Komparasi Efisiensi Dan Pendapatan Usahatani Kedelai Pada Lahan Sawah Tadah Hujan Dan Lahan Kering Di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh

KOMPARASI EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI
PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DAN LAHAN KERING
DI KABUPATEN PIDIE JAYA, ACEH

MUHAMMAD ISMAIL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Komparasi Efisiensi
dan Pendapatan Usahatani Kedelai pada Lahan Sawah Tadah Hujan dan Lahan
Kering di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016
Muhammad Ismail
NRP H351120271

RINGKASAN
MUHAMMAD ISMAIL. Komparasi Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Kedelai
pada Lahan Sawah Tadah Hujan dan Lahan Kering di Kabupaten Pidie Jaya,
Aceh. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan AMZUL RIFIN.
Produktivitas kedelai nasional masih sebesar 1.45 ton per hektar, sedangkan
potensi hasil yang dicapai 2.0-3.0 ton per hektar. Penanaman kedelai telah umum
dilakukan oleh petani namun pengelolaan usahatani yang tepat akan mampu
meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani. Hipotesis awal adalah produksi
dan produktivitas usahatani kedelai di lahan sawah tadah hujan lebih tinggi
dibandingkan produksi dan produktivitas usahatani kedelai di lahan kering.
Faktor-faktor produksi pada usahatani kedelai yang diduga berpengaruh terhadap
produktivitas kedelai adalah lahan, benih, pupuk padat, pupuk cair, pestisida
padat, pestisida cair, dan tenaga kerja yang berasal dari luar dan dalam keluarga
petani.

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
efisiensi teknis usahatani kedelai pada lahan sawah tadah hujan dan lahan kering;
menganalisis pendapatan usahatani kedelai pada lahan sawah tadah hujan dan
lahan kering; dan menganalisis dampak lahan sawah tadah hujan dan lahan kering
terhadap efisiensi teknis dan pendapatan usahatani kedelai di Kabupaten Pidie
Jaya. Penelitian ini menggunakan data cross section input dan output usahatani
kedelai periode September-Desember 2014 melalui wawancara mendalam secara
langsung pada 100 petani responden.
Analisis efisiensi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan stochastic frontier dan metode estimasi Maximum Likelihood Estimate
(MLE). Dilakukan juga analisis usahatani untuk menghitung pendapatan
usahataninya. Hasil analisis menunjukkan bahwa efisiensi teknis usahatani kedelai
pada lahan sawah tadah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi teknis
usahatani kedelai di lahan kering, namun setelah dilakukan uji beda dapat
dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan efisiensi teknis dari kedua tipe lahan.
Sementara itu, faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani kedelai
yang merupakan sumber inefisiensi teknis usahatani yaitu umur, pendidikan
formal petani, pengalaman berusahatani kedelai, jumlah tanggungan keluarga,
dummy keikutsertaan mengikuti penyuluhan, dan dummy tipe lahan.
Hasil analisis menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata dalam

menjelaskan sumber-sumber inefisiensi teknis usahatani kedelai adalah umur
petani, dan pengalaman berusahatani kedelai masing-masing pada taraf nyata 15
persen. Sedangkan variabel pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga,
dummy keikutsertaan mengikuti penyuluhan, dan dummy tipe lahan tidak
berpengaruh nyata hingga taraf 25 persen. Hasil uji t-independent menunjukkan
tidak terdapat perbedaan tingkat efisiensi teknis, dan pendapatan usahatani kedelai
antara kedua tipe lahan. Meskipun demikian, usahatani kedelai di lahan sawah
tadah hujan relatif lebih efisien secara teknis namun pendapatan usahatani di lahan
kering justru lebih tinggi. Disarankan kepada petani untuk menerapkan teknologi
anjuran yang diajarkan secara tepat agar diperoleh produksi yang maksimal.
Kata kunci: efisiensi teknis, kedelai, lahan kering, Pidie Jaya, tadah hujan

SUMMARY
MUHAMMAD ISMAIL. Efficiency and income comparation of soybean farming
at rainfed and dry land in Pidie Jaya district, Aceh. Supervised by ANNA
FARIYANTI and AMZUL RIFIN.
National soybean productivity is about 1.45 ton/ha, while the potential of
product which is accomplished is about 2.0–3.0 ton/ha. Soybean cultivation has
been generally done by farmers but the right farming management will increase
the farming production and income. The initial hypothesis is production and

productivity of soybean farming in rainfed land is higher than the production and
productivity of soybean farming in dry land. In soybean farming production
factors which are expected to affect to soybean productivity are land, seed, solid
fertilizer, liquid fertilizer, solid pesticide, liquid pesticide and the labors that come
from outside or inside of farmer family.
The aims of this research were to analyze the factors that influence
technical efficiency of soybean farming in rainfed and dry land; to analyze the
revenue of soybean farming in rainfed and dry land; and to analyze the impact of
rainfed and dry land toward the technical efficiency and the revenue of farming in
Pidie Jaya district. This research used cross section input and output data of
soybean farming in September to December 2014 period by doing direct deep
interview to 100 farmers as respodents.
Efficiency analysis in this research used pattern stochastic frontier
approach and Maximum Likelihood Estimate (MLE) estimation method.
Moreover, the farming analysis to count the farming’s revenue was done. The
result showed that the technical efficiency of soybean farming in rainfed land is
higher than the technical efficiency of soybean farming in dry land, but after the
test of difference was done, it can be stated that there is no difference in technical
efficiency between those two land types. Meanwhile, factors that influence the
technical efficiency of soybean farming as the source of farming technical

inefficiency are age, farmer’s formal education, experience of doing soybean
farming, the number of dependents, participation in attending extention dummy,
and land type dummy.
The result showed that the variables which have a significant affect to
explain the sources of soybean farming technical inefficiency are farmer’s age and
the experience in doing soybean farming by 15 percent each. The t-independent
test result showed that there is no difference of technical efficiency level and the
income of soybean farming between both of those two land type. Nevertheless,
soybean farming in rainfed land is relatively more efficient in technical efficiency
but the income of farming in dry land is higher. It is recommended that farmers
apply the recommendation technology which was taught appropriately to obtain
maximal productivity.
Keywords: dry land, Pidie Jaya, rainfed, soybean, technical efficiency

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KOMPARASI EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI
PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DAN LAHAN KERING
DI KABUPATEN PIDIE JAYA, ACEH

