Respon Tanaman Cabai Merah terhadap Arah Baris Tanam yang Berbeda

RESPON TANAMAN CABAI MERAH TERHADAP ARAH
BARIS TANAM YANG BERBEDA

ANGGA MANDESNO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Tanaman
Cabai Merah Terhadap Arah Baris Tanam yang Berbeda adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Angga Mandesno
NIM G24100040

ABSTRAK
ANGGA MANDESNO. Respon Tanaman Cabai Merah Terhadap Arah
Baris Tanam yang Berbeda. Dibimbing oleh IMPRON.
Cabai varietas seloka IPB merupakan cabai merah besar dari hasil
persilangan antara IPB C2 dan IPB C5. Cabai ini memiliki umur panen genjah 6286 hari setelah tanam, memiliki produktivitas tinggi dan beradaptasi dengan baik
di dataran rendah dengan ketinggian 100-250 m dpl. Cabai varietas kopay
merupakan cabai merah keriting yang berasal dari daerah Kota Payakumbuh,
Sumatera Barat, cabai ini memiliki umur panen 80-85 hari setelah tanam (dataran
rendah) dan 90-95 hari setelah tanam (dataran tinggi). Cabai kopay memiliki
tingkat produktivitas yang tinggi, panjang buah mencapai 30-35 cm. Penelitian ini
bertujuan menganalisis pengaruh arah baris tanam Utara Selatan (US) dan Timur
Barat (TB) terhadap neraca radiasi tanaman dan menganalisis total biomassa
tanaman cabai merah. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014
di lahan penelitian Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten
Bogor. Tanaman cabai merah ditanam dengan menggunakan dua perlakuan; TB

(arah Timur-Barat) dan US (arah Utara-Selatan) sebagai faktor petak utama dan
anak petak yaitu varietas Seloka IPB dan Varietas Kopay. Hasil penelitian
menunjukkan pengaruh kombinasi perlakuan arah baris dan perbedaan varietas
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, dan berat kering total tanaman. Total
radisi global di atas tajuk adalah 1712 MJ m-2. Radiasi intersepsi pada perlakuan
arah baris TB dan US berturut-turut adalah 123.8 MJ m-2 dan 132.7 MJ m-2. Nilai
EPR pada arah baris US minimum 1.23 g/MJ maksimun 1.41 g/MJ. Nilai EPR
pada arah baris TB minimum 1.02 g/MJ, maksimum 1.27 g/MJ. Arah US mampu
mengintersepsi radiasi 7% lebih besar dibandingkan dengan arah TB. Selain itu,
arah US juga menghasilkan 24% lebih banyak total biomassa tanaman
dibandingkan arah TB. Penanaman dengan arah baris US lebih optimal dalam
pemanfaatan radiasi surya dan produksi biomassa cabai.
Kata kunci: Seloka IPB, kopay, neraca radiasi, EPR, total biomassa

ABSTRACT
ANGGA MANDESNO. Response of Red Chili in Different Row Planting
Direction.Superviced by IMPRON.
Seloka IPB is big red chili variety of a hybrid result between IPB C2 and IPB C5.
This chili has harvest ageof 62 to 86 days after planting, has high productivity and
is adaptedto lowland with an altitude of 100-250 masl. While Kopay chili variety

is curly red chili from Payakumbuh, West Sumatra. Kopayhas harvest age of 8085 days after planting (in lowland) and 90-95 days after planting (in highland),
has a high productivity, and has fruitslength of 30-35 cm. This research was aimed
to analyze the effect of South-North (SN) and East-West (EW) row planting on
radiation balance and on biomass production. The research was conducted from
23 February to 25 June 2014 in Climatological Station Class 1 BMKG Dramaga
Bogor. The results showed that row planting direction significantly affected the
number of leaves and total dry weight. Total global radiation above the plant
canopy was 1712 MJ m-2. Interception of radiation in row direction of EW and
NS amounted to 123.8 MJ m-2 and 132.7 MJ m-2, respectively. Radiation use
efficiency (RUE) in row direction of NSwas between1.23 g/MJ (minimum) and
1.41 g/MJ (maximum); while in row direction of EWwas between 1.02 g / MJ
(minimum) and 1.27 g/MJ (maximum). The row direction of NS was able to
intercept radiation 7% larger than that of EW. In addition, the row direction of
NSalso produced 24% more plant total biomass than the row direction of EW. It is
concluded that planting inNSrow direction could utilize solar radiation more
efficientlyand produce more biomass.
Keywords : Seloka IPB, kopay, radiation balance, radiation use efficiency, RUE,
total biomass

RESPON TANAMAN CABAI MERAH TERHADAP ARAH

BARIS TANAM YANG BERBEDA

ANGGA MANDESNO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Respon Tanaman Cabai Merah terhadap Arah Baris Tanam yang
Berbeda
Nama
: Angga Mandesno

NIM
: G24100040

Disetujui oleh

Dr Ir Impron M Agr Sc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June Msc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
Respon Tanaman Cabai Merah Terhadap Arah Baris Yang Berbeda, dilaksanakan

pada bulan Februari 2014 hingga Juni 2014 di lahan penelitian Stasiun
Klimatologi Klas 1 Dramaga Kabupaten Bogor, Laboratorium Instrumentasi dan
Laboratorium Terpadu Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Impron M Agr Sc selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan ide, kritik, saran dan
masukannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada ibu Dr Ir Tania June dan bapak Yon Sugiarto SSi MSc
selaku dosen penguji, selanjutnya terimaksih kepada bapak Ir Bregas Budianto
Ass Dpl yang telah mengajarkan cara pembuatan alat untuk menyelesaikan
penelitian ini, terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ahmad Shalahuddin dan
Khabib Dhunka yang telah memberikan banyak bantuan dalam pembuatan alat
penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar yang
telah banyak memberikan ilmu dan membimbing penulis selama menjalani
perkuliahan di Departemen Geofisika dan Meteorologi. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada seluruh staf pegawai GFM yang telah membantu dalam
administrasi selama penulis menjalani perkuliahan. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Fitri, Ina, Ayu Vira, Alfi, Dian, Ernat, Icawin, Aret, Neni, Roni,
Putri, Niki, Thaisir, Reza, Himah, Jeni, Iftah, Frimadi, Dewi, Irza, Alan, Em,

Ryan, Daus, Dede, Haikal dan seluruh teman-teman GFM 47, teman-teman IKMS
ada Lola, Rani, Ayu, Oki, Habib, Yani, Irma, Hafis, Uti, Cici, adik-adik Pratikan
Agrometeorologi, Teman-teman Fitness Abel, Adi, Agun, keluarga papa Edi,
mama may, Asyam Hafizh, Sidiq, Aby, dan Acel, kak Risdianto, serta kerabat
karib yang telah memberikan banyak pengalaman selama menjalani perkuliahan
di IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, kakak, adik yang selalu
memberikan bantuan, doa, motivasi dan kasih sayangnya,teruma kakak saya
Sonya Ulanda dan ucapan terima kasih juga kepada Ahmad Dzaky yang telah
banyak memberikan semangat dan menjadi motivator bagi penulis.
Saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanaat bagi generasi penerus
bangsa.

