Pemanfaatan Media dalam Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian (Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat)

(1)

KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN

(Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat)

E. Oos Mukhamad Anwas

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemanfaatan Media dalam Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian (Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi mana pun. Bahan rujukan yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan ataupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, November 2009

E. Oos Mukhamad Anwas I.362060041


(3)

E. OOS MUKHAMAD ANWAS. Media Utilization in Developing Competency of Agricultural Extension Agents (The cases in Karawang and Garut Regency in West Java Province). Under direction of SUMARDJO, PANG S. ASNGARI, PRABOWO TJITROPRANOTO.

Alongside the community changes and demands, the competency of agricultural extension agents should be increased by means of learning process. This learning process is not merely taking place within formal education but also by means of the utilization of a variety of media whether they are mass media, programmed media, or environmental media. The present study was to analyze the intensity of media utilization, the degree of agricultural extension agents’ competency, the dominant factors influence their competency, and also to formulate the strategy for developing the competency of agricultural extension agents. The study used explanatory research method on 170 agricultural extension agents who work within paddy farmers area (Karawang) and within vegetable farmers area (Garut). Samples were taken by using random sampling technique. Then a data verification was conducted toward 204 farmers who were the clients of the agricultural extension agents. Data collection was conducted during February to April 2009. Data were analyzed using descriptive technique and path analysis. The result of the study showed that the extent of media utilization and the agricultural extension agents’ competency tended to be at a low level. The dominant factors influencing their competency were the intensity of independent innovation, training, meeting amongst agricultural extension agents, the age, learning conduciveness support, motivation, and the intensity of the utilization of magazines which were appropriate to extension and continual. The study also recommended several strategies to develop the agricultural extension agents’ competency based on media utilization.

Keyword: agricultural extension agents, mass media, programmed media, environmental media, competency


(4)

E. OOS MUKHAMAD ANWAS. Pemanfaatan Media dalam Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian (Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan: SUMARDJO, PANG S. ASNGARI, PRABOWO TJITROPRANOTO

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berdampak pada perubahan segala aspek perilaku manusia. Dinamika masyarakat dalam sektor pertanian terus berubah seiring perkembangan zaman. Otonomi daerah dan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 menimbulkan keragaman penafsiran dan pelaksanaan penyuluhan di daerah-daerah. Di sisi lain era informasi melahirkan banyak pilihan media belajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan, namun kenyataannya kompetensi penyuluh masih rendah. Fenomena perubahan tersebut diperlukan kajian lebih mendalam.

Untuk memenuhi tuntutan perubahan zaman ini, penyuluh harus belajar melalui media belajar. Media belajar memiliki sifat variatif, dinamis, dan dapat dimanfaatkan secara pleksibel. Dengan cara tersebut penyuluh dapat belajar tanpa harus bergantung pada pendidikan formal atau pelatihan saja, akan tetapi dapat meningkatkan kemampuannya melalui media yang sesuai dengan kemampuan dan kesempatannya. Permasalahanya adalah media apa yang dominan mempengaruhi penyuluh, serta bagaimana strategi meningkatkan kompetensi penyuluh tersebut?

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis intensitas pemanfaatan media dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi pemanfaatan media; (2) menganalisis tingkat kompetensi penyuluh dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kompetensi penyuluh; dan (3) merumuskan strategi pengembangan kompetensi penyuluh berbasis pemanfaatan media.

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratory. Metode yang digunakan adalah survei, yaitu cross sectional survey. Populasi adalah penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di daerah pertanian padi (kabupaten Karawang) dan sayuran (kabupaten Garut) Provinsi Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik acak (random), seluruhnya berjumlah 170 penyuluh. Untuk mendapatkan kelengkapan data akurat dilakukan verifikasi data kepada 204 orang petani yang menjadi klien dari penyuluh tersebut. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2009. Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner yang sebelumnya diuji validitas dan realiabilitasnya. Data ini juga didukung dengan metode wawancara mendalam dan pengamatan (observasi) guna mempertajam analisis data kuantitatif. Analisis data menggunakan: analisis deskriptif, analisis korelasi, analisis regresi berganda, analisis jalur (path analisis), dan analisis uji beda. Analisis data menggunakan aplikasi SPSS versi 14.

Intensitas pemanfaatan media massa dan media lingkungan rendah, sedangkan pemanfaatan media terprogram dalam katagori sedang. Pemanfataan media ini dipengaruhi oleh: tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi, motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan klien.

Kompetensi penyuluh tergolong rendah, terutama dalam: pengelolaan kewirausahaan, pengelolaan pembaharuan, dan pemandu sistem jaringan. Kompetensi penyuluh terhadap pemahaman potensi wilayah, pengelolaan pelatihan, pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan komunikasi inovasi termasuk dalam katagori sedang.


(5)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kompetensi ini adalah pendalaman inovasi mandiri, motivasi, pemanfaatan majalah, pertemuan antar penyuluh, dan umur penyuluh yang mendekati pensiun (tua).

Strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian berbasis pemanfaatan media ditempuh melalui pemanfaatan media massa, media terprogram, dan media lingkungan secara terpadu dan saling melengkapi. Media massa yang digunakan yaitu majalah yang secara berkelanjutan substansinya sesuai dengan penyuluhan dan melalui saluran khusus Siaran Televisi Pembangunan Perdesaan yang mengudara selama 24 jam. Pemanfaatan media terprogram ditempuh melalui peningkatan: kualitas pendidikan formal serta peningkatan intensitas dan kualitas kegiatan pertemuan dan pelatihan. Pemanfaatan media lingkungan dilakukan dengan menggerakan penyuluh untuk kembali bertempat tinggal di desa binaannya sehingga dapat belajar dengan alam, memahami kebutuhan dan potensi lingkungan, serta menselaraskan inovasi atau hasil-hasil penelitian dan program-program pemerintah dengan kebutuhan masyarakat di sekitar tempat tugasnya. Untuk mencapai keberhasilan strategi ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang berpihak kepada peningkatan kompetensi penyuluh dalam memberdayakan petani dan dukungan partisipasi masyarakat.

Kata kunci: penyuluh pertanian, media massa, media terprogram, media lingkungan, kompetensi


(6)

(1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak mengindahkan kepentingan yang wajar IPB

(2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN

(Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat)

E. Oos Mukhamad Anwas

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Provinsi Jawa Barat) Nama : E. Oos Mukhamad Anwas

NIP : I. 362060041

Disetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S Ketua

Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. Prof. Dr. Pang S. Asngari

Anggota Anggota

Diketahui:

Koordinator Program Studi/Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(9)

Ayahanda H. Toha Anwas (alm) & Ibunda Hj. Enoh (alm)

Istri tercinta Hj. Ir. Yuni Sugiarti

Ananda: Yasyfa Dewi Anwas, Ihsan Maulana Anwas,

dan Ilham Nur Awali Anwas


(10)

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah media dalam peningkatan kompetensi, dengan judul ”Pemanfaatan Media dalam Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian” (Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo M.S, selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Pang S. Asngari dan Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran masukan dalam penelitian ini. Penulis juga secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

(1) Rektor IPB beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan pelayanan selama penulis mengikuti perkuliahan.

(2) Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan selama penulis mengikuti perkuliahan.

(3) Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan selama penulis mengikuti perkuliahaan. (4) Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc atas

segala arahan dan bimbingannya.

(5) Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.Sc dan Dr. Ir. Sri Harijati, MA yang telah besedia menjadi penguji Luar Komisi Pembimbing dalam Ujian Tertutup.

(6) Bapak Prof. Dr. Haryono Suyono, guru besar Universitas Airlangga dan mantan Menkokesra yang telah bersedia menjadi penguji Luar Komisi Pembimbing dalam Ujian Terbuka. Beliau juga telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan sejak penulis menempuh pendidikan S2 di Universitas Indonesia hingga sekarang melanjutkan pendidikan di Pascasarjana IPB.

(7) Bapak Prof. Dr. Margono Slamet yang telah bersedia menjadi penguji Luar Komisi Pembimbing dalam Ujian Terbuka, serta memberikan bimbingan dan keteladanan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di pascasarjana IPB.

(8) Bapak Prof. Dr. Djoko Susanto, Bapak Dr. Zaim Uchrowi, Bapak Dr. Pudji Muljono, dan seluruh staf dosen yang telah membimbing penulis selama kuliah di Pascasarjana IPB.


(11)

tugas belajar dan beasiswa pendidikan pascasarjana.

(10) Keluarga besar Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Depdiknas, serta keluarga besar Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) Jakarta dalam memberikan dukungan selama penulis menempuh pendidikan di Pascasarjana IPB.

(11) Bapak/Ibu penyuluh pertanian, petani, dan pihak-pihak terkait di kabupaten Bogor, kabupaten Karawang, dan kabupaten Garut yang telah berpartisipasi memberikan data dan informasi yang sangat berharga dalam melakukan penelitian ini.

(12) Sdr. Ahmad Sihabudin, Kurnia Suci, Hatta Jamil, Tasril Bartin, Anna Fachiya, Yohanes Kamagi, Dirlanudin, Nurul Huda, Ayat, Eko, dan teman-teman lainnya dalam suka dan duka selama menempuh studi di sekolah Pascasarjana IPB.

(13) Bapak Yarub S. Hanafi dan Ibu Ai Ruchyati yang tidak henti memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam mengikuti pendidikan di Pascasarjana IPB ini.

(14) Ayahanda H. Toha Anwas (alm) dan Ibunda Hj. Enoh (alm), A Maman, A Encu, A Encin, Titi, Neni dan seluruh keluarga besar Bapak Anwas yang telah membimbing dan menumbuhkan kecintaan kepada penulis untuk terus menuntut ilmu hingga mampu menempuh pendidikan akademik tertinggi di Pascasarjana IPB Bogor.

(15) Istri tercinta, Hj. Ir. Yuni Sugiarti dan ketiga buah hati: Yasyifa Dewi Anwas, Ihsan Maulana Anwas, dan Ilham Nur Awali Anwas atas segala kesabaran, pengorbanan, dukungan, dan doa selama penulis mengikuti pendidikan di Pascasarjana IPB ini. (16) Semua pihak yang tidak disebutkan namanya, atas segala bantuan dan doanya selama

penulis mengikuti perkulihaan di pascasarjana IPB.

