The Development of Troll Lines Using Fish Agregation Device (FADs) on Puger Waters, East Java.

PENGEMBANGAN ARMADA PANCING TUNA YANG
MENGGUNAKAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER,
JAWA TIMUR

RATIH PURNAMA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa informasi Pengembangan Armada
Pancing Tuna yang menggunakan rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2014

Ratih Purnama Sari
NIM C452110081

RINGKASAN
RATIH PURNAMA SARI. Pengembangan Armada Pancing tuna yang
Menggunakan Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur. Dibimbing oleh TRI WIJI
NURANI, SUGENG HARI WISUDO, ZULKARNAIN.
Sektor perikanan beberapa tahun terakhir ini sedang mengalami krisis pada
dimensi global. Faktor yang menyebabkan situasi ini adalah konsumsi dan pola
produksi yang tidak berkesinambungan (unsustainable consumption),
meningkatnya overfishing, serta kontribusi polusi dan perubahan iklim (Zhang et
al 2013). Salah satu sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis tinggi adalah ikan
tuna terutama di Samudera Hindia. Perairan Selatan Jawa merupakan bagian dari
wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia (WPP 573), salah satunya
adalah Perairan Puger.
Penangkapan ikan tuna di Perairan Puger pada umumnya dilakukan dengan
armada pancing dan menggunakan alat bantu rumpon. Penggunaan armada
pancing di perairan Puger merupakan kegiatan perikanan skala kecil yaitu di
bawah 30 GT. Armada pancing ini menggunakan alat bantu rumpon. Peningkatan
armada pancing yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah rumpon di perairan ini

dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan sosial.
Dampak negatif penggunaan rumpon terhadap sumberdaya yaitu dapat
mengganggu kelestarian stok ikan di perairan. Sedangkan dampak negatif
terhadap lingkungan sosial yaitu adanya konflik pengguna rumpon dengan
stakeholder terkait, baik berupa perebutan sumberdaya maupun hal lainnya yang
dapat memicu timbulnya konflik. Hasil tangkapan ikan tuna oleh armada pancing
menunjukkan kualitas yang rendah akibat penanganan yang buruk.
Permasalahan yang terjadi terhadap perikanan pancing di Samudera Hindia
adalah berkembangnya unit penangkapan dengan menggunakan alat bantu
rumpon, sehingga produksi perikanan tuna cenderung menurun. Hasil tangkapan
berukuran kecil (tidak layak tangkap), sehingga tidak menguntungkan secara
ekonomi. Ikan tuna ekspor harus memiliki berat lebih dari 25 kg/ekor. Selain itu,
banyaknya unit penangkapan rumpon juga menyebabkan konflik kepentingan
diantara pengguna rumpon.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi perikanan pancing yang
menggunakan rumpon, dan merumuskan strategi pengelolaan perikanan pancing
di Perairan Puger, Jawa Timur. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa informasi bagi stakeholder mengenai dampak penggunaan
rumpon pada armada pancing di Perairan Puger. Selain itu juga sebagai masukan
bagi pemerintah dan dinas terkait dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan

pancing berbasis rumpon.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari dan Mei 2013 di PPI Puger,
Jember, Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini dikarenakan masih terbatasnya
penelitian mengenai perikanan pancing dengan alat bantu rumpon di perairan
Puger. Pengambilan data dilakukan dengan 2 cara yaitu pengambilan data primer
dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data statistik Tempat Pendaratan
Ikan PPI Puger, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember,
Dinas BPPPI Puger (Balai Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan) Puger, Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Data primer diperoleh berdasarkan

wawancara kepada stakeholders baik nelayan (ABK), pemilik kapal, dinas TPI
maupun pengambek. Data primer juga dilakukan dengan pengamatan langsung di
lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata armada pancing
dalam lima tahun terakhir sebesar 1436.7 kg/unit dengan perkembangan yang
cenderung meningkat kecuali tahun 2010. Kondisi di perairan Puger Jawa Timur
masih mengalami tekanan eksploitasi yang tinggi. Komposisi hasil tangkapan
tidak memenuhi kriteria sebagai produk ekspor, yaitu dengan panjang antara 40
hingga 49 cm. Nilai organoleptik tuna di Perairan Puger di dominasi pada skala 6.
Artinya ikan tuna masih belum memiliki kualitas yang baik. Penanganan tuna

pasca penangkapan kurang memperhatikan prosedur, sehingga menyebabkan
penurunan mutu ikan. Fokus pengelolaan perikanan di Perairan Puger adalah
perikanan pancing menggunakan alat bantu rumpon. Hal yang perlu dilakukan
dalam mengatasi masalah di atas yaitu harus terus dilakukan sosialisasi daerah,
melakukan program pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan, lokakarya evaluasi oleh dinas terkait. Implementasi kegiatan
tersebut harus berkoordinasi rutin dengan lembaga lokal yang telah dibentuk oleh
penanggung jawab kegiatan dan Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Lembaga
tersebut akan melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengelola dan penyalur
bantuan pembangunan sarana dan prasarana sosial ekonomi dan teknologi
nelayan. Pengoptimalan fungsi TPI dan koperasi juga harus digalakkan agar harga
ikan tidak di monopoli pihak-pihak tertentu dengan harga rendah serta nelayan
mendapatkan pinjaman modal untuk melaksanakan kegiatan penangkapan.
Kata kunci: rumpon, tuna, konflik sosial, komposisi hasil tangkapan, strategi
pengembangan

SUMMARY
RATIH PURNAMA SARI. The Development of Troll Lines Using Fish
Agregation Device (FADs) on Puger Waters, East Java. Supervised by TRI WIJI
NURANI, SUGENG HARI WISUDO, ZULKARNAIN.