Bogor, Desember 2014
Angga Mandesno

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


TINJAUAN PUSTAKA

2

Karakteristik Tanaman Cabai Merah

2

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

2

Varietas Seloka IPB

3

Varietas Kopay

3


Arah Baris Tanam

3

Radiasi Surya

4

Intersepsi Radiasi

4

Akumulasi Panas

4

METODE

5


Tempat dan Waktu Penelitian

5

Alat dan Bahan

5

Prosedur Penelitian

5

Rancangan percobaan

5

Penyemaian benih

6

Penanaman dan pemeliharaan

6

Pemanenan

6

Pengamatan cuaca

7

Analisis Data

7

Indeks luas daun (ILD)

7

SLA (Specific Leaf Area)

7

Koefisien pemadaman

8

Intersepsi radiasi

8

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya (EPR)

8

Akumulasi panas tanaman (AP)

9

Bobot buah

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Cuaca selama Penelitian

9
9

Radiasi Global Harian

11

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Cabai

11

Tinggi tanaman

12

Jumlah daun

13

Berat kering total per tanaman (BKT)

14

Indeks luas daun dan koefisien pemadaman

17

Luas daun spesifik (SLA)

18

Intersepsi Radiasi

19

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya (EPR)

19

Akumulasi Panas Tanaman (AP)

20

Pengaruh Faktor Lain

21

Bobot Buah Total

21

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh arah baris terhadap tinggi tanaman

13

2 Pengaruh arah baris terhadap jumlah daun rata-rata tanaman

14

3 Akumulasi panas tanaman cabai merah

20

DAFTAR GAMBAR
1

Tanaman cabai merah

2

2

Ilustrasi arah baris dan jarak tanam

6

3

Kondisi suhu udara rata-rata sekitar tanaman

10

4

Kondisi curah hujan selama penelitian

10

5

Nilai radiasi global rata rata harian selama penelitian

11

6

Tinggi rata-rata tanaman cabai merah

12

7

Jumlah daun rata-rata tanaman cabai merah

13

8

Berat kering total tanaman cabai merah

15

9

Proporsi berat kering organ tanaman

16

10 Nilai indeks luas daun tanaman cabai merah

17

11 Nilai spesific leaf area

18

12 Nilai radiasi intersepsi tanaman cabai merah

19

13 Hasil panen tanaman cabai merah

21

DAFTAR LAMPIRAN
1

Deskripsi cabai besar varietas seloka IPB

25

2

Deskripsi cabai besar varietas kopay

26

3

Data cuaca selama penelitian

27

4

Radiasi intersepsi (nilai k = 0,4)

32

5

Radiasi global dan radiasi transmisi

33

6

Bobot buah selama panen

35

7

Gambar dokumentasi selama penelitian

35

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merah (Capsium annum L) merupakan salah satu komoditas sayuran
yang penting. Cabai sering digunakan sebagai penambah rasa sedap pada
makanan, dan juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan mentah dalam industri
farmasi. Selain itu, cabai merah segar maupun cabai kering banyak mengandung
zat-zat yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia (Setiadi 2000).
Tanaman cabai merah telah banyak dibudidayakan pada berbagai wilayah di
Indonesia. Berbagai jenis varietas unggul diciptakan guna meningkatkan hasil
produksi tanaman cabai merah salah satunya adalah varietas seloka IPB. Varietas
seloka IPB mampu beradaptasi dengan baik pada wilayah dataran rendah serta
memilki tingkat produksi yang tinggi mencapai 11.59 ton/ha (Wibowo et al 2003).
Selain itu, terdapat varietas lokal unggul seperti varietas kopay. Varietas cabai
kopay juga memilki tingkat produksi yang tinggi, hasil produksi mencapai 13.17
ton/ha. Cabai ini beradaptasi dengan baik di wilayah dataran tinggi serta memiliki
kelebihan yaitu panjang buah mencapai 30 cm, dan lebih tahan terhadap serangan
virus kuning pada daun (Yandra 2010)
Faktor iklim memiliki pengaruh penting terhadap respon pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Radisi matahari berperan dalam proses fotosintesis
tanaman, sedangkan suhu udara berperan pada proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Suhu tinggi menyebabkan percepatan perkembangan
tanaman baik selama fase vegetatif (emergence-anthesis) maupun fase generatif
(anthesis-matang fisiologis), serta meningkatkan respirasi tanaman yang berakibat
pada hasil fotosintesis neto yang semakin rendah (Handoko 2007)
Modifikasi iklim mikro turut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, untuk itu perlu adanya pengaturan arah baris yang tepat
untuk mengoptimalkan hasil produksi tanaman. Menurut Insani (2013), tanaman
jagung manis dengan arah baris Utara Selatan (US) mampu mengintersepsi 11%
lebih besar dibandingkan dengan arah baris Timur Barat (TB). Respon serupa
kemungkinan akan terjadi pada tanaman cabai.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh arah baris terhadap neraca
radiasi pada arah tanam Utara Selatan (US) dan Timur Barat (TB), serta
menganalisis pengaruh arah baris terhadap total biomassa tanaman cabai merah.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh arah baris terhadap neraca radiasi pada arah tanam
Utara Selatan (US) dan Timur Barat (TB) tanaman cabai merah
2. Menganalisis pengaruh arah baris Utara Selatan (US) dan Timur Barat (TB)
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah

2

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanaman Cabai Merah
Menurut Wiryanta (2002), secara taksonomi tanaman cabai merah di
klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantarum
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Klas
: Dicotyledoneae
Subklas
: Sympetalae
Ordo
: Tubiflorae (Solanales)
Famili
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annuum L.
Gambar 1 Tanaman cabai merah
(Sumber : Dokumen pribadi)
Tanaman cabai memiliki sistem perakaran tunggang yang terdiri atas akar
utama (primer) dan akar lateral (sekunder), dengan batang utama tumbuh secara
tegak lurus dan kokoh, dengan tinggi tanaman sekitar 30-37,5 cm (Prajnanta
2007). Pada umumnya daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau tua (gelap),
tergantung pada varietas masing-masing. Daun cabai memiliki tulang daun
menyirip. Bentuk daun umumnya bulat telur, lonjong dan oval (Wiryanta 2002).
Menurut Duriat (1996), bunga tanaman cabai merah umumnya bersifat tunggal
dan tumbuh pada ujung serta merupakan bunga sempurna (hermaprodit). Bunga
jantan dan betina terdapat pada satu bunga.warna bunga berwarna putih dengan
lima sampai tujuh helai mahkota bunga (corolla), dan lima sampai tujuh tangkai
sari dengan kepala sari berwarna biru. Buah cabai berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya mulai dari bentuk dan ukurannya.
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Tanaman cabai merah dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan
ketinggian hingga 1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Widodo 2002).
Agar tumbuh dengan optimal, tanaman cabai merah memerlukan suhu udara
dengan kisaran antara 18-27 oC. pada fase pertumbuhan dan pembungaan berkisar
antara 21-27 oC. Sedangkan suhu yang dibutuhkan pada fase pembuahannya
berkisar 15.5-21 oC (Duriat 1996). Umumnya suhu udara rata-rata minimum untuk
pertumbuhan cabai merah adalah 16 oC pada malam hari dan suhu minimun 23 oC
pada siang hari (Welles 1990). Apabila suhu malam hari berada di bawah 16 oC
dan suhu pada siang hari berada di atas 32 oC, maka proses pembungaan dan
pembuahan tanaman cabai merah akan mengalami kegagalan (Knoott and Deanon
1970). Suhu dasar untuk tanaman cabai merah pada fase perkecambahan adalah
11.8 oC, pada fase berbunga 9.6 oC dan pada fase berbuah 10.7 oC (Polii 2003).
Menurut Prajnanta (2007) tanaman cabai membutuhkan curah hujan
sebanyak 1500-2500 mm/tahun. Cabai dapat tumbuh dengan baik berdasarkan

