Karakteristik Intersepsi Radiasi Matahari dan Produksi Tanaman Jagung Manis pada Arah Baris dan Kerapatan Berbeda

(1)

KARAKTERISTIK INTERSEPSI RADIASI MATAHARI DAN

PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS PADA ARAH

BARIS DAN KERAPATAN BERBEDA

RIZAL CHOIRUL INSANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Intersepsi Radiasi Matahari dan Produksi Tanaman Jagung Manis pada Arah Baris dan Kerapatan Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Nopember 2013

Rizal Choirul Insani


(4)

ABSTRAK

RIZAL CHOIRUL INSANI. Karakteristik Intersepsi Radiasi Matahari dan Produksi Tanaman Jagung Manis pada Arah Baris dan Kerapatan Berbeda. Dibimbing oleh IMPRON.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh arah baris penanaman dan kerapatan populasi tanaman terhadap luas daun spesifik (LDS), indeks luas daun (ILD), efisiensi penggunaan radiasi surya (EPR) dan pertumbuhan tanaman jagung manis. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2013 di kebun percobaan Cikabayan IPB Darmaga-Bogor, Jawa Barat, pada ketinggian ±240 mdpl. Tanaman jagung manis ditanam dengan menggunakan dua kondisi arah baris; TB (arah Timur-Barat) dan US (arah Utara-Selatan) sebagai faktor utama dan faktor kedua yaitu jarak tanam J20 (70 x 20 cm) dan J40 (70 x 40 cm). Unsur cuaca yang diamati adalah intensitas radiasi, suhu udara dan kelembaban. Variabel agronomi yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering dan komponen panen. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh kombinasi perlakuan jarak tanam dan arah baris tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan berat kering total. Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap berat kering tanaman saat panen. Perlakuan US mampu mengintersepsi radisi matahari 11% lebih besar dibanding TB, sedangkan perlakuan J20 mampu mengintersepsi 3% lebih besar dibanding J40. Efisiensi pemanfaatan radiasi surya global perlakuan TBJ20, TBJ40, USJ20, USJ40 adalah 2.97, 2.75, 3.16 dan 3.14 g MJ-1. Hasil panen berat kering biji tanaman jagung manis dengan populasi J20 adalah 5.98 ton ha-1, hasil ini 20% lebih besar dibanding jarak tanam J40. Indeks panen untuk TBJ20, TBJ40, USJ20, dan USJ40 adalah 0.23, 0.19, 0.25 dan 0.20.

Kata kunci : tanaman jagung manis, efisiensi pemanfaatan radiasi surya, produksi biomassa, hasil panen, arah baris, kerapatan tanaman

ABSTRACT

RIZAL CHOIRUL INSANI. Characteristics of Solar Radiation Interception and Yield of Sweet Corn Under Different Row Direction and Planting Density. Supervised by IMPRON.

This study was conducted to determine the effect of row planting direction and plant population density on the change of specific leaf area (SLA), leaf area index (LAI), radiation use efficiency (RUE) and growth of sweet corn. The research was conducted from March to June 2013 in Cikabayan Research Station IPB Darmaga-Bogor, West Java, at altitude of ± 240 masl. The row planting direction was TB (East-West direction) and US (North-South direction). The planting spacing was J20 (70 x 20 cm) and J40 (70 x 40 cm). The meteorology factors being observed were the intensity of radiation, air temperature and humidity. Agronomic variables factors being observed were plant height, number


(5)

of leaves, dry weight and yield component. The results showed the combination treatment of row direction and planting spacing did not significantly affect plant height, leaf number and total dry weight. However, the treatment has significant affect on dry plant at harvest. The interception of solar radiation in US treatment was 11% higher than the TB, while J20 treatment has 3% higher than J40. Radiation use eficiency of treatment TBJ20, TBJ40, USJ20, USJ40 were 2.97, 2.75, 3.16, and 3.14 g MJ-1 respectively. Dry seed yield of J20 was 5.98 ton ha-1, which was 20% greater than J40 population. Harvest index for TBJ20, TBJ40, USJ20 and USJ40 are 0.23, 0.19, 0.25 and 0.20.

Keywords: sweet corn, radiation use efficiency, biomass production, harvesting product, row direction, planting density


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

KARAKTERISTIK INTERSEPSI RADIASI MATAHARI DAN

PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS PADA ARAH

BARIS DAN KERAPATAN BERBEDA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

(9)

Judul Skripsi : Karakteristik Intersepsi Radiasi Matahari dan Produksi Tanaman Jagung Manis pada Arah Baris dan Kerapatan Berbeda

Nama : Rizal Choirul Insani

NIM : G24090050

Disetujui oleh

Dr Ir Impron M Agr Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June M Sc Ketua Departemen


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Karakteristik Intersepsi Radiasi Matahari dan Produksi Tanaman Jagung Manis pada Arah Baris dan Kerapatan Berbeda.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Impron M Agr Sc selaku pembimbing tugas akhir atas segala bantuan, bimbingan, kritikan dan saran serta nasehatnya dalam menyelesaikan karya tulis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Papah, Mamah, εiftah Choirul An’am, Wida Nurul Ikmalia, dan Vina Nurul Amalia Adik-adik tersayang serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

2. Bapak Ir Bregas Budianto Ass dpl selaku pembimbing akademik atas saran, kritikan, bimbingan dan nasehatnya selama menjadi mahasiswa Geofisika dan Meteorologi.

3. Bapak Yon Sugiarto SSi MSc dan Bapak Dr Perdinan Rakisu SSi M NRE Selaku dosen penguji.

4. Teman-teman satu bimbingan (Ika Purnamasari, Nowa Adipati S, Kresna Rahardian dan Enda Ulinata) yang telah bersama-sama berjuang menemani perjalanan tugas akhir hingga selesai.

5. Teman-teman Laboratorium Instrumentasi, Khabib, Shalahuddin, Ervan dan Dodik yang telah membantu dalam pembuatan alat dan proses penelitian. 6. Teman-teman Geofisika dan Meteorologi Angkatan 46 (Hanifah, Hifdy,

Arifin, Dimas, Eko, Fahmi, Muharrom, Tommy, Didi, Iif, Nita, Wengky, Ocha, Noya, Silvi, Zia, Bambang, Frinsa, Alin, Dieni, Zaenal, Risa, Dissa, Santi, Umar, Winda, Lidya, Dwi, Depe, Rickson, May, Syarifa, Ika F, Risna, Rini, Abu, Eka F, Eka A, Hijjaz, Edo, Wayan, Jame, Halimah dan Ronald) sahabat terbaik yang telah sangat membantu.

7. Mas Azis, Mas Nandang, Pak Udin, Mas Kiki dan seluruh staf tata usaha departemen Geofisika dan Meteorologi serta Kak Taufiq yang telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian.

8. Teman-teman Lorong 6, Atom Indonesia, UKM Pramuka, UKM Karate, GDA, Cybertron dan BEM KM 2013 (tidak bisa disebutkan satu persatu) atas semangat yang diberikannya serta mengisi hari-hari selama perjalanan penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap skripsi yang dibuat ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Nopember 2013


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Arah Baris Penanaman 3

Kerapatan Populasi Tanaman 3

Indeks Luas Daun (ILD) 4

Luas Daun Spesifik (LDS) 4

Radiasi Surya 5

Radiasi Transmisi dan Intersepsi 5

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya (EPR) 6

Akumulasi Panas 7

METODE 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Bahan 8

Alat 8

Metode Pelaksanaan 8

Prosedur Analisis Data 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Kondisi Cuaca Selama Penelitian 16

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung Manis 17 Indeks Luas Daun (ILD) dan Koefisien Pemadaman (k) 23

Luas daun spesifik (LDS) 24

Radiasi Surya Total 25

Intersepsi Radiasi Surya 25


(12)

Akumulasi Panas Tanaman 28

Pengaruh Faktor Lain 29

Komponen Panen Tanaman 30

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 35


(13)

DAFTAR TABEL

1 Hasil penelitian nilai EPR-PAR jagung di berbagai negara 6 2 Pengaruh arah baris terhadap tinggi tanaman menurut uji Duncan 18 3 Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman menurut uji Duncan 19 4 Pengaruh arah baris terhadap jumlah daun menurut uji Duncan 20 5 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah daun menurut uji Duncan 21 6 Pengaruh arah baris terhadap berat kering tanaman menurut uji Duncan 22 7 Pengaruh jarak tanam terhadap berat kering tanaman menurut uji Duncan 22

8 Akumulasi panas (AP) tanaman jagung manis 28

9 Akumulasi panas (AP) tanaman jagung pada beberapa penelitian 29 10 Berat kering rata-rata pertanaman (g tanaman-1) saat panen 30

11 Komponen produksi tanaman jagung manis 30

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman jagung manis 2

2 Kanopi tanaman terlihat dari atas dan nilai ILD-nya 4

3 Lokasi Penelitian 7

4 Tube solarimeter 10

5 Termometer bola basah (TBb) dan bola kering (TBk) 10 6 Ilustrasi arah baris penanaman pada a)Timur-Barat dan b)Utara-Selatan,

serta jarak tanam pada c)jarak tanam rapat (70 x 20 cm) dan d)jarak

tanam renggang (70 x 40 cm) 11

7 Ilustrasi posisi solarimeter di bawah tajuk 12

8 Jagung siap panen 13

9 Kondisi curah hujan selama penelitian 16

10 Kondisi suhu udara rata – rata selama penelitian ( = TBk) suhu bola

kering dan ( = TBb) suhu bola basah 17

11 Tinggi rata-rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm

( - - - - ) dan 70 x 40cm ( ) 18

12 Jumlah daun hijau rata-rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( ) 20 13 Berat kering total semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris

Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( ) 21 14 Proporsi berat kering organ tanaman jagung manis 23 15 Indeks luas daun (ILD) rata-rata semua ulangan pada kombinasi

perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( ) 23 16 Specific Leaf Area (LDS) rata – rata semua ulangan pada kombinasi

perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( ) 24


(14)

18 Radiasi intersepsi rata – rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( ) 26 19 Efisiensi pemanfaatan radiasi (EPR) surya rata – rata semua ulangan

pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm

( ) 27

20 Hubungan antara penambahan biomassa tanaman jagung manis fase vegetatif dengan radiasi intersepsi pada perlakuan baris a)Timur Barat dan b)Utara-Selatan, dengan jarak tanam 70 x 20cm ( ) dan 70 x

40cm ( ) 27

21 Hama tanaman berupa (a) kutu daun dan (b) ulat grayak 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data cuaca selama penelitian 35

2 Akumulasi intersepsi radiasi surya mingguan tanaman jagung manis 37 3 Akumulasi transmisi radiasi surya mingguan tanaman jagung manis 37 4 Kondisi fisik tanaman jagung manis dan cara pemasangan tube

solarimeter untuk pengukuran radiasi di atas tajuk tanaman 38 5 Kondisi fisik tanaman jagung manis saat 1 minggu setelah tanam, saat

berbunga dan pengukuran tinggi tanaman jagung manis saat berumur 6

minggu setelah tanam 39

6 Proporsi berat kering organ tanaman terhadap BKT rata-rata semua ulangan pada perlakuan a) TBJ20, b) TBJ40, c) USJ20 dan d) USJ40 41

7 Analisis ragam tinggi tanaman 42

8 Analisis ragam berat kering tanaman 42

9 Analisis ragam jumlah daun 43

10 Nilai Indeks Luas Daun (ILD), Luas daun Spesifik (LDS) dan koefisien

pemadaman (k) tiap perlakuan 43

11 Akumulasi panas (AP) dan perkembangan tanaman jagung manis 43


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi surya merupakan proses sintesis yang paling besar di permukaan bumi. Tumbuhan dan tanaman mampu mengubah energi ini menjadi energi kimia yang digunakan pada proses fotosintesis. Dari sekian besarnya energi tersebut, hanya sekitar satu persen energinya yang disimpan dan digunakan dalam jaringan tanaman. Selain bagian tanaman lain yang mengandung krolofil, daun pada tanaman merupakan media utama dalam proses ini. Tetapi tidak semua daun sama efisiennya dalam menyerap energi radiasi surya. Berbagai faktor turut berpengaruh dalam proses tersebut.