MUHAMMAD ISMAIL

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji luar komisi pada ujian tesis

: Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sembahkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
efisiensi, dengan judul Komparasi Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Kedelai
pada Lahan Sawah Tadah Hujan dan Lahan Kering di Kabupaten Pidie Jaya,
Aceh. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari
banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Amzul
Rifin, SP MA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan,
arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari
penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan

kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Penguji pada pelaksanaan Ujian
Tesis sekaligus Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MAdev
selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi
Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan kemudahan yang diberikan
selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.
4. Ir Basri Abu Bakar, MSi selaku Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Aceh, dan Ir T Iskandar, MSi selaku mantan Kepala Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Aceh atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Agribisnis Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
5. Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi
Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
6. Teman-teman seperjuangan pada Program Studi Agribisnis Angkatan III,
Sekolah Pascasarjana IPB atas diskusi, masukan dan keceriaan selama
mengikuti pendidikan.
7. Teman-teman anggota Himpunan Mahasiswa Wirausaha Pascasarjana

(HIMAWIPA) IPB yang banyak memberikan bantuan moril dan kebahagiaan
selama menuntut ilmu di kampus IPB.
8. Secara khusus dengan penuh rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus kepada Ayahanda Muhammad Djamil, BA (alm) dan
Ibunda Dra H Nurdiah Manurung serta Bapak mertua Abdul Wahab (alm)
dan Ibu mertua Warsinem (alm) yang selalu mendoakan untuk keberhasilan
penulis.
9. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga khusus disampaikan kepada istriku
tercinta Rahayu dan anakku tersayang Alifah Meutia Ismail yang telah
memberikan dukungan penuh dan pengorbanannya selama penulis mengikuti
pendidikan.

10. Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
namun telah banyak turut memberikan sumbangan saran dan bantuan serta
doa selama penulis kuliah di IPB.
Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai
pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak
yang membutuhkannya.
Bogor, September 2016
Muhammad Ismail


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian


1
1
4
6
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis
Usahatani kedelai
Lahan dan Tipe Lahan

7
7
10
11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Produksi
Konsep Efisiensi Teknis
Konsep Efisiensi Berorientasi Input
Kerangka Operasional

13
13
13
14
16
17

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Sampel
Analisis dan Pengolahan Data
Analisis Fungsi Produksi Stochastic frontier
Analisis Efisiensi Teknis dan Efek Inefisiensi Teknis
Uji Hipotesis
Koefisien Determinasi
Uji beda
Analisis Pendapatan Usahatani Kedelai

19
19
19
19
20
20
22
24
26
27
28

GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Keadaan Geografi dan Topografi Kabupaten Pidie Jaya
Karakteristik Responden
Keragaan Usahatani Kedelai

29
29
31
35

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai
Analisis Usahatani Kedelai

45
45
57

Dampak Tipe Lahan terhadap Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani
Kedelai
61
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

65
65
65

DAFTAR PUSTAKA

66

RIWAYAT HIDUP

83

LAMPIRAN

73

RIWAYAT HIDUP

85

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi kedelai
Indonesia tahun 2009-2015
Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai Provinsi Aceh tahun
2010-2015
Jumlah penduduk berdasarkan usia di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2014
Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok.
Sebaran jumlah responden petani kedelai di Kabupaten Pidie Jaya
Sebaran jumlah responden petani kedelai menurut status kepemilikan
lahan
Deskripsi statistik output dan input faktor produksi usahatani kedelai
SLPTT dan non SLPTT per hektar di Kabupaten Pidie Jaya pada 2014
Hasil estimasi parameter fungsi produksi stochastic frontier pada
usahatani kedelai dengan metode OLS di Kabupaten Pidie Jaya
Hasil estimasi parameter fungsi produksi stochastic frontier pada
usahatani kedelai dengan metode MLE di Kabupaten Pidie Jaya
Efisiensi teknis pada usahatani kedelai di Pidie Jaya pada MT II
(September-Desember 2014)
Hasil estimasi parameter sumber-sumber inefisiensi teknis usahatani
kedelai di Kabupaten Pidie Jaya
Rata-rata pendapatan usahatani dan RC rasio usahatani kedelai per
hektar musim tanam pada lahan sawah tadah hujan
Rata-rata pendapatan usahatani dan RC rasio usahatani kedelai per
hektar musim tanam pada lahan kering
Perhitungan biaya dan pendapatan usahatani kedelai dari kedua tipe
lahan (secara gabungan)

1
3
29
30
33
33
37
46
47
50
51
57
59
63

DAFTAR GAMBAR
1 Efisiensi teknis dan alokatif pada orientasi input
2 Kerangka pemikiran operasional

16
18

3 Sebaran petani responden berdasarkan kelompok umur (2014)
4 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
(2014)
5 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani
kedelai (2014)
6 Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan (2014)
7 Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
(2014)
8 Sebaran petani responden berdasarkan keikutsertaan mengikuti
penyuluhan (2014)
9 Pola tanam pada lahan sawah tadah hujan di Desa Balee Musa
Kabupaten Pidie Jaya (2014)
9 Petani di daerah penelitian melakukan penanaman kedelai di lahan
kering
10 Waduk penampungan air saat musim hujan di Desa Balee Musa

31
32
32
34
34
35
36
41
42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4

5

6

7

8

Hasil uji heterokedastik untuk model fungsi produksi usahatani kedelai
di Kabupaten Pidie Jaya dengan uji Gletjser ................................................. 73
Rata-rata biaya input usahatani kedelai per hektar per musim tanam............ 74
Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja petani sampel kegiatan
usahatani kedelai per hektar di Kabupaten Pidie Jaya pada Musim
Tanam II (September-Desember 2014).......................................................... 74
Uji T independent tingkat efisiensi teknis usahatani kedelai pada lahan
sawah tadah hujan dan lahan kering di kabupaten Pidie Jaya Musim
Tanam II (September-Desember 2014).......................................................... 75
Uji T independent pendapatan atas biaya total usahatani kedelai pada
lahan sawah tadah hujan dan lahan kering di kabupaten Pidie Jaya
Musim Tanam II (September-Desember 2014) ............................................. 76
Hasil pendugaan fungsi produksi Cob-Douglas metode OLS dengan
menggunakan program SAS 9.0 usahatani kedelai pada lahan sawah
tadah hujan dan lahan kering di kabupaten Pidie Jaya Musim Tanam II
(September-Desember 2014) ......................................................................... 77
Hasil uji normalitas fungsi produksi Cob-Douglas metode OLS dengan
menggunakan program SAS 9.0 usahatani kedelai pada lahan sawah
tadah hujan dan lahan kering di kabupaten Pidie Jaya Musim Tanam II
(September-Desember 2014) ......................................................................... 78
Hasil pendugaan fungsi rata-rata (OLS) dan fungsi produksi stochastic
frontier dengan menggunakan program Frontier 4.1 pada usahatani
kedelai pada lahan sawah tadah hujan dan lahan kering di kabupaten
Pidie Jaya Musim Tanam II (September-Desember 2014) ............................ 79