3
tipe iklim menurut Schmidt dan Furgusson yaitu pada iklim tipe A, B, C dan D.
Berdasarkan tipe iklim Oldeman tanaman palawija termasuk tanaman cabai
membutuhkan hujan yang efektif sebesar 75% (Handoko 1994).
Cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang terlalu tinggi atau iklim
yang bersifat basah. Genangan air akibat curah hujan yang tinggi secara signifikan
akan menurunkan kemampuan tanaman bertahan hidup, jumlah tanaman hidup,
tinggi tanaman dan jumlah cabang. Periode genangan tanaman cabai merah pada
fase generatif maksimum adalah tiga hari (Susilawati 2012)
Tanaman cabai dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai
jenis tanah, seperti tanah androsol, regosol, latosol, utisol sampai grumosol.
Namun tanaman cabai ini akan lebih baik apabila ditanam pada tanah lempung
berpasir yang gembur serta banyak mengandung unsur hara (Wiryanta 2002).
Lahan yang baik digunakan adalah tanah dengan kisaran PH antara 6,56,8 dengan sudut kemiringan lahan 0-10o. Pada PH di bawah 6,5 atau di atas 6,8,
pertumbuhan cabai akan mengalami gangguan dan akan berakibat pada rendahnya
tingkat produksi (Harpenas 2009).
Varietas Seloka IPB
Seloka IPB merupakan hasil persilangan antara IPB C2 dengan IPB C5,
menurut Wibowo et al (2010), varietas seloka IPB memiliki tinggi batang sekitar
45.09-76.87 cm. Varietas ini sangat cocok dikembangkan pada wilayah dataran
rendah dengan ketinggian 100-250 m dpl. Seloka IPB mulai berbunga pada 25-29
hari setelah tanam dan mulai dipanen pada 71-78 hari setelah tanam, berat per
buah sekitar 10.33-12.57 g. setiap batang cabai seloka mampu menghasilkan
sekitar 0.5-0.8 kg per masa tanam. Selain itu cabai jenis ini memiliki rasa yang
sangat pedas dengan kadar capsaicin 917.25-979.15 ppm (Lampiran 1).
Varietas Kopay
Varietas cabai kopay pertama kali ditemukan pada tahun 2004 oleh
Syahrul Yondri di daerah Payakumbuh Sumatera Barat, dengan panjang 25-30
cm, cabai ini termasuk jenis cabai keriting lokal yang didapatkan dari hasil seleksi
masa positif untuk penanaman berikutnya (Yandra 2010). Varietas kopay
memiliki tingkat produksi yang tinggi dengan tinggi tanaman berkisar antara 120150 cm, umur mulai berbunga adalah 30-35 hari setelah tanam dan mulai dipanen
pada umur 80-90 hari setelah tanam, berat perbuah berkisar 11-13 g dengan rasa
yang pedas. Cabai ini mulai banyak dibudidayakan karena agak tahan terhadap
virus kuning. Menurut Darwis (2010), setiap batang cabai kopay mampu
menghasilkan sekitar 1.4 kg cabai per masa tanam, berbeda dengan tanaman cabai
jenis lain yang hanya mampu menghasilkan 0.6 kg per masa tanam (Lampiran 2).
Arah Baris Tanam
Arah baris tanaman akan mempengaruhi besarnya transmisi cahaya yang
diterima oleh tanaman. Di dalam pertanian terdapat 2 jenis arah baris tanaman
yang sering digunakan oleh perusahaan perkebunan maupun petani biasa yaitu
arah Utara Selatan (US) dan arah Timur Barat (TB). Penyesuaian Arah baris

4
tanam yang tepat diperlukan agar penerimaan energi radiasi dapat dimanfaatkan
secara efisien oleh tanaman. Menurut Insani (2013), tanaman jagung manis yang
ditanam dengan arah baris Utara Selatan (US) mampu meng-intersepi 11% lebih
besar dibanding arah tanam Timur Barat (TB).
Radiasi Surya
Radiasi surya (radiasi matahari) merupakan sumber energi utama untuk
proses-proses fisika atmosfer. Radiasi yang sampai pada puncak atmosfer rata-rata
sebesar 1360 Wm-2, namun hanya sebagian kecil saja yang diterima oleh
permukaan bumi. (Handoko 1994) Secara makro, faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan radiasi surya meliputi (1) Jarak antara matahari dan
bumi. Perubahan jarak antara matahari dan bumi menyebabkan variasi
penerimaan energi radiasi di bumi, (2) Intensitas radiasi matahari yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut datang matahari di permukaan bumi, (3) Panjang hari yaitu
waktu dari matahari terbit hingga terbenam, (4) Pengaruh atmosfer yang meliputi
gas-gas aerosol dan awan (Handoko 1994).
Intersepsi Radiasi
Intersepsi radiasi surya merupakan selisih antara radiasi yang datang di
puncak tajuk tanaman dengan yang ditransmisikan (perdinan 2002), besarnya
jumlah radiasi intersepsi tergantung dari sifat optis tajuk tanaman, seperti sudut
daun, luas daun, dan umur tanaman (Bey 1991).
Kemampuan tanaman dalam mengintersepsi radiasi surya dipengaruhi oleh
nilai koefisien pemadaman (k) (Boer dan Las 1994). Pada daun horizontal sangat
mudah untuk menduga penetrasi cahaya yang masuk ke dalam kanopi tanaman,
namun pada daun yang kompleks dengan berbagai bentuk dan struktur daun akan
sedikit lebih sulit (Perdinan 2002)
Menurut Bey (1991), Setiap tanaman memiliki koefisien pemadaman yang
berbeda-beda. Tanaman dengan daun tegak memiliki nilai koefisien pemadaman
sebesar 0.3-0.5, sedangkan tanaman dengan daun yang lebar dan horizontal nilai
koefisien pemadaman berkisar antara 0.6-1.0.
Akumulasi Panas
Suhu udara menjadi faktor iklim yang penting, karena dapat dijadikan sebagai
indikasi jumlah energi panas didalam suatu sistem. Suhu udara dapat menentukan
berbagai tingkat pertumbuhan tanaman baik dari segi fisiologis, perkembangan
vegetatif maupun generatif.
Konsep perkembangan tanaman (fenologi) selama siklus hidupnya dapat
diduga dengan menggunakan konsep akumulasi panas atau heat unit (HU). Konsep
heat unit berlaku pada tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari.
Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan suhu dasar tanaman
sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman
(Handoko 1994).