Merajuk dari hasil penelitian yang telah dilakukan Monteith (1969) mengenai kondisi fisik tanaman, beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi efisiensi daun dalam menerima energi radiasi surya adalah luas daun, sudut daun, posisi pada sumbu vertikal, albedo daun, transmisi cahaya melalui daun, pola kurva respon cahaya, elevasi surya di atas horison, dan kondisi kecerahan langit.

Dalam hal ini dilakukan penelitian mengenai besarnya efisiensi radiasi surya yang diterima oleh daun, karena tidak semua daun mendapat radiasi langsung melainkan terdapat daun yang berada di bawah bayangan. Semakin rapat kanopi tanaman maka semakin banyak daun-daun yang saling menaungi. Sehingga daun yang berada di bagian bawah akan menerima radiasi lebih sedikit untuk proses fotosintesis dibanding daun-daun yang berada di atasnya.

Arah baris dan kerapatan populasi tanaman pun mempengaruhi besarnya transmisi cahaya yang diterima tanaman. Ketika arah baris searah dengan datangnya sinar matahari dengan jarak tanam lebar, akan terdapat efek lorong yang mengakibatkan adanya energi radiasi yang tidak digunakan tanaman. Sehingga, perlu adanya pengaturan jarak tanam dan arah baris yang tepat agar penerimaan energi radiasi oleh tanaman lebih efisien.

Kebutuhan radiasi surya akan berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman. Tanaman jagung manis merupakan salah satu jenis tanaman C4 yang sangat efisien dalam memanfaatkan energi radiasi surya bagi pertumbuhannya. Dengan kemampuan laju fotosintesis yang tinggi, jagung manis mampu meningkatkan hasil produksinya seiring dengan tersedianya energi surya yang melimpah.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengestimasi proporsi radiasi yang diintersepsi dan ditransmisikan tajuk tanaman jagung manis.

2. Mengetahui pengaruh arah baris dan kerapatan populasi terhadap perubahan luas daun spesifik (LDS), indeks luas daun (ILD), besarnya radiasi surya yang diterima serta nilai koefisien pemadaman tajuk tanaman jagung manis.

3. Mencari kombinasi metode penanaman jagung manis terbaik terhadap arah datang sinar matahari bagi pertumbuhan dan hasil produksinya.

4. Menguji jarak tanam yang sesuai bagi tanaman jagung manis berdasarkan metode yang disarankan oleh Balai Penelitian Tanaman Serealian.


(16)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu memberikan pilihan metode penanaman jagung manis dengan memanfaatkan arah penerimaan sinar matahari dalam mengoptimalkan pertumbuhannya. Disamping itu, hasil yang dipaparkan dalam penelitian ini dapat melengkapi pengetahuan terhadap metode penanaman yang disarankan oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia mengenai penentuan jarak tanam yang optimal bagi pertumbuhan jagung manis agar setiap tanaman menerima energi matahari yang lebih merata.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman jagung secara taksonomi diklasifikasikan sebagai : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Gambar 1 Tanaman jagung manis (sumber: dokumen pribadi)

Tanaman jagung memiliki sistem perakaran serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga (Subekti

et al 2008). Batang berbentuk silindris dan tidak bercabang. Daun jagung memiliki struktur bunga jantan yang terpisah dengan bunga betina. Tinggi tanaman jagung manis mencapai 200-255 cm. Tanaman jagung dapat beradaptasi baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi hingga 3000 mdpl pada wilayah tropis hingga lintang 50 oLU dan 50 oLS. Tanaman jagung dapat tumbuh di wilayah curah hujan tinggi hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al 1996). Tanaman jagung tumbuh


(17)

3 optimal pada tanah gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup. Tanaman jagung akan layu pada kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang dan pada kondisi tergenang air. Jagung tumbuh optimal pada suhu lingkungan rata-rata 26-30 oC dan pada pH 5.7-6.8 (Subandi et al 1988). Umur produksi jagung manis lebih singkat (genjah) dan dapat dipanen dalam 68-80 HST.

Tanaman jagung manis merupakan tanaman hijau yang tanggap terhadap radiasi surya baik dalam kualitas, intensitas maupun lama penyinaran. Intensitas cahaya sangat diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis. Noggle dan Fritz (1983) menyatakan bahwa, intensitas cahaya selain mempengaruhi laju fotosintesis juga mempengaruhi perkembangan dan aktivitas daun. Pemanjangan batang, laju pembentukan daun, perkembangan tunas atau cabang, perkembangan generatif dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan lama penyinaran (Cathey dan Campbell 1982).

Arah Baris Penanaman

Arah baris penanaman yang diujicobakan mempengaruhi perilaku pertumbuhan tanaman dalam menerima cahaya matahari. Pada lokasi penelitian yang merupakan daerah lintang tropis, tanaman menerima cahaya matahari sepanjang hari. Kemudian waktu penelitian yang bertepatan pada bulan Maret hingga Juni memiliki posisi matahari yang berada pada garis ekuator menuju arah Utara menyebabkan arah baris penanaman Timur-Barat pun menerima cahaya matahari lebih merata dibandingkan pada penanaman dengan arah baris Utara-Selatan penerimaan cahaya terjadi pada 45o hingga 135o terhadap sudut datang matahari. Geiger (1959) berpendapat bahwa pengaturan jarak baris sangat mempengaruhi distribusi radiasi surya dan intensitasnya. Dengan pengaturan arah dan jarak baris yang tepat, distribusi dan intensitas radiasi akan lebih merata, sehingga proses fotosintesa akan berjalan dengan baik.

Kondisi yang sama terjdi ketika pada keadaan kering, menurut Rahadiati (1993), jarak baris yang sempit dengan radiasi surya yang rendah pada permukaan tanah dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena air yang tersimpan di dalam tanah akan digunakan oleh tanaman pada awal masa pertumbuhan dan sedikit air yang tersimpan di dalam tanah akan digunakan oleh tanaman pada awal masa pertumbuhan.

Kerapatan Populasi Tanaman

Kerapatan tanaman menunjukkan jumlah populasi per satuan luas lahan tempat tumbuh tanaman akibat adanya perbedaan jarak tanam. Perbedaan kerapatan tanaman akan mempengaruhi kompetisi penggunaan air dan zat hara antar tanaman, efisiensi penggunaan cahaya dan akhirnya mempengaruhi penampilan serta produksi tanaman. Peningkatan populasi tanam mengakibatkan kesempatan tanaman secara individu untuk memperoleh sinar matahari, unsur hara dan air menjadi terbatas sehingga mengurangi fotosíntesis (Harjadi 1996). Selanjutnya, peningkatan populasi umumnya menyebabkan tanaman lebih tinggi, ukuran daun lebih kecil, peningkatan ILD dan penurunan produktivitas. Pada


(18)

4

kondisi populasi padat, kompetisi antar tanaman lebih tinggi untuk mendapatkan cahaya matahari.

Kerapatan populasi tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkem-bangan tanaman. Manurut Pradiko (2012), hal ini karena kerapatan populasi tanaman dapat menciptakan tingkat persaingan antar tanaman dalam memperoleh air, radiasi surya, dan tentunya unsur hara. Koesmaryono (1996), menjelaskan bahwa peningkatan populasi tanaman akan meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) yang dapat meningkatkan intersepsi radiasi surya oleh kanopi tanaman. Dengan kata lain, populasi yang rapat dapat lebih efisien dalam penggunaan radiasi surya, tetapi apabila terlalu rapat akan terjadi persaingan yang tinggi yang mengakibatkan produktivitas menurun.

Indeks Luas Daun (ILD)

Indeks luas daun merupakan rasio antara ukuran luas kanopi tanaman dengan tempat berdirinya tanaman. Kanopi tanaman tersebut dapat mengurangi masuknya radiasi ke dalam tajuk tanaman (Perdinan 2002). Kemampuan kanopi tersebut dapat dinyatakan dalam satuan koefisien pemadaman (k) dan besarnya dipengaruhi oleh struktur kanopi tanaman.

Gambar 2 Kanopi tanaman terlihat dari atas dan nilai ILD-nya (Sumber : http://www.gardenwithinsight.com)

Pemadaman cahaya oleh kanopi tanaman sangat kompleks tergantung pada geometri tanaman, derajat variasi daun berbagai spesies dan umur tanaman (Rosenberg 1974). Selanjutnya, dalam perhitungan nilai k dapat terjadi kesalahan akibat adanya kenyataan bahwa komunitas tanaman yang heterogen, perubahan kualitass spektrum cahaya dan kondisi atmosfer yang tidak isotropik.

Luas Daun Spesifik (LDS)

Luas daun spesifik (LDS) adalah luas daun per satuan berat kering daun. Indeks ini mengandung informasi ketebalan daun yang dapat mencerminkan unit organela fotosintesis. Kuantitas cahaya merupakan faktor yang dominan dari biomassa tanaman dalam memicu aktifitas sifat dalam tanaman (genetik) yang mengendalikan nilai luas daun spesifik. Tanggapan luas daun spesifik kepada perubahan kuanta radiasi dalam jangka pendek cukup sensitif (Sitompul dan Guritno, 1995). Nilai luas daun spesifik yang semakin besar mengindikasikan daun semakin tipis dan nilai luas daun spesifik tidak berpengaruh langsung terhadap bobot biji.


