Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tataniaga Kentang di
Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Eva Farihatul Aeni
NIM H34090078

i


ABSTRAK
EVA FARICHATUL AENI. Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan
Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Dibimbing oleh HARMINI.
Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yang
mempunyai nilai ekonomis. Perbedaan harga yang tinggi di tingkat petani dan
konsumen serta rendahnya harga ditingkat petani memungkinkan terjadinya
penerimaan petani yang rendah. Penelitian ini bertujuan menganalisis lembaga,
fungsi dan saluran tataniaga, mengidentifikasi struktur pasar dan menganalisis
efisiensi operasional melalui pendekatan margin tataniaga, farmer’s share dan
rasio keuntungan terhadap biaya. Observasi dan wawancara dilakukan kepada
petani dengan metode purposive sampling dan untuk lembaga tataniaga lainnya
menggunakan snowball sampling. Terdapat 5 saluran tataniaga dengan fungsi dan
struktur pasar yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan saluran tataniaga
kentang di Desa Sangiang belum efisien karena petani masih berperan sebagai
penerima harga. Oleh karena itu, peran penyuluh dan pemerintah daerah
Kabupaten Majalengka sangat diperlukan dalam pemberdayaan petani maupun
Gapoktan untuk mengatasi permasalahan tataniaga kentang di Desa Sangiang.
Kata Kunci: Desa Sangiang, efisiensi operasional, farmer’s share, kentang,
tataniaga kentang.


ABSTRACT
EVA FARICHATUL AENI. Marketing System of Potatoes in The Sangiang
Village, Subdistrict Banjaran, Majalengka Regency, West Java. Supervised by
HARMINI.
Potato is one of advantage commodities in Indonesia which has economic
value. The high disparity of potato’s price between the farmer’s and the
consumer’s level also the low price of potato at the farmer’s level may cause low
farmer’s share. This research was aimed to analyze the institution, function and
marketing distribution; identify the market structure; and to analyze the
operational efficiency by marketing margin, farmer’s share and ratio of benefits
to cost approach. Observation and interview were done toward the farmers in
Sangiang village by using purposive sampling method and for the other marketing
institution by using snowball sampling. There were five channels in potato
marketing system with different functions and market structure. The result showed
that the potato marketing system in Sangiang Village was not efficient, whereas
the farmers still role as a price taker. Therefore, the government’s and
instructor’s role are very important in empowering the farmers and the farmer’s
group to solve the problem faced in potato marketing system in Sangiang Village.
Keywords: Sangiang Village, operational efficient, farmer’s share, potato, potato

marketing.

iii

TATANIAGA KENTANG DI DESA SANGIANG
KECAMATAN BANJARAN, KABUPATEN
MAJALENGKA, JAWA BARAT

EVA FARICHATUL AENI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

iv

v

Judul Skripsi : Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Nama
: Eva Farichatul Aeni
NIM
: H34090078

Disetujui oleh

Ir Harmini, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah Tataniaga Kentang di
Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Harmini, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima
kasih kepada Bapak Ir Burhannudin, MM selaku dosen penguji utama dan kepada
Bapak Rahmat Yanuar, SP.Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang
telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi penulis. Tidak lupa juga
kepada Bapak Jaja selaku PPL di Kecamatan Banjaran yang telah membantu
memberikan informasi terkait dengan penelitian penulis serta kepada Bapak Eman
selaku Ketua Gapoktan yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh

keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungannya. Terakhir penulis ucapkan
terima kasih atas semangat dan dukungannya dari rekan-rekan Agribisnis 46, Kost
Griya Pink, Himarika 46, dan sahabat terdekat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013

Eva Farihatul Aeni

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Kentang
Kajian Mengenai Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga
Kajian Mengenai Struktur Pasar
Kajian Mengenai Efisiensi Tataniaga
Keterkaitan Kajian Empiris dengan Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Sistem Tataniaga
Konsep Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga
Konsep Struktur Pasar
Konsep Efisiensi Tataniaga
Konsep Marjin Tataniaga
Konsep Farmer’s Share
Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data

Definisi Operasional Penelitian
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Wilayah, Topografi, dan Demografi Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden Petani
Karakteristik Responden Pedagang
Gambaran Usahatani Kentang di Desa Sangiang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga
Identifikasi Struktur Pasar
Analisis Efisiensi Operasional Melalui Pendekatan Marjin Tataniaga,
Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan terhadap Biaya
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
xi
1
1
4

6
6
6
7
7
8
9
9
10
11
11
11
12
15
17
19
19
19
20
22

22
22
22
23
25
26
26
29
31
33
34
34
50
54
64
66
68

viii


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13
14

15
16
17

18

PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun
2007-2010
Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut
kelompok barang makanan di Indonesia tahun 2012
Sebaran produksi sayuran berdasarkan enam jenis sayuran unggulan
di Indonesia tahun 2007-2011
Karakteristik dan struktur pasar hasil pertanian
Kriteria penentuan jenis struktur pasar di lokasi penelitian
berdasarkan karakteristik pasar
Sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Banjaran berdasarkan mata
pencaharian tahun 2012
Sebaran jumlah penduduk di Desa Sangiang berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2011
Sebaran jumlah penduduk di Desa Sangiang berdasarkan mata
pencaharian tahun 2011
Sebaran luas lahan berdasarkan jenis tanaman di Desa Sangiang
tahun 2011
Sebaran jumlah responden petani berdasarkan umur, tingkat
pendidikan, dan pengalaman dalam bertani di Desa Sangiang tahun
2013
Sebaran jumlah responden pedagang berdasarkan umur tahun 2013
Sebaran jumlah responden pedagang berdasarkan tingkat pendidikan
tahun 2013
Sebaran jumlah responden pedagang berdasarkan pengalaman dalam
berdagang tahun 2013
Fungsi-fungsi tataniaga kentang yang dijalankan oleh lembagalembaga tataniaga di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
Marjin tataniaga kentang pada setiap saluran tataniaga di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
Farmer’s share dari setiap saluran tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
Rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga
kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat
Indikator efisiensi saluran tataniaga kentang di Desa Sangiang,
Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

1
2
2
16
24
27
28
28
29

30
32
32
33

36
55
59

60
62

ix

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Saluran tataniaga (Kottler dan Keller 2009)
Kerangka operasional tataniaga kentang di Desa Sangiang,
Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Saluran tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Saluran tataniaga I (
),
saluran tataniaga II (
), saluran tataniaga III (
), saluran
tataniaga IV (
) dan saluran tataniaga V (
).

