Optimisasi Tambahan Glukosa pada Sifat Termogelasi Kitosan- Gliserofosfat sebagai Bahan Perancah Gigi

OPTIMISASI TAMBAHAN GLUKOSA PADA SIFAT
TERMOGELASI KITOSAN-GLISEROFOSFAT
SEBAGAI BAHAN PERANCAH GIGI

DIAN SUSANTHY

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimisasi Tambahan
Glukosa pada Sifat Termogelasi Kitosan-Gliserofosfat sebagai Bahan Perancah
Gigi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Dian Susanthy
NIM G44100028

ABSTRAK
DIAN SUSANTHY. Optimisasi Tambahan Glukosa pada Sifat Termogelasi
Kitosan-Gliserofosfat sebagai Bahan Perancah Gigi. Dibimbing oleh
PURWANTININGSIH SUGITA dan SUMINAR SETIATI ACHMADI.
Hidrogel kitosan-gliserofosfat dapat digunakan sebagai bahan perancah gigi
karena bersifat termosensitif, dapat bergelasi pada suhu tubuh, mempunyai pH di
sekitar pH fisiologis, bersifat biokompatibel, dan dapat menyediakan lingkungan
untuk proliferasi dan diferensiasi sel. Penambahan glukosa memperlambat proses
gelasi dan memberikan beberapa perubahan pada ciri fisik hidrogel kitosangliserofosfat, yaitu menurunkan viskositas larutan, kekuatan mekanik gel, serta
ukuran pori hidrogel. Penambahan glukosa tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap pH larutan. Komposisi optimum penambahan glukosa berdasarkan
waktu gelasi adalah formula dengan konsentrasi awal kitosan 2.5% (b/v),
gliserofosfat 50% (b/v), dan glukosa 10% (b/v) dengan nisbah volume 3.8:1.0:0.2.

Sifat termogelasi larutan kitosan/glukosa-gliserofosfat dipengaruhi oleh komposisi
larutan, pH larutan, suhu lingkungan, serta proses sterilisasi yang dilakukan.
Hidrogel kitosan/glukosa 10%-gliserofosfat berpotensi menjadi bahan perancah
gigi, tetapi belum dapat mengungguli hidrogel kitosan-gliserofosfat.
Kata kunci: bahan perancah
termogelasi

gigi,

glukosa,

hidrogel

kitosan-gliserofosfat,

ABSTRACT
DIAN SUSANTHY. Optimization of Glucose Addition to The Thermogellation
Property of Chitosan-Glycerophosphate as Dental Scaffold. Supervised by
PURWANTININGSIH SUGITA dan SUMINAR SETIATI ACHMADI.
Chitosan-glycerophosphate hydrogel can be used as dental scaffold due to

its thermosensitiveness, can be gellated at body temperature, pH at body
condition, biocompatibility, and can provide good environment for cell
proliferation and differentiation. Glucose addition decreased the gellation rate and
some physical characteristics of chitosan-glycerophosphate hydrogel, such as
solution viscosity, mechanical strength of the gel, and the hydrogel pore size.
Meanwhile, the glucose addition did not give any significant differences to pH of
the solution. The optimum composition of glucose addition based on gellation
time was volume ratio of chitosan:glycerophosphate:glucose of 3.8:1.0:0.2 and
initial chitosan concentration of 2.5% (b/v), 50% (b/v) glycerophosphate, and 10%
(b/v) glucose. The thermogellation property of chitosan/glucose-glycerophosphate
hydrogel depends on composition, pH, temperature, and sterilization process of
the solution. The hydrogel is potential to become a dental scaffold, but still cannot
compete with the chitosan-glycerophosphate hydrogel.
Keywords: chitosan-glycerophosphate
thermogelling property

hydrogel,

dental


scaffold,

glucose,

OPTIMISASI TAMBAHAN GLUKOSA PADA SIFAT
TERMOGELASI KITOSAN-GLISEROFOSFAT
SEBAGAI BAHAN PERANCAH GIGI

DIAN SUSANTHY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Optimisasi Tambahan Glukosa pada Sifat Termogelasi KitosanGliserofosfat sebagai Bahan Perancah Gigi
Nama
: Dian Susanthy
NIM
: G44100028

Disetujui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Pembimbing I

Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah skripsi dengan judul
Optimisasi Tambahan Glukosa pada Sifat Termogelasi Kitosan-Gliserofosfat
sebagai Bahan Perancah Gigi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Dra Purwantiningsih
Sugita, MS dan Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD yang telah membimbing penulis
selama penelitian berlangsung. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Dr drg Tien Suwartini serta Ir Basril Abbas yang telah membantu penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Mamah dan Alm. Papah
tercinta, serta keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan materil
selama kegiatan penelitian dan tugas akhir. Selain itu juga untuk teman-teman
Activator Chemist 47, Organik 47, keluarga besar Al Hurriyyah IPB, teman-teman
KSR PMI Unit I IPB, dan keluarga Bakti Nusa IPB atas bantuan dan
dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung. Semoga
karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya.
Bogor, November 2014

Dian Susanthy

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian
Pembuatan Larutan Kitosan/Glukosa-Gliserofosfat
Pengujian Waktu Gelasi
Optimisasi Tambahan Glukosa
Pengukuran Viskositas dan pH
Analisis SEM
Analisis Spektrum FTIR
Pengujian Kapasitas Pembengkakan Hidrogel
Pengukuran Kekuatan Mekanik Gel
HASIL DAN PEMBAHASAN

Larutan Kitosan/Glukosa-Gliserofosfat
Nisbah Volume dan Konsentrasi Glukosa Optimum
Interaksi Kitosan, Gliserofosfat, dan Kitosan
Pengaruh Tambahan Glukosa pada Ciri Fisik Hidrogel KitosanGliserofosfat
Morfologi Hidrogel Kitosan/Glukosa-Gliserofosfat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2
3
3

3
3
4
4
4
4
4
5
5
5
8
10
12
13
15
15
15
15
18
21


DAFTAR TABEL
1 Waktu gelasi hidrogel kitosan 2.5% (b/v), gliserofosfat 50% (b/v), dan
glukosa 50% (b/v)
9
2 Waktu gelasi hidrogel kitosan/glukosa-gliserofosfat dengan nisbah kitosan :
gliserofosfat : glukosa 3.8:1.0:0.2
10
3 Ciri fisik hidrogel kitosan-gliserofosfat dan kitosan/glukosa-gliserofosfat
12

DAFTAR GAMBAR
1 Mekanisme kerja bahan perancah
2 Interaksi gugus amina yang terprotonasi pada rantai kitosan dengan gugus
fosfat pada gliserofosfat
3 Pengaruh pH pada interaksi kitosan terprotonasi dengan gliserofosfat
4 Larutan kitosan tanpa glukosa sebelum diautoklaf; tanpa glukosa setelah
diautoklaf; dan dengan glukosa setelah diautoklaf
5 Larutan kitosan/glukosa setelah diautoklaf dengan konsentrasi glukosa
(b/v) 0.5%; 1.0%; 1.5%; 2.0%; 2.5%; 3.0%; 3.5%; 4.0%; 4.5%; dan 5.0%