(19)

5 Luas daun spesifik berbanding terbalik dengan berat daun spesifik (nisbah berat daun terhadap luas daun), karena itu daun yang berkembang dalam intensitas cahaya rendah memiliki berat daun spesifik yang lebih rendah (Allard et al 1991). Muhuria et all (2006) mengutarakan bahwa intensitas cahaya rendah menyebabkan kepadatan trikoma berkurang. Kondisi ini sangat menguntungkan tanaman karena jumlah cahaya yang akan direfleksikan menjadi sedikit, sehingga daun semakin efisien dalam menangkap cahaya.

Tipisnya daun-daun yang terekspos pada intensitas cahaya rendah menyebabkan kloroplas lebih terorientasi pada bidang permukaan sehingga efisiensi penangkapan cahaya meningkat. Selain itu, daun yang tipis akan mengefisienkan penggunaan metabolit, sehingga diharapkan produk akhir tanaman masih relatif tinggi (Hale dan Orcutt 1980).

Radiasi Surya

Penerimaan radiasi di permukaan bumi bervariasi menurut lintang dan waktu. Perubahan menurut lintang disebabkan oleh inklinasi bumi (66.5o) yang menyebabkan perbedaan sudut datang. Perbedaan menurut waktu terjadi secara diurnal maupun musiman (Handoko 1994). Secara makro, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi surya meliputi (1) Jarak antara matahari dan bumi. Perubahan jarak antara matahari dan bumi menyebabkan variasi penerimaan energi radiasi di bumi, (2) Intensitas radiasi matahari yang besarnya dipengaruhi oleh sudut datang matahari di permukaan bumi, (3) Panjang hari yaitu waktu dari matahari terbit hingga terbenam, (4) Pengaruh atmosfer yang meliputi gas-gas aerosol dan awan (Handoko 1994).

Handoko (1994) menyatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi penerimaan radiasi di permukaan bumi adalah keadaan awan. Penerimaan radiasi di daerah basah dengan banyak awan sekitar 40% sedangkan di gurun mencapai 80% (Larcher 1980). Secara mikro, keadaan topografi juga mempengaruhi radiasi yang sampai ke permukaan. Wilayah dataran tinggi mendapat intensitas radiasi yang lebih tinggi karena kondisi atmosfer yang bersih dari polusi.

Radiasi Transmisi dan Intersepsi

Energi radiasi surya yang mengenai tajuk tanaman tidak sepenuhnya diteruskan ke permukaan tanah. Suryani (1993) menyatakan bahwa, energi radiasi yang mengenai tajuk tanaman akan mengalami pengurangan dalam perjalanannya menuju ke permukaan tanah, sehingga radiasi surya yang berada di bawah tajuk tanaman jumlahnya tidak merata. Hal ini disebabkan adanya perubahan berkas sinar dari radiasi surya yang diintersepsi oleh tanaman akibat gerakan tanaman yang dipengaruhi angin dan perubahan posisi matahari.

Intersepsi radisasi pada tanaman dipengaruhi oleh sudut elevasi dan sudut zenith matahari, sifat spektral elemen kanopi, indeks luas daun, sudut distribusi daun, ukuran daun, bentuk daun, pergerakan daun terhadap angin, titik layu, dan fototropisme. Namun demikian, variabel yang sering digunakan untuk


(20)

6

memprediksi intersepsi adalah indeks luas daun, karena ILD memilki peranan utama dalam intersepsi radiasi matahari yang datang (Gallo et al 1983).

Transmisi radiasi merupakan radiasi yang diteruskan melewati kanopi tanaman. Dengan kata lain merupakan energi radiasi yang lolos pada permukaan tanah dibawah tajuk. Transmisi radiasi pada kanopi tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi sumber distribusi radiasi (radiasi langsung dan radiasi baur serta sifat spektral), struktur kanopi dan jenis tanaman, ukuran luas daun sebagai kanopi dan sudut datang matahari. Proporsi radiasi langsung dan baur dan sifat spektralnya sangat tergantung pada kondisi atmosfer. Radiasi transmisi berbeda pada sudut datang dan radiasi baur yang berbeda (Wenge et al. 1997).

Cahaya yang menimpa daun akan dipantulkan dan ditransmisikan

tergantung pada sifat daun yang dinyatakan dengan koefisien transmisi (τ). Nilai

transmisi merupakan proporsi antara radiasi yang ditransmisikan dengan radiasi yang masuk. Radiasi yang ditransmisikan sangat dipengaruhi karakter kanopi diantaranya luas daun, sudut daun, pola distribusi daun, dan ukuran daun (Rosenberg 1974). Geiger (1959) juga menyatakan bahwa panjang gelombang, umur tanaman, dan sudut inklinasi daun berpengaruh pada besar transmisi radiasi.

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya (EPR)

Radiasi surya diperlukan tanaman sebagai sumber energi terutama dalam proses fotosintesis. Lebih jauh lagi, radiasi surya memberikan energi yang dibutuh-kan untuk perkecambahan biji, perluasan daun, pertumbuhan batang dan tunas, pembungaan serta pembuahan. Sehingga radiasi surya berperan penting dalam pengendalian proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya adalah nisbah antara energi yang digunakan untuk membentuk bahan kering dengan total energi surya yang diterima selama masa pertumbuhan (Sitianapessy 1985). Dengan kata lain, efisiensi radiasi surya pada tanaman dapat merupakan perbandingan antara energi yang diperlukan untuk menghasilkan bahan atau materi organik pada tanaman dengan total energi yang diterima oleh tanaman.

Tabel 1 Hasil penelitian nilai EPR-PAR jagung di berbagai negara

Sumber Asal tempat Tahun EPR PAR (g MJ

-1

)

1 2

Rudorff et al New York - America 1991 3.90 4.24 Gallo et al New York - America 1993 3.71 4.38 Otegui et al Nebraska - Lincoln 1995 3.39 4.14 Lindquist et al Nebraska - Lincoln 2005 3.70 3.80

Radiasi yang terdapat di atas kanopi, dalam kanopi, dan dibawah kanopi memiliki peran penting dalam dimensi hubungan atmosfer dan tanaman. Pertama, cahaya yang diintersepsi dan diserap tanaman berkaitan erat dengan photosintesis yang secara langsung menpengaruhi perubahan karbon antara kanopi dan atmosfer. Absorpsi radiasi oleh tanaman berperan dalam menurunkan panas udara sekitarnya, dan radiasi transmisi yang sampai di lantai tanah berpengaruh pada kelembaban tanah dan vegetasi dibawahnya (Wenge et al 1997). Arsitektur kanopi


(21)

7 merupakan faktor utama yang menentukan untuk mengabsorpri radiasi atau meneruskannya. Arsitektur kanopi meliputi posisi, ukuran, dan arah tiap elemen penyusun kanopi.

Akumulasi Panas

Suhu tanaman akan selalu berubah mengikuti suhu lingkungannya. Hal ini disebabkan karena proses pemanasan tanaman relatif lebih kecil dibanding masa dan luas permukaaannya. Suhu yang optimum bagi aktifitas pertumbuhan tanaman bervariasi menurut jenis, populasi, individu, organ tanaman dan perkembangannya (Treshow 1970). Suhu maksimum harian lebih berkorelasi dengan pertumbuhan dibanding suhu minimumnya. Karena suhu maksimum mampu meningkatkan pertumbuhan batang dan tebal daun, akan tetapi dapat mengurangi luas daun tanaman. Kemudian, hasil penelitian Sitaniapessy (1985) menunjukkan suhu rendah terutama di malam hari akan mengurangi luas daun dan pembesaran buah serta meningkatkan pembungaan.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung manis dipengaruhi oleh kondisi suhu lingkungan. Menurut Koesmaryono (1996), interaksi antara suhu udara dan radiasi surya berpengaruh terhadap suhu daun yang kemudian mempengaruhi proses fotosintesis alami tanaman. Selain itu, peningkatan suhu mengakibatkan jumlah hari untuk terjadinya perkecambahan berkurang (Yan et al

1995). Sehingga penentuan akumulasi panas merupakan metode penghitungan yang mampu mengidentifikasi umur tanaman dan fase perkembangannya.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Periode pembuatan alat pengukuran, penanaman dan pengambilan data adalah tanggal 2 Maret hingga 15 Juni 2013.


(22)

8

Persiapan alat pengukuran dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Meteorologi GFM–FMIPA pada tanggal 2 Maret hingga 28 Maret 2013. Periode penanaman dan pengambilan data di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Darmaga-Bogor, Jawa Barat, tanggal 28 Maret hingga 15 Juni 2013, pada koordinat 6o 33’

10” LS dan 106o 42’58” BT dengan elevasi ±240 mdpl. Pengolahan data dilaku-kan pada bulan Juli di Laboratorium Agrometeorologi, GFM-FMIPA Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan utama pada penelitian yang berhubungan dengan penanaman tanaman memerlukan bahan berupa benih tanaman. Benih yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung manis varietas SD3 IPB. Bahan pendukung pertumbuhan tanaman berupa kapur pertanian, pupuk kandang dengan takaran 3.5 ton ha-1, furadan, pupuk urea 350 kg ha-1, SP-36 150 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1. Selain itu, untuk pemeliharaan dari hama dan penyakit tanaman digunakan pestisida.

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terbagi dari alat pengolah lahan, alat pemeliharaan tanaman, alat pengukuran dan beberapa perangkat lunak untuk analisis data sebagai berikut :

1. Alat pengolah lahan berupa traktor, cangkul, kored, tugal, ajir dan meteran. 2. Alat pemeliharaan berupa alat penyiram tanaman (gembor, selang air). 3. Alat pengukuran berupa tube solarimeter, PVC penyangga solarimeter,

digital voltmeter DT 830 B, printer HP Deskjet 1050 J410 Series, termometer bola basah dan bola kering, oven, timbangan digital, dan alat potong.

4. Alat tulis dan mistar.

5. Seperangkat komputer dengan beberapa software pendukung.

6. Software MS. Excel, GetPixels, Paint, MS. Office Picture Manager dan SPSS16.

Metode Pelaksanaan

Perancangan Percobaan

Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) Faktorial dengan dua faktor, yaitu:

Petak Utama : Arah baris penerimaan terdiri dari 2 taraf, yaitu :

TB : Arah Timur-Barat

US : Arah Utara-Selatan

Anak Petak : Jarak Tanam terdiri dari 2 taraf, yaitu : J20 : Jarak tanam 70 x 20 cm


(23)

9 Diperoleh 4 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan, yaitu :

TBJ20 : Arah Timur-Barat jarak tanam rapat (70 x 20 cm) TBJ40 : Arah Timur-Barat jarak tanam renggang (70 x 40 cm) USJ20 : Arah Utara-Selatan jarak tanam rapat (70 x 20 cm) USJ40 : Arah Utara-Selatan jarak tanam renggang (70 x 40 cm) U1; U2;U3 : Ulangan 1, 2 dan 3

Jumlah ulangan (U) : 3

Ukuran petak utama : 12 x 10 m Ukuran sub petak : 4 x 5 m

Jumlah petak utama : 4 Jumlah sub petak : 12

Jarak antar petak utama : 1.5 m Jarak antar anak petak : 0.35 m

Model linear yang digunakan adalah:

Y ijk = µ + α i+ ρj+ ij+ βk+ (αρ) ij + ij(k)

Keterangan :

Y ijk : Hasil pengamatan pada petak utama, yaitu arah baris pada taraf

ke-i, jarak tanam pada taraf ke-j pada ulangan ke-k i : 1, 2 ; j : 1, 2 ; k : 1, 2, 3

µ : Rataan umum

α i : Pengaruh arah baris ke-i ρj : Pengaruh jarak tanam ke-j

ij : Pengaruh galat yang disebabkan jarak tanam ke-i pada ulangan

ke-k

βk : Pengaruh ulangan ke-k

(αρ) ij : Pengaruh jarak tanam ke-j dalam arah baris ke-i

ijk : Pengaruh acak dari pengaruh arah baris ke-i dan jarak tanam ke-j

serta ulangan ke-k

Terhadap hasil sidik ragam nyata dengan uji beda rataan berdasarkan uji Duncan (DMRT) dengan taraf 5%.