Segala upaya telah penulis lakukan, namun ”Tidak ada Gading yang tak retak.” Penulis yakin bahwa retak Gading itu menjadikan indahnya sebuah Gading. Oleh karena itu saran dan kritikan sangat penulis harapkan dalam menyempurnakan disertasi ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, November 2009 E. Oos Mukhamad Anwas


(12)

Penulis dilahirkan di Majalengka Jawa Barat pada tanggal 21 Juli 1969 sebagai anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara dari pasangan Bapak H. Toha Anwas (alm) dan Ibu Hj. Enoh (alm). Pendidikan Sarjana ditempuh pada Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung lulus tahun 1992. Pendidikan Magister ditempuh tahun 2001 di Program Studi Ilmu Komunikasi Pascasarjana FISIP Universitas Indonesia (UI), lulus tahun 2003. Pendidikan doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB tahun 2006, dengan dukungan beasiswa dari Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom), Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai Peneliti di Pustekkom Depdiknas. Penulis juga aktif sebagai konsultan bidang Teknologi Komunikasi di Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) Jakarta, serta aktif sebagai Penulis Naskah dan Tim Kreatif di beberapa stasiun televisi dalam acara yang bermuatan Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan. Dosen Program D4 Bidan Pendidik Politeknik Kesehatan Jakarta. Penulis juga aktif menulis artikel di beberapa media massa dan jurnal ilmiah. Beberapa karya ilmiah (pilihan) yang diterbitkan, antara lain:

1) Membangun Media Massa yang Mendidik Masyarakat. 2009. Jurnal Dikbud, Depdiknas. 2) Model Posdaya dalam Penuntasan Pendidikan Dasar 9 Tahun. 2009. Jurnal Dikbud. 3) Kampanye Pembangunan via Televisi. 2009. Majalah Gemari.

4) Studi Layanan Pendidikan Dasar pada Suku Baduy. 2009. Jurnal Dikbud, Depdiknas. 5) Masyarakat Peduli Buta Aksara. HU Suara Karya. 10 September 2007.

6) Difusi Inovasi e-Learning di Perguruan Tinggi. 2006. Jurnal Dikbud. Depdiknas. 7) Televisi Pendidikan; Peluang dan Tantangan. 2006. Jurnal Dikbud Depdiknas. 8) Televisi Pendidikan di Era Global. 2006. Buku, diterbitkan Pustekkom Depdiknas. 9) Masyarakat Peduli Siaran Televisi, 2006. Jurnal Teknodik. Pustekkom Depdiknas. 10) Pengembangan Model Mutligrade Teaching Audio di SD. 2002 Jurnal Dikbud 11) Gerakan Cinta Buku dan Minat Baca di Sekolah, 2001. Majalah Suara Guru, PGRI. 12) Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh di Era Otonomi Daerah,2001.Jurnal Tenodik. 13) Internet; Tantangan dan Peluang Pendidikan Nasional, 2000. Jurnal Teknodik. 14) Proses Komunikasi dalam Bingkai Reformasi Pendidikan, 1999. Jurnal, Teknodik. 15) Antara Televisi, Anak, dan Keluarga, 1998. Jurnal Teknodik, Depdiknas

16) Analisis Siaran Radio Pendidikan, 1998. Jurnal Teknodik, Depdiknas. 17) Perspektif Pendidikan di Abad 21, 1997. Jurnal Teknodik, Depdiknas


(13)

Halaman DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Masalah Penelitian ... Tujuan Penelitian ………. Kegunaan Penelitian ……… TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan dan Tuntutan Perubahan Zaman ... Perkembangan Penyuluhan Pertanian ... Hakekat Penyuluhan ... Penyuluh Pertanian ... Penyuluhan yang Partisipatif dan Memberdayakan Masyarakat ……… Hakekat Belajar ……….. Kemandirian Belajar ………... Media Belajar ……….. Media Massa ………... Media Terprogram ………... Media Lingkungan ……….. Kompetensi ... Kompetensi Penyuluh ... Karakteristik Pribadi Penyuluh ... Dukungan Lingkungan ...

xi xiii xv xvi 1 6 7 7 9 11 14 17 19 23 29 32 34 42 44 48 52 65 69

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir ... Hipotesis Penelitian ... METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian ... Peubah, Definisi Operasional dan Pengukuranya ... Populasi dan Sampel ... Validitas Instrumen ... Reabilitas Instrumen ... Teknik Pengumpulan Data ... Analisis Data ...

73 83 85 85 96 98 99 101 101


(14)

Karakteristik Pribadi Penyuluh ... Dukungan Lingkungan Penyuluhan ... Pemanfaatan Media ... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Pemanfaatan Media ... Kompetensi Penyuluh... Faktor-faktor yang Berpengaruh Nyata terhadap Kompetensi

Penyuluh Pertanian ... Model Pengembangan Kompetensi Penyuluh ... Strategi Pengembangan Kompetensi Penyuluh Berbasis

Pemanfaatan Media ... KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

106 110 113 127 132 138 150 165

177 178 181 192


(15)

No. Tabel Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Pemikiran Model Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Belajar Penyuluh ……….. Paradigma Kompetensi Penyuluh yang Bermutu (Tinggi)

dan Kurang Bermutu (Rendah) ……… Indikator dan Parameter Karakteristik Pribadi Penyuluh ………... Indikator dan Parameter Karakteristik Lingkungan Penyuluhan …………. Indikator dan Parameter Intensitas Pemanfaatan Media Massa ………….. Indikator dan Parameter Intensitas Pemanfaatan Media Terprogram ……. Indikator dan Parameter Intensitas Pemanfaatan Media Lingkungan ……. Indikator dan Parameter Kompetensi Penyuluh Pertanian ……….. Sampel Penelitian Penyuluh Bertugas di daerah Pertanian Padi

(Karawang) dan Sayuran (Garut) ………. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ……… Sebaran Presentase dan Rataan Karakteristik Pribadi Penyuluh ………… Sebaran Presentase dan Rataan Karakteristik Lingkungan Penyuluhan … Sebaran Presentase dan Rataan Pemanfaatan Media Massa ……….. Sebaran Presentase Jenis Informasi dan Rataan Pemanfaatan

Media Massa ……… Sebaran Presentase dan Rataan Pemanfaatan Media Terprogram ……….. Sebaran Presentase dan Rataan Pemanfaatan Media Lingkungan ………. Nilai Koefisien Korelasi Faktor yang Berhubungan dengan

Pemanfaatan Media ………. Nilai Koefisien Regresi Faktor yang Berhubungan dengan

Pemanfaatan Media ………. Sebaran Presentase dan Rataan Skor Kompetensi Penyuluh ………...

77 80 87 89 90 91 92 95 97 100 107 111 114 115 122 124 128 129 133


(16)

21

22

23

24

Sebaran Presentase dan Rataan Skor Kompetensi versi Penyuluh

dan Petani ………. Nilai Koefisien Korelasi Faktor yang Berhubungan dengan

Kompetensi Penyuluh ………. Faktor yang Langsung Mempengaruhi secara nyata terhadap

Kompetensi Penyuluh ………. Koefisien Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung terhadap Kompetensi Penyuluh Berdasarkan Analisis Jalur ……….

137

139

140


(17)

No. Gambar Halaman 1

2 3

4 5 6 7 8 9 10

11

Kerucut Pengalaman E. Dale ……… Posisi Kompetensi Model Gunung Es dan Model Lingkaran ……….... Hubungan antar variabel Analisis Pengembangan Kompetensi Penyuluh Berbasis Pemanfaatan Media ………. Diagram Kepemilikan Media Komunikasi dan Informasi ……… Nama Koran yang dibaca Penyuluh ………... Nama Majalah yang dibaca Penyuluh ……….. Stasiun Radio yang diikuti Penyuluh ……… Stasiun Televisi yang diikuti Penyuluh ……… Model Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Media ………. Model Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian Berbasis

Pemanfaatan Media ……… Strategi Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian Berbasis

Pemanfaatan Media ……… 46 51

83 109 116 117 119 120 130

150


(18)

No. Lampiran Halaman 1

2 3 4 5

Hasil Uji Beda (t-test) ………... Hasil Uji Beda Kompetensi Penyuluh di Daerah Padi dan Sayuran ……….. Hasil Uji Beda Kompetensi Penyuluh Lulusan Negeri dan Swasta ………. Hasil Uji Beda Kompetensi Penyuluh Versi Penyuluh dan Petani ……….. Hasil Uji Regresi ………...

193 194 195 196 198


(19)

Ujian Tertutup:

1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MSc.

(Staf Pengajar FEMA Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Sri Harijati, MA.

(Staf Pengajar Universitas Terbuka) Ujian Terbuka:

1. Prof. Dr. Haryono Suyono

(Mantan Menkokesra, Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya) 2. Prof. Dr. Margono Slamet


(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat seiring tuntutan perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terutama sejak munculnya teknologi internet telah menyebabkan perubahan besar dalam masyarakat. Produk teknologi informasi yang relatif murah dan terjangkau memudahkan akses informasi melampaui batas negara dan batas kultur/budaya. Kondisi ini telah merambah kepada semua lapisan kehidupan manusia termasuk para petani di pedesaan. Kini sebagian petani sudah terbiasa mengakses informasi melalui koran, majalah, radio, televisi, internet, handphone, atau media lainnya.

Seiring perubahan zaman tersebut, masalah pertanian yang dihadapi para petani juga semakin kompleks. Masalah tersebut dimulai dari meningkatkan jumlah dan mutu produksi serta pemasaran, hingga akses informasi petani yang terus berkembang. Kompetisi produk pertanian tidak hanya dalam tataran lokal akan tetapi berubah menjadi global. Di sini para petani dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Akibatnya petani yang bisa mengikuti perkembangan zaman akan eksis. Sebaliknya, petani yang tidak bisa menyesuaikan dengan perubahan semakin terpinggirkan. Oleh karena itu, peran penyuluh menjadi penting sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi petani. Sebagai konsekuensinya penyuluh dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang.

