Analisis Tataniaga Buah Manggis Di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat

1

ANALISIS TATANIAGA BUAH MANGGIS DI DESA
CIKALONG, KECAMATAN SODONGHILIR, KABUPATEN
TASIKMALAYA, JAWA BARAT

AI EMA SUKMAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya uang berjudul Analisis Tataniaga
Buah Manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten

Tasikmalaya, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Ai Ema Sukmawati
NIM H34124060

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

5


ABSTRAK
AI EMA SUKMAWATI. Analisis Tataniaga Buah Manggis di Desa Cikalong
Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dibimbing oleh
NETTI TINAPRILLA.
Manggis (Garciniamangostana Linn) merupakan salah satu komoditas
buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta merupakan buah ekspor yang
menjadi andalan Indonesia. Tasikmalaya adalah salah satu sentra dengan wilayah
produksi manggis terbesar di Jawa Barat yang memiliki potensi besar untuk
tujuan ekspor. Desa Cikalong, Kecamatan Sodonghilir memiliki hasil manggis
dengan kualitas terbaik di wilayah Tasikmalaya. Hal ini memberikan peluang
besar bagi daerah Tasikmalaya dalam perdagangan manggis untuk tujuan pasar
ekspor. Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran pemasaran yang terbentuk
terdiri dari 4 saluran pemasaran. Saluran pemasaran yang relatif efisien pada
saluran pemasaran 4 yaitu terdiri dari (petani  pedagang pengumpul besar 
eksportir atau konsumen akhir) karena memiliki margin pemasaran dan total biaya
terkecil dengan keuntungan tertinggi dibandingkan dengan saluran yang lain,
selain itu memiliki farmer’s share paling besar dan total rasio keuntungan
terhadap biaya memiliki nilai lebih dari satu.
Kata Kunci: Tataniaga, Efisiensi Tataniaga, Saluran Pemasaran, Manggis
(Garcinia mangostana Linn).


ABSTRACT
AI EMA SUKMAWATI. Marketing analysis of mangosteen in Cikalong village,
Sodonghilir district, Tasikmalaya, West Java. Supervised by NETTI
TINAPRILLA.
Mangosteen is a tropical fruit with high economic value and mainstay fruit
export fo Indonesian. Tasikmalaya is placed in the one of the biggest mangosteen
centers of West Java. It has high potency in mangosteen the biggest production for
export, especially in Cikalong village, sub district of Sodonghilir it yield of
mangosteen with the best quality in Tasikmalaya district. This matter to givethe
big opportunity for Tasikmalaya district in mangosteen marketing’s direction for
export. The results of this research show that there are 4 formed marketing
channels. The most efiicient marketing channels is the fourth marketing channel
(farmers wholesaler end consumers or exporter) because it is has the smallest
marketing margin and total cost with the highest gain profit with consederation
another than of marketing channels, the biggest farmer’s share and π/C ratio value
total is more than one.
Keywords: Trade system, Marketing efficiency, Marketing channels, Mangosteen
(Garcinia mangostana Linn)


7

ANALISIS TATANIAGA BUAH MANGGIS DI DESA
CIKALONG, KECAMATAN SODONGHILIR, KABUPATEN
TASIKMALAYA, JAWA BARAT

AI EMA SUKMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi dan Manajemen

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


11

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga
Buah Manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat”, yang telah dilaksanakan sejak bulan September 2014
sampai dengan bulan Oktober 2015.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM
selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator,
Bapak Dr. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama serta Ibu Anita
Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji akademik di Departemen
Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah banyak memberikan
saran, Selain itu penghargaan penulis sampaikan kepada para petani, lembaga
tataniaga, eksportir serta pihak-pihak yang telah membantu selama proses
pengumpulan data. Ungkapan terimkasih juga disampaikan kepada ibu dan bapak
serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa dan dukungan.
Penulis mengharapakan skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
dan menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.


Bogor, Desember 2015

Ai Ema Sukmawati

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
4
6

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Komoditi Manggis
Sentra Produksi Manggis

7
7
8

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Operasional

11
16

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber Data
Penentuan Responden
Metode Pengolahan dan Analisis Data

19
19
19
19
20

GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden Petani Manggis

Karakteristik Lembaga Pemasaran Manggis

22
22
24
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran
Analisis Fungsi Lembaga Pemasaran Buah Manggis
Analisis Keragaan Pasar Buah Manggis

28
28
33
47

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran


53
53
53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2

Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10

Volume ekspor-impor komoditas buah-buahan di Indonesia
tahun 2012
Produksi sentra manggis di Provinsi Jawa Barat 2010
Realisasi penanaman buah manggis di Kecamatan Sodonghilir
Kesenjangan harga di tingkat petani - konsumen tahun 2013
Produksi buah manggis menurut provinsi (ton) 2009-2012
Sentra produksi manggis di Indonesia 2014
Luas wilayah administrasi masing-masing desa di Kecamatan
Sodonghilir
Pemanfaatan lahan di Desa Cikalong
Keadaan penduduk Desa Cikalong berdasarkan mata
pencaharian
Gambaran tingkat pendidikan petani

1
2
3
5
8
9
22
23
24
25

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bentuk Buah Manggis. 2013
Gambar 2 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap
margin tataniaga dan nilai margin pemasaran.
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
Gambar 4 Kebun Manggis Petani
Gambar 5 Eksportir PT. Manggis Elok Utama
Gambar 6 Saluran pemasaran buah manggis
Gambar 7 Fungsi pengemasan
Gambar 8 Fungsi pengangkutan eksportir
Gambar 9 Fungsi pertukaran pada pedagang pengumpul desa
Gambar 10 Fungsi penyimpanan pada pedagang pengumpul besar
Gambar 11 Fungsi sortasi
Gambar 12 Fung-fungsi pemasaran

7
15
18
24
27
29
47
37
38
41
42
45

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Komoditas buah binaan di Indonesia tahun 2006
Lampiran 2 Rincian biaya pemasaran buah manggis

57
58

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana Linn.) adalah salah satu komoditas dari
buah tropis primadona ekspor Indonesia yang memberikan kontribusi cukup besar
bagi devisa negara, kontribusi ekspor buah manggis terhadap total ekspor buahbuahan nasional telah berhasil menjadi buah unggulan andalan ekspor Indonesia
sehingga mengangkat citra buah lokal Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Volume ekspor-impor komoditas buah-buahan di Indonesia tahun 2012