Pembuatan Alat Tube Solarimeter

Alat dibuat dari 18 komponen dioda zener yang disusun paralel dengan karakter yang sama. Dioda dipasang pada lempeng tembaga tipis (PCB) dengan

diberi resistor 4K7Ω untuk memperkecil arus. Sumber energi berupa 4 buah

baterai 1.5 volt yang disusun paralel. Sensor yang dibuat sebanyak 13 buah dengan spesifikasi panjang yang berbeda disesuaikan dengan jarak tanam. Tujuh sensor berukuran panjang 80 cm, 4 buah sensor 70 cm, dan dua buah sensor berukuran 73 cm.


(24)

10

80 cm

Gambar 4 Tube Solarimeter

Pembuatan Alat Termometer Bola Basah dan Bola Kering

Alat dibuat dari 2 komponen sensor LM35D yang disusun paralel dengan karakter yang sama. Sensor ini memiliki ketelitian ± 0.5 oC dengan dengan syarat kondisi pengukuran nilai rata-rata suhu harian berada diantara suhu minimum dan maksimum (Texas Instruments 1999).

Gambar 5 Termometer bola basah (TBb) dan bola kering (TBk) (sumber: dokumen pribadi)

Yang membedakan antara termometer bola basah (TBb) dengan bola kering (TBk) yaitu dengan menambahkan kain basah untuk menyelimuti seluruh permukaan sensor yang akan digunakan sebagai TBb. Kedua sensor kemudian diberi warna putih dan dimasukkan ke dalam tabung PVC untuk menghindari pengaruh radiasi matahari yang dapat berpengaruh pada besaran suhu yang didapat. Sumber energi berupa 4 buah baterai 1.5 volt yang disusun paralel.

Kalibrasi Alat

Kalibrasi alat tube solarimeter dilakukan pada tanggal 22 April 2013 pukul 16:20-18:00 WIB di ruangan Laboratorium Instrumentasi dan pada Tanggal 23 April 2013 pukul 08:00-11:30 WIB di atas Gedung FMIPA IPB lantai 4. Sedangkan kalibrasi termometer dilakukan pada tanggal 30 Maret di ruangan Laboratorium Instrumentasi. Data kalibrasi digunakan untuk membandingkan setiap tube solarimeter dengan input radiasi yang sama dan termometer dengan suhu yang sama.

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan meliputi pembersihan lahan dari gulma, pengkapuran, pembuatan petak lahan dengan ukuran 4 m x 5 m dan pemupukan. Jarak antar satu baris dengan baris yang lain adalah 0.7 m, sedangkan jarak antar bedeng adalah 0.5 m. Lahan dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 7.5 kg petak-1 dan diberi kapur pertanian 1 kg petak-1 untuk menetralkan pH tanah. Kemudian lahan didiamkan selama kurang lebih dua minggu agar lahan siap digunakan.


(25)

11

Penanaman

Benih ditanam sebanyak dua benih per lubang tanam dengan ditugal sedalam kurang lebih 3 cm. Berdasarkan pendapat Subekti et al (2008), hal ini dilakukan agar kemunculan kecambah seragam dan memudahkan bakal tunas untuk tumbuh menuju permukaan tanah.

Gambar 6 Ilustrasi arah baris penanaman pada a)Timur-Barat dan b)Utara-Selatan, serta jarak tanam pada c) jarak tanam 70 x 20 cm dan d)jarak tanam 70 x 40 cm

Jarak tanam antar tanaman dalam baris adalah 20 cm dan 40 cm, sedangkan jarak tanam antar baris yang digunakan adalah 70 cm. Benih yang digunakan pada jarak 70 cm x 20 cm sebanyak 1 buah dan 2 benih pada jarak 70 cm x 40 cm. Jarak ini dipilih karena merupakan jarak tanam yang disarankan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2008), serta menghasilkan komponen panen yang paling tinggi dibandingkan jarak lainnya. Populasi tanaman yang dihasilkan dengan jarak tanam ini berkisar antara 66.000 -71.000 tanaman ha-1.

Pemasangan Alat

Tube solarimeter ditempatkan pada dua ketinggian berbeda diatas tajuk dan di bawah tajuk. Satu solarimeter dipasang diatas tajuk pada ketinggian 2 meter dengan arah Utara-Selatan.

Pemasangan solarimeter dibawah tajuk dipasang dengan tiga posisi berbeda yaitu sejajar arah baris (P), tegak lurus arah baris baris (L), dan diagonal (D). Solarimeter ditempatkan pada ketinggian 10 cm diatas permukaan tanah sesuai yang dilakukan oleh Jagtap et al (1998).


(26)

12

Gambar 7 Ilustrasi posisi solarimeter di bawah tajuk

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan setiap hari meliputi pembuatan ajir, penyulaman tanaman (5, 14, dan 30 HST), pemupukan (8, 30, dan 54 HST), pengguludan (4MST), penyiraman (dua hari sekali), pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit (6 dan 9 MST).

Pengamatan Cuaca

Data suhu udara maksimum dan minimum, lama penyinaran, kelembaban udara dan curah hujan diperoleh dari stasiun Klimatologi Darmaga Bogor ±2.3 km dari tempat penelitian sebagai pembanding dengan data hasil pengukuran. Suhu sekitar tanaman diukur pukul 07.00, 13.30 dan 17.00 WIB, sedangkan pengukuran radiasi surya dilakukan tiap jam pada pukul 09.00 sampai 15.00 WIB. Ilustrasi alat pengukuran radiasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Bobot Kering Tanaman (BKT)

Penimbangan bobot kering tanaman dan destruktifikasi dilakukan di Laboratorium Terpadu GFM–FMIPA setiap 1 minggu setelah tanam (1 MST). Tanaman yang akan didestruktif sebanyak dua tanaman per petak per minggu dan bukan tanaman pinggir (untuk menghindari boundary effect). Bobot kering total ditimbang dari bobot tanaman hasil destruktif yang dikeringkan dengan suhu 180

o

C selama 8 jam. Hal ini bertujuan untuk menghitung pertambahan berat kering tanaman per minggu.

Komponen Agronomi

Tanaman contoh ditentukan sebanyak 5 tanaman per petak perlakuan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak 1 minggu setelah tanam (1MST) sampai. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran tinggi dan jumlah daun tanaman dilakukan setiap minggu mulai 1 MST hingga 11 MST.

Indeks Luas Daun (ILD)

Daun tanaman hasil destruktif dipotong kemudian di-scan dan disimpan dalam file berekstensi *.jpg. Data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak

D


(27)

13

Paint dan MS. Office Picture Manager untuk mengatur ukuran pikselnya, kemudian menggunakan GetPixels untuk mendapatkan warna tiap piksel dalam bentuk angka. Angka-angka tersebut dihitung menggunakan MS.Excel dan diperoleh persentase luas daun untuk dibandingkan dengan ukuran luas scanner

sehingga didapat luas daunnya.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan apabila biji tanaman jagung manis telah masak susu yang ditandai dengan warna kuning cerah, kadar airnya cukup banyak dan rasanya yang manis. Pemanenan dilakukan dengan mencabut buah jagung manis berisi kemudian dikupas kulit buahnya.

Gambar 8 Jagung siap panen (sumber: dokumen pribadi)

Komponen Panen

Komponen panen (berat biji, bonggol dan bungkus buah kering, indeks panen, potensi hasil, jumlah biji dalam baris dan lajur bonggol, dan diameter batang) dihitung dari tanaman selain tanaman contoh dan bukan tanaman pinggir.

Prosedur Analisis Data

Data diolah menggunakan software GetPixels, Paint, MS. Office Picture Manager, MS. Excel dan analisis keragaman menggunakan aplikasi SPSS 16.

Biomassa Tanaman

Persamaan yang digunakan adalah: dW = Wn – W(n-1)

dW : Bertambahan berat kering tanaman per minggu (g m-2); Wn : Berat kering minggu ke n;

W(n-1) : Berat kering minggu ke n-1.

Indeks Luas Daun


(28)

14

ILD (m2 m-2) = (Ld / Lh) x Jp Ld : Luas daun (m2)

Lh : Luas lahan (m2) Jp : Jumlah populasi

Luas Daun Spesifik (LDS)

Luas daun spesifik ditentukan menggunakan persamaan (Koesmaryono 1996):

LDS (cm2 g-1) = Ld / Wd Wd : Berat kering daun (gram)

Koefisien Pemadaman

Koefisien pemadaman (k) dihitung menggunakan persamaan: k = ln (Q0/Qt) / ILD

Qt : Radiasi di bawah tajuk (MJ m-2); Q0 : Radiasi di atas tajuk (MJ m-2);

ILD : Indeks Luas Daun.

Nilai k menunjukkan besarnya kemampuan tanaman dalam pemadaman cahaya oleh kanopi tanaman. Nilai ini sangat beragam tergantung pada sifat optik tanaman, yaitu geometri tanaman, derajat variasi daun berbagai spesies dan umur tanaman. Nilai k yang mendekati angka 1 menunjukkan penutupan kanopi semakin rapat. Sifat optik tanaman jagung manis dengan nilai yang relatif meningkat mengalami perubahan dari awal hingga akhir pengamatan. Besarnya relatif meningkat setiap MST. Akan tetapi pada 9 MST terdapat beberapa daun yang mulai mengering dan menyebabkan ILD menjadi berkurang sehingga mempengaruhi nilai k.

Intersepsi Radiasi Surya

Intersepsi radiasi surya adalah besar radiasi surya yang tertahan oleh tajuk atau kanopi tanaman yang tidak sampai ke permukaan tanah di bawah tajuk atau kanopi tanaman tersebut (Sitaniapessy 1985). Pengertian lain yang disampaikan oleh Handoko (1994) menyebutkan bahwa intersepsi radiasi surya adalah selisih antara radiasi yang diterima di atas tajuk dan di bawah tajuk tanaman. Dari pengertian tersebut maka persamaan untuk menghitung intersepsi radiasi surya adalah sebagai berikut:

Qint = 1 – Qtrans

Qtrans = (Q/Q0) x 100%

Qint : Radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman (MJ m-2 minggu-1).