Nowdays fisheries sector is undergoing a crisis in global dimensions for the
last few years and it has led to the unsustainable consumption, overfishing, as well
as the increasing of pollution and climate change distribution. One of the
utilization of fisheries resources is tuna especially in South coast Java Seas
included Puger seas.
Tunas are catched by troll lines using FADs. the using of troll lines and
FADs have been found on small scale fisheries. The increasing troll line fleet was
caused by the rising number of FAD on Puger water and it has caused bad
influence toward the fish stock and social environment which has led to a conflict
between fishermen and stakeholders. They usually fought on existing fish stock
and it stepped to another conflict. The fish quality from troll line fleet was not
feasible due to bad fish handling on board. Another problem that occured on troll
line fishery in the Atlantic Ocean was the increasing number of catch unit around
the FAD and had caused the declining of tuna fish production and size which
economically not favorable and cannot be exported because it must fit the
minimum weight requirement of 25 kg.
The objectives of this research is to evaluate the FAD equiped troll line
fishery and formulating the troll line fishery management strategy on the water of
Puger in East Java. This research could be beneficial for stakeholders about the
FAD influence on troll line fishery in Puger and as information for academician

and researcher about tuna quality that was landed on Puger fishing port and this
research could be as recommendation for the local government and related fishery
department in managing the troll line equiped with FAD.
This research was conducted on January until May 2013 on Puger Fishing
Port in Jember East Java when the lean season of Tuna occured at that time. The
choice of this location was triggered by the leak of information about troll line
fishery around the FAD area in the water of Puger. Two types of data were
collected in this research. The secondary data was statistic data which collected
from the Puger fish landing port, Veterinar Fishery and Marine Department of
Jember Region, BPPPI Department (Balai Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan),
Marine and Fisheries Department of East Java. The primary data was collected by
interviewing the stakeholders, fishermen, boat owner, fish landing port
department and wholesaler also.
Result showed the average value of troll line production in the last five
years increased by 1436,7 kg/unit. Because of the high fish exploitation on Puger
Water the tuna fish size that were landed did not conform the export criteria
where the ideal body length interval is 40-49 cm. The tuna organoleptic value in
Puger were dominated by scale 6 which did not conform the standard quality also.
This was caused by unappropriate post catch fish handling that was done onboard
by the fishermen.


The main focus was to manage the troll line fishery in Puger which was
equipped with FAD. Things that need to be done to solve these problem is by
maintaining the socialization to the local fishermen in Puger, managing the coastal
area integratedly and continously. The Fish Auction Place must be optimized and
cooperative movement should be enforced in order to prevent fish price monopoly
by any parties so that the fishermen can do the fishing activity properly in many
ways.
Keywords: FADs, tuna, social conflict, catch composition, strategy of
development.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


PENGEMBANGAN ARMADA PANCING TUNA YANG
MENGGUNAKAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER,
JAWA TIMUR

RATIH PURNAMA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

MAYOR SISTEM DAN PEMODELAN PERIKANAN TANGKAP
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Wazir Mawardi, MSi


Judul Penelitian
Nama
NRP

: Pengembangan Armada Pancing Tuna yang Menggunakan
Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur
: Ratih Purnama Sari
: C452110081

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi
Ketua

Dr Ir Sugeng H. Wisudo, MSi
Anggota

Dr Ir Zulkarnain, MSi
Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi
Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc

Tanggal Ujian: 24 Desember 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Mei 2013
ini ialah pengembangan armada pancing, dengan judul Pengembangan Armada
Pancing Tuna yang Menggunakan Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Tri Wiji Nurani, Bapak Dr.
Ir. Sugeng H. Wisudo, dan Bapak Dr Ir Zulkarnain selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

Ratih Purnama Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

DAFTAR ISTILAH

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Hipotesis
Tujuan
Manfaat
Kerangka Pemikiran
Hasil Penelitian Terkait

1
2
3
3
3
3
6

2 METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengambilan Data
Produktivitas perikanan armada pancing
Komposisi hasil tangkapan armada pancing
Kualitas hasil tangkapan
Konflik sosial nelayan
Perumusan strategi pengembangan perikanan pancing

6
7
7
8
8
8
9

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Puger
Keadaan umum Puger Wetan
Keadaan umum Puger Kulon
Kondisi Perairan Desa Puger
Kondisi Umum PPI Puger
Fasilitas PPI Puger
Unit penangkapan ikan
Volume produksi perikanan PPI Puger
Nilai produksi perikanan PPI Puger
Keragaan unit penangkapan ikan
Daerah penangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap
Distribusi dan pemasaran ikan tuna

10
10
11
11
12
12
13
17
17
18
26
28

DAFTAR ISI (lanjutan)
4 EVALUASI PERIKANAN PANCING YANG MENGGUNAKAN
RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Cara pengambilan data
Analisis data
Hasil
Produktivitas armada pancing
Komposisi hasil tangkapan armada pancing
Kualitas hasil tangkapan
Konflik sosial nelayan
Pembahasan
Produktivitas armada pancing
Komposisi hasil tangkapan armada pancing
Kualitas hasil tangkapan
Konflik sosial nelayan
Kesimpulan

29
30
30
31
32
32
33
35
36
40
40
41
42
43
44

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN
PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER,
JAWA TIMUR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Cara pengambilan data
Analisis data
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan

45
46
46
46
48
54
55

6 PEMBAHASAN UMUM

55

7 KESIMPULAN DAN SARAN

57

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

61

DAFTAR TABEL

3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
4.1
4.2
4.3
5.1
5.2
5.3
5.4

Jenis dan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012
Persentase peningkatan dan penurunan jumlah kapal di PPI Puger
Jenis dan jumlah alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011
Persentase peningkatan dan penurunan jumlah alat tangkap di PPI Puger
Volume produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011
Nilai produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011
Posisi pemasangan rumpon
Produktivitas armada pancing rumpon periode 2007-2011
Nilai organoleptik tuna yang didaratkan di Puger
Jenis konflik, sifat konflik,, dan penyelesaian konflik nelayan
rumpon di Perairan Puger
Matriks SWOT dan kemungkinan alternatif yang sesuai
Matriks IFAS perikanan berkelanjutan di PPI Puger
Matriks EFAS perikanan berkelanjutan di PPI Puger
Matriks SWOT strategi perikanan berkelanjutan di PPI Puger

13
14
15
15
17
18
25
32
36
39
47
50
51
53

DAFTAR GAMBAR

1.1
2.1
2.2
2.3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.14

Kerangka pemikiran
Lokasi penelitian
Ukuran ikan tuna layak tangkap
Posisi perusahaan pada berbagai kondisi
Perkembangan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012
Perkembangan alat tangkap di PPI Puger periode 2009-2012
Perkembangan jumlah nelayan di PPI Puger periode 2009-2012
Konstruksi kapal pancing tuna di Puger
Kapal pancing tuna di PPI Puger
Pancing jerigen
Pancing uncalan (troll line)
Pancing layangan
Pancing prawean (hand line)
Konstruksi rumpon
Konstruksi atraktor berbahan ban bekas
Konstruksi andem (pemberat dasar) rumpon
Bagian pada stabilizer
Jenis umpan yang digunakan