6 Larutan kitosan-gliserofosfat sebelum dan setelah gelasi
7 Hubungan konsentrasi glukosa dengan waktu gelasi
8 Spektrum FTIR kitosan, hidrogel kitosan-gliserofosfat Sigma Aldrich,
kitosan-gliserofosfat Bioshop, kitosan-gliserofosfat dengan tambahan glukosa 10% (b/v), dan kitosan-gliserofosfat dengan tambahan glukosa 50%
(b/v)
9 Morfologi hidrogel kitosan-gliserofosfat Bioshop perbesaran 100× dan
500×; hidrogel kitosan-gliserofosfat Sigma-Aldrich perbesaran 100× dan
500×; hidrogel kitosan/glukosa 10%-gliserofosfat perbesaran 100× dan
500×; serta hidrogel kitosan/glukosa 50%-gliserofosfat perbesaran 100×
dan 1250×

1
6
6
7
7
8
10

11

14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Data spektrum FTIR kitosan, kitosan-gliserofosfat (GP), dan kitosan/glukosa-gliserofosfat
3 Uji ANOVA dan uji berganda Duncan pada ciri fisik larutan kitosangliserofosfat dengan perlakuan penambahan glukosa

18
19
20

PENDAHULUAN
Karies gigi (gigi berlubang) menyebabkan nyeri, infeksi, abses, dan tanggal
gigi. Bahan perancah (scaffold) merupakan salah satu solusi untuk masalah ini.
Bahan perancah dapat digunakan sebagai kerangka 3-dimensi untuk migrasi dan
pertumbuhan sel-sel serta menyediakan lingkungan yang memungkinkan
proliferasi dan diferensiasi sel (Hou et al. 2004). Mekanisme kerja bahan perancah
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Dengan bahan perancah sebagai media
penumbuhan jaringan pulpa pada gigi yang berlubang, fungsi jaringan pulpa gigi
dapat dikembalikan dan mampu memperbaiki dirinya setelah terjadi cedera atau
karies. Ketidakteraturan dalam rongga pulpa gigi yang mengalami karies
membutuhkan bahan perancah yang berwujud cair pada suhu luar tubuh, tetapi
segera memadat menjadi hidrogel saat berada pada suhu tubuh. Beberapa syarat
bahan perancah yang harus dipenuhi ialah porositas yang tinggi dan ukuran pori
yang cukup untuk memfasilitasi pemberian nutrisi bagi sel dan difusi melalui
semua struktur sel (>20 µm) (Horst et al. 2012). Selain itu, bahan perancah harus
mempunyai biodegradabilitas dan biokompatibilitas yang baik (Hao et al. 2010).

Prekursor
Hidrogel

Regenerasi
Jaringan

Sel

Degradasi
Hidrogel

Taut-silang
Hidrogel

Proliferasi
Sel

Gambar 1 Mekanisme kerja bahan perancah (Tan dan Marra 2010)
Saat ini terdapat banyak hidrogel alami maupun sintetik yang dapat
digunakan sebagai bahan perancah, antara lain kolagen/gelatin, kitosan, kondroitin
sulfat, asam hialuronat, agar/agarosa, fibrin (Tan dan Marra 2010), alginat
(Moshaverinia et al. 2012), dan hidroksiapatit (Akkouch et al. 2014). Di antara
semua bahan tersebut, kitosan paling banyak dipilih karena ketersediaannya yang
melimpah, bersifat biokompatibel, biodegradabel, serta produk degradasinya yang
tidak berbahaya bagi tubuh (Heinemann et al. 2008). Larutan hidrogel kitosangliserofosfat bersifat termosensitif dan akan mengalami gelasi pada suhu tubuh
(sekitar 37 °C). Nilai pH larutan ini berada di sekitar pH fisiologis. Hidrogel
kitosan-gliserofosfat juga bersifat biokompatibel dan dapat menyediakan
lingkungan untuk proliferasi dan diferensiasi sel (Chenite et al. 2000, Ahmadi dan
de Bruijn 2008).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, semakin tinggi konsentrasi gliserofosfat
yang digunakan dalam bahan perancah kitosan-gliserofosfat, semakin meningkat
laju gelasi larutan tersebut, tetapi dapat mengurangi kemampuan hidrogel untuk

2
mendukung proliferasi sel, bahkan dapat bersifat sitotoksik. Sebaliknya, kitosan
dengan konsentrasi gliserofosfat yang rendah (5−10%) dapat mendukung
proliferasi sel dengan sangat baik, tetapi memiliki waktu gelasi yang cukup
panjang (Ahmadi et al. 2005). Laju gelasi hidrogel kitosan-gliserofosfat dapat
diperbaiki dengan menambahkan senyawa poliol seperti gliserol, sorbitol, glukosa,
dan poli(etilena glikol) (PEG). Selain itu, tambahan senyawa poliol juga dapat
meningkatkan sifat mekanik hidrogel. Di antara beberapa senyawa poliol tersebut,
glukosa memberikan hasil yang paling baik, yaitu dengan waktu gelasi paling
cepat dan pH akhir larutan pada kisaran pH fisiologis (Jarry et al. 2002).
Penambahan senyawa poliol juga dapat menurunkan viskositas larutan sebelum
gelasi, sehingga larutan lebih mudah disuntikkan ke dalam rongga pada gigi
berlubang. Hidrogel dengan viskositas dan pH larutan sebelum gelasi yang sesuai
dengan kondisi tubuh serta kekuatan mekanik dan kecepatan gelasi yang baik,
sangat ideal untuk digunakan sebagai bahan perancah gigi.
Selama ini, belum ada kajian tentang tambahan glukosa optimum dalam
larutan kitosan untuk menghasilkan kemampuan gelasi dan ciri hidrogel kitosangliserofosfat terbaik, serta interaksi yang terjadi antara kitosan, glukosa, dan
gliserofosfat. Secara umum, penelitian ini bertujuan menentukan komposisi
campuran glukosa, kitosan, dan gliserofosfat yang optimum untuk mendapatkan
laju gelasi hidrogel kitosan-gliserofosfat yang terbaik serta dapat digunakan
sebagai bahan perancah gigi. Selain itu, percobaan ini juga bertujuan
membandingkan ciri hidrogel kitosan-gliserofosfat dengan dan tanpa tambahan
glukosa. Ciri hidrogel yang dievaluasi meliputi pH dan viskositas larutan sebelum
gelasi, waktu gelasi pada suhu 37 °C, struktur morfologi pori hidrogel dengan
menggunakan mikroskop elektron pemayaran (SEM), kapasitas pembengkakan,
serta kekuatan mekanik gel yang dihasilkan. Interaksi yang terjadi antara kitosan,
glukosa, dan gliserofosfat dalam hidrogel diamati menggunakan spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR). Penambahan glukosa pada hidrogel
kitosan-gliserofosfat diharapkan dapat mempercepat waktu gelasi, meningkatkan
ukuran pori, meningkatkan kekuatan mekanik gel, serta menurunkan viskositas
larutan, tanpa memengaruhi secara nyata pH larutan sebelum gelasi, sehingga
tetap sesuai dengan kondisi tubuh.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Oktober
2014. Bagan penelitian terdapat pada Lampiran 1. Kegiatan dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik dan Kimia Fisik, Departemen Kimia, FMIPA, IPB;
Laboratorium Departemen Biokimia, FMIPA, IPB; Laboratorium Jasa Analisis
Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB; Pusat
Laboratorium Forensik Mabes Polri; dan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)
Pasar Jumat.