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai dengan nama latin Glycine max (kedelai kuning); Glycine soja
(kedelai hitam) merupakan salah satu komoditas pangan strategis setelah padi dan
jagung yang berperan sebagai bahan baku utama berbagai produk pangan yang
dikonsumsi masyarakat Indonesia secara luas. Kedelai sebagai komoditas strategis
terlihat dari beberapa manfaat seperti memiliki protein yang tinggi serta olahan
biji kedelai juga digunakan pada produk makanan dan non makanan serta sebagai
bahan baku pakan ternak. Kedelai berperan sebagai sumber nabati yang penting
dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena selain aman bagi kesehatan
juga relatif murah dibandingkan sumber protein hewani (Swastika et al. 2007).
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia biji kedelai yang kaya protein dan
lemak serta beberapa bahan gizi penting lainnya, seperti vitamin (asam fitat) dan
lesitin, dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati utama. Biasanya diolah dalam
berbagai bentuk produk seperti tahu (tofu), bermacam-macam saus penyedap
(salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tempe, susu kedelai
(baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung kedelai, minyak (dari sini dapat
dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta
taosi atau tauco. Selain digunakan sebagai sumber protein bagi manusia, bahan
pangan ini juga merupakan sumber protein bagi hewan. Bahan baku pakan ternak
menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen makanan ternak berasal dari kedelai
(Tomich 1992).
Demikian banyaknya produk pangan maupun non pangan yang tergantung
pada bahan baku kedelai, namun Indonesia hingga saat ini masih dihadapkan pada
permasalahan rendahnya produktivitas kedelai nasional, produksi lokal tidak
mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri. Produksi kedelai nasional terus
mengalami penurunan, data Badan Pusat Statistik (2016) pada Tabel 1
menunjukkan bahwa produksi kedelai mengalami penurunan selama tiga tahun
terakhir. Penurunan produksi ini seiring dengan penurunan luas panen hingga
tahun 2013, namun untuk tahun 2015 BPS telah mencatatkan perolehan produksi
Angka Ramalan II sebesar 982 967 ton dari luas panen 624 848 hektar.
Tabel 1 Perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi kedelai
Indonesia tahun 2009-2015
Tahun
Luas Panen (hektar) Produktivitas (ton/hektar) Produksi (ton)
2009
722 791
1.35
974 512
2010
660 823
1.37
907 031
2011
622 254
1.37
851 286
2012
567 624
1.49
843 153
2013
550 793
1.42
779 992
2014
615685
1.55
954 997
2015*
624 848
1.57
982 967
Rataan
623 545
1.45
899 134
Sumber: BPS, 2016 *= Angka Ramalan II

2
Sampai saat ini produktivitas kedelai di tingkat petani masih rendah, ratarata hanya 1.45 ton/hektar sedangkan potensi hasilnya bisa mencapai 2.0-3.0
ton/hektar. Penelitian yang dilakukan pemerintah pada uji lapang membuktikan
produksi kedelai Indonesia sebenarnya mampu mencapai 2.0-2.5 ton/hektar
(Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat 2008). Rendahnya produktivitas ini
disebabkan permasalahan yang terjadi pada sistem agribisnis secara keseluruhan.
Pada subsistem onfarm belum luasnya penggunaan benih bermutu di tingkat
petani, tipe lahan yang bermasalah dalam hal penyediaan air, waktu tanam yang
tidak tepat, serta belum lengkapnya teknologi yang diterapkan. Terpenuhinya
faktor-faktor atau input-input yang mempengaruhi produktivitas tersebut justru
menjadi peluang upaya peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas
di tingkat petani. Peningkatan produksi dan produktivitas kedelai salah satunya
melalui peningkatan luas penanaman, namun harus diiringi dengan penggunaan
varietas unggul, pupuk serta adopsi teknik budidaya lainnya.
Ketersediaan kedelai di pasar akan sangat berdampak pada kestabilan
nasional. Hal ini disebabkan karena ketidaktersediaannya di pasar dengan harga
murah akan menimbulkan kerawanan pangan di Indonesia. Ketersediaan kedelai
sepanjang tahun dengan harga yang stabil terus menjadi perhatian pemerintah. Hal
ini dilakukan pemerintah untuk meminimalkan gejolak multiplier effect di
masyarakat. Sebagai komoditas pangan yang strategis, mungkin terlalu berisiko
bila diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Laju permintaan kedelai
yang terus meningkat dan tidak diimbangi oleh peningkatan produksi kedelai
dalam negeri, akibatnya kesenjangan antara konsumsi dan produksi kedelai
domestic harus dipenuhi melalui impor. Dengan alasan tersebut pemerintah terus
berupaya menyediakan kedelai di pasar melalui impor. Volume impor kedelai
Indonesia (ton) dari tahun 2007 hingga 2011 berdasarkan data Food Association
Organization (2014), berurut sebagai berikut: 1 411 589, 1 173 097, 1 314 620,
1 740 505, dan 2 088 616 dengan rata-rata sebesar 1 545 685 ton setiap tahunnya.
Bagi negara berkembang swasembada pangan merupakan kunci utama
untuk memperkokoh ketahanan pangan nasionalnya. Sumarno et al. (1989),
Rasahan (1999) dan Baharsjah (2004) menyebutkan ketergantungan pada impor
pangan dapat mengancam stabilitas sosial, ekonomi, dan politik nasional.
Kemampuan memenuhi konsumsi pangan dalam negeri juga ditentukan oleh
kinerja pasar internasional yang berada di luar jangkauan kendali pemerintah, oleh
karena itu penting sekali upaya peningkatan produktivitas komoditas strategis
bagi suatu negara. Adapun ketahanan pangan yang ingin dicapai pemerintah harus
didahului dengan tercapainya swasembada pangan itu sendiri. Oleh sebab itu
peningkatan produksi pangan terus diupayakan oleh pemerintah pusat maupun
daerah.
Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2013-2017 memuat empat
kebijakan utama pembangunan pertaniannya, yaitu: 1) swasembada yang
berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah,
daya saing dan ekspor hasil pertanian, 4) peningkatan kesejahteraan petani.
Adapun target produksi tanaman pangan utama tahun 2014 untuk padi sebesar
76.56 juta ton, jagung sebesar 20.82 juta ton, dan kedelai sebesar 2.7 juta ton.
Puslitbangtan (2010) menyebutkan upaya untuk meningkatkan produksi
kedelai dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber pertumbuhan dari
komoditas tersebut. Pemanfaatan sumber pertumbuhan tersebut dapat dilakukan