5
7
8
9
14
16
16
19
19
20
21
21
22
23
23
24
24
26

3.15
3.16
3.17
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
5.1

Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger
Alat bantu lampu pada kapal
Distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan Puger
Pengukuran panjang total ikan
Produktivitas armada pancing periode 2007-2011
Komposisi berat sampel tuna yang didaratkan
Komposisi panjang sampel tuna yang didaratkan
Hasil tangkapan armda pancing
Kualitas hasil tangkapan
Diagram akar permasalahan konflik nelayan rumpon di Puger
Diagram alir tahapan analisis SWOT

26
27
28
30
33
34
34
35
35
37
47

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Fasilitas di PPI Puger
Bagian-bagian pada rumpon
Data sheet hasil tangkapan tuna kapal 1
Data sheet hasil tangkapan tuna kapal 2
Data sheet hasil tangkapan tuna kapal 3
Data sheet hasil tangkapan tuna kapal 4
Spesifikasi nilai organoleptik tuna
Sebaran ukuran panjang dan berat ikan tuna
Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan

61
63
64
65
66
67
68
69
70

DAFTAR ISTILAH
Andem

: Pemberat yang diletakkan pada bagian bawah rumpon dan
berfungsi sebagai jangkar.

Armada pancing

: Unit kapal pancing yang melakukan operasi penangkapan
Ikan.

Catch per unit effortI : Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap unit
(CPUE)
penangkapan (armada, alat tangkap, nelayan)
Code of Conduct for : Prinsip-prinsip dasar dan standar internasional dalam
responsible fisherie
kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
(CCRF)
Fishing base

: Lokasi dimana dilakukan pemberangkatan kapal dan
pendaratan kapal.

Fishing ground

: Lokasi perairan dimana dilakukan operasi penangkapan
ikan.

Full-exploited

: Kondisi dimana suatu perairan telah dimanfaatkan atau
dieksploitasi penuh.

Hinterland

: Daerah yang terletak di sekitar (belakang) pelabuhan,
termasuk didalamnya kota pelabuhan itu sendiri dan
daerah luar pelabuhan yang saling memiliki hubungan
ekonomi dengan pelabuhan.

Jukung

: Perahu bercadik (katir) di sisi kiri dan kanan, digunakan
untuk menangkap ikan.

Kerangkeng

: Bagian yang terdapat pada rumpon yang memiliki fungsi
yang sama dengan pelepah kelapa.

Konflik

: Satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat,
paham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih.

Over-exploited

: Kondisi dimana suatu perairan telah dimanfaatkan atau
dieksploitasi secara berlebihan.

Pancing

: Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan skoci untuk
menangkap ikan tuna

Pedagang besar

: Para pelaku industri perikanan yang menerima pasokan
ikan dari para pengambek

Pengambek

: Juragan ikan yang banyak memodali nelayan, baik untuk
biaya operasional melaut, pembuatan kapal, samapai biaya
pendidikan nelayan.

Pengelolaan perikanan: Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, pembuatan
keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi
serta penegakan hukum dari peraturan perundangundangan di bidang perikanan. Dilakukan oleh pemerintah
dan diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas
sumberdaya alam perairan.
Ponton

: Bagian pada rumpon yang berfungsi sebagai pelampung

Purpossive Sampling : Pengambilan data secara sengaja berdasarkan karakteristik
yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah sampel
tergantung dari kehomogenan data. Jika data yang diambil
sudah homogen, maka pengambilan data sudah mewakili.
Rumpon

: Alat bantu pengumpul ikan yang dipasang/ditempatkan
pada perairan laut yang berfungsi sebagai tempat mencari
makan dan berlindung ikan.

Skoci

: kapal yang digunakan untuk menangkap ikan di sekitar
rumpon dengan alat tangkap pancing.

Tali tampar

: Tali utama yang terdapat pada rumpon dengan panjang
hingga 6500 m.

Talud

: Pasangan batu belah yang dipasang pada tepi pelabuhan,
berfungsi untuk menahan gelombang dan sedimentasi agar
kapal dapat berlabuh dengan lancar.

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari
ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini
maupun masa mendatang serta sebagai penopang sistem kehidupan. Disisi lain,
sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi
manusia.
Sektor perikanan beberapa tahun terakhir ini sedang mengalami krisis pada
dimensi global. Pemerintah dan institusi lainnya seperti UN Fish Stock
Agreement, FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries mengalami kesulitan
dalam melakukan tindakan untuk mengatasi krisis ini. Faktor yang menyebabkan
situasi tersebut adalah konsumsi dan pola produksi yang tidak berkesinambungan
(unsustainable consumption), meningkatnya overfishing, serta kontribusi polusi
dan perubahan iklim (Zhang et al 2013). Salah satu sumberdaya perikanan yang
sangat dimanfaatkan adalah ikan tuna terutama di perairan Samudera Hindia.
Pemanfaatan sumberdaya tuna di perairan Samudera Hindia cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Hal ini terindikasi dengan aktivitas perikanan yang semakin
ramai dan bertambahnya ijin usaha penangkapan (Nurdin 2009).
Perairan Selatan Jawa merupakan bagian dari wilayah pengelolaan
perikanan Samudera Hindia (WPP 573). Wilayah ini memiliki potensi
sumberdaya ikan yang potensial terutama ikan tuna (Thunnus spp). Penangkapan
ikan tuna pada umumnya dilakukan oleh armada pancing. Pengoperasian alat
tangkapnya menggunakan rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan.
Peningkatan armada pancing yang disebabkan oleh peningkatan jumlah
pemasangan rumpon sangat berlawanan dengan efisiensi penangkapan. Hal
tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan
sosial. Dampak negatif terhadap sumberdaya yaitu dapat mengganggu kelestarian
sumberdaya ikan di wilayah perairan. Dampak negatif terhadap lingkungan sosial
yaitu adanya konflik pengguna rumpon dengan stakeholder, baik berupa
perebutan sumberdaya maupun hal lainnya. Selain dampak terhadap sumberdaya
dan lingkunan sosial, kualitas hasil tangkapan yang dibawa oleh armada pancing
juga merupakan permasalahan tersendiri yang dapat menghambat dalam
pengembangan perikanan pancing ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal keberadaan (pemanfaatan)
rumpon, alat bantu tersebut mampu meningkatkan hasil tangkapan total. Namun
dengan semakin padatnya pemasangan rumpon, maka akan menyebabkan
penurunan hasil tangkapan per satuan upaya. Penurunan hasil tangkapan dimulai
dengan tanda-tanda ukuran ikan yang tertangkap memperlihatkan kecenderungan
mengecil dibandingkan tahun sebelumnya (Monintja 1995 dalam Nurdin 2012).
Data sementara menunjukkan bahwa porsi terbesar tuna hasil tangkapan yang
didaratkan tergolong pada ikan permukaan yang umumnya memiliki ukuran yang
belum layak tangkap.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2011),
dinyatakan bahwa hasil tangkapan tuna dan cakalang yang didaratkan di PPP