3
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf Tomy High-Pressure Steam
Sterilizer ES-315, viskometer TV-10 Toki Songyo, Co. Ltd., pH-meter HM-205
DKK TOA Comp., pengering beku Christ Beta 1, spektrofotometer FTIR
Shimadzu IRPrestige-21, SEM EVO M10, dan penganalisis tekstur TA-XT2i.
Bahan utama yang digunakan adalah medical grade chitosan yang didapat
dari PT Biotech Surindo. Kitosan tersebut mempunyai bobot molekul sekitar
4.54×105 g/mol, derajat deasetilasi 91.44%, kadar air 8.68% berdasarkan bobot
basah, dan kadar abu 0.79%. Kitosan disimpan dalam kondisi anhidrat
(kelembapan 98%, sedangkan garam dinatrium gliserofosfat
anhidrat dari Sigma Aldrich memiliki bobot molekul 216.04 dengan kemurnian
≥99%. Serbuk ᴅ-(+)-glukosa (GLU) dibeli dari Sigma-Aldrich Pte Ltd.
(Singapura).

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 7 tahap, yaitu pembuatan hidrogel kitosan/glukosagliserofosfat, pengujian waktu gelasi, optimisasi tambahan glukosa, pengukuran
viskositas dan pH larutan, analisis SEM dan FTIR, uji kapasitas pembengkakan
gel, serta pengukuran kekuatan mekanik gel.

Pembuatan Larutan Kitosan/Glukosa-Gliserofosfat
Larutan kitosan 2.5% (b/v) diperoleh dengan melarutkan kitosan dalam
larutan asam asetat 0.14 M, dan diaduk dengan pengaduk bermagnet selama 24
jam. Larutan kitosan disterilkan dalam autoklaf pada 121 oC selama 20 menit.
Larutan glukosa yang telah dipasteurisasi kemudian ditambahkan dan larutan
diaduk selama 30 menit sebelum didinginkan pada 4 oC. Larutan gliserofosfat
50% (b/v) dingin yang telah disaring dengan Microfilter 0.22 µm ditambahkan
tetes demi tetes ke dalam larutan kitosan/glukosa pada penangas es dengan
pengaduk bermagnet. Larutan diaduk pada suhu 4 oC selama 30 menit (modifikasi
metode Jarry et al. (2002) dan Yan et al. (2010)).

Pengujian Waktu Gelasi
Waktu gelasi hidrogel kitosan-gliserofosfat ditentukan dengan metode
tabung terbalik. Sebanyak 1 mL larutan dimasukkan ke dalam vial, lalu disimpan
pada suhu ruang selama 20−30 menit untuk mendapatkan kesetimbangan suhu.
Waktu gelasi diukur dengan menempatkan vial tersebut dalam penangas air suhu
37 oC, kemudian dimiringkan sedikit demi sedikit hingga terbalik. Waktu yang
diperlukan cairan hidrogel untuk berubah dari fase cair ke fase padat dicatat

4
sebagai waktu gelasi, yang ditandai dengan tidak mengalirnya hidrogel dalam
botol pada saat tabung dibalik dan warna larutan menjadi buram (Ahmadi et al.
2005).

Optimisasi Tambahan Glukosa
Tambahan glukosa dioptimisasi dengan meragamkan nisbah volume kitosan
2.5% (b/v)-gliserofosfat 50% (b/v)-glukosa 50% (b/v) sehingga didapatkan nisbah
volume terbaik berdasarkan waktu gelasi yang dihasilkan. Pada nisbah volume
terbaik, konsentrasi glukosa yang dimasukkan diragamkan, yaitu 0%, 10%, 30%,
dan 50% (b/v). Konsentrasi glukosa optimum juga ditentukan berdasarkan waktu
gelasi yang dihasilkan.

Pengukuran Viskositas dan pH
Viskositas larutan hidrogel kitosan-gliserofosfat diukur dengan
menggunakan viskometer digital pada suhu ruang, dan dicatat dalam satuan cP.
Sementara pH larutan hidrogel kitosan-gliserofosfat diukur dengan menggunakan
pH-meter pada suhu ruang. Setiap formula diukur sebanyak 3 kali ulangan
(triplo).

Analisis SEM
Sampel hidrogel kitosan-gliserofosfat dikeringkan dengan proses
pengeringan beku selama 72 jam. Bahan perancah hidrogel kering dipotong,
kemudian disalut menggunakan Coater Coating IB-2 Ion. Morfologi pori bahan
perancah kitosan-gliserofosfat diamati dengan SEM. Diameter pori rata-rata
ditentukan dengan Image G berdasarkan hasil foto SEM.

Analisis Spektrum FTIR
Interaksi antara kitosan, gliserofosfat, dan glukosa diamati berdasarkan
perubahan serapan dalam spektrum FTIR. Sampel kering dipreparasi dengan
serbuk KBr dan dipayar pada rentang bilangan gelombang 4000 sampai 400 cm-1.

Pengujian Kapasitas Pembengkakan Hidrogel
Pembengkakan gel diuji dengan metode kantung teh (Zohuriaan-Mehr dan
Kabiri 2008). Sampel dimasukkan ke dalam kantung teh yang telah ditimbang,
kemudian direndam dalam air atau larutan bufer fosfat pH 7 selama 1 jam pada
suhu ruang untuk mencapai kesetimbangan pembengkakan. Kelebihan air
dihilangkan dengan menggantung kantung tersebut hingga kering atau tidak ada

5
air yang menetes. Kantung ditimbang kembali dan kapasitas pembengkakan
dihitung dengan persamaan berikut:
Keterangan: a = Bobot sampel sebelum perendaman (g)
b = Bobot sampel setelah perendaman (g)

Pengukuran Kekuatan Mekanik Gel
Kekuatan mekanik gel diukur dengan menggunakan penganalisis tekstur
TA-XT2i. Sampel hidrogel dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk tabung
dengan diameter 2 cm dan tinggi 2 cm, kemudian dipanaskan hingga menjadi gel.
Gel lalu diletakkan di tempat sampel dan alat dioperasikan untuk mengukur gaya
maksimum yang diperlukan agar gel pecah. Pengukuran dilakukan sebanyak 3
kali ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Larutan Kitosan/Glukosa-Gliserofosfat
Larutan kitosan-gliserofosfat peka terhadap pH dan suhu. Tambahan
glukosa diharapkan tidak menurunkan kepekaan tersebut. Sifat larutan
kitosan/glukosa-gliserofosfat dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara lain
derajat deasetilasi kitosan, keasaman pelarut, metode sterilisasi larutan, suhu
pembuatan larutan, dan komposisi larutan.
Derajat deasetilasi kitosan merupakan salah satu faktor penting dalam
pembuatan bahan perancah. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai derajat deasetilasi 91.44%. Nilai ini memenuhi kriteria yang
disampaikan oleh Tiğli et al. (2007) bahwa formulasi bahan perancah bentuk
kering-beku yang paling sesuai untuk kultur sel fibroblas adalah kitosan dengan
derajar deasetilasi >85% dengan konsentrasi 2% (b/v). Kitosan dengan derajat
deasetilasi tinggi memiliki gugus amina yang lebih banyak daripada kitosan
dengan derajat deasetilasi rendah. Gugus amina tersebut akan terprotonasi menjadi
amonium ketika kitosan dilarutkan dalam asam asetat. Gugus amonium yang
terbentuk akan berinteraksi dengan gugus fosfat pada gliserofosfat. Gambar 2
menunjukkan interaksi antara gugus amina terprotonasi pada rantai kitosan (tanda
positif) dan gugus fosfat pada gliserofosfat (tanda negatif). Setiap gugus fosfat
pada molekul gliserofosfat mempunyai 2 buah muatan negatif sehingga dapat
berinteraksi dengan 2 buah gugus amina terprotonasi pada rantai kitosan. Semakin
banyak gugus amonium yang ada, semakin padat interaksi yang terbentuk. Oleh
karena itu, kitosan dengan derajat deasetilasi tinggi akan lebih cepat membentuk
gel daripada kitosan dengan derajat deasetilasi rendah (Ganji et al. 2007). Selain
itu, banyaknya gugus amonium pada rantai kitosan juga dapat meningkatkan
interaksi dengan permukaan sel yang umumnya bersifat negatif (Cao et al. 2005).