3
dengan lima cara yaitu: 1) peningkatan produktivitas, 2) perluasan areal tanam, 3)
peningkatan stabilitas hasil, 4) mengurangi senjang hasil, dan 5) mengurangi
kehilangan hasil. Pemerintah telah menetapkan target swasembada kedelai dengan
harapan bisa memenuhi kebutuhan nasional. Kebijakan dan target-target tahunan
produksi kedelai agar tercapai swasembada kedelai tahun 2014 sudah disusun,
yaitu meliputi: (1) peningkatan produktivitas, (2) peningkatan luas areal panen,
(3) pengamanan produksi, dan (4) pengembangan kelembagaan dan pembiayaan.
Keempat kebijakan tersebut juga merupakan fokus pencapaian dalam perspektif
subsistem agribisnis.
Suyamto dan Widiarta (2013) menyebutkan secara nasional peningkatan
produktivitas usahatani ditargetkan meningkat secara bertahap hingga mencapai
1.55 ton/hektar, luas areal panen meningkat hingga 1 742 juta hektar sehingga
produksi mencapai 2.7 juta ton pada tahun 2014. Adapun daerah-daerah yang
dijadikan wilayah pengembangan kedelai yakni Provinsi Aceh, Bengkulu,
Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Saat ini terdapat enam
Provinsi yang berkontribusi besar dalam penyediaan kedelai. Provinsi Jawa Timur
menempati urutan pertama dengan total produksi sebesar (329 461 ton),
selanjutnya Jawa Tengah (99 318 ton), Nusa Tenggara Barat (91 065 ton), Jawa
Barat (51 172 ton), Sulawesi Selatan (45 693 ton) dan Aceh (45 018 ton) (BPS,
2014).
Provinsi Aceh menjadi salah satu provinsi yang diharapkan mampu
mengembangkan kedelai baik secara kuantitas maupun kualitas. Dimana dengan
rata-rata luas panen 36104 ha dan produktivitas 1.45 ton/hektar serta total
produksi 52 365 ton (BPS 2016) ini menjadi potensi yang seharusnya menjadi
perhatian pemerintah pusat dan daerah sehingga mampu menjadi provinsi
penyangga kebutuhan kedelai nasional. Berdasarkan data BPS, luas areal panen
dan total produksi kedelai Provinsi Aceh maupun nasional sejak tahun 2010
hingga 2015 mengalami fluktuasi, demikian pula dengan produktivitasnya.
Adanya peningkatan produktivitas ini diduga diperoleh dari penerapan teknologi
onfarm yang lebih baik oleh petani dan perluasan areal panen. Lebih lengkap luas
panen, produktivitas, dan produksi kedelai Provinsi Aceh terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai Provinsi Aceh tahun
2010-2015
Tahun

Luas Panen (hektar)

2010
2011
2012
2013
2014
2015*
Rata-rata

37 469
35 370
35 599
30 579
42 784
34 826
36 104

Sumber : BPS, 2016

*= Angka Ramalan II

Produktivitas
(ton/hektar)
1.42
1.41
1.45
1.47
1.48
1.47
1.45

Produksi (ton)
53 347
50 006
51 439
45 027
63 352
51 024
52 365

4
Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian1 telah menetapkan
Provinsi Aceh sebagai salah satu sentra produksi kedelai nasional seluas 60 000
hektar dengan target produksi sebesar 123 400 ton. Hal ini sejalan dengan temuan
Puslitbangtan (2010), yang menyatakan Provinsi Aceh memiliki nilai Location
Quotient (LQ) sedang. Artinya lahan pertanian Provinsi Aceh memiliki
kemampuan medium/sedang terhadap sumbangan perekonomian provinsi dan
nasional, dimana Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Aceh Utara, Aceh Barat,
Aceh Selatan memiliki luas 181 390 hektar untuk pengembangan komoditas
kedelai.
Berdasarkan kesesuaian lahan dan potensinya untuk penanaman kedelai di
Provinsi Aceh, Mulyani et al. (2009) menyebutkan terdapat 6 500 hektar
berpotensi tinggi, 175 824 hektar potensi sedang, dan 163 586 hektar berpotensi
rendah dengan total luas lahan sebesar 345 910 hektar. Lebih rinci Mulyani et al.
(2009) menjelaskan lahan yang sesuai untuk kedelai berdasarkan penggunaan
lahannya sebagai berikut: 141 655 hektar pada lahan sawah, 2 567 pada tegalan,
37 790 hektar pada lahan perkebunan, 58 157 hektar pada kebun campuran, 105
741 hektar pada lahan alang-alang atau semak belukar dengan total seluas 345 910
hektar.
Lahan dan tipe lahan merupakan faktor produksi utama dalam berusahatani.
Tipe lahan sangat terkait dengan kondisi fisik biotik dan abiotik di dalamnya yang
turut menentukan kesesuaian pengusahaan komoditas tertentu. Kesesuaian lahan
terhadap komoditas yang akan diusahakan harus menjadi perhatian petani maupun
pemerintah dalam mengelola input beserta target produksinya. Kedelai umumnya
diusahakan setelah padi pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan, sedangkan pada
lahan kering bergantung pada ketersediaan air pada musim hujan. Lahan dengan
tipe dan karakteristiknya akan menentukan jenis, jumlah, maupun input-input
yang digunakan dalam usaha pencapaian produksi suatu komoditas. Penggunaan
tipe lahan ini juga sangat menentukan produktivitas dari tanaman kedelai tersebut,
dimana membahas produktivitas terkait dengan efisiensi teknis. Oleh sebab itu
perlu dilakukannya penelitian efisiensi teknis usahatani kedelai terkait dengan
penggunaan tipe lahan.
Perumusan Masalah
Lahan sebagai tempat berusahatani merupakan faktor produksi utama dalam
sistem agribisnis karena digunakan oleh hampir semua komoditas pertanian.
Persaingan penggunaannya meluas kepada sektor non pertanian seperti
pemukiman dan sarana publik lainnya. Oleh karena pentingnya penyediaan
pangan khususnya kedelai, maka pemerintah mengupayakan pengusahaan kedelai
tidak hanya pada lahan sawah namun telah menuju pada lahan kering yang juga
potensial untuk digunakan. Lahan dengan tipe dan karakteristiknya akan
menentukan jenis, jumlah, maupun input-input yang digunakan dalam usaha
pencapaian produksi suatu komoditas.
Komalasari (2008) yang menyebutkan potensi pengembangan agribisnis
kedelai mempunyai prospek cukup besar, salah satunya didukung oleh potensi
lahan. Pernyataan tersebut didukung oleh Zakaria et al. (2010) yang menyatakan
1