5

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga bulan Juni 2014 di
lahan milik Stasiun Pengamatan Cuaca BMKG Kelas 1 Dramaga Kabupaten
Bogor. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor. Penanaman dilakukan pada tanggal 22 Februari 2014.
Periode pengamatan dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 13 April
hingga 25 Juni 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tube solarimeter, sensor
suhu bola basah dan bola kering, digital multimeter, alat budidaya, mulsa plastik,
pot tray, oven, timbangan digital, printer scan, alat potong, penggaris, pulpen,
seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak Microsoft Office,
photoshop, paint, Getpixels, dan SAS 9.1.
Bahan yang digunakan adalah benih cabai merah varietas seloka IPB dan
variates kopay (Kota Payakumbuh), pupuk (kompos, NPK), fungisida, larutan
atonik, furadan 3G dan data cuaca selama penelitian dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dramaga.
Prosedur Penelitian
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam peneltian ini adalah
rancangan petak terpisah (Split Plot Design) yang memiliki dua faktor yaitu
perbedaan arah baris tanam dan varietas. Perlakuan yang diujikan dengan 2
perbedaan arah baris penanaman Utara Selatan (US) dan Timur Barat (TB)
sebagai petak utama. Varietas sebagai anak petak yang terdiri atas dua taraf yaitu
varietas kopay dan varietas seloka IPB.
Model linear yang digunakan adalah :
Yijk = µ + αi + ik + βj + (αβ)ij + ijk
Keterangan :
Yijk = pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh utama faktor ke-A
βj
= Pengaruh utama faktor ke-B
ik
= komponen acak dari petak utama yang menyebar normal (0, 2)
(αβ)ij = komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
ijk
= Pengaruh acak dari anak petak yang menyebar normal (0, 2)
i = 1,2,3….t dan j = 1,2,3……r
Analisis statistik ANOVA (Analysis of Variance) dengan taraf nyata (α)
5% dilakukan menggunakan SAS 9.1. Pengujian dilakukan menggunakan uji F,

6
apabila terdapat pengaruh nyata (F hitung > F tabel) terhadap parameter yang
diamati maka akan diuji lanjut dengan uji Duncan multiple range test (DMRT).
Penyemaian benih
Kegiatan penyemaian benih cabai untuk penanaman di lahan dilakukan
dengan menggunakan potray, setelah berumur 30-40 hari (tanaman memiliki 4-6
helai daun), kemudian di pindahkan ke lahan percobaan.
Penanaman dan pemeliharaan
Penanaman di mulai tanggal 23 Februari 2014 hingga 20 Juni 2014.
Penanaman cabai merah di lahan menggunakan mulsa plastik dengan perlakuan
arah baris tanam Utara Selatan (US) dan Timur Barat (TB), jarak antar bedengan
50 cm dengan lebar bedengan 1 m dengan kombinasi perlakuan TB seloka
(A1V1), TB Kopay (A1V2), US seloka (A2V1) dan US kopay (A2V2). Menurut
Siregar (2013), tanaman ditanam dengan jarak antar baris 40 cm x 50 cm.
Penanaman cabai dilakukan di lahan percobaan selama 3-3,5 bulan. Proses
pemeliharaan tanaman meliputi pemasangan ajir, penyiraman tanaman,
pemupukan, penyulaman, pengendalian gulma dan pengendalian terhadap hama
penyakit tanaman

Gambar 2 Ilustrasi arah baris dan jarak tanam
a) Timur-Barat dan b) Utara-Selatan
Pemanenan
Kegiatan pemanenan merupakan tahap akhir dari budidaya tanaman cabai.
Cabai merah di dataran rendah pada umumnya dipanen pada umur 75-80 HST
dengan tingkat kemasakan 85% sampai dengan 90%. Pemanenan dapat dilakukan
dengan cara memetik buah cabai yang telah matang.

7
Pengamatan cuaca
Data pengamatan suhu udara maksimum dan minimum, lama penyinaran,
kelembaban udara dan curah hujan diperoleh dari stasiun Klimatologi Darmaga
Bogor. Suhu sekitar tanaman diukur pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB
menggunkan sensor LM35.
Pertumbuhan dan perekembangan tanaman
Tinggi tanaman dan jumlah daun diukur pada 2 sampai 12 MST. Tanaman
contoh ditentukan sebanyak tiga tanaman pada setiap perlakuan dan bukan
tanaman pinggir (untuk menghindari boundary effect). Tinggi tanaman diukur dari
pangkal batang sampai ujung tertinggi tanaman, sedangkan jumlah daun dihitung
dari bawah hingga pucuk terakhir di atas cabang.
Contoh tanaman yang diambil untuk mengetahui bobot kering tanaman
dilakukan setiap dua minggu sekali dengan memilih satu tanaman contoh pada
setiap perlakuan serta penimbangan bobot basah dan bobot kering masing-masing
organ tanaman dilakukan di laboratorium terpadu Departemen Geofisika dan
Meteorologi IPB. Tanaman sampel dipilih secara acak dan bukan tanaman pinggir.
Bobot kering didapatkan dengan cara memasukkan tanaman ke dalam oven
pengeringan selama 18 jam dengan suhu 110 oC.
Pengamatan fase perkembangan tanaman (fenologi) dilakukan ketika
mulai terlihat perubahan secara visual pada tanaman. Hal ini menjadi parameter
untuk menentukan jumlah akumulasi panas (AP) yang diperlukan tanaman selama
masa hidupnya. Pengamatan pertama dilakukan ketika mulai terjadi
perkecambahan, munculnya daun pertama, muncul cabang pertama, bunga
pertama mulai mekar, munculnya bakal buah, perubahan warna buah dan fase
akhir hingga tanaman siap untuk dipanen.
Analisis Data
Indeks luas daun (ILD)
Daun tanaman contoh di-scan dan disimpan dalam file berekstensi *.jpg. Data
tersebut kemudian diolah menggunakan perangkat lunak Photoshop dan Paint.
Selanjutnya diolah menggunakan program GetPixels untuk mendapatkan warna tiap
piksel dalam bentuk angka. Angka-angka tersebut dihitung menggunakan MS.Excel
dan diperoleh persentase luas daun untuk dibandingkan dengan ukuran luas scanner
sehingga didapat luas daunnya.
Indeks Luas Daun (ILD) ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
ILD (m2 m-2) = (luas daun per tanaman x jumlah tanaman) / luas lahan

SLA (Specific Leaf Area)
Luas daun spesifik atau Specific leaf area (SLA) merupakan suatu nilai yang
menggambarkan tingkat ketebalan daun nilai SLA dapat ditentukan menggunakan
persamaan :