6

Gambar 2 Interaksi gugus amina yang terprotonasi pada rantai kitosan (tanda
positif) dengan gugus fosfat pada gliserofosfat (tanda negatif) (Berger
et al. 2004)
Larutan kitosan dibuat dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat 0.14
M. Asam asetat dengan konsentrasi lebih rendah (0.10 M) tidak dapat melarutkan
kitosan hingga 2.5% (b/v). Hal ini menyebabkan gel yang dihasilkan tidak
homogen. Asam asetat dengan konsentrasi lebih tinggi (0.17 M) dapat melarutkan
kitosan hingga 6% (b/v), tetapi gelasi terjadi sangat lama, lebih dari 24 jam.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa banyaknya kitosan yang dapat larut
berbanding lurus dengan konsentrasi asam asetat yang digunakan, karena semakin
tinggi konsentrasi asam, semakin baik protonasi dan semakin larut kitosan dalam
air. Namun, waktu gelasi justru berbanding terbalik dengan konsentrasi asam
asetat tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Han et al. (2004) bahwa
semakin rendah pH larutan kitosan, semakin tinggi suhu gelasinya, sehingga
gelasi akan terjadi lebih lambat. Peningkatan suhu dan waktu gelasi tersebut
menunjukkan bahwa jumlah gugus amonium pada rantai kitosan merupakan
faktor penting dalam proses gelasi. Semakin rendah pH larutan kitosan, semakin
banyak jumlah gugus amonium (Gambar 3). Tolakan elektrostatik akan meningkat
sehingga proses gelasi lebih sulit terjadi. Sebaliknya, semakin tinggi pH larutan
kitosan, semakin sedikit jumlah gugus amonium, sehingga semakin cepat gelasi
berlangsung.
Lingkungan
basa
pH menurun
pH meningkat
Lingkungan
netral
pH menurun
pH meningkat
Lingkungan asam

Gambar 3 Pengaruh pH pada interaksi kitosan terprotonasi (tanda positif)
dengan gliserofosfat (tanda negatif) (Berger et al. 2004)

7
Larutan kitosan/glukosa-gliserofosfat disiapkan dalam kondisi aseptis untuk
meminimumkan kontaminasi bakteri selama proses pembuatan dan penyimpanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa larutan kitosan/glukosa mengalami
pencokelatan ketika disterilisasi menggunakan autoklaf (Gambar 4). Pencokelatan
tersebut tetap berlangsung walaupun glukosa yang ditambahkan hanya 0.5% (b/v).
Semakin banyak glukosa yang ditambahkan, semakin gelap warna larutan yang
dihasilkan (Gambar 5). Hasil ini berbeda dengan temuan Jarry et al. (2002) yang
melaporkan bahwa larutan kitosan/glukosa dapat disterilkan dengan autoklaf dan
hanya akan sedikit mengubah warna larutan pada konsentrasi glukosa 5% (b/v).
Perbedaan ini dapat terjadi karena adanya langkah tambahan sebelum autoklaf
yang dilakukan oleh Jarry et al. (2002), tetapi hasilnya tidak dilaporkan. Oleh
karena itu, larutan induk disterilisasi secara terpisah sesuai dengan sifat larutan
masing-masing. Larutan kitosan yang tahan panas diautoklaf, larutan glukosa
yang mudah mengalami karamelisasi jika terpapar panas berlebihan dipasteurisasi,
dan larutan gliserofosfat yang harus berada dalam kondisi dingin disaring dengan
Microfilter 0.22 µm.
a

b

c

Gambar 4 Larutan kitosan tanpa glukosa sebelum diautoklaf (a); tanpa glukosa
setelah diautoklaf (b); dan dengan glukosa setelah diautoklaf (c)
a

b

c

d

e

f

g

h

i

j

Gambar 5 Larutan kitosan/glukosa setelah diautoklaf dengan konsentrasi glukosa
(b/v) 0.5% (a); 1.0% (b); 1.5% (c); 2.0% (d); 2.5% (e); 3.0% (f); 3.5%
(g); 4.0% (h); 4.5% (i); dan 5.0% (j)
Larutan glukosa yang telah dipasteurisasi dimasukkan ke dalam larutan
kitosan yang telah diautoklaf. Pencampuran ini berbeda dengan metode Jarry et al.
(2002) yang menambahkan glukosa dalam bentuk serbuk ke dalam kitosan
sebelum diautoklaf. Akan tetapi, pada penelitian ini hal tersebut didapati
mencokelatkan larutan pada saat diautoklaf. Pencokelatan ini disebabkan oleh
terjadinya reaksi Maillard, ketika suatu bahan yang mengandung gugus amina dan
gula pereduksi terpapar oleh panas sehingga senyawa-senyawa yang ada di
dalamnya tertata ulang membentuk senyawa-senyawa baru. Reaksi tersebut
mengubah struktur, warna, aroma, dan cita rasa (Somoza dan Fogliano 2013).
Reaksi Maillard dapat dicegah dengan menggunakan pelarut yang lebih asam
sehingga gugus amina pada rantai kitosan terprotonasi sempurna, atau dengan
mengubah metode penambahan glukosa.

8
Larutan gliserofosfat 50% (b/v) dimasukkan ke dalam larutan
kitosan/glukosa dingin dengan nisbah volume 4:1, sehingga konsentrasi akhir
kitosan sekitar 2% (b/v) dan gliserofosfat kira-kira 10% (b/v). Penambahan
gliserofosfat dengan konsentrasi lebih rendah, yaitu 25% (b/v) telah dilakukan
pada penelitian pendahuluan dengan nisbah volume yang sama, tetapi waktu
gelasi yang dihasilkan sangat lama, yaitu sekitar 60 menit. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Han et al. (2004) bahwa semakin tinggi konsentrasi gliserofosfat yang
digunakan dan semakin tinggi pH akhir larutan, semakin cepat gelasi akan
berlangsung, tetapi semakin tinggi pula toksisitas larutan. Garam dinatrium βgliserofosfat pentahidrat mempunyai 3 peran penting dalam pembentukan hidrogel
kitosan, yaitu (1) menaikkan pH larutan kitosan hingga mendekati pH fisiologis
(6.7−7.4); (2) mencegah terjadinya gelasi atau pengendapan seketika; dan (3)
memungkinkan proses pembentukan hidrogel yang dapat diatur dengan
meningkatkan suhu larutan. Garam β-gliserofosfat merupakan basa lemah yang
dapat menetralkan larutan kitosan hingga mencapai pH fisiologis serta melindungi
rantai kitosan dengan gugus gliserolnya, sehingga dapat mencegah terjadinya
pengendapan seketika (Chenite et al. 2001).

Nisbah Volume dan Konsentrasi Glukosa Optimum
Gelasi merupakan proses pembentukan jejaring baru dari banyak molekul
yang berinteraksi (Han 2007). Proses gelasi larutan kitosan-gliserofosfat ditandai
dengan meningkatnya kekeruhan dan kekentalan larutan seiring dengan kenaikan
suhu hingga terbentuknya hidrogel (Gambar 6). Waktu yang dibutuhkan oleh
larutan untuk berubah menjadi gel sempurna disebut sebagai waktu gelasi. Proses
gelasi larutan kitosan-gliserofosfat sangat dipengaruhi oleh pH larutan dan suhu
lingkungannya (Han et al. 2004).