Artikel: Wamentan:Sembilan Persen Kedelai Nasional Berasal Dari Aceh. Kamis, 21 Agustus
201417:17

5
komoditas kedelai layak diusahakan pada semua agroekosistem lahan di
Indonesia.
Secara spesifik Badan Litbang Pertanian (2015) menyebutkan lahan kering
beriklim kering di Provinsi Aceh dataran rendah seluas 687 523 hektar dan di
dataran tinggi seluas 598 622 hektar berpotensi untuk pengembangan padi gogo,
jagung, kedelai, kacang tanah, serta tanaman buah dan sayuran berupa tegalan,
ladang dan kebun campuran. Seluas 58 090 hektar lahan kering beriklim kering
sesuai untuk pengembangan kedelai. Sedangkan lahan kering beriklim basah
seluas 1 189 hektar. Permasalahan yang dihadapi antara lain, kesuburan rendah,
bersifat masam, miskin bahan organik dan rawan erosi.
Produktivitas padi sawah menurut data BPS tahun 2013 di Provinsi Aceh
sebesar 4.70 ton per hektar dan di Kabupaten Pidie Jaya sebesar 5.09 ton per
hektar sedangkan produktivitas padi bukan sawah pada tahun yang sama di
Kabupaten Pidie Jaya sebesar 2.47 ton per hektar dan Provinsi Aceh sebesar 2.46
ton per hektar. Adapun pada lahan sawah irigasi petani lebih memilih tidak
menanam kedelai karena tersedianya air untuk penanaman padi, sehingga tidak
ditemukan data produktivitas kedelai pada lahan sawah.
Kenaikan atau penurunan produksi dapat terjadi karena perubahan
penggunaan faktor-faktor produksi. Pada dasarnya petani akan mengubah
penggunaan faktor-faktor produksi usahataninya bila akan meningkatkan
pendapatannya. Tinaprilla (2012) menyebutkan sesungguhnya faktor-faktor
inefiesiensi produksi harus menjadi perhatian dalam berusahatani, artinya
pengelolaan usahatani menjadi faktor penentu keberhasilan. Terkait dengan
pendapatan usahatani, harga jual produk harus menjadi penarik bagi petani agar
mau mengusahakannya secara berkelanjutan.
Harga output menjadi penting karena posisi petani masih sebagai price
taker. Di sinilah peran penting pemerintah sebagai salah satu elemen penting
dalam subsistem penunjang. Pemerintah dengan kebijakannya tidak hanya dapat
menentukan harga input dan output, melainkan dapat menyediakan sarana
produksi, akses pembiayaan, informasi, serta perbaikan teknologi bagi suatu
usahatani. Hal penting lainnya adalah bagaimana pemerintah mampu
meningkatkan kemampuan pengelolaan usahatani bagi petani sebagai pengelola
usahatani agar mampu berproduksi secara efisien.
Penelitian tentang efisiensi dan pendapatan usahatani telah banyak
dilakukan. Topik penelitian ini didasarkan pada besarnya peluang peningkatan
produksi kedelai Provinsi Aceh melalui pemanfaatan lahan kering yang tersedia
dan peningkatan produktivitas usahatani. Adapun dari sisi onfarm kedelai itu
sendiri bagaimana petani mampu mengelola input-input produksi yang
digunakannya. Dengan demikian, penting untuk membandingkan tingkat efisiensi
usahatani, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan pendapatan usahatani
kedelai agar diperoleh solusi peningkatan maupun perbaikannya, baik dari sisi
petani maupun pemerintah selaku penentu kebijakan pertanian. Menurut
Tinaprilla (2012), penelitian efisiensi menjadi lebih penting bagi negara
berkembang dimana potensi peningkatan produksi pertanian melalui perluasan
area produksi dan pengadopsian teknologi baru sangat terbatas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau langkahlangkah yang dapat dilakukan petani dan pemerintah dalam jangka pendek
maupun jangka panjang untuk menuju Provinsi Aceh sebagai penyangga

