beberapa sarana dan prasarana kesehatan bagi masyarakat yang akan disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Jenis sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah

Sumber: Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah, 2009

Kondisi Jalan Jumlah Satuan

Jalan tanah 855,97 km Jalan onderlaag 1.149,83 km Jalan penetrasi 696,55 km Jalan Hotmix 339,55 km Jembatan 202 unit

No. Jenis sarana dan prasarana Jumlah

1 Rumah Sakit 1 Unit

2 Gedung Dinas Kesehatan 1 Unit

3 Gudang Farmasi Kabupaten 1 Unit

4 Puskesmas Rawat Inap 4 Unit

5 Puskesmas Non Rawat Inap 2 Unit

6 Puskesmas Pembantu 104 Unit

7 Puskesmas Keliling 37 Unit

8 Ambulans 1 Unit

9 Kendaraan dinas lainnya 11 Unit


(14)

Berdasarkan Lampung Tengah Dalam Angka (2009), luas wilayah

Kabupaten Lampung Tengah sebesar 4.789,82 km2. Kabupaten Lampung Tengah memiliki potensi yang cukup besar bagi upaya pengembangan sektor pertanian. Untuk tanaman pangan ketersediaan lahan sawah sebesar 72.725 km2 dan lahan kering sebesar 405.672,34 km2. Panjang saluran irigasi terdiri dari: jaringan irigasi primer sepanjang 270,471 km, jaringan irigasi sekunder sepanjang 500,578 km, serta jaringan irigasi tersier sepanjang 422,475 km. Jumlah lahan sawah yang terairi mencapai 48.385 hektar

Sebagian besar penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Tengah dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Oleh sebab itu, sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar sebagai sumber pendapatan dan mata pencaharian pokok penduduk di Kabupaten Lampung Tengah.

B. Kecamatan Terbanggi Besar

Berdasarkan Lampung Tengah Dalam Angka (2008), jumlah penduduk di Kecamatan Terbanggi Besar sebesar 108.096 Jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebesar 25.683 KK. Berdasarkan data BPS tahun 2008, banyaknya siswa dari tingkat taman kanak-kanak hingga menengah atas di Kecamatan Terbanggi Besar berjumlah 26.581 jiwa terdiri dari siswa laki-laki sebanyak 13.748 jiwa dan 12.833 jiwa siswa perempuan.

Berdasarkan Terbanggi Besar Dalam Angka (2008), luas wilayah Kecamatan Terbanggi Besar sebesar 208,65 Km2. Penggunaan lahan di Kecamatan Terbanggi Besar terdiri dari lahan sawah sebesar 2.583 ha dan lahan bukan


(15)

sawah sebesar 9.104 ha. Sebagian besar penggunaan lahan di Kecamatan Terbanggi Besar dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Oleh sebab itu sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar sebagai sumber pendapatan dan mata pencaharian pokok penduduk di Kecamatan Terbanggi Besar.

Berdasarkan Terbanggi Besar Dalam Angka (2008), sarana jalan raya yang dimiliki Kecamatan Terbanggi Besar terdiri dari 56,5 km jalan aspal, 25 km jalan yang diperkeras, dan 87,5 km jalan tanah. Kondisi jalan yang baik akan sangat mendukung perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Dilihat dari sifat dan bahannya, rumah penduduk di Kecamatan Terbanggi Besar terdiri dari 14.089 unit dinding terbuat dari batu/gedung permanen, 1.121 unit semi permanen, 2.876 unit dinding terbuat dari kayu, dan 5.000 unit dinding terbuat dari bambu.


(16)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VARIETAS HIBRIDA

PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Skripsi)

Oleh

Anggun Permata Sari

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(17)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Produksi usahatani jagung varietas hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dipengaruhi oleh luas lahan (X1), pupuk TSP/SP-36 (X4), dan tenaga kerja (X8).

2. Produksi jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah secara teknis berada pada daerah II (Constant return to scale), sedangkan secara ekonomis, penggunaan input pada usahatani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah belum efisien.

3. Usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kabupaten Lampung Tengah berdaya saing tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio biaya privat (PCR) sebesar 0,52 artinya untuk meningkatkan nilai tambah output Rp 100, maka diperlukan tambahan biaya sebesar Rp 52, dan rasio biaya sumberdaya domestik (DRCR) sebesar 0,10, artinya setiap US$ 1 yang dibutuhkan untuk impor jagung jika diproduksi di Lampung Tengah hanya membutuhkan biaya sebesar US$ 0,10.


(18)

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Petani diharapkan mampu mengalokasikan penggunaan input yang tepat sesuai dengan anjuran BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kecamatan

Terbanggi Besar. Penggunaan pupuk urea dan NPK/Phonska perlu dikurangi, sedangkan penggunaan pupuk kandang dan SP-18 perlu ditambah, agar dapat diperoleh produksi yang maksimal.

2. Pemerintah diharapkan mampu melakukan kebijakan yang dapat memberikan insentif bagi petani, yaitu: (1) Memberikan subsidi input yang tepat sasaran, dan diimbangi dengan perbaikan fasilitas penunjang produksi seperti mesin pertanian, (2) Memperbaiki sistem pemasaran input agar dapat tersedia tepat waktu, (3) Memperbaiki sistem tataniaga jagung hibrida dengan

memberdayakan peran Gapoktan sebagai penyedia sarana produksi, penanganan pasca panen dan pemasaran, sehingga dapat menghindari

oligpsoni pada pemasarn jagung dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

3. Peneliti lain diharapkan mampu meneliti beberapa pola tanam jagung hibrida yang berbeda-beda, untuk mengetahui pola tanam yang paling menguntungkan bagi petani pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar.


(19)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Teguh Endaryanto, S.P., M.Si. ...

Sekretaris : Ir. Suriaty Situmorang, M.Si. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Eka Kasymir, M.S. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(20)

Judul Skripsi : ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN DAYA SAING JAGUNG VARIETAS HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH IRIGASI

DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH Nama Mahasiswa : Anggun Permata Sari

Nomor Pokok Mahasiswa : 0514021015

Jurusan/Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Teguh Endaryanto, S.P., M.Si. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si. NIP. 19691003 199403 1 004 NIP. 19620816 198703 2 002

2. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. NIP. 19620623 198603 1 003


(21)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar

Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam dan manusia yang terdapat di tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian, seperti tanah, air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah, dan lain sebagainya.

Usahatani jagung hibrida adalah suatu bentuk organisasi produksi yang dilakukan di lahan tertentu (dalam penelitian ini dilakukan di lahan sawah irigasi) dengan komoditi jagung.

Luas lahan adalah luas lahan yang digunakan untuk usahatani jagung, diukur dengan satuan luas (ha).

Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut.


(22)

Lahan bukan sawah adalah semua lahan selain sawah, seperti lahan pekarangan, huma, ladang, tegalan/kebun, lahan perkebunan, kolam/tambak, danau, rawa dan lainnya. Lahan yang berstatus lahan sawah yang sudah tidak berfungsi sebagai lahan sawah lagi, dimasukkan dalam lahan bukan sawah.

Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang mempunyai jaringan irigasi di mana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam sawah lebih mudah. Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh PU. Ciri – ciri irigasi teknis antara lain: air dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunannya permanen.

Lahan sawah irigasi setengah teknis adalah lahan sawah yang memperoleh irigasi, tetapi dalam hal ini PU hanya menguasai bangunan penyadap untuk dapat

mengatur dan mengukur pemasukan air, sedangkan pada jaringan selanjutnya tidak diukur dan tidak dikuasai oleh PU. Ciri – ciri irigasi setengah teknis antara lain adalah : air dapat diatur ke seluruh sistem, tetapi yang dapat diukur hanya sebagian (primer/sekunder) dan sebagian bangunan belum permanen

(sekunder/tersier), tetapi primer sudah permanen.

Lahan sawah non irigasi adalah lahan sawah yang tidak memperoleh pengairan dari sistem irigasi, tetapi tergantung pada air alam seperti : air hujan, pasang surut air sungai/laut, dan air rembesan. Lahan sawah non irigasi terdiri dari :


(23)

b. Lahan sawah pasang surut, yaitu lahan sawah yang pengairannya tergantung pada sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.

c. Lahan sawah lainnya (lebak, polder, rembesan, lahan rawa yang dapat ditanami padi dan lain–lain).