No

Komoditi

Nilai (US $)

Impor
1
Jeruk
227 300 473
2
Apel
151 680 865
3
Pir
92 723 553
4
Anggur
119 334 667
5
Durian
28 886 403
6
Pisang
1 030 314
7
Mangga
1 109 203
8
Melon dan Semangka
873 237
9
Stroberi
1 217 892
10
Pepaya
70 241
11
Nenas
327 676
12
Cempedak dan Nangka
35 583
13
Rambutan
320 759
14
Manggis
345
15
Langsat dan Belimbing
750
16
Kurma
24 238 917
Sumber: Data Ekspor Impor: BPS diolah Ditjen Hortikultura, 2014

Ekspor
847 335
68 092
638
14 332 445
4 511
171 034
786 505
521 390
338 456
22 101
132 015 559
22 543
371 924
16 622 522
385
94 427

Dari data Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa volume ekspor manggis
sangat dominan dibanding buah-buahan yang lainnya dengan menempati urutan
posisi kedua setelah volume ekspor buah nenas. Untuk komoditi pertanian
khususnya buah manggis diarahkan pada peningkatan produktivitas dan ekspor
yang telah menjadi salah satu penyumbang devisa bagi negara Indonesia sehingga
dapat berkontribusi dalam rangka pembangunan nasional khususnya
pembangunan daerah setempat penghasil buah manggis. Buah manggis
merupakan komoditas yang unik dan spesifik daerah tropis sehingga tidak
memiliki banyak pesaingnya. Ada sebagian yang menyebutkan bahwa buah
manggis merupakan mutiara dari hutan belantara serta buah yang mencerminkan

2

sebuah kejujuran, lambang dari kebaikan dan juga dapat mendatangkan
keberuntungan, sehingga dibeberapa negara buah manggis dijadikan sebagai buah
utama untuk sesaji atau dalam rangka ritual keagamaan (Balai Penelitian Tanaman
Buah 2006).
Pada tahun 2006 buah manggis juga sudah resmi ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Hortikultura sesuai keputusan dari kementerian pertanian
republik Indonesia bahwa buah manggis sebagai buah yang termasuk ke dalam
daftar komoditas buah binaan Direktorat Jenderal Hortikultura yang terdapat pada
Lampiran 1.
Adapun terkait dengan komoditas binaan buah unggulan dan produktifitas
manggis, bahwa Kabupaten Tasikmalaya ini mempunyai sebuah visi
“Tasikmalaya yang religius /Islami, sebagai Kabupaten yang maju sejahtera, serta
kompetitif dalam bidang agribisnis di Jawa Barat tahun 2010”. Dengan jumlah
penduduk pada tahun 2004 sebanyak 1 626 497 jiwa, dan laju pertumbuhan
sekitar 1.23 persen. Sedangkan PDRB perkapita (berlaku) Rp3 178 610,-, peluang
masuk investasi 2.33 persen dengan laju investasi 7.87 persen termasuk dibidang
pertanian (komoditas buah-buahan).
Sektor pertanian khususnya komoditas buah-buahansaat ini cukup menjadi
konsentrasi pemerintah daerah Tasikmalaya seperti tanaman manggis yang juga
merupakan komoditas buah unggulan yang banyak dibudidayakan oleh para
petani di Kabupaten Tasikmalaya. Sentra produksi utama manggis di Tasikmalaya
terdapat di 7 Kecamatan dengan potensi lahan seluas 10 851 ha yaitu di
Kecamatan Puspahiang 1 640 ha, Kecamatan Salawu 2 183 ha, Kecamatan
Sodonghilir 2 860 ha, Kecamatan Tanjungjaya 516 ha, Kecamatan Mangunreja
540 ha, Kecamatan Sukaraja 625 ha, dan Kecamatan Jatiwaras 2 487 ha.Luas
potensi yang baru dimanfaatkan sekitar 1 659 ha atau 265 440 pohon, dengan
tanaman yang sudah menghasilkan 1 298 ha atau 207 737 pohon (TM) dan
tanaman yang belum menghasilkan adalah (TMB) 360 ha atau 57 703 pohon. Sisa
areal yang belum dimanfaatkan di wilayah sentra sekitar 9 192 ha (Departemen
Pertanian 2005).
Tabel 2 Produksi sentra manggis di Provinsi Jawa Barat 2010
No
1
2
3
4
5
6

Kabupaten
Produksi (ton)
Kontribusi (%)
Tasikmalaya
13 487
48.20
Bogor
3 766
13.46
Subang
3 458
12.36
Purwakarta
3 210
11.47
Sukabumi
1 707
6.10
Lainnya
2 355
8.42
Total
27 983
100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (Diolah), 2011

Pada Tabel 2 diatas menunjukkan produksi sentra manggis di Kabupaten
Tasikmalaya dapat memberikan kontribusi yang sangat besar dibandingkan
dengan kabupaten lainnya terhadap produksi buah manggis di provinsi Jawa Barat
yaitu sebesar 48 persen, hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tasikmalaya