2

Pondokdadap (Samudera Hindia Selatan Jawa) sebagian besar didominasi oleh
ikan yang berukuran kecil dan tidak layak tangkap. Dampak konflik akibat
berlebihnya intensitas armada pancing yang menggunakan rumpon dijelaskan oleh
Rusmilyansari (2011) yang menyatakan bahwa salah satu konflik perikanan
tangkap secara umum terjadi karena adanya pemanfaatan sumberdaya ikan yang
sudah termasuk langka. Guizani (2005) mengatakan bahwa tuna lebih cepat
mengalami kemunduran mutu terkait dengan tingkat histaminnya.
Perkembangan penggunaan rumpon di Samudera Hindia diikuti dengan
perkembangan usaha penangkapan tuna oleh armada pancing di bawah 30 GT.
Penggunaan armada penangkapan dengan rumpon perlu diwaspadai secara serius
apabila: (1) jumlah ikan di daerah penangkapan menurun dimana usaha
penangkapan skala kecil beroperasi; (2) laju tangkap di luar rumpon cenderung
menurun Simbolon (2004).
Daerah penangkapan yang potensial untuk jenis tuna di Samudera Hindia
yaitu sekitar 11 0LS sampai 16 0LS dan 106 0BT sampai 121 0BT dengan rentang
suhu permukaan laut yaitu masing-masing pada 14 0C sampai 31 0C untuk tuna
mata besar, 24 0C sampai 30 0C untuk tuna albacora, 25 0C sampai 30 0C untuk
madidihang, dan 26 0C sampai 30 0C untuk southern bluefin tuna (Kasma 2007).
Salah satu pusat pendaratan tuna skala kecil di Perairan Selatan Jawa adalah
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger, Jember, Jawa Timur. Jenis ikan tuna
yang tertangkap di Perairan Puger adalah madidihang (Thunnus albacares) dan
tuna mata besar (Thunnus obesus). Armada yang kini berkembang di tingkat
nelayan cenderung terus meningkat. Peningkatan suatu armada dalam
memperoleh hasil tangkapan harus dievaluasi penggunaannya. Hal ini akan
memberikan informasi apakah armada tersebut memberikan dampak sosial dan
ekologi di Perairan Puger.

Perumusan Masalah
Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, yang
berarti bahwa setiap pengurangan yang disebabkan karena kematian maupun
penangkapan, sumberdaya ikan tersebut akan dapat pulih kembali ke tingkat
produktivitas semula. Namun, apabila penangkapan yang dilakukan telah
melampaui batas daya dukungnya (intensitas cukup tinggi), maka akan
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali pada kondisi semula.
Tingkat pemanfaatan rumpon menunjukkan peningkatan pesat dari tahun ke tahun
dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah armada kapal yang melakukan
penangkapan di sekitar rumpon. Keberadaan rumpon dapat memberikan
keuntungan dalam jangka waktu pendek, tetapi memberikan kerugian dalam
jangka waktu panjang.
Berdasarkan penjelasan diatas, permasalahan yang terjadi di Perairan
Samudera Hindia adalah berkembangnya unit penangkapan di sekitar rumpon.
Unit penangkapan tersebut memperoleh hasil tangkapan ikan tuna sebagai
produksi utama mereka, sehingga produksi tuna cenderung menurun dan lebih
banyak hasil tangkapan yang berukuran kecil. Hal ini tidak menguntungkan dari
segi ekologi/sumberdaya. Kualitas ikan yang diperoleh oleh armada pancing
masih rendah dan ini tidak menguntungkan secara ekonomi. Selain itu maraknya

3

unit penangkapan sekitar rumpon juga telah menyebabkan konflik diantara para
pengguna rumpon. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi terhadap perikanan
pancing dengan rumpon ini agar dapat merumuskan strategi pengembangannya.
Maka dilakukan penelitian mengenai “Pengembangan Armada Pancing yang
Menggunakan Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur”.
Hipotesis
Pada penelitian ini, hipotesis yang digunakan penulis sebagai dasar untuk
menjawab permasalahan dalam perikanan pancing berbasis rumpon yang
berkaitan dengan hasil tangkapan di perairan Selatan Jawa adalah berlebihnya
tingkat pemanfaatan rumpon yang dilakukan armada pancing di Perairan Selatan
Jawa terutama Perairan Puger, Jawa Timur. Hal ini mengakibatkan penurunan
ikan tuna berupa ukuran hasil tangkapan tidak menguntungkan secara ekonomi
dan ekologi, dan timbulnya konflik sosial nelayan. Berdasarkan hasil tangkapan
yang dibawa oleh nelayan pancing, ikan tuna menunjukkan kualitas yang rendah.

Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi perikanan pancing yang menggunakan rumpon di Perairan
Puger, Jawa Timur melalui analisis produktivitas, komposisi dan kualitas hasil
tangkapan, serta konflik sosial.
2. Merumuskan strategi pengembangan perikanan pancing dengan rumpon di
Puger.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Informasi bagi stakeholder mengenai kondisi perikanan pancing di Perairan
Puger, Jawa Timur;
2. Informasi bagi akademisi dan peneliti mengenai dampak penggunaan armada
pancing dengan rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur;
3. Sebagai masukan bagi pemerintah dan dinas terkait dalam menentukan arah
kebijakan pengelolaan pancing berbasis rumpon.

Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran ini disusun berdasarkan atas permasalahan yang terjadi
pada perikanan pancing berbasis rumpon dimana jumlah armada penangkapan
serta jumlah rumpon yang terpasang meningkat cukup signifikan tetapi hasil
tangkapan tuna yang diperoleh lebih banyak yang berukuran kecil sehingga tidak
menguntungkan secara ekonomi dan ekologi.

