Meningkatkan Sifat Mekanis Aluminium Komersil Untuk Bahan Panel Bodi Mobil Dengan Metode Equal Channel Angular Pressing

(1)

MENINGKATKAN SIFAT MEKANIS ALUMINIUM KOMERSIL UNTUK BAHAN PANEL BODI MOBIL DENGAN METODE

EQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

MARZUKI R 060401047

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaiknya.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Metalurgi Serbuk, yaitu “MENINGKATKAN SIFAT MEKANIS ALUMINIUM KOMERSIL UNTUK BAHAN PANEL BODI MOBIL DENGAN METODE EQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literature, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Dr. Eng., Ir. Indra, MT sebagai Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Razali dan Ibunda Yusmiati Yusuf, Adik adik tersayang (Nurlaili, Nurlaila, Muhammad Feri dan muhammad Rudi) atas doa, kasih sayang, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis, dan memberikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eng., Ir. Indra, MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Ir.Syahril Gultom, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU. 4. Bapak/ibu staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin, Fakultas


(7)

5. Bapak Ali Andi dan Drs Selamat yang telah memberikan kesempatan dan membimbing penulis dalam menggunakan mesin penekan di bengkel Teknologi.

6. Bapak/ibu karyawan bengkel Teknologi Jalan Karya.

7. Seluruh anggota dalam tim penelitian ini, Boy Harpit Akroma, Teuku Fahri, Ahmad Rifai, Julius Putra Brata, dan Miswar ABD. Penelitian ini merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga bagi saya untuk dapat meningkatkan ilmu, dan kualitas, serta pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. 8. Teman-teman stambuk 2006 khususnya yang menjadi teman diskusi dan

menemani penulis selama mengikuti studi dan menyusun skripsi ini. Dan juga tidak terkecuali bagi seseorang yang selalu setia mendukung dan memotivasi penulis.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini dimasa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.Amiin YA Rabbal Alamin.

Medan, September 2011 Penulis,

Marzuki R. NIM : 060401047


(8)

ABSTRAK

Perbaikan sifat mekanis telah dilakukan pada aluminium komersil untuk bahan panel bodi mobil dengan menggunakan metode deformasi plastis menyeluruh (Equal Channel Angular Pressing). Equal Channel Angular Pressing adalah proses dimana sebuah spesimen diberikan regangan plastis berupa geseran sederhana dengan penekanan melalui cetakan khusus. Selama proses Equal Channel Angular Pressing material mengalami regangan plastis dalam sebuah alur yang berbentuk L berpenampang tetap. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki sifat mekanis aluminium tanpa perlu menambahkan elemen paduan tambahan dengan proses yang sederhana dan biaya produksi rendah. Proses Equal Channel Angular Pressing dilakukan pada alumunium komersil dengan diameter 19,05 mm dan panjang 80 mm. Sampel Aluminium dilewatkan pada cetakan Equal Channel Angular Pressing dengan sudut cetakan 900 dan sudut busur 200, tekanan pembebanan sebesar 60 MPa. Proses Equal Channel Angular Pressing pada penelitian ini dilakukan sebanyak 1 laluan, 2 laluan, 3 laluan, 4 laluan dan 5 laluan. Dengan memvariasikan jumlah laluan dan rute proses diputar 600. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa telah terjadi peningkatan kekerasan sebesar 16% untuk laluan pertama, 23% untuk laluan kedua, 35% untuk laluan ketiga, 41% untuk laluan keempat dan 44% untuk laluan kelima. Begitu juga nilai kekuatan tarik Aluminium menghasilkan peningkatan sebesar 16% untuk laluan pertama, 22% untuk laluan kedua, 35% untuk laluan ketiga, 42% untuk laluan keempat dan 44% untuk laluan kelima. Struktur mikro memperlihatkan efek pengerasan regangan dan deformasi terjadi pada struktur mikro alumunium sehingga ukuran butir setelah proses Equal Channel Angular Pressing mengalami penurunan. Diameter butir aluminium komersil mengalami penurunan setelah dilakukan proses Equal Channel Angular Pressing sehingga sifat mekanisnya meninggkat.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SPESIFIKASI TUGAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pendahuluan ... 5

2.2 Aluminium ... 6

2.2.1 Penguatan Aluminium ... 7

2.2.1.1 Penguatan Aluminium Dengan Tambahan Paduan . 7 2.2.1.2 Penguatan Aluminium Pada Batas Kristal... 8


(10)

2.2.1.4 Penguatan Aluminium Dengan Pembentukan

Partikel Halus Dalam Kristal ... 9

2.2.1.5 Deformasi Plastis Menyeluruh ... 9

2.2.2 Mikrostruktur Aluminium ... 10

2.2.3 Sifat-Sifat Aluminium ... 11

2.2.3.1 Sifat Fisik Aluminium ... 11

2.2.3.2 Sifat Mekanik Aluminium ... 11

2.2.4 Contoh Aplikasi Aluminium ... 13

2.3 Deformasi plastis menyeluruh ... 14

2.3.1 Equal Chanel Angular Pressing ... 18

2.3.2 Prinsip Kerja Cetak Tekan ... 18

2.4 Pengujian Kekerasan ... 22

2.4.1 Metode Brinell ... 23

2.4.2 Metode Vickers ... 23

2.4.3 Metode Rockwell ... 24

2.4.4 Metode Micro Hardness ... 24

2.5 Metallography Test ... 24

2.5.1 Cutting Spesimen ... 25

2.5.2 Mounting Spesimen ... 26

2.5.3 Grinding Spesimen ... 27

2.5.4 Polishing Spesimen ... 27

2.5.5 Etching Spesimen ... 28

2.6 Hubungan Tegangan Tarik Dengan Kekerasan Brinell ... 28

2.7 Perhitungan Diameter Butir ... 28

2.8 Panel Bodi Mobil... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 32

3.1 Waktu dan Tempat ... 32

3.2 Metode Penelitian ... 32

3.3 Prosedur Penelitian ... 32

3.4 Proses Cetak Tekan ... 32


(11)

3.4.2 Persiapan Alat ... 33

3.4.3 Persiapan Cetakan Cetak Tekan ... 35

3.4.4 Pemasangan Penuntun Penekan ... 35

3.4.5 Ilustrasi Proses Cetak Tekan ... 35

3.4.6 Prosedur Proses Cetak Tekan ... 36

3.5 Pengujian ... 36

3.5.1 Pengujian Kekerasan... 36

3.5.1.1 Alat Uji Kekerasan ... 37

3.5.1.2 Persiapan Pengujian ... 37

3.2.3.3 Prosedur Pengujian Kekerasan ... 37

3.5.2 Pengujian Metalografi ... 38

3.5.2.1 Alat Uji Metalografi ... 38

3.2.2.2 Prosedur Pengujian Metalografi ... 39

3.6 Diagram Alir Penelitian ... 40

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Hasil Pengujian ... 41

4.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan ... 41

4.1.2 Hasil pengujian Metalografi ... 42

4.1.3 Hasil Konversi Nilai Hardness ke Tensile Strength ... 43

4.1.3 Pengukuran Butiran ... 45

4.2 Pembahasan ... 47

4.2.1 Hubungan Antara Diameter Butiran Dengan Kekerasan ... 47

4.2.2 Hubungan Antara Kekerasan Dengan Kekuatan Tarik... 48

4.2.1 Hubungan Antara Diameter Butiran Dengan Kekuatan Tarik ... 48

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50


(12)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur mikro dari aluminium murni ... 10