3

memiliki potensi sangat tinggi terhadap produksi buah-buahan khususnya
produksi buah manggis.
Kabupaten Tasikmalaya selama ini sudah menjadi daerah yang berpotensi
tinggi untuk ekspor buah manggis yakni sebagai buah asli Indonesia, akan tetapi
manggis merupakan produk hortikultura yang memiliki risiko kerusakan yang
cukup tinggi salah satu diantaranya yang paling pokok adalah manggis mudah
rusak atau keras pada suhu ruang. Berbagai risiko yang ada baik yang disebabkan
oleh faktor cuaca atau alam sedangkan manggis harus dijual dalam keadaan segar
maka hal tersebut harus didukung oleh proses tataniaga yang efisien untuk dapat
menyampaikan produk kepada konsumen akhir dalam keadaan segar sesuai
dengan kriteria dan standar yang diinginkan oleh konsumen, terlebih manggis
yang berasal dari sentra penghasil manggis di Jawa Barat yaitu Kabupaten
Tasikmalaya telah menjadi icon manggis Indonesia yang telah dikenal oleh
beberapa manca negara. Kabupaten Tasikmalaya juga merupakan kabupaten
penghasil buah manggis terbesar untuk sentra provinsi jawa barat (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi jawa barat 2006). Hasil produksi manggis
Tasikmalaya juga menempati urutan posisi pertama dari 25 kabupaten sentra
produksi manggis di Indonesia dengan total produksi 13 244 ton (Direktorat
jenderal Hortikultura 2008), dan total produksi 13 487 ton dengan kontribusi
sebesar 48 persen (BPS 2011).
Kecamatan Sodonghilir merupakan salah satu dari Kecamatan yang berada
di Kabupaten Tasikmalaya dengan rata-rata mata pencaharian penduduknya
adalah sebagai petani. Di Kecamatan Sodonghilir ini yang juga merupakan salah
satu sentra produksi utama penghasil buah manggis di Kabupaten Tasikmalaya
dengan potensi luas lahannya menempati urutan posisi pertama dibandingkan
dengan kecamatan-kecamatan lainnya yaitu seluas 2 860 ha (Departemen
Pertanian 2005).
Desa cikalong merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Sodonghilir dengan memiliki luas panen buah manggis terbesar serta memiliki
kualitas buah manggis terbaik diantara desa-desa lainnya yang berada di
Kecamatan Sodonghilir seperti yang terdapat pada data Tabel 3.
Tabel 3 Realisasi penanaman buah manggis di Kecamatan Sodonghilir
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Desa

Luas panen tahun 2013 (ha)
Buah Manggis

Sodonghilir
Cikalong
Muncang
Cipaingeun
Pakalongan
Leuwidulang
Raksajaya
Sepatnunggal
Parumasan
Sukabakti
Cukangkawung
Cukangjayaguna
Jumlah
Sumber :BP3K Kecamatan Sodonghilir 2014

23.40
37.90
20.30
24.50
3.20
22.70
5.00
137.00

4

Berbagai potensi dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki satu per satu
diatas, maka diperlukan adanya sistem tataniaga yang efisien, karena pada
kenyataannya hal tersebut masih belum memberikan dampak perubahan yang
signifikan terhadap kemajuan bagi taraf hidup juga kesejahteraan para petani
manggis yang memiliki posisi atau peran yang sangat penting dalam proses
terjadinya tataniaga buah manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir
Kabupaten Tasikmalaya, sehingga hal ini layak untuk diteliti karena adanya
kesenjangan harga atau gap harga yang sangat tinggi yang terjadi baik harga
ditingkat petani (produsen) maupun harga di tingkat konsumen akhir atau
eksportir. Dalam hal ini juga menunjukkan bahwa upaya eksploitasi komoditi
buah manggis yang terjadi di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir untuk
memenuhi kebutuhan pasar ekspor tidak diimbangi dengan upaya pengembangan
teknologi dibidang pertaniannya yang menuju ke arah yang lebih baik daripada
sebelumnya.

Perumusan Masalah
Manggis merupakan salah satu buah lokal yang sudah mendunia dan sudah
berkontribusi terhadap devisa negara dengan nilai ekspornya. Masalah pokok
dalam tataniaga hortikultura adalah sifat komoditas yang mudah rusak, khususnya
buah manggis segar hampir tidak pernah ada yang mempunyai umur kesegaran
panjang setelah dipanen, kondisi produk tersebut adalah produk hayati yang masih
melakukan proses respirasi setelah panen. Sebagaimana yang sudah diketahui
bahwa produk hortikultura termasuk manggis adalah produk yang bersifat kamba
sehingga membutuhkan tempat yang lapang, produk biasa dikonsumsi dalam
keadaan segar, kualitas produk sangat mempengaruhi pasaran, tidak dapat
disimpan lama secara tradisional dan harga selalu berubah-ubah. Dengan sejumlah
permasalahan tersebut maka dibutuhkan proses tataniaga yang efisien untuk dapat
menyampaikan produk yang segar bisa sampai kepada konsumen.
Produktifitas manggis yang cukup tinggi membutuhkan pemasaran yang
baik dan efisien.Aspek pemasaran berjalan dengan peranan dari beberapa lembaga
tataniaga. Lembaga pemasaran yang berperan di Desa Cikalong Kecamatan
Sodonghilir diantaranya adalah pedagang pengumpul kebun, pedagang pengepul
desa, pedagang pengumpul besar dan eksportir. Lembaga tataniaga tersebut
berperan sebagai penghubung mekanisme pasar dan membentuk pola jalur
distribusi manggis atau saluran tataniaga manggis dari produsen (petani) sampai
ke konsumen akhir. Pada komoditas manggis saat ini banyak dihadapkan pada
permasalahan pemasaran yang umumnya terdapat pada penanganan pascapanen
yang belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik dan benar oleh produsen
(petani) maupun lembaga tataniaga. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas buah
yang dihasilkan menjadi menurun, sehingga harga jual yang diperoleh menjadi
sangat rendah. Hal ini biasanya banyak ditemukan pada tingkat petani yang
umumnya tidak mengerti dengan proses penanganan panen dan pascapanen yang
baik dan benar sesuai standar atau prosedur, pada proses pemanenan dan kegiatan
pasca panen yang kurang diperhatikan karena kurangnya sosialisasi dan berbagai
penyuluhan-penyuluhan pertanian khususnya untuk penanganan pascapanen buah
manggis terhadap petani manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir.