Hasil studi Sumardjo (1999) menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan petani dalam mengelola usaha tani secara efisien dan kemampuan daya saing berkaitan erat dengan masih lemahnya sistem penyuluhan yang telah diterapkan untuk membangun kemandirian petani. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan mutu pertanian, salah satu aspeknya adalah perlu dibenahi sistem penyuluhan. Penyuluhan diperlukan untuk mengubah perilaku masyarakat, meninggalkan


(21)

kebiasan lama yang kurang baik dengan perilaku yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan dan potensinya, serta sejalan dengan tututan perubahan zaman.

Perubahan dan kecenderungan yang terjadi dalam “dunia pertanian” Indonesia dan perkembangan pesat di bidang pendidikan, telekomunikasi, elektronika, media massa dan lain-lainnya perlu diantisipasi dengan strategi penyuluhan pertanian yang tepat (Slamet, 1995). Oleh karena itu, seiring perkembangan zaman, sistem penyuluhan pembangunan harus dinamis menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Dalam hal ini menurut Slamet (2003) paradigma baru penyuluhan pembangunan bukan untuk mengubah prinsip-prinsip, tetapi diperlukan untuk merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi itu.

Semakin kompleksnya masalah-masalah sosial (termasuk pertanian) merupakan tantangan sekaligus peluang bagi perkembangan ilmu penyuluhan pembangunan. Kajian-kajian terhadap strategi penyuluhan perlu terus dilakukan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Dinamika masyarakat dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berimplikasi pula pada perlunya perubahan sistem penyuluhan, terutama SDM penyuluh yang handal sebagai ujung tombak pelaksanan penyuluhan di lapangan.

Di sisi lain perubahan pemerintahan khususnya otonomi daerah memun-culkan perubahan-perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sistem pemerintahan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik, berimplikasi pada munculnya berbagai permasalahan dalam pembangunan pertanian termasuk dalam penyelenggaraan penyuluhan. Dalam hal ini Sumardjo (2006) mengidentifikasi beberapa permasalahan penyuluhan di era otonomi daerah di antaranya: (1) adanya kesalahan persepsi bagi para penyelenggara penyuluhan di daerah, (2) citra penyuluhan dianggap masih kurang baik, (3) apriori di kalangan masyarakat tertentu terhadap penyuluhan, (4) dimasa lalu penyuluhan terwarnai oleh muatan politik organisasi politik tertentu, dan (5) di era otonomi penyuluhan ditinggalkan oleh sebagian penguasa di daerah karena tidak jelas dan tidak tampak secara langsung.


(22)

Perkembangan baru penyuluhan di Indonesia juga ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Undang-undang ini menjadi kekuatan hukum yang diharapkan bisa dijadikan payung hukum dalam penyelenggaraan penyuluhan. Undang-undang ini menjadi sebuah momentum kebangkitan penyuluhan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman dalam upaya mensejahterakan masyarakat.

Tenaga penyuluh merupakan ujung tombak pelaksanaan penyuluhan, karena berhadapan langsung dengan klien di lapangan. Oleh karena itu, keberhasilan penyuluhan diduga berkorelasi positif dengan kualitas penyuluh di lapangan. Menurut Sumardjo (2008a), kendala utama dalam menghadapi tantangan penyuluhan saat ini adalah keterbatasan tenaga profesional di bidang penyuluhan pembangunan.

Jumlah tenaga kompeten di bidang penyuluhan juga masih sangat terbatas dibanding dengan kebutuhan di berbagai sektor pembangunan. Menurut Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Departemen Pertanian (HU. Kompas, 18-01-2009) bahwa awal tahun 2009 jumlah penyuluh pertanian yang berstatus sebagai PNS baru 29.600 orang. Penyuluh pertanian lainnya, 16.600 orang berstatus sebagai tenaga harian lepas dan 1.600 orang tenaga honorer. Jumlah itu masih jauh dari ideal karena seharusnya satu desa memiliki satu penyuluh (jumlah desa sekitar 70.000 desa). Di sisi lain hingga kini belum ada standar kompetensi yang jelas bagi seorang penyuluh profesional dalam bidang penyuluhan.

Kelemahan tenaga penyuluh tidak hanya dalam aspek kuantitas, tetapi juga secara kualitas cukup menghawatirkan. Hasil-hasil penelitian yang terkait dengan kompetensi penyuluh seperti dilakukan Marius (2007), Nuryanto (2008), dan Mulyadi (2009) menunjukkan masih lemahnya kompetensi penyuluh pertanian. Rendahnya mutu tenaga penyuluh juga ditegaskan oleh Slamet (2008) bahwa idealnya penyuluh lapangan itu juga profesional yang mampu berimprovisasi secara bertanggung jawab sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu


(23)

pada saat ini belum cukup tersedia. Kondisi ini mengindikasikan perlunya berbagai pihak untuk mengkaji bagaimana meningkatkan kualitas penyuluh.

Pergeseran pendekatan penyuluhan dari top down ke arah partisipatif dengan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk aktif seluas-luasnya dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi merupakan tantangan tersendiri bagi penyuluh. Menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat tidaklah mudah. Setiap masyarakat memiliki kebutuhan, potensi, dan kebiasaan yang berbeda. Keragaman masyarakat tersebut perlu diberdayakan agar mereka mau dan mampu berpartisipasi secara sadar dalam pembangunan. Dalam hal ini diperlukan sumber daya penyuluh yang kompeten dalam menganalisis perbedaan dan mencari peluang untuk pemberdayakan petani.

Tantangan penyuluh lainnya adalah substansi materi penyuluhan. Perkembangan ilmu pengetahuan, global warning, persaingan globalisasi, atau perubahan lingkungan baik lingkungan alam, sosial, dan budaya menuntut adanya penyesuaian dalam substansi penyuluhan. Kondisi ini tidak ada upaya lain bagi penyuluh kecuali harus belajar secara berkelanjutan. Menurut Mardikanto (1993), terkait dengan hasil-hasil inovasi setiap penyuluh harus mempersiapkan diri untuk selalu mau belajar. Tanpa kesediaan untuk belajar secara berkelanjutan mustahil penyuluh dapat mengajarkan, menganalisis, dan sekaligus memberi nasehat tentang penerapan inovasi yang disampaikannya dengan baik.

Kredibilitas penyuluhaan akan bisa didongkrak apabila para penyuluh mampu menunjukkan kemampuannya sesuai tuntutan kebutuhan dan potensi masyarakat. Di sini penyuluh dituntut untuk terus meningkatkan kualifikasinya. Dengan kata lain penyuluh harus terus belajar memenuhi tuntutan masyarakat yang terus berkembang yang diperlukan dalam penyuluhan. Sebaliknya, jika penyuluh tidak bisa mengikuti perubahan tersebut, kredibilitasnya akan semakin menurun dan ditinggalkan klien-nya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa hanya dengan melalui proses belajar, penyuluh akan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Menurut Susanto (2008), tidak ada cara yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas SDM selain melalui belajar. Hanya dengan cara


(24)

belajar kompetensi penyuluh dapat ditingkatkan. Belajar dalam hal ini tidak hanya terbatas pada pendidikan formal, tetapi juga termasuk pendidikan nonformal dan informal. Begitu pula media belajar sebagai wahana untuk melakukan proses belajar sangat bervariasi. Para penyuluh dapat melakukan proses belajar melalui berbagai media belajar baik yang dirancang secara khusus (by design) maupun yang dapat dimanfatkan (by utilization) untuk keperluan pembelajaran.

Di era informasi ini banyak media baik by design maupun by utilization yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Media yang dapat dimanfaatkan penyuluh untuk belajar sangat banyak dan tidak perlu mengeluarkan biaya, misalnya media lingkungan yang ada di sekitar tempat tugasnya. Media belajar juga cenderung dinamis, berkembang seiring perubahan yang terjadi di masyarakat. Melalui pemanfaatan media tersebut, penyuluh dapat belajar dalam meningkatkan kemampuannya guna mengimbangi perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Penyuluh dapat menggunakan media yang tepat sesuai dengan kebutuhan, kesempatan, serta fasilitas yang tersedia. Begitu pula penyuluh dapat belajar tanpa harus bergantung pada siapapun seperti dosen/instruktur, atau tanpa harus menunggu perintah (tugas belajar). Dengan kata lain belajar melalui media dapat dilakukan secara fleksibel, dimana saja dan kapan saja setiap ada kesempatan.

Dengan karakteristik media belajar yang jumlahnya relatif banyak, variatif, dinamis, dan fleksibel tersebut kenyataanya kemampuan penyuluh masih belum sesuai dengan harapan. Penyuluh masih belum bisa mengikuti tuntutan klien/masyarakat sesuai dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan pengkajian tentang bagaimana pemanfaatan media belajar, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta upaya meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian melalui pemanfaatan media tersebut.


(25)

Masalah Penelitian

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa seiring dengan perkembangan zaman, penyuluh dituntut untuk terus meningkatkan kemampuannya melalui belajar. Hanya penyuluh yang mau belajar saja yang dapat menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat. Sebaliknya penyuluh yang malas belajar akan sulit untuk bisa memenuhi harapan dan dinamika masyarakat yang terus berkembang.

Belajar tidak harus dilakukan dalam pendidikan formal atau di ruang kelas saja. Belajar dapat dilakukan di mana saja setiap ada kesempatan. Realitas dalam lingkungan penyuluh tersedia relatif banyak pilihan media belajar. Berdasarkan perpektif pemanfaatanya, secara umum media belajar dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu (1) media belajar umum atau media massa yang bisa diakses bebas oleh siapapun, (2) media belajar yang diprogram secara khusus untuk terciptanya proses belajar, dan (3) media di sekitar lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk proses belajar. Oleh karena itu melalui pemanfaatan ketiga media belajar tersebut diduga dapat terwujud kemandirian belajar yang perlu dimiliki oleh penyuluh dalam meningkatkan kompetensinya sesuai harapan klien (masyarakat).

Atas dasar pemikiran di atas, permasalahanya adalah bagaimana penyuluh memanfaatkan media belajar, tingkat kompetensinya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan media dan kompetensi penyuluh tersebut. Oleh karena itu secara lebih rinci permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(1) Bagaimana intensitas pemanfaatan media dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi pemanfaatan media?