8
Koefisien pemadaman
Koefiseien pemadaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :
k
= Koefisien pemadaman
Qo
= Radiasi datang rata-rata (MJ/m2/hari)
Qt
= Radiasi transmisi rata-rata (MJ/m2/hari)
ILD = Indeks Luas Daun
Intersepsi radiasi
Intersepsi radiasi surya adalah besar radiasi surya yang tertahan oleh tajuk
atau kanopi tanaman yang tidak sampai ke permukaan tanah di bawah tajuk atau
kanopi tanaman tersebut (Sitaniapessy 1985). Persamaan untuk menghitung
intersepsi radiasi surya adalah sebagai berikut :
Qint = Q0 – Qtrans
Trans = (Qtrans/Q0) x 100%
Keterangan:
Qint
= Intersepsi radiasi surya (MJ/m2)
Qtran = Transmisi radiasi surya (MJ/m2)
Trans = Persentase radiasi transmisi (%)
Q
= Radiasi yang diterima di bawah tajuk (MJ/m2)
Q0
= Radiasi yang diterima di atas tajuk (MJ/m2)
Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menduga intersepsi radiasi
adalah persamaan dari Hukum Beer:
Qint = Q0 x (1 - exp(-k x ILD))
k
ILD

= Koefisien pemadaman
= Indeks luas daun

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya (EPR)
Nilai efisiensi pemanfaatan radiasi didapatkan dengan menggunakan
rumus (Handoko 1994) :

Keterangan :
= Efisiensi pemanfaatan radiasi (g.MJ-1)
dW
= Perubahan biomassa tanaman (W1-W2) (g)
ΣQint = Akumulasi intersepsi radiasi selama penelitian (MJ.m-2. musim-1)

9
Akumulasi panas tanaman (AP)
Persamaan untuk menentukan akumulasi panas adalah sebagai berikut:
n

P= ∑

b

i=1

Keterarangan :
AP
= akumulasi panas (oC hari)
s
= fase perkembangan tanaman
T
= suhu rata-rata harian
Tb
= suhu dasar tanaman cabai merah saat perkecambahan 11.8 oC, pada fase
berbunga 9.6 oC dan pada fase berbuah 10.7 oC (Polii 2003).
Bobot buah
Menimbang bobot buah yang dipanen (gram) yang dihitung secara
kumulatif dari panen pertama hingga panen terakhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Cuaca selama Penelitian
Kondisi suhu udara selama penelitian diperoleh dari BMKG setempat,
tercatat bahwa suhu udara rata-rata harian sebesar 26.0 oC dengan suhu rata-rata
maksimum dan minimum sebesar 28.1 oC dan 22.9 oC, kelembaban udara rata-rata
harian sebesar 86%. Berdasarkan hasil penelitian suhu udara rata-rata harian di
sekitar tanaman tercatat sebesar 29.6 oC, dengan suhu rata-rata maksimum dan
minimum sebesar 32.0 oC dan 27.2 oC. Grafik di bawah ini (Gambar 3)
menunjukkan kondisi suhu udara di sekitar tanaman selama penelitian
berlangsung, hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu udara di sekitar tanaman
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara lingkungan, hal ini terjadi karena
adanya pengaruh langsung oleh radiasi matahari. Radiasi yang masuk dan tertahan
di bawah tajuk dapat memicu naiknya suhu udara. Selain itu kondisi lingkungan
ketika pengukuran seperti angin, tutupan tajuk dan perlakuan penanaman, turut
mempengaruhi nilai suhu udara di sekitar tanaman. Menurut Siregar (2013), profil
suhu udara sekitar tajuk tanaman sangat fluktuatif pada setiap ketinggian, Profil
vertikal suhu pada ketinggian 0 - 20 cm, 40 - 60 cm dan 80 – 100 cm di sekitar
tajuk tanaman setiap kondisi naungan memiliki pola lapse rate (penurunan suhu),
sedangkan pola inversi (peningkatan suhu) terjadi pada ketinggian 20 - 40 cm dan
60 - 80 cm.
Curah hujan total selama penelitian adalah sebesar 899.7 mm. Jumlah hari
hujan yang terjadi selama penelitian adalah 79 hari, sedangkan jumlah hari tidak
hujan sebanyak 40 hari, intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 6
April 2014 yaitu sebesar 169.1 mm hari-1 (Gambar 4). Kondisi yang terjadi pada
masa tanam (29 maret-25 Juni) merupakan musim hujan sehingga kebutuhan air
tanaman tercukupi dengan baik meski tanpa adanya pengaiaran yang khusus.

10
Jumlah hari hujan pada fase vegetatif sangat dominan (1HSS-67HSS) hal
ini menyebabkan beberapa tanaman menjadi busuk karena jumlah air yang
berlebih. Ketika terjadi hujan, distribusi cahaya matahari menjadi tidak merata
karena adanya tutupan awan sehingga fluktuasi suhu udara harian menjadi tidak
seragam, Di masa penyemaian (1HSS-35HSS) tanaman mengalami etiolasi karena
kurangnya cahaya matahari yang diterima oleh tanaman.
34
33
32

Suhu (0C)

31
30
29
28
27
26
25

17 19 21 23 25 27 29 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Apr

May
Tanggal

Jun

Gambar 3 Kondisi suhu udara rata-rata sekitar tanaman saat penelitian (
bola kering dan (
) suhu bola basah

) suhu

180

Curah Hujan (mm hari-1)

160
140
120
100

Transplant (35 HSS)
29 Maret 2014

80
60
40
20
0

26 3
Feb

8 13 18 23 28 2
Mar

7 12 17 22 27 2
Apr

7 12 16 21 26 31 5 10 15 20
May

Tanggal

Gambar 4 Kondisi curah hujan selama penelitian (1HSS-118HSS)

Jun

11
Radiasi Global Harian
Gambar 5 merupakan rataan Q0 yang diperoleh dari hasil kalibrasi dengan
data BMKG setempat. Intensitas radiasi total selama penelitian adalah 1712 MJ
m-2 dengan nilai intensitas radiasi rata-rata sebesar 20 MJ m-2. Intensitas radiasi
tertinggi terukur sebesar 26 MJ m-2 hari-1 dan paling rendah 10 MJ m-2 hari-1.
Hasil penelitian menunjukkan adanya keseragaman intensitas radiasi setiap
harinya, hal ini dikarenakan adanya tutupan awan yang sering terjadi di lokasi
penelitian akibatnya radiasi yang diterima menjadi tidak merata. Menurut
Handoko (1993), besarnya radiasi yang diterima oleh permukaan bumi akan
mengalami variasi sesuai tempat dan waktu. Selain itu beberapa faktor lain turut
mempengaruhi diantaranya adanya jarak antara bumi dan matahari, sudut dating
serta pengaruh atmosfer.
30

Transplant (35HSS) 29 Maret 2014
Qo (MJ m-2 hari-1 )

25

20

15

10

5

0
29 31 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Maret

April

Mei

Juni

Tanggal

Gambar 5 Nilai radiasi global rata rata harian selama penelitian (35HSS-118HSS)