15
21

42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5

6
7
8

Produksi kentang nasional berdasarkan provinsi di Indonesia tahun
2009-2011
Produksi komoditi kentang menurut kabupaten dan kota di Jawa
Barat pada tahun 2007-2011
Data produksi kentang pada sentra produksi di Kabupaten
Majalengka tahun 2009-2010
Data petani responden penelitian tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
tahun 2013
Data pedagang responden penelitian tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
tahun 2013
Rincian biaya tataniaga kentang di Desa Sangiang
Peta wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
Dokumentasi penelitian tataniaga kentang di Desa Sangiang,
Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

68
69
70

71

72
73
74
74

x

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu sumber pertumbuhan pembangunan
pertanian yang mempunyai peranan penting, yaitu memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki gizi masyarakat. Hal tersebut
karena hortikultura mempunyai nilai jual yang tinggi, jenisnya beragam dan
potensi serapan pasar yang meningkat. Selain itu, hortikultura terdapat sumber
gizi, sumber vitamin, dan sumber mineral yang menjadi pelengkap makanan
pokok yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia sehingga bisa memperbaiki
gizi masyarakat.
Hortikultura memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian
maupun perekonomian Indonesia. Hal tersebut dilihat dari perkembangan PDB
hortikultura di Indonesia pada Tabel 1, yaitu pada tahun 2007 sampai tahun 2009
mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan 6.73%. Akan tetapi pada
tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2.67%. Penurunan PDB
tersebut dipengaruhi oleh jumlah produksi dan kualitas dari komoditas yang
dihasilkan dari setiap kawasan atau wilayah (Dihorti 2011).
Tabel 1 PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun 2007-2010a
Kelompok Hortikultura
Sayuran
Buah-buahan
Tanaman Hias
Biofarmaka
Total PDB Hortikultura
a

2007
25 587
42 632
4 741
4 105
76 795

Nilai PDB (milyar rupiah)
2008
2009
28 205
30 506
47 060
48 437
3 853
3 897
5 085
5 494
84 202
88 334

2010
31 224
45 482
6 172
3 665
85 985

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

Komoditas hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias
dan biofarmaka. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai PDB sayuran pada tahun 2007
sampai tahun 2010 menempati urutan kedua setelah buah-buahan yaitu sebesar
115 522 milyar rupiah. Selain itu, nilai PDB sayuran mengalami peningkatan dari
tahun 2007 sampai tahun 2010. Peningkatan PDB tersebut menunjukkan bahwa
sayuran merupakan salah satu komoditas yang prospektif untuk dikembangkan.
Dilihat berdasarkan jumlah produksi sayuran, yaitu pada tahun 2011 ke
tahun 2012 jumlah produksi sayuran di Indonesia mengalami pertumbuhan
sebesar 6.43% (Dihorti 2013). Jumlah produksi yang meningkat tersebut
dipengaruhi oleh permintaan sayuran untuk pasar dalam negeri yang terus
meningkat. Hal ini seiring dengan pengeluaran masyarakat Indonesia untuk
konsumsi sayuran yang meningkat. Berikut persentase pengeluaran rata-rata per
kapita pada triwulan I dan triwulan III ( Maret dan September) tahun 2012 pada
Tabel 2.

2

Tabel 2 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok
barang makanan di Indonesia tahun 2012a
Persentase makanan
Kelompok Barang
(%/kap/tahun)
Makanan
Padi-padian
17.25
Umbi-umbian
0.87
Ikan
8.38
Daging
4.37
Telur dan susu
5.81
Sayur-sayuran
7.49
Kacang-kacangan
2.68
Buah-buahan
4.77
Lain-lain
48.36
Jumlah makanan
100
a

Sumber: Badan Pusat Statistika (2012)

Pengeluaran rata-rata masyarakat Indonesia untuk konsumsi sayuran pada
tahun 2012 menempati ketiga terbesar setelah padi-padian dan ikan yaitu
mencapai 7.49% terhadap kelompok barang makanan. Hal tersebut menunjukan
bahwa masyarakat Indonesia untuk mencukupi kebutuhan konsumsi cukup
bergantung kepada sayuran. Selain sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia
dalam konsumsi sehari-hari, sayuran terdapat beberapa zat makanan yang
bermanfaat yaitu meningkatkan kekebalan tubuh dan serangan penyakit. Sayuran
yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan termasuk ke dalam komoditas
sayuran unggulan terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3

Sebaran produksi sayuran berdasarkan enam jenis sayuran unggulan di
Indonesia tahun 2007-2011a
Bawang
Kacang
Kentang
Kubis
Cabai
Tomat
Tahun
Merah
Panjang
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
2007
802 810 1 003 733 1 288 740 1 128 792
635 474
488 500
2008
853 615 1 071 543 1 323 702 1 153 060
725 973
455 524
2009
965 164 1 176 304 1 358 113 1 378 727
853 061
483 793
2010 1 048 934 1 060 805 1 384 044 1 328 864
891 616
489 449
2011
893 124
955 488 1 363 741 1 903 229
954 046
458 307
Total 4 563 647 5 267 873 6 718 340 6 892 672 4 060 170 2 375 573
a

Sumber : Badan Pusat Statistika (2012)

Berdasarkan Tabel 3, kentang merupakan salah satu sayuran unggulan
ketiga terbesar di Indonesia setelah kubis dan cabai. Hal tersebut dilihat dari

