Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat

PERSEPSI PEMBUDIDAYA IKAN TERHADAP KOMPETENSI
PENYULUH PERIKANAN DI KAWASAN MINAPOLITAN
KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

IKHSAN HARYADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Persepsi Pembudidaya
Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan
Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Ikhsan Haryadi
NIM. I351100021

1

RINGKASAN
IKHSAN HARYADI. 2014. Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi
Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat. Dibimbing oleh SITI AMANAH dan SUMARDI SURIATNA.
Salah satu program dalam upaya peningkatan pengelolaan potensi perikanan
yang terintegrasi dilaksanakan melalui Minapolitan, salah satunya di Kabupaten
Cirebon. Pendekatan pengembangan minapolitan sesuai dengan Renstra
Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 antara lain melalui
penyuluhan. Pelaksanaan Minapolitan memerlukan penyuluh perikanan yang
kompeten sebagai fasilitator dan pendamping penerapan teknologi perikanan

kepada pembudidaya ikan.
Kompetensi dapat diukur sudut pandang stakeholders, baik dari persepsi
penyuluh itu sendiri, persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak yang mendapat
layanan penyuluh perikanan dalam kegiatan penyuluhan perikanan, maupun
persepsi penyuluh lain yang menjadi rekan sejawat. Dalam penelitian ini,
kompetensi penyuluh perikanan dilihat dari persepsi pembudidaya ikan sebagai
pihak yang memperoleh manfaat penyuluhan perikanan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan profil pembudidaya ikan
dan karakteristik usaha pembudidaya ikan, 2) menganalisis persepsi pembudidaya
ikan terhadap layanan penyuluhan perikanan, 3) menganalisis persepsi
pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan, dan 4) menganalisis
hubungan antara profil pembudidaya ikan, karakteristik usaha pembudidaya ikan
dan layanan penyuluhan perikanan dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap
kompetensi penyuluh perikanan.
Penelitian didesain menggunakan metode survey dengan pendekatan
kuantitatif. Lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon. Populasi pada penelitian ini
adalah pengurus dan anggota pembudidaya ikan binaan penyuluh perikanan
pegawai negeri sipil . Penentuan sampel dilakukan berdasarkan teknik Two Stage
Cluster Sample. Sampel penelitian adalah 100 responden pembudidaya ikan
ditentukan dengan rumus Slovin. Pengumpulan data dilakukan pada bulan JuliSeptember 2013. Data primer berupa pengamatan langsung dan wawancara

terstruktur menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari berbagai
instansi. Pengolahan dan analisis data menggunakan statistik deskriptif dan
statistik inferensia (Rank Spearmen) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS
17 for windows. Untuk membanding data antar wilayah barat, tengah dan timur
digunakan uji Kruskal-wallis.
Hasil penelitian menunjukkan (1) Pembudidaya ikan mayoritas usia
dewasa (39-57 tahun), tingkat pendidikan mayoritas tidak tamat SD atau tamat
SD, jarang mengikuti pelatihan perikanan dan pengalaman usaha pembudidaya
ikan rendah.
Luas lahan usaha mayoritas kategori sempit/mikro, status
kepemilikan lahan usaha mayoritas, aksesibilitas pembudidaya ikan terhadap
lembaga keuangan, saprokan dan pasar termasuk sedang. (2) Persepsi
pembudidaya ikan terhadap intensitas penyuluhan dan materi penyuluhan
termasuk tinggi, sebaliknya persepsi terhadap metoda dan teknik penyuluhan
termasuk rendah. (3) Persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh

2

perikanan termasuk kategori sedang, kecuali terhadap kompetensi kepribadian
termasuk kategori tinggi dan (4) Faktor yang mempengaruhi persepsi

pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan di kawasan
Minapolitan Kabupaten Cirebon yaitu tingkat pendidikan formal, pengalaman
usaha, luas lahan usaha, status kepemilikan, aksesibilitas lembaga keuangan dan
aksesibilitas sarana produksi perikanan, intensitas penyuluhan, materi penyuluhan
serta metode dan teknik penyuluhan perikanan.
Kata kunci: persepsi, kompetensi penyuluh perikanan, kawasan minapolitan

3

SUMMARY
IKHSAN HARYADI. 2014. Fish Farmers perception of the competence
Fisheries Extension Worker in Minapolitan Region Cirebon District, West Java
Province. Supervised by SITI AMANAH and SUMARDI SURIATNA.
One of the programs in an effort to increase the potential of integrated
fisheries management is carried out through Minapolitan, one of them in Cirebon
District. Minapolitan development approach according to the Strategic Plan of the
Ministry of Marine Affairs and Fisheries in 2010-2014, among others through
fisheries extension. Minapolitan implementation requires competent fisheries
extension worker as a facilitator and colleague of application technology to the
fish farmers fisheries.

Competence can be measured viewpoint of stakeholders, from the
perception extension worker, the perception of fish farmer as the people who gets
services in fisheries extension activities, and any other fisheries extension worker
perceptions as a colleague. In this study, the competence of fisheries extension
worker views of perception fish farmers as beneficiaries of fisheries extension
worker. This study aims: 1) to describe the profile and business characteristics
fish farmers, 2) to analyze the perception of fish farmers on the fisheries extension
services, 3) to analyze the perception of fish farmers on fisheries extension worker
competence, and 4) to analyze the relationship between the profile of fish farmers,
business characteristics of fish farmer and fisheries extension services to fish
farmers perceptions of the competence of fisheries extension worker.
The study was designed using a survey method with a quantitative
approach. Location research in Cirebon. The population in this study is a member
of the board of fish and fishery extension civil servants. Sampling technique is
based Two Stage Cluster Sample. The sample was 100 respondents of fish is
determined by the formula Slovin. The data collection was conducted in JulySeptember, 2013. Primary data of direct observation and interviews using a
structured questionnaire. Secondary data obtained from various agencies.
Processing and analysis of data using descriptive statistics and inferential statistics
(Rank Spearmen) using SPSS 17 software for windows. To compare data between
sample form west, central and east Kruskal-Wallis test was used.