Produksi jagung hibrida adalah produksi yang dapat dihasilkan tanaman jagung hibrida per satuan luas lahan, diukur dalam satuan ton.

Produktivitas jagung hibrida adalah hasil produksi jagung hibrida per satuan luas lahan yang digunakan dalam berusahatani jagung, diukur dalam satuan ton per hektar (ton/ha).

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam, yang meliputi biaya tenaga kerja, benih, pupuk, obat-obatan, sewa tanah, nilai penyusutan alat, biaya panen, iuran-iuran, bunga kredit, dan pajak, diukur dalam rupiah (Rp).

Varietas unggul jagung hibrida merupakan benih jagung dari varietas hibrida yang berasal dari keturunan pertama (F1) hasil persilangan varietas bersari bebas, varietas bersari bebas dan galur, atau galur dan galur.

Hasil produksi adalah jumlah produksi jagung hibrida pada musim 2008, diukur dalam satuan ton (ton).

Harga produk adalah nilai jual jagung di tingkat petani, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


(24)

Penerimaan adalah jumlah produksi total jagung selama satu kali musim tanam dikalikan harga jagung di tingkat petani, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).

Daya saing usahatani jagung adalah kemampuan usahatani untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada.

Harga bayangan dari suatu produk atau faktor produksi merupakan social opportunity cost, yaitu nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif terbaik, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga pasar/harga privat/ harga finansial adalah tingkat harga riil yang diterima petani dalam penjualan hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor produksi, diukur dalam rupiah (Rp).

Keuntungan sosial adalah keuntungan yang dinilai berdasarkan selisih penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. diukur dalam satuan rupiah (Rp)

Keuntungan finansial atau privat adalah selisih penerimaan dan biaya sesungguhnya yang diterima dan dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolahan hasil dalam sistem pertanian, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Privat Cost Ratio adalah indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem komoditi untuk membayar biaya sumberdaya domestic dan tetap kompetitif. Jika PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki


(25)

keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.

Domestic Resource Cost Ratio adalah indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk

menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRCR < 1, dan sebaliknya tidak mempunyai keunggulan komparatif jika DRCR >1.

Efek divergensi dihitung dengan menggunakan identitas divergensi (divergences identity). Menurut Pearson et.al (2005), semua nilai yang ada dibaris ketiga merupakan selisih antara baris pertama (usahatani yang diukur dengan harga aktual atau harga privat) dengan baris kedua (usahatani yang diukur dengan harga sosial).

Rasio biaya privat (Private Cost Ratio) adalah indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem komoditi untuk membayar biaya sumberdaya domestik dan tetap kompetitif.

Rasio biaya sumberdaya domestik (BSD)/DRC adalah rasio antara biaya input domestik dengan nilai tambahan output atau selisih antara penerimaan ekonomi dengan input asing ekonomi.


(26)

B. Metode, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survai dan observasi, dan dilaksanakan di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) mengingat Kecamatan Terbanggi Besar merupakan salah satu sentra produksi jagung lahan sawah irigasi di Kabupaten Lampung Tengah. Hasil prasurvey menjelaskan bahwa Desa Karang Endah dan Desa Nambah Dadi merupakan desa sentra produksi jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar, sehingga desa tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian. Survey ke lapangan dilaksanakan pada bulan November 2009 – Januari 2010.

C. Responden dan Jenis Data

Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani jagung yang menggunakan benih hibrida di Desa Karang Endah Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling).

Perhitungan jumlah sampel responden menggunakan persamaan (Sugiarto, 2003):

n = N Z2 S2 ...(9) Nd2 + Z2 S2

di mana :

n = Jumlah sampel petani jagung N = Jumlah populasi petani jagung Z = tingkat kepercayaan (90% = 1,64) S2 = Varian sampel (5% = 0,05)


(27)

Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa di Desa Karang Endah terdapat 32 kelompok tani dengan jumlah anggota sebanyak 1.265 petani, sedangkan di Desa Nambah Dadi terdapat 47 kelompok tani dengan jumlah anggota sebanyak 1.239 petani, sehingga jumlah populasi petani jagung di dua desa tersebut adalah 2.504 petani. Dari jumlah populasi petani jagung yang ada pada dua desa tersebut ditentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus (9), yaitu:

53 05 , 0 ) 64 , 1 ( ) 05 , 0 ( 504 . 2 05 , 0 ) 64 , 1 ( 504 . 2 2 2 2    x x x x

n orang responden.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 53 petani jagung. Kemudian dari jumlah sampel yang didapat, ditentukan sampel tiap desa secara alokasi proporsional dengan rumus :

na = Na x nab Nab di mana :

na = Jumlah sampel desa A nab = Jumlah sampel keseluruhan Na = Jumlah populasi desa A Nab = Jumlah populasi keseluruhan

Dengan demikian diperoleh sampel di desa: nKarang Endah = 1.265 x 53

2.504

= 26,76 ≈ 27 orang nNambah Dadi = 1.239 x 53

2.504


(28)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh sampel di Desa Karang Endah sebanyak 27 petani, dan di Desa nambah Dadi diperoleh 26 petani.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan, sedangkan data sekunder diambil dari sumber-sumber atau instansi-instansi terkait.

D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis efisiensi produksi usahatani jagung

a. Pendugaan fungsi produksi usahatani jagung

Untuk menganalisis efisiensi produksi maka terlebih dahulu dilakukan analisis fungsi produksi dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematis model yang digunakan adalah:

Y = boX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5X6b6X7b7X8b8 eu ...(10)

Metode estimasi yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Untuk memudahkan analisis, maka fungsi produksi ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linier sebagai:


(29)

di mana:

bo = Intersep

bi = Koefisien regresi penduga variabel ke-i Y = Produksi yang dihasilkan

X1 = luas lahan (ha) X2 = jumlah benih (kg) X3 = pupuk urea (kg) X4 = pupuk SP-36 (kg) X5 = pupuk SP-18 X6 = pupuk KCl (kg) X7 = pupuk NPK/Phonska X8 = pupuk kandang (kg) X9 = pestisida (kg b.a) X10 = tenaga kerja (HOK) u = unsur sisa

Analisis data dan pengujian hipotesis menggunakan software dengan SPSS, sehingga uji F dan uji t tidak lagi dilakukan secara manual.

b. Analisis efisiensi produksi

Untuk melihat apakah penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani jagung telah efisien atau belum digunakan analisis efisiensi produksi. Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui tingkat efisiensi, yaitu:

(1). Syarat keharusan, menunjukkan tingkat efisiensi teknis yang dapat terlihat dari fungsi produksi yang tercapai pada saat berada di daerah rasional (0 < Ep > 1).

(2). Syarat kecukupan, ditandai oleh keuntungan maksimum, yang tercapai apabila nilai produk marginal (NPM) faktor produksi yang digunakan sama dengan harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinalnya (Pxi atau BKMxi).


(30)

Return to scale (RTS) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usahatani yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant,

atau decreasing return to scale. Hipotesis yang digunakan adalah: Ho : ∑ bi = 1

H1 : ∑ bi ≠ 1

Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji t dengan rumus:

Sx bi hitung t n i

    1 1 ...(12) k n ei Sx n i  

1

2 ...(13) di mana:

n i ei 1 2

= jumlah kuadrat sisa n = jumlah pengamatan k = jumlah koefisien regresi Sx = simpangan baku

Kaidah pengambilan keputusan adalah:

(1). Jika t-hitung > t-tabel, maka tolak Ho, artinya proses produksi usahatani jagung hibrida berada pada skala usaha yang menaik atau menurun. (2). Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka terima Ho, artinya proses produksi

usahatani jagung hibrida berada pada skala usaha yang konstan

Untuk mengetahui apakah produksi usahatani jagung hibrida sudah efisien atau tidak, maka digunakan persamaan:


(31)

NPM = Pxi atau

Pxi NPM

= 1...(14) di mana:

NPM = nilai produk marjinal dari faktor produksi Pxi = harga faktor produksi

Apabila nilai produk marjinal (NPM) lebih besar dari harga faktor produksi, maka penggunaan faktor produksi harus ditambah. Akan tetapi, faktor produksi harus dikurangi apabila nilai produk marjinal lebih kecil dari harga faktor produksi. Apabila nilai produk marjinal sama dengan harga faktor produksi, maka penggunaan faktor produksi telah efisien secara ekonomi, dan menghasilkan keuntungan maksimum.