Gambar 6 Larutan kitosan-gliserofosfat sebelum (kiri) dan setelah (kanan) gelasi
Larutan glukosa dengan konsentrasi tetap ditambahkan ke dalam larutan
kitosan sebelum penambahan gliserofosfat dengan beberapa nisbah volume, baik
terhadap kitosan maupun terhadap gliserofosfat. Data waktu gelasi yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa penambahan
glukosa memperlambat proses gelasi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
Jarry et al. (2002) yang menyatakan bahwa penambahan glukosa dapat
mempercepat waktu gelasi. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan
metode penambahan glukosa serta nisbah volume kitosan dan gliserofosfat yang
digunakan.

9
Tabel 1 Waktu gelasi hidrogel kitosan 2.5% (b/v), gliserofosfat 50% (b/v), dan
glukosa 50% (b/v) pada berbagai nisbah volume
Nisbah volume
Waktu gelasi
Formulasi
kitosan:gliserofosfat:glukosa
(menit)
Kontrol (GP Bioshop)
4.00:1.00:0.00
9.0 ± 1.0
Kontrol
4.00:1.00:0.00
8.7 ± 2.5
(GP Sigma-Aldrich)
A
4.00:0.90:0.10
> 500
B
4.00:0.75:0.25
> 120
C
4.00:0.70:0.30
> 60
D
3.80:1.00:0.20
12.3 ± 2.5
E
3.60:1.00:0.40
49.5 ± 23.3
F
3.40:1.00:0.60
> 120
G
3.20:1.00:0.80
> 240
Tabel 1 menunjukkan bahwa hidrogel kitosan-gliserofosfat Sigma-Aldrich
dan Bioshop memiliki waktu gelasi yang sedikit berbeda. Perbedaan ini dapat
disebabkan oleh perbedaan bobot molekul gliserofosfat yang digunakan. Bobot
molekul gliserofosfat Sigma-Aldrich adalah 216.04, sedangkan bobot molekul
gliserofosfat Bioshop adalah 306.0. Bobot molekul yang lebih besar menyebabkan
jumlah mol lebih sedikit walaupun massanya sama. Jumlah mol gliserofosfat yang
lebih banyak dapat membentuk taut-silang yang lebih banyak, sehingga gel lebih
cepat terbentuk. Di antara semua formulasi tersebut, formula 3.80:1.00:0.20
menunjukkan hasil terbaik dengan waktu gelasi sekitar 12 menit. Hal ini sesuai
dengan syarat bahan perancah yang disebutkan oleh Wang dan Stegemann (2010),
yaitu waktu gelasi hidrogel kitosan-gliserofosfat harus kurang dari 30 menit,
sebab pemaparan gliserofosfat 2.5−15% selama 30 menit tidak toksik terhadap sel.
Setelah 30 menit, gliserofosfat yang berlebih diharapkan dapat dihilangkan
dengan pembilasan setelah gel terbentuk. Hal tersebut dapat mengurangi
sitotoksisitas hidrogel kitosan-gliserofosfat.
Setelah nisbah volume kitosan, glukosa, dan gliserofosfat optimum
didapatkan, konsentrasi glukosa yang optimum ditentukan untuk mengevaluasi
pengaruh tambahan glukosa pada waktu gelasi hidrogel kitosan-gliserofosfat.
Hasil waktu gelasi larutan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 7. Peningkatan
konsentrasi glukosa mempunyai hubungan yang sebanding dengan peningkatan
waktu gelasi melalui persamaan regresi linear y = 0.1011x + 7.1412 dengan nilai
R² = 0.9928. Berdasarkan hubungan ini, peningkatan konsentrasi glukosa akan
memperlambat proses gelasi. Hal ini dapat terjadi karena gugus hidroksil yang
dimiliki glukosa dapat berinteraksi dengan gugus hidroksil dalam rantai kitosan
sehingga mencegah terjadinya interaksi antarrantai kitosan.
Formula D1 dengan konsentrasi glukosa 0% mempunyai waktu gelasi yang
sangat cepat, bahkan pada suhu ruang, dan gel yang terbentuk kurang seragam.
Formula D2 sampai D4 dapat bertahan lebih lama sebagai larutan pada suhu ruang
dan menggelasi pada suhu 37 oC. Hal ini menunjukkan bahwa formula D2 sampai
D4 lebih berpotensi sebagai bahan perancah gigi karena lebih stabil pada suhu
ruang daripada formula D1 serta dapat menggelasi pada suhu 37 oC atau suhu
tubuh. Dengan demikian, konsentrasi awal glukosa yang paling optimum adalah

10
10% (b/v) karena memberikan waktu gelasi yang paling cepat, menghasilkan gel
yang lebih seragam, dan cukup stabil pada suhu ruang.
Tabel 2 Waktu gelasi hidrogel kitosan/glukosa-gliserofosfat dengan nisbah
volume kitosan 2.5% (b/v): gliserofosfat 50% (b/v): glukosa 3.8:1.0:0.2
[Kit]sebelum

[GP]sebelum

[Glu]sebelum

[Kit]setelah

[GP]setelah

[Glu]setelah

pencampuran

pencampuran

pencampuran

pencampuran

pencampuran

pencampuran

(% b/v)

(% b/v)

(% b/v)

(% b/v)

(% b/v)

(% b/v)

D1

2.5

50

0

1.9

10

0

D2

2.5

50

10

1.9

10

0.4

D3

2.5

50

30

1.9

10

1.2

D4

2.5

50

50

1.9

10

2.0

Formula

Waktu
gelasi
(menit)
7.33 ±
0.58
8.00 ±
1.41
10.00 ±
1.00
12.33 ±
2.52

Waktu Gelasi (menit)

20
y = 0.1011x + 7.1412
R² = 0.9928

15
10
5
0

0

10

20
30
40
Konsentrasi Glukosa Awal (% b/v)

50

60

Gambar 7 Hubungan konsentrasi glukosa dengan waktu gelasi
Berdasarkan semua data yang terhimpun, dapat disimpulkan bahwa
formulasi yang paling optimum untuk penambahan glukosa adalah
kitosan:gliserofosfat:glukosa 3.8:1.0:0.2 dengan konsentrasi awal glukosa 10%
(b/v). Konsentrasi akhir glukosa yang digunakan pada formula ini adalah 0.4%
(b/v). Nilai ini lebih rendah daripada konsentrasi penambahan glukosa yang
digunakan oleh Jarry et al. (2002), yaitu 1−5% (b/v).
Interaksi Kitosan, Gliserofosfat, dan Glukosa
Interaksi kitosan dengan gliserofosfat dan glukosa dapat diamati dengan
membandingkan spektrum inframerah kitosan, kitosan-gliserofosfat, dan
kitosan/glukosa-gliserofosfat (Gambar 8 dan Lampiran 2). Puncak-puncak serapan
pada spektrum dibandingkan dengan tabel korelasi yang dilaporkan oleh Pavia et
al. (2009). Serapan di sekitar daerah 3400 cm-1 menunjukkan keberadaan gugus
NH2 primer pada rantai kitosan, seperti yang diperoleh Xu et al. (2005). Serapan
pada daerah 1500−1650 cm-1 dan 1000−1200 cm-1 juga semakin menunjukkan
adanya gugus amina pada rantai kitosan. Ketiga puncak ini menjadi lebih kecil,
atau bahkan hilang sama sekali setelah menjadi hidrogel kitosan-gliserofosfat. Hal