Results showed (1) a majority of the fish cultivators adulthood (39-57
years), level of education the majority did not complete primary school or primary
school, rarely fisheries training and business experience low fish farmers. Vast
majority of the business area narrow category / micro, the majority of business
tenure, accessibility fish farmers against financial institutions, including being
saprokan and markets. (2) Perception fish farmers on the intensity of counseling

4

and counseling materials including high, otherwise the perception of methods and
techniques including low education. (3) Perception of fish to fishing instructor
competencies including medium category, except for personal competence were
high and (4) Factors affecting the perception of the fish farmers in the area fishing
instructor competence Minapolitan Cirebon is the level of formal education,
business experience, extensive land business, ownership status, accessibility and
accessibility of financial institutions fisheries production facilities, illumination
intensity, extension materials and methods and techniques of fisheries extension.

Keywords: perception, competence of fisheries extension worker, minapolitan
region


5

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6

7

PERSEPSI PEMBUDIDAYA IKAN TERHADAP KOMPETENSI

PENYULUH PERIKANAN DI KAWASAN MINAPOLITAN
KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

IKHSAN HARYADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Anna Fatchiya, MSi


9

10

Judul Tesis : Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh
Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon
Provinsi Jawa Barat
Nama
: Ikhsan Haryadi
NIM
: I351100021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua

Ir Sumardi Suriatna, MEd
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 23 Juni 2014

Tanggal Lulus: 08 Juli 2014

11

12

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
diperlukan untuk bahan masukan kebijakan penyuluhan perikanan dan
perencanaan program penyuluhan perikanan yang berkaitan dengan
pengembangan kompetensi penyuluh perikanan dan penyelenggaraan penyuluhan
perikanan di kawasan minapolitan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc. dan
Bapak Ir Sumardi Suriatna, MEd selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
Ucapkan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS
dan Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku Ketua Program Studi dan penguji luar
komisi pada ujian tesis atas koreksi dan masukan penyempurnaan tesis. Terima
kasih tak terhingga pada Sekretaris Program Studi dan rekan-rekan seangkatan
pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Kepada seluruh responden,
informan dan enumerator yang telah membantu pengumpulan di lapangan
khususnya penyuluh perikanan di Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon diucapkan
terima kasih. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri dan anakanak (Yenni Nuraini, SPi, MSc, Muhammad Ilham Fahrizal dan Zahra Gita
Disayang) dan orangtua (almh. Hj.Entjum Kalsum, alm. R. Soemitro, Hj.
Koesmiati dan Alm. Zulkarnain Mahyudin) serta kakak dan adik-adik.
Penulis terbuka atas masukan, koreksi dan saran terhadap karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014

Ikhsan Haryadi

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluhan Perikanan
Peran Penyuluh
Persepsi
Kompetensi
Kompetensi Penyuluh
Minapolitan
3 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
4 METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
Analisis Data
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cirebon
Profil Pembudidaya Ikan
Karakteristik Usaha Pembudidaya Ikan
Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Layanan Penyuluhan Perikanan
Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan
Hubungan antara Profil Pembudidaya Ikan, Karakteristik Usaha
Pembudidaya Ikan dan Layanan Penyuluhan Perikanan dengan
Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

v
Vi
Vii
1
1
2
3
3
4
4
6
9
11
14
16
17
17
19
20
20
20
20
22
23
27
28
32
34
34
38
41
43
47
51
56

61
61
61
62
66
85

14

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Rekapitulasi Jumlah Kelompok Pembudidaya Ikan Binaan Penyuluh
Perikanan PNS di Kabupaten Cirebon
Kerangka Sampling Kelompok Pembudidaya Ikan Binaan Penyuluh
Perikanan PNS dan Jumlah Responden
Hasil Uji Validitas Kompetensi Kepribadian
Hasil Uji Validitas Kompetensi Andragogik
Hasil Uji Validitas Kompetensi Profesional
Hasil Uji Validitas Kompetensi Sosial
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Profil
Pembudidaya Ikan
Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Karakteristik
Usaha Pembudidaya Ikan
Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Layanan
Penyuluhan Perikanan
Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Persepsi
Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan
Data Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan
Tempat Pelatihan Rutin di BP3K Tahun 2013
Segmen Pasar Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon
Struktur Pasar Berbagai Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon
Rantai Pemasaran Berbagai Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon
Tahun 2013
Program Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Cirebon Tahun 2013
Program Kegiatan Penyuluhan Peningkatan Penerapan Teknologi
Perikanan di Kabupaten Cirebon Tahun 2013
Pelatihan Budidaya Ikan di Kabupaten Cirebon Tahun 2013
Sebaran Profil Pembudidaya Ikan dan Hasil Uji Kruskal-Wallis
Sebaran Karakteristik Usaha dan Hasil Uji Kruskal Wallis
Sebaran Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Layanan Penyuluhan
Perikanan dan Hasil Uji Kruskal-Wallis
Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan
dan Hasil Uji Kruskal-Wallis
Hubungan antara Profil Pembudidaya Ikan, Karakteristik Usaha
Pembudidaya Ikan dan Layanan Penyuluhan Perikanan dengan Persepsi
Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan

21
22
24
25
26
26
27
28
29
30
31
35
36
37
37
38
39
40
41
44
48
52
56

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Proses Terjadinya Tanggapan terhadap Rangsangan
Proses Terjadinya Persepsi
Kerangka Berpikir Penelitian

10
11
19

15

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8

Peta Kabupaten Cirebon
Data Jumlah Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 2012
Data Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 2012
Pola Usahatani Perikanan
Data Penyuluh Perikanan PNS di Kabupaten Cirebon Tahun 2013
Lahan Usaha Budidaya Perikanan di Kabupaten Cirebon
Kegiatan Penyuluhan Perikanan di Kabupaten Cirebon
Artikel Jurnal

67
68
69
70
71
72
73
74

16

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka
mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan
kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan), dan
pro-environment (pemulihan dan pelestarian lingkungan). Program pembangunan
yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan
perikanan dalam 5 tahun terakhir antara lain: Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi
Pesisir (PEMP), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan
dan Perikanan (meliputi Pengembangan Usaha Mina Perdesaan/PUMP,
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat/PUGAR dan Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh/PDPT) Program Peningkatan Kehidupan Nelayan/PKN, Minapolitan
dan Industrialisasi Kelautan dan Perikanan serta ekonomi biru (blue-economy).
Salah satu program dalam upaya peningkatan pengelolaan potensi perikanan
yang terintegrasi dilaksanakan melalui Minapolitan. Pembangunan kelautan dan
perikanan menggunakan pendekatan berbasis wilayah dengan konsep Minapolitan
sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Minapolitan dilaksanakan dengan tujuan: (1) meningkatkan produksi,
produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; (2) meningkatkan
pendapatan pelaku utama perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, dan
pengolah/pemasar ikan) yang adil dan merata; dan (3) mengembangkan kawasan
minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah (Kementerian KP,
2010).
Salah satu pendekatan pengembangan minapolitan sesuai dengan Rencana
Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 adalah melalui
kegiatan penyuluhan perikanan. Penguatan kelembagaan dan pengembangan
jumlah penyuluh merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan pengembangan
minapolitan. Peran penyuluh dalam pelaksanaan program minapolitan sebagai
fasilitator dan pendamping penerapan teknologi penangkapan ikan, budidaya ikan
serta pengolahan hasil perikanan (Kementerian KP, 2012).
Menurut Sumardjo (2008) fokus utama penyuluhan adalah pembangunan
manusia sebagai bagian dari sistem sosial. Penyuluhan melakukan upaya
pembangunan struktur masyarakat secara konvergen, dialogis, demokratis dan
partisipatif. Untuk itu keprofesian penyuluh diperlukan standar kompetensi
penyuluh yang jelas dan didukung oleh kontrol yang efektif.
Pelaksanaan Minapolitan memerlukan penyuluh perikanan yang kompeten
untuk melaksanakan perannya dengan baik. Penyuluh perikanan yang mempunyai
kompetensi yang tinggi akan mampu menunjukkan kinerja yang baik karena
kompetensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
penyuluh. Hal ini sesuai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993) yang
menyatakan bahwa kompetensi dapat memperkirakan seseorang dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Demikian juga menurut
Gilley dan England, (1989), kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya.
Kompetensi penyuluh perikanan dapat diukur melalui unjuk kerja penyuluh
atau dari sudut pandang stakeholders, baik dari persepsi penyuluh perikanan itu

17

sendiri, persepsi rekan sejawat penyuluh perikanan maupun persepsi pembudidaya
ikan sebagai pihak yang mendapat layanan penyuluh perikanan. Kompetensi
penyuluh perikanan dalam penelitian ini dilihat dari persepsi pembudidaya ikan
sebagai pihak yang memperoleh manfaat sebagai sasaran utama penyuluhan
perikanan.
Litterer (Asngari, 1984) menunjukkan bahwa persepsi orang dipengaruhi
oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Karena itu
individu perlu mengerti dengan jelas tujuan dan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Salah satu faktor dasar persepsi adalah kemampuan orang-orang
mengumpulkan fakta-fakta yang terbatas dan bagian-bagian informasi kemudian
menyusun dalam gambaran yang utuh.
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 telah menetapkan
197 Kabupaten/Kota di 33 provinsi sebagai kawasan minapolitan. Kabupaten
Cirebon salah satu kawasan minapolitan di provinsi Jawa Barat mempunyai
potensi budidaya ikan air tawar dan payau/laut di wilayah barat, tengah dan timur.
Tugas pokok penyuluh perikanan PNS berpedoman pada Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008
tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya. Tugas
pokok penyuluh perikanan tersebut adalah melakukan kegiatan penyuluhan
perikanan yang meliputi: persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan serta
pengembangan penyuluhan perikanan,
sedangkan kompetensi penyuluh
perikanan mengacu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
Bidang Penyuluhan Perikanan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi R.I No. 152/MEN/VIII/2010 tentang Penetapan Rancangan
SKKNI Sektor Kelautan dan Perikanan Bidang Penyuluhan Perikanan menjadi
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
Untuk mengetahui kompetensi penyuluh perikanan PNS dan layanan
penyuluhan perikanan di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon diperlukan
informasi tentang kompetensi penyuluh perikanan dilihat dari persepsi
pembudidaya ikan sebagai pihak penerima manfaat penyuluhan perikanan. Hasil
penelitian akan memberikan informasi komponen kompetensi dan aspek layanan
penyuluhan perikanan apa yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan penyuluhan
perikanan untuk mendukung pengembangan perikanan di kawasan minapolitan
Kabupaten Cirebon.
Perumusan Masalah
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kawasan minapolitan di Provinsi
Jawa Barat yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun
2011. Wilayah Kabupaten Cirebon secara administrasi terdiri atas 40 kecamatan.
Potensi perikanan budidaya terdiri atas budidaya ikan air tawar, payau dan laut.
Daerah potensi pengembangan perikanan secara umum terbagi atas wilayah barat,
tengah dan timur Kabupaten Cirebon.
Pengembangan perikanan di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon
mutlak didukung penyuluh perikanan yang kompeten. Penanggungjawab program
penyuluhan di Kabupaten Cirebon adalah Badan Ketahanan Pangan dan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BKP5K) Kabupaten
Cirebon sedangkan pada tingkat kecamatan terdapat Balai Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (BP3K). Penyuluh perikanan di Kabupaten Cirebon