2. Analisis daya saing usahatani jagung hibrida

Daya saing usahatani jagung dianalisis dengan Policy Analysis Matrix (PAM), karena PAM dapat digunakan untuk mengukur tingkat persaingan pada

berbagai tingkat keuntungan (finansial dan ekonomis), efisiensi ekonomi atau keunggulan komparatif, dan dampak/pengaruh kebijakan pemerintah.

a. Analisis keuntungan

Perhitungan daya saing dengan model PAM dapat dilakukan melalui matriks PAM yang terdapat pada Tabel 9. Baris pertama adalah perhitungan berdasarkan harga finansial (privat) atau harga setelah ada kebijakan. Baris kedua merupakan perhitungan berdasarkan harga sosial dan baris ketiga merupakan selisih antara harga privat dan harga sosial yang menunjukkan adanya kebijakan terhadap input dan output.


(32)

Tabel 5. Format dasar matrik analisis kebijakan (Policy Analysis Matriks) . Penerimaan Biaya Keuntungan Tradeable Non-tradeable

Nilai finansial/privat A B C D Harga sosial E F G H Efek divergensi I J K L

Sumber : Monke dan Pearson, 1995.

di mana: Keuntungan Finansial (D) = A-(B+C)

Keuntungan Ekonomi (H) = E-(F+G)

Transfer Output (OT) (I) = A-E

Transfer Input tradeable/Input (IT) (J) = B-F Transfer Input non- tradeable/Faktor (FT) (K) = C-G Transfer Bersih (NT) (L) = I-(K+J)

Rasio Biaya Privat (PCR) = C/(A-B)

Rasio BSD (DRC) = G/(E-F)

Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO) = A/E Koefisien Proteksi Input Nominal (NCPI) = B/F

Koefisien Proteksi Efektif (EPC) = (A-B)/(E-F)

Koefisen Keuntungan (PC) = D/H

Rasio Subsidi Bagi Produsen (SRP) = L/E

(1) Metode penentuan harga bayangan (shadow price)

Shadow price meliputi bermacam-macam barang dan jasa, baik berupa hasil produksi maupun sumber-sumber yang digunakan untuk kegiatan produksi. Shadow price dari suatu produk atau faktor produksi merupakan social opportunity cost, yaitu nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif yang terbaik. (Gray et al, 2005)

Latar belakang digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah bahwa: (1) harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan harga yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut, dan (2) harga pasar juga tidak mencerminkan apa


(33)

yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih dan digunakan dalam aktivitas tertentu, digunakan untuk aktivitas lain yang masih tersedia di dalam masyarakat (Gray et.al, 1995).

Menurut Gray et al. (1995), harga bayangan input ditentukan berdasarkan border price atau harga perbatasan. Untuk input tradeable ditentukan berdasarkan harga f.o.b dan harga c.i.f, sedangkan input non-tradeable dan

indirtectly traded ditentukan berdasarkan harga aktualnya atau harga pasar.

Untuk menetapkan harga sosial (bayangan) digunakan harga perbatasan f.o.b (Free On Board) jika input atau output tersebut merupakan barang/komoditas yang diekspor, dan memakai harga c.i.f (Cost Insurance and Freight) jika input atau output merupakan barang/komoditas yang diimpor. Hal ini dilakukan karena harga sosial sungguhan yang berlaku dalam keadaan pasar bersaing sempurna dan pada kondisi keseimbangan tidak (akan) pernah ada.

(2) Harga bayangan input dan output

Penentuan harga bayangan input produksi jagung hibrida pada penelitian ini yaitu:

(a) Harga bayangan benih

Harga bayangan benih jagung hibrida didekati harga privat benih di daerah penelitian. Hal ini dikarenakan benih jagung hibrida yang digunakan oleh petani merupakan benih sebar yang sebagian besar sudah diproduksi di dalam negeri.


(34)

(b) Harga bayangan pupuk urea dan KCl

Harga bayangan untuk pupuk urea dan KCl didekati dari harga f.o.b, karena Indonesia berperan sebagai net eksportir kedua jenis pupuk tersebut.

(c) Harga bayangan pupuk TSP/SP-36, SP-18, NPK dan bahan aktif pestisida

Harga bayangan pupuk TSP/SP-36, SP-18, NPK dan bahan aktif pestisida didekati dari harga c.i.f karena Indonesia berperan sebagai net importir ketiga jenis pupuk tersebut.

(d) Harga bayangan tenaga kerja

Menurut Gray et al. (1995), pasar tenaga kerja di Indonesia terutama di bidang pertanian merupakan tenaga kerja tak terlatih, sehingga shadow price dari tenaga kerja dapat didekati dari shadow wage (upah) bagi seorang tenaga kerja.

(e) Harga bayangan lahan

Menurut Gittinger (1986), penilaian harga bayangan lahan dapat berupa nilai sewa aktual, harga beli maupun berupa keuntungan dari tanah untuk tanaman alternatif terbaik. Dalam penelitian ini, harga bayangan lahan yang digunakan adalah nilai sewa aktual lahan.


(35)

(f) Harga bayangan peralatan

Penentuan harga bayangan peralatan didekati dai nilai penyusutan peralatan selama semusim karena tidak ada kebijakan pemerintah yang secara langsung mengatur harga peralatan..

(g) Harga bayangan output

Indonesia merupakan negara net importir jagung, sehingga pendekatan harga bayangan jagung menggunakan harga c.i.f jagung.

(h) Harga bayangan nilai tukar

Harga sosial nilai tukar rupiah ditetapkan berdasarkan pendekatan SCF (Standard Conversion Factor), yaitu dengan membandingkan semua nilai impor dan ekspor (berdasarkan harga batas) dengan nilai berdasarkan harga domestik. Secara matematis formulasi untuk mencari nilai SCF tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Gitinger, 1982; Tinbergen dalam Jhingan, 1988; Kadariah, 1988; dan Djamin, 1984).

M + X

SCF = ...(15) (M + Tm) + (X –Tx)

OER

SER = ...(16) SCF

di mana : SCF = Faktor Konversi Baku

OER = Nilai tukar resmi (Official Exchange Rate) SER = Nilai tukar bayangan (Shadow Exchange Rate) M = Nilai impor (Rp)

X = Nilai ekspor (Rp) Tm = Pajak impor (Rp)


(36)

b. Efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi

(1). Private Cost Ratio (PCR)/Rasio Biaya Privat = C/(A-B)

Private Cost Ratio (PCR)/Rasio Biaya Privatmerupakan rasio antara biaya input domestik dengan nilai tambah output atau selisih antara penerimaan finansial dengan input asing finansial. Jika PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki keunggulan kompetitif dan sebaliknya jika PCR < 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.

(2). Domestic Resource Cost Ratio (DRCR)/Rasio BSD = G/(E-F): yaitu indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRC < 1, dan sebaliknya, jika DRC >1 berarti sistem tidak mempunyai keunggulan komparatif.


(37)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pertanian adalah salah satu sektor yang menjadi titik berat pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian terus digalakkan oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan produksi dan produktivitas berbagai komoditas pertanian yang menjadi andalan bangsa Indonesia. Komoditas pertanian yang termasuk komoditas andalan Indonesia adalah jagung. Jagung menjadi salah satu komoditas pangan yang penting karena sangat dioerlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri.

Dilihat dari pola konsumsi pangan penduduk Indonesia, jagung merupakan pangan pokok yang menjadi salah satu sumber energi selain beras. Jagung merupakan komoditas yang mempunyai peluang untuk dikembangkan, karena selain untuk bahan pangan, jagung juga digunakan untuk pakan ternak dan

biofuel. Tahun 2008, konsumsi jagung di dalam negeri mencapai 8,60 juta ton, di mana sebanyak 4,10 juta ton digunakan untuk kebutuhan perusahaan pakan ternak, dan sisanya sebanyak 4,50 juta ton digunakan sebagai bahan konsumsi masyarakat (Septiono, 2009).