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Cabai
Matahari mencapai solstis utara pada tanggal 22 Juni dan solstis selatan
pada tanggal 22 Desember. Kedudukan tepat di atas Bogor terjadi pada tanggal 7
Maret dan 10 Oktober (de Rozari dan Manan [tahun tidak diketahui]). Dengan
menganggap tanaman akan menyelesaikan siklus hidupnya dalam waktu 11
minggu, maka ditetapkan tanggal tanamnya sedemikian, sehingga minggu ke tiga
jatuh sekitar tanggal 22 Juni. Selama penelitian (Maret-Juni) siang hari dan malam
hari sama panjang, yaitu sama-sama 12 jam, ini karena semua tempat mendapat
sinar matahari selama 12 jam dan tidak mendapatkannya selama 12 jam (Wijaya
2010). Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti
tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering total tanaman (BKT). Selama fase
pertumbuhan tanaman ketersediaan cahaya matahari tercukupi dengan baik,
karena adanya penyinaran matahari sepanjang hari, pada wilayah tropis panjang
hari relatif konstan 12 jam/hari. Selain itu kondisi cuaca, iklim mikro, keadaan

12
lingkungan dan faktor gentik tanaman turut menentukan proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Tinggi tanaman
Parameter untuk mengetahui pertumbuhan tanaman salah satunya adalah
tinggi tanaman. Di bawah ini merupakan grafik tinggi rata-rata tanaman cabai
merah dimulai dari 2 minggu hingga 12 minggu setelah tanam (Gambar 5).
Berikut hasil ploting pengaruh arah baris terhadap tinggi tanaman dari berbagai
kombinasi perlakuan yang diujikan.

Tinggi Tanaman (cm)

120
100
80
60
40
20
0
2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Minggu setelah tanam (MST)

Gambar 6 Tinggi rata-rata tanaman cabai merah (
) seloka arah TB (-- --)
seloka arah US (
) kopay arah TB (-- --) kopay arah US
Hasil rata-rata tinggi tanaman cabai menunjukkan bahwa perlakuan
dengan arah baris Utara Selatan memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan arah baris Timur Barat, hal ini terjadi karena pengaruh
penerimaan cahaya matahari oleh tanaman. Kerapatan populasi dan arah baris
tanam mempengaruhi tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari. Semakin
rapat populasi tanaman maka persaingan tanaman dalam menerima cahaya
matahari semakin tinggi. Pada arah baris US, penerimaan cahaya matahari lebih
merata dibandingkan dengan arah baris TB. Hal ini terjadi karena tanaman pada
arah US mendapatkan cahaya matahari yang lebih merata tanpa tertutupi
bayangan tanaman yang berada didepannya. Berbeda dengan arah baris TB sinar
datang matahari akan tertahan oleh bayangan tanaman lain dalam satu baris.
Selain itu, genetik tanaman juga mempengaruhi perbedaan tinggi tanaman,
menurut literatur yang diperoleh, varietas cabai kopay memiliki tinggi batang
yang lebih tinggi dibandingankan dengan varietas seloka IPB. Hasil penelitian
menunjukkan varietas kopay arah US (A2V2) memiliki nilai paling tinggi yaitu
108 cm.

13
Tabel 1 Pengaruh arah baris terhadap tinggi tanaman
Tinggi rata-rata (cm)
Umur
A1V1
A1V2
A2V1
2MST
6.1c
9.1a
7.8b
3MST
6.7b
10.0a
9.5a
4MST
11.7a
16.0a
14.5a
5MST
19.7a
20.7a
22.4a
6MST
31.9a
31.1a
34.0a
7MST
42.5b
45.9ab
46.7a
8MST
49.0b
52.0a
52.6a
9MST
59.8b
62.4a
62.6a
10MST
64.0d
85.0b
68.0c
11MST
75.0d
91.0b
78.0c
12MST
89.0d
105.0b
93.0d

A2V2
9.2a
10.8a
15.5a
22.2a
33.0a
46.1ab
54.0a
64.0a
89.6a
97.0a
108.0a

huruf yang sama pada masing –masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan
tidak ada perbedaan nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%

Keterangan:

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa arah baris memiliki pengaruh
terhadap tinggi tanaman. Awal masa tanam terdapat perbedaan tinggi tanaman,
karena varietas kopay memiliki tinggi yang berbeda dibandingkan dengan varietas
seloka IPB, namun pada 4 hingga 6 MST, tidak ada pengaruh nyata, hal ini terjadi
karena pada beberapa minggu tinggi tanaman varietas seloka dan kopay memang
tidak terdapat perbedaan tinggi yang terpaut jauh. pengaruh arah baris
berpengaruh nyata memasuki 7 hingga 12 MST.
Jumlah daun
Parameter lain untuk mengetahui pertumbuhan tanaman cabai adalah jumlah
daun. Berikut grafik jumlah daun tanaman cabai pada 2 sampai 12 MST
1600
1400

Jumlah Daun

1200
1000
800
600
400
200
0
2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Minggu setelah tanam (MST)

Gambar 7 Jumlah daun rata-rata tanaman cabai (
) seloka arah TB (-- --)
seloka arah US (
) kopay arah TB (-- --) kopay arah US

14
Jumlah daun rata-rata pada arah baris US lebih besar dibandingkan dengan jumlah
daun rata-rata arah TB. Berdasarkan grafik di atas (Gambar 7) dapat dilihat bahwa
varietas cabai kopay dengan perlakuan arah baris US memiliki jumlah daun paling
banyak. Pertumbuhan dan perkembangan daun dipengaruhi oleh radiasi matahari.
Berdasarkan kombinasi perlakuan yang diujikan bahwa arah US mendapatkan
cahaya matahari yang lebih merata dibandingkan dengan arah baris TB.
Keterbatasan radiasi pada arah baris TB menyebabkan kurangnya alokasi
fotosintat untuk mendukung proses fotosintesis, akibatnya pertumbuhan dan
perkembangan daun menjadi terganggu.
Tabel 2 Pengaruh arah baris terhadap jumlah daun rata-rata tanaman
Jumlah daun rata-rata
Umur
A1V1
A1V2
A2V1
A2V2
2MST
8.3a
7.3a
8.3a
8.0a
3MST
9.3b
9.0b
10.7ab
11.3a
4MST
16.0b
18.3ab
20.ab
27.0a
5MST
42.0c
45.3bc
63.7ab
70.7a
6MST
110.7b
120.7b
156.7a
158.0a
7MST
247.7d
275.0c
304.6b
355.0a
8MST
320.0d
423.0b
373.3c
507.0a
9MST
402.7d
537.6b
469.3c
669.0a
10MST
818.6c
877.0b
895.0b
946.0a
11MST
979.0d
1107.6b
1053.0c
1218.3a
12MST
1270.0c
1392.0b
1352.6b
1519.7a
Keterangan:

huruf yang sama pada masing –masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan
tidak ada perbedaan nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa arah baris memiliki pengaruh
terhadap jumlah daun. Pada awal masa tanam tidak ada pengaruh yang nyata,
namun pada 3 MST sampai 12 MST terdapat pengaruh nyata terhadap jumlah
daun berdasarkan arah baris dan varietas. Pada perlakuan arah baris tanam US
menghasilkan jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan arah
baris tanam TB.
Berat kering total per tanaman (BKT)
Parameter selanjutnya untuk mengetahui pertumbuhan tanaman adalah
berat kering total tanaman. Berat kering total (BKT) mengalami peningkatan
setiap minggunya, hal ini membuktikan bahwa tanaman mengalami pertumbuhan
seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Menururut Sumarsono (2008), Bobot kering tanaman menggambarkan pola
tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi
dengan faktor-faktor lingkungan. Bobot kering tanaman semakin kecil seiring
penurunan pemberian perlakuan kadar air pada tanaman.
Berikut grafik berat kering total tanaman dari 2 MST hingga 12 MST