3

jumlah produksi kentang pada tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu sebesar 5.2
juta ton (BPS 2012). Jumlah produksi kentang cenderung meningkat, kecuali pada
tahun 2010 dan tahun 2011 mengalami penurunan. Penurunan terbesar pada tahun
2010 yaitu 10.91% dibandingkan pada tahun 2011 yaitu 9.90%. Penurunan
tersebut dipengaruhi oleh luas panen kentang dan tingkat produktivitas kentang.
Produktivitas kentang yang menurun dipengaruhi oleh iklim, gangguan hama dan
penyakit dan penanganan pasca panen yang kurang baik.
Besarnya produksi kentang di Indonesia mencerminkan bahwa kentang
mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai sumber pendapatan pedagang, industri
ataupun petani yang membudidayakan. Selain itu, produksi kentang yang besar
juga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi kentang dalam rumah tangga di
Indonesia yaitu pada tahun 2009 mencapai 1.72 kg/kapita/tahun, sedangkan pada
tahun 2010 mencapai 1.82 kg/kapita/tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa
konsumsi kentang dalam rumah tangga di Indonesia mengalami pertumbuhan
sebesar 6.06% (BPS 2012). Peningkatan ini tidak lepas dari perubahan konsumsi
kentang saat ini. Pola konsumsi masyarakat dewasa ini terhadap makanan,
terutama di perkotaan menjadikan kentang sebagai menu makanan yang siap
hidang. Restoran fast food juga banyak yang menggunakan kentang sebagai menu
utamanya. Prospek serapan dan permintaan pasar terhadap komoditas kentang
dapat dilihat dari jumlah penduduk dan peningkatannya dari tahun ke tahun.
Perkembangan industri makanan yang mengolah kentang menjadi aneka snack
atau makanan kecil juga akan meningkatkan kebutuhan kentang. Kondisi tersebut
yang mengakibatkan kentang mempunyai potensi yang tinggi.
Rukmana (1996) memberikan pengertian bahwa kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan sayuran yang mempunyai nilai ekonomis. Disamping
dijadikan sebagai makanan, kentang digunakan untuk pengobatan dan
penyembuhan berbagai penyakit. Kentang juga sebagai bahan penolong dan bahan
baku dalam proses industri kertas, tekstil, perekat, sabun dan pembuatan baterai.
Sedangkan di negara-negara yang menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya,
kentang dapat dijadikan sebagai makanan pokok pengganti nasi bagi penderita
diabetes. Samadi (1997) mengatakan di Indonesia kentang lebih banyak
dimanfaatkan untuk sayur. Hanya sebagian kecil penduduk terutama yang
menderita penyakit diabetes atau kencing manis yang mengkonsumsi kentang
sebagai bahan makanan untuk diet. Hal tersebut karena kentang mengandung
kadar gula lebih rendah daripada beras. Selain itu, kentang bermanfaat untuk
meningkatkan energi di dalam tubuh sehingga manusia dapat berfikir dan
melakukan aktifitas lainnya.
Berbagai manfaat yang diperoleh dari komoditi kentang baik dari segi
ekonomis maupun kandungan gizi, kentang mendapatkan prioritas untuk diteliti
dan dikembangkan. Selain itu, kentang termasuk ke dalam komoditas binaan
sesuai
dengan
keputusan
menteri
pertanian
Republik
Indonesia
Nomor : 511/Kpts/PD.310/9/2006 (Dihorti 2013). Adanya hal tersebut maka
kentang merupakan komoditas yang perlu dikembangkan dari segi kuantitas
maupun kualitas.
BPS (2012) menunjukkan penghasil produksi kentang di Indonesia berada
di wilayah dataran tinggi yang terkonsentrasi di beberapa provinsi seperti Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara. Sebaran daerah penghasil produksi
cukup tinggi yaitu di Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi 41.97% terhadap

4

provinsi penghasil kentang di Indonesia pada tahun 2009-2010. Akan tetapi pada
tahun 2011, Jawa Tengah mempunyai produksi lebih tinggi dibandingkan Jawa
Barat. Hal tersebut disebabkan oleh luas areal tanam kentang di Jawa Barat
menurun sebesar 16.42%. BPTP JABAR (2011) menyatakan bahwa penurunan
luas tanam kentang di Jawa Barat dipengaruhi oleh musim, dimana tanaman
kentang dalam pertumbuhannya sangat tergantung pada ketersediaan air. Di
beberapa wilayah kentang hanya dapat ditanam satu kali dalam satu tahun, namun
pada lahan-lahan tertentu kentang dapat ditanam setiap musim karena terdapat
sumber air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman
kentang yang diusahakan. Data lengkap mengenai produksi kentang berdasarkan
provinsi di Indonesia pada tahun 2009 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Upaya mempertahankan Jawa Barat sebagai penghasil kentang di Indonesia,
maka kentang tidak hanya dipertahankan dari segi kuantitas tetapi juga harus
memiliki kualitas sesuai dengan permintaan pasar domestik maupun internasional.
Pengembangan agribisnis kentang di bagian hilir yaitu kegiatan tataniaga yang
efisien mempunyai peran di dalam meningkatkan kualitas kentang. Tataniaga
yang efisien diharapkan dapat memperlancar proses ditribusi produk dari
produsen sampai kepada konsumen akhir dengan berbagai penanganan yang
dilakukan serta dapat mengurangi biaya tataniaga yang dikeluarkan.
Perumusan Masalah
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu sentra produksi kentang di
Jawa Barat. Jumlah produksi kentang Kabupaten Majalengka menempati ketiga
terbesar setelah Kabupaten Garut dan Bandung yaitu 11.864 ton dengan luas lahan
kentang 929 Ha pada tahun 2010 (Dinas Pertanian Jawa Barat 2013). Hal tersebut
menunjukkan bahwa Kabupaten Majalengka mempunyai potensi tinggi untuk
komoditas kentang. Data lengkap mengenai produksi komoditi kentang menurut
kabupaten dan kota di Jawa Barat pada tahun 2007 sampai tahun 2010 dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Tingginya potensi daerah juga didukung oleh kesediaan petani untuk
melakukan budidaya kentang karena petani merupakan pihak yang paling
menentukan dalam produksi kentang. Oleh sebab itu untuk mempertahankan
potensi tersebut, maka Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka menjadikan
kentang sebagai produk hortikultura yang perlu dikembangkan. Program tersebut
hendaknya diikuti dengan peningkatan nilai atau kesejahteraan petani sebagai
insentif usahatani. Kesejahteraan petani salah satunya diperoleh pada nilai output
dari komoditas yang dijual yaitu dengan mendapatkan harga yang tinggi atau
penerimaan petani lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
selama usahatani kentang. Hal tersebut dikarenakan jika pengeluaran biaya-biaya
tidak disertai dengan harga yang baik, maka akan berakibat timbulnya masalah
finansial dalam usahatani. Oleh karena itu, diperlukan insentif usahatani
khususnya dalam memperoleh harga yang tinggi supaya petani bisa terus
termotivasi dalam meningkatkan kinerja usahatani kentang.
Berdasarkan data Kementrian Pertanian (2013), terdapat perbedaan harga
kentang yang tinggi antara petani dengan konsumen akhir di Kabupaten
Majalengka. Perbedaan harga tersebut berkisar Rp2 500-4 300 per kg. Melihat