(38)

Peningkatan aktivitas industri peternakan Indonesia tentunya akan berimbas terhadap peningkatan permintaan jagung sebagai salah satu input dalam produksi ternak. Oleh karena itu dengan potensi yang dimiliki dan prospek pasar yang menjanjikan, maka pengembangan komoditas jagung perlu terus ditingkatkan. Di Indonesia, ada lima sentra produksi utama komoditas jagung, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas kelima sentra produksi utama komoditas jagung tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas jagung di lima sentra jagung di Indonesia, tahun 2007

No Propinsi Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas

(ton/ha)

1 Jawa Timur 1.154.365 4.393.656 3.81

2 Jawa Tengah 571.484 2.206.639 3.86

3 Lampung 368.325 1.339.074 3.64

4 Sulawesi Selatan 254.526 896.839 3.52

5 Sulawesi Utara 227.277 788.091 3.47

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Propinsi Lampung menempati urutan ketiga sebagai penghasil jagung terbesar setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah di Indonesia. Total produksi jagung di Propinsi Lampung pada tahun 2007 adalah 1.339.074 tondengan luas panen 368.325 ha dan produktivitas 3,64 ton/ha. Perkembangan (dinamika) luas panen, produksi, dan produktivitas jagung Propinsi Lampung tahun 2003-2007 disajikan pada Tabel 2.


(39)

Tabel 2. Perkembangan (dinamika) luas panen, produksi, dan produktivitas jagung Propinsi Lampung, 2003 – 2007

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 2003 2004 2005 2006 2007 330.852 364.842 411.629 332.640 368.325 1.087.751,00 1.216.974,00 1.439.000,00 1.183.982,00 1.339.074,00 3,29 3,34 3,50 3,56 3,64

Rata-rata 361.657 1.253.356,20 3,47

Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2004 – 2008

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi jagung di Propinsi Lampung selama periode tahun 2003 – 2007 cenderung fluktuatif. Produksi terus

mengalami peningkatan dari tahun 2003 – 2005 diikuti dengan peningkatan luas panen dan produktivitas, puncaknya terjadi pada tahun 2005, di mana produksi mencapai 1.439.000 ton. Namun pada tahun 2006, produksi jagung Propinsi Lampung mengalami penurunan karena menurunnya luas panen jagung dari 411.629 ha menjadi 332.640 ha. Pada tahun 2007, produksi kembali meningkat seiring dengan peningkatan luas panen dan produktivitas.

Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya produktivitas jagung adalah masih banyaknya petani yang menggunakan varietas lokal. Pemanfaatan benih jagung hibrida di Indonesia baru sekitar 30% - 40%. Dilihat dari aspek hasil panen, varietas lokal hanya mampu menghasilkan sekitar 2—3 ton/ha, sementara varietas hibrida berkisar 8 - 10 ton/ha (Saragih, 2006). Dari 10 kabupaten/kota yang ada di Propinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah mampu


(40)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa Kabupaten Lampung Tengah termasuk sentra produksi jagung ketiga di Propinsi Lampung setelah Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan. Namun demikian, produktivitas jagung Kabupaten Lampung Tengah masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Selatan dan Bandar Lampung, tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Timur yang merupakan sentra produksi pertama komoditas jagung di Propinsi Lampung.

Tabel 3. Perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas usahatani jagung Propinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2007

No Kota/Kabupaten Luas lahan

(Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung Metro 939 8.211 97.917 112.797 91.872 33.429 10.987 12.837 176 806 2.996 28.887 374.099 408.201 337.305 113.010 36.528 42.307 674 2.760 3,19 3,52 3,82 3,62 3,67 3,38 3,33 3,29 3,83 3,42 Sumber : Lampung Dalam Angka, 2008

Data pada Tabel 3 mengindikasikan bahwa usahatani jagung di Kabupaten Lampung Tengah cukup baik dan perlu terus ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi produksi jagung di Propinsi Lampung. Tabel 4 menggambarkan luas tanam jagung per kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2008.


(41)

Tabel 4. Luas tanam jagung hibrida per Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2008 (dalam satuan hektar)

No Nama Kecamatan

Lahan Lahan

Total Sawah Bukan Sawah

1 Gunungsugih 9980 5173 15153

2 Terbanggi Besar 12913 3172 16085

3 Seputih Mataram 5103 8624 13727

4 Seputih Surabaya 0 5826 5826

5 Rumbia 0 11594 11594

6 Seputih Banyak 375 7482 7857

7 Seputih Raman 18644 3464 22108

8 Punggur 8620 1513 10133

9 Trimurjo 8890 240 9130

10 Bangun Rejo 703 27122 27825

11 Kalirejo 65 10624 10689

12 Padang Ratu 336 6917 7253

13 Terusan Nunyai 0 1719 1719

14 Bumi Ratu Nuban 1164 2114 3278

15 Bekri 1260 17808 19068

16 Seputih Agung 6900 9472 16372

17 Way Pengubuan 735 8578 9313

18 Bandar Mataram 4278 28961 33239

19 Pubian 781 11972 12753

25 Way Seputih 271 669 940

26 Bandar Surabaya 0 3378 3378

27 Anak Ratu Aji 2222 4941 7163

28 Putra Rumbia 0 24761 24761

Sumber: Dinas Pertanian Lampung Tengah, 2009

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa Kecamatan Terbanggi Besar merupakan daerah penanaman jagung hibrida di lahan sawah tertinggi kedua setelah

Kecamatan Seputih Raman di Kabupaten Lampung Tengah. Selain itu, terdapat juga jagung yang ditanam pada lahan bukan sawah di Kecamatan Terbanggi Besar, sehingga total luas tanam jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar pada tahun 2008 adalah 16.085 ha. Menurut Soeprapto (2005), berdasarkan tipe


(42)

lahan, jagung dapat ditanam di lahan kering (tegalan) dan lahan sawah. Lahan sawah terbagi lagi menjadi lahan sawah irigasi dan tadah hujan.

Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Terganggi Besar merupakan lahan sawah irigasi. Soeprapto (2005) mengatakan bahwa usahatani jagung yang dilakukan pada lahan sawah irigasi umumnya sudah menggunakan teknologi maju, misalnya penggunaan banih jagung hibrida. Pada umumnya lahan sawah relatif lebih subur dibandingkan lahan non sawah. Hal tersebut terbukti dari pengalaman petani, di mana sekalipun jagung varietas konvensional yang ditanam, jika ditanam di ekosistem lahan sawah, maka produktivitasnya akan lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem lahan bukan sawah, karena tingkat kesuburan tanahnya yang cukup baik.

Peningkatan produksi pertanian, khususnya jagung, juga dapat diupayakan melalui inovasi teknologi. Di antara komponen teknologi produksi, varietas unggul mempunyai peran penting dalam peningkatan produksi jagung. Perannya menonjol dalam potensi hasil per satuan luas, komponen pengendalian

hama/penyakit (toleran), dan kesesuaian terhadap lingkungan. Kini telah banyak benih varietas unggul jagung yang dipasarkan. Dari segi jenisnya, dikenal dua jenis jagung yakni hibrida dan komposit. Jagung hibrida termasuk varietas unggul. Selain memiliki keunggulan dalam jumlah produksi, jagung hibrida juga memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit yang sering menyerang jagung.

Selama ini, rendahnya penggunaan benih jagung hibrida antara lain disebabkan oleh harganya yang lebih mahal dibandingkan benih lokal. Faktor lain adalah jagung hibrida juga membutuhkan pupuk kimia dengan dosis tinggi, sehingga


(43)

petani yang menanamnya harus memiliki modal yang cukupbesar. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan input menjadi sangat penting diperhatikan dalam rangka meminimalisasi biaya produksi.

Hasil akhir yang diinginkan petani dari proses usahatani adalah keuntungan.