11
ini menunjukkan bahwa gugus amina primer pada rantai kitosan telah terprotonasi
menjadi kation amonium, yang diperlihatkan dengan serapan sedang di
2500−3300 cm-1 dan serapan kuat di sekitar 1500 cm-1.
Perbedaan merek gliserofosfat yang digunakan tidak berpengaruh pada
ikatan yang terbentuk. Hal ini ditunjukkan oleh pita serapan hidrogel kitosangliserofosfat Sigma-Aldrich (pita 2) maupun Bioshop (pita 3) yang hampir serupa.
Serapan di daerah 1300−1240 cm-1 dan 845−850 cm-1 menunjukkan keberadaan
gugus ester fosfat pada hidrogel.
Pita serapan lebar yang terdapat di sekitar daerah 3600 cm-1 menunjukkan
keberadaan gugus hidroksil bebas dari molekul air yang dilepaskan saat
terbentuknya ikatan glikosida antara gugus hidroksil pada rantai kitosan dan gugus
hidroksil pada gliserofosfat atau glukosa. Luas puncak serapan terkoreksi sebesar
0.002 pada pita 2 dan pita 4, dan meningkat menjadi sebesar 0.085 pada pita 5.
Peningkatan intensitas ini menunjukkan bahwa tambahan glukosa meningkatkan
jumlah gugus hidroksil bebas atau air yang terbentuk. Serapan sedang di daerah
1100−1300 cm-1 juga mendukung keberadaan ikatan glikosida. Pita 2 mempunyai
luas puncak serapan terkoreksi sebesar 2.147, pita 4 sebesar 1.750, dan pita 5
sebesar 0.801. Serapan pita 4 dan pita 5 di daerah tersebut seharusnya lebih tinggi
daripada pita 2. Luas puncak serapan yang lebih rendah dapat disebabkan oleh
ketidakseragaman jumlah sampel yang dianalisis sehingga analisis kuantitatif sulit
dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa tambahan glukosa dapat menambah
banyaknya ikatan glikosida yang terbentuk dan menambah banyaknya molekul air
bebas sehingga viskositas larutan menjadi menurun.

%T

2

Intensitas serapan

3
4
5
1

4000
D43

3600

3200

2800

2400

2000

1800

1600

1400

Bilangan gelombang (cm-1)

1200

1000

800

600

400
1/cm

Gambar 8 Spektrum FTIR kitosan (1), hidrogel kitosan-gliserofosfat Sigma
Aldrich (2), kitosan-gliserofosfat Bioshop (3), kitosan-gliserofosfat
dengan tambahan glukosa 10% (b/v) (4), dan kitosan-gliserofosfat
dengan tambahan glukosa 50% (b/v) (5)

12
Pengaruh Tambahan Glukosa pada Ciri Fisik Hidrogel Kitosan-Gliserofosfat
Glukosa merupakan salah satu bahan aditif polimer yang sering digunakan
pada kitosan untuk melindungi kitosan selama proses pemanasan maupun radiasi
saat sterilisasi. Penambahan glukosa pada hidrogel kitosan-gliserofosfat
diharapkan mampu meningkatkan ciri fisik hidrogel sehingga dapat menjadi
bahan perancah gigi yang lebih baik. Beberapa ciri tersebut adalah pH, viskositas,
dan kapasitas pembengkakan.
Tabel 3 menunjukkan hasil pengukuran viskositas, pH, kapasitas
pembengkakan, serta kekuatan mekanik hidrogel kitosan-gliserofosfat dan
kitosan/glukosa-gliserofosfat. Tambahan glukosa dapat menurunkan viskositas
larutan yang terbentuk secara nyata tanpa banyak memengaruhi pH larutan
tersebut (hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 3). Nilai pH yang
diperoleh memenuhi syarat nilai pH bahan perancah, yaitu 6.7−7.3. Penurunan
viskositas tersebut dapat membantu bahan perancah agar lebih mudah berinteraksi
dengan cairan tubuh. Viskositas yang lebih rendah dapat menurunkan risiko
matinya sel karena ketidaksesuaian tingkat osmolalitas larutan hidrogel dan
larutan tubuh. Penurunan viskositas ini diduga terjadi karena peran glukosa yang
mempunyai banyak gugus hidroksil, sehingga dapat berinteraksi dengan gugus
hidroksil pada rantai kitosan dan mengurangi ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik yang terbentuk antarrantai kitosan. Peran glukosa tersebut hampir
menyerupai peran gliserol yang dilaporkan oleh Chenite et al. (2001).

Tabel 3 Ciri fisik hidrogel kitosan-gliserofosfat dan hidrogel kitosan/glukosagliserofosfat
Kapasitas
Kekuatan
Viskositas
pH
pembengkakan mekanik gel
Formula
larutan (cP)
larutan
gel (g/g contoh)
(gf)
Kitosangliserofosfat
4.55±0.33
6.97±0.04
-0.35±0.05
29.40±16.54
(GP Bioshop)
Kitosangliserofosfat
3.24±0.20* 6.98±0.06
-0.27±0.04
27.23±10.59*
(GP SigmaAldrich)
Kitosan/glukosa
2.66±0.34* 7.00±0.11
-0.12±0.04
23.47±16.14*
10%-gliserofosfat
Kitosan/glukosa
2.04±0.37* 6.84±0.05
-0.42±0.10
16.90±4.91*
50%-gliserofosfat
*)

berbeda nyata terhadap kitosan-gliserofosfat (GP Bioshop) berdasarkan uji ANOVA dengan taraf
nyata 0.05

Kapasitas pembengkakan hidrogel yang dihasilkan mempunyai nilai negatif,
artinya air tidak diserap, tetapi dikeluarkan dari hidrogel sehingga hidrogel yang
terbentuk tidak membengkak, tetapi menyusut. Pengeluaran air ini diduga terjadi
karena hidrogel tersebut mengandung banyak molekul air bebas yang terbentuk

13
dari ikatan glikosidik antara gugus hidroksil yang ada pada rantai kitosan dan
gugus hidroksil pada glukosa. Konsentrasi air yang lebih tinggi di dalam hidrogel
daripada di luar hidrogel atau di larutan menyebabkan air berosmosis dari dalam
ke luar hidrogel sehingga hidrogel menyusut. Hal ini dapat dilihat dari semakin
menurunnya bobot hidrogel pada kitosan/glukosa 50%-gliserofosfat. Semakin
banyak glukosa yang terdapat dalam larutan, semakin banyak molekul air yang
dibebaskan, semakin besar pula penyusutan bobot yang terjadi. Hasil tersebut
berbeda dengan nilai kapasitas pembengkakan atau jumlah penyerapan air yang
dilaporkan oleh Nwe et al. (2009) yang menyatakan bahwa hidrogel kitosan dapat
menyerap air 30−55 g/g sampel. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan
metode pembuatan hidrogel. Nwe et al. membuat hidrogel kitosan dengan
menggunakan basa kuat sehingga gelasi terjadi secara cepat dan tidak ada molekul
air bebas yang dihasilkan.
Selain menurunkan viskositas larutan, tambahan glukosa juga menurunkan
kekuatan mekanik gel yang terbentuk (Tabel 3). Penurunan tersebut dapat terjadi
karena glukosa menyelimuti rantai kitosan sehingga mengganggu keseimbangan
interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen yang terbentuk antarrantai kitosan.
Terganggunya keseimbangan tersebut dapat berdampak pada menurunnya
kekuatan mekanik hidrogel karena keseimbangan tersebut merupakan faktor
penentu terbentuknya hidrogel kitosan-gliserofosfat yang baik (Qiu et al. 2011).
Penurunan kekuatan mekanik seiring dengan penambahan glukosa juga dapat
disebabkan oleh banyaknya molekul air bebas yang terdapat di dalam larutan
sehingga larutan menjadi kurang pekat dan gel yang dihasilkan kurang kuat.