18

berjumlah 71 orang yang terdiri atas 12 orang penyuluh perikanan PNS, 7 orang
penyuluh perikanan tenaga kontrak Pusat, 52 orang penyuluh perikanan swadaya.
Kelompok pembudidaya ikan sejumlah 63 kelompok yang dibina oleh penyuluh
perikanan PNS. Kelompok pembudidaya ikan tersebut berusaha di bidang
budidaya ikan air tawar, payau dan laut yang membutuhkan layanan penyuluhan
dari penyuluh perikanan untuk membantu mengembangkan usaha perikanan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu melakukan penelitian untuk
melihat persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan PNS
di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon yang mungkin ditentukan oleh
layanan penyuluhan perikanan.
Perumusan masalah yang akan ditelaah pada penelitian ini adalah:
(1) Bagaimana profil pembudidaya ikan dan karakteristik usaha pembudidaya
ikan?
(2) Bagaimana persepsi pembudidaya ikan terhadap layanan penyuluhan
perikanan?
(3) Bagaimana persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh
perikanan?
(4) Sejauhmana hubungan antara profil pembudidaya ikan, karakteristik usaha
pembudidaya ikan dan layanan penyuluhan perikanan dengan persepsi
pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan?
Tujuan Penelitian

(1)
(2)
(3)
(4)

Tujuan penelitian adalah:
Mendeskripsikan profil pembudidaya ikan dan karaketeristik usaha
pembudidaya ikan.
Menganalisis persepsi pembudidaya ikan terhadap layanan penyuluhan
perikanan.
Menganalisis persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh
perikanan.
Menganalisis hubungan antara profil pembudidaya ikan, karakteristik usaha
pembudidaya ikan dan layanan penyuluhan perikanan dengan persepsi
pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan.
Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Manfaat Teoritis.
Secara teoritis diharapkan bermanfaat sebagai bahan ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan pengembangan kompetensi penyuluh perikanan
dan mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
(2) Manfaat Praktis.
Sebagai bahan masukan bagi Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan,
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan dalam
merumuskan kebijakan penyuluhan perikanan dan perencanaan program
penyuluhan dalam pengembangan kompetensi penyuluh perikanan dan
penyelenggaraan penyuluhan perikanan di kawasan minapolitan. Manfaat
lainnya adalah bahan masukan bagi kelembagaan penyuluhan dan penyuluh
perikanan di Kabupaten Cirebon.

19

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluhan Perikanan
Penyuluhan sering diidentikan dengan berbagai pemahaman seperti;
penyebarluasan informasi, proses penerangan/penjelasan, pendidikan non-formal,
perubahan perilaku, rekayasa sosial, pemasaran inovasi (teknis dan sosial),
perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu,
kelembagaan), pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan
penguatan komunitas (community strengthening) (Mardikanto, 2009).
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) istilah penyuluhan dalam bahasa
Belanda digunakan kata voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk
menolong seseorang menemukan jalannya. Menurut Wiriatmadja (1985)
penyuluhan merupakan suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sarananya
disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu
maupun tempat. Atas dasar sifatnya yang demikian, maka penyuluhan biasa
disebut pendidikan nonformal.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan menyatakan bahwa penyuluhan pertanian, perikanan,
kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi
pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Fungsi
sistem penyuluhan adalah:
(1) Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
(2) Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber
informasi teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat
mengembangkan usahanya;
(3) Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan
pelaku utama dan pelaku usaha;
(4) Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan
organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi,
produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;
(5) Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang
dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola
usaha;
(6) Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian
fungsi dan lingkungan; dan
(7) Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan
kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Penyuluhan perikanan merupakan proses pembelajaran dalam rangka
peningkatan kapasitas kemampuan para pelaku utama dan pelaku usaha sektor
kelautan dan perikanan untuk mengorganisasikan dirinya dalam mengembangkan
bisnis perikanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya dengan
tetap memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup (Rumusan Komisi
Penyuluhan Perikanan Nasional, 2012).