(2) Bagaimana tingkat kompetensi penyuluh dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kompetensi penyuluh?

(3) Bagaimana strategi pengembangan kompetensi penyuluh berbasis pemanfaatan media?


(26)

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian, secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui media belajar yang dominan berpengaruh dalam meningkatkan kompetensi penyuluh yang terus berkembang sebagai konsekuensi tuntutan perkembangan zaman. Adapun secara lebih rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Menganalisis intensitas pemanfaatan media dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhinya dalam pengembangan kompetensi penyuluh.

(2) Menganalisis tingkat kompetensi penyuluh dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kompetensi penyuluh.

(3) Merumuskan strategi pengembangan kompetensi penyuluh berbasis pemanfaatan media.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik aspek teoritis/akademis maupun aspek praktis. Aspek akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam memperkaya keilmuan di bidang ilmu penyuluhan pembangunan terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan media baik yang dirancang secara khusus (by design) atau yang dapat dimanfaatkan (by utilization) dalam pengembangan kompetensi penyuluh sesuai tuntutan perubahan zaman. Penelitian terdahulu lebih banyak yang mengkaji pada media terprogram, sedangkan pemanfaatan media massa dan media lingkungan belum banyak dilakukan. Informasi ini sangat penting diketahui terutama media yang dominan berpengaruh terhadap kompetensi di antara banyaknya pilihan media yang berkembang di masyarakat seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan yang relevan.


(27)

Secara lebih praktis, penelitian ini diharapkan berguna:

(1) Untuk mengimbangi tuntutan dinamika kompetensi penyuluh yang terus berkembang, pemerintah pusat (Departemen Pertanian) dan pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi penyuluh melalui pemanfaatan berbagai media. Penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi tentang media yang dominan dapat meningkatkan kompetensi penyuluh dan strategi pengembangan kompetensi penyuluh berbasis pemanfaatan media sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah tersebut.

(2) Bagi lembaga yang mengembangkan media, seperti Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Depdiknas dan lembaga lainnya, penelitian ini diharapkan menjadi masukan tentang dinamika masyarakat terhadap pemanfaatan media, media-media yang berpotensi dominan untuk mengubah perilaku di tengah-tengah pesatnya persaingan dan keragaman media yang berkembang di masyarakat.

(3) Lebih khusus bagi penyuluh, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan tentang perlunya terus meningkatkan kompetensi sebagai tuntutan profesi penyuluh melalui pemanfaatan berbagai media baik media massa, media terprogram, dan media lingkungan.

(4) Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan dalam menyikapi era informasi untuk terus belajar dalam mengikuti perubahan zaman melalui pemanfaatan berbagai media untuk meningkatkan kemampuannya.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan dan Tuntutan Perubahan Zaman

Futurolog Toffler (1980) membagi sejarah manusia dalam empat gelombang yaitu: (1) dimulai dari masyarakat berburu dan pengumpul, (2) masyarakat petani, (3) masyarakat industri, dan (4) sekarang era masyarakat informasi (post industrial). Masyarakat informasi ditandai adanya terpaan (exposure) media massa dan komunikasi global, masyarakat yang sadar informasi, mendapatkan penerangan cukup, serta ditunjang oleh prasarana jalan raya informasi dan dukungan teknologi (Dahlan, 1997).

Pengaruh masyarakat informasi tidak selalu menimbulkan perubahan positif bagi manusia bahkan menurut Fukuyama (2000) menimbulkan kekacauan besar (great distruption) dalam tatanan nilai-nilai sosial. Kondisi sosial yang cenderung memburuk ditandai adanya kejahatan dan kekacauan makin meningkat, kekerabatan makin menurun, kepercayaan kepada pemerintah menurun, tingkat keterlibatan dalam masyarakat menurun, serta menurunya tatanan sosial lainnya. Kondisi ini perlu disadari oleh manusia untuk melakukan berbagai upaya dalam membangun kembali tatanan sosial tersebut.

Masyarakat informasi juga telah melenggangkan globalisasi dan pasar bebas. Globalisasi melahirkan tingkat persaingan yang semakin ketat. Persaingan sangat berhubungan dengan mutu atau kualitas. Hanya dengan bermutu inilah individu akan mampu menjadi pemenang dalam ketatnya persaingan di era globalisasi atau era informasi ini. Menurut Slamet (2007), individu yang bermutu adalah individu yang lebih baik dari hari sebelumnya. Dengan kata lain individu atau produk yang bermutu adalah hari ini lebih baik dari hari kemarin. Oleh karena itu untuk bisa meningkatkan mutu adalah bagaimana meningkatkan kualitas diri secara terus menerus sesuai tuntutan perubahan zaman. Di sini kata kuncinya adalah belajar.


(29)

Bidang penyuluhan sebagai salah satu aspek penting dalam pembangunan pertanian tidak lepas dari globalisasi dan tuntutan perubahan era informasi. Tuntutan petani sebagai subjek penyuluhan semakin komplek. Mereka dimungkinkan untuk mendapatkan teknologi atau inovasi baru dari berbagai sumber informasi. Di sisi lain persaingan pasar hasil produksi pertanian tidak hanya dalam tataran lokal, tetapi meningkat pada level nasional, regional, bahkan global. Desentralisasi dan otonomi daerah juga memberikan warna dalam menetukan arah kebijakan pembangunan pertanian di setiap daerah.

Hakekat pembangunan adalah pengubahan secara sadar atau terencana untuk mencapai perubahan yang lebih baik. Dalam konsep pembangunan yang berpusat pada manusia, salah satu ukuran penting keberhasilan pembangunan adalah seberapa besar masyarakat yang ikut berpartisipasi secara aktif (Suyono, 2003). Penyuluhan pembangunan pada dasarnya berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka tantangannya adalah bagaimana menciptakan, mengembangkan, dan melaksanakan partisipasi rakyat secara partisipatif (Sumardjo, 2007). Oleh karena itu di era globalisasi dan informasi ini tantangan yang paling mendasar dalam penyuluhan adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Begitu pula dalam ilmu penyuluhan pembangunan tantanganya adalah bagaimana mengembangkan konsep atau model baru penyuluhan yang partisipatif dalam setiap sektor pembangunan.

Menurut Sumardjo (2007), kendala utama dalam menghadapi tantangan tersebut adalah keterbatasan tenaga profesional di bidang penyuluhan pembangunan. Jumlah tenaga kompeten di bidang penyuluhan pembangunan masih sangat terbatas dibanding dengan kebutuhan di berbagai sektor pembangunan. Di sisi lain standar kompetensi penyuluh masih belum ada. Secara lebih rinci Sumardjo menjelaskan kasus-kasus yang terjadi dalam penyuluhan pertanian sebagai akibat kurangnya pemahaman terhadap filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan identik dengan : (1) penerangan, (2) proses yang non dialogis, (3) perencanaan yang bersifat top down, (4) proses indoktrinasi, (5)


(30)

proses yang dogmatis (6) proses menggurui, (7) proses rekayasa sosial oleh pihak luar, dan (8) hanya berorientasi target pemerintah.

Kasus-kasus di atas merupakan tantangan bagi para pakar dan praktisi penyuluhan dalam mewujudkan penyuluhan yang bermutu. Lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan kekuatan hukum dalam mengembangkan ilmu penyuluhan pembangunan. Ini adalah tantangan dan peluang bagi para pakar dan praktisi penyuluhan dalam memajukan dunia penyuluhan di Indonesia. Kemajuan zaman dan semakin kompleknya permasalahan yang dihadapi masyarakat membutuhkan penyuluhan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.Tantangan ini akan berhasil diatasi apabila semua pihak terkait terutama pakar dan praktisi penyuluhan pembangunan terus belajar, meningkatkan kemampuannya.

Perkembangan Penyuluhan Pertanian

Sejarah lahirnya istilah penyuluhan di mulai dari universitas yaitu extension university atau extention of the university di Inggris tahun 1840-an. Sekitar tahun 1867-1968, James Stuart dari Trinity College (Cambridge) untuk pertama kalinya memberikan ceramah kepada perkumpulan wanita dan perkumpulan pekerja pria di Inggris Utara. Stuart selanjutnya dianggap sebagai bapak penyuluhan. Kemudian tahun 1873 Universitas Cambridge secara resmi menerapkan sistem penyuluhan, yang kemudian diikuti oleh Universitas London (1876) dan Universitas Oxford (1878). Menjelang tahun 1880 kegiatan ini telah menjadi gerakan penyuluhan tempat perguruan tinggi melebarkan sayapnya ke luar kampus (Amanah, 2008).

Sejarah penyuluhan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia yaitu dapat digolongkan pada zaman Belanda, zaman Jepang dan zaman kemerdekaan. Zaman Belanda dengan didirikannya Kebun Raya Bogor (1817) merupakan tonggak sejarah penyuluhan. Pada waktu itu mulai diperkenalkan banyak jenis tanaman baru walaupun masih dilakukan dengan sistem tanam paksa. Urusan pertanian rakyat ada dalam tangan Pangreh Raja


(31)

(penguasaha lokal yang menangani daerah jajahan Belanda). Kemudian tahun 1905 dibentuk Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan didirikan yang tugasnya antara lain melaksanakan kegiatan penyuluhan.

Pada zaman Jepang (1942 s.d. 1945), pengembangan pertanian ditempuh dengan target-target dan cara paksaan yang dikenal petani sebelum tahun 1921 terulang lagi. Yang lebih parah adalah tentara Jepang menutup Koperasi Pertanian dan diganti dengan Kumiai (koperasi) Pengumpul Padi untuk keperluan perang (Reksohadiprodjo, 1963).

Zaman awal kemerdekaan yang mana pemerintahan dipegang oleh pribumi juga terjadi dinamika penyuluhan pertanian. Menurut Reksohadiprodjo (1963) di awal kemerdekaan sejarah penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi 3 periode yaitu:

(1) Periode 1945 s.d. 1950 yang menonjol adalah terbentuknya Balai Pen-didikan Masyarakat Desa (BPMD) dengan tujuan pokok dipersingkatnya waktu mengunjungi petani dari yang diurus menjadi yang mengurus, dari objek menjadi subjek.