Morfologi Hidrogel Kitosan/Glukosa-Gliserofosfat
Morfologi hidrogel kitosan-gliserofosfat dan kitosan/glukosa-gliserofosfat
dapat dilihat pada Gambar 9. Hidrogel kitosan-gliserofosfat mempunyai banyak
pori berbentuk bulat dengan ukuran pori sekitar 35.36 µm untuk gliserofosfat
Bioshop (Gambar 9a dan 9b) dan 24.62 µm untuk gliserofosfat Sigma-Aldrich
(Gambar 9c dan 9d). Hidrogel kitosan/glukosa 10%-gliserofosfat (formula D2)
mempunyai pori lebih besar, sekitar 49.57 µm, tetapi jumlah porinya lebih sedikit
(Gambar 9e dan 9f). Glukosa membuat pori hidrogel menjadi lebih rapat dan lebih
padat. Hal ini terjadi karena gugus hidroksil pada glukosa dan yang ada di rantai
kitosan, dapat berinteraksi membentuk ikatan glikosida antara kitosan dan glukosa
dengan melepaskan gugus H2O, sehingga mendekatkan jarak antarrantai kitosan
menjadi lebih rapat. Pengaruh glukosa lebih terlihat pada hidrogel kitosan/glukosa
50%-gliserofosfat (formula D4). Pori-pori hidrogel menjadi sangat rapat dan
berukuran sangat kecil, sekitar 7.8 µm (Gambar 9g dan 9h).
Menurut kajian yang dilakukan oleh Horst et al. (2012), diameter sebagian
besar sel manusia berukuran 10−30 µm, diameter serat saraf 0.2−20 µm, dan
diameter sebagian besar arteri pulpa lebih kecil dari 100 µm. Dengan demikian,
selain kitosan/glukosa 50%-gliserofosfat, bahan perancah yang dibuat pada
penelitian ini berpotensi mendukung regenerasi jaringan pulpa gigi.
Selain ukuran pori, morfologi lain yang penting untuk pertumbuhan sel
adalah interkoneksitas antarpori. Interkoneksitas antarpori memungkinkan sel-sel
serta nutrisi-nutrisi untuk pertumbuhan sel bermigrasi (Nwe et al. 2009). Dari

14
keempat hidrogel tersebut, interkoneksitas antarpori yang terbaik ditunjukkan oleh
hidrogel kitosan-gliserofosfat karena memiliki jumlah pori yang lebih banyak,
lebih halus, dan lebih seragam daripada hidrogel kitosan/glukosa-gliserofosfat.

a

b

c

d

e

f

g

h

Gambar 9 Morfologi hidrogel kitosan-gliserofosfat Bioshop perbesaran 100× (a)
dan 500× (b); hidrogel kitosan-gliserofosfat Sigma-Aldrich perbesaran
100× (c) dan 500× (d); hidrogel kitosan/glukosa 10%-gliserofosfat
perbesaran 100× (e) dan 500× (f); serta hidrogel kitosan/glukosa 50%gliserofosfat perbesaran 100× (g) dan 1250× (h).

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tambahan glukosa memperlambat proses gelasi dan memberikan beberapa
perubahan pada ciri fisik hidrogel kitosan-gliserofosfat, yaitu menurunkan
viskositas larutan, kekuatan mekanik gel, serta ukuran pori hidrogel. Tambahan
glukosa tidak nyata memengaruhi pH larutan. Komposisi optimum tambahan
glukosa berdasarkan waktu gelasi adalah formulasi dengan konsentrasi awal
kitosan 2.5% (b/v), gliserofosfat 50% (b/v), dan glukosa 10% (b/v) serta nisbah
volume 3.8:1.0:0.2. Sifat termogelasi larutan kitosan/glukosa-gliserofosfat
dipengaruhi oleh komposisi larutan, pH larutan, suhu lingkungan, serta proses
sterilisasi yang dilakukan. Hidrogel kitosan/glukosa 10%-gliserofosfat berpotensi
menjadi bahan perancah gigi, tetapi belum dapat mengungguli hidrogel kitosangliserofosfat.

Saran
Hidrogel harus dipreparasi dengan lebih cermat, misalnya dengan metode
sterilisasi yang lebih baik, penangas air yang lebih stabil, serta waktu dan
kecepatan pengadukan yang lebih seragam. Sebaiknya potensi hidrogel
kitosan/glukosa-gliserofosfat sebagai bahan perancah gigi dikaji lebih lanjut untuk
mengetahui kemampuannya meregenerasi kompleks dentin-pulpa gigi serta laju
degradasi hidrogel tersebut. Pembandingan dengan bahan perancah gigi komersial
juga perlu dilakukan untuk mengetahui keunggulan hidrogel kitosan/glukosagliserofosfat sebagai bahan perancah gigi. Penggantian glukosa atau tambahan
aditif lain perlu dikaji untuk meningkatkan waktu gelasi serta sifat fisik gel.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi R, de Bruijn JD. 2008. Biocompatibility and gelation of chitosan-glycerol
phosphate hydrogels. J Biomed Mater Res. 86A(3):824-832.
doi:10.1002/jbm.a.31676.
Ahmadi R, Zhou M, de Bruijn JD. 2005. The use of thermo-sensitive chitosan as
an injectable carrier for bone tissue engineering. Eur Cells Mater. 10(2):61.
Akkouch A, Zhang Z, Rouabhia M. 2014. Engineering bone tissue using human
dental pulp stem cells and an osteogenic collagen-hydroxyapatite-poly(ʟlactide-co-ɛ-caprolactone) scaffold. J Biomater Appl. 28(6):922-36.
doi:10.1177/0885328213486705.
Berger J, Reist M, Mayer JM, Felt O, Peppas NA, Gurny R. 2004. Structure and
interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for
biomedical applications. Eur J Pharm Biopharm. 57:19-34.
doi:10.1016/S0939-6411(03)00161-9.