Kualitas dan kuantitas jagung yang dihasilkan akan menentukan jumlah

keuntungan yang akan diperoleh petani. Semakin baik kualitas yang dihasilkan, maka harga jual jagung akan lebih tinggi. Kemudian, adanya tambahan produksi karena penggunaan benih berkualitas unggul akan meningkatkan keuntungan petani. Keuntungan yang diperoleh dapat berupa keuntungan finansial maupun keuntungan ekonomi. Besarnya keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi akan memperlihatkan sejauh mana daya saing jagung hibrida tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah :

1. Apa saja faktor-faktor yang memperngaruhi produksi jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah?

2. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi dalam proses produksi usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah sudah efisien?

3. Apakah usahatani jagung varietas hibrida yang diusahakan petani pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah sudah berdaya saing tinggi?


(44)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpngaruh terhadap produksi jagung hibrida di lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah

2. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani jagung hibrida di lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah

3. Menganalisis daya saing usahatani jagung varietas hibrida di lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:

1. Pertimbangan bagi petani dalam melakukan usahatani jagung hibrida. 2. Masukan dan bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan

kebijakan pembangunan pertanian. 3. Bahan referensi untuk penelitian sejenis.


(45)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Petani Jagung Hibrida

1. Umur Petani Jagung Hibrida

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui umur petani jagung hibrida berkisar antara 21 – 68 tahun. Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil rata-rata umur petani jagung hibrida sebesar 48,62 tahun dengan kisaran umur antara 21 – 64 tahun. Sebaran petani jagung berdasarkan umur di Kecamatan Terbanggi Besar dapat dilihat pada

Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan umur di Kecamatan Terbanggi Besar, 2008/2009

Kelompok umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase 21 – 64

65 – 68 48 5

90,57 9,43

Jumlah 53 100,00

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa mayoritas petani jagung di Kecamatan Terbanggi Besar berada pada umur 21 – 64 tahun (90,57 %). Hal ini menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian berada pada umur produktif secara ekonomi dimana petani cukup potensial untuk melakukan kegiatan usahataninya.


(46)

2. Pendidikan petani jagung hibrida

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menerima inovasi baru, serta berpengaruh terhadap perilaku petani dalam mengelola kegiatan usahataninya. Jenjang pendidikan petani jagung hibrida di daerah penelitian yaitu dari tingkat SD hingga SMA. Tingkat pendidikan yang paling banyak dicapai oleh petani jagung hibrida yaitu tamat sekolah dasar sebanyak 28 orang (52,83%). Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Terbanggi Besar dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Terbanggi Besar, 2008/2009

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase

Tidak tamat SD 4 7,55

Tamat SD 28 52,83

Tamat SMP 8 15,09

Tamat SMA 13 24,53

Jumlah 53 100,00

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan petani jagung di daerah penelitian tergolong rendah. Sebanyak 28 petani dengan persentase sebesar 52,83% hanya mengenyam pendidikan hingga tamat SD dan sebanyak 13 orang dengan persentase 24,53% mengenyam pendidikan hingga tamat SMP. Petani yang memiliki jenjang pendidikan tinggi pada umumnya akan lebih cepat menguasai dan menerapkan teknologi yang diterima dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah.


(47)

3. Jumlah tanggungan keluarga petani jagung hibrida

Jumlah tanggungan keluarga merupakan semua orang yang berada dalam satu rumah yang menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah keluarga yang ditanggung oleh petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar berkisar antara 1 – 7 orang. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Terbanggi Besar disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Terbanggi Besar, 2008/2009

Tanggungan keluarga Jumlah (orang) Persentase 1 2 3 4 5 6 7 4 15 26 6 1 - 1 7,54 28,30 49,06 11,32 1,89 - 1,89

Jumlah 53 100,00

Pada Tabel 11 diketahui bahwa rata-rata jumlah keluarga yang ditanggung oleh petani jagung hibrida adalah 3 orang dengan persentase sebesar 49,06. Besarnya jumlah anggota rumah tangga tersebut akan

mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja dalam rumah tangga, sehingga dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja luar keluarga.

4. Pengalaman berusahatani jagung petani jagung hibrida

Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang dapat dijadikan penentu dalam keberhasilan berusahatani. Semakin banyak


(48)

pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani maka petani akan semakin terampil dalam melakukan usahataninya. Petani yang telah memiliki pengalaman usahatani 10 tahun atau lebih, dianggap sudah memiliki kemampuan dan kemapanan dalam berusahatani, baik dalam cara berusahatani, hingga menanggulangi risiko gagal dalam berusahatani.

Pengalaman usahatani petani jagung hibrida di daerah penelitian berkisar antara 2 - 48 tahun. Pada Tabel 12 diketahui bahwa mayoritas petani jagung hibrida memiliki pengalaman usahatani yang berkisar antara 11 - 48 tahun dengan persentase sebesar 86,79%. Sebaran petani jagung berdasarkan pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan pengalaman berusahatani, 2008/2009

Pengalaman berusahatani (tahun)

Jumlah (orang) Persentase 2 – 10

11 – 48 46 7

13,21 86,79

Jumlah 53 100,00

5. Pekerjaan non usahatani petani jagung hibrida

Untuk meningkatkan penghasilan rumah tangga sebagian petani mempunyai pekerjaan non usahatani. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan pekerjaan non usahatani dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan pekerjaan non

usahatani, 2008/2009

Pekerjaan sampingan Jumlah (orang) Persentase Ada

Tidak ada

29 24

54,72 45.28


(49)

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa selain berusahatani, petani jagung di daerah penelitian juga memiliki pekerjaan lain untuk meningkatkan penghasilan rumah tangga. Sebanyak 29 petani (54,72%) di Kecamatan Terbanggi Besar memiliki pekerjaan non usahatani. Dari hasil penelitian, sebagian besar petani jagung hibrida di daerah penelitian menjadi peternak sapi atau unggas, selain itu juga ada beberapa petani yang menjadi

pedagang.

6. Luas lahan dan status penguasaan lahan petani jagung hibrida

Lahan merupakan salah satu faktor yang penting dalam kegiatan usahatani. Luas lahan merupakan total lahan yang digunakan petani jagung hibrida untuk berusahatani jagung hibrida. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa luas lahan petani jagung hibrida berkisar antara 0,25 – 3,5 ha. Sementara itu, rata-rata luas lahan garapan petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar adalah 0,67 ha. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan luas lahan, 2008/2009

Luas lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase < 0,5

0,5 – 1,00 > 1,00

12 36 5

22,64 67,92 9,44

Jumlah 53 100,00

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian petani jagung hibrida di daerah penelitian merupakan petani gurem yang memiliki luas


(50)

lahan berkisar < 0,50 ha dengan persentase sebesar 22,64%. Sebanyak 67,92 adalah petani kecil yang memiliki luas lahan antara 0,5 – 1,00 ha. Sisanya merupakan petani kaya dengan kepemilikan lahan sudah di atas 1,00 ha sebesar 9,44% (Sayogyo, dalam Irma 2010).

Sebagian besar lahan yang diusahkan adalah lahan milik petani, tetapi ada beberapa petani yang menyewa lahan untuk menambah lahan garapannya. Selain itu, ada juga petani yang menggunakan sistem sakap (bagi hasil). Nilai bagi hasil yang digunakan biasanya 2:1, 3:1 atau 1:1. Untuk sistem bagi hasil 2:1, petani penggarap memperoleh 2/3 bagian dari total produksi jagung dan pemilik lahan memperoleh 1/3 bagian dari total produksi jagung. Untuk sistem bagi hasil 3:1, petani penggarap memperoleh 3/4 bagian dari total produksi dan pemilik memperoleh ¼ bagian dari total produksi, sedangkan sistem bagi hasil 1:1 jumlah produksi total dibagi sama rata untuk petani penggarap dan pemilik lahan.