(2) 1950 s.d. 1960, dikenal sebagai periode Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) dalam melaksanakan program intensifikasi pertanian.

(3) 1960 s.d. 1969, yang menonjol tahun 1963/1964 beberapa dosen dan mahasiswa IPB melaksanakan demontrasi Panca Usaha Tani Massal (Demas) di areal sawah 1004 Ha di kabupaten Karawang Jawa Barat. Hasil uji coba ini sungguh luar biasa yang mampu meningkatkan produksi pada dua kali lipat. Keberhasilan ini menjadi dasar pemerintah tahun 1965 mencanangkan program Bimbingan Massal (Bimas).

Zaman Pembangunan Jangka Panjang, (1969-1998) pembangunan pertanian maju pesat, termasuk dalam hal penyuluhan. Organisasi-organisasi penyuluhan dibentuk untuk membantu masyarakat petani mengembangkan usahanya. Efektivitas program penyuluhan pada era ini menurut Sumardjo (2008a) sangat tinggi yang ditandai dengan Swa Sembada Beras tahun 1984. Berbagai penghargaan dunia (PBB) diterima bangsa Indonesia terkait dengan keberhasilan peningkatan produksi pangan. Paradigma penyuluhan yang terjadi


(32)

di era itu adalah topdown dan sentralistis serta dikelola secara sangat serius dengan komitmen yang sangat tinggi dari pemerintah pusat. Pada waktu itu kemampuan petani masih relatif rendah, sehingga strategi percepatan pembangunan pertanian dengan cara top down melalui penanaman inovasi/ teknologi baru dinilai cukup berhasil. Kemampuan dan produktivitas petani meningkat, begitupun target pencapaian produksi meningkat. Seiring perkembangan masyarakat, prinsip-prinsip penyuluhan yang demokratis dan partisipatif kurang dikembangkan. Menurut Sumardjo (2008a), sebenarnya di era orde baru mulai diperkenalkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). SLPHT ini menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, problem solving, dan asas manfaat, dengan pendekatan yang demokratis. Namun kelemahanya dari perspektif penyuluhan adalah adanya dana transport bagi petani untuk mengikuti kegiatan-kegiatan rutin program tersebut. Hal ini menyebabkan petani selalu mempertanyakan kenapa program penyuluhan tidak memberikan dana serupa?

Zaman Otonomi Daerah, yang dimulai tahun 1998 s.d. 2006 ditandai dengan eforia reformasi dan perebutan kekuasaan. Penyuluhan pertanian diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah. Pada masa ini peran dan struktur organisasi lembaga penyuluhan mengalami transformasi dan bergantung kepada kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Akibatnya penyuluhan pertanian mengalami kemunduran, bahkan mencapai titik terendah (titik nadir).

Tahun 2006 merupakan era baru dalam penyuluhan di Indonesia. Pada tahun ini lahir Undang-undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Undang-undang ini merupakan bukti kepastian hukum dalam sistem penyuluhan. Hingga awal tahun 2009 Peraturan Pemerintah masih belum terbit, akibatnya respon pemerintah daerah sangat beragam. Beberapa daerah yang memiliki komitmen kuat terhadap penyuluhan sudah membentuk kelembagan penyuluhan sesuai undang-undang tersebut. Mulai tahun 2006 diharapkan menjadi Era Transformasi dan Kebangkitan Penyuluhan (Sumardjo, 2008a). Ini adalah era penyuluhan untuk kembali berjaya dalam mensejahterakan masyarakat.


(33)

Hakekat Penyuluhan

Konsep Penyuluhan

Ilmu Penyuluhan Pembangunan sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Slamet, 1992). Penyuluhan merupakan sistem pendidikan non formal untuk mengubah perilaku klien sesuai dengan yang dikehendaki atau direncanakan (Asngari, 2001).

Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Menurut UU No. 16 tahun 2006, penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pelaku utama adalah petani, sedangkan pelaku usaha adalah individu yang mengelola usaha pertanian.

Mengacu kepada beberapa kajian di atas penyuluhan dapat didefinisikan sebagai sistem pendidikan non formal dalam mengubah perilaku manusia yang didasarkan pada kebutuhan dan potensi klien dalam meningkatkan kehidupannya ke arah yang lebih baik.

Falsafah Penyuluhan

Dalam melaksanakan penyuluhan, penyuluh perlu menghayati falsafah penyuluhan. Falsafah ini menjadi nilai dasar sebagai landasan dalam melakukan kegiatan penyuluhan. Falsafah penyuluhan menurut Kelsey dan Hearne (Mardikato, 1993) adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar


(34)

mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia. Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat. Penyuluhan tidak menciptakan ketergantungan tetapi harus mampu mendorong terciptanya kreativitas dan kemandirian masyarakat. Penyuluhan harus selalu mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Falsafah dasar penyuluhan menurut Slamet (Sumardjo, 1999) bahwa: (1) penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) penyuluhan adalah proses demokrasi, dan (3) penyuluhan adalah proses kontinyu. Oleh karena itu, falsafah penyuluhan bermakna menolong orang agar orang tersebut menolong dirinya sendiri, melalui pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraanya.

Hakekat dari penyuluhan adalah proses pendidikan yang bersifat non formal. Oleh karena itu menurut Asngari (2001) dalam melaksanakan penyuluhan perlu memegang falsafah pendidikan antara lain: falsafah pentingnya individu, falsafah mendidik, berlangsung secara kontinyu, bekerjasama, serta menerapkan prinsip-prinsip demokratis agar klien mampu hidup lebih baik. Menurut Mudjiyo (Mardikanto, 1993), perlunya mengkaitkan falsafah penyuluhan dengan pendidikan yang memiliki falsafah idealism, realism, dan pragmatism. Artinya penyuluhan harus mampu menumbuhkan cita-cita yang melandasi untuk selalu berpikir kreatif dan dinamis. Di sisi lain penyuluh harus mengacu kepada kenyataan-kenyataan atau menyesuaikan dengan keadaan yang ditemukan dan terjadi di lapangan.

Sebagai proses pendidikan formal, penyuluhan harus membawa perubahan yang positif baik aspek pengetahuan sikap dan keterampilan. Penyuluhan juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki klien. Klien atau sasaran adalah subjek penyuluhan. Proses penyuluhan juga perlu didasarkan pada suasana demokratis, terhindar dari unsur paksaan, dialogis, saling tukar pikiran dan pengalaman dalam memecahkan masalah yang dihadapi klien. Penyuluhan memerlukan pendekatan interdisiplin yang terkait dengan masalah yang dihadapi klien. Yang tidak kalah pentingnya adalah penyuluhan perlu dilakukan secara berkelanjutan (kontinyu) karena manusia selama hidupnya senantiasa dihadapkan pada kebutuhan dan masalah.


(35)

Prinsip Penyuluhan

Istilah prinsip lebih mengarah kepada konsep yang lebih kongkrit dibandingkan falsafah. Menurut Mathwes (Mardikanto, 1993), prinsip adalah pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Prinsip penyuluhan berarti pedoman atau pegangan penyuluh yang lebih operasional dalam melaksanakan penyuluhan.

Menurut Dahama dan Bhatnagar (1980), ada 12 prinsip penyuluhan, sebagai berikut:

(1) Penyuluhan akan efektif kalau mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat(principles of interest and needs)

(2) Penyuluhan harus mampu menyentuh organisasi masyarakat sasaran, keluarga/kerabatnya(grass-roots principle of organization)

(3) Penyuluhan harus menyadari adanya keragaman budaya memerlukan keragaman pendekatan (principle of cultural difference).

(4) Kegiatan penyuluhan perlu dilaksanakan dengan bijak karena akan menimbulkan perubahan budaya (principle of cultural change).

(5) Penyuluhan harus menggerakan partisipasi masyarakat untuk bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan program penyuluhan (principle of cooperation and participation).

(6) Penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk ikut memutuskan tujuan, alternatif pemecahan masalah dan metode apa yang digunakan dalam penyuluhan (principle of applied sciance and democratic approach).

(7) Prinsip belajar sambil bekerja (principle of learning by doing)

(8) Penyuluh harus orang terlatih dan benar-benar menguasai sesuatu yang sesuai dengan fungsi seorang penyuluh (principle of trained specialist) (9) Penyuluhan harus diterapkan dengan metode yang disesuaikan dengan

kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan sosial budaya) spesifik sasaran (adaptability principle in the use of extention teaching method) (10) Penyuluh mampu mengembangkan kepemimpinan(principle of leadership)


(36)

(11) Penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial (whole family principle).

(12) Penyuluhan dimaksudkan untuk mewujudkan tercapainya kepuasan sasaran (principle of satisfaction).

Penyuluh Pertanian

Sesuai dengan perkembangan ilmu penyuluhan dan kompleksnya masalah dalam masyarakat, istilah penyuluh berkembang dalam berbagai sektor pembangunan. Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2006 dikenal istilah penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya. Penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.

Menurut Permen Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 bahwa penyuluh pertanian PNS merupakan jabatan fungsional penyuluhan pertanian yang digolongkan ke dalam dua tingkatan yaitu: (1) Penyuluh Pertanian Terampil, berbasis pendidikan non sarjana (SLTA atau Akademi), dan (2) Penyuluh Pertanian Ahli, berbasis pendidikan sarjana pertanian atau sarjana lainnya yang sesuai dengan tugas pokok penyuluhan.

Secara lebih khusus dalam Permen Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 dijelaskan bahwa tugas pokok Penyuluh Pertanian adalah

(1) Melakukan kegiatan persiapan penyuluhan pertanian, meliputi: identifikasi potensi wilayah, memandu penyusunan rencana usaha petani, penyusunan


(37)

programa penyuluhan pertanian, dan penyusunan rencana kerja tahunan penyuluh pertanian.

(2) Melaksanakan penyuluhan pertanian, meliputi: penyusunan materi, perencanaan penerapan metode penyuluhan pertanian, dan menumbuhkan/mengembangkan kelembagaan petani.