Gambar 2.2 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon ... 10

Gambar 2.3 Persentasi secara skematik dari High pressure torsion... 15

Gambar 2.4 Persentasi secara skematik dari Equal channel angular pressing 15 Gambar 2.5 Persentasi secara skematik dari Cyclic extrusion-compression ... 16

Gambar 2.6 Persentasi secara skematik dari Multiaxial forging ... 17

Gambar 2.7 Persentasi secara skematik dari Accumulatibe roll bonding ... 17

Gambar 2.8 Persentasi secara skematik dari RCS ... 18

Gambar 2.9 Prinsip Cetak Tekan ... 19

Gambar 2.10 Daerah geser pada Cetak Tekan ... 20

Gambar 2.11 Deformasi elemen kubik satu langkah saat melalui cetakan ... 20

Gambar 2.12 Distribusi tegangan utama Cetak Tekan ... 21

Gambar 2.13 Alat uji kekerasan material logam ... 22

Gambar 2.14 Alat uji struktur mikro ... 25

Gambar 2.15 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri ... 29

Gambar 2.16 Aluminium yang digunakan untuk panel bodi honda NSX ... 31

Gambar 3.1 Spesimen Cetak Tekan ... 33

Gambar 3.2 Universal testing machine ... 34

Gambar 3.3 Perangkat alat cetak tekan ... 34

Gambar 3.4 Alat penuntun penekan saat terpasang pada hidrolik... 35

Gambar 3.5 Ilustrasi proses cetak tekan ... 35

Gambar 3.6 Brinnel Hardness tester ... 37

Gambar 3.7 Mikroskop RaxVision 3 ... 38

Gambar 3.8 Diagram alir penelitian... 40

Gambar 4.1 Pengaruh laluan terhadap kekerasan ... 41


(14)

Gambar 4.3 Pengaruh laluan terhadap kekuatan tarik ... 44

Gambar 4.4 Foto mikro aluminium as-received pembesaran 200X ... 45

Gambar 4.5 Pengaruh laluan terhadap diameter butiran ... 46

Gambar 4.6 Pengaruh diameter butiran terhadap kekerasan ... 47

Gambar 4.7 Pengaruh kekerasan terhadap kekuatan tarik ... 48


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat fisik aluminium ... 11

Tabel 2.2 Pengali Jeffries ... 29

Tabel 2.3 Sifat mekanik aluminium untuk panel bodi ... 30

Tabel 4.1 Pengujian Kekerasan Badasarkan Skala Brinell (BHN)... 41

Tabel 4.2 Hasil konversi nilai hardness ke tensile strength ... 44


(16)

DAFTAR NOTASI

Simbol Nama Keterangan Satuan

P - beban penekan kgf

D - diameter bola penekan mm

d - diameter lekukan mm

εN - regangan %

Ф - sudut antara saluran -

Ψ - sudut kelengkungan cetakan -

N - jumlah laluan -

ƒ - pengali Jeffries butiran/mm2 NA - jumlah butiran -


(17)

ABSTRAK

Perbaikan sifat mekanis telah dilakukan pada aluminium komersil untuk bahan panel bodi mobil dengan menggunakan metode deformasi plastis menyeluruh (Equal Channel Angular Pressing). Equal Channel Angular Pressing adalah proses dimana sebuah spesimen diberikan regangan plastis berupa geseran sederhana dengan penekanan melalui cetakan khusus. Selama proses Equal Channel Angular Pressing material mengalami regangan plastis dalam sebuah alur yang berbentuk L berpenampang tetap. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki sifat mekanis aluminium tanpa perlu menambahkan elemen paduan tambahan dengan proses yang sederhana dan biaya produksi rendah. Proses Equal Channel Angular Pressing dilakukan pada alumunium komersil dengan diameter 19,05 mm dan panjang 80 mm. Sampel Aluminium dilewatkan pada cetakan Equal Channel Angular Pressing dengan sudut cetakan 900 dan sudut busur 200, tekanan pembebanan sebesar 60 MPa. Proses Equal Channel Angular Pressing pada penelitian ini dilakukan sebanyak 1 laluan, 2 laluan, 3 laluan, 4 laluan dan 5 laluan. Dengan memvariasikan jumlah laluan dan rute proses diputar 600. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa telah terjadi peningkatan kekerasan sebesar 16% untuk laluan pertama, 23% untuk laluan kedua, 35% untuk laluan ketiga, 41% untuk laluan keempat dan 44% untuk laluan kelima. Begitu juga nilai kekuatan tarik Aluminium menghasilkan peningkatan sebesar 16% untuk laluan pertama, 22% untuk laluan kedua, 35% untuk laluan ketiga, 42% untuk laluan keempat dan 44% untuk laluan kelima. Struktur mikro memperlihatkan efek pengerasan regangan dan deformasi terjadi pada struktur mikro alumunium sehingga ukuran butir setelah proses Equal Channel Angular Pressing mengalami penurunan. Diameter butir aluminium komersil mengalami penurunan setelah dilakukan proses Equal Channel Angular Pressing sehingga sifat mekanisnya meninggkat.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, perbaikan lingkungan dan keselamatan telah menjadi sangat penting bagi industri otomotif. Perbaikan lingkungan dan fitur keselamatan menyebabkan peningkatan berat bodi mobil. Berat kendaraan menyumbang 30% dari kerugian total konsumsi bahan bakar. Kemungkinan produksi minyak global akan mencapai puncaknya pada tahun 2015 dan mulai menurun setelah itu. Oleh karena itu, ada tuntutan yang kuat untuk konservasi sumber daya minyak. Untuk mengoptimalkan berat bodi mobil perlu untuk memilih bahan yang optimal seperti paduan aluminium(Cantor, B, 2007).

Aluminium sangat menarik bagi dunia industri, karena memiliki sifat yang ringan, ketahanan korosi yang tinggi, densitasnya rendah, dapat dibentuk dengan baik, serta memiliki daya konduktivitas yang tinggi, baik konduktivitas panas maupun listrik. kelemahan dari aluminium ini adalah kekuatannya yang kurang, sehingga jarang sekali dijumpai logam aluminium murni dalam pemanfaatannya (Arifin, S, 2004).

Dalam keadaan murni, aluminium memang terlalu lunak dan kekuatannya rendah, dan untuk itu aluminium perlu dipadu dengan logam lain agar sifat dari aluminium menjadi lebih baik. Sedangkan logam yang biasanya digunakan sebagai unsur paduan dari aluminium adalah : tembaga (Cu), silicon (Si), magnesium (Mg), mangan (Mn), seng (Zn), besi (Fe), dan sebagainya. Penambahan unsur tembaga terhadap aluminium akan membentuk senyawa kimia, sehingga kekuatan mekanisnya akan meningkat. Komposisi dari paduan aluminium tersebut dapat divariasikan sesuai dengan sifat yang diperlukan pada aplikasi suatu produk. Namun untuk itu diperlukan biaya yang cukup banyak sehingga tidak efisien dari segi ekonomi.