20

Penyuluhan yang diberikan kepada sasaran penyuluhan bertujuan untuk:
(1) memampukan pelaku utama dalam teknis produksi lebih baik (better farming),
(2) memampukan pelaku utama perikanan berusaha lebih baik (better business)
dan (3) memampukan pelaku utama perikanan mencapai kehidupan yang lebih
baik (better living) (Mardikanto, 2009). Menurut Sumardjo (2009) pemahaman
paradigma dalam pengembangan kapasitas pelaku utama bergeser dari masa ke
masa. Pada masa sistem pembangunan sentralistik tampak prioritas dalam
penyuluhan adalah better farming, better business dan better living. Masa transisi
reformasi adalah better business, better farming dan better living. Dewasa ini,
pada akhir dekade reformasi yang perlu diutamakan adalah better living, better
business dan better farming, dengan kualitas hidup yang baik maka perilaku
konsumtif terkendali dan perilaku produktif berkembang, tingkat pendidikan dan
pengelolaan keuangan keluarga menjadi kondusif, maka keputusan-keputusan
bisnis usahatani menjadi terdukung. Pada kondisi seperti ini, inovasi teknologi
lebih dapat dicerna karena daya nalar yang semakin baik.
Menurut Amanah (2011) penyuluhan perikanan berperan penting dalam
pembangunan di negara Asia Tenggara. Penyelenggaraan penyuluhan perikanan
di Asia Tenggara beragam, meliputi pengembangan kapasitas pembudidayaan
ikan, penangkapan ikan ramah lingkungan, pengolahan hasil, dan manajemen
konservasi mangrove di pesisir. Pada prinsipnya, penyuluhan perikanan berfokus
pada upaya transformasi perilaku partisipan penyuluhan melalui pendidikan non
formal, pengorganisasian diri sehingga dapat berfikir dan bertindak secara tepat.
Fokus kebijakan penyuluhan di beberapa negara ASEAN berkaitan dengan
potensi sumber daya perikanan, kebutuhan, kapasistas sumber daya manusia, dan
pola kerja sama antar lembaga penelitian dan penyuluhan. Konsep penyuluhan
baik di Indonesia maupun di negara ASEAN lainnya berpijak kepada tiga pilar
sebagai berikut. Pertama, penyuluhan merupakan penyelenggaraan sistem
pendidikan non-formal secara berkelanjutan. Kedua, terjadinya transformasi
perilaku pada subyek penyuluhan. Ketiga, adanya pesan/informasi baik berupa
inovasi, alternatif solusi, atau perubahan situasi kearah yang lebih baik atau
kondisi yang dihadapi. Dengan demikian penyuluhan berupaya menjawab
persoalan perilaku bukan yang lain. Jadi penyuluhan sesungguhnya upaya
pengembangan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha agar mandiri, untuk
hidup lebih sejahtera secara berkelanjutan. Ragam penyelenggaraan Penyuluhan
di beberapa Negara Asia Tenggara adalah sebagai berikut :
(1) Di Malaysia, istilah penyuluhan dianalogikan dengan perluasan dengan
mekanisme penyelenggaraan yang hampir serupa dengan di Indonesia.
Lingkup penyuluhan perikanan di Malaysia meliputi upaya peningkatan
produktivitas, peningkatan sosial ekonomi rumah tangga, pengelolaan
lingkungan dan penguatan kelembagaan.
(2) Di Vietnam, seperti di Indonesia istilah penyuluhan juga dikaitkan dengan
upaya pengembangan sumber daya manusia. Center of Fisheries Extension
Republik Sosialis Vietnam pernah bekerjasama dengan KKP pada Desember
2008. Pusat Penyuluhan Perikanan di Vietnam berhasil mengembangkan
perikanan melalui penyuluhan di sepanjang Sungai Mekong.
(3) Di Thailand, penyuluhan perikanan untuk pengembangan sumber daya
manusia dalam usaha budidaya dan perikanan tangkap.

21

(4) Di Filipina, penyuluhan perikanan digalakkan kembali untuk membantu
meningkatkan stabilitas pangan, peningkatan kondisi sosial ekonomi
masyarakat melalui pembelajaran dalam penyuluhan. Pemerintah Filipina
menyelenggarakan pelatihan baik untuk aspek teknik, sosial, maupun ekonomi
dalam program pengembangan budidaya ikan di air payau.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penyuluhan perikanan dalam penelitian ini merupakan proses pembelajaran dalam
rangka peningkatan kapasitas kemampuan para pelaku utama dan pelaku usaha
sektor kelautan dan perikanan untuk mengorganisasikan dirinya dalam
mengembangkan bisnis perikanan untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraannya dengan tetap memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
Peran Penyuluh
Undang Undang Nomor Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, penyuluh terdiri atas
(1)
penyuluh pegawai negeri sipil, (2) penyuluh swasta dan (3) penyuluh swadaya.
Penyuluh pegawai negeri sipil adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk
melakukan kegiatan penyuluhan; Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal
dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang
penyuluhan; dan Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam
usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau
dan mampu menjadi penyuluh.
Penyuluh merupakan salah satu agen pembaharu di masyarakat. Menurut
Rogers (1995), terdapat tujuh peran agen pembaharu dalam proses pengenalan
inovasi kepada klien yaitu:
(1) Membangkitkan kebutuhan terhadap adanya perubahan.
Tugas awal seorang agen pembaruan adalah untuk membantu klien menyadari
kebutuhan akan adanya perubahan, terutama untuk masyarakat yang masih
terbelakang. Rendahnya wawasan tentang perencanaan, aspirasi, motivasi
untuk berprestasi, dan juga sikap mereka yang terlalu pasrah pada keadaan
merupakan gambaran masyarakat terbelakang. Agen pembaruan dalam
menghadapi kondisi seperti ini harus berperan sebagai katalisator (pembuka
kran) untuk menyadarkan klien tentang kebutuhannya. Agen pembaruan
dapat menjalankan perannya dengan menyampaikan alternatif-alternatif solusi
yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada,
mendramatisasi, dan juga mampu meyakinkan klien bahwa mereka
mempunyai kemampuan untuk memecahkan persoalannya. Agen pembaruan
melakukan upaya-upaya ini dengan cara persuasif dan membuka diri untuk
melakukan konsultasi kepada kliennya. Kondisi klien yang kurang mempunyai
wawasan seringkali kurang menyadari persoalan yang terjadi sehingga mereka
juga tidak mempunyai solusi tepat untuk menyelesaikannya. Untuk itu maka
agen pembaruan dituntut untuk membantu kliennya dengan menyediakan
informasi yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien.
(2) Menciptakan suatu hubungan yang memungkinkan adanya pertukaran
informasi.