15
50

Berat Kering Total (gr)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0

2

4

6

8

10

12

14

Minggu Setelah Tanam (MST)

Gambar 8 Berat kering total rata-rata tanaman cabai merah (
) seloka arah TB
(-- --) seloka arah US (
) kopay arah TB (-- --) kopay arah US
Hasil penelitian menunjukkan BKT tanaman cabai merah arah baris US
lebih besar dibandingkan dengan arah baris tanam TB (Gambar 8). Hal ini
dikarenakan tinggi, dan jumlah daun lebih besar, dari segi visual dapat dilihat
bahwa kondisi tanaman antara kedua perlakuan terdapat perbedaan yang terpaut
jauh. Selama penelitian berlangsung curah hujan di lokasi penelitian cukup tinggi
hal ini juga memicu kenaikan jumlah BKT. Menurut Rahardian (2013), BKT
tanaman juga dipengaruhi oleh pemberian kadar air. Tanaman dengan perlakuan
kadar air 80% memilki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
kadar air 40% dan 60%.
Jumlah BKT terlihat mengalami kenaikan yang signifikan pada minggu ke
8. Kondisi ini dipengaruhi oleh penambahan proporsi berat kering buah. Varietas
kopay arah US memiliki proporsi BKT paling tinggi karena dipengaruhi faktor
genetik tanaman itu sendiri, dengan tinggi di atas rata-rata, jumlah buah, dan daun
lebih banyak dibandingkan dengan varietas seloka IPB. Pada perlakuan yang
diujikan arah TB menerima radiasi lebih sedikit dibandingkan arah US. Menurut
Sopandie et al (2003), Pada kondisi kekurangan cahaya tanaman berupaya
bertahan agar proses fotosintesis tetap berlangsung. Keadaan tersebut akan
mempengaruhi proses metabolisme tanaman, akibatnya laju fotosintesis dan
sintesis karbohidrat menjadi turun. Hasil penelitian menunjukkan arah US
menghasilkan BKT 24% lebih banyak dibandingkan dengan arah TB.

16

Berat Kering (gr)

50
40
AKAR
BATANG
DAUN
BUAH

30
20
10
0
2

4

6

MST 8

10

12

a)
Berat Kering (gr)

50
40
30

AKAR
BATANG
DAUN
BUAH

20
10
0
2

4

6

MST 8

10

12

b)

Berat Kering (gr)

60
50
40

AKAR
BATANG
DAUN
BUAH

30
20
10
0
2

4

6

MST 8

10

12

Berat Kering (gr)

c)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

AKAR
BATANG
DAUN
BUAH

2

4

6

MST 8

10

12

d)
Gambar 9 Proporsi berat kering organ tanaman terhadap berat kering total rata-rata
semua perlakuan a) A1V1 b) A1V2 c) A2V1 d) A2V2

17
Indeks luas daun dan koefisien pemadaman
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya radiasi yang diintersepsi
oleh tanaman adalah indeks luas daun (ILD), kerapatan luas, sudut daun dan
struktur tegakan tanaman terhadap arah penerusan radiasi surya dalam tajuk
(Monteith 1969). Semakin besar nilai ILD maka permukaan daun menjadi
semakin luas dan rapat sehingga kemampuan tajuk tanaman untuk menutupi
permukaan tanah semakin besar. Akibatnya radiasi yang tertahan oleh tajuk
tanaman semakin besar dan hanya sedikit saja yang sampai ke permukaan tanah.
Berikut ini grafik ILD tanaman cabai merah pada berbagai kombinasi
perlakuan dimulai dari 2 sampai 12 MST
4.5
4
3.5

ILD

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

2

4

6

8

10

12

14

Minggu Setelah Tanam (MST)

Gambar 10 Nilai ILD tanaman cabai merah (
) Seloka arah TB (-- --) Seloka
arah US (
) Kopay arah TB (-- --) Kopay arah US
Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai ILD semakin menigkat seiring
dengan bertambahnya umur tanaman. Menurut Koesmaryono (1996), nilai ILD
semakin besar seiring beratambahnya umur tanaman dan menurun memasuki
masa panen, karena alokasi biomassa untuk daun sudah menurun. Hasil penelitian
berbeda dengan rujukan hal ini di duga karena pemberian pupuk daun secara
berkelanjutan hingga memasuki masa panen, sehingga memicu perkembangan
vegetatif lagi khususnya pada daun. Varietas kopay arah US (A2V2) memiliki
nilai ILD paling tinggi. Hasil penelitian menunjukan nilai ILD tanaman cabai
merah berkisar antara 3.1 hingga 4.1, nilai ini sedikit berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Moreno et al (1999), nilai ILD tanaman cabai
merah diperoleh sebesar 3.4. perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
salah satunya perbedaan sistem penanaman. Menurut Ferdinan (2002), nilai ILD
juga dipengaruhi oleh jarak tanam, jumlah populasi, kerapatan tanaman maupun
sistem tanam. Semakin rapat tanaman maka akan meningkatkan nilai ILD.
Kemampuan tanaman dalam mengintersepsi radiasi surya dipengaruhi oleh
nilai koefisien pemadaman (k) (Boer dan Las 1994). Secara teori, nilai k
ditentukan oleh sifat optik tajuk tanaman tetapi tidak dipengaruhi oleh nilai ILD
(Handoko et al 2010). Semakin kecil nilai k mengindikasikan kecilnya radiasi yang
diintersepsi. Setiap tanaman memiliki nilai k yang berbeda-beda. Nilai koefisien
pemadaman tanaman cabai pada penelitian ini diperoleh dari jumlah nilai koefisien

18
pemadaman pada umur tanaman yang sudah dewasa (8MST-12MST), pada kondisi
ini tanaman telah berkembang serta memiliki tutupan kanopi yang lebar dan rapat.
Menurut Saeki (1960) koefisien pemadaman berbanding terbalik dengan
ILD, semakin besar ILD maka koefisien pemadaman tajuk menjadi semakin kecil
dan sebaliknya. Namun, pertambahan ILD tidak selalu diikuti dengan penurunan
koefisien pemadaman, karena nilai k juga dipengaruhi oleh perbandingan nilai
Qt/Qo dan sudut daun. Nilai k pada penelitian ini sangat kecil jika dibandingkan
dengan hasil penelitian sebelumnya, Menurut Ulinata (2013), nilai k tanaman
cabai merah adalah 0.72 nilai ini jauh berbeda dengan hasil penelitian, nilai k
yang diperoleh hanya 0.4. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan saat
pengambilan data dan penempatan alat tube solarimeter, pada konsidi tanaman
sudah dewasa alat pengukuran telah mengalami kerusakan. Hal lain yang
menyebabkan selisih nilai k terpaut jauh diduga karena pada penelitian ini
menggunakan dua varietas tanaman dengan karakteristik berbeda serta adanya
perbedaan perlakuan penanaman. Tanaman cabai merupakan tanaman yang
memiliki daun yang lebar dan horizontal, Menurut Bey (1991), tanaman yang
memiliki daun tegak, nilai k berkisar antara 0.3-0.5. Sedangkan tanaman yang
memiliki daun lebar dan horizontal nilai k berkisar antara 0.6-1.0.