6
kebutuhan kedelai nasional. Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan
maka research question yang diajukan adalah apakah terdapat perbedaan efisiensi
teknis dan pendapatan usahatani kedelai di lahan sawah tadah hujan dengan lahan
kering di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan research question
yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, maka pelitian ini bertujuan:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani
kedelai pada lahan sawah tadah hujan dan lahan kering di Kabupaten Pidie
Jaya.
2. Menganalisis pendapatan usahatani kedelai pada lahan sawah tadah hujan dan
lahan kering di Kabupaten Pidie Jaya.
3. Menganalisis dampak lahan sawah tadah hujan dan lahan kering terhadap
efisiensi teknis dan pendapatan usahatani kedelai di Kabupaten Pidie Jaya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi
berbagai pihak, yaitu:
1. Petani sebagai pelaku sekaligus pengelola usahataninya.
2. Pemerintah (policy maker), diharapkan dapat menjadi masukan dalam
pengambilan kebijakan pertanian dalam rangka peningkatan produksi kedelai
maupun kebutuhan komoditas pangan lainnya.
3. Peneliti (researcher), sebagai referensi kajian perencanaan dan pengembangan
potensi wilayah sentra produksi komoditas pangan daerah.
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mengamati tingkat efisiensi teknis dan pendapatan usahatani kedelai,
maka penelitian difokuskan pada sentra produksi yang mempunyai tipe lahan
sawah tadah hujan, dan lahan kering sekaligus yang memiliki produktivitas tinggi,
sedang, dan rendah. Lokasi penelitian yang dipilih adalah hamparan penanaman
kedelai pada lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering sentra produksi di
Provinsi Aceh. Analisis difokuskan pada efisiensi teknis, serta dilanjutkan dengan
menganalisis pendapatan dan dampak tipe lahan sebagai faktor produksi utama
usahatani. Oleh karena itu, data yang digunakan merupakan data tahapan
budidaya, biaya produksi, harga input, dan harga jual produk di tingkat petani di
lokasi penelitian. Sementara pada aspek pemasaran, informasi yang dikumpulkan
hanya harga jual kedelai di tingkat petani. Aspek pemasaran lebih luas tidak
dibahas pada penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer meliputi
karakteristik petani dan usahatani, jumlah dan harga input dan output di tingkat
petani. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintahan yang berkaitan dengan
penelitian ini, seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh, Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, Balai Penyuluhan Pertanian, Badan Pusat Statistik
(BPS), dan instansi lainnya. Penelitian dibatasi pada data usahatani kedelai satu
Musim Tanam (cross section data) September hingga Desember tahun 2014.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis
Amaza & Ogundari (2008) menguji faktor-faktor penentu efisiensi teknis
(TE) produksi kedelai di sabana Guinea. Menggunakan fungsi produksi sthocastic
frontier, dengan teknik estimasi maksimum likelihood (MLE) dalam analisisnya.
Data yang dikumpulkan pada tahun 2006 dari sampel 182 petani kedelai di Borno,
Nigeria. Hasil MLE mengungkapkan bahwa luas lahan, bibit, tenaga kerja
keluarga, tenaga kerja yang disewa, dan pupuk merupakan faktor utama yang
terkait dengan perubahan dalam output dari kedelai dan signifikan (ρ=0.05).
Faktor-faktor produksi seperti luas lahan, bahan tanam (benih), tenaga kerja
keluarga, tenaga kerja yang disewa, dan pupuk memberi efek positif pada output
dengan variabel luas lahan, bibit dan tenaga kerja keluarga signifikan pada
α=0.05. Ini merupakan indikasi bahwa variabel luas lahan, bibit dan tenaga kerja
keluarga merupakan penentu penting dari produksi kedelai di daerah penelitian.
Hasil analisisnya menunjukkan rata-rata technical efficiency (TE) sekitar 79
persen. Implikasinya adalah bahwa produksi kedelai bisa meningkat sekitar 21
persen melalui peningkatan penggunaan sumber daya yang tersedia pada kondisi
pengaplikasian teknologi eksisting. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa
pendidikan; akses pasar dan traksi hewan berpengaruh positif pada TE petani.
Sementara itu, faktor usia dan jenis kelamin berpengaruh negatif TE dengan
signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Implikasi kebijakan dari temuan
ini adalah bahwa petani dengan linkage pasar yang efektif, akses ke pendidikan,
khususnya fasilitas pendidikan penyuluhan dan kredit untuk membeli traksi
hewan akan memperkuat tingkat TE dan potensi produktivitas petani saat ini
kedelai di Borno, Nigeria Utara.
Idrisa et al. (2010) juga meneliti faktor-faktor penentu yang diduga
meningkatkan adopsi benih kedelai di kalangan petani di Borno Selatan.
Menggunakan 360 responden yang dipilih melalui prosedur pengambilan sampel
secara bertingkat. Teknik statistik inferensial model logit, digunakan untuk
memperkirakan kemungkinan adopsi teknologi oleh responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang signifikan mempengaruhi
adopsi benih unggul kedelai petani adalah skala usahatani dan biaya tenaga kerja
luar keluarga. Faktor-faktor ini secara statistik signifikan pada lima persen.
Variabel luas lahan signifikan (ρ≤0,05), tetapi berhubungan negatif dengan adopsi
penggunaan benih bermutu di Borno Selatan, Nigeria. Ini menegaskan hipotesis
bahwa skala usahatani yang lebih kecil lebih respons terhadap peningkatan
pendapatan usahatani. Ditemukan bahwa luas lahan, yang merupakan indikator
status kekayaan, secara signifikan (ρ≤0.05) meningkatkan adopsi benih kedelai di
antara responden di daerah penelitian.
Penelitian Idrisa et al. (2010) tersebut juga menyimpulkan bahwa
pengeluaran untuk tenaga kerja luar keluarga dan pemanfaatan kedelai di tingkat
rumah tangga secara signifikan (ρ≤0,05) mempengaruhi peningkatan adopsi benih
kedelai. Adapun produksi kedelai secara signifikan (ρ≤0,01) mempengaruhi
kemungkinan adopsi. Berdasarkan temuan tersebut rekomendasi yang diberikan
adalah penghematan dan pemberian subsidi biaya tenaga kerja luar keluarga.