5

Pada survey pendahuluan melalui proses wawancara yang sudah dilakukan
kepada beberapa petani dan lembaga tataniaga, diantara lembaga pemasaran,
petani adalah pihak yang memiliki posisi paling lemah dalam hal informasi pasar
dan harga, sehingga penentuan harga beli buah manggis di tingkat produsen
(petani) relatif sangat rendah dengan kata lain terjadi gap harga yang cukup besar
pada harga ditingkat petani yaitu harga buah manggis grade super untuk ditingkat
petani berkisar Rp10 000/kg, berdasarkan survey pendahuluan yang terjadi
dilapangan perbedaan harga mencapai kisaran Rp10 000/kg sampai dengan Rp15
000/kg untuk tingkat lembaga tataniaga pedagang pengumpul desa sampai
pedagang pengumpul besar.
Lemahnya posisi petani didorong pula oleh kebutuhan rumah tangga yang
mendesak. Peran pedagang pengumpul atau tengkulak masih sangat besar di
beberapa kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya khususnya di Desa Cikalong
Kecamatan Sodonghilir. Petani masih sangat bergantung pada pedagang
pengumpul dalam hal pinjaman modal karena petani di Desa Cikalong Kecamatan
Sodonghilir selalu mengasumsikan bahwa buah manggis adalah buah untuk
diekspor sehingga harga buah manggis akan tinggi, sedangkan buah manggis
adalah buah musiman yang dipanen setahun sekali dengan harga yang selalu
berfluktuatif tiap periode musim panennya.
Berikut dapat dilihat pada Tabel 4 kesenjangan harga pada buah manggis
yang terjadi dengan studi kasus di Kecamatan Leuwiliang Bogor dari mulai harga
di tingkat petani (produsen) sampai dengan harga di tingkat konsumen baik
konsumen luar negeri maupun dalam negeri yang memiliki gap harga yang cukup
tingggi antara petani-konsumen yaitu Rp3 000 harga ditingkat petani (produsen)
dengan Rp30 481/kg harga ditingkat eksportir.
Tabel 4 Kesenjangan harga manggis di tingkat petani - konsumen tahun 2013

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Uraian
Petani
Pedagang Pengumpul Kampung
Pedagang Pengumpul Desa
Koperasi
Broker
Ekportir
Konsumen Dalam Negeri
Konsumen Luar Negeri
Sumber : Abdul Aziz, 2013

Nilai (Rp/Kg)
3 000
4 000
9 000
12 000
12 000
30 481
11 000
30 481

Selain permasalahan-permasalan gap harga, keadaan yang mendesak akan
kebutuhan rumah tangga dan lainnya juga membuat beberapa petani masih
menjual manggis dengan sistem ijon atau tebas (borongan). Petani sering
meminjam modal kepada pedagang pengumpul dalam jumlah besar. Hal ini
menyebabkan harga manggis yang diterima petani menjadi rendah karena harga
manggis yang cukup berfluktuatif dipasar yang umumnya banyak menguntungkan
para agen atau para pengumpul yang menerima pembelian dengan sistem
borongan. Sehingga yang terjadi dilapangan harga tersebut lebih dinikmati oleh

6

lembaga-lembaga tataniaga. Marjin yang tidak merata dan share yang diterima
petani sangat rendah. Permasalahan lain yang juga masih terdapat di beberapa
kecamatan sentra penghasil manggis di Kabupaten Tasikmalaya khususnya di
Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir ini adalah keadaan lahan penanaman
manggis yang umumnya terfragmentasi sehingga yang terjadi adalah para petani
manggis tidak mudah dalam menjangkau akses pasar yang efisien dan hal ini yang
menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pola saluran tataniaga yang terjadi di
Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, maka perlu adanya identifikasi beberapa
pola saluran tataniaga yang efisien untuk para petani manggis.
Berdasarkan rumusan masalah diatas yang akan dikaji lebih lanjut dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola saluran tataniaga buah manggis yang terbentuk di Desa
Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya?
2. Bagaimana efisiensi saluran pada tataniaga buah manggis di Desa
Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1 Mengidentifikasi pola saluran tataniaga buah manggis yang terbentuk di Desa
Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya.
2 Menganalisis efisiensi saluran pada tataniaga buah manggis di Desa Cikalong
Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Komoditi Manggis
Manggis adalah tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis
yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia dan
Malaysia. Umur tanaman manggis dapat mencapai puluhan tahun. Tanaman
manggis tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 800 mdpl dengan tipe
iklim basah. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar 1 500- 2 500 mm/tahun
dengan penyinaran matahari 40-70 persen. Suhu ideal yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan manggis rata-rata 20-30 oC. Di Indonesia dan beberapa negara buah
manggis disebut dengan berbagai macam nama seperti Manggu (Jawa
Barat/Sunda), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista
(Sumatera Barat), Manggih (Minangkabau), Mangosteen (Inggris), dan
Manggistan (Belanda).
Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan salah satu komoditas
eksotik tropika yang mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi. Di luar negeri buah
manggis dikenal sebagai “Queen of Tropical Fruits” yakni ratunya dari seluruh
buah tropis. Buah manggis berbentuk bulat, sewaktu muda warnanya hijau muda
dan setelah tua berwarna ungu merah kehitaman. Buah berwarna hijau dengan
bercak ungu sudah dapat dipanen. Buah masak beratnya berkisar antara 30-140
gram, tebal kulit sekitar 5 mm, getah berwarna kuning, warna petal merah dan
stigma halus dengan diameter 8-12 mm. Berikut dibawah ini adalah contoh buah
manggis yang telah matang dengan kualitas Super atau kualitas ekspor yang
terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bentuk Buah Manggis. 20131
Manggis adalah satu-satunya agroindustri buah-buahan di Indonesia yang
berorientasi ekspor atau memenuhi kebutuhan pasar ekspor (komersil),
dimanasetiap tahunnya dari seluruh Indonesia sekitar 8 000 ton buah manggis
diekspor ke luar negeri, dengan tujuan utama adalah negara Cina dan hongkong
diikuti oleh Uni Emirat Arab, Singapore, Arab Saudi, dan Vietnam. Kegiatan ini
dilakukan sepenuhnya oleh pihak eksportir swasta. Petani buah manggis berada di
rantai pasokan yang sangat menguntungkan karena penghasilan yang diperoleh
berada diatas tingkat kemiskinan dan rata-rata penghasilan penduduk Indonesia.
(SADI-ACIAR 2009).
1

http://semua-ad.blogspot.com/2013/07/peluang-usaha-budidaya-buahmanggis.html (diakses2014).
http://www.litbang.pertanian.go.id/artikel/one/243/pdf/25%20Daerah%2Sentra%20Manggis.pdf.
(Diakses 31 Oktober 2014).