Penghalusan ukuran butir logam dengan menggunakan proses deformasi plastis menyeluruh adalah satu dari teknik yang effektif untuk memperbaiki sifat – sifat mekanis dan penyesuaian kemampuan paduan logam konvensional. Dengan kata lain, penghalusan ukuran butiran (penguatan dengan pengerasan presipitasi)


(19)

secara teknologi menjanjikan, karena pada umumnya tidak mempengaruhi keuletan dan ketangguhan, berbeda dengan sebagian besar metode penguatan lain (pengerasan larutan padat dan pengerasan kerja). Oleh karena itu, metode deformasi plastis menyeluruh berpotensi untuk mendapatkan mikrostruktur dalam berbagai logam dan paduan.

Equal channel angular pressing adalah salah satu teknik yang dikembangkan deformasi plastis menyeluruh. Berhubungan dengan segi ekonomi dari biaya produksi yang memungkinkan peningkatan efisiensi agar keuntungan bisa lebih banyak maka Equal channel angular pressing diharapkan dapat menaikkan kekuatan material tanpa perlu menambahkan campuran material lain pada aluminium.

1.2.Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah melakukan metode equal channel angular pressing dengan menggunakan bahan aluminium yang terdapat di pasaran (as-received) agar sesuai dengan aluminium yang digunakan pada panel bodi mobil, dan menganalisa pengaruh jumlah laluan pada proses equal channel angular pressing terhadap kekerasan dan struktur mikro bahan.

1.3.Batasan Masalah

Kajian penelitian ini terdiri dari:

1. Bahan yang digunakan pada proses equal channel angular pressing adalah Aluminium yang terdapat di pasaran.

2. Melakukan equal channel angular pressing pada aluminium untuk 1 laluan, 2 laluan, 3 laluan, 4 laluan dan 5 laluan.

3. Pengujian kekerasan.

4. Analisa pengaruh equal channel angular pressing terhadap kekerasan dan struktur mikro dari aluminium.


(20)

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus: a. Tujuan Umum

Dengan penelitian ini diharapkan kekuatan aluminium dapat meningkat tanpa perlu menambahkan elemen paduan khusus dengan proses yang sederhana dan biaya produksi rendah.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh pengaruh equal channel angular pressing terhadap kekerasan Aluminium.

2. Memperoleh pengaruh equal channel angular pressing terhadap kekuatan tarik Aluminium

3. Memperoleh foto mikro untuk melihat pengaruh equal channel angular pressing terhadap ukuran butiran.

4. Melihat apakah alumunium yang telah diproses dengan metode equal channel angular pressing sudah memenuhi syarat untuk bahan panel bodi mobil.

1.5.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: I. Pengembangan Akademis

a. Peneliti dapat menerapkan apa yang dipelajari di buku dengan terjun langsung meneliti sifat-sifat Aluminium dan campurannya.

b. Peneliti dapat memberi pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya.

II. Pengembangan Industri

Bagi industri diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pengefektifan pemaduan logam untuk meningkatkan kekuatannya, tanpa perlu menambah elemen paduan khusus dengan proses yang sederhana dan biaya produksi rendah.


(21)

1.6.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

1. BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tinjauan pustaka, diantaranya mengenai teori Aluminium, teori equal channel angular pressing, uji kekerasan dan foto mikro (metallography).

3. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan urutan dan cara yang dilakukan. Dimulai dari alat, bahan, dan proses yang dilaksanakan.

4. BAB 4 ANALISA DATA DAN

Bab ini berisikan penyajian data-data hasil penelitian equal channel angular pressing pada Aluminum.

5. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran untuk pengembangan equal channel angular pressing.

6. DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan laporan ini.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Logam yang sangat banyak dipergunakan pada komponen otomotif, kemasan minuman dan makanan, pesawat militer, kapal laut dan lain-lain adalah Aluminium. Pemanfaatan aluminium yang begitu luas dikarenakan material ini memiliki sifat yang tahan korosi dan ringan. Aluminium merupakan salah satu material yang sangat banyak dipergunakan dalam bidang teknik, namun sangat jarang dipergunakan dalam kondisi Aluminium murni. Aluminium yang dijumpai dalam bidang teknik kebanyakan dalam bentuk alloy dengan unsur penambah utama seperti Silicon, Copper, Magnesium, Iron, Mangan dan Zincum (NADCA, 1997).

Logam ringan dengan kekuatan tinggi adalah kebutuhan sekarang dan masa depan untuk kedirgantaraan serta industri otomotif. Penghalusan butir adalah salah satu teknik, yang menghasilkan butiran halus dan kekuatan yang tinggi. Di sisi lain, deformasi plastis menyeluruh (SPD) adalah alat yang efektif untuk memproduksi butiran pada logam. Equal channel angular pressing adalah salah satu teknik yang dikembangkan SPD (Saravanan, M, 2006)

Proses equal-channel angular pressing (ECAP) pertama kali diperkenalkan oleh Segal dan rekan kerjanya pada tahun 1970-an dan 1980-an di sebuah institut di Minsk Uni Soviet. Tujuan dasar pada waktu itu adalah untuk mengembangkan proses pembentukan logam di mana tegangan tinggi dapat dipaparkan ke billet logam dengan geseran yang kecil. Namun, meskipun tujuan berhasil dicapai, perkembangan awal dari proses operasi hanya mendapatkan perhatian yang terbatas dalam komunitas ilmiah. Situasi ini berubah pada tahun 1990-an ketika laporan dan ikhtisar mulai muncul memperlihatkan potensi penggunaan ECAP untuk menghasilkan logam dengan sifat baru dan unik dan laporan-laporan ini mulai intens dan berlangsung penelitian secara ilmiah, dan akhirnya berkembang memanfaatkan proses ECAP dalam aplikasi industri (Valiev, Z, R, 2006)


(23)

2.2. Aluminium

Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada Tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”.

Aluminium ialah unsur melimpah ketiga terbanyak dalam kerak bumi (sesudah oksigen dan silikon), mencapai 8,2% dari massa total. Keberadaannya umumnya bersamaan dengan silikon dalam aluminosilikat dari feldspar dan mika dan di dalam lempung, yaitu produk pelapukan batuan tersebut. Bijih yang paling penting untuk produksi aluminium ialah bauksit, yaitu aluminium oksida terhidrasi yang mengandung 50 samapai 60% Al2O3; 1 sampai 20% Fe2O3; 1 sampai 10% silika; sedikit sekali titanium, zirkonium, vanadium, dan oksida logam transisi yang lain; dan sisanya (20 sampai 30%) adalah air.