(3) Evaluasi dan pelaporan, meliputi: evaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian, dan evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan pertanian.

(4) Pengembangan penyuluhan pertanian, meliputi: penyusunan pedoman/ juklak/juknis penyuluhan pertanian, kajian kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian, dan pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian.

(5) Pengembangan profesi, meliputi: pembuatan karya tulis ilmiah di bidang pertanian, penerjemahan/penyaduran buku dan bahan-bahan lain di bidang pertanian, dan pemberian konsultasi di bidang pertanian yang bersifat konsep kepada institusi dan/atau perorangan.

(6) Penunjang tugas Penyuluh Pertanian, meliputi: peran serta dalam seminar/ lokakarya/konferensi, keanggotaan dalam Tim Penilai Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian, keanggotaan dalam dewan redaksi penerbitan di bidang pertanian, perolehan penghargaan/tanda jasa, pengajaran/pelatihan pada pendidikan dan pelatihan, keanggotaan dalam organisasi profesi, dan perolehan gelar kesarjanaan lainnya.

Tugas-tugas tersebut harus dijabarkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masyarakat serta tuntutan perkembangan zaman. Di sisi lain tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang kompleks dan terus berkembang ini menuntut adanya kedinamisan dan fleksibel penyuluh. Oleh karena itu untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik penyuluh dituntut untuk terus meningkatkan kemampuanya melalui proses belajar.


(38)

Penyuluhan yang Partisipatif dan Memberdayakan Masyarakat

Pembangunan (development) secara umum identik dengan proses perubahan terencana, perbaikan kondisi yang lebih baik. Kata kunci dari konsep pembangunan adalah perubahan, pertumbuhan, pemenuhan kebutuhan, peningkatan martabat dan harga diri (Susanto, 2008). Menurut Misra (1981), pembangunan adalah meningkatkan pencapaian sasaran akan nilai budayanya yang menghasilkan kehidupan yang lebih bermutu. Ini menunjukkan bahwa pembangunan bukan saja pada pertumbuhan ekonomi saja, namun yang lebih penting adalah perbaikan kualitas kehidupan diri dan sosial meningkat lebih baik.

Hakekat penyuluhan adalah pendidikan non formal dalam mengubah perilaku sasaran baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor ke arah yang lebih baik sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Dalam penyuluhan, klien atau sasaran merupakan subjek, bukan sebaliknya menjadi objek. Menurut Sumardjo (1999), filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan dalam arti yang sebenarnya adalah partisipatif, dialogis, konvergen, dan demokratis, sehingga memberdayakan, dan bukannya praktek-praktek penyuluhan yang bersifat top down, linier dan bertentangan dengan filosofi pembangunan manusia.

Penyuluhan harus mampu menciptakan kondisi masyarakat yang aktif dan berdaya dalam meningkatkan kualitas kehidupannya. Inti dari tujuan penyuluhan pembangunan adalah munculnya partisipasi aktif masyarakat dalam program atau gerakan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial yang mereka hadapi (Slamet, 2009). Oleh karena itu salah satu alat ukur keberhasilan penyuluhan dapat dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat.

Partisipasi memiliki makna keterlibatan. Dalam hal ini Asngari (2006) merumuskan makna partisipasi sebagai berikut: (1) keterlibatan dalam pengambilan keputusan, (2) keterlibatan dalam pengawasan, (3) keterlibatan dimana masyarakat mendapatkan manfaat dan penghargaan, (4) partisipasi sebagai proses pemberdayaan (empowerment), partisipasi bermakna kerja kemitraan (partnership), dan (6) partisipasi sebagai akibat dari pengaruh


(39)

stecholder menyangkut pengambilan keputusan, pengawasan, dan penggunaan resourceyang bermanfaat bagi mereka.

Alasan perlunya petani berpartisipasi pengambilan keputusan dalam program penyuluhan, menurut van den Ban dan Hawkins (1996) adalah: (1) petani memiliki informasi yang sangat penting untuk merencanakan program, (2) petani akan termotivasi untuk bekerjasama dalam program penyuluhan jika dilibatkan, (3) rakyat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai tujuan, (4) banyak masalah-masalah pembangunan yang bersifat kompleks dan dan perlu dipecahkan bersama.

Dengan partisipasi, petani terlibat langsung baik secara fisik maupun psikis dalam kegiatan penyuluhan. Partisipasi akan meningkatkan motivasi untuk mencapai tujuan penyuluhan. Pada akhirnya partisipasi akan memberikan makna dan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Permasalahan yang mendasar adalah bagaimana penyuluh mampu memberikan kesadaran dan sekaligus menggerakan kepada masyarakat untuk mau aktif atas kesadaranya untuk mau berubah, memperbaiki kemampuannya dalam meningkatkan kualitas kehidupannya.

Prasyarat untuk terjadinya partisipasi dalam pembangunan menurut Slamet (2003a) adalah (1) adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan, (2) adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan, dan (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi dari masyarakat tersebut. Ketiga prasyarat itu saling terkait sehingga lemah di salah satu aspek menjadikan lemah pula tingkat partisipasinya. Di samping itu Slamet juga menegaskan bahwa partisipasi harus dilandasi oleh tujuan memperoleh manfaat bagi dirinya, dan bukan sekedar dilandasi oleh kesediaan berkorban.

Menumbukan partisipasi masyarakat tidak mudah, apalagi setiap masyarakat memiliki karakteristik dan budaya yang beragam. Menurut selamat (2009) menumbuhkan partisipasi dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan analisis ilmiah yang tepat agar berhasil efektif. Secara operasional, Asngari (2001) menegaskan bahwa pada dasarnya orang mau berperanserta dalam kegiatan apabila: (1) ia menyadari akan memperoleh manfaat atau kepuasan baik


(40)

ekonomi maupun non ekonomi, dan (2) ia mengetahui dengan benar makna kegiatan tersebut, misalnya: programnya, tujuan, langkah, prosesnya, tahapan lainnya. Setiap masyarakat perlu didasarkan akan adanya manfaat terhadap diri, keluarga, atau masyarakat lainnya akan perlunya mereka berpartisipasi dalam pembangunan. Di sisi lain kejelasan setiap tahapan kegiatan menjadi penting dalam mengajak mereka untuk berpartispasi.

Secara lebih rinci, menurut Suyono (2009), untuk meningkatkan partisipasi masyarakat perlu ditempuh melalui beberapa tahapan yaitu tahap awal atau tahap perluasan jangkauan, tahap pembinaan (maintenance), tahap pelembagaan atau pembudayaan, dan tahap akhir (reward), sebagai berikut: (1) Tahap awal, disebut perluasan jangkauan. Dalam tahap ini upaya peningkatan

partisipasi masyarakat dilakukan secara sederhana, bisa dipahami banyak orang, walaupun kadarnya berbeda-beda. Cara penyampaian juga sederhana. Komunikasi lebih bersifat masal atau komunikasi massa. Di sini perlu juga melakukan komunikasi kepada pemimpin formal atau informal, karena pemimpin ini akan menjadi contoh bagi pengikutnya.

(2) Tahap pembinaan (maintenence). Setelah dilakukan komunikasi atau perluasan secara massal tentunya masyarakat merespon secara beragam bergantung karakter dan kebutuhannya. Di sini perlu adanya pembagian sasaran (segmented) yang jelas berdasarkan karakteristik, kebutuhan, dan potensinya. Pada tahapan ini nampak adanya people centered, sehingga bisa saja programnya di kelompok satu sangat komplek, sebaliknya di komplek lainnya begitu sederhana.

(3) Tahap Pelembagaan/Pembudayaan. Pada tahapan ini informasi tidak lagi datang dari pemerintah, tetapi dari anggota atau kelompok masing-masing. Di sini anggota kelompok masyarakat beragam mulai dari yang tinggi, sedang, atau rendah dalam mencari padanan informasi.

(4) Tahap terakhir adalah reward. Reward ini ditujukan untuk merangsang atau memberikan apresiasi secara benar. Dalam perubahan sosial hindari adanya hukuman. Hukuman akan mengeliminir partisipasi. Jika ada anggota kelompok masyarakat yang belum berhasil, sebaiknya didekati oleh anggota


(41)

kelompok yang sudah berhasil. Kurang berhasilnya tersebut bisa saja karena penyuluh kurang tepat dalam menerapkan metode atau unsur-unsur lainnya yang berasal dari pribadi penyuluh tersebut.

Pemberdayan masyarakat adalah ungkapan lain dari tujuan penyuluhan pembangunan (Slamet, 2000). Kesejalanan antara penyuluhan dan pengembangan masyarakat adalah dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui partisipasi masyarakat (Sumardjo, 2008a). Oleh karena itu dapat disarikan bahwa penyuluhan yang berhasil adalah penyuluhan yang dapat memberdayakan masyarakat.

Strategi penyuluhan pertanian dalam kontek pemberdayaan petani menurut Martaatmidjaja (1998), bertujuan supaya petani mampu menangkap peluang yang ada di wilayah usaha pertaniannya. Pada gilirannya mereka mampu bergerak menjadi pelaksana pembangunan pertanian, sesuai dengan kemampuanya, potensi wilayah mereka, serta sesuai dengan potensi serta peluang yang ada di desanya.

Mengacu pada kajian di atas dapat disarikan beberapa indikator penyuluhan pertanian yang mampu meningkatkan partisipasi dalam memberdayakan masyatakat, sebagai berikut:

(1) Petani dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan penyuluhan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan tindaklanjut, serta mendapatkan manfaat, nilai tambah dan penghargaan. Keterlibatan ini tidak hanya pada elit petani saja tetapi kepada semua elemen masyarakat.

(2) Penyuluhan dilakukan dengan cara yang demokratis dan menghindari unsur paksaan. Oleh karena itu penyuluh perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik serta menerapkan metode penyuluhan mampu mengajak petani untuk bisa belajar dalam suasana yang menyenangkan dan bermanfaat.

(3) Hakekatnya setiap manusia (petani) memiliki potensi dalam dirinya. Penyuluhan dituntut mampu menumbuhkan kesadaran kepada petani akan potensi dan kebutuhanya.