16
Cao W, Jing D, Li J, Gong Y, Zhao N, Zhang X. 2005. Effects of the degree of
deacetylation on the physicochemical properties and schwann cell affinity of
chitosan
films.
J
Biomater
Appl.
20:157-177.
doi:10.1177/0885328205049897.
Chenite A, Chaput C, Wang D, Combes C, Buschmann MD, Hoemann CD,
Leroux JC, Atkinson BL, Binette F, Selmani A. 2000. Novel injectable
neutral solutions of chitosan form biodegradable gels in situ. Biomaterials.
21(21):2155-2161. doi:10.1016/S0142-9612(00)00116-2.
Ganji F, Abdekhodaie MJ, Ramazani ASA. 2007. Gelation time and degradation
rate of chitosan-based injectable hydrogel. J Sol-Gel Sci Technol. 42(1):4753. doi: 10.1007/s10971-006-9007-1.
Han CD. 2007. Rheology and Processing of Polymeric Materials. New York
(NY): Oxford Univ Pr.
Han HD, Nam DE, Seo DH, Kim TW, Shin BC, Choi HS. 2004. Preparation and
biodegradation of thermosensitive chitosan hydrogel as a function of pH and
temperature. Macromol Res. 12(5):507-511.
Hao T, Wen N, Cao JK, Wang HB, Lu SH, Liu T, Lin QX, Duan CM, Wang CY.
2010. The support of matrix accumulation and the promotion of sheep
articular cartilage defects repair in vivo by chitosan hydrogels. Osteoarthr
Cartilage. 18:257-265. doi:10.1016/j.joca.2009.08.007.
Heinemann C, Heinemann S, Bernhardt A, Worch H, Hanke T. 2008. Novel
textile chitosan scaffolds promote spreading, proliferation, and
differentiation of osteoblasts. Biomacromolecules. 9(10):2913-2920.
doi:10.1021/bm800693d.
Horst OV, Chavez MG, Jheon AH, Desai T, Klein OD. 2012. Stem cell and
biomaterials research in dental tissue engineering and regeneration. Dent
Clin N Am. 56:495-520. doi:10.1016/j.cden.2012.05.009.
Hou Q, De Bank PA, Shakesheff KM. 2004. Injectable scaffold for tissue
regeneration. J Mater Chem. 14:1915-1923. doi:10.1039/B401791A.
Jarry C, Leroux JC, Haeck J, Chaput C. 2002. Irradiating or autoclaving
chitosan/polyol solutions: effect on thermogelling chitosan-βglycerophosphate systems. Chem Pharm Bull. 50(10):1335-1340.
Moshaverinia A, Chen C, Akiyama K, Ansari S, Xu X, Chee WW, Schricker SR,
Shi S. 2012. Alginate hydrogel as a promising scaffold for dental-derived
stem cells: an in vitro study. J Mater Sci: Mater Med. 23:3041-3051.
doi:10.1007/s10856-012-4759-3.
Nwe N, Furuike T, Tamura H. 2009. The mechanical and biological properties of
chitosan scaffolds for tissue engineering templates are significantly
enhanced by chitosan from Gongronella butleri. Materials. 2:374-398.
doi:10.3390/ma2020374.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to
Spectroscopy Edisi ke-4. Belmont (USA): Brooks/Cole.
Qiu X, Yang Y, Wang L, Lu S, Shao Z, Chen X. 2011. Synergistic interactions
during thermosensitive chitosan-β-glycerophosphate hydrogel formation.
RSC Adv. 1:282-289. doi:10.1039/C1RA00149C.
Somoza V, Fogliano V. 2013. 100 years of the Maillard reaction: why our foods
turn
brown?
J
Agric
Food
Chem.
61(43):10197-10197.
doi:10.1021/jf403107k.

17
Tan H, Marra KG. 2010. Injectable, biodegradable hydrogels for tissue
engineering applications. Materials. 3:1746-1767. doi:10.3390/ma3031746.
Tiğli RS, Karakeçili A, Gümüşderelioğlu M. 2007. In vitro characterization of
chitosan scaffolds: influence of composition and deacetylation degree. J
Mater Sci: Mater Med. 18:1665-1674. doi:10.1007/s10856-007-3066-x.
Wang L, Stegemann JP. 2010. Thermogelling chitosan and collagen composite
initiated with β-glycerophosphate for bone tissue. Biomaterials.
31(14):3976-3985. doi:10.1016/j.biomaterials.2010.01.131.
Xu YX, Kim KM, Hanna MA, Nag D. 2005. Chitosan-starch composite film:
preparation and characterization. Ind Crop Prod. 21(2):185-192.
doi:10.1016/j.indcrop.2004.03.002.
Yan J, Yang L, Wang G, Xiao Y, Zhang B, Qi N. 2010. Biocompatibility
evaluation of chitosan-based injectable hydrogels for the culturing mice
mesenchymal stem cells in vitro. J Biomater Appl. 24:625-36.
doi:10.1177/0885328208100536.
Zohuriaan-Mehr MJ, Kabiri K. 2008. Superabsorbent polymer materials: a review.
Iran Polym J. 17(6):451-477.

18
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

19
Lampiran 2 Data spektrum FTIR kitosan, kitosan-gliserofosfat (GP), dan
kitosan/glukosa-gliserofosfat

Puncak

401−500
501−600
601−700
701−800
801−900
901−1000
1001−1100
1101−1200
1201−1300
1301−1400
1401−1500
1501−1600
1601−1700
1701−1800
1801−1900
1901−2000
2001−2100
2101−2200
2201−2300
2301−2400
2401−2500
2501−2600
2601−2700
2701−2800
2801−2900
2901−3000
3001−3100
3101−3200
3201−3300
3301−3400
3401−3500
3501−3600
3601−3700
3701−3800
3801−3900
3901−4000

Kitosan

Luas puncak serapan terkoreksi
KitosanKitosan/
Kitosan-GP
GP
glukosa 10%
(Bioshop)
(Sigma-GP
Aldrich)

0.074
0.147
0.030
0.156
1.000
1.224
0.189
1.155
0.454
0.760
0.730
0.121
0.106

2.147

Kitosan/
glukosa 50%
-GP

0.040
0.101
0.405
0.335
0.502
1.468

0.354
0.143
1.328
0.942

0.873
0.518

1.750

0.801
0.070

0.338

1.852
-0.003
0.078
0.229

14.624

11.022

0.007

0.000
0.019

0.160

0.140

1.191

0.453

0.003
0.061

0.749

0.311
0.227

0.026
0.078
0.038

0.273

0.014
0.046

0.299

0.000

0.033

0.098
0.307
0.052

0.077
0.018

0.051

0.160
0.050
0.002

0.002

0.085
0.001

20
Lampiran 3 Uji ANOVA pada ciri fisik larutan kitosan-gliserofosfat dengan
perlakuan penambahan glukosa
Viskositas

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
squares
113074.250
6904.000
119978.250

df
3
8
11

Mean
square
37691.417
863.000

F
43.675

Sig.
.000

H0: Jenis kelompok tidak berpengaruh pada viskositas praperlakuan
H1: Ada kelompok yang berpengaruh pada viskositas praperlakuan
Nilai p kurang dari α = 0.05, maka H0 ditolak, sehingga dapat dilanjutkan ke uji Duncan untuk
melihat selisih antarrerata kelompok.

pH

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
squares
466.000
398.000
864.000

df

Mean square

F

Sig.

3
8
11

155.333
49.750

3.122

.088

H0: Jenis kelompok tidak berpengaruh pada pH praperlakuan
H1: Ada kelompok yang berpengaruh pada pH praperlakuan
Nilai p lebih dari α = 0.05, maka H0 diterima, sehingga tidak perlu dapat dilanjutkan ke uji Duncan.

Kapasitas pembengkakan gel
Sum of
Squares
Between Groups
.097
Within Groups
.015
Total
.112

df

Mean Square

F

Sig.

3
4
7

.032
.004

8.754

.031

H0: Jenis kelompok tidak berpengaruh pada kapasitas pembengkakan gel praperlakuan
H1: Ada kelompok yang berpengaruh pada kapasitas pembengkakan gel praperlakuan
Nilai p lebih dari α = 0.05, maka H0 diterima, sehingga tidak perlu dapat dilanjutkan ke uji Duncan.

Kekuatan mekanik gel

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
Squares
466.000
398.000
864.000

df

Mean Square

F

Sig.

3
8
11

90.059
167.614

.537

.670

H0: Jenis kelompok tidak berpengaruh pada kekuatan mekanik gel praperlakuan
H1: Ada kelompok yang berpengaruh pada kekuatan mekanik gel praperlakuan
Nilai p lebih dari α = 0.05, maka H0 diterima, sehingga tidak perlu dapat dilanjutkan ke uji Duncan.

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 6 Januari 1993, sebagai anak bungsu
dari 3 bersaudara dari pasangan Drs AM Shodikin HS (Alm.) dan Parilah Shandy.
Penulis lulus dari SMAN 1 Kota Bekasi pada tahun 2010 dan diterima untuk
melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia Dasar 1 tahun ajaran 2011/2012, praktikum Kimia Organik Laya