Luas daun spesifik (SLA)
500

SLA(cm²/gr)

400

300

200

100

0
0

2

4

6

8

10

12

14

Minggu Setelah Tanam (MST)

Gambar 11 Nilai SLA tanaman cabai merah (
) Seloka arah TB (-- --) Seloka
arah US (
) Kopay arah TB (-- --) Kopay arah US
Gambar 11 menunjukan nilai SLA dari berbagai kombinasi perlakuan yang
telah diujikan. Umumnya nilai SLA kanopi daun muda biasanya lebih tinggi
dibandingkan dengan kanopi daun tua. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa
tanaman cabai pada masa awal tanam memilki nilai SLA yang lebih tinggi, namun
seiring dengan bertambahnya umur tanaman nilai SLA semakin menurun, hal ini
dikarenakan perubahan morfologi pada daun yang berubah menjadi lebih lebar
dan lebih tebal. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan TB (A1V1) terdapat
trend yang berbeda pada minggu ke 4, hal ini di duga karena adanya pertumbuhan
daun muda yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai SLA

19
rata-rata tanaman cabai merah pada kombinasi perlakuan A1V1, A1V2, A2V1,
dan A2V2 berturut-turut adalah 298, 247, 264, dan 223 cm2/gr.
Intersepsi Radiasi
Intersepsi radiasi oleh tanaman cabai merah meningkat seiring
bertambahnya umur tanaman sejalan dengan peningkatan ILD. Gambar 12
menunjukkan nilai intersepsi radiasi pada berbagai kombinasi perlakuan arah baris
dan varietas cabai merah. Dapat dilihat bahwa pada perlakuan arah baris Utara
Selatan varietas kopay memiliki intersepsi radiasi paling tinggi, hal ini terjadi
karena varietas kopay memiliki jumlah daun yang banyak dan lebih rimbun
sehingga tutupan kanopi tanaman menjadi lebih rapat dibandingkan dengan
varietas seloka IPB. Nilai intersepsi mulai meningkat drastis pada 8 MST. Pada
masa ini tanaman telah berubah menjadi rimbun dan tutupan kanopi tanaman
menjadi lebih lebar sehingga radiasi yang tertahan oleh tajuk tanaman menjadi
lebih besar dibandingkan dengan yang ditransmisikan.
140

Qint MJ/m2/minggu)

120
100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Minggu Setelah Tanam

Gambar 12 Nilai radiasi intersepsi tanaman cabai (
) Seloka arah TB (-- --)
Seloka arah US (
) Kopay arah TB (-- --) Kopay arah US
Nilai intersepsi radiasi maksimum yang diperoleh untuk tanaman cabai
merah adalah 132.74 MJ m-2 (A2V2). Hasil penelitian menunjukkan arah US
mampu mengintersepsi radiasi 7% lebih besar dibandingkan dengan arah TB.
Akumulasi intersepsi selama satu musim tanam diperoleh dengan menduga ILD
harian, berdasarkan persamaan Beer diperoleh nilai Qint selama satu musim
tanam berturut-turut untuk perlakuan A1V1, A1V2, A2V1 dan A2V2 adalah 595,
544, 611 dan 613 MJ m-2 musim-1.
Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya (EPR)
Efisiensi pemanfaatan radiasi surya atau Radiation Use Efficiency (RUE)
adalah nilai yang menunjukkan efisiensi radiasi surya dalam proses fotosintesis
tanaman untuk menghasilkan biomassa tanaman. Nilai EPR selama satu musim
tanam diperoleh dengan membandingkan nilai penambahan biomassa dan jumlah

20
akumulasi radiasi intersepsi selama satu musim tanam. Berdasarkan hasil
peneltian nilai EPR setiap perlakuan A1V1, A1V2, A2V1, A2V2 berturut-turut
adalah 1.02, 1.27, 1.23 dan 1.41 g/MJ. nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Ulinata (2013), nilai EPR minimum tanaman cabai merah di peroleh
antara 1.3-1.5 g/MJ. Nilai EPR setiap tanaman berbeda, tanaman cabai termasuk
ke dalam tanaman C3, jika dibandingkan dengan nilai EPR menurut penelitian
Stockle dan Kemanian (2009), nilai hasil penelitian tidak jauh berbeda dan ini
sesuai dengan rujukan bahwa tanaman C3 semusim memiliki nilai EPR berkisar
antara 1.2-1.7 g/MJ.
Akumulasi Panas Tanaman (AP)
Tabel di bawah ini menunjukkan akumulasi panas yang diperlukan tanaman
cabai merah pada setiap fase pertumbuhan, varietas seloka IPB dan varietas kopay
memiliki nilai akumulasi panas yang berbeda, meski terdapat kesamaan pada
sebagian fase vegetatifnya namun pada fase generatif varietas seloka memilki
umur panen yang lebih cepat dibandingkan dengan varietas kopay. Hasil
penelitian menunjukkan nilai akumulasi panas varietas seloka dan kopay berturutturut adalah 1690 dan 1799, nilai AP tanaman cabai merah pada penelitian ini
tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2013), nilai AP
yang diperoleh dengan kultivar yang sama sebesar 1750.
Tabel 3 (AP) tanaman cabai merah varietas seloka IPB (V1) dan kopay (V2)
HSS
P (˚C hari)
S
Fase Perkembangan
V1/V2
V1/V2
V1/V2
6/6
3/3
0.04/0.04
Emergence
8/8
6/6
0.06/0.06
Muncul 2 daun pertama
23/23
56/52
0.18/0.17
Daun berjumlah 4 helai
49/52
294/316
0.42/0.42
Cabang pertama muncul
Kuncup baru muncul, bakal bunga pertama
55/59
381/420
0.48/0.48 muncul tetapi masih tertutup oleh kelopak
bunga
62/66
501/537
0.54/0.55
Bunga pertama mekar
Mahkota bunga menutup kembali, layu,
67/72
589/644
0.59/0.6
dan akhirnya terlepas dari tangkainya
72/76
686/722
0.64/0.63
Bakal buah muncul
Buah mulai terbentuk, berwarna hijau
77/82
790/847
0.68/0.69
muda, kulit buah sangat lunak, panjang
buah kira-kira 3 cm
Buah telah berkembang menjadi lebih
83/91
924/1044
0.74/0.76
besar, berwarna hijau muda dan masih
lunak
Buah semakin besar berwarna hijau tua
90/98
1086/1217
0.8/082
tangkai dan buah agak liat
Buah semakin besar berwarna hijau tua