2

8

Terdapat sekitar 100 jenis tanaman manggis yang tumbuh di Indonesia
dari sekitar 400 jenis yang dijumpai di dunia. Wilayah pertumbuhan tanaman
manggis di Indonesia sangat luas mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi.
Hingga saat ini sekitar 25 kabupaten, salah satu dari 25 kabupaten tersebut adalah
kabupaten Tasikmalaya tercatat sebagai sentra penghasil dan penyumbang buah
manggis untuk ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Syafruddin
2009)2.
Sentra Produksi Manggis
Sentra produksi buah manggis di provinsi Jawa Barat adalah terdapat di
beberapa Kabupaten dan Kabupaten Tasikmalaya merupakan sentra produksi
manggis dengan produktifitas tertinggi dibandingkan dengan kabupatenkabupaten lainnya yang terdapat di Indonesia.
Adapun saat ini di Indonesia sentra produksi manggis tersebar di beberapa
wilayah/provinsi seperti Bengkulu, Riau, Jambi, Jawa Barat (Tasikmalaya, Bogor,
Sukabumi, Subang dan Purwakarta), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung,
Jawa Timur, NTB dan Jawa Tengah. Dan daerah produsen buah manggis terbesar
di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat (79 444 ton, Tahun 2012) (Direktorat
jenderal Hortikultura 2014).
Tabel 5 Produksi buah manggis menurut provinsi (ton) 2009 - 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Provinsi

2009

2010
2011
7 751
9 331
Sumut
9 957
4 093
10 603
Sumbar
9 991
893
2 800
Riau
2 687
959
1 963
Jambi
1 394
4 442
3 678
Bengkulu
3 982
6 583
6 033
Lampung
2 751
27
983
36
861
Jabar
35 484
3 260
5 858
Jateng
4 272
11 238
11 535
Jatim
11 596
235
3 004
NTB
1 050
Sumber : Direktorat jenderal hortikultura, 2014

2012
13 182
11 872
2 618
3 919
3 950
6 698
79 444
19 719
8 392
724

Berdasarkan pada data Tabel 5 diatas, bahwa sentra produksi manggis
terbesar adalah provinsi jawa barat yang mana tersebar di lima kabupaten yaitu
kabupaten Tasikmalaya, Purwakarta, Subang, Bogor dan Sukabumi. Dan total
produksi menunjukkan bahwa produksi manggis tertinggi menurut provinsi pada
tahun 2009-2012 yaitu di provinsi jawa barat yaitu sebesar 79 444 ton. Berikut
dibawah ini adalah sentra produksi manggis yang tersebar di seluruh wilayah
provinsi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

9

Tabel 6 Sentra produksi manggis di Indonesia 2014
No
Provinsi
Kabupaten
1
Sumut
Tapanuli Selatan
2
Sumbar
Limapuluh Kota, Sawah Lunto/Sijunjung, Pasaman
3
Riau
Kampar
4
Jambi
Kerinci, Merangin, Sorolangun,
5
Bengkulu
Lebong
6
Lampung
Tanggamus
7
Jabar
Tasikmalaya, Purwakarta, Subang, Bogor, Sukabumi
8
Jateng
Purworejo
9
Jatim
Trenggalek, Blitar, Banyuwangi,
10
NTB
Lombok Barat
Sumber: Direktorat jenderal Hortikultura, 2014

Pola Saluran Tataniaga
Aziz (2013) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi tataniaga
komoditas manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Bahwa
saluran tataniaga yang paling efisien yaitu merupakan saluran terpendek atau
salurannya langsung kepada konsumen akhir yang tidak terdapat banyak lembagalembaga di dalam salurannya. Adapun saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari
dua kategori, yaitu saluran tataniaga dengan tujuan ekspor dan saluran tataniaga
dengan tujuan tataniaga dalam negeri.
Saluran tataniaga dengan tujuan ekspor terdapat tiga saluran dan saluran
tataniaga tujuan dalam negeri terdapat dua saluran, saluran yang efisien untuk
tujuan ekspor terdapat pada saluran tiga dengan pola saluran: Petani - Koperasi Eksportir – Konsumen Luar Negeri. Saluran yang efisien untuk tujuan pemasaran
dalam negeri terdapat pada saluran lima dengan pola saluran: Petani - Konsumen
Dalam Negeri. Saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s
share terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran
empat, sehingga dapat dikatakan bahwa saluran lima tidak memiliki marjin.
Penjualan yang langsung dari petani kepada konsumen menghasilkan farmer’s
share sebesar 100 persen. Sama halnya dengan Egi (2008) bahwa untuk saluran
pemasaran buah manggis yang paling efisien untuk tujuan dalam negeri adalah
pada saluran 2, yang mana saluran 2 ini merupakan saluran terpendek dari saluran
pemasaran lainnya dengan tujuan dalam negeri yaitu : petani – pedagang
pengumpul – pedagang pengecer – konsumen. Begitu pula dengan Rahmawati
(1999) bahwa saluran pemasaran terpendek merupakan saluran paling efisien pada
tataniaga buah manggis.
Akan tetapi menurut Suharyanto, et al (2005) pada penelitian Analisis
Pemesaran dan Tataniaga Anggur di Kabupaten Buleleng. Bahwa panjang
pendeknya saluran tataniaga tidak sepenuhnya dapat menjamin tingkat efisiensi
tataniaga, ini terbukti pada hasil penelitiannya bahwa share yang diterima petani
tertinggi terdapat pada pola saluran pemasaran 3 yaitu 37.89 persen yaitu Petani
 Pedagang pengumpul  Pedagang besar  Pengecer  Konsumen, dan
saluran ini bukan merupakan saluran yang terpendek dibandingkan ke lima
saluran yang terdapat di Kabupaten Buleleng.