5

secara umum penelitian-peneletian terdahulu mengenai tataniaga di bidang
hortikultura oleh Dwandani (2012), Herawati (2012) dan A’yun (2010) bahwa
perbedaan harga relatif besar terjadi pada komoditas hortikultura. Hal tersebut
menunjukkan terdapatnya masalah dalam tataniaga. Akibatnya penerimaan yang
diperoleh petani menjadi kecil. Dalam kondisi tersebut petani hanya mempunyai
peran sebagai price taker.
Salah satu daerah sentra kentang di Kabupaten Majalengka adalah
Kecamatan Banjaran dan Desa Sangiang merupakan desa penghasil kentang di
Kecamatan Banjaran dengan luas tanam 300 Ha pada tahun 2011. Informasi
mengenai lokasi ini diperoleh dari studi lapang pendahuluan yang dilakukan
kepada stakeholder di Kecamatan Banjaran. Data mengenai jumlah produksi
kentang di Kabupaten Majalengka terdapat pada Lampiran 3. Berdasarkan
informasi dari pihak BP3K Kecamatan Banjaran, bagi petani Desa Sangiang
umumnya tataniaga merupakan permasalahan dalam kegiatan agribisnis kentang.
Sihombing (2005) Subsistem pasca produksi terutama tataniaga merupakan
bagian yang paling lemah dalam pendistribusian komoditas dari produsen sampai
konsumen akhir yang dicirikan dengan rendahnya share petani dalam kegiatan
tataniaganya. Share yang rendah memungkinkan pendapatan petani menjadi kecil.
BP3K Kecamatan Banjaran (2013) mengatakan bahwa perbedaan harga
tinggi antara petani dengan konsumen akhir diduga dialami oleh petani Desa
Sangiang. Perbedaan harga yang tinggi memungkinkan terdapat perilaku
pedagang yang memanfaatkan situasi untuk memperoleh keuntungan yang lebih
atau marjin yang tinggi. Persepsi ini muncul sebagai konsekuensi dari
kecenderungan semakin tingginya perbedaan harga. Kekhawatiran yang terjadi
petani akan mendapatkan penerimaan lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam melakukan budidaya kentang. Keadaan tersebut
memungkinkan petani sulit untuk meningkatkan taraf hidupnya dan
mengembangkan usahatani selanjutnya. Hal ini bisa dibuktikan lebih lanjut jika
dilakukan analisis mengenai bagian yang diterima petani (farmer’s share) dari
kegiatan tataniaga yang dilakukan.
Menurut pihak BP3K Kecamatan Banjaran, petani Desa Sangiang menerima
harga yang rendah . Harga yang rendah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti biaya produksi tinggi, kualitas kentang rendah, masuknya kentang impor,
biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga besar ataupun
petani sebagai penerima harga karena kurangnya mengetahui informasi harga. Hal
tersebut akan dianalisis lebih lanjut sehingga akan menjadikan bahan masukan
untuk turut membantu petani agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Dari berbagai informasi yang diperoleh mengenai permasalahan tataniaga
kentang di Desa Sangiang, maka perlu dianalisis tataniaga kentang yaitu dengan
menganalisis lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dengan berbagai fungsi
yang dilakukan. Keadaan tersebut diharapkan dapat mengetahui marjin dari setiap
lembaga tataniaga. Hasil analisis yang diperoleh untuk dapat mengetahui
gambaran tataniaga di Desa Sangiang dan menjadikan rekomendasi bagi pihakpihak terkait untuk melakukan tindakan yang tepat dalam menentukan tataniaga
yang terbentuk.

6

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan permasalahan yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana lembaga, fungsi dan saluran tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka?
2. Bagaimana struktur pasar pada tataniaga kentang di Desa Sangiang,
Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka?
3. Bagaimana margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap
biaya pada tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran
Kabupaten Majalengka?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis lembaga, fungsi dan saluran tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka.
2. Mengidentifikasi struktur pasar pada tataniaga kentang di Desa Sangiang,
Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka.
3. Menganalisis tingkat efisiensi operasional tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka dengan pendekatan
margin tataniaga, farmer’ share dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat serta informasi-informasi
bagi:
1. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan penetapan
kebijakan khususnya yang berhubungan dengan sistem tataniaga kentang
sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi petani.
2. Penyuluh, sebagai bahan informasi untuk bisa menyelesaikan permasalahan
tataniaga kentang di Desa Sangiang.
3. Peneliti, sebagai penerapan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan
untuk dapat meningkatkan pengetahuan dalam menganalisis masalah dan
memberikan alternatif pemecahan masalah khususnya dalam tataniaga
kentang.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini untuk mengetahui tataniaga kentang di Desa
Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Responden
petani berjumlah 30 orang merupakan petani Desa Sangiang yang melakukan
panen kentang pada bulan Desember 2012-Januari 2013. Lembaga tataniaga
lainnya yang dijadikan responden pada penelitian ini yaitu pedagang pengumpul,
pedagang besar dan pedagang pengecer. Data yang digunakan adalah data
penjualan kentang pada panen bulan Desember 2012-Januari 2013. Penelitian
dilakukan dengan menganalisis lembaga, fungsi dan saluran tataniaga. Selain itu,