4

Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.51/Kpts/IK.250/1/97, rumpon
adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan
laut dan dijelaskan juga mengenai pengaruh rumpon dan dampaknya. Keberadaan
rumpon pada saat itu menjadikan suatu hal yang positif (keuntungan) bagi
nelayan. Kemudian Surat Keputusan tersebut digantikan dengan Keputusan
Menteri Kelautan No. 30 Tahun 2004 yang menghapuskan pembagian jenis
rumpon, dan berkembang mengenai perizinan dan kewenangan pemasangan
rumpon. Namun beberapa tahun terakhir ini, keberadaan rumpon menjadi
berlimpah. Nelayan dan pemilik rumpon cenderung memasang rumpon untuk
investasi sebagai alat menambah kekayaan, bukan sebagai alat bantu. Saat ini
banyak rumpon yang dipasang tidak memiliki izin, sehingga pihak dinas
perikanan setempat maupun propinsi memiliki sedikit informasi mengenai jumlah
rumpon yang terpasang di suatu perairan Indonesia. Kondisi ini juga menjadi
potensi konflik internal antara para pemanfaat rumpon (bersaing dalam memasang
rumpon di lokasi yang diinginkan), saling melakukan penangkapan di daerah
rumpon yang bukan hak milik, dan saling memutus rumpon satu sama lain.
Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan
menerbitkan Keputusan Menteri No. 2 Tahun 2011 yang mengatur mengenai jalur
penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan, serta alat bantu
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.
Keputusan Menteri ini berisi mengenai pengaturan secara mendetail dan
spesifikasi alat pendukung, armada tangkap, alat bantu penangkapan ikan (ABPI),
rumpon yang diizinkan dalam penangkapan di wilayah pengelolaan perikanan
(WPP).
Usaha perikanan berbasis rumpon ini merupakan salah satu usaha perikanan
rakyat dan cukup banyak dioperasikan di perairan Puger, sehingga perlu
dievaluasi penggunaan armadanya. Evaluasi tersebut dapat diketahui dengan
menentukan nilai produktivitas atau CPUE dari suatu armada penangkapan. Hal
ini untuk melihat sejauh mana suatu armada penangkapan dapat memberikan hasil
terhadap output atau hasil tangkapan. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai
upaya memaksimalkan hasil tangkapan dan keberlanjutan sumberdaya. Nelayan di
Perairan Puger pada umumnya menggunakan rumpon untuk mendapatkan hasil
tangkapan. Mereka mengakui bahwa dengan menggunakan rumpon hasil
tangkapan semakin meningkat.
Evaluasi penggunaan armada pancing juga dilakukan dengan analisis
kualitas hasil tangkapan dinilai berdasarkan uji organoleptik setiap ikan. Analisis
komposisi ikan perlu dilakukan untuk menentukan hasil tangkapan dominan yang
diperoleh, dan apakah hasil tangkapan yang diperoleh memiliki ukuran yang layak
tangkap, serta bagaimanan persepsi nelayan mengenai ukuran dan kualitas hasil
tangkapan. Analisis konflik nelayan rumpon perlu dilakukan untuk memberikan
gambaran fenomena konflik yang terjadi di daerah perairan Puger dan faktor yang
mempengaruhinya.
Adapun batasan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan
armada pancing dengan alat bantu rumpon berdasarkan produktivitas, komposisi
hasil tangkapan (ukuran, berat, dan jenis) yang didaratkan, serta konflik nelayan
dan stakeholders terkait. Armada pancing memperoleh hasil tangkapan utama
berupa ikan tuna, sehingga batasan dari evaluasi penggunaan pancing ini adalah
produk ikan tuna.

5

Mulai

Permasalahan:
Penggunaan armada pancing tuna yang
menggunakan rumpon semakin marak dilakukan.
Hal ini dikhawatirkan akan memberikan dampak
negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan
Evaluasi penggunaan rumpon pada armada
pancing tuna di Perairan Puger, Jawa Timur

Produktivitas
armada pancing

Komposisi hasil
tangkapan

Kualitas hasil
tangkapan

Konflik sosial
nelayan

Analisis CPUE
armada pancing

Analisis
Persentase
panjang dan berat

Analisis
organoleptik

Analisis deskriptif:
jenis, sifat,
penyebab, dan
penyelesaian

Perumusan strategi pengembangan
perikanan pancing tuna dengan
rumpon
Analisis SWOT

Kebijakan pengembangan
perikanan pancing tuna
dengan rumpon

Selesai

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

6

Hasil Penelitian Terkait
Penelitian yang telah dilakukan mengenai perikanan tonda dan tuna dapat
menjadikan bahan pustaka untuk penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang
dilakukan Nikijuluw (2008) mengenai potensi sumberdaya tuna, dikatakan bahwa
estimasi tingkat pemanfaatan sumberdaya tuna mata besar pada tahun 2006
meningkat selama lima tahun terakhir, dan sumberdaya yellowfin tuna di
Samudera Hindia sudah dieksploitasi secara berlebihan.
Penelitian Nurdin (2009) menyatakan bahwa porsi terbesar ikan tuna hasil
tangkapan umumnya tergolong pada surface tuna dan memiliki ukuran yang
belum layak tangkap dan penelitian yang dilakukan Hermawan (2011) yang
menyatakan hasil tangkapan tuna dan cakalang yang didaratkan di PPP
Pondokdadap sebagian besar didominasi oleh ikan yang berukuran kecil dan tidak
layak tangkap.
Irnawati (2006) melakukan penelitian mengenai pengembangan perikanan
tuna di Cilacap dimana daerah tersebut memiliki letak geografis yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia, menyatakanbahwa penurunan hasil tangkapan
ikan tuna mulai terjadi pada tahun 2001, dan terus mengalami penurunan pada
tahun 2002 dan 2003. Produksi ikan tuna terbesar terjadi pada tahun 2000 yaitu
sekitar 5083 ton, sedangkan tahun 2003 merupakan produksi ikan tuna terendah
dalam kurun waktu 6 tahun yaitu sebesar 675.9 ton.
Rusmilyansari (2011) menyatakan bahwa salah satu konflik perikanan
tangkap secara umum terjadi karena adanya pemanfaatan sumberdaya ikan yang
sudah termasuk langka. Selain itu, keragaman jenis konflik perikanan tangkap
menurut Rusmilyansari dapat disebabkan karena beragamnya perbedaan persepsi
nelayan tentang pengelolaan sumberdaya ikan.

2 METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari dan Mei 2013 di PPI Puger,
Jember, Jawa Timur dimana pada bulan tersebut merupakan musim paceklik.
Pemilihan lokasi ini dikarenakan masih terbatasnya penelitian mengenai
perikanan pancing sekitar rumpon di perairan Puger. Peta lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 2.1.