(29)

15 Q : Radiasi di bawah tajuk (MJ m-2);

Q0 : Radiasi di atas tajuk (MJ m-2).

Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menduga intersepsi radiasi adalah persamaan dari Hukum Beer:

Qint = Q0 x (1 – exp(-k x ILD))

k : Koefisien pemadaman; ILD : Indeks Luas Daun.

Radiasi yang dihitung merupakan radiasi global hasil observasi pada lahan percobaan, kemudian radiasi di bawah tajuk yang digunakan adalah data dari hasil pengukuran sensor tube solarimeter yang ditempatkan secara diagonal dalam baris. Karena metode penempatan alat ini menunjukkan nilai transmitan dengan keragaman terendah di semua perlakuan. Sensor ini juga dapat ditempatkan pada arah baris Utara Selatan maupun Timur Barat dengan berbagai kondisi tutupan tajuk

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya

Nilai Efisiensi Pemanfaatan Radiasi (EPR) atau ditentukan berdasarkan kemiringan garis hasil plotting akumulasi intersepsi radiasi (MJ m-2) dan penambahan berat kering (biomassa) tanaman (g m-2). Handoko (1994) menyatakan bahwa efisiensi radiasi surya pada tanaman dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:

= dW / Qint

: Efisiensi pemanfaatan radiasi surya (g MJ-1); dW : Penambahan biomassa tanaman (g m-2).

Akumulasi Panas

Persamaan untuk menentukan akumulasi panas adalah sebagai berikut: AP = s ∑ Trataan - Tdasar)

AP : Akumulasi panas (Co hari); s : Fase perkembangan tanaman; T rataan : Suhu rata – rata harian;

T dasar : Suhu dasar tanaman jagung manis (9 oC).

Indeks Panen

Nilai indeks panen (IP) merupakan rasio antara berat kering biji dengan berat kering tanaman jagung manis secara keseluruhan.

IP = Wb / WT Wb : Berat kering biji Wt : Berat kering total


(30)

16

Analisis Statistik Rancangan Percobaan

Analisis statistik ANOVA (Analysis of Variance) dengan taraf nyata (α) 5%

dilakukan menggunakan software SPSS 16. Pengujian dilakukan menggunakan uji F. Pengaruh perlakuan dikatakan nyata apabila F hitung lebih besar dari Ftabel.

F hitung

Selanjutnya digunakan uji lanjut Duncan (Rp) untuk mengetahui beda nilai

tengah hasil pengamatan antara setiap perlakuan (p) yang dapat ditentukan melalui persamaan:

Rp = rα; p; dbg√

KTG : Kuadrat Total Galat; r : Jumlah ulangan;

rα; p; dbg : Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α, jarak peringkat dua perlakuan p dan derajat bebas galat sebesar dbg.

Uji Duncan ini digunakan karena dapat digunakan untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan jumlah perlakuan (Mattjik 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Cuaca Selama Penelitian

Lokasi penelitian yang berada di kecamatan Darmaga, Bogor memiliki kondisi iklim tropis basah (Af) dengan pola curah hujan monsoon dan intensitas curah hujan sebesar 2500-5000 mm/tahun.

Gambar 9 Kondisi curah hujan selama penelitian

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78

C

H

(m

m

)


(31)

17 Berdasarkan informasi data yang didapat dari BMKG Darmaga, suhu udara rata-rata, minimum dan maksimum harian yang terdapat di wilayah tersebut sebesar 26.1 oC, 21.8 oC dan 33.6 oC, dengan kelembaban rata-rata per bulan 84 % dan intensitas radiasi surya rata-rata 13 MJ/m2/bulan.

Gambar 10 Kondisi suhu udara rata – rata selama penelitian ( = TBk) suhu bola kering dan ( = TBb) suhu bola basah

Suhu udara rata-rata harian wilayah kajian selama musim penanaman sebesar 26.4 oC, dengan suhu maksimum dan mínimum rata-rata adalah 33.7 oC dan 22.2 oC. Kelembaban udara rata – rata harian sebesar 85% dan lama penyinaran rata-rata per hari adalah 78%. Curah hujan total selama penelitian tercatat sebesar 673.2 mm dengan hari hujan sebanyak 51 hari, dan curah hujan harian tertinggi sebesar 95.6 mm. Kondisi yang terjadi pada saat masa tanam (28 Maret-15 Juni) merupakan musim hujan sehingga menyebabkan 66% dari keseluruhan masa tanam (77 hari) terjadi hujan.

Pada sebelum dan saat terjadinya hujan terdapat awan yang menutupi permukaan bumi dari cahaya matahari. Kondisi tersebut menyebabkan total penerimaan radiasi surya tidak merata sepanjang hari, kemudian mengakibatkan rata-rata fluktuasi suhu harian yang didapat semakin beragam. Semakin beragamnya suhu udara yang dihasilkan dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan tanaman jagung manis. Seperti yang telah disampaikan pada bab Tinjauan Pustaka, berdasarkan pernyataan Sitaniapessy (1985), suhu rendah akan mengurangi luas daun dan pembesaran buah serta meningkatkan pembungaan. Sedangkan suhu tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan batang dan daun tanaman.

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung Manis

Tinggi Tanaman

Perbedaan perubahan tinggi tanaman rata-rata setiap perlakuan dipengaruhi oleh beberapa kondisi. Disamping pengaruh dari sifat genetik tanaman itu sendiri,

24 25 26 27 28

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84

Suhu

(

C)


(32)

18

kondisi lingkungan baik yang alami maupun akibat pengaruh perlakuan pun turut berpengaruh pada kondisi tersebut.

Gambar 11 Tinggi rata-rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

Tabel 2 Pengaruh arah baris terhadap tinggi tanaman menurut uji Duncan

Umur Tinggi rata - rata (cm)

USJ20 TBJ20 USJ40 TBJ40

1 MST 6.7a 6.9a 7.5 a 7.7a

2 MST 15.2a 13.8a 16.2 a 14.3a

3 MST 31.7b 41.2a 31.4 a 31.7a

4 MST 42.5a 47.6a 39.3 a 37.4a

5 MST 59.2a 58.4a 58.8 a 49.4a

6 MST 89.3a 80.5a 90.8 a 78.3a

7 MST 140.1a 129.7b 131.8 a 118.9a

8 MST 184.4a 180.1a 168.5 a 152.3a

9 MST 185.6a 187.9a 177.4 a 170.9a

10 MST 186.9a 187.6a 180.6 a 169.0 a

11 MST 184.9a 183.8a 178.6 a 165.4a

Keterangan: huruf yang sama pada masing – masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%.

Hasil rata-rata semua ulangan pada Gambar 11 menunjukkan bahwa tinggi tanaman dengan jarak tanam 70 x 20 cm (J20) cenderung lebih tinggi. Selain itu, tanaman dengan arah baris Utara-Selatan (US) juga lebih tinggi jika dibanding dengan arah baris Timur-Barat (TB). Kerapatan populasi dan arah baris mempengaruhi tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari. Semakin rapat populasi tanaman maka persaingan antar tanaman dalam menerima cahaya matahari semakin tinggi. Pada arah baris US, jarak penerimaan cahaya matahari terhadap sudut datang matahari lebih merata daripada arah baris TB. Hal tersebut dikarenakan jarak tanam pada petak arah baris US dalam satu baris terhadap sinar datang matahari lebih lebar (70 cm), sehingga tanaman yang berada di balik

0 40 80 120 160 200 240

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

T

in

ggi

T

an

am

an

(

cm

)


(33)

19 tanaman lain terhadap arah datangnya matahari tidak tertutupi bayangan tanaman yang berada di depannya (efek naungan). Berbeda halnya dengan arah baris TB, jarak tanam dalam satu baris terhadap sinar datang matahari lebih rapat (20 cm atau 40 cm), sehingga tanaman yang satu dengan yang lainnya saling menutupi sinar matahari yang masuk.

Tabel 3 Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman menurut uji Duncan

Umur

Tinggi rata - rata (cm)

TBJ20 TBJ40 USJ20 USJ40

1 MST 6.9a 7.7a 6.7 a 7.5a

2 MST 13.8a 14.3a 15.2a 16.2a

3 MST 41.2a 31.7a 31.7a 31.4a

4 MST 47.6a 37.4a 42.5a 39.3a

5 MST 58.4a 49.4a 59.2a 58.8a

6 MST 80.5a 78.3a 89.3a 90.8a

7 MST 129.7a 118.9a 140.1a 131.8a

8 MST 180.1a 152.3a 184.4a 168.5a

9 MST 187.9a 170.9a 185.6a 177.4a

10 MST 187.6a 169.1a 186.9a 180.6a

11 MST 183.8a 165.4a 184.9a 178.6a

Keterangan: huruf yang sama pada masing – masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%.

Hasil uji statistik terhadap tinggi tanaman pada tabel 2 dan tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh langsung arah baris dan jarak tanam terhadap perbedaan tinggi tanaman yang dihasilkan. Akan tetapi, jika dilihat dari pertumbuhan tinggi tanaman yang dihasilkan, maka kombinasi perlakuan USJ20 menghasilkan pertum-buhan tinggi tanaman yang lebih optimal dibanding dengan perlakuan yang lain

Jumlah Daun

Jumlah daun rata-rata tanaman (Gambar 12) hampir sama tiap perlakuannya. Perbedaan dapat terlihat ketika berada pada 8 MST, ketika tinggi tanaman mulai mendekati puncaknya mengakibatkan persaingan antar tanaman untuk menerima cahaya matahari semakin tinggi. Hal tersebut diadaptasikan dengan meningkatnya jumlah daun hijau, sehingga dapat terlihat pada jarak tanam 70 x 20 cm (J20) jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak dibanding jarak 70 x 40 cm (J40).

Seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung manis, ketika mendekati masa panen jumlah daun hijau semakin berkurang, karena konsentrasi pertumbuhan berpusat pada buah dan mengakibatkan daun yang lebih tua mengering. Pengeringan daun ini akan terus berlangsung seiring dengan proses pematangan biji.


(34)

20

Gambar 12 Jumlah daun hijau rata-rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

Uji statistik yang disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan pengaruh antar perlakuan tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan. Perbedaan jumlah daun yang dihasilkan hanya berkisar 1-2 daun, sedangkan perbedaan nyata terjadi jika selisih jumlah daun lebih dari 3 daun.