7

mengidentifikasi struktur pasar pada setiap lembaga tataniaga. Sedangkan analisis
efisiensi menggunakan efisiensi operasional yaitu dengan pendekatan margin
tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Kentang
Portal Iptek (2005) Solanum tuberosum L., merupakan nama latin dari
kentang. Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim, termasuk
famili Solanaceae, dan memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Tanaman
kentang berbentuk semak atau herba. Batangnya berada di atas permukaan tanah,
ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Warna batang ini
dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Pada kesuburan tanah
yang baik atau lebih kering, biasanya warna batang tanaman yang lebih tua akan
lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu sehingga tidak terlalu kuat
dan rubuh. Rukmana (1996) kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura
dari kelompok sayuran yang sangat berpotensial sebagai sumber karbonhidrat dan
mempunyai arti penting dalam perekonomian di Indonesia. Pengembangan
agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik yaitu meningkatkan pendapatan
petani, sebagai komoditas ekspor dan sebagai bahan baku industri.
Rukmana (1994) mengatakan bahwa pengembangan usahatani kentang di
berbagai daerah diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi
kentang nasional sesuai dengan permintaan pasar (konsumen). Hasil penelitian
Balai Penelitian Tanaman Sayuran pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
berdasarkan tujuan penggunaannya (konsumsi sehari-hari), kentang dikonsumsi
oleh konsumen rumah tangga, konsumen lembaga dan konsumen industri
makanan. Konsumen rumah tangga dikategorikan sebagai kelompok masyarakat
terkecil yang terdiri dari anggota keluarga atau perseorangan. Penggunaan
kentang oleh konsumen rumah tangga sangat bervariasi, misalnya bisa diolah
menjadi soup sayur, perkedel, dan aneka olahan lainnya. Konsumen lembaga
dapat dikategorikan sebagai konsumen organisasi. Ciri dari konsumen lembaga ini
bersifat khusus, karena segmen konsumen ini melayani pengunjung yang sering
kali memiliki keinginan khusus terhadap kualitas makanan yang disajikan.
Penggunaan kentang oleh konsumen lembaga seperti pudding kentang, cake
kentang dan lain-lain. Sedangkan konsumen industri makanan menggunakan
kentang sebagai bahan baku untuk diolah menjadi produk tertentu. Hasil olahan
kentang yang sangat populer dan banyak dikonsumsi pada saat ini adalah keripik
kentang dan kentang goreng. Oleh karena itu, kentang selain dalam bentuk fresh
product terdapat juga berbagai olahan kentang. Semakin banyak produk olahan
kentang di pasaran dapat dijadikan sebagai wahana bisnis dalam bidang industri
makanan, baik dalam bentuk skala kecil, menengah maupun besar. Keberadaan
industri makanan merupakan cerminan pengembangan produk kentang yang
antara lain diarahkan pada peningkatan nilai tambah komoditas kentang.

8

Kajian Mengenai Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga
Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak yang terlibat di dalam
melakukan kegiatan tataniaga. Pada umumnya lembaga tataniaga yang terlibat
dalam penelitian tataniaga kentang dan sayuran lainnya meliputi petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer (Dwandani 2012; Herawati
2012; A’yun 2010). Mayoritas petani menjual kepada pedagang pengumpul desa
karena akses yang lebih mudah dan petani diberikan bantuan modal oleh
pedagang pengumpul. Akan tetapi, kondisi tersebut mengakibatkan petani
menjadi price taker karena bargaining position petani lemah dalam menentukan
harga.
Fungsi tataniaga merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
tataniaga yang bertujuan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai tambah
terhadap komoditi yang akan dijual. Secara umum fungsi tataniaga yang
dilakukan meliputi fungsi pertukaran (fungsi penjualan dan pembelian) fungsi
fisik (fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengemasan) dan
fungsi fasilitas (fungsi sortasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi
penanggungan risiko, fungsi informasi pasar). Akan tetapi fungsi tataniaga yang
dilakukan berbeda-beda oleh setiap lembaga tataniaga (Dwandani 2012; Herawati
2012; A’yun 2010).
Saluran tataniaga dari penelitian sebelumnya menghasilkan saluran
tataniaga yang berbeda-beda. Banyak atau sedikitnya saluran tergantung kepada
pihak yang melakukan penjualan di daerah penelitian. Metode yang umumnya
digunakan pada penelitian tataniaga yaitu metode purposive untuk petani dan
snowball sampling untuk lembaga tataniaga lainnya. Dwandani (2012)
menghasilkan 6 saluran mengenai analisis sistem tataniaga kentang yaitu yaitu (1)
petani, pedagang besar (Pasar Tanjung Bajurai, Sungai Penuh), pedagang
pengecer; (2) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Pasar Induk Angso
Duo, Jambi), pedagang pengecer; (3a) petani, pedagang pengumpul, pedagang
besar (Pasar Padang Luar, Bukittinggi), pedagang pengecer; (3b) petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar (Pasar Padang Luar, Bukittinggi), pedagang besar
(Riau); (4) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Riau); (5) petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar (Sumatera Selatan); (6) petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar (Lampung). Dari keenam saluran tidak semuanya
saluran berakhir di pedagang pengecer karena peneliti mempunyai keterbatasan
penelitian untuk menjangkau daerah yang berada di luar Provinsi Jambi.
Herawati (2012) menghasilkan 3 saluran mengenai tataniaga nenas
palembang yaitu (1) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar lokal,
pedagang pengecer lokal, konsumen lokal; (2) petani, pedagang pengumpul,
pedagang pengecer lokal, konsumen lokal; (3) petani, pedagang pengumpul,
pedagang besar non lokal, pedagang pengecer non lokal, konsumen non lokal.
Pada penelitian A’yun (2010) mengenai tataniaga bawang daun menghasilkan
4 saluran tataniaga yaitu (1) petani, pedagang pengumpul desa, pedagang
pengecer, konsumen; (2) petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar,
pedagang pengecer, konsumen; (3) petani, pedagang pengumpul desa, konsumen
(restoran); (4) petani, pedagang pengumpul desa, supplier, pedagang pengecer
(Supermarket), konsumen.