7

Gambar 2.1 Lokasi penelitian

Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan 2 cara yaitu pengambilan data primer
dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data statistik TPI (Tempat
Pendaratan Ikan) Puger, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Jember, Dinas BPPPI Puger (Balai Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan) Puger,
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur.
Data primer diperoleh berdasarkan wawancara kepada stakeholders baik
nelayan (ABK), pemilik kapal, dinas TPI maupun pengambek. Data primer juga
dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan. Adapun metode yang
dilakukan adalah menentukan:
1. Produktivitas perikanan armada pancing tuna
Produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas armada pancing yang
menggunakan rumpon. Produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan

8

sesuatu. Produksi per unit (Catch per Unit Effort) armada pancing dihitung
berdasarkan jumlah armada yang ada di PPI Puger.
2. Komposisi hasil tangkapan armada pancing tuna
Penentuan komposisi hasil tangkapan dilakukan dengan menghitung
persentase dari ukuran panjang dan berat ikan tuna yang didaratkan. Hasil
persentase ukuran panjang tuna di Puger menentukan apakah ikan tuna yang
didaratkan sudah memenuhi kriteria layak tangkap. Kriteria ikan tuna layak
tangkap dianalisis berdasarkan length at first maturity (Lm). Length at first
maturity (LM) menunjukkan bahwa ikan tuna sudah memijah satu kali dan hal ini
berguna untuk menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang
(WWF 2011). Panjang ikan tuna layak tangkap (Lm) yaitu diatas 120 cm
(Fishbase 2010).
Hasil persentase berat ikan tuna akan menentukan ikan tuna yang layak
ekspor berdasarkan ukuran beratnya. Berat ikan tuna layak ekspor yaitu melebihi
25 kg/ekor (BSN 1992).

Sumber: WWF Indonesia dimodifikasi dari www.fishbase.org

Gambar 2.2 Ukuran ikan tuna layak tangkap
3. Kualitas hasil tangkapan
Penentuan kualitas hasil tangkapan dilakukan dengan uji organoleptik dari
mata, insang, tekstur, bau, dan lendir pada permukaan badan. Spesifikasi nilai
organoleptik dari insang, lendir, tekstur, bau, dan lendir dapat dilihat pada
Lampiran 9. Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan yang
memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN 2006).
4. Konflik sosial nelayan
Analisis konflik sosial dilakukan secara deskriptif mengenai permasalahan
yang menyebabkan timbulnya konflik di Puger. Permasalahan tersebut melibatkan
para stakeholders perikanan pancing. Konflik yang terjadi melibatkan nelayan
rumpon, nelayan nonrumpon, dinas TPI, dan dinas pemerintah setempat.

9

5. Perumusan strategi pengembangan perikanan pancing tuna
Perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT.
Analisis SWOT merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor secara
sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis SWOT
mempertimbangkan faktor internal (strength dan weakness) serta faktor eksternal
(opportunities dan threats) yang dihadapi, kemudian membandingkan kedua
faktor tersebut, sehingga dapat diambil suatu keputusan dalam penentuan strategi
(Marimin 2004). Berikut adalah gambar posisi perusahaan di berbagai kondisi.

Berbagai peluang
Kuadran III
(mendukung strategi
turn around)

Kuadran I
(mendukung strategi
agresif)

Kelemahan
internal
Kuadran IV
(mendukung strategi
defensif)

Kekuatan
internal
Kuadran II
(mendukung strategi
diversifikasi)
Berbagai ancaman

Gambar 2.3 Posisi perusahaan pada berbagai kondisi
Posisi institusi dapat dikelompokkan dalam empat kuadran, yaitu: kuadran I
(strategi agresif), kuadran II (strategi diversifikasi, kuadran III (strategi turn
around), dan kuadran IV (strategi defensif). Langkah-langkah pembuatan matriks
IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut: (1) Pengisian faktor-fakor kekuatan dan
kelemahan pada IFAS, serta faktor ancaman dan peluang pada EFAS; (2)
Pembobotan pada kolom 2 antara 0-1 untuk faktor yang dianggap sangat penting
dan 0 untuk faktor yang dianggap tidak penting; (3) Pemberian nilai rating pada
kolom. Rating adalah pengaruh yang diberikan oleh faktor, nilai 1 untuk faktor
yang memiliki faktor yang berpengaruh sangat kecil dan nilai 4 untuk faktor yang
berpengaruh sangat besar; (4) Kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating;
(5) Menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom (Marimin 2004).
Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan
eksternal. Nilai 1,00 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal/eksternal rendah,
nilai 2,00 sampai 2,99 menunjukkan posisi internal/eksternal rata-rata, sedangkan
nilai 3,00 sampai 4,00 menunjukkan posisi internal/eksternal kuat (Rangkuti
2007).

10

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Puger
Secara geografis Kampung Nelayan Puger yang berada di Kota Puger
terletak pada koordinat 113° 06' 40" Bujur Timur dan 8°08'17" Lintang Selatan
dengan batas wilayah sebelah Utara adalah Kecamatan Balung. Sebelah Selatan
adalah Samudera Indonesia. Sebelah Barat adalah Kecamatan Gumukmas, dan
sebelah Timur adalah wilayah Kecamatan Wuluhan.
Kecamatan Puger mempunyai luas wilayah 149.00 km2 dengan ketinggian
rata-rata 12 m dari atas permukaan laut. Kecamatan Puger terdiri dari 12 desa
yaitu: Wringin Telu, Purwoharjo, Mojomulyo Puger Kulon, Puger Wetan,
Mojosari, Grenden, Kasiyan, Mlokorejo, Wonosari, Jambearum, Bagon. Seluruh
Desa berkualifikasi Desa Swadaya. Daerah pesisir pantai Puger ini terdiri dari dua
desa, yaitu desa Puger Wetan dan Puger Kulon. Adapun gambaran umum
mengenai kedua desa ini adalah:
Keadaan umum Puger Wetan
Desa Puger Wetan merupakan salah satu desa di Kecamatan Puger. Desa ini
jaraknya kurang lebih 30 km dari ibu kota kabupaten Jember kearah selatan. Luas
Desa Puger Wetan sekitar 525,520 m². Area persawahan sekitar 10,008 m² dan
ladang sekitar 1,835 m². Secara administratif batas desa Puger Wetan adalah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Grenden dan Wonosari
b. Sebelah Timur : Desa Lojejer
c. Sebelah Barat : Desa Puger Kulon
d. Sebelah Selatan : Samudera Hindia / Samudera Indonesia
Daerah terluas Puger Wetan berupa daerah persawahan yang terletak di
bagian utara berdekatan dengan bukit kapur padas (gunung kapur). Wilayah ini
memiliki penduduk lebih banyak bekerja sebagai petani dan buruh tani. Lahan
persawahan ditanami berbagai macam tanaman secara bergiliran yaitu padi,
kedelai, dan jagung. Penduduk sekitar wilayah persawahan tersebut juga memiliki
hewan ternak. Sebagian penduduk yang bergerak dalam bidang perikanan juga
melakukan pekerjaan sebagai petani. Saat tidak melaut, penduduk melakukan
pekerjaan pertanian.
Wilayah selatan Puger Wetan merupakan wilayah tanjung kecil yang
digunakan nelayan untuk melabuhkan perahu/jukung. Sebelah selatan
pesisir/tanjung, terdapat lokasi wisata yang dikenal dengan Kucur (daerah di hilir
gunung Watangan). Lokasi tersebut terdapat hutan dengan tempat pemandian
yang merupakan peninggalan Jepang/Belanda. Desa Puger Wetan telah
mengalami perubahan yang cukup besar dimana pembangunan perumahan dan
jalanan desa sudah cukup baik. Sebelah selatan/pesisir pantai terdapat sebuah
dusun dengan sebutan Mandaran. Mayoritas penduduk dusun Mandaran berasal
dari suku Mandar, Sulawesi yang sudah menetap di Desa Puger Wetan. Desa
Puger Wetan ini dilintasi oleh sungai Bedadung yang bermuara di pesisir laut
selatan (Samudera Hindia/Samudera Indonesia). Sungai ini berbatasan langsung