22

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Dalam melakukan kegiatan penyuluhan, agen pembaruan harus menciptakan
hubungan yang akrab dengan klien. Keakraban dapat diciptakan agen
pembaruan dengan menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya,
jujur, memiliki empati yang tinggi terhadap klien, serta saling bertukar
informasi dan pengalaman dengan klien. Untuk dapat melakukan penyuluhan
dengan baik maka seorang agen pembaruan harus dapat diterima secara fisik
dan sosial oleh klien sebelum dia menyampaikan inovasi.
Mendiagnosis permasalahan.
Dengan keakraban yang sudah terjalin maka seorang agen pembaruan
diharapkan dapat mendiagnosis permasalahan yang ada. Dalam mendiagnosis
permasalahan yang ada, agen pembaruan harus melihatnya dari sudut pandang
klien sehingga permasalahan yang dapat ditangkap oleh agen pembaruan
benar-benar permasalahan yang dihadapi masyarakat. Untuk itu maka
diperlukan empati yang tinggi dari seorang agen pembaharuan.
Menumbuhkan motivasi untuk berubah pada diri klien.
Setelah permasalahan dapat digali maka agen pembaruan harus berusaha
untuk membangkitkan motivasi klien untuk melakukan perubahan dan
mendorong klien untuk menaruh perhatian pada inovasi yang dibawa agen
pembaruan.
Merencanakan aksi pembaharuan.
Agen pembaharuan selanjutnya berusaha untuk mempengaruhi perilaku klien
sesuai dengan rekomendasinya berdasarkan kebutuhan klien. Diharapkan
klien tidak hanya menaruh minat tetapi juga merencanakan untuk mengadopsi
inovasi tersebut. Agen pembaruan dapat memanfaatkan berbagai cara untuk
membantu klien dalam mencapai tujuannya, yaitu dengan cara: memberikan
nasehat secara tepat waktu untuk menyadarkan klien tentang permasalahan
yang ada, memberikan alternatif solusi, memberikan informasi mengenai
konsekuensi dari setiap alternatif yang diberikan, membantu klien
memutuskan tujuan yang paling penting, membantu klien dalam mengambil
keputusan secara sistematis baik perorangan maupun kelompok, membantu
klien belajar dari pengalaman dan uji coba, dan mendorong klien untuk saling
bertukar informasi.
Menjaga keberlangsungan proses adopsi dan menghindarkan adanya
penghentian proses adopsi.
Selanjutnya agen pembaharuan harus mampu mendorong klien untuk
menerima inovasi tersebut dan menjaga agar klien semakin yakin dengan
penerapan inovasi tersebut dapat membantunya memecahkan persoalan
hidupnya. Pada tahap ini agen pembaruan harus terus memberikan informasi
yang dapat lebih meyakinkan klien. Informasi yang diberikan juga harus
dapat mencegah klien membatalkan keinginannya menerapkan inovasi yang
dibawa agen pembaruan.
Mencapai hubungan terminal.
Tujuan akhir seorang agen pembaruan adalah adanya perilaku ”mempengaruhi
diri sendiri” pada diri klien. Agen pembaharuan berusaha untuk menjadikan
klien mampu menjadikan dirinya sebagai agen pembaruan paling tidak untuk
dirinya sendiri sehingga klien dapat mengenali kebutuhannya dan mampu
memilih inovasi-inovasi yang paling tepat dengan kebutuhannya tersebut.
Pada tahap ini agen pembaruan memutuskan hubungannya dengan klien,

23

maksudnya adalah agen pembaruan menyudahi tugasnya untuk
menyampaikan suatu inovasi kepada klien hingga klien mampu mandiri. Agen
pembaruan dapat melanjutkan tugasnya di tempat lain dengan inovasi yang
sama atau tetap di tempat yang sama dengan membawa inovasi lainnya.
Figur-figur penyuluhan dalam tiap subsistem sosial dapat memilih satu dari
empat kemungkinan peran penyuluh pembangunan (Hubeis et al., 1992) yakni:
(1) Katalis
Penyuluh pembangunan (agen perubahan) sangat diperlukan untuk mengatasi
kebekuan dengan cara mendorong timbulnya perasaan ketidakpuasan di
masyarakat mengenai hasil pembangunan yang sudah ada. Ketidakpuasan ini
akan membantu mereka untuk melihat sesuatu permasalahan dalam
pembangunan dengan lebih serius.
(2) Penemu solusi
Peranan penyuluh pembangunan dalam menyebarluaskan gagasan
pembangunan merupakan hal yang mendominasi kelancaran operasional
pembangunan sebelum diterapkan di masyarakat.
(3) Pendamping
Seorang penyuluh pembangunan dapat memainkan fungsinya sebagai seorang
pendamping khalayak sasaran pembangunan dalam memberikan solusi
terhadap masalah dengan cara sebagai berikut:
(a) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara mengenali
dan mendefinisikan keperluan mereka,
(b) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara mendiagnosa
masalah dan menetapkan tujuan perubahan yang ingin dicapainya,
(c) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara memperoleh
sumber-sumber informasi, sarana, dan prasarana pembangunan yang
diperlukan,
(d) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara memilih dan
mengkreasikan suatu solusi permasalahan yang disesuaikan dengan
kondisi khalayak yang bersangkutan, dan
(e) Membantu khalayak sasaran pembangunan dalam memodifikasi dan
menempatkan solusi-solusi, serta
(f) Membantu khalayak sasaran pembangunan dalam mengevaluasi
kemanfaatan suatu solusi dalam memenuhi kebutuhan mereka dan
mengantisipasi permasalahan yang mungkin akan timbul di masa yang
akan datang.
(4) Perantara
Peran khusus dari penyuluh pembangunan sebagai perantara antara pembuat
kebijakan dan khalayak sasaran pembangunan adalah mempersatukan dua
kepentingan tersebut dengan membuat keputusan terbaik dalam menggunakan
sumber daya yang tersedia di dalam dan di luar sistem kehidupan khalayak
sasaran pembangunan.
Melihat beberapa peran penyuluh seperti di atas, maka penyuluh harus
mempunyai kemampuan dalam membantu memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kegiatan usahanya.