Aluminium murni sangat lunak dan tidak kuat, tetapi dapat dicampur dengan Tembaga, Magnesium, Silikon, Mangan, dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk sifat-sifat yang menguntungkan.

Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi. Selama 50 tahun terakhir, Aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (Aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (Aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan Aluminium sebagai bahan pembuat komponen pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.

Metoda pengolahan logam Aluminium adalah dengan cara mengelektrolisis Alumina yang terlarut dalam Cryolite. Metoda ini ditemukan


(24)

oleh Hall di AS pada tahun 1886 dan pada saat yang bersamaan oleh Heroult di Perancis. Cryolite, bijih alami yang ditemukan di Greenland sekarang ini tidak lagi digunakan untuk memproduksi Aluminium secara komersil. Penggantinya adalah cairan buatan yang merupakan campuran Natrium, Aluminium dan Kalsium Fluorida. Aluminium murni, logam putih keperak-perakan memiliki karakteristik yang diinginkan pada logam. Unsur ini ringan, tidak magnetik dan tidak mudah terpercik, merupakan logam kedua termudah dalam soal pembentukan, dan keenam dalam soal ductility.

2.2.1 Penguatan Aluminium

Pada umumnya tingkat kekuatan logam ditentukan oleh kemampuan atom-atom dalam kristal mangalami pergeseran (dislokasi) ketika diberikan beban secara plastis. Semakin besar energi yang dibutuhkan untuk melakukan pergeseran atom-atom, berarti semakin kuat logam tersebut. Terbentuknya dislokasi tidak hanya ditentukan oleh kerapatan atom-atom, akan tetapi ditentukan juga oleh faktor rintangan (barrier) yang terjadi dalam kristal. Semakin besar rintangan, maka semakin besar energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan dislokasi, yang berarti semakin kuat logam tersebut.

Penguatan aluminium bisa dilakukan dengan proses pemaduan dengan elemen-elemen lain (solid solution hardening), penguatan dari batas kristal (grain boundary hardening), penguatan karena efek pengerjaan dingin (cold work), dan penguatan dengan pembentukan partikel halus dalam kristal (precipitation hardening).

2.2.1.1Penguatan Aluminium Dengan Paduan Tambahan

Logam aluminium murni mempunyai kekuatan yang rendah, untuk menambah kekutan maka perlu ditambahkan elemen-elemen pemadu kedalam logam aluminium tersebut agar kekuatannya dapat ditingkatkan. Elemen-elemen pemadu tersebut dapat menambah efek rintangan terhadap pergeseran atom-atom dalam kristal. Apabila atom terlarut (solute) kira-kira sama besarnya dengan atom pelarut (solvent) yang dalam hal ini aluminium maka atom terlarut akan menduduki tempat kisi (lattice point) dalam kisi kristal atom aluminium. Hal ini disebut larutan padat substitusi (substitutional solid solution). Akan tetapi apabila


(25)

atom terlarut jauh lebih kecil dari atom pelarut, maka atom terlarut menduduki posisi sisipan (interstitial soild solution) dalam kisi pelarut. Hasil penambahan unsur terlarut pada umumnya adalah meningkatkan tegangan luluh, karena atom terlarut memberikan tahanan yang lebih besar terhadap gerakan dislokasi dari pada terhadap penguncian statis.

2.2.1.2Penguatan Aluminium Pada Batas Kristal

Batas kristal atau batas butir dari struktur logam merupakan daerah pertemuan antara kristal, sehingga pada daerah tersebut susunan atom-atomnya menjadi tidak teratur. Akibatnya atom-atom pada batas kristal mempunyai mobilitas atau tingkat energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan atom-atom didalam kristalnya. Karena itu apabila terjadi deformasi plastis maka dislokasi pada umumnya terjadi dari batas kristal dan kemudian bergerak didalam dan berhenti pada batas kristal berikutnya. Hal ini berarti disamping sebagai tempat awal terjadinya dislokasi, batas kristal juga berlaku sebagai penghalang dislokasi. Jadi untuk logam yang mempunyai kristal tunggal, tidak memberikan halangan yang berarti terhadap pergerakan dislokasi, sehingga kekuatannya rendah. Karena itu agar aluminium mempunyai kekuatan yang lebih besar maka perlu dilakukan penambahan elemen-elemen lain yang memungkinkan terbentuknya kristal majemuk. Pada logam dengan kristal yang besar, jumlah batas kristal (batas butir) tidak sebanyak jika dibandingkan logam dengan kristal yang kecil (butirannya halus), yang berarti semakin banyak batas kristal (kristal nya semakin halus) maka semakin besar tingkat rintangan yang terjadi terhadap gerakan dislokasi, yang berarti semakin kuat logam tersebut.

2.2.1.3Penguatan Aluminium Secara Pengerjaan Dingin

Untuk meningkatkan kekuatan lembaran aluminium, setelah proses pengerolan panas (hot rolling) lalu dilanjutkan dengan proses pengerolan dingin (cold rolling). Hasil pengerolan panas belum memberikan kekuatan yang tinggi terhadap pelat, tetapi setelah dilakukan pengerolan dingin maka lembaran/pelat tersebut akan mengalami peningkatan kekuatan. Efek pengerolan dingin ini sering disebut sebagai efek strain hardening atau efek pengerasan akibat regangan.


(26)

Mekanisme penguatan ini terjadi karena peningkatan kerapatan dislokasi dalam kristal logam dimana dislokasi yang telah terbentuk tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang terhadap gerakan dislokasi pada deformasi berikutnya. Pada pengerjaan dingin kondisi energi intern logam lebih tinggi dibandingkan dengan logam yang tidak terdeformasi. Walaupun struktur sel dislokasi hasil pengerjaan dingin stabil secara mekanis, namun secara termodinamis struktur sel ini tidak stabil. Oleh karena itu, dengan meningkatnya temperatur, maka keadaan pengerjaan dingin menjadi semakin tidak stabil. Akibatnya logam menjadi lunak dan kembali ke kondisi bebas regangan.

2.2.1.4Penguatan Aluminium Dengan Pembentukan Patikel Halus Dalam Kristal

Dengan pengaturan komposisi kimia dan proses pengerjaan/perlakuan panas, paduan logam dapat memberikan struktur yang mengandung partikel-partikel halus didalam kristal. Pembentukan partikel-partikel halus tersebut dapat dicapai melalui pengubahan tingkat kelarutan dari suatu unsur atau senyawa dari suatu paduan atau menambahkan partikel-partikel yang keras seperti oksida atau karbida kedalam logam. Cara ini mengahsilkan precipitation hardening atau age hardening dan dispersion hardening. Pengerasan presipitasi atau endapan (precipitation hardening) dihasilkan dengan perlakuan pelarutan dan pencelupan suatu paduan. Agar terjadi pengerasan endapan, fasa kedua harus dapat dilarutkan pada temperatur tinggi, tetapi harus memperlihatkan kemampuan larut yang berkurang dengan turunnya temperatur. Sebaliknya, fasa kedua dalam sistem pengerasan dispersi memiliki kemampuan larut yang sangat kecil di dalam matriksnya.