8
Selain itu kegiatan penyuluhan harus mendidik dan mendorong petani pada
pemanfaatan kedelai sebagai sumber pangan bergizi bagi rumah tangga.
Chang et al. (2011) menggunakan SFA untuk meneliti efisiensi produksi
pertanian kacang industri di daerah California, sedangkan Essilfie (2011)
menggunakannya untuk menentukan beberapa karakteristik sosial ekonomi dan
praktek manajemen yang mempengaruhi efisiensi teknis dalam produksi jagung di
pusat Ghana. SFPF digunakan oleh Si & Wang (2011) untuk memeriksa
pertumbuhan produktivitas, efisiensi teknis, dan perubahan teknis dalam sektor
kedelai di China. Data yang digunakan adalah panel data set dari 12 besar provinsi
penghasil kedelai di seluruh negara selama periode 1983-2007.
Ligeon et al. (2013) meneliti efisiensi produksi kacang di Bulgaria
menggunakan produksi batas stokastik (stochastic frontier production) dengan
pendekatan Tobit mengevaluasi efisiensi teknis dan inefisiensi usahatani kacang
di Bulgaria dengan menggunakan panel data pada 2000-2002. Adapun Maganga
(2012) melalui penelitian empirisnya meneliti mengenai efisiensi teknis produsen
kentang di Kabupaten Dedza, Irlandia menggunakan data dari 200 petani. Ia
menggunakan SFA dengan model fungsi Translog untuk menduga tingkat
efisiensi teknis pertanian dengan pendekatan dugaan parameter MLE. Penggunaan
fungsi produksi model Translog ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
substitusi atau komplementer antar variabel yang digunakan.
Watkins et al. (2013) meneliti pada program Rice Research Verification
Program (RRVP) dengan tujuan memaksimalkan hasil panen pada lahan yang
sudah terdaftar pada program tersebut. Hasil dari faktor program RRVP ini
mampu mendukung terjadinya efisiensi teknis secara secara penuh dengan skor
satu pada usahatani padi di Arkansas. Disebutkan pula faktor sarana irigasi
memiliki nilai positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi teknis.
Penggunaan inlet irigasi memiliki nilai positif dan signifikan tingkat efisiensi pada
padi hibrida varietas Clearfield. Singh & Singh (2013), menyebutkan irigasi dan
pasokan listrik mampu mempengaruhi kegiatan pertanian di India.
Hasil penelitian Gunawan et al. (2007) membuktikan rata-rata produksi riil
kedelai di Kabupaten Bojonegoro per hektar yang menerapkan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) menjadi lebih tinggi sebesar 1.559 ton
dari 1.2 ton. Hal ini menjelaskan bahwa pengelolaan input produksi sangat
diperlukan dalam upaya peningkatan produktivitas kedelai. Oleh sebab itu,
diperlukan sebuah pembinaan atau penyuluhan agar meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan petani, sehingga akan meningkatkan produksi kedelai.
Hal senada juga dinyatakan dalam laporan Dinas Pertanian Jawa Barat
(2008) pada budidaya padi yang telah menerapkan SLPTT menyatakan, produksi
meningkat pada tahun 2008 sebesar 10 111 069 ton gabah kering giling (GKG)
dibanding tahun 2007 sebesar 9 914 019 ton GKG. Penerapan SLPTT di Provinsi
Jawa Barat berpengaruh secara signifikan sebesar dua persen terhadap
peningkatan produksi padi.
Penelitian Bozuglu & Ceyhan (2007) menyatakan penggunaan kredit
bernilai negatif terhadap inefisiensi teknis dan berpengaruh secara signifikan,
artinya penggunaan kredit mampu menurunkan inefesiensi teknis usahatani di
Provinsi Samsun, Turki. Para petani sayuran menggunakan fasilitas kredit untuk
pembelian input pertanian selama periode pertumbuhan sayuran dan melakukan
pengembalian setelah panen beberapa bulan kemudian. Adanya kredit membantu

9
para petani yang kekurangan modal untuk mengadakan input-input usahatani
sayurannya.
Sama halnya dengan Fernandez & Nuthall (2009), Singh & Singh (2013),
dan Rafiana et al. (2010) yang menunjukkan fasilitas kredit memberi nilai negatif
pada inefisiensi. Adapun Singh & Singh (2013) menggunakan data panel dan
regresi Tobit dalam penelitiannya menyatakan akses kredit tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap efisiensi usahatani. Hal ini disebabkan mekanisme
pengiriman ataupun pengembalian kredit tidak terwujud dengan baik. Kondisi ini
mengakibatkan hasil pertanian belum mampu memberikan masukan pendapatan
untuk mengembalikan kredit karena produksi yang tidak sesuai dengan harapan.
Strategi menghadapi kondisi tersebut hal yang dapat dilakukan adalah perbaikan
mekanisme pengiriman dan peminjaman kredit dan seleksi calon penerima kredit.
Berbeda halnya dengan Maganga (2012) yang menyatakan fasilitas kredit tidak
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap efisiensi teknis kentang di
Dedza, Pusat Malawi.
Penelitian Kusnadi et al. (2011) tentang efisiensi produksi usahatani padi
menyebutkan faktor keanggotaan petani dalam kelompok tani. Disebutkan bahwa
variabel keanggotaan petani dalam kelompok tani signifikan dan berpengaruh
nyata dengan nilai koefisien positif 0.319 terhadap inefisiensi. Artinya petani yang
menjadi anggota kelompok tani semakin meningkatkan inefisiensi yang memiliki
makna menurunkan efisiensi. Hasil estimasi tidak sesuai dengan hipotesis, hal ini
disebabkan kenyataan pada lapang petani ikut secara aktif dalam kegiatan
kelompok tani. Senada dengan itu Maganga (2012) menyatakan kunjungan
penyuluh kepada petani untuk memberikan penyuluhan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap efisiensi teknis usahatani kentang di Malawi. Untuk
meningkatkan efisiensi teknis sayuran di Provinsi Samsun, Turki, Bozoglu &
Ceyhan (2007) merekomendasikan strategi penyediaan layanan penyuluhan yang
lebih baik dan program pelatihan bagi petani.
Otitoju & Arene (2010) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
teknis kedelai skala menengah di Benue State, Nigeria. Dengan menggunakan
stochastic frontier menghasilkan faktor usia yang bernilai negatif terhadap
efisiensi teknis. Peneliti lain yang mendukung faktor usia bernilai positif dengan
inefisiensi atau dengan kata lain semakin tua petani maka usahatani yang
dijalankannya semakin tidak efisien yaitu Rafiana et al. (2010). Begitu pula
dengan hasil peneitian Maganga et al. (2012) yang menyatakan bahwa faktor usia
memiliki hubungan negatif terhadap efisiensi teknis dan signifikan pada lima
persen dengan fungsi produksi stochastic frontier model Translog. Artinya
semakin tua petani maka efisiensi teknis semakin menurun.
Hal yang berbeda dikemukakan oleh Essilfie (2011) dalam penelitiannya
mengenai jagung di Pusat Ghana menggunakan pendekatan SFA. Penelitiannya
menunjukkan koefisien negatif dan berpengaruh secara nyata pada taraf 10 persen
antara faktor usia terhadap efisiensi teknis. Artinya, semakin tua usia petani, maka
efisiensi semakin meningkat. Hasil empiris menyatakan petani jagung yang lebih
tua memiliki pengalaman yang lebih banyak dan tingkat pendidikan yang tinggi
daripada yang muda, sehingga kemampuan managerial petani berusia tua lebih
baik dibanding petani muda. Hal ini didukung oleh penelitian Fernandez &
Nuthall (2009) dan Gul et al. (2009) yang menyatakan usia dan pengalaman