Tabel 4 Pengaruh arah baris terhadap jumlah daun menurut uji Duncan

Umur Jumlah daun rata - rata

TBJ20 USJ20 TBJ40 USJ40

1 MST 2a 3a 2a 2a

2 MST 3a 3a 3a 3a

3 MST 6a 6a 5a 6a

4 MST 6a 6a 6a 6a

5 MST 6a 6a 6a 6a

6 MST 8a 8a 7a 8a

7 MST 9a 10a 9a 10a

8 MST 11a 12a 10a 11a

9 MST 12a 13a 12a 12a

10 MST 14a 14a 13a 14a

11 MST 14a 14a 13a 14a

Keterangan : huruf yang sama pada masing – masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%.

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

m

lah

Dau

n

H

ij

au


(35)

21 Tabel 5 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah daun menurut uji Duncan

Umur

Jumlah daun rata - rata

TBJ20 TBJ40 USJ20 USJ40

1 MST 2a 2a 3a 2a

2 MST 3a 3a 3a 3a

3 MST 6a 5a 6a 6a

4 MST 6a 6a 6a 6a

5 MST 6a 6a 6a 6a

6 MST 8a 7a 8a 8a

7 MST 9a 9a 10a 10a

8 MST 11a 10a 12a 11a

9 MST 12a 12a 13a 12a

10 MST 14a 13a 14a 14a

11 MST 14a 13a 14a 14a

Keterangan : huruf yang sama pada masing – masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%.

Berat Kering Total per Tanaman

Berat kering total (BKT) per tanaman meningkat tiap minggunya, hal ini membuktikan bahwa tanaman mengalami pertumbuhan seiring dengan semakin meningkatnya umur tanaman. BKT yang dihasilkan pada perlakuan berjarak 70 x 20 cm (J20) lebih besar daripada tanaman berjarak 70 x 40 cm (J40). Selain itu, BKT arah baris Utara-Selatan (US) cenderung lebih besar daripada arah baris Timur-Barat (TB). Pada Gambar 13 di bawah menunjukkan perubahan BKT meningkat drastis ketika menuju 10 MST. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya penambahan proporsi berat dari buah jagung yang mulai matang. Proporsi berat kering buah ini mendominasi antara 45% hingga 60% dari berat kering total tanaman.

Gambar 13 Berat kering total rata-rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

3 4 5 6 7 8 9 10 11

B

er

at

K

er

in

g

T

ot

al

(

gr

)


(36)

22

Hasil uji statistik menunjukkan pertambahan BKT pada arah baris US menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada arah baris TB, sedangkan dari perlakuan jarak tanam tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata BKT dari masing-masing perlakuan. Sehingga penulis menyatakan bahwa BKT tanaman jagung manis cenderung dipengaruhi oleh perlakuan arah baris penerimaan cahaya matahari daripada jarak tanam.

Tabel 6 Pengaruh arah baris terhadap berat kering tanaman menurut uji Duncan

Umur BKT rata - rata (gram)

USJ20 TBJ20 USJ40 TBJ40

4 MST 2.9a 1.2a 3.1a 1.4a

5 MST 7.3a 3.0a 4.3a 2.0a

6 MST 21.0a 18.0a 15.6a 13.1a

7 MST 34.4a 29.5a 36.7a 27.1a

8 MST 51.0a 44.5a 55.0a 41.2a

9 MST 66.7a 59.6a 73.2a 55.3a

10 MST 115.3a 86.1a 107.6a 87.0b

11 MST 141.7a 111.1b 125.8a 99.5b

Keterangan: huruf yang sama pada masing – masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%.

Tabel 7 Pengaruh jarak tanam terhadap berat kering tanaman menurut uji Duncan

Umur BKT rata - rata (gram)

TBJ20 TBJ40 USJ40 USJ20

4 MST 1.2a 1.4a 3.1a 2.9a

5 MST 3.0a 2.0a 4.3a 7.3a

6 MST 18.0a 13.1a 15.6a 21.0a

7 MST 29.5a 27.1a 36.7a 34.4a

8 MST 44.5a 41.2a 55.0a 51.0a

9 MST 59.6a 55.3a 73.2a 66.7a

10 MST 86.1a 87.0a 107.6a 115.3a

11 MST 111.1a 99.5a 125.8a 141.7a

Keterangan: huruf yang sama pada masing – masing baris yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5%.

Proporsi berat kering masing-masing organ tanaman terhadap BKT semua perlakuan memiliki karakteristik yang sama. Terlihat pada Gambar 14 di atas, pada awal penanaman hingga berumur 7 MST proporsi berat yang paling dominan adalah berat daun. Selanjutnya proporsi berat daun mulai menurun diiringi dengan kenaikan proporsi berat kering batang mendekati 8 MST.

Penurunan proporsi berat kering batang mulai terlihat setelah muncul buah dan pembentukan biji dimulai (9 MST). Hingga pada 10 MST proporsi berat batang mulai tergantikan dengan proporsi berat buah yang mulai mendominasi BKT. Proporsi tersebut terus terjadi hingga masa panen. Adapun proporsi penambahan berat kering akar relatif stabil dari awal penanaman hingga panen.


(37)

23 Untuk persentase proporsi berat kering organ tanaman masing-masing perlakuan dapat dilihat pada lampiran 6.

Gambar 14 Proporsi berat kering organ tanaman jagung manis

Indeks Luas Daun (ILD) dan Koefisien Pemadaman (k)

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya radiasi yang diintersepsi adalah indeks luas daun (ILD), sudut daun, kerapatan luas dan struktur tegakan tanaman terhadap arah penerusan radiasi surya dalam tajuk (Monteith 1969). Semakin besar nilai ILD maka permukaan daun semakin luas dan menjadi semakin rapat sehingga kemampuan tajuk tanaman untuk menutupi permukaan tanah semakin besar. Akibatnya radiasi yang menuju ke permukaan tanah semakin kecil jumlahnya.

Gambar 15 Indeks luas daun (ILD) rata-rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

0 20 40 60 80 100 120

4 5 6 7 8 9 10 11

B er at K er in g (gr )

Minggu Setelah Tanam (MST)

BKT Daun Batang Buah Akar Bunga 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

3 4 5 6 7 8 9 10 11

IL

D

Minggu Setelah Tanam (MST)

2.4 2.0 1.6 1.2 0.8 0.4 0


(38)

24

Mengacu pada hasil penelitian jagung pada tahun 1998-2002 dan kemudian dianalisis korelasinya oleh Lindquist et al (2005) mendapatkan kisaran ILD tanaman jagung sebesar 4.8 hingga 7.4. Jika dibandingkan dengan nilai ILD maksimum tiap perlakuan pada penelitian ini, yang berkisar antara 1.7 hingga 2.4, maka nilai ILD pada penelitian termasuk kecil. Hal tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor diantaranya, banyaknya daun hijau yang mengering pada fase vegetatif.

Nilai koefisien pemadaman (k) pada tanaman jagung manis menunjukkan seberapa besar kemampuan tajuk tanaman dalam menahan cahaya yang masuk menuju permukaan tanah. Nilai k dari kombinasi perlakuan TBJ20, TBJ40, USJ20 dan USJ40 berturut-turut yaitu 0.51, 0.56, 0.63 dan 0.59. Nilai k hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Lindquist et al (2005), rata-rata nilai k jagung manis yang didapat sebesar 0.49 ± 0.03.

Pada penelitian ini nilai k meningkat tiap minggunya hingga mendekati masa panen. Hal tersebut menunjukkan bahwa radiasi yang diintersepsi tanaman semakin besar. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Handoko et al

(2010), jika ILD dan k juga meningkat maka jumlah radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman semakin besar.

Luas daun spesifik (LDS)

Luas daun spesifik (LDS) atau Specific Leaf Area (SLA) menunjukkan besarnya indeks ketebalan daun. Semakin besar nilai LDS mengindikasikan daun semakin tipis dan luasnya semakin besar.

Gambar 16 Luas daun spesifik (LDS) rata-rata semua ulangan pada kombinasi perla-kuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa daun tanaman yang muda lebih kecil dan lebih tipis daripada daun tanaman yang lebih tua. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa daun semakin tua ketebalannya semakin meningkat seiring dengan jumlah akumulasi radiasi yang diintersepsi daun. Nilai LDS rataan

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

3 4 5 6 7 8 9 10 11

S

L

A

(

cm

²

gr

-1)


(39)

25 tanaman jagung manis yang didapat sebesar 142.9 cm2 g-1, nilai ini menunjukkan bahwa dalam satu luasan daun sebesar 142.9 cm2 memiliki bobot kering sebesar 1 gram yang meingindikasikan bahwa rata-rata daun jagung pada penelitian ini berbentuk lebar dan tipis.

Pada 4 MST terdapat perbedaan pola LDS pada perlakuan TBJ20. Pada perlakuan tersebut tebal daun hampir dua kali lebih tipis dari perlakuan lain. Terdapat beberapa faktor yang tidak terukur yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya kondisi tanah dan gulma yang terdapat pada petak perlakuan tersebut. Kemudian menuju 6 MST tanaman pada perlakuan tersebut mulai menyesuaikan pertumbuhannya dengan tanaman perlakuan lainnya.

Radiasi Surya Total

Pengukuran radiasi surya menggunakan tube solarimeter hanya menghasilkan data intensitas radiasi sesaat. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan radiasi total dalam satu hari menggunakan rumus penurunan sinus dari intensitas radiasi sesaat. Kemudian untuk validasi data yang didapat dibandingkan dengan stasiun meteorologi terdekat, Intensitas radiasi total (Gambar 17) selama musim penanaman jagung manis yang didapat sebesar 1161 MJ m-2, dengan intensitas terbesar 24 MJ m-2 hari-1 dan terkecil 5 MJ m-2 hari-1.

Gambar 17 Intensitas radiasi global harian (MJ m2 hari-1)

Besar penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi tiap waktu. Menurut Handoko (1993), hal tersebut dipengaruhi oleh waktu dan tempat. Penerimaan radiasi juga disebabkan disebabkan oleh letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan. Berdasarkan waktu, perbedaan radiasi terjadi dalam sehari (pagi hingga sore hari) maupun secara musiman (hari ke hari). Selain itu, terdapat faktor makro yang mempengaruhi, seperti jarak antara matahari dan bumi, panjang hari dan sudut datang dan pengaruh atmosfer bumi.

Intersepsi Radiasi Surya

Pengaruh perlakuan terhadap jumlah radiasi yang diintersepsikan tanaman lebih besar dipengaruhi oleh kerapatan populasi. Pengaruh arah baris tidak berbeda jauh, akan tetapi arah baris Utara-Selatan lebih besar pengaruhnya

0 5 10 15 20 25

Q

o

(M

J

m

-2

h

ar

i-1

)


(40)

26

dibanding arah baris Timur-Barat. Jumlah total radiasi surya yang diintersepsi dari kombinasi perlakuan USJ20 merupakan yang paling tinggi.