2.2.1.5Deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation)

Deformasi plastis menyeluruh adalah salah satu proses untuk memperoleh struktur kristal yang sangat halus dalam logam, yang memiliki struktur kristalografi yang berbeda (Zrnik, J, 2008).


(27)

2.2.2 Mikrostruktur Aluminium

Gambar 2.1 memperlihatkan struktur mikro aluminium murni. Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri.

Gambar 2.1 Struktur mikro dari aluminium murni

Gambar 2.2 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon

Gambar 2.2 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon. Gambar (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik.


(28)

2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium

Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium.

2.2.3.1 Sifat Fisik Aluminium

Sifat fisik dari aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat fisik aluminium

Sumber:

2.2.3.1 Sifat Mekanik Aluminium

Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut: 1. Kekuatan tensil

Kekuatan tensil adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tensil. Kekuatan tensil ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tensil bukanlah ukuran


(29)

kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan.

Kekuatan tensil pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tensil yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tensil hingga 580 Mpa (paduan 7075).

2. Kekerasan

Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tensil, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell. 3. Ductility

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tensil, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya, material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tensil, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tensil. Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan.

Aluminium murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun pada umumnya memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium murni, karena ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tensil, serta hampir semua aluminum paduan memiliki kekuatan tensil yang lebih tinggi dari pada aluminium murni.


(30)

4. Modulus Elastisitas

Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio, aluminium lebih baik. Aluminium yang elastis memiliki titik lebur yang lebih rendah dan kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara. Hal ini yang memungkinkan produk-produk dari aluminium yang akan dibentuk pada dasarnya dekat dengan akhir dari desain produk.

5. Recyclability (daya untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa down grading dari kualitas. Yang kembali dari aluminium, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.

6. Reflectivity (daya pemantulan)

Aluminium adalah reflektor yang terlihat cahaya serta panas, dan yang bersama-sama dengan berat rendah, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya perabotan ringan.

2.2.4 Contoh Aplikasi Aluminium

Berikut ini beberapa contoh aplikasi aluminium: 1. Aluminium seri 1xxx

Memiliki kekuatan yang rendah, ketahanan terhadap korosi yang tinggi, tingkat reflektif yang tinggi, dan konduktifitas termal dan listrik yang tinggi sehingga kombinasi ini cocok untuk digunakan dalam pengemasan, perangkat listrik, peralatan pemanas, pencahayaan, dekorasi dan lain-lain.

2. Aluminium seri 2xxx

Melalui pengerasan dengan precipitation hardening dapat digunakan untuk penerbangan dan roda, kendaraan militer, cocok juga untuk sekrup, baut, komponen permesinan, dan lain-lain.


(31)

3. Aluminium seri 3xxx

Tipikal aplikasi seri ini rata-rata untuk kaleng dan untuk paduan yang memerlukan pembentukan dengan cara ditekan dan penggulungan. Selain untuk pengemasan, bangunan, peralatan rumah, alloy ini digunakan juga untuk benda yang memerlukan kekuatan, formabilitas, weldabilitas, dan korosi yang tinggi serta untuk perlengkapan pemanasan seperti helaian brazing dan pipa pemanas.

4. Aluminium seri 4xxx

Kandungan silikon yang tinggi digunakan untuk produk yang memerlukan tingkat kekakuan yang tinggi atau keuletan yang rendah. 5. Aluminium seri 5xxx

Kombinasi kekuatan sedang, ketahanan korosi yang luar biasa, dan weldabilitas biasa digunakan untuk bagian luar (outdoor), arsitektur, khususnya dalam bidang kelautan (perkapalan), dan juga untuk otomotif untuk bodi mobil dan komponen casis.

6. Aluminium seri 6xxx

Kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi, formabilitas, ketahanan korosi, dan weldabilitas sehingga digunakan untuk transport (bodi luar otomotif dan lain-lain), bangunan (pintu, jendela, dan lain-lain), kelautan, pemanasan, dan lain-lain.

7. Aluminium seri 7xxx

Bagian terpenting dari penggunaan seri ini berdasarkan kekuatan yang tinggi, contohnya pada bidang penerbangan, penjelajahan luar angkasa, militer dan nuklir. Tetapi juga bagian structural bangunan sama baiknya dengan atribut olah raga raket tenis, ski, dan lain-lain.

2.3 Deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation)

Proses deformasi plastis menyeluruh dapat didefinisikan sebagai proses-proses yang menyebabkan regangan plastis yang sangat tinggi di logam untuk menghasilkankan penghalusan butir (Srinivasan, R, 2006). Berikut ini adalah beberapa metode deformasi menyeluruh:


(32)

1. High Pressure Torsion

Deformasi plastik menyeluruh dengan metode high pressure torsion terjadi deformasi didalam cakram dengan geser murni antara dua landasan, di mana satu landasan berputar terhadap landasan lainnya yang mencengkram material. Skematik high pressure torsion ditunjukkan pada Gambar 2.3. Metode ini terbatas pada cakram kecil. Deformasi yang terinduksi selama high pressure torsion adalah tidak seragam dari pusat ke diameter luar (Srinivasan, R, 2006).

Gambar 2.3 Persentasi secara skematik dari High pressure torsion 2. Equal Channel Angular Pressing

Equal channel angular pressing adalah suatu prosedur proses dimana material diberikan regangan plastis berupa geseran sederhana dengan penekanan melalui cetakan dua saluran. Cetakan ini terdiri dari dua saluran yang berbentuk L dengan penampang sama dan memiliki sudut (θ) antara dua saluran tersebut. Skematik Equal channel angular pressing ditunjukkan pada Gambar 2.4(Srinivasan, R, 2006).

Gambar 2.4 Persentasi secara skematik dari Equal channel angular pressing


(33)

3. Cyclic Extrusion-Compression

Deformasi plastik menyeluruh dengan metode Cyclic extrusion-compression terjadi deformasi dengan melibatkan aliran berputar dari logam antara ekstrusi bolak-balik dan ruang kompresi. Skematik Cyclic extrusion-compression ditunjukkan pada Gambar 2.5. Efek deformasi jelas bisa dicapai dengan bingkai/cetakan tetap dan pukulan bergerak atau sebaliknya.

Gambar 2.5 Persentasi secara skematik dari Cyclic extrusion-compression

4. Multiaxial Forging

Multi-Axial Compressions/Forgings terjadi deformasi dari sampel penampang persegi panjang melalui serangkaian kompresi sehingga dimensi awal bilet yang dipertahankan. Arah penempatan diubah melalui dari sudut 900 antara kompresi yang berurutan. Skema satu langkah Multi-Axial Compressions/Forgings ditunjukkan pada Gambar 2.6. Multi-Axial Compressions/Forgings sangat efektif didalam memproduksi struktur butir halus, tetapi kekurangannya adalah distribusi regangan tidak seragam sepanjang bilet penampang. Namun ketidak seragaman ini dapat dihilangkan dengan pelumasan yang baik pada bilet dan melalui sejumlah langkah kompresi/tempa.