10
berhubungan positif terhadap efisiensi teknis, sehingga memiliki kemampuan
pengelolaan usahatani yang lebih baik.
Peneliti lain ada pula yang menyatakan faktor usia merupakan suatu apriori
dalam efisiensi teknis dan tidak memiliki pengaruh secara signifikan, yaitu Killic
et al. (2009). Killic et al. (2009) meneliti efisiensi hazelnut di Turki dengan
menggunakan DEA dan analisis regresi Tobit menghasilkan faktor usia yang tidak
berpengaruh secara signifikan. Ia menyebutkan hubungan apriori antara umur
petani dan efisiensi adalah tidak tentu, karena petani tua yang memiliki banyak
pengalaman mungkin juga kurang mampu mengadopsi ide-ide baru.
Tahir et al. (2010) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan produksi kedelai di Sulawesi Selatan adalah pengalaman petani,
jumlah angkatan kerja dalam keluarga, jumlah pupuk urea, KCl, pupuk organik,
dummy status kepemilikan lahan sistem bagi hasil, dummy varietas kedelai,
dummy jarak tanam, dan dummy tipe lahan. Sementara itu, faktor yang
berpengaruh positif terhadap peningkatan efisiensi teknis adalah luas lahan, umur
petani, pendidikan, dan pengalaman petani.
Usahatani Kedelai
Nurasa (2012) membandingkan produksi dan pendapatan usahatani kedelai
petani peserta SLPTT dan non peserta di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Sulawesi Selatan. Hasilnya menunjukkan produksi kedelai yang dihasilkan petani
peserta SLPTT lebih tinggi 36-42 persen dibandingkan petani non peserta. Secara
usahatani kedelai petani menunjukkan kelayakan ekonomi dengan nilai R/C lebih
dari satu. Produktivitas kedelai pada petani non peserta SLPTT berkisar 1.1-1.2
ton/hektar, dan pada petani peserta SLPTT 1.5-1.7 ton/hektar.
Pelaksanaan program SLPTT kedelai berdampak positif terhadap
peningkatan produktivitas kedelai dibanding dengan kelompok non-SLPTT.
Berdasarkan analisis imbangan biaya dan pendapatan, nilai R/C untuk petani
peserta SLPTT berkisar 1.91-1.92 dan untuk petani non-SLPTT adalah 1.18-1.50.
Sedangkan secara agregat nilai R/C usahatani kedelai pada agroekosistem lahan
sawah irigasi adalah 1.91, lahan sawah tadah hujan adalah 1.91 dan lahan kering
tegalan 1.92. Dengan kondisi tersebut, maka usahatani kedelai di seluruh
agrosistem secara finansial adalah layak diusahakan.
Hartono & Novia (2014) meneliti efisiensi usahatani padi sawah di daerah
irigasi dan non irigasi. Disebutkan bahwa penggunaan input (benih, pupuk urea,
NPK Phonska) usahatani lebih besar pada daerah irigasi, sebaliknya penggunaan
pestisida lebih tinggi pada daerah non irigasi. Dengan penggunaan input yang
lebih besar, produksi padi per hektar di daerah irigasi mencapai dua kali lipat
dibandingkan non irigasi. Meskipun produksi padi di daerah irigasi lebih tinggi,
namun pendapatan usahatani keduanya tidak terlalu berbeda. Pendapatan
usahatani padi di daerah irigasi sekitar Rp 37 juta sementara di daerah non irigasi
sekitar Rp 34 juta.
Penelitian Aditya et al. (2013) terhadap 72 orang petani kedelai di
Kabupaten Garut menyimpulkan hasil analisis pendapatan usahatani kedelai
bahwa petani masih dapat memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 2
027 455.92 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 968 474.41, dengan nilai
R/C rasio berturut-turut 1.35 dan 1.14. Nilai R/C rasio menunjukkan bahwa

11
usahatani kedelai di Kabupaten Garut masih layak dan menguntungkan apabila
diusahakan.
Demikian pula Sujiati et al. (2012) yang melakukan perbandingan pada
petani yang menerapkan teknologi PTT dengan non PTT di Desa Trimulyo
Kecamatan Kayen Kabupaten Pati. Disebutkan bahwa penerimaan usahatani
kedelai varietas Grobogan dengan penerapan teknologi PTT sebesar RP 8 226
110.97 dengan total biaya sebesar Rp 4 294 870.50, sedangkan melalui metode
non PTT diperoleh penerimaan sebesar Rp 6 106 345.41 dengan total biaya
sebesar Rp 3 753 426.82. Pada dasarnya kedua metode yang digunakan
memberikan keuntungan dan layak untuk diterapkan petani. RC rasio yang
diperoleh masing-masing sebesar 1.89 dan 1.60.
Lahan dan Tipe Lahan
Endrizal et al. (2014) menyebutkan dari penelitiannya bahwa produktivitas
kedelai petani rata-rata 1.0–1.3 ton per hektar di lahan sawah irigasi Desa Sri
Agung, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi
Jambi pada MK 2013. Melalui penerapan inovasi teknologi, dengan pendekatan
PTT dapat meningkatkan produktivitas kedelai. Varietas Anjasmoro mampu
memberikan hasil 1.80 ton per hektar dan dapat meningkatkan produktivitas
sebesar 0.5–0.7 ton per hektar. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa
penerimaan diperoleh sebesar Rp 10 800 000 dengan biaya usahatani Rp 5 780
000, maka pendapatan Rp 5 020 000 dengan R/C ratio 1.87. Adapun komponen
teknologi PTT kedelai yang diterapkan adalah penggunaan varietas unggul, benih
bermutu, pupuk anorganik, pupuk organik dan dolomit sebagai penutup lubang
tanam.
Juarsah & Jati (2014) melakukan penelitian pada kondisi tanah dalam
cekaman kekeringan di Desa Sri Agung Kecamatan Batang Asam, Kabupaten
Tanjung Jabung Barat, Jambi. Kondisi tanah berwarna hitam kelabu sampai
cokelat tua karena bahan organiknya sudah berkurang, strukt