B. Produksi dan Budidaya Jagung Hibrida

1. Produksi Jagung Hibrida

Hasil produksi jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi jagung hibrida pada umumnya yang berkisar 8-12 ton/ha. Rata-rata produksi jagung hibrida di

Kecamatan Terbanggi Besar yaitu 3819,25 kg per 0,67 ha atau 5.700,37 kg/ha. Setelah panen, jagung hibrida langsung dijual kepada


(51)

Harga jual jagung di Kecamatan Terbanggi Besar pada umumnya

ditentukan oleh agen/pedagang pengumpul. Berdasarkan hasil wawancara, hanya beberapa petani yang dapat melakukan penawaran harga jual

berdasarkan kualitas dan warna jagung. Kualitas jagung dilihat dari

cacat/retak atau tidaknya biji jagung setelah dipipil, dan warna biji jagung. Jagung yang dipanen lebih awal biasanya akan retak setelah dipipil,

sehingga harga jual yang diterima petani lebih rendah. Untuk warna biji jagung, lebih disukai biji yang berwarna kuning mengkilat. Rata-rata harga jual jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar yaitu Rp 1482,08

2. Budidaya Jagung Hibrida

a. Pola Tanam

Jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar ditanam secara monokultur pada lahan sawah irigasi. Selama 1 tahun, jagung hibrida hanya ditanam 1 kali. Musim tanam untuk jagung hibrida berkisar antara bulan Agustus sampai November dan dipanen pada bulan November-Januari. Umur panen untuk jagung hibrida berkisar antara 90-115 hari.

Setelah menanam jagung hibrida, pada musim tanam II, petani akan menanam padi. Awal musim tanam padi dimulai pada bulan Januari, karena pada bulan tersebut lahan sawah di Kecamatan Terbanggi Besar mendapat jatah aliran irigasi. Petani yang memanen jagung sebelum bulan Januari biasanya akan membiarkan lahan sawahnya. Musim panen


(52)

yaitu antara bulan Mei-Agustus, lahan pertanian di daerah penelitian biasanya ditanami tanaman kacang tanah, jagung lokal, atau dibera. Pola tanam jagung yang umum dilakukan oleh petani jagung hibrida selama 1 tahun disajikan pada Gambar 3.

Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Gambar 3. Pola tanam jagung hibrida di Kecaamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah

b. Budidaya jagung hibrida

Budidaya jagung hibrida di daerah penelitian dimulai dengan proses pengolahan lahan. Petani jagung di daerah penelitian pada umumnya mengunakan traktor dalam mengolah lahanya, dan sebagian mengolah lahan dengan bantuan ternak (sapi). Lama pengolahan lahan berkisar antara 1-2 hari jika menggunakan traktor dan 3-5 hari jika menggunakan ternak (sapi). Setelah proses pengolahan lahan selesai, kegiatan

selanjutnya adalah penanaman. Jarak tanam yang digunakan oleh petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar bervariasi. Jarak tanam yang biasa digunakan adalah 25x60 cm2, 20x60 cm2, 20x70 cm2, 25x75 cm2, 20x80 cm2.

Setelah penanaman ada beberapa petani yang melakukan penyulaman. Hal ini dilakukan apabila ditemukan benih yang gagal tumbuh. Kegiatan

Padi Jagung

K.Tanah/ Jgg Lokal/


(53)

berikutnya yaitu penyiangan. Sebagian besar petani di daerah penelitian menggunakan herbisida untuk penyiangan gulma. Namun, ada juga beberapa petani yang menggunakan cara mekanis untuk penyiangan yaitu dengan mencabut rumput atau memotongnya dengan menggunakan arit. Untuk melakukan penyiangan secara kimiawi, petani di daerah penelitian menggunakan herbisida dengan merk Gramaxone. Penyiangan dilakukan dengan cara penyemprotan herbisida.

Kegiatan selanjutnya adalah pemupukan. Sebagian besar petani jagung hibrida di daerah penelitian melakukan pemupukan sebanyak 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 7-15 hari. Pemupukan kedua dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 bulan. Pupuk yang umum digunakan di daerah penelitian adalah urea, SP-36, SP-18, NPK/Phonska, serta pupuk kandang. Untuk kegiatan pemberantasan hama dan penyakit hanya dilakukan oleh beberapa petani. Hal ini dikarenakan banyak petani yang menganggap serangan hama dan penyakit yang menyerang masih belum melampaui ambang batas ekonomi dan tidak terlalu merugikan petani, sehingga tidak perlu dilakukan penyemprotan insektisida atau fungisida.

C. Penggunaan Sarana Produksi

1. Penggunaan benih

Benih jagung yang digunakan oleh petani di daerah penelitian bervariasi. Benih jagung yang biasa digunakan adalah Bisi-2, Bisi-16, Bisi 816, P-12, P-16, P-21, NK-22, dan NK-99. Pada umumnya benih jagung dibeli di


(54)

kios-kios pertanian atau di kelompok tani yang menyediakan benih jagung hibrida. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan benih yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan benih yang digunakan, 2008/2009

Merek benih Jumlah

(orang) Persentase Bisi-2 Bisi-16 Bisi 816 P-12 P-16 P-21 NK-22 NK-99 22 8 6 2 1 2 11 1 41,51 15,09 11,32 23,54 1,89 3,77 20,75 1,89

Jumlah 53 100,00

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa mayoritas petani jagung (41,51%) menggunakan benih jagung merek Bisi-2 dan sisanya menggunakan varietas lain. Benih jagung merek Bisi-2 banyak digunakan karena petani sudah terbiasa menggunakan benih ini, dan petani sudah yakin dengan hasil produksi Bisi-2 yang cukup tinggi. Selain itu, beberapa petani juga mengatakan harga benih Bisi-2 lebih murah dibandingkan dengan benih jagung merk lain serta benih Bisi-2 lebih kecil sehingga jumlah benih dalam 1 kantung lebih banyak, dan pada akhirnya dapat menghemat biaya benih. Rata-rata jumlah benih yang digunakan oleh petani jagung dapat dilihat pada Tabel 16.


(55)

Tabel 16. Rata-rata penggunaan benih jagung per usahatani dan per hektar oleh petani jagung hibrida, 2008/2009

Keterangan Penggunaan

benih

Anjuran penggunaan

benih (kg)

Persentase (kg)

Per usahatani (0,67 ha) 12.91 13.4 96.34

Per hektar 19.27 20 96.35

Pada Tabel 16 terlihat bahwa penggunaan rata-rata benih jagung hibrida oleh petani masih dibawah anjuran, baik per usahatani maupun per hektar. Kekurangan penggunaan benih jagung ini dikarenakan sebagian besar petani menggunakan benih merk Bisi 2. Benih merk Bisi 2 memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan benih merk lain, sehingga jumlah benih dalam ukuran kemasan 5 kg menjadi lebih banyak. Oleh karena itu, penggunaan benih per satuan luas tanam menjadi lebih efisien.

2. Penggunaan pupuk urea, TSP/SP-36, SP-18, NPK/Phonska, KCl, dan Pupuk Kandang

Pupuk yang paling banyak digunakan oleh petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar adalah pupuk urea. Penggunaan pupuk urea di daerah penelitian melebihi anjuran sebesar 307,66/ha (123,06%). Berdasarkan hasil penelitian, kelebihan penggunaan pupuk urea dikarenakan kelangkaan pupuk TSP/SP-36 di pasaran, sehingga untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman jagung hibrida, petani memilih menambah dosis pupuk urea atau NPK/Phonska.

Harga pupuk urea di Kecamatan Terbanggi Besar juga relatif lebih murah karena mendapat subsidi dari pemerintah. Oleh karena itu, petani yang


(56)

memiliki keterbatasan modal cenderung menambah dosis pupuk urea dan mengurangi dosis pupuk yang lain seperti TSP/SP36 dan KCl untuk mengurangi biaya produksi. Penggunaan pupuk SP-18 masih di bawah anjuran. Hal ini dikarenakan pupuk Sp-18 termasuk pupuk yang baru di pasaran, ketersediaanya masih terbatas dan informasi mengenai pupuk SP-18 masih belum disampaikan ke seluruh petani, sehingga hanya sedikit petani yang menggunakan pupuk SP-18. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat pada Tabel 17.

Berdasarkan Tabel 17, rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP-36 sebesar 26,89. Sedikitnya penggunaan pupuk TSP/SP-36 dikarenakan kelangkaan pupuk tersebut di pasaran, sehingga sebagian petani beralih menggunakan pupuk SP-18 atau mengganti penggunaan pupuk TSP/SP36 dengan pupuk NPK/Phonska. Untuk pupuk KCl, hanya digunakan oleh beberapa petani, karena harga pupuk KCl yang sangat mahal. Selain itu, ada beberapa petani yang sulit mendapatkan pupuk KCl. Hal ini dikarenakan harga pupuk KCl yang sangat tinggi dan minimnya petani yang menggunakan pupuk KCl, sehingga hanya beberapa kios pertanian yang masih menjual pupuk KCl .