9

Pasar yang menjadi tujuan penjualan komoditas penelitian berbeda-beda
yaitu pasar tradisional dan pasar modern seperti supermarket dan restoran. Untuk
tujuan pasar supermarket dan restoran yaitu terdapat pada salah satu saluran
penelitian (A’yun 2010), sedangkan untuk tujuan pasar tradisional adalah pada
penelitian (Dwandani 2012) dan (Herawati 2012). Pasar supermarket biasanya
membutuhkan komoditi yang berkualitas tinggi dan jika dijual ke restoran
sebelumnya telah melakukan perjanjian kontrak terlebih dahulu.
Kajian Mengenai Struktur Pasar
Struktur pasar diidentifikasi untuk mengetahui bentuk pasar yang dihadapi
oleh masing-masing lembaga tataniaga. Untuk mengetahui struktur pasar menurut
Hammond dan Dahl (1977) dengan cara melihat karakteristik pasar seperti jumlah
pelaku usaha, sifat produk, hambatan keluar dan masuk pasar serta informasi
pasar.
Dwandani (2012) struktur pasar yang terbentuk pada tataniaga kentang
mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna. Hal tersebut dikarenakan
beberapa hal, yaitu (1) dalam penentuan harga, pedagang adalah lembaga yang
menentukan harga, dan petani bertindak sebagai price taker; (2) jumlah pedagang
yang lebih sedikit dari petani; (3) produk yang diperjualbelikan bersifat homogen;
(4) hambatan keluar masuk pasar kentang cukup tinggi.
Herawati (2012) struktur pasar yang terbentuk pada setiap tingkat lembaga
tataniaga nenas palembang berbeda-beda. Struktur pasar yang dihadapi oleh
petani dan pengumpul desa cenderung mengarah ke pasar oligopoli, pedagang
besar cenderung menghadapi pasar oligopsoni dan pedagang pengecer cenderung
mengarah ke struktur pasar bersaing murni. Perbedaan struktur pasar pada setiap
lembaga dilihat berdasarkan karakteristik struktur pasar.
A’yun (2010) struktur pasar yang dihadapi oleh petani bawang daun di
kawasan Agropolitan cenderung mendekati pasar bersaing. Pedagang pengumpul
yang menyalurkan bawang daun ke supplier dan konsumen (restoran) menghadapi
struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul
yang menyalurkan bawang daun ke pedagang grosir dan pedagang pengecer
menghadapi struktur pasar yang cenderung mendekati persaingan sempurna.
Struktur pasar yang dihadapi supplier di kawasan Agropolitan Cianjur yaitu pasar
oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang grosir adalah mendekati
pasar bersaing. Pedagang pengecer yang merupakan supermarket menghadapi
struktur pasar oligopoli. Pedagang pengecer pada pasar di Bekasi, Depok dan
Tangerang menghadapi struktur pasar yang cenderung bersifat pasar bersaing.
Oleh karena itu struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga tataniaga berbeda-beda
tergantung kepada karakteristik dari struktur pasar yang dihadapi.
Kajian Mengenai Efisiensi Tataniaga
Analisis efisiensi tataniaga umumnya menggunakan efisiensi operasional
dengan menggunakan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya. Margin tataniaga yang kecil, farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya yang besar merupakan indikator untuk mengetahui

10

efisiensi saluran tataniaga. Akan tetapi dari ketiga pendekatan tersebut belum
tentu semuanya menjadi indikator efisiensi karena dilihat dari berbagai faktor
lainnya yang terjadi di kondisi lapangan tempat penelitian.
Dwandani (2012) dalam menganalisis efisiensi tataniaga dikelompokkan
ke dalam 3 kelompok karena tidak mempunyai lembaga tataniaga akhir yang
sama. Terdapat 3 saluran tataniaga berakhir di pedagang pengecer, 1 saluran
tataniaga berakhir di pedagang besar dan 3 saluran tataniaga lainnya berakhir di
pedagang pengumpul. Lembaga tataniaga akhir yang tidak sama merupakan
keterbatasan peneliti karena tempat pasar berada di luar daerah Jambi. Herawati
(2012) volume penjualan suatu komoditi dan saluran yang paling banyak
digunakan oleh petani juga digunakan sebagai salah satu indikator efisiensi
disamping indikator efisiensi operasional. Begitu juga dengan A’yun (2010)
menyatakan saluran efisien dilihat berdasarkan biaya tataniaga yang paling rendah
dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya paling besar. Secara umum panjang
atau pendeknya saluran tataniaga berdampak kepada total biaya yang dikeluarkan
dan total margin yang diperoleh. Semakin besarnya margin tataniaga
mengakibatkan penerimaan petani kecil.
Keterkaitan Kajian Empiris dengan Penelitian
Kentang merupakan salah satu komoditi unggulan yang mempunyai nilai
ekonomis. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kentang tidak hanya dikonsumsi
oleh rumah tangga, tetapi juga oleh konsumen lembaga ataupun konsumen
industri makanan. Hal tersebut mencerminkan bahwa tingginya permintaan
terhadap kentang. Kentang juga mendapatkan prioritas untuk diteliti dan
dikembangkan lebih lanjut.
Tataniaga merupakan proses penyaluran komoditi dari produsen sampai
kepada konsumen akhir. Untuk menyalurkan komoditi dari produsen sampai
konsumen melibatkan lembaga tataniaga yang melakukan berbagai fungsi
tataniaga supaya memberikan nilai tambah kepada produsen atau konsumen.
Penelitian mengenai tataniaga ini sudah banyak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui alternatif saluran yang efisien sehingga bisa memberi kesejahteraan
bagi petani. Akan tetapi, permasalahan tataniaga masih umum terjadi pada
komoditas hortikultura. Permasalahan tataniaga dari penelitian sebelumnya seperti
fluktuasi harga, mayoritas petani menjual kepada pedagang pengumpul,
ketidakseimbangan harga yang diterima oleh petani dengan konsumen akhir.
Ketidakseimbangan tersebut disebabkan karena petani tidak mengetahui informasi
harga dan hanya berperan sebagai price taker. Hal itu berdampak kepada
penerimaan yang diperoleh petani. Oleh karena itu, penelitian mengenai tataniaga
kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Provinsi
Jawa Barat menggunakan berbagai rujukan dari penelitian tataniaga yang telah
dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadikan
rekomendasi kepada pihak-pihak terkait mengenai sistem tataniaga kentang di
Desa Sangiang.