11

dengan Desa Lojejer (batas timur desa Puger Wetan). Kondisi jalan menuju desa
Puger Wetan sudah cukup baik dimana tidak ditemui adanya lubang di sisi jalan.
Keadaan umum Puger Kulon
Desa Puger Kulon berada kurang lebih 30 km dari pusat kota Jember kearah
Selatan dan terletak berdampingan dengan desa Puger Wetan. Luas Desa Puger
Kulon sekitar 388,800 m², areal persawahan memiliki luas sekitar 6,955 m² dan
areal ladang sekitar 21,394 m². Secara administratif batas desa Puger Kulon
adalah:
a. Sebelah Utara : Desa Grenden
b. Sebelah Selatan : Samudera Hindia/ Samudera Indonesia
c. Sebelah Barat : Desa Mojosari
d. Sebelah Timur : Desa Puger Wetan
Sama halnya dengan desa Puger Wetan, wilayah utara Desa Puger Kulon
juga merupakan area persawahan dan ladang. Masyarakat yang berada disekitar
wilayah persawahan bekerja sebagai petani dan juga sebagai nelayan. Penduduk
Desa Puger Kulon juga bekerja pada usaha kerupuk berskala rumah tangga.
Kerupuk yang diproduksi akan dikirim keluar daerah Jember, seperti Lombok.
Selain itu terdapat pula usaha pembakaran batu kapur yang menjadi tempat
tumpuan utama penduduk yang berada disekitar gunung kapur (Gunung Sadeng).
Gunung ini berada di wilyah Desa Puger Wetan, Puger Kulon dan Grenden.
Wilayah pesisir dijadikan tempat wisata pantai yang diberi nama Pantai Pancer.
Sebelah timur pantai ini merupakan tempat wisata Gunung Watangan yang
dikenal dengan Kucur. Selain itu juga ada goa peninggalan Jepang yang berada di
puncak Gunung Watangan. Tempat wisata ini bisa dicapai dengan memakai
perahu atau jukung menyebrangi muara sungai Bedadung dan Besini. Pusat
keramaian desa Puger berada di area lapangan sepak bola dimana terdapat masjid
besar Jamik Al Hikmah, bank BRI, Bank Mandiri, puskesmas, kantor kecamatan
serta kantor polisi.
Kondisi Perairan Desa Puger
Kawasan pesisir Pantai Puger terletak di sebelah selatan Desa Puger Kulon
dan Puger Wetan. Diluar garis pantai Puger kearah selatan terdapat Pulau Nuso
Barong dengan luas lebih kurang 3 km².Pulau tersebut merupakan pulau terbesar
di desa Puger. Selain Pulau Nusa Barong, terdapat juga pulau Suka Made yang
luasnya sekitar 1.5 km². Menurut nelayan setempat, ekosistem perairan Puger
sudah banyak yang mengalami kerusakan di wilayah karang. Hal ini disebabkan
karena banyaknya penggunaan bom atau racun. Banyak dilakukan sosialisasi
untuk mengembalikan kondisi ekosistem perairan. Namun, masih ada sebagaian
nelayan yang memakai bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan secara diamdiam.
Wilayah pelabuhan berada masuk diantara dua pertemuan sungai besar yaitu
sungai Bedadung dan sungai Besini. Pertemuan kedua sungai tersebut berada
didekat gunung Wetangan. Pertemuan kedua sungai tersebut membentuk alur lalu
lintas keluar masuk pelabuhan yang disebut Plawangan. Plawangan sering terjadi
pendangkalan, oleh karena itu dalam jangka waktu tertentu selalu dilakukan