(4) Kearifan lokal yang sudah menjadi kebiasaan dalam usaha pertanian dikembangankan dengan memadukan hasil-hasil inovasi atau teknologi baru.


(42)

(5) Penyuluh dan petani dituntut untuk terus belajar meningkatkan kemampuannya sesuai tuntutan perubahan zaman.

(6) Penanaman kemampuan untuk melakukan perubahan, berani mengambil resiko dalam mengikuti perubahan sesuai tuntutan perubahan tersebut.

(7) Kegiatan seperti pelatihan, kursus tani atau sekolah lapang atau bentuk kegiatan serupa lainnya diarahkan petani sebagai subjek. Penyuluh lebih berperan sebagai fasilitator.

(8) Petani didorong untuk memiliki jiwa kewirausahaan, mau berinovasi dan mengambil resiko sebagai suatu proses untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.

(9) Era globalisasai dan kemajuan informasi menuntut manusia termasuk petani untuk memiliki jaringan kerjasama. Jaringan kerjasama ini terutama yang terkait dengan usaha pertanian. Ini adalah tantangan bagi penyuluh untuk mampu mendorong petani memiliki kemampuan dalam pengembangan sistem jaringan.

Hakekat Belajar

Hakekat Belajar

Konsepsi belajar tidak hanya terbatas pada menghafal, mengingat, atau berlatih sesuatu. Menurut Skinner (Barlow, 1985), belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku. Chaplin (Syah, 2006) menjelaskan dua macam rumusan belajar yaitu (1) belajar sebagai perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, dan (2) belajar sebagai proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus. Hal ini berarti belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.

Indikator utama dari belajar adalah perubahan perilaku. Namun tidak semua perubahan perilaku dikatakan belajar. Perubahan perilaku karena aspek lain misalnya mabuk, perilaku tidak sadar, lelah atau perubahan karena


(43)

kematangan fisik bukan termasuk belajar. Menurut Syah (2006), ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar adalah:

(a) Perubahan intensional, yaitu perubahan hasil pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari (bukan kebetulan).

(b) Perubahan positif yaitu perubahan yang bermanfaat, baik, dan sesuai harapan, dan perubahan aktif yaitu tidak terjadi dengan sendirinya seperti hasil proses kematangan/pertumbuhan fisik, tetapi hasil usahanya.

(c) Perubahan efektif berarti membawa pengaruh atau manfaat positif bagi peserta didik, dan perubahan fungsional dalam arti relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut direproduksi dan dimanfaatkan.

Teori Belajar

Secara umum teori belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga paham atau mazhab yaitu mazhab perilaku (behaviorisme), mazhab kognitif, dan mazhab holistik atau humanisme.

(1) Mazhab Perilaku (behaviorisme)

Mazhab behavioristik menekankan bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement) dengan mengkondisikan stimulus (conditioning) dalam lingkungan (environmentalistik) (Makmun, 2005). Adapun tokoh-tokoh teori belajar yang termasuk dalam mazhab behavioristik antara lain: EL Thondike, Ivan Pavlov, dan BF Skinner.

Teori Stimulus Respons Bond, tokohnya adalah Edward L. Thorndike. Thorndike melakukan penelitian terhadap kucing yang ditempatkan dalam kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu dan tali, yang ditata sedemikian rupa dengan makanan di depan sangkar tadi. Awalnya kucing tidak sengaja bisa mengungkit dan membuka untuk memperoleh makanan, selanjutnya ia menjadi terbiasa. Hasil eksperimen ini disimpulkan bahwa belajar adalah hubungan antar stimulus dan respon (Teori Stimulus Respon Bond), atau sering disebuttrial and error learning(Dahar, 1988).

Teori Classical Conditioning dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) yang melakukan eksperimen pada anjing, bunyi bel, dan pemberian


(44)

makanan. Hasil ekperimen ini disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai adanya hubungan antar stimulus dan respon. Pada dasarnya classical conditioning atau pembiasaan klasik merupakan sebuah prosedur refleksi baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleksi tersebut (Terrace, Dahar, 1988).

Teori Operant conditioning, tokohnya Burrhus Frederic Skinner yang melakukan eksperimen pada tikus yang ditempatkan pada peti yang dilengkapi tombol, batang jeruji, dan pengungkit. Eksperimen ini melahirkan teori operant conditioning yaitu suatu situasi belajar di mana suatu respon di buat lebih kuat akibatreinforcement langsung.

Ketiga pakar tadi menekankan pada timbulnya perilaku jasmani yang nyata dan dapat diukur. Tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan kepuasan (satisfaction), sedangkan menurut BF Skinner fenomena tersebut melibatkan penguatan (reinforcement). Oleh karena itu menurut Syah (2006) terdapat beberapa kritikan terhadap teori belajar ini, yaitu:

(a) Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya.

(b) Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan mengendalikan diri (self direction) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya lelah atau berlawanan dengan kata hati.

(c) Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manuasia dan hewan.

(2) Mazhab Kognitif

Mazhab kognitif menekankan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri (Suciati dan Irawan, 2001). Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, akan tetapi lebih jauh dari itu, belajar melibatkan


(45)

proses berpikir yang sangat kompleks. Teori belajar yang menganut aliran kognitif ada tiga yaitu teori belajar kognitif, teori belajar discovery, dan teori belajar sosial.

Salah satu pakar psikologi pendidikan yang mengembangkan teori kognitif adalah Ausubel. Menurut Ausubel faktor yang paling berperan dalam belajar adalah : (1) kuantitas, (2) kualitas, dan (3) organisasi dari semua fakta, pengertian dan kaidah yang dimilikinya. Ini berarti bahwa isi dan bentuk organisasi mental (cognitive structure) dari pengetahuan dan pemahaman yang tersimpan dalam ingatan menjadi “landasan” untuk mempelajari hal-hal baru, dalam arti hal-hal yang baru itu harus dihubungkan dengan apa yang dipelajari sebelumnya.

Teori belajar discovery dari J Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru (pengajar) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya (Suciati dan Irawan, 2001). Teori ini intinya adalah dalam proses belajar peserta didik dikondisikan untuk mencari dan menemukan sesuatu sehingga ia mampu memahaminya.

Teori belajar sosial (social learning theory) dijelaskan oleh Albert Bandura (1977). Bandura meyakini bahwa tingkah laku manusia harus dijelaskan dalam interaksi timbal balik (reciprocal interaction) antara kognitif, tingkah laku, dan pengaruh lingkungan, tidak hanya melalui bentuk penguatan. Teori ini disebut modeling, karena menurut Bandura sebagian besar dari tingkah laku manusia ini merupakan hasil peniruan dari tingkah laku orang lain atau orang yang lebih dewasa yang berada di sekitarnya serta hubungan timbal balik antar manusia (reciprocal determinism). Aplikasi dari teori ini guru atau orang tua dituntut untuk menjadi model atau panutan bagi anak didiknya sehingga mereka dapat meniru tingkah lakunya.


(46)

(3) Mazhab Holistik atau Humanisme

Mazhab holistik yang menekankan bahwa perilaku itu bertujuan (purposive), yang berarti aspek instrisik (niat, tekad, azam) dari dalam diri individu merupakan faktor-faktor penentu yang penting untuk melahirkan meskipun tanpa adanya rangsangan (stimulus) yang datang dari lingkungan (naturalistik) (Makmun, 2005). Mazhab ini merupakan kebalikan dari mazhab behavioristik yang menekankan pentingnya faktor dari luar diri individu dalam belajar seseorang.

Mazhab holistik digagas pertama kali oleh JJ Rousseau (Barlow, 1985). Kemudian dikembangkan oleh Carl R Rogers dan Abraham Maslow. Rogers memandang manusia sebagai sesuatu yang utuh. Ide pokok dari teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah psikisnya.

Pendidikan yang humanis berarti pendidikan yang menghargai martabat manusia. Secara lebih rinci mazhab ini memberikan pandangan tentang pendidikan, seperti yang dijelaskan oleh lima hipotesis kerja Rogers (1969), bahwa:

(a) Hipotesis pertama, ”Kita tidak dapat mengajar orang lain secara langsung, kita hanya dapat membantunya belajar.” Ini menunjukkan peran guru atau penyuluh utamanya sebagai fasilitator.

(b) Hipotesis kedua, bahwa ”Individu merasa senang belajar bila mereka dilibatkan dalam proses belajar karena biasanya dia belajar untuk memenuhi kebutuhannya.” Ini penting untuk menentukan tema dengan memperhatikan kebutuhan bahwa pembelajaran yang dilakukan perlu berkaitan dengan setiap kebutuhan individu.

(c) Hipotesis ketiga dan keempat digabungkan, ”Pengalaman yang ’kurang menyenangkan’, jika menyentuh hati (bathin), biasanya mengakibatkan perubahan dalam organisasi diri.” Simbolisasi diri (pemaknaan) terhadap suatu gejala dan struktur organisasi diri menjadi kaku. Perlu memperhatikan hal-hal yang dianggap sensitive bila ini dilakukan proses belajar akan menjadi baik.


(47)

(d) Hipotesis terakhir adalah ”Situasi pendidikan yang paling baik (membuat peserta didik berkesan) dengan menciptakan suasana yang jauh dari rasa takut pada diri peserta didik.” Peran insruktur/guru/penyuluh dalam belajar adalah bagaimana membuat peserta didik berkesan, menyenangkan, dan bermakna.

Pendidikan yang humanis adalah pendidikan yang menghargai martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki keragaman dan tidak didasarkan pada paksaan atau penekanan-penekanan tertentu. Pendidikan yang humanis juga ditandai adanya jalinan komunikasi dan relasi antara pribadi dengan pribadi dan komunikasi antar pribadi dengan kelompok di dalam komunitas belajar (peserta didik) yang harmonis. Menurut Rogers proses pendidikan ini akan berkembang dengan baik jika dilandasi oleh cintakasih dan hati yang penuh pengertian di antara mereka.

Dalam pandangan aliran ini, pendidik adalah seorang fasilitator, baik dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Seorang pendidik hendaknya mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar mandiri (self-directed learning). Pendidik juga hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri peserta didik. Pendidik dituntut bisa membangun dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.