11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Sistem Tataniaga
Asmarantaka (2012) mendefinisikan tataniaga yaitu aktivitas atau kegiatan
dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke
konsumen akhir. Dalam mengalirnya aktifitas produk sampai kepada konsumen
akhir (end user) banyak kegiatan produktif yang terjadi dalam upaya menciptakan
atau menambah nilai guna (bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan) dengan
tujuan memenuhi kepuasan konsumen akhir. Selain itu, pengertian tataniaga
dilihat dari dua aspek yaitu aspek dari ilmu ekonomi dan aspek dari ilmu
manajemen. Dari aspek ilmu ekonomi, tataniaga merupakan:
1. Suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi tataniaga yaitu
fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi- fungsi ini merupakan aktivitas
bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya produk atau jasa pertanian
dari petani produsen sampai konsumen akhir. Rangkaian fungsi-fungsi
tersebut merupakan aktivitas bisnis dan merupakan kegiatan produktif
karena proses meningkatkan atau menciptakan nilai (value-added process).
Nilai tersebut yaitu nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility),
waktu (time utility) dan kepemilikan (possession utility).
2. Tataniaga pertanian merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan dalam
menggerakan input atau produk dari tingkat produksi primer hingga
konsumen akhir. Dengan demikian, tataniaga pertanian merupakan suatu
sistem yang terdiri dari sub-sub sistem dari fungsi-fungsi tataniaga (fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas) yang merupakan kegiatan
produktif yang pelaksana fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga (Hammond dan Dahl 1977).
3. Tataniaga produk agribisnis merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis
dalam mengalirkan produk dan jasa dari petani (produsen) sampai ke
konsumen akhir. Kegiatan tataniaga menjembatani jarak antara petani
produsen dengan konsumen akhir. Tataniaga agribisnis (pangan dan serat)
kompleks dan mahal. Hal ini dikarenakan melibatkan ratusan juta rumah
tangga konsumen, pedagang, pengolahan dan petani (Kohls dan Uhl 2002).
Pengertian dari aspek ilmu manajemen. Tataniaga adalah suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya terdapat individu atau kelompok untuk
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Tataniaga dalam pendekatan manajemen merupakan suatu proses yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan pemikiran dan pengawasan, penetapan harga, promosi,
serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan pelanggan individu dan organisasi. Schaffner et al (1998) dalam
Asmarantaka (2012) mengatakan bahwa pendekatan manajemen tataniaga
merupakan pendekatan dari aspek mikro ataupun aspek manajerial yaitu proses
dari suatu perusahaan untuk perencanaan, penetapan harga, promosi dan distribusi
dari produk dan jasa untuk memuaskan konsumen (individual atau organisasi).

12

Konsep Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah bagian-bagian yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi tataniaga dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Kelembagaan
dalam studi tataniaga mencoba menjawab permasalahan tataniaga yaitu “who”
dari pelaku-pelaku dalam sistem tataniaga. Kelembagaan tataniaga adalah
berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang melaksanakan atau
mengembangkan aktifitas bisnis (fungsi-fungsi tataniaga). Berbagai lembaga
tataniaga Kohls dan Uhl (1985) dalam Asmarantaka (2012):
1. Pedagang perantara (mercant middlemen) merupakan individu atau
pedagang yang melakukan penanganan berbagai fungsi tataniaga dalam
pembelian dan penjualan produk dari produsen sampai ke konsumen.
Pedagang ini memiliki dan menguasai produk. Pedagang perantara meliputi:
a. Pedagang pengumpul (assembler) adalah pedagang yang membeli dan
mengumpulkan produk langsung dari petani sebagai produsen dalam
jumlah besar untuk memperoleh marjin tataniaga dengan menjual
kembali ke pedagang besar atau pedagang perantara lainnya.
b. Pedagang besar (wholesalers) adalah pedagang yang menjual produknya
kepada pedagang pengecer dan pedagang perantara lainnya.
c. Pedagang pengecer (retailers) adalah pedagang yang menjual produknya
langsung untuk konsumen akhir (rumah tangga, organisasi, dan lainnya).
2. Agen perantara (agent middlement) hanya mewakili klien yang disebut
pricipals dalam melakukan penanganan produk/jasa, hanya menguasai
produk dan mendapatkan pendapatan dari fee dan komisi. Agen perantara
ini yaitu :
a. Komisioner yaitu memiliki kekuasaan relatif lebih luas dalam
penanganan secara fisik dan penetapan harga produk yang akan dijual.
b. Broker yaitu memiliki kekuasaan yang relatif terbatas dalam hal
menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki hak
dalam mengontrol produk secara langsung.
3. Spekulator (speculative middlemen) adalah pedagang perantara yang
melakukan pembelian dan penjualan produk untuk mencari keuntungan
dengan memanfaatkan adanya pergerakan harga (minimal-maksimal).
4. Pengolah dan pabrikan (processor and manufacturers) adalah kelompok
pembisnis yang aktivitasnya menangani produk dan merubah bentuk bahan
baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir.
5. Organisasi (facilitative organization) yang membantu memperlancar
aktivitas tataniaga atau pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga.
Barang-barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen disampaikan oleh
lembaga tataniaga di atas, baik lembaga perantara di tingkat desa, tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten maupun provinsi. Selain itu, lembaga tataniaga
bertugas untuk menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan
konsumen semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga tataniaga dari
pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga adalah marjin tataniaga (yang terdiri dari
biaya tataniaga dan keuntungan). Balas jasa bagi lembaga tataniaga adalah
keuntungan yang diperoleh dari kegiatan tataniaga.
Dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat
konsumen diperlukan tindakan-tindakan yang dapat memperlancar kegiatan