10

Margin Pemasaran dan Farmer Share
Salah satu elemen kinerja pasar dapat diukur melalui margin tataniaga,
farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Ketiga elemen tersebut merupakan
indikator dari tingkat efisiensi pada tataniaga. Saat ini tidak jarang kendala yang
dihadapi para petani adalah lemahnya posisi tawar yang menimbulkan
kesenjangan pada harga yang diterima petani yang terjadi pada tataniaga karena
tidak meratanya pembagian balas jasa dan share yang adil bagi para pelakunya.
Pada penelitian Aziz (2013), saluran yang efisien untuk tujuan pemasaran dalam
negeri terdapat pada saluran lima dengan pola saluran: Petani - Konsumen Dalam
Negeri. Saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s share
terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran empat.
Total marjin merupakan harga jual petani kepada konsumen, sehingga saluran
lima tidak memiliki marjin. Penjualan yang langsung dari petani kepada
konsumen menghasilkan farmer’s share sebesar 100 persen. Rahmawati (1999)
Farmer’s share yang diterima petani di saluran lima merupakan yang terbesar dari
saluran lainnya, yaitu 44.37 persen dengan total marjin terkecil diantara saluran
lainnya sebesar Rp1 201 per Kg. Total biaya pemasaran di saluran ini merupakan
paling kecil diantara saluran yang lain yaitu sebesar Rp490 per Kg dengan total
keuntungannya sebesar Rp711 per Kg.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin mudahnya akses transaksi dan
kemampuan jual beli yang dilakukan dari produsen/petani secara langsung kepada
konsumen akhir maka produsen/petani dapat dengan mudah memperoleh share
yang maksimal, akan tetapi hal tersebut masih sangat jarang terjadi dan jarang
dilakukan oleh petani manggis mengingat masih banyaknya keterbatasan sumber
daya dan pengetahuan serta akses jual beli para petani manggis itu sendiri yang
langsung terlibat dalam proses pemasaran secara langsung kepada konsumen akhir
karena pada umumnya komoditas buah manggis adalah komoditas buah ekspor
yang memerlukan pendanaan yang tidak sedikit dalam prosesnya baik dalam
penanganannya sampai kepada pemasarannya untuk kemudian bisa sampai
kepada konsumen pasar luar negeri.
Fungsi-Fungsi Pada Lembaga Pemasaran
Tiap lembaga tataniaga melakukanfungsi pertukaran (pembelian dan
penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan) dan
fungsi fasilitas (penyortiran, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi
pasar) yang berbeda-beda. Berdasarkan fungsi-fungsi tataniga dapat diidentifikasi
praktek penjualan dan pembelian, pembentukan harga, dan kerja sama antar
pelaku tataniaga. Praktek penjualan danpembelian yang dilakukan merupakan
praktek pembelian dan penjualan berdasarkan kesepakatan antar pelaku tataniaga.
Pembentukan harga yang terjadi berdasarkan tawar menawar dan cenderung
ditetapkan oleh lembaga tataniaga yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama yang
terjalin antar lembaga merupakan kerjasama yang sudah terjalin lama serta
terdapat ikatan kekeluargaan dan ikatan kontrak, sehingga terjalin suatu hubungan
yang saling percaya. Hasil kerjasama tersebut selain dalam bentuk perdagangan
juga terdapat bantuan yaitu pinjaman dana atau modal (Aziz 2013).

11

KERANGKA PEMIKIRAN

Definisi dan Konsep Tataniaga
Tataniaga sering disebut juga pemasaran atau marketing. Tataniaga
menurut Limbong dan Sitorus (1987) merupakan serangkaian proses kegiatan atau
aktivitas yang ditunjukkan untuk menyalurkan barang atau jasa dari tingkat
produsen ke tingkat konsumen. Menurut Kotler (1997) pemasaran adalah suatu
proses sosial dan manajerial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok
yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan
menawarkan, dan mempertemukan yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga
pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari
produsen sampai ke konsumen atau pedagang perantara (tengkulak, pengumpul,
pedagang besar, dan pengecer) berdasarkan pada sistem tataniaga, kegunaan
tataniaga, dan fungsi-fungsi tataniaga (Hammond dan Dahl 1977).
Pendekatan yang dilakukan dalam sistem tataniaga komoditas pertanian
diantaranya pendekatan serba barang, serba fungsi, serba lembaga dan serba
manajemen (Rahim dan Hastuti 2008). Pendekatan serba barang yaitu suatu
pendekatan tataniaga yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang
tertentu berpindah dari titik produsen ke konsumen akhir atau konsumen industri.
Pendekatan fungsi yaitu penggolongan kegiatan atau fungsi-fungsi yang meliputi
fungsi pertukaran, fungsi penyediaan, dan fungsi penunjang. Pendekatan serba
lembaga yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dari segi organisasi atau
lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga seperti produsen,
tengkulak, pedagang besar, pengecer dan beberapa agen penunjang. Pendekatan
manajemen yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dengan
menitikberatkan pada pendapat manajer serta keputusan yang diambil.
Lembaga tataniaga merupakan badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen ke
konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau lainnya.
Lembaga tataniaga timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh
komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Rahim
dan Hastuti 2008). Lembaga tataniaga berfungsi sebagai penghubung yang akan
menentukan mekanisme pasar dan membentuk pola saluran tataniaga. Semakin
banyak pihak yang terlibat dalam tataniaga akan semakin banyak perlakuan yang
diberikan dan semakin banyak pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga
tataniaga (Soekartawi 2002).
Setiap pelaku tataniaga akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam
setiap proses tataniaga. Terdapatnya jarak diantara produsen dan konsumen maka
aktivitas penyaluran dan distribusi suatu produk dari produsen ke konsumen
sering melibatkan lembaga tataniaga. Proses penyaluran produk sampai ke tangan
konsumen akhir dapat menggunakan saluran tataniaga yang panjang ataupun
pendek sesuai dengan kebijakan saluran tataniaga yang akan dilaksanakan
perusahaan atau lembaga tersebut. Rantai tataniaga atau distribusi menurut
bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu saluran distribusi langsung dan distribusi
tidak langsung. Saluran distribusi langsung yaitu penyaluran barang atau jasa dari
produsen ke konsumen dengan tidak melalui perantara, seperti penjualan ditempat