24

Persepsi
Menurut Leavit (1978), persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan,
bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah
pandangan atau pengertian, yaitu cara seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu. Asngari (1984), persepsi adalah interpretasi individu akan makna sesuatu
baginya dalam kaitan dengan “dunianya”. Menurut De Vito (1997), persepsi
adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang
mempengaruhi indra kita. Van den Ban (1999) menjelaskan bahwa persepsi
adalah proses menerima informasi atas rangsangan dari lingkungan dan
mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Rakhmat (2000) mengatakan
bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuly).
Persepsi terkait erat dengan masalah sikap, karena persepsi merupakan
komponen kognitif sikap. Dalam psikologi sosial, sikap diartikan sebagai derajat
atau tingkat kesesuaian atau ketidaksesuaian seseorang terhadap objek tertentu.
Kesesuaian atau ketidaksesuaian ini dinyatakan dalam skala yang menunjukkan
sangat setuju atau sangat tidak setuju terhadap objek sikap (Mar’at, 1981).
Persepsi, kognisi, penalaran, dan perasaan sesungguhnya berlangsung secara
simultan, dan kebanyakan dari yang disebut pemikiran, impian, bayangan,
berkhayal, belajar dan semacamnya merupakan kombinasi unsur-unsur persepsi,
kognisi, penalaran dan perasaan tersebut.
Menurut Sobur (2003) persepsi sebagai cara manusia menangkap
rangsangan, kognisi merupakan cara manusia untuk memberikan arti dari
rangsangan, penalaran adalah proses rangsangan dihubungkan dengan rangsangan
lainnya pada tingkat pembentukan kegiatan psikologis, dan perasaan adalah
konotasi emosional yang dihasilkan oleh rangsangan, baik sendiri maupun
bersama-sama, dengan rangsangan lain pada tingkat kognitif atau konseptual.
Pembentukan persepi menurut Litterer (Asngari, 1984) ada keinginan atas
kebutuhan manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat ia hidup, dan
mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian
dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi.
Menurut
Walgito
(2004)
individu
mengorganisasikan
dan
menginterpretasikan stimulus yang diterimanya, sehingga stimulus tersebut
mempunyai arti bagi ndividu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
persepsi. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi adalah sebagai berikut:
(1) Objek yang dipersepsikan: objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat
indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang
mempersepsikan, tetapi juga dapat datang dari diri individu yang
bersangkutan, namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.
(2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf: merupakan reseptor sebagai
alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga ada syaraf sensoris
sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat
susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
(3) Perhatian: untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan
adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan

25

dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau
konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau
sekumpulan objek.
Proses merupakan perantara rangsangan di luar organisme dengan
tanggapan fisik organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan, yang dikenal
dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respon). Persepsi merupakan bagian
dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan
diterapkan kepada manusia. Proses ini melalui subproses psikologi lainnya, yaitu
pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003). Variabel psikologis diantara
rangsangan dan tanggapan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Penalaran

Rangsangan
Ra

Persepsi

Pengenalan

Tanggapan

Perasaan
Gambar 1. Proses Terjadinya Tanggapan terhadap Rangsangan
Tingkah laku manusia merupakan fungsi dari cara mereka memandang.
Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dari
mengubah persepsinya (Van den Ban dan Hawkins, 1999). Menurut Thoha
(1999), persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap
orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk
memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu
penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar
terhadap situasi.
Menurut Litterer (Asngari, 1984), persepsi orang dipengaruhi oleh
pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta, atau tindakan. Walaupun
seseorang hanya mendapatkan bagian-bagian informasi, mereka dengan cepat
menyusunnya menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Terdapat tiga
mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation.
Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang
bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya,
kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang
bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan
informasi (Gambar 2).