Gambar 18 Radiasi intersepsi rata – rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

Pada Gambar 18 terlihat bahwa radiasi yang diintersepsi tanaman mengalami penurunan. Sedangkan jika dibandingkan dengan nilai ILD yang didapat, pada 8 MST merupakan puncak ILD tanaman. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penambahan biomassa tanaman yang dihasilkan pada 8 MST lebih kecil dari minggu sebelumnya.

Terdapat beberapa pengaruh yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah perubahan biomassa tanaman pada 8 MST. Salah satu yang paling berpengaruh adalah akumulasi radiasi surya global yang terdapat pada 8 MST lebih kecil. Hal tersebut terjadi karena banyaknya penutupan awan yang terjadi pada 8 MST sehingga mengakibatkan pancaran radiasi surya yang menuju permukaan bumi diintersepsi oleh awan dan mengakibatkan jumlahnya berkurang.

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya (EPR)

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya adalah nisbah antara energi yang digunakan untuk membentuk bahan kering dengan total energi surya yang diterima selama masa pertumbuhan (Sitaniapessy 1985). Liu et al (2012) menambahkan bahwa, nilai EPR juga dapat ditentukan berdasarkan kemiringan garis linear hasil plotting akumulasi intersepsi radiasi (MJ m-2) dan penambahan berat kering (biomassa) tanaman (g m-2). Penggunaan energi radiasi surya dianggap efisien jika nisbah output biomassa yang dihasilkan terhadap input energi radiasi surya yang terpakai semakin meningkat.

Pada arah baris Utara-Selatan (US) mengakibatkan jarak antar baris penerimaan cahaya matahari lebih rapat (20 cm dan 40 cm), sehingga adanya persaingan antar tanaman dalam menerima cahaya matahari yang mengakibatkan sinar matahari tidak jatuh langsung ke permukaan melainkan digunakan oleh tanaman. Berbeda halnya dengan arah baris Timur-Barat (TB), jarak antar baris

0 10 20 30 40 50 60 70

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Q

in

t

(b

ee

r)

M

J

m

-2

m

in

ggu

-1


(41)

27 yang renggang (70 cm) mengakibatkan cahaya matahari yang jatuh ke permukaan secara bebas lebih besar akibat adanya efek lorong.

Gambar 19 Efisiensi pemanfaatan radiasi (EPR) surya rata – rata semua ulangan pada kombinasi perlakuan arah baris Timur Barat ( ) dan Utara-Selatan ( ) dengan jarak tanam 70 x 20cm ( - - - - ) dan 70 x 40cm ( )

(a) (b)

Gambar 20 Hubungan antara penambahan biomassa tanaman jagung manis fase vegetatif dengan radiasi intersepsi pada perlakuan arah baris a)Timur Barat dan b)Utara-Selatan, dengan jarak tanam 70 x 20cm ( ) dan 70 x 40cm ( )

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya global (EPR) rata-rata pada perlakuan TBJ20, TBJ40, USJ20, USJ40 berturut-turut yaitu, 2.97, 2.75, 3.16 dan 3.14 g MJ-1. Sedangkan nilai EPR-PAR (photosynthesis active radiation) yang didapat dari masing-masing perlakuan secara berturut-turut sebesar 3.70, 3.03, 4.39 dan 3.67 gMJ-1. Jika dibandingkan dengan literatur yang didapat (Tabel 1), nilai-nilai tersebut masih berada pada kisaran EPR tanaman jagung. Kemudian, nilai efisiensi tersebut menunjukkan kombinasi perlakuan arah baris penerimaan cahaya matahari Utara-Selatan dengan jarak tanam 70 x 20 cm (USJ20) paling efisien dalam memanfaatkan energi radiasi surya bagi pertumbuhan tanaman

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

3 4 5 6 7 8 9 10 11

E P R (gr M J -2)

Minggu Setelah Tanam (MST)

y = 2.97x R2= 0.39

y = 2.75x R2= 0.73

0 50 100 150 200 250 300

10 20 30 40 50 60

P en am b ah an B io m as sa (g. m -2)

Akumulasi Qint (MJ m -2 minggu-1)

y = 3.16x R2= 0.35

y = 3.14x R2= 0.51

0 50 100 150 200 250 300

10 20 30 40 50 60

P en am b ah an B iom as sa (g. m -2)


(42)

28

jagung manis. Selain itu, kombinasi perlakuan ini menunjukkan peningkatan EPR yang lebih stabil tiap minggunya dibanding kombinasi perlakuan yang lain.

Akumulasi Panas Tanaman

Pada penelitian ini akumulasi panas yang dibutuhkan tanaman jagung manis untuk tumbuh sebesar 1398.5 Co hari dengan suhu rata-rata 26.3 oC hingga panen. Dapat dilihat pada Tabel 8, dengan akumulasi panas tersebut tanaman jagung manis membutuhkan waktu hingga siap panen selama 77 hari.

Tabel 8 Akumulasi panas (AP) tanaman jagung manis

HST AP (C˚ hari) s Fase Perkembangan

TB US

0 0 0 0 Mulai Tanam

3 55.4 55.4 0.04 Biji mulai berkecambah

6 110.2 110.2 0.09 2 daun

13 237.8 237.8 0.16 3 daun

19 349.7 349.7 0.25 4 daun

26 472.3 472.4 0.34 6 daun

37 676.4 676.6 0.45 9 daun

38 695.9 696.0 0.50 Mulai pembentukan bunga

43 788.6 788.8 0.56 Bunga mulai mekar

46 841.9 842.1 0.60 12 daun

50 913.1 913.2 0.65 Bunga mekar sempurna

(Anthesis)

56 1022.7 1022.9 0.73 14 daun

60 1093.0 1093.2 0.78 Mulai pembetukan buah 71 1254.3 1254.6 0.90 Fase biji susu

77 1398.3 1398.5 1 Biji masak susu

Keterangan : AP = Akumulasi panas; HST = Hari setelah tanam ; s = Fase perkembangan tanaman

Fase vegetatif terjadi selama 47 hari masa tanam dengan akumulasi panas sebesar 708.2 Co hari. Akumulasi panas yang dibutuhkan pada proses kemunculan buah hingga pematangan fase biji susu sebesar 120.3 Co hari, dengan waktu yang dibutuhkan selama 17 hari.

Pada tanaman jagung manis, suhu yang terlalu tinggi dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan biji, sedangkan pada suhu yang rendah dapat meningkatkan ukuran dan jumlah biji. Pengaruh suhu ini dapat mempengaruhi akumulasi panas yang diterima tanaman jagung manis.

Perbandingan akumulasi panas pada tabel 9 didapat dari penelitian berbagai tahun yang berbeda di Nebraska, Lincoln. Pada penelitian tersebut tanaman yang diuji adalah jagung biasa. Jika dibandingkan dengan nilai akumulasi panas pada penelitian ini, akumulasi panas (AP) yang dibutuhkan hingga fase Bunga mekar sempurna (Anthesis) tidak berbeda jauh. Akan tetapi, AP dan hari setelah tanam


(43)

29 (HST) yang dibutuhkan hingga fase panen biji matang berbeda-beda tiap tahunnya.

Tabel 9 Akumulasi panas (AP) tanaman jagung pada beberapa penelitian

Tahun Lokasi Anthesis Panen Biji Matang

HST AP (C˚ hari) HST AP (C˚ hari)

1998

Nebraska, Lincoln

188 590 239 1177

1999 200 706 256 1509

2000 187 740 233 1441

2001 189 707 243 1532

2002 199 866 254 1713

Keterangan : AP = Akumulasi panas; HST = Hari setelah tanam ; s = Fase perkembangan tanaman

(sumber : Linquist et al 2005)

Pengaruh Faktor Lain

Faktor lain seperti curah hujan, penutupan awan dan kecepatan angin tidak kalah penting untuk dikaji terhadap kontribusinya dalam mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Curah hujan dapat memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tetapi mampu menghalangi proses reproduksi (pengisian biji) dan proses penyerbukan oleh serangga. Seperti yang terjadi pada awal penanaman (1-4 MST) hari hujan yang terjadi lebih banyak mengakibatkan kelembaban udara dan tanah meningkat. Kondisi ini menyebabkan munculnya hama dan penyakit tanaman (Gambar 21), seperti bulai jagung, ulat grayak, kutu daun dan serangga pengerat batang, sehingga kondisi tersebut mampu menghambat proses pertumbuhan tanaman jagung manis. Maka perlu adanya pencegahan dan penanganan bagi tanaman jagung manis terhadap serangan hama dan penyakit tanaman agar hasil produksi dapat maksimal.

(a) (b)

Gambar 21 Hama tanaman berupa (a) kutu daun dan (b) ulat grayak (sumber: dokumentasi pribadi)

Pada fase bunga mekar hingga panen (8-11 MST), faktor kecepatan angin sangat mempengaruhi pada proses penyerbukan bunga. Selain itu, hampir 20% tanaman yang tumbang akibat adanya hujan disertai angin kencang pada fase tersebut, sehingga banyak tanaman yang mati.


(1)

41

Lampiran 6 Proporsi berat kering organ tanaman terhadap BKT rata-rata semua

ulangan pada perlakuan a) TBJ20, b) TBJ40, c) USJ20 dan d)

USJ40

(a)

(b)

(c)

0 10 20 30 40 50 60

4 5 6 7 8 9 10 11

P ro po rs i Bera t Keri ng Org a n T erha da p Bera t Keri ng T o ta l (%)

Minggu Setelah Tanam (MST)

A1J1 Akar Batang Daun Bunga Buah 0 10 20 30 40 50 60

4 5 6 7 8 9 10 11

P ro po rs i Bera t Keri ng Org a n T erha da p Bera t Keri ng T o ta l (%)

Minggu Setelah Tanam (MST)

Akar Batang Daun Bunga Buah 0 10 20 30 40 50 60

4 5 6 7 8 9 10 11

P ro po rs i Bera t Keri ng Org a n T erha da p Bera t Keri ng T o ta l (%)

Minggu Setelah Tanam (MST)

A2J1 Akar Batang Daun Bunga Buah


(2)

42

Lampiran 6 (Lanjutan)

(d)

Lampiran 7 Analisis ragam tinggi tanaman

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Peluang

Faktor Koreksi 22.57 11 2.05 0.13 1.00

Kelompok 8885.52 1 8885.52 547.67 0.00

Arah 1.28 1 1.28 0.08 0.78

Jarak 1.70 1 1.70 0.11 0.75

Ulangan 2.91 2 1.45 0.09 0.91

Arah * Jarak 0.92 1 0.92 0.06 0.81

Galat 1946.91 120 16.22

Total 10855.00 132

Total Terkoreksi 1969.48 131

Lampiran 8 Analisis ragam berat kering tanaman

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Peluang

Faktor Koreksi 3694.03 11 335.82 0.18 1.00

Kelompok 206739.84 1 206739.84 112.16 0.00

Arah 1725.51 1 1725.51 0.94 0.34

Jarak 0.09 1 0.09 0.00 0.99

Ulangan 467.31 2 233.66 0.13 0.88

Arah * Jarak 237.51 1 237.51 0.13 0.72

Galat 154827.13 84 1843.18

Total 365261.00 96

Total Terkoreksi 158521.16 95

0 10 20 30 40 50 60

4 5 6 7 8 9 10 11

P

ro

po

rs

i

Bera

t

Keri

ng

Org

a

n

T

erha

da

p

Bera

t

Keri

ng

T

o

ta

l

(%)