Pendidikan Orang Dewasa

Penyuluh adalah individu yang sudah dewasa. Oleh karena itu proses belajar dalam meningkatkan kompetensi penyuluh perlu mengacu pada prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. Dalam pandangan humanistik ditegaskan bahwa setiap orang dewasa cenderung telah memiliki pengalaman hidup dan memiliki kebutuhan yang beragam. Oleh karena itu pendidikan akan berhasil dengan baik jika pengalaman dan kebutuhan tersebut diakomodir dalam pengembangan diri untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Secara lebih rinci Rogers (1969) menegaskan bahwa proses belajar orang dewasa didasari oleh kebutuhannya, yaitu berupa: (1) peningkatan atau perbaikan kualitas hidup, keingintahuan terhadap suatu yang menarik perhatiannya (terkait dengan bakat yang dimilikinya), (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan


(1)

(2)

Hasil Uji Regresi: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Penyuluh

Variables Entered/Removeda

Ling

Inovdiri . Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100).

Pertemuan . Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100).

Motivasi . Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100).

Pelatihan . Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100).

Umur .

Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100).

Kondusv

Belajar . Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100).

PMajalah . Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remo ve >= ,100). Model

1

2

3

4

5

6

7

Variables Entered

Variables Removed Method

Dependent Variable: KOMPETENSI a.


(3)

Model Summary

h

,583

a

,340

,336

7,88250

,657

b

,432

,425

7,33365

,706

c

,498

,489

6,91469

,736

d

,542

,531

6,62806

,758

e

,574

,561

6,40823

,770

f

,593

,578

6,28374

,782

g

,611

,594

6,16291

Model

1

2

3

4

5

6

7

R

R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Predictors: (Constant), LingInovdiri

a.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan

b.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan,

Motivasi

c.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan,

Motivasi, Pelatihan

d.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan,

Motivasi, Pelatihan, Umur

e.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan,

Motivasi, Pelatihan, Umur, KondusvBelajar

f.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan,

Motivasi, Pelatihan, Umur, KondusvBelajar, PMajalah

g.

Dependent Variable: KOMPETENSI

h.

ANOVAh

5379,881 1 5379,881 86,585 ,000a

10438,482 168 62,134

15818,363 169

6836,701 2 3418,351 63,559 ,000b

8981,662 167 53,782

15818,363 169

7881,407 3 2627,136 54,946 ,000c

7936,957 166 47,813

15818,363 169

8569,708 4 2142,427 48,768 ,000d

7248,656 165 43,931

15818,363 169

9083,640 5 1816,728 44,240 ,000e

6734,723 164 41,065

15818,363 169

9382,237 6 1563,706 39,602 ,000f

6436,127 163 39,485

15818,363 169

9665,365 7 1380,766 36,354 ,000g

6152,999 162 37,981

15818,363 169 Regression

Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Model 1

2

3

4

5

6

7

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), LingInovdiri a.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan b.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi c.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan d.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan, Umur e.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan, Umur, KondusvBelajar

f.

Predictors: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan, Umur, KondusvBelajar, PMajalah

g.

Dependent Variable: KOMPETENSI h.


(4)

Coefficients

a

29,578

2,086

14,180

,000

,367

,039

,583

9,305

,000

16,107

3,235

4,979

,000

,332

,037

,527

8,885

,000

,169

,032

,309

5,205

,000

7,895

3,520

2,243

,026

,302

,036

,479

8,437

,000

,151

,031

,276

4,894

,000

,181

,039

,264

4,674

,000

9,838

3,410

2,885

,004

,260

,036

,413

7,236

,000

,139

,030

,253

4,656

,000

,169

,037

,246

4,525

,000

,101

,026

,224

3,958

,000

-8,424

6,125

-1,375

,171

,275

,035

,437

7,871

,000

,124

,029

,227

4,286

,000

,155

,036

,226

4,273

,000

,104

,025

,230

4,202

,000

,387

,109

,184

3,538

,001

-8,553

6,006

-1,424

,156

,270

,034

,429

7,860

,000

,119

,029

,217

4,172

,000

,120

,038

,175

3,169

,002

,109

,024

,240

4,470

,000

,379

,107

,181

3,534

,001

,086

,031

,148

2,750

,007

-7,477

5,904

-1,266

,207

,247

,035

,392

7,099

,000

,109

,028

,200

3,872

,000

,101

,038

,147

2,674

,008

,108

,024

,238

4,524

,000

,359

,106

,171

3,401

,001

,098

,031

,169

3,171

,002

,050

,018

,145

2,730

,007

(Constant)

LingInovdiri

(Constant)

LingInovdiri

Pertemuan

(Constant)

LingInovdiri

Pertemuan

Motivasi

(Constant)

LingInovdiri

Pertemuan

Motivasi

Pelatihan

(Constant)

LingInovdiri

Pertemuan

Motivasi

Pelatihan

Umur

(Constant)

LingInovdiri

Pertemuan

Motivasi

Pelatihan

Umur

KondusvBelajar

(Constant)

LingInovdiri

Pertemuan

Motivasi

Pelatihan

Umur

KondusvBelajar

PMajalah

Model

1

2

3

4

5

6

7

B

Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Dependent Variable: KOMPETENSI

a.


(5)

Excluded Variablesh

,243a 4,038 ,000 ,298 ,990

,151a 2,373 ,019 ,181 ,948

,173a 2,813 ,005 ,213 ,993

,299a 4,994 ,000 ,360 ,959

,173a 2,764 ,006 ,209 ,961

,203a 3,305 ,001 ,248 ,987

,238a 3,933 ,000 ,291 ,987

,071a 1,079 ,282 ,083 ,897

,219a 3,438 ,001 ,257 ,912

,096a 1,523 ,130 ,117 ,990

,309a 5,205 ,000 ,374 ,967

,280a 4,432 ,000 ,324 ,889

,203b 3,542 ,001 ,265 ,969

,112b 1,862 ,064 ,143 ,932

,145b 2,505 ,013 ,191 ,983

,264b 4,674 ,000 ,341 ,944

,176b 3,038 ,003 ,230 ,961

,177b 3,084 ,002 ,233 ,979

,209b 3,663 ,000 ,273 ,977

-,005b -,071 ,943 -,006 ,847

,176b 2,910 ,004 ,220 ,892

,062b 1,053 ,294 ,081 ,978

,245b 4,121 ,000 ,305 ,876

,177c 3,249 ,001 ,245 ,958

,080c 1,404 ,162 ,109 ,918

,115c 2,076 ,039 ,160 ,968

,102c 1,734 ,085 ,134 ,860

,075c 1,212 ,227 ,094 ,780

,136c 2,335 ,021 ,179 ,865

-,023c -,378 ,706 -,029 ,843

,137c 2,367 ,019 ,181 ,871

,014c ,253 ,801 ,020 ,944

,224c 3,958 ,000 ,294 ,870

,184d 3,538 ,001 ,266 ,957

,030d ,529 ,597 ,041 ,866

,143d 2,693 ,008 ,206 ,954

,101d 1,782 ,077 ,138 ,860

,104d 1,734 ,085 ,134 ,770

,153d 2,749 ,007 ,210 ,861

-,020d -,345 ,730 -,027 ,843

,133d 2,388 ,018 ,183 ,871

-,023d -,421 ,675 -,033 ,916

,022e ,400 ,690 ,031 ,864

-,034e -,366 ,715 -,029 ,296

,072e 1,289 ,199 ,100 ,838

,120e 2,084 ,039 ,161 ,765

,148e 2,750 ,007 ,211 ,860

-,024e -,431 ,667 -,034 ,843

,121e 2,232 ,027 ,172 ,867

-,016e -,303 ,762 -,024 ,915

,016f ,295 ,769 ,023 ,863

-,063f -,686 ,494 -,054 ,292

,039f ,694 ,489 ,054 ,794

,049f ,720 ,473 ,056 ,538

-,010f -,176 ,861 -,014 ,835

,145f 2,730 ,007 ,210 ,849

,007f ,123 ,902 ,010 ,892

-,018g -,331 ,741 -,026 ,818

-,077g -,847 ,398 -,067 ,291

,066g 1,178 ,241 ,092 ,772

,039g ,585 ,560 ,046 ,536

-,001g -,012 ,991 -,001 ,832

,000g ,008 ,994 ,001 ,891

Umur PendFormal LamaKerja Motivasi DKeluarga DKebPemda KondusvBelajar TuntutanKlien PMajalah Pendlanjut Pertemuan Pelatihan Umur PendFormal LamaKerja Motivasi DKeluarga DKebPemda KondusvBelajar TuntutanKlien PMajalah Pendlanjut Pelatihan Umur PendFormal LamaKerja DKeluarga DKebPemda KondusvBelajar TuntutanKlien PMajalah Pendlanjut Pelatihan Umur PendFormal LamaKerja DKeluarga DKebPemda KondusvBelajar TuntutanKlien PMajalah Pendlanjut PendFormal LamaKerja DKeluarga DKebPemda KondusvBelajar TuntutanKlien PMajalah Pendlanjut PendFormal LamaKerja DKeluarga DKebPemda TuntutanKlien PMajalah Pendlanjut PendFormal LamaKerja DKeluarga DKebPemda TuntutanKlien Pendlanjut Model 1 2 3 4 5 6 7

Beta In t Sig.

Partial

Correlation Tolerance Collinearity

Statistics

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri a.

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan b.

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi c.

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan d.

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan, Umur e.

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan, Umur, KondusvBelajar

f.

Predictors in the Model: (Constant), LingInovdiri, Pertemuan, Motivasi, Pelatihan, Umur, KondusvBelajar, PMajalah

g.

Dependent Variable: KOMPETENSI h.


(6)

Residuals Statistics

a

28,2343

66,2332

48,1556

7,56251

170

-11,57659

13,65334

,00000

6,03393

170

-2,634

2,390

,000

1,000

170

-1,878

2,215

,000

,979

170

Predicted Value

Residual

Std. Predicted Value

Std. Residual

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

N

Dependent Variable: KOMPETENSI

a.