(34)

Gambar 2.6 Persentasi secara skematik dari Multiaxial forging 5. Accumulatibe Roll Bonding

Teknik ini menggunakan mesin pengerolan logam konvensional. Lempengan logam dirol sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal logam sebelum dirol. Kemudian lempengan logam yang telah dirol dipotong menjadi 2 bagian, dan ditumpuk menjadi 1 lapisan. kemudian ditumpuk menjadi 1 lapisan, dan dirol kembali sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal. Proses ini (terus berulang-ulang dilakukan sehingga regangan yang sangat besar bisa diperoleh dan terkumpul pada logam yang diproses. Skematik Accumulatibe Roll Bonding ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Persentasi secara skematik dari Accumulatibe roll bonding

6. Repetitive Corrugation And Straightening

Selama proses Repetitive Corrugation And Straightening, benda kerja berulang-ulang mengalami pembengkokan dan pelurusan, Skematik Repetitive Corrugation And Straightening ditunjukkan pada Gambar 2.8. Dengan proses ini, akumulasi tegangan tinggi sambil mempertahankan bentuk benda kerja awal. Proses ini dapat berlangsung secara terus


(35)

menerus atau terputus-putus (Gambar 2.8.) Benda kerja diratakan diluar dengan cetakan datar dalam proses yang terputus-putus dan gulungan halus dalam proses yang berlangsung secara terus menerus.

Gambar 2.8 Persentasi secara skematik dari RCS

2.3.1 Equal Chanel Angular Pressing (ECAP)

Equal-channel angular pressing (ECAP) adalah salah satu jenis dari deformasi plastis menyeluruh (SPD). metode ini telah menjadi sangat sukses dalam memproduksi mikro untuk logam masal dan paduan (Han,W,Z, 2007). ECAP atau proses Cetak Tekan dapat menghasilkan kekuatan yang paling tinggi. Cetak Tekan adalah suatu prosedur proses dimana material diberikan regangan plastis berupa geseran sederhana dengan penekanan melalui cetakan dua saluran. Cetakan ini terdiri dari dua saluran yang berbentuk L dengan penampang sama dan memiliki sudut (θ) antara dua saluran tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.9. Regangan yang besar akibat penekanan pada proses Cetak Tekan ini mengakibatkan perubahan pada struktur butir.

Proses Cetak Tekan dikembangkan pertama kalinya oleh Segal dan krunya pada tahun 1985. Pemilihan proses Cetak Tekan didasarkan pada dua alasan yaitu; memungkinkan peningkatan kekuatan material pada temperatur rendah dan proses ini mudah diaplikasikan dalam dunia indutri serta mampu menghasilkan produk dalam skala batangan.

2.3.2 Prinsip Kerja Cetak Tekan

Pada dasarnya sebuah mekanisme Cetak Tekan terdiri dari material uji, punch yang berfungsi untuk menekan spesimen melalui alur cetakan, pelumas dan cetakan dengan dua buah alur yang berpenampang sama (Gambar 2.9). Kedua alur


(36)

cetakan tersebut bertemu disudut Ф = 90o dan ψ = 20o, selama proses ini material ditekan melalui kedua alur tersebut (Djavanroodi, F, 2010).

Gambar 2.9 Prinsip Cetak Tekan (Kim, S, H, 2001)

Sama halnya dengan proses deformasi yang lain, proses Cetak Tekan tidak terlepas dari prinsip bahwa deformasi suatu material terdiri dari sistem slip dan orientasi butir, dalam hal ini Cetak Tekan memberikan deformasi berupa geseran sederhana. Geseran yang terjadi selama proses Cetak Tekan inilah yang akan mengubah orientasi butir material sebagai akibat pergerakan atom-atom pada saat melalui daerah geser sehingga struktur dan ukuran butir material menjadi lebih halus hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10. Jika dibandingkan, mekanisme penguatan ini menghasilkan ukuran butir yang lebih halus dari proses thermo-mechanical (Valiev, Z, R, 2006).

Nilai regangan εN yang terjadi dipengaruhi oleh sudut antar saluran , Ф dan sudut kelengkungan cetakan, ψ. Hal ini dijelaskan oleh persamaan Y. Iwahashi (Adedokun, S, T, 2011):

           Φ+Ψ Φ +      Φ+Ψ = 2 2 cos 2 2 cot 2 3 ec N N ε (2.1)

Serta persamaan R.E. Goforth, K.T. Hartwig dan L.R. Cornwell:

      Ψ +      Φ+Ψ = 2 cot 2 3 N N ε (2.2)


(37)

Gambar 2.10 Daerah geser pada Cetak Tekan

Dalam beberapa dekade belakangan proses Cetak Tekan telah diteliti untuk mengetahui perubahan struktur mikro logam ketika dideformasi plastis. Apabila logam dideformasi plastis pada temperatur kamar, ukuran rata-rata subbutir menurun dengan meningkatnya regangan. Pada proses ini dapat meningkatkan mampu bentuk logam pada temperatur tinggi dan pengurangan ukuran butir akan memberikan peningkatan yang signifikan terhadap kekuatan material.

Pada Gambar 2.11 menunjukkan bentuk deformasi elemen kubik dalam bentuk perpanjangan butir dan geseran yang terjadi pada butir dalam satu langkah proses saat melalui cetakan Cetak Tekan. Pada saat melewati daerah geser di bidang Y terlihat elemen kubik berubah menjadi jajaran genjang (Azushima, A, 2008).


(38)

Beberapa faktor yang mempengaruhi struktur mikro hasil proses Cetak Tekan adalah:

1. Rute proses, dimana sampel diputar diantara penekanan yang berturut-turut.

2. Geometri cetakan seperti, Ф sudut diantara kedua alur cetakan (channel angle) dan ψ sudut lengkungan cetakan (corner angle).

3. Variabel proses seperti, kecepatan penekanan, pelumasan dan temperatur.

4. Sifat material, seperti kekuatan dan perilaku pengerasan.

Selama proses Cetak Tekan, koefisien gesekan antara spesimen dan cetakan diasumsikan sama dengan nol atau kondisi tanpa gesekan. Gesekan adalah variabel proses yang penting untuk menghambat aliran permukaan material serta memberikan regangan geser yang tinggi pada bagian bawah dan regangan geser yang lebih rendah pada bagian atas benda kerja.

Distribusi tegangan-tegangan utama material pada beban tetap selama proses Cetak Tekan dapat dilihat pada Gambar 2.12. Dari gambar dapat dilihat bahwa tegangan pada bagian dalam alur keluar berbeda dengan tegangan bagian luarnya. Bagian dalam alur masuk menerima tegangan tekan dan tegangan tekan maksimum (garis A) muncul pada bagian dalam sudut. Daerah ABC adalah daerah deformasi utama (Gambar 2.12) yang mengalami kondisi tegangan tekan. Dengan kata lain, ketika bagian luar diregang di depan daerah deformasi utama, bagian luar alur masuk benda kerja mengalami kondisi tegangan tarik (garis F Gambar 2.12)(Kim, S, H, 2001) .


(39)

2.4 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).

Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :

- Brinell (HB/BHN)

- Rockwell (HR/RHN)

- Vickers (HV/VHN)

- Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)


(40)

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada : - Permukaan material

- Jenis dan dimensi material - Jenis data yang diinginkan - Ketersedian alat uji

2.4.1 Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Rumus perhitungan Brinell Hardness Number (BHN) dapat dilihat pada persamaan 2.3.

(2.3)

Dimana:

P = beban penekan (Kgf)

D = diameter bola penekan (mm) d = diameter lekukan (mm)

2.4.2 Metode Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan


(41)

dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.4.3 Metode Rockwell

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : - HRa (Untuk material yang lunak).

- HRb (Untuk material yang kekerasan sedang). - HRc (Untuk material dengan sangat keras).

2.4.4 Metode Micro Hardness

Pada pengujian ini identornya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.

2.5 Metallography Test

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Alat uji struktur mikro dapat dilihat pada gambar 2.14. Dengan analisa mikrostruktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat mempengaruhi mikrostruktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.


(42)

Gambar 2.14 Alat uji struktur mikro

Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material, terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya harus ada data pembanding antara data mikrostruktur yang di dapat dari percobaan dengan data mikrostruktur yang sebenarnya dari suatu material yang di jadikan benda uji. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada metalografi adalah sebagai berikut:

2.5.1 Cutting (Pemotongan) Spesimen

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan


(43)

yang memadai. Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda.

b. Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw.

2.5.2 Mounting Spesimen

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah:

a. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) b. Sifat eksoterimis rendah

c. Viskositas rendah d. Penyusutan linier rendah e. Sifat adhesi baik

f. Memiliki kekerasan yang sama dengan spesimen

g. Flowability baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada spesimen.

h. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif.

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah


(44)

dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan panas (1490˚C) pada mold saat mounting.

2.5.3 Grinding (Pengamplasan) Spesimen

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan.Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.

2.5.4 Polishing (Pemolesan) Spesimen

Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus.


(45)

2.5.5 Etching (Etsa) Spesimen

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Pengamatan struktur makro dan mikro. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu:

a. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali.

b. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.

2.6 Hubungan Tegangan Tarik Dengan Kekerasan Brinell

Kekuatan tarik dan kekerasan merupakan indikator ketahanan logam terhadap deformasi plastis. Konsekuensinya adalah terdapat korelasi secara kasar untuk kekuatan tarik sebagai fungsi kekerasan Brinell (Callister, 2004). Hubungan teganngan tarik dengan kekerasan brinell dapat dilihat pada persamaan 2.4.

TS(MPa) = 3.45 x HB (2.4)

2.7 Perhitungan Diameter Butir

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur diameter butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Dapat dilihat pada persamaan 2.5. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:


(46)

Gambar 2.15 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f).

(2.5)

Dimana pengali Jeffries tergantung pada perbesaran yang digunakan dan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Pengali Jeffries

Perbesaran (M) Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm2

1 0.0002

10 0.02

25 0.125

50 0.5

75^ 1.125

100 2.0

150 4.5

200 8.0

250 12.5

300 18.0

500 50.0

750 112.5

1000 200.0

Sumber: ASTM E 112-96, 2000

Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih


(47)

tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Hall-Petch yang dirumuskan pada persamaan 2.6.

(2.6)

Dimana:

σy = Tegangan luluh

σ1= Tegangan friksi (friction stress)

k = Koefisien penguat (strengthening coefficient)

d = Ukuran (diameter) butir

2.8 Panel Bodi Mobil

Penelitian dan pengembangan panel bodi aluminium mulai pada tahun 1970-an. Aluminium paduan untuk panel bodi dikembangkan dalam cara yang berbeda di Eropa, Amerika Utara, dan Jepang karena kebutuhan yang berbeda dari produsen mobil. Di Jepang, paduan sifat mampu bentuk yang lebih tinggi dibutuhkan dari produsen mobil. Oleh karena itu, khusus seri 5xxx Al-Mg paduan, seperti AA5022 dan AA5023, dikembangkan pertama kali. Di sisi lain, paduan kekuatan tinggi setelah dipanggang cat yang diperlukan di Eropa dan Amerika Utara. Akibatnya, seri 2xxx Cu-Mg paduan, seperti AA2036, dan seri 6xxx Al-Mg-Si-(Cu) paduan, seperti AA6016, AA6022 AA6111. Baru-baru ini, mirip paduan seri 6xxx telah digunakan di Eropa, Amerika Utara, dan Jepang. Tabel 2.3 menunjukkan sifat mekanik aluminium untuk panel bodi(Cantor, B, 2007).

Tabel 2.3 Sifat mekanik aluminium untuk panel bodi Alloy Mechanical Properties Tensile Strength (MPa) Yield Strength (MPa) Elongation (%) n-Velue r-Value 5000

AA5022 275 135 30 0.30 0.67

AA5023 285 135 33 - -

series AA5182 265 125 28 0.33 0.80

AA5052 190 90 26 0.26 0.66

6000 AA6022 275 155 31 0.25 0.60

series AA6016 235 130 28 0.23 0.70

AA6111 290 160 28 0.26 0.60


(48)

Penggunaan bagian bodi aluminium dimulai pada kap mobil Mazda RX-7 pada tahun 1985. Honda NSX menggunakan aluminium untuk panel bodi mobil pada tahun 1990. Pada awalnya, aluminium panel bodi diadopsi untuk bagian-bagian mobil sport di Jepang, tetapi baru-baru ini telah digunakan untuk diproduksi secara masal. Pada gambar 2.16. menunjukkan penggunaan panel bodi aluminium pada honda NSX (Davies, G, 2003).


(49)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat

Waktu penelitian ini direncanakan selama empat bulan yang dimulai dari april sampai dengan agustus 2011. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di Laboratorium Proses Produksi dan Metallurgy Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Khusus untuk cetak tekan dilakukan di Bengkel Teknologi jalan karya.

3.2 Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah: 1. Proses Equal Channel Angular Pressing 2. Pengujian Kekerasan

3. Pengujian Metalografi

3.3 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan proses pembuatan spesimen sebelum masuk kepada pengujian inti. Dari bahan awal berupa batangan aluminium dengan diameter 19,05 mm, hal yang pertama dilakukan adalah pemotongan aluminium sepanjang 80 mm. Barulah kemudian masuk kepada proses Equal Channel Angular Pressing yang dilakukan dengan pengulangan 1-5 laluan. Setelah spesimen dari proses Equal Channel Angular Pressing selesai barulah kemudian masuk kepada proses pembuatan spesimen uji untuk pengujian kekerasan dan struktur mikro.

3.4 Proses Cetak Tekan (Equal Channel Angular Pressing)

Pengujian Cetak Tekan dilakukan di Bengkel Teknologi jalan karya dengan menggunakan mesin penekan jenis universal testing machine dengan penggerak hidrolik.