13

tersebut. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi tataniaga.
Pendekatan fungsi merupakan pendekatan studi tataniaga dari aktifitas-aktifitas
bisnis yang terjadi atau perlakuan yang ada pada proses dalam sistem tataniaga
yang akan meningkatkan dan atau menciptakan nilai guna untuk memenuhi
kebutuhan konsumen (kepuasan). Pendekatan fungsi mencoba menjawab “what”
dalam pertanyaan “who does it”. Manfaat menganalisis pendekatan fungsi yaitu
untuk mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis
biaya-biaya tataniaga dan memahami perbedaan biaya antar lembaga dan berbagai
variasi komoditi serta fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga.
Terdapat tiga karakteristik penting yang terdapat dalam pendekatan fungsi
Kohls dan Uhl (2002) yaitu : (1) dampak dari pelaksanaan fungsi tidak hanya
terhadap biaya tataniaga tetapi juga nilai produk tersebut untuk konsumen.
Pengolahan, penyimpanan dan transportasi akan meningkatkan atau menciptakan
nilai guna bentuk, ruang, dan waktu bagi konsumen. Dalam mengevaluasi fungsi
tataniaga harus memperhitungkan dan mempertimbangkan antara biaya dan
manfaat dari fungsi tersebut; (2) terdapat kemungkinan dalam mengurangi atau
mengeliminasi pedagang perantara, tetapi tidak mungkin mengeliminasi fungsifungsi tataniaga; (3) fungsi tataniaga dapat dilakukan oleh siapa saja (perusahaan,
individu atau kelompok) yang ditujukkan pada berbagai tahapan atau tempat
dalam sistem tataniaga dan meningkatkan atau menciptakan nilai guna produk
agribisnis. Limbong dan Sitorus (1985) menjelaskan fungsi-fungsi tataniaga yang
terdiri dari:
1. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan untuk memperlancar pemindahan
hak milik barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Adapun fungsi
pertukaran terdiri dari:
a) Fungsi penjualan
Fungsi penjualan diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat
untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan
konsumen baik dilihat dari jumlah dan mutunya.
b) Fungsi pembelian
Fungsi pembelian untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang
sesuai dengan kebutuhan baik untuk konsumsi langsung maupun untuk
kebutuhan produksi.
2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan kegunaan
waktu. Fungsi ini terdiri dari:
a) Fungsi penyimpanan
Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum
dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah tujuan penjualan.
b) Fungsi pengangkutan
Fungsi ini bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah
konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah
dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan
jenis alat angkutan yang digunakan, volume yang akan diangkut dan jenis
barang yang akan diangkut.
c) Fungsi pengolahan

14

Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang
bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut
maupun dalam meningkatkan nilainya.
3. Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang memperlancar kegiatan
pertukaran dan fisik yang terjadi antara produsen dan konsumen. Adapun
fungsi fasilitas terdiri dari:
a) Fungsi Standarisasi dan Grading
Fungsi standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan suatu barang
dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, ukuran bentuk,
tingkat kematangan supaya seragam. Sedangkan grading adalah tindakan
untuk mengggolongkan atau mengklasifikasikan menurut suatu
standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok-kelompok barang yang
terkumpul sudah menurut satu ukuran standar masing-masing.
b) Fungsi Penanggungan Risiko
Fungsi ini merupakan tingkat kerugian dari proses tataniaga produk
agribisnis yang dilakukan. Risiko yang mungkin terjadi dalam proses
tataniaga dapat dibedakan atas 2 macam yaitu risiko fisik dan risiko
ekonomi. Risiko fisik seperti kebakaran, kehilangan, susut dan lain-lain.
Risiko ekonomi seperti turunnya harga akibat adanya perubahan harga.
c) Fungsi Pembiayaan
Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama
proses tataniaga dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut.
d) Fungsi Informasi Pasar
Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar
serta menafsirkan data informasi pasar tersebut.
Lembaga tataniaga yang telibat dalam kegiatan tataniaga akan membentuk
saluran tataniaga. Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa saluran
tataniaga merupakan rangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang dilalui barang
dalam penyalurannya dari produsen sampai kepada konsumen. Kotler dan Keller
(2009) mendefinisikan saluran tataniaga adalah sekelompok organisasi yang
saling bergantung dan terlibat dalam proses penyaluran produk atau jasa yang
disediakan untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran tataniaga merupakan
seperangkat alur yang diikuti produk atau jasa setelah produksi yang berakhir
dalam pembelian dan digunakan oleh pengguna akhir. Saluran tataniaga berfungsi
untuk menggerakan barang dari produsen ke konsumen. Saluran tataniaga
mengatasi kesenjangan waktu, tempat, kepemilikan yang memisahkan barang dan
jasa dari mereka yang memerlukan atau menginginkannya. Produsen dan
pelanggan akhir merupakan bagian dari semua saluran tataniaga. Bagan saluran
tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1.
Saluran tataniaga tingkat nol/ zero-level channel (disebut juga saluran
tataniaga langsung/ direct marketting) terdiri dari produsen yang menjual
langsung ke konsumen akhir. Saluran tataniaga tingkat 1 mengandung 1 perantara
penjualan, seperti pengecer. Saluran tataniaga tingkat 2 mengandung 2 perantara.
Dalam hal ini biasanya pedagang besar dan pengecer. Saluran tataniaga tingkat 3
terdiri dari