26

Mekanisme
pembentukan persepsi

Informasi
sampai
ke
individu

Pembentukan persepsi

Interpretation

Selectivity

Pengalaman
masa silam

Persepsi
Closure
Perilaku

Gambar 2. Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi memberikan makna pada rangsangan inderawi. Menafsirkan
makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi
(perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi, dan memori. Persepsi seperti juga
sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan situasional Rakhmat (2000). Menurut
Rogers dan Shoemaker (1971) karakteristik seseorang akan ikut mempengaruhi
persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan atau perilaku. De Vito
(1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan
persepsi adalah umur, kecerdasan, kompleksitas, kognitif, popularitas, ciri-ciri
pribadi, dan kesan latihan atau hasil belajar.
Pengertian persepsi dalam penelitian ini dengan memperhatikan pendapat
para pakar tersebut disimpulkan adalah pandangan seseorang terhadap informasi
tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan, dan penciuman.
Kompetensi
Konsep kompetensi diawali pada tahun 1973 oleh Mc.Clelland yang
menulis tentang praktek-praktek rekrutmen untuk jabatan-jabatan civil service.
Dalam tulisannya dikemukakan bahwa adanya ketidakcocokan penggunaan tes-tes
psikologi dan intelegensi terstandaridisasi seperti tes-tes IQ dan Minnesota
multiphasic personality Innventory, untuk jabatan-jabaatn tertentu. Berdasarkan
ketidakcocokan tersebut, Mc.Clelland menyarankan penggunaan pengukuran
kompetensi untuk menggantikan tes-tes standar semacam itu. Dikatakannya
bahwa “Jika anda akan menguji seberapa baik seorang polisi atau
memprediksikan akan seberapa baik seorang calon polisi, selidiki apa saja yang
dilakukan seorang polisi, ikuti dia, buat daftar apa saja aktivitasnya, dan ambil
sampel dari daftar itu sebagai bahan ujian untuk para kandidat.” Rekomendasi
serupa berlaku untuk penggunaan tes-tes standar psikologi di lingkungan

27

organisasi dan perusahaan yang ketika itu dirancang untuk memprediksi kinerja
akademis di lingkup pekerjaan, manajemen dan organisasi industri (Prihadi,
2004).
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang
bersangkutan dapat menyelesaikan perannya. Kompetensi merupakan
karakteristik mendasar pada orang dan mengidentifikasikan cara-cara berpikir
atau berperilaku, melakukan generalisasi di berbagai situasi, dan menetap selama
waktu yang cukup lama Gilley dan England (1989). Kompetensi merupakan
segala bentuk tentang motif, sikap, ketrampilan, pengetahuan, perilaku atau
karakteristik pribadi lain yang penting, untuk melaksanakan pekerjaan atau
membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior (Spencer dan
Spencer, 1993).
Menurut Sumardjo (2009) kompetensi merupakan kemampuan dan
kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang
didasari oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang
ditetapkan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar, terdapat
polarisasi dua sudut pandang yang didasari asumsi yang berbeda yaitu :
(1) pandangan pertama meletakkan perilaku sebagai fokus pemahaman terhadap
kompetensi, dengan bertumpu pada asumsi bahwa hanya perilaku yang dapat
diamati dalam latihan-latihan simulasi sebagai metode utama yang seharusnya
menjadi sasaran pengukuran dalam evaluasi,
(2) pandangan kedua meletakkan karakteristik mendasar individu sebagai titik
berat dalam konsep mereka mengenai kompetensi. Aspek perilaku manusia
dianggap sebagai pucak permukaan sebuah gunung es. Aspek terpenting
dalam kompetensi justru aspek-aspek mendasar pada diri manusia yang
menjadi penentu perilaku seperti motivasi, traits, self-concept dan nilai-nilai
pribadi.
Selain itu, menurut Sumardjo (2009) penggunaan istilah kompetensi
memiliki dua makna yaitu: (1) digunakan untuk merujuk pada pekerjaaan atau
peranan yang mampu dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (job
specification), dan (2) digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku
yang terletak di balik kinerja yang kompeten (person specification).
Spencer dan Spencer (1993) mengemukakan ada lima tipe kompetensi yaitu:
(1) Knowledge, kompetensi yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki individu
dalam bidang pekerjaan tertetu. Misalnya, pengetahuan seorang dokter bedah
mengenai saraf dan otot dalam tubuh manusia.
(2) Skill, kompetensi yang berkaitan dengan unjuk kinerja fisik atau mental.
Misalnya, kemampuan fisik seorang dokter gigi untuk menambal gigi tanpa
merusak sarafnya.
(3) Self concept, kompetensi yang berkaitan dengan sikap individu, nilai-nilai
yang dianut serta citra diri. Misalnya, self-confidence dan belief seseorang
bahwa ia dapat efektif dalam situasi apapun adalah bagian dari konsep orang
itu mengenai dirinya.
(4) Traits, kompetensi yang berkaitan dengan karakteristik fisik dan respon yang
konsisten atas situasi tertentu. Misalnya, orang-orang yang bermotivasi
achievement konsisten menetapkan tujuan yang menantang untuk dirinya
sendiri, memikul tanggung jawab pribadi untuk pencapaiannya, dan
menggunakan feedback agar bisa bekerja dengan lebih baik.

28

(5) Motives, kompetensi yang berkaitan dengan pemikiran yang konstan dan
mendorong individu bertindak atau berperilaku. Misalnya, orang yang
bermotivasi achievement konsisten menetapkan tujuan yang menantang untuk
dirinya sendiri, memikul tanggungjawab pribadi untuk pencapaiannya.
Tipe kompetensi memiliki implikasi praktis bagi perencanaan SDM.
Kompetensi pengetahuan dan keterampilan cenderung berupa karakteristik orang
yang terlihat dan relatif di permukaan. Kompetensi self-concept, trait dan motive
lebih tersembunyi dan pusat bagi kepribadian. Kompetensi pengetahuan dan
keterampilan relatif mudah dikembangkan. Salah satu cara pengembangannya
adalah melalui pelatihan yang bisa menjamin kemampuan-kemampuan karyawan
dalam aspek ini. Kompetensi self-concept terletak di antaranya. Sikap dan nilai
seperti self-confidence dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi, dan/atau
pengalaman developmental positif. Kompetensi trait dan motive