12

produksi, penjualan dari pintu ke pintu, penjualan melalui surat. Saluran distribusi
tidak langsung yang menggunakan jasa perantara dan agen untuk menyalurkan
barang atau jasa kepada para konsumen. Biasanya pada saluaran seperti ini
bergerak dibidang pedagang besar dan pengecer. Menurut Rahim dan Hastuti
(2008) panjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil
komoditas pertanian bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara
produsen dan konsumen, ketahanan produk mudah rusak atau tidak, skala
produksi, posisi keuangan pengusaha.
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dalam sistem
tataniaga melibatkan beberapa lembaga tataniaga sehingga membentuk berbagai
saluran tataniaga yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya
kekonsumen akhir dari titik produsen. Lembaga tataniaga adalah lembagalembaga yang melaksanakan fungsi–fungsi tataniaga mulai dari titik produsen ke
titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Lembaga pemasaran atau lembaga
tataniaga merupakan lembaga perantara yang melakukan aktivitas bisnis dalam
suatu sistem pemasaran. Menurut Kohl dan Uhls (2002) dalam Noviana (2011),
lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran digolongkan menjadi
lima kelompok diantaranya:
1) Merchant Middlemen adalah perantara atau pihak-pihak yang mempunyai
hak atas suatu produk yang mereka tangani. Mereka menjual dan membeli
produk tersebut untuk memperoleh keuntungan.
2) Agent Middlemen adalah perwakilan dari suatu lembaga atau institusi.
Mereka hanya sebagai perwakilan dan tidak mengambil alih apapun dan
tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani.
3) Speculative Middlemen adalah pihak-pihak atau perantara yang mengambil
keuntungan dari suatu produk akibat perubahan harga.
4) Processors and Manufactures adalah lembaga yang bertugas untuk
mengubah produk yang dihasilkan menjadi barang jadi.
5) Facilitative Organizations adalah lembaga yang berfungsi sebagai
penyedia sarana bagi lembaga lain.
Fungsi-Fungsi Pemasaran
Menurut Limbong dan Sitorus (1987) fungsi tataniaga merupakan proses
penyampaian dari tingkat produsen ke tingkat konsumen dengan berbagai
kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian
barang atau jasa. Fungsi tataniaga tersebut dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu
fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.
1. Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar
perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran
terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian ini
dapat dimaksudkan untuk persediaan barang dan jasa yang kemudian
diolah atau dijual kembali, serta dapat juga untuk memenuhi keperluannya
sendiri. Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang bertujuan mencari
atau mengusahakan agar ada pembeli atau ada permintaan pasar yang

13

cukup baik atau banyak terhadap barang dan jasa yang dipasarkan pada
tingkat harga yang menguntungkan.
2. Fungsi Fisik
Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang langsung
berhubungan dengan barang dan jasa, sehingga menimbulkan kegunaan
tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari
fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan.
a. Fungsi Penyimpanan
Fungsi penyimpanan merupakan proses penundaan barang dan jasa
dalam jangka waktu tertentu sejak barang diproduksi atau diterima
sampai proses penjualan. Fungsi ini diperlukan untuk menyimpan
barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke
daerah atau menunggu untuk diolah sampai proses penjualan tiba.
Fungsi penyimpanan sangat penting bagi hasil pertanian yang
bersifat musiman tetapi dikonsumsi setiap tahun.
b. Fungsi Pengangkutan
Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan
jasa didaerah konsumen sesuai dengan konsumen baik menurut
waktu, jumlah, dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai
kegiatan perencanaan jenis alat angkut yang digunakan, volume
yang diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang yang
diangkut. Hal ini karena produksi hasil pertanian yang mudah
rusak, sehingga dalam penanganan pengangkutan harus
memerlukan penanganan yang lebih khusus.
c. Fungsi Pengolahan
Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang
baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun dalam
rangka meningkatkan nilainya. Pengolahan juga ditunjukkan untuk
memenuhi keinginan konsumen. Adanya pengolahan membuat
nilai barang bertambah dan menambah lapisan konsumen dalam
tataniaganya.
3. Fungsi Fasilitas
Fungsi fasilitas merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan
konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading,
fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi.
a. Fungsi Standarisasi dan Grading
Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu
barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna,
ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat
kematangan, rasa, dan lain-lain. Grading merupakan tindakan
menggolongkan atau mengklasifikasi hasil pertanian menurut suatu
standarisasi yang diinginkan, sehingga kelompok tersebut sudah
menurut ukuran standar masing-masing dengan nama tertentu.
Adanya pelaksanaan standarisasi dan grading akan memberikan
manfaat bagi konsumen dan produsen. Konsumen dapat
memperoleh grade barang sesuai dengan keinginan dan tingkat

14

pendapatannya. Produsen dapat menawarkan harga barang yang
dipasarkannya sesuai mutu dan hasil produksinya.
b. Fungsi Penanggungan Risiko
Proses tataniaga dalam menyalurkan barang dari tingkat ke
produsen sampai ke tingkat konsumen akan banyak menghadapi
risiko baik oleh produsen maupun lembaga tataniaga. Risiko-risiko
tersebut diantaranya risiko kepemilikan, risiko keuangan, risiko
kerugian akibat kecelakaan, risiko kerugian akibat perikatan, risiko
kerugian karena tata kerja, dan risiko kerugian akibat pengaruh
cuaca.
c. Fungsi Pembiayaan
Fungsi pembiayaan meliputi penyediaan dana untuk membiayai
proses produksi dan tataniaga suatu barang dan jasa serta
penyediaan kredit bagi para langganan.
d. Fungsi Informasi Pasar
Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan pasar serta
menafsirkan data informasi pasar tersebut. Data informasi pasar
tidak hanya perkembangan harga tetapi meliputi jenis dan kualitas
barang yang diinginkan pembeli atau konsumen, sumber suplai,
lokasi dan konsumen, merk yang diinginkan konsumen,
penyebaran lokasi asal suplai, serta berbagai informasi yang dapat
memperlancar penyaluran barang mulai dari produsen sampai ke
konsumen (Limbong dan Sitorus 1987).
Marjin Tataniaga
Menurut Limbong dan Sitorus (1987) marjin tataniaga didefinisikan
sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima
produsen. Konsep marjin tataniaga terbentuk akibat dari perbedaan kegiatan dari
setiap lembaga yang menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan
lembaga lainnya. Pada pengertian tataniaga yang telah dijelaskan bahwa segala
kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik
atas produk dari produsen sampai konsumen yang didalamnya terdapat fungsifungsi tataniaga yang dilakukan. Pengertian tersebut memperlihatkan adanya
kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pengeluaran (biaya) untuk memindahkan
barang dari produsen ke konsumen. Biaya-biaya atau pengorbanan yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga dalam
proses kegiatan tataniaga dinamakan sebagai biaya tataniaga.
Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga pada
dasarnya memiliki motivasi dan tujuan untuk mencari atau memperoleh
keuntungan atas pengorbanan yang dilakukan dalam kegiatan tataniaga. Semakin
banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran barang, maka akan
semakin besar perbedaan harga barang di tingkat produsen dengan yang
dibayarkan konsumen. Maka dapat diartikan bahwa marjin tataniaga merupakan
perbedaan harga suatu barang di tingkat produsen dengan di tingkat konsumen,
atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga
tataniaga yang lainnya dalam saluran tataniaga yang sama. Berdasarkan Gambar
2, dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai margin pemasaran merupakan hasil