12

pengerukan. Bagian dasar perairan terdapat karang dan tidak cukup lebar jika
dilalui oleh dua perahu payang. Selain itu kapal yang akan masuk juga harus
melihat keadaaan air dan gelombang. Kondisi air pasang dan gelombang tidak
besar merupakan kondisi yang baik untuk melewati plawangan tersebut.
Kondisi Umum PPI Puger
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger Kabupaten Jember terletak diantara
Kecamatan Puger dan Kecamatan Wuluhan. Letak tersebut berada pada
pertemuan antara muara sungai Bedadung dan sungai Besini pada posisi
1130.06’.40” BT dan 080.08’17” LS. Letak PPI Puger sangat strategis. Alur
pelayaran bermuara dan langsung berhadapan dengan samudera Hindia yang
memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil maupun pelagis besar (BP-PPI
Puger 2009). Pelabuhan Perikanan (PPI) Puger mempunyai nilai sangat strategis
untuk menggali potensi perikanan laut, pemberdayaan nelayan dan pengembangan
wilayah.
Fasilitas PPI Puger
Perikanan tangkap merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya
perikanan. Dengan adanya perikanan tangkap maka diperlukan sarana dan
prasarana dalam pembangunan perikanan. Pembangunan perikanan tangkap
memerlukan prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat pangkalan
perahu/kapal dan mendaratkan ikan hasil tangkapan. Pelabuhan perikanan perlu
dikembangkan sehingga mampu menampung seluruh perahu/kapal dan
masyarakat perikanan yang memerlukan fasilitas ke pelabuhan (BP-PPI Puger
2009).
Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan berfungsi
dengan baik bila apabila dilengkapi dengan fasilitas yang meliputi fasilitas pokok,
fungsional, dan penunjang. Fasilitas pokok yang telah dibangun di PPI Puger
yaitu breakwater (270 m), dan darmaga (360 m2). Pengoperasian fasilitas pokok
yang ada belum berfungsi secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena fasilitas
pokok masih dalam taraf pembangunan. Besarnya jumlah dan ukuran kapal ikan
di Puger merupakan kendala dalam optimalisasi kegiatan operasional fasilitas
pokok. Darmaga yang telah tersedia juga belum memberikan manfaat yang
optimal karena ukurannya masih belum memadai apabila kapal melakukan
pendaratan secara bersamaan. Pendaratan kapal masih banyak dilakukan di
berbagai tempat. Kapal yang mendarat di darmaga didominasi oleh kapal-kapal
payang dan jukung, sedangkan skoci lebih banyak bersandar di luar pelabuhan.
Kegiatan tambat labuh kapal telah difungsikan dengan baik dan memberikan
manfaat setelah dibangun talud. Talud dilengkapi dengan tempat bersandar kapal
dan tangga untuk jalan bagi para nelayan yang akan mendaratkan ikan ke TPI.
Perawatan secara intensif di sekitar darmaga dan talud diperlukan dalam jangka
panjang dengan melakukan pengerukan tanah dan pasir sebagai akibat adanya
proses sedimentasi pada hulu sungai Bedadung dan Besini.
Fasilitas fungsional merupakan salah satu potensi yang mendatangkan
kontribusi/pendapatan di BPPPI Puger. Sedangkan pemanfaatan fasilitas tersebut
lebih bersifat pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa
maupun masyarakat perikanan tangkap. Fasilitas fungsional yang terdapat pada

13

PPI Puger yaitu: kantor PPI (180 m2), TPI 360 m2 (terdapat 2 unit TPI), gudang es
(150 m2), Menara air (24 m3), instalansi air dan listrik, toilet, area parkir (3000
m2), pasar ikan (126 m2), dan SPDN (64 m2). Sejak tahun 2005, fasilitas SPDN
telah dioperasikan dan pengelolaan dikerjasamakan dengan pihak KPRI “Mina
Mulia” Dinas Perikanan dan Kelauatan Provinsi Jawa Timur. Lokasi SPDN
berdekatan dengan tambat labuh kapal. Selain fasilitas pokok dan fungsional,
terdapat pula fasilitas penunjang di PPI Puger berupa pos TNI AL (45 m 2),
Mushala, mes operator, Unit satuan POL AIR. Beberapa fasilitas yang terdapat di
PPI Puger dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan pengamatan, kondisi PPI Puger masih belum tertata dengan
rapi dimana masih terlihatnya sampah di sekitar lokasi PPI. Hal ini disebabkan
karena rendahnya kesadaran masyarakat/nelayan untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan membuang sampah sembarangan. Tempat untuk penanganan dan
pengepakan ikan hasil tangkapan sudah tersedia, namun belum mencukupi
kebutuhan. TPI masih difungsikan sebagai sarana untuk melakukan penanganan
dan pengepakan ikan oleh para pedagang bakul yang ada di kawasan PPI Puger.
Mekanisme penyelenggaraan lelang belum berjalan sehingga tidak ada PAD yang
diterima dari TPI. Banyak kondisi bangunan-bangunan di pelabuhan yang tidak
terawat sehingga operasional PPI tidak optimal.
Unit penangkapan ikan
1) Kapal
Kapal yang digunakan di Perairan Puger terdiri atas kapal besar, kapal
sedang, skoci, dan jukung. Kapal jukung menggunakan gillnet atau trammel net
dalam kegiatan operasi penangkapannya. Kapal pancing atau biasa disebut skoci
digunakan untuk menangkap ikan tuna dengan alat tangkap pancing dan alat bantu
rumpon. Kapal besar menggunakan alat tangkap payang dalam pengoperasiannya,
sedangkan kapal sedang menggunakan jaring untuk menangkap cakalang dan
tongkol. Jumlah dan jenis kapal di PPI Puger dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Jenis dan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012
Jumlah kapal per jenis (unit)

Tahun
Besar

Sedang

Skoci

Jukung

2009

646

222

13

980

2010

587

233

20

803

2011
2012

601
165

221
75

70
101

838
596

Sumber: TPI Puger

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 3.1, menujukkan bahwa
kapal yang sangat mendominasi PPI Puger adalah perahu jukung. Namun dalam
perkembangannya, jumlah armada jukung mengalami penurunan dari tahun 2009
hingga tahun 2012 sebesar 28.88% (Tabel 3.2). Ukuran jukung memiliki panjang
7 m, lebar 60 cm, dan tinggi sekitar 70 cm. Jukung ini menggunakan katir yang
terbuat dari bambu dengan panjang masing-masing 7.5 m.

14

Tabel 3.2 Persentase peningkatan dan penurunan jumlah kapal di PPI Puger
Tahun
Kapal
Besar
Sedang
Skoci
Jukung

Persentase (%)
2011
601
221
70
838

2012
165
75
101
596

-72.55
-66.06
44.29
-28.88

Sumber: Pengolahan data

Kapal besar (kapal payang) memiliki ukuran panjang 19 meter, lebar 5.5
meter, dan tinggi dari lunas hingga dek sekitar 5 meter. Kapal sedang (jaring)
memiliki ukuran yang hampir sama dengan skoci yaitu panjang 17 meter, lebar
3.5 meter, dan tinggi 2 meter, namun pengoperasian alat tangkap dan fishing
ground berbeda dengan skoci. Berdasarkan Tabel 2.2, jumlah kapal payang dan
kapal sedang (jaring) mengalami penurunan drastis pada tahun 2012 yaitu sebesar
165 unit dan 75 unit dengan persentase 72.5% dan 66.06%. Banyak nelayan
payang dan jaring yang beralih menjadi nelayan jukung (baik jukung jaringan
maupun pancingan) disebabkan karena hasil tangkapan sangat menurun dan biaya
operasi penangkapan sangat besar. Keadaan yang berlawanan dialami oleh skoci
dimana dalam perkembangannya, skoci mengalami peningkatan dari tahun 20092012. Peningkatan jumlah skoci yang terjadi yaitu sebesar 44.29% (Tabel 3.2).
Grafik perkembangan jenis dan jumlah kapal di PPI Puger ditunjukkan pada
Gambar 3.1

Gambar 3.1 Perkembangan juml