Minggu Setelah Tanam (MST)

A2J2

Akar Batang Daun Bunga Buah


(3)

43

Lampiran 9 Analisis ragam jumlah daun

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Peluang

Faktor Koreksi 22.57 11 2.05 0.13 1.00

Kelompok 8885.52 1 8885.52 547.67 0.00

Arah 1.28 1 1.28 0.08 0.78

Jarak 1.70 1 1.70 0.11 0.75

Ulangan 2.91 2 1.45 0.09 0.91

Arah * Jarak 0.92 1 0.92 0.06 0.81

Galat 1946.91 120 16.22

Total 10855.00 132

Total Terkoreksi 1969.48 131

Lampiran 10 Nilai Indeks Luas Daun (ILD), Luas daun Spesifik (LDS)dan

koefisien pemadaman (k) tiap perlakuan

MST TBJ20 TBJ40 USJ20 USJ40

ILD LDS k ILD LDS k ILD LDS k ILD LDS k

4 0.15 362.9 0.18 0.14 254.9 0.75 0.19 188.8 1.21 0.25 264.9 0.24 5 0.42 159.0 0.03 0.20 278.9 0.53 0.51 332.4 0.40 0.47 322.3 0.34 6 0.67 121.9 0.56 0.52 114.4 0.82 0.76 93.9 0.63 0.72 126.7 0.58 7 0.80 71.4 0.35 0.88 114.8 0.37 1.09 139.8 0.38 0.86 83.1 0.70 8 1.04 64.3 0.47 1.15 67.4 0.33 1.26 62.3 0.44 1.11 89.4 0.34 9 1.03 153.6 0.41 1.17 147.9 0.28 1.08 142.1 0.50 1.09 152.7 0.41 10 0.80 76.4 0.70 0.88 78.5 0.61 0.85 76.2 0.81 0.97 62.5 0.85 11 0.63 61.9 0.98 0.66 82.6 0.72 0.76 109.5 0.65 0.71 118.3 9.99

Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam

ILD : Indeks Luas Daun

LDS : Luas Daun Spesifik

k : koefisien pemadaman tajuk

Lampiran 11 Akumulasi panas (AP) dan perkembangan tanaman jagung manis

HST ̅ - Td (

o

C)

s AP (˚C hari) Fase

TB US TB US

0 0.00

1 17.8 17.8 0.01 17.8 17.8

2 19.2 19.2 0.03 37.0 37.0

3 18.4 18.4 0.04 55.4 55.4 Biji mulai berkecambah

4 18.4 18.4 0.05 73.8 73.8

5 18.2 18.2 0.07 92.0 92.0

6 18.2 18.2 0.08 110.2 110.2 Muncul 2 daun 7 18.6 18.6 0.09 128.8 128.8

8 18.1 18.1 0.11 146.9 147.0 9 18.8 18.8 0.12 165.7 165.7


(4)

44

Lampiran 11 (Lanjutan)

HST ̅ - Td (

o

C)

s AP (˚C hari) Fase

TB US TB US

10 16.5 16.5 0.13 182.2 182.2 11 18,0 18,0 0,14 200,2 200,2 12 18,9 18,9 0,16 219,1 219,1

13 18.7 18.7 0.17 237.8 237.8 Muncul 3 daun 14 17.2 17.2 0.18 254.9 255.0

15 18.3 18.3 0.20 273.2 273.3 16 18.4 18.4 0.21 291.6 291.7 17 18.5 18.5 0.22 310.1 310.2 18 19.9 19.9 0.24 330.0 330.1

19 19.6 19.6 0.25 349.7 349.7 Muncul 4 daun 20 18.4 18.4 0.26 368.1 368.2

21 17.7 17.7 0.28 385.8 385.9 22 15.7 15.7 0.29 401.6 401.6 23 17.3 17.3 0.30 418.8 418.9 24 19.5 19.5 0.31 438.3 438.4 25 18.4 18.4 0.33 456.7 456.8

26 15.6 15.6 0.34 472.3 472.4 6 daun 27 18.7 18.7 0.35 491.0 491.1

28 19.4 19.4 0.37 510.4 510.5 29 15.9 15.9 0.38 526.3 526.4 30 19.2 19.2 0.39 545.5 545.6 31 18.4 18.4 0.40 563.9 564.0 32 19.1 19.1 0.42 582.9 583.0 33 18.8 18.8 0.43 601.8 601.9 34 19.6 19.6 0.44 621.3 621.4 35 17.9 17.9 0.46 639.2 639.4 36 18.2 18.2 0.47 657.4 657.6

37 19.0 19.0 0.48 676.4 676.6 9 daun

38 19.5 19.5 0.50 695.9 696.0 Mulai pembentukan bunga

39 19.3 19.3 0.51 715.2 715.4 40 19.2 19.2 0.53 734.4 734.6 41 18.3 18.3 0.54 752.7 752.8 42 18.2 18.2 0.55 770.9 771.0

43 17.7 17.7 0.56 788.6 788.8 Bunga mulai mekar 44 17.8 17.8 0.58 806.5 806.6

45 18.1 18.1 0.59 824.6 824.7

46 17.3 17.3 0.60 841.9 842.1 12 daun 47 17.1 17.1 0.61 859.0 859.2

48 18.1 18.1 0.63 877.1 877.3 49 17.7 17.7 0.64 894.8 895.0

50 18.2 18.2 0.65 913.1 913.2 Bunga mekar sempurna 51 17.3 17.3 0.67 930.4 930.6

52 19.2 19.2 0.68 949.6 949.8 53 17.9 17.9 0.69 967.5 967.7


(5)

45

Lampiran 11 (Lanjutan)

HST ̅ - Td (

o

C)

s AP (˚C hari) Fase

TB US TB US

54 18.6 18.6 0.71 986.2 986.3 13 daun 55 18.4 18.4 0.72 1004.6 1004.8

56 18.1 18.1 0.73 1022.7 1022.9

57 16.8 16.8 0.74 1039.5 1039.7 Mulai pembetukan buah 58 19.0 19.0 0.76 1058.5 1058.7

59 16.9 16.9 0.77 1075.4 1075.6

60 17.7 17.7 0.78 1093.0 1093.2 14 daun 61 17.0 17.0 0.79 1110.0 1110.2

62 17.3 17.3 0.81 1127.3 1127.5 63 18.2 18.2 0.82 1145.5 1145.7 64 17.3 17.3 0.83 1162.8 1163.0 65 17.9 17.9 0.84 1180.7 1180.9 66 18.5 18.5 0.86 1199.2 1199.4 67 18.3 18.3 0.87 1217.5 1217.8 68 17.5 17.5 0.88 1235.0 1235.3

69 19.3 19.3 0.90 1254.3 1254.6 Fase biji susu 70 18.6 18.6 0.91 1272.9 1273.1

71 16.7 16.7 0.92 1289.6 1289.8 72 18.5 18.5 0.94 1308.1 1308.3 73 18.8 18.8 0.95 1326.9 1327.1 74 19.5 19.5 0.96 1346.3 1346.6 75 18.0 18.0 0.98 1364.3 1364.6 76 16.9 16.9 0.99 1381.2 1381.5

77 17.0 17.0 1.00 1398.3 1398.5 Biji masak susu

Keterangan : HST : Hari Setelah Tanam

̅

: Suhu udara rata-rata harian (

o

C)

Td : Suhu dasar tanaman jagung manis (9

o

C)

s : fase perkembangan tanaman

AP : Akumulasi panas (C

o

hari)

Lampiran 12 Analisis ragam berat kering biji

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Peluang

Faktor Koreksi

175.16

3

58.39

1.00

0.44

Kelompok

7410.27

1

7410.27

126.91

0.00

Arah

81.12

1

81.12

1.39

0.27

Jarak

92.96

1

92.96

1.59

0.24

Arah * Jarak

1.08

1

1.08

0.02

0.89

Galat

467.13

8

58.39

Total

8052.56

12


(6)

46

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 1 Agustus 1991

sebagai anak pertama dari empat bersaudara, anak pasangan

Sutisna SPd M Si (alm.) dan Siti Mulyasih SPd Penulis

menyelesaikan masa sekolah di SD Negeri Mulyasari tahun

2003 dan SMP Negeri 1 Binong pada tahun 2006. Pada tahun

2009 penulis lulus SMA Negeri 2 Subang dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor

melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB)

Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama di SMA penulis pernah diamanahi menjadi ketua ekstakulikuler

Teknologi dan Komputer SMA Negeri 2 Subang (2007-2008), staf Karate

INKANAS 2009) dan Karya Ilmiah Remaja SMA Negeri 2 Subang

(2006-2008). Ketua Bagian Kegiatan ROHIS SMA Negeri 2 Subang, Ketua Bagian

Dokumentasi OSIS, staf MPK SMA Negeri 2 Subang (2008-2009), Sekertaris

Ikatan Remaja Masjid Nurul Albab (2007-2009).

Selama di IPB pernah diamanahi sebagai PJ Kegiatan Gugus Disiplin

Asrama TPB IPB 2010), staf PSDM Cybertron Asrama TPB IPB

(2009-2010), staf Multimedia LDK Al-Hurriyyah (2009-(2009-2010), ketua bagian

Kewirausahaan UKM Pramuka IPB (2010-2011), staf UKM Karate IPB

(2009-2013), staf Internal BEM FMIPA (2010-2011). Ketua Departemen Kominfo

Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGETO) IPB (2011-2012).

Manajer Produksi PKM Jejak Sukses (2011-2012), staf Atom Trainer (2012-2013),

staf OMDA FOKKUS (2009-2013) dan terakhir diamanahi sebagai Direkur Biro

Bisnis dan Kemitraan BEM KM IPB (2012-2013).

Penulis juga ikut serta dalam beberapa kepanitian di IPB, diantara sebagai

ketua pelaksana Cybertron First Fair pada tahun 2010, ketua pelaksana

Meteorologi Interaktif (METRIK) pada tahun 2012 dan beberapa kepanitian lain

yang tidak bisa disebutkan karena keterbatasan tempat. Selain itu, penulis pernah

mengikuti pelatihan kepemimpinan Pengurus Klub Asrama tahun 2010,

SPEKTRUM Al-Hurriyyah tahun 2010, LATGAB Nasional di Universitas

Brawidjaya Malang tahun 2012, pelatihan Jurnalistik di bidang fotografi dan

desain. serta peserta IPB

Goes to Field

di Pekalongan pada tahun 2012.