(57)

Tabel 17. Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh petani responden, 2008/2009

Jenis pupuk Penggunaan Anjuran *

Jumlah (kg) Persentase penggunaan terhadap anjuran

(kg)

Per usahatani (0.67 ha)

Urea 206.13 123.06 167.5

TSP/SP-36 26.89 40.13 67

SP-18 13.21 19.72 67

KCl 5.75 8.58 67

NPK/Phonska 85.85 128.13 67

Kandang 1495.66 44.65 3350

Per hektar

Urea 307.66 123.06 250**

TSP/SP-36 40.13 - 40.13 100***

SP18 19.72 19.72 100**

NPK/Phonska 128.13 128.13 100**

KCl 8.58 8.58 100***

Kandang 2232.33 44.65 5000***

Keterangan:

* : Anjuran penggunaan pupuk yang dikeluarkan oleh BPP Terbanggi Besar

** : Anjuran penggunaan pupuk pada tahun 2010 *** : Anjuran penggunaan pupuk pada tahun 2008/2009

3. Penggunaan pestisida

Pestisida dalam usahatani jagung digunakan untuk memberantas serangan hama dan penyakit, serta gulma (rumput). Penggunaan pestisida di Terbanggi Besar tidak dilakukan secara manual, tetapi menggunakan alat bantu yaitu sprayer. Dari Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar petani responden (41,51%) menggunakan obat-obatan merek Gramoxone yang berfungsi untuk memberantas gulma, selain itu digunakan juga fungisida seperti Lindomin dan Amistartop, serta insektisida dengan merk Buldok.


(58)

Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan jenis pestisida yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Sebaran petani responden berdasarkan jenis pestisida yang digunakan, 2008/2009

Jenis Jumlah (orang) Persentase

Gramoxone 22 41,51

Lindomin 1 1,89

Amistartop 4 7,55

Buldok 2 3,77

Jumlah petani yang menggunakan pestisida

29 58,49

Jumlah petani yang tidak menggunakan pestisida

24 41,51

Total 53 100,00

4. Penggunaan tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam mengelola usahatani. Penggunaan tenaga kerja di Terbanggi Besar terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Tenaga kerja yang dicurahkan dalam usahatani jagung hibrida terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita diukur setara dengan hari orang kerja (HOK). Penyetaraan dilakukan berdasarkan upah dan jam kerja tenaga kerja pria dan wanita. Upah tenaga kerja di Kecamatan Terbanggi Besar sebesar Rp 35.000 per hari.


(59)

Tabel 19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani jagung hibrida per usahatani dan per hektar, tahun 2008/2009

Jenis Kegiatan TKDK

(HOK)

TKLK (HOK)

Total TK (HOK) Per usahatani (0,67 ha)

Pengolahan lahan Penanaman Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III Pengendalian HPT I Pengendalian HPT II Penyiangan Pemanenan 0,93 1.45 2.45 2.18 0.29 0,40 0,04 7.88 2,76 9,15 6,15 1,54 1,22 0,22 0,04 - 2,82 11,36 10,08 7,49 3,99 3,40 0,51 0,44 0,04 10,70 14,12

Jumlah 18,38 32,48

Total TKDK + TKLK 50,86

Per hektar Pengolahan lahan Penanaman Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III Pengendalian HPT I Pengendalian HPT II Penyiangan Pemanenan 1,39 2,16 3,66 3,26 0,43 0,59 0,05 11,76 4,12 13,66 9,17 2,29 1,81 0,33 0,06 - 4,20 16,96 14,95 11,23 5,95 5,07 0,76 0,65 0,05 15,96 21,08

Jumlah 27,41 48,59

Total TKDK + TKLK 75,90

Pada Tabel 19 terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung lebih banyak berasal dari tenaga kerja luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja terbanyak yaitu pada kegiatan pemanenan

sebesar 14,12 HOK. Selain pemanenan, penyiangan dan pengolahan lahan juga menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,70 HOK dan 10,08 HOK. Pada saat pemanenan, petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja borongan, sehingga lebih banyak menyerap tenaga kerja dan mempercepat proses pemanenan. Untuk penyiangan, lebih banyak dikerjakan secara manual dengan menggunakan arit,


(60)

sehingga waktu penyiangan menjadi lebih lama. Pada waktu pengolahan lahan, petani di daerah penelitian lebih banyak menggunakan traktor, dan ada beberapa petani yang menggunakan ternak.

D. Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Jagung hibrida

1. Pendugaan fungsi produksi usahatani jagung hibrida

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung varietas hibrida oleh petani ditentukan berdasarkan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 13.0 dengan memasukkan seluruh variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap produksi jagung varietas hibrida. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani jagung hibrida digunakan analisis pendugaan fungsi produksi. Model regresi yang digunakan adalah model Ordinary Least Square (OLS).

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar, yaitu luas lahan (X1), benih (X2), pupuk urea (X3), pupuk TSP/SP-36 (X4), pupuk SP-18 (X5), pupuk KCL (X6), pupuk NPK/Phonska (X7), pupuk kandang (X8), pestisida (X9), dan tenaga kerja (X10). Kemudian dilakukan analisis regresi menggunakan metode enter dengan memasukkan seluruh variabel bebas yang diduga mempengaruhi produksi usahatani jagung hibrida. Hasil analisis regresi fungsi produksi usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di


(61)

Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, 2008/2009

Variabel Koef. Sig. VIF

Regresi

Konstanta 7,303 0,000

Ln X1 (Luas lahan) 0,581 0,003 15,605

Ln X2 (Benih) 0,098 0,574 14,479

Ln X3 (Pupuk Urea) 0,041 0,659 3,153

Ln X4 (Pupuk TSP/SP-36) 0,024 0,186 1,904

Ln X5 (Pupuk SP-18) 0,012 0,622 2,032

Ln X6 (Pupuk KCL) 0,031 0,173 1,237

Ln X7 (Pupuk NPK/Phonska) 0,002 0,865 1,303

Ln X8 (Pupuk Kandang) 0,004 0,675 1,431

Ln X9 (Pestisida) 0,005 0,865 1,375

Ln X10 (Tenaga kerja) 0,162 0,200 5,756

F-hitung 37,794

R² adjusted 0,876

R² 0,900

Durbin Watson 2,029

Pada model pertama fungsi produksi yang diregresi dengan metode enter, diperoleh hasil analisis regresi dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi, yaitu 0,900. Akan tetapi, dalam model masih terdapat masalah mutikoloniaritas. Gejala multikoloniaritas dapat diketahui dengan melihat nilai koefisien korelasi, jika nilainya di atas 0,8 berarti terjadi

multikoloniaritas yang serius di dalam model. ( Soekartawi, 1995) Selain itu, Sarwoko (2005) mengatakan, multikoloniaritas dikatakan parah apabila angka VIF dari suatu variabel melebihi 10.


(62)

Dari hasil analisis regresi, diketahui nilai koefisien korelasi masing-masing variabel di bawah 0,8, tetapi variabel lahan dan benih memiliki nilai VIF di atas 10. Hal ini mengindikasikan dalam model masih terdapat masalah multikoloniaritas. Oleh karena itu, dilakukan regresi dengan metode backward, dengan harapan dapat memperoleh hasil fungsi produksi terbaik. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jagung hibrida dengan menggunakan metode backward pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jagung hibrida dengan menggunakan metode backward pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, 2008/2009

Variabel Koef. Sig. VIF

Regresi

Konstanta 7,769 0,000

Ln X1 (Luas Lahan) 0,706 0,000 3,805

Ln X4 (Pupuk TSP/SP-36) 0,016 0,285 1,366

Ln X6 (Pupuk KCL) 0,033 0,112 1,105

Ln X10 (Tenaga Kerja) 0,188 0,064 4,039

F-hitung 104,211

R² adjusted 0,888

R² 0,897

Durbin Watson 1,947

Pada model regresi dengan metode backward diperoleh hasil analisis regresi dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi, yaitu 0,897.