15

perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (selisih antara
harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan.
P

Sr
Sf

Pr

Pf

Dr
Df
Q
Qr, f

Gambar 2 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin
tataniaga dan nilai margin pemasaran.
Sumber : Hammond dan Dahl 1977 dalam Asmarantaka 2012
Keterangan :
Pr
Pf
(Pr-Pf)
Sr
Sf
Dr
Df
Qr, f

=
=
=
=
=
=
=
=

Harga tingkat pengecer
Harga tingkat petani
Margin pemasaran
Penawaran tingkat pengecer
Penawaran tingkat petani
Permintaan tingkat pengecer
Permintaan tingkat petani
Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dari suatu
kegiatan tataniaga dengan membandingkan harga yang diterima petani terhadap
harga yang dibayarkan konsumen akhir. Menurut (Limbong dan Sitorus 1987)
Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan yang
diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Bagian yang
diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share
dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah
produk, dan biaya produksi (Rahim dan Hastuti 2008). Hubungan farmer’s share
dengan marjin tataniaga bersifat negatif. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga
maka semakin rendah farmer’s share yang diterima dalam melaksanakan suatu
kegiatan tataniaga (Herawati 2012).
Rasio Keuntungan dan Biaya
Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran
rasio keuntungan dan biaya, dengan demikian meratanya penyebaran rasio

16

keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka
secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
Konsep Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu
sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran/tataniaga dapat tercapai jika sistem
tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu
produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem tataniaga
yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga tataniaga yang terlibat dalam
kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan
Sitorus 1987).
(Dahl dan Hammond 1977) efisiensi tataniaga dapat diukur dengan dua
cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Efisiensi operasional menunjukkan
biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran
yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan
aktivitas fisik dan fasilitas. Sedangkan efisiensi harga menunjukkan pada
kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda
kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari
sisi produksi dan tataniaga. Asmarantaka (2009) mengukur efisiensi tataniaga
melalui indikator efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional
berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan
rasio dari output input tataniaga. Rasio efisiensi operasional dapat dilihat dari
peningkatan dalam dua cara, yaitu :
1. Perubahan sistem tataniaga dengan mengurangi biaya pada fungsi-fungsi
tataniaga tanpa mengubah manfaat atas kepuasan konsumen.
2. Meningkatkan kegunaan output dari proses tataniaga tanpa meningkatkan
biaya tataniaga.
Fokus dalam analisis operasional adalah kajian biaya-biaya tataniaga dan
aktivitas kegiatan tataniaga mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Hal
ini biasanya banyak peneliti yang menggunakan marjin tataniaga dan sebaran
harga ditingkat produsen dengan harga di tingkat eceran untuk mengetahui
besaran indikator efisiensi operasional. Efisiensi harga lebih menekankan kepada
kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar
antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya.

Kerangka Operasional
Tataniaga manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir melibatkan
petani dan lembaga-lembaga tataniaga dalam mendistribusikan manggis hingga
berada di tangan konsumen akhir. Daya tawar (bargaining position) petani
manggis lebih rendah jika dibandingkan dengan lembaga tataniaga manggis di
Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir sehingga petani menjadi penerima harga
(price taker) yang diakibatkan adanya ketergantungan petani terhadap modal
kepada para pedagang pengumpul dalam aktivitas jual beli buah manggis. Petani
manggis juga tidak jarang selalu menghadapi fluktuasi harga yang disebabkan

17

oleh kapasitas permintaan dan faktor harga beli dari lembaga-lembaga tataniaga
yang menyesuaikan dengan harga di pasar luar negeri. Terdapat perbedaan yang
signifikan antara harga yang diterima petani dengan harga beli oleh konsumen
akhir. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan yang layak untuk diteliti yaitu:
bagaimana tataniaga manggis dan bagaimana tingkat efisiensi tataniaga manggis
serta alternatif atau rekomendasi saluran tataniaga yang efisien.
Petani dan masing-masing lembaga tataniaga saling berinteraksi dan
mempunyai peranan yang berbeda-beda dalam saluran tataniaga. Lembaga
tataniaga berfungsi sebagai perantara petani dengan konsumen akhir. Lembaga
tataniaga yang terdapat di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir terdiri dari
pedagang pengumpul kebun, pedagang pengepul desa, pedagang besar dan
eksportir. Dalam penelitian ini pengambilan responden terhadap petani
berdasarkan sensus dan lembaga tataniaga dengan menggunakan metode snowball
sampling dengan mengikuti alur komoditi. Interaksi yang terjadi dapat dianalisis
dengan pendekatan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan dalam menganalisis lembaga dan saluran tataniaga, analisis fungsi
pemasaran. Analisis kuantitatif digunakan dalam menganalisis marjin tataniaga,
farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Analisis saluran dan lembaga pemasaran dilakukan untuk mengetahui pola
saluran pemasaran yang terbentuk atau mengamatipola saluran dalam
menyampaikan barang dari petani hingga konsumen akhir. Analisis fungsi
lembaga pemasaran dilakukan untuk mengetahui fungsi-fungsi dan kegiatan yang
dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga atau mengamati peranan yang
dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga. Analisis marjin tataniaga dan
analisis farmer’s share dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan penerimaan
diantara berbagai tingkat lembaga tataniaga serta petani di dalam sistem tataniaga.
Analisis rasio keuntungan terhadap biaya dilakukan untuk memeriksa penyebaran
nilai rasio pada setiap saluran tataniaga yang terlibat. Analisis kuantitatif yang
dilakukan sangat bermanfaat dalam mengevaluasi tingkat efisiensi tataniaga
manggis sehing