(50)

3.4.1 Persiapan Spesimen

Spesimen yang digunakan dalam pengujian Cetak Tekan adalah Aluminium komersil. Aluminium komersil dibeli di Toko Panja Jaya Jalan Gandi Medan pada bulan Mei 2011. Pada kondisi as-received aluminium ini berbentuk batangan dengan diameter 19,05 mm. Untuk membuat spesimen uji Cetak Tekan, batangan aluminium dipotong sepanjang 80 mm dengan menggunakan gergaji. Spesimen untuk proses Cetak Tekan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Spesimen Cetak Tekan

3.4.2 Persiapan Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan spesimen Equal Channel Angular Pressing adalah sebagai berikut:

1. Universal Testing Machine

Mesin ini digunakan untuk menekan spesimen kedalam cetakan Cetak Tekan. Mesin penekan dapat dilihat pada Gambar 3.2. Spesifikasi dari mesin penekan sebagai berikut :

•Tipe : AEEBAC

Cross head speed : 1440 Rpm

Motor pump : 3.7 kW, 3 phase


(51)

Gambar 3.2 universal testing machine 2. Cetakan Cetak Tekan

Cetakan Cetak Tekan dibuat dari material Steel dengan sudut alur cetakan

Φ

= 90o dan sudut lengkungan ψ = 20o. Dapat dilihat pada Gambar 3.3 dimana cetakan memiliki dua bagian yang terpisah, dua bagian yang terpisah ini digabungkan dengan menggunakan baut sebagai penekan dan pin sebagai penahan. Penekan dibuat dari material KNL Extra dengan panjang 80 mm.


(52)

3.4.3 Persiapan Cetakan Cetak Tekan

Kedua saluran yang berbentuk L dihaluskan dengan menggunakan kertas amplas dengan grade 400, 800, 1000 dan 1500.

3.4.4 Pemasangan Penuntun Penekan

Penuntun penekan dipasang agar posisi penekan tepat pada alur cetakan dan setelah proses Cetak Tekan, penekan dapat terlepas langsung dari cetakan. Dengan adanya penuntun penekan ini efektifitas kerja dalam proses Cetak Tekan dapat ditingkatkan dengan mereduksi waktu mengeluarkan plunger dari cetakan. Pemasangan penuntun penekan pada hidrolik dapat dilihat pada Gambar 3.4. Plat penuntun disambungkan dengan menggunakan baut.

Gambar 3.4 Alat penuntun penekan saat terpasang pada hidrolik

3.4.5 Ilustrasi Proses Cetak Tekan

Ilustrasi dari proses cetak tekan dapat dilihat pada gambar 3.5

Gambar 3.5 Ilustrasi proses cetak tekan 600


(53)

Pada proses Cetak Tekan spesimen dimasukkan kedalam alur cetakan proses Cetak Tekan, kemudian dilakukan pembebanan dengan dibuka katup beban dengan perlahan-lahan dengan tekanan 60 MPa. Kemudia spesimen diputar 600 untuk laluan selanjutnya.

3.4.6 Prosedur Proses Cetak Tekan

Prosedur Pengujian Cetak Tekan adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan pelumasan pada kedua alur cetakan.

2. Cetakan proses cetak tekan dirakit, dua bagian cetakan yang terpisah digabungkan dengan menggunakan 4 buah baut sebagai pengikat dan pin sebagai penahan.

3. Dilakukan penyesuaian sumbu antara penekan dengan lubang penekanan.

4. Setelah penekan dan alur cetakan sesuai, posisi penekan dikembalikan pada posisi semula.

5. Spesimen dimasukkan kedalam alur cetakan proses cetak tekan, kemudian dilakukan pembebanan dengan dibuka katup beban dengan perlahan-lahan dengan tekanan 60 Mpa.

6. Spesimen dikeluarkan dari cetakan dengan cara membuka baut cetakan.

7. Prosedur diulangi dari langkah 1 dengan memutar spesimen sebesar 600 searah jarum jam, untuk spesimen 1 dilakukan 1 kali laluan, untuk spesimen 2 dilakukan 2 kali laluan, untuk spesimen 3 dilakukan 3 kali laluan, untuk spesimen 4 dilakukan 4 kali laluan dan untuk spesimen 5 dilakukan 5 kali laluan. Setiap selesai satu laluan spesimen diputar 600 searah jarum jam kemudian dilanjutkan kelaluan selanjutnya.

3.5 Pengujian

Pengujian yang dilakukan pada spesimen setelah proses Equal Channel Angular Pressing meliputi uji kekerasan dan metalografi.

3.5.1 Pengujian Kekerasan

Pengujian ini dilakukan di laboratorium Metallurgy Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan alat uji Brinnel Hardness tester.


(54)

3.5.1.1Alat Uji Kekerasan

Alat uji kekerasan yang digunakan adalah Brinnel Hardness tester. Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan (hardness) dari material Aluminium yang telah melewati proses cetak tekan. Mesin uji kekerasan dapat dilihat pada gambar 3.6. Spesifikasi dari mesin uji kekerasan sebagai berikut:

• Type : BH-3CF •Kapasitas max : 3000 Kgf •Bola indentasi : 3, 5, dan 10 mm

Gambar 3.6 Brinnel Hardness tester 3.5.1.2Persiapan Pengujian

Sebelum dilakukan pengujian kekerasan, spesimen yang telah melewati pengujian cetak tekan dipotong dengan menggunakan gergaji besi, kemudia spesimen dibersihkan dan diratakan permukanya terlebih dahulu dengan mesin poles dan kertas pasir.

3.5.1.3Prosedur Pengujian Kekerasan

Prosedur pengujian kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Spesimen diletakan pada tempat dudukan spesimen pada mesin uji kekerasan.

2. Tempat dudukan spesimen diatur sehingga spesimen menyentuh bola indentor. Kemudian tutup katup hidrolik. Bola indentor yang digunakan adalah bola baja 5mm.


(55)

3. Kemudian diberi beban sebesar 500 kgf dengan waktu pembebanan selama 15 detik.

4. Setelah 15 detik buka katup hidrolik agar beban terlepas, kemudian lepaskan spesimen.

5. Kemudian diameter jejak diukur mengunakan mikroskop VB, Setiap spesimen dilakukan pengujian kekerasan sebanyak 5 kali kemudian diambil rata-ratanya sesuai skala brinell.

3.5.2 Pengujian Metalografi

Pengujian ini dilakukan di laboratorium Metallurgy Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan alat uji Mikroskop RaxVision 3.

3.5.2.1Alat Uji Metalografi

Alat uji metalografi yang digunakan adalah Mikroskop RaxVision 3. Alat ini digunakan untuk melihat struktur mikro dari suatu logam dengan perbesaran tertentu. Mikrokop ini memiliki perbesaran 50X, 100X, 200X, 500X, dan 800X. Segala macam jenis material dapat dilihat struktur mikronya dengan mikroskop ini. Mikroskop RaxVision 3 dapat dilihat pada gambar 3.7. Spesifikasi dari mikroskop sebagai berikut:

•Merk : Rax Vision 3

•Pembesaran Optik : 50X, 100X, 200X, 500X, dan 800X


(56)

3.5.2.2Prosedur Pengujian Metalografi

Prosedur pengujian Metalografi