Namun, model fungsi produksi yang diperoleh menghilangkan beberapa variabel utama dalam produksi jagung hibrida, yaitu faktor benih dan pupuk yang memiliki unsur N, sehingga model ini tidak dapat digunakan.


(1)

finansial). Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Sahara dan Idris (2005) tentang efisiensi produksi sistem usahatani padi sawah di lahan sawah irigasi teknis di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, menyatakan bahwa secara teknis faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi padi sawah adalah luas panen, pestisida dan tenaga kerja. Ketiga faktor produksi tersebut masih bisa dinaikkan jumlahnya untuk meningkatkan produksi. Secara ekonomis efisiensi produksi dalam usahatani padi di lahan sawah irigasi belum optimal. Penggunaan pupuk SP-36 sebanyak 76,60 kg/ha perlu

dikurangi walaupun jumlahnya masih di bawah anjuran (yaitu 100 – 150 kg/ha) untuk mencapai efisien. Dilihat dari sisi ekonomi, harga pupuk SP-36 di tingkat petani mencapai Rp 1.550/kg, sehingga dengan mengurangi alokasi biaya pembelian pupuk, maka tingkat pendapatan petani akan mengalami peningkatan.

Penelitian Andersan (2009), tentang analisis daya saing dan pendapatan usahatani jagung hibrida serta faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan benih jagung hibrida di Kabupaten Lampung Tengah, memperlihatkan bahwa usahatani jagung hibrida di Kabupaten Lampung Tengah pada umumnya menguntungkan. Hal tersebut terjadi karena petani bisa menutupi semua biaya, baik biaya variabel maupun biaya tetap. Keuntungan yang diperoleh petani selama satu musim tanam adalah Rp 5.176.985,97. Usahatani jagung hibrida berlangsung selama empat


(2)

bulan, artinya pada umumnya petani bisa memperoleh keuntungan 1.294.246,49 per bulan.

Selanjutnya hasil penelitian Andersan (2009) juga mengungkapkan bahwa usahatani jagung hibrida di Kabupaten Lampung Tengah memiliki daya saing tinggi karena memiliki keunggulan kompetitif maupun komparatif. Keunggulan kompetitif usahatani jagung hibrida yang diukur dari PCR (private cost ratio) adalah 0,343, artinya untuk memperoleh nilai tambah Rp 100, maka diperlukan tambahan biaya sebesar Rp 34,30. Keunggulan komparatif yang diukur dari DRCR (domestic resources cost ratio) sebesar 0,137, artinya setiap US$ 1 yang dibutuhkan untuk impor jagung, jika diproduksi di Lampung Tengah hanya membutuhkan biaya sebesar US$ 0,137.

Penelitian Priyanto (2009), tentang analisis keuntungan dan daya saing usahatani jagung hibrida di Kabupaten Lampung Timur, menunjukkan bahwa usahatani jagung hibrida di Kabupaten Lampung Timur menguntungkan. Rasio antara penerimaan dengan biaya tunai adalah 2,06, sedangkan rasio antara penerimaan dengan total biaya adalah 1,06. Selain itu diketahui bahwa usahatani jagung hibrida di Kabupaten Lampung Timur memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Keunggulan kompetitif ditunjukkan oleh nilai rasio biaya privat (PCR) sebesar 0,38, artinya untuk memperoleh nilai tambah Rp 100, maka diperlukan tambahan biaya sebesar Rp 38. Keunggulan komparatif yang diukur dari DRCR (domestic resources cost ratio) sebesar 0,21, artinya setiap US$ 1 yang dibutuhkan untuk impor jagung, jika diproduksi di Lampung Tengah hanya membutuhkan biaya sebesar US$ 0,21.


(3)

C. Kerangka Pemikiran

Jagung merupakan salah satu komoditas pangan yang dapat dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk olahan. Kegunaan lain dari jagung adalah untuk pakan ternak, bahan baku industri bir, farmasi, dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol. Kebutuhan jagung yang terus meningkat menjadi peluang pengembangan peningkatan produksi jagung dalam negeri. Salah satu cara peningkatan porduksi jagung adalah dengan penggunaan varietas hibrida. (Purwanto, 2008)

Rendahnya penggunaan benih jagung varietas hibrida disebabkan oleh masih terbatasnya benih jagung hibrida di tingkat petani dan harga benih yang tinggi, ditambah lagi dengan sifat tanaman jagung hibrida yang peka terhadap pupuk, yang akan memperbesar biaya yang harus dikeluarkan oleh petani. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien merupakan hal yang mutlak ada dalam proses produksi untuk keberhasilan produksi, karena keuntungan maksimum hanya akan tercapai dengan

mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara efisien. Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input.

Peningkatan produksi pertanian harus meningkatkan pendapatan (keuntungan) petani khususnya dan sektor pertanian pada umumnya. Pendapatan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi jagung hibrida dengan harga jual jagung hibrida dikurangi dengan total biaya produksi. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam. Menurut


(4)

Soekartawi (1995), biaya dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap (seperti sewa tanah, pajak, pembelian alat-alat pertanian, iuran irigasi) dan biaya tidak tetap (seperti biaya yang diperlukan untuk pembelian bibit, pupuk, obat-obatan, pembayaran upah tenaga kerja).

Perbandingan yang menguntungkan antara nilai dan biaya produksi merupakan salah satu perangsang bagi petani untuk meningkatkan produksinya. Untuk meningkatkan pendapatan atau perbandingan yang menguntungkan tersebut, maka penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien menjadi sesuatu yang

mutlak/keharusan.

Selama ini penelitian tentang efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Propinsi Lampung masih relatif sedikit. Hal tersebut mendorong peneliti mengkaji efisiensi penggunaan faktor produksi jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kabupaten Lampung Tengah. Selain efisiensi produksi, daya saing produk di pasar juga akan menjadi pendorong bagi peningkatan harga jual produk di pasar.

Jika suatu produk berdaya saing rendah (komparatif dan kompetitif), maka ada kecenderungan harganya kurang stabil (bahkan cenderung rendah) dan

mengakibatkan gairah petani untuk memproduksinya menjadi rendah. Karena penerimaan mereka (dengan harga jual produk yang rendah) relatif kecil sehingga pendapatannya rendah. Sebaliknya, jika suatu produk berdaya saing tinggi, maka ada kecenderungan harganya stabil bahkan cenderung naik, dan posisi tawar petani sebagai produsen relatif kuat. Hal ini akan mendorong petani bergairah melakukan usahatani tersebut, karena dengan posisi tawar yang tinggi petani dapat


(5)

menentukan harga jual produk. Selain itu, dengan harga jual produk yang stabil (karena berdaya saing tinggi) petani akan merasa tidak khawatir dengan harga jual produknya, sehingga mereka merasa nyaman berusahatani. Kerangka pikir yang demikian disajikan pada Gambar 2

C. Hipotesis

1. Diduga faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar adalah luas lahan (X1), benih (X2), pupuk urea (X3), pupuk TSP/SP-36 (X4), pupuk SP-18 (X5), pupuk KCL (X6), pupuk NPK/Phonska (X7), pupuk kandang (X8), pestisida (X9), dan tenaga kerja (X10).

2. Diduga proses produksi usahatani jagung hibrida pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah belum efisien.


(6)

Gambar 2. Kerangka pemikiran analisis efisiensi produksi dan daya saing usahatani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, tahun 2009

Usahatani Jagung Hibrida Faktor Produksi:

1. Luas Lahan (X1) 2. Benih (X2) 3. Pupuk Urea(X3) 4. Pupuk SP36 (X4) 5. Pupuk SP18 (X5) 6. Pupuk KCl(X6) 7. Pupuk NPK (X7) 8. Pupuk Kandang

(X8)

9. Pestisida (X9) 10. Tenaga Kerja

(X10)

Produksi

Efisiensi Produksi

Harga Output

Penerimaan Biaya Produksi

Keuntungan

Finansial PAM Ekonomi

DAYA SAING

Kebutuhan jagung meningkat

Perlu adanya peningkatan produksi, antara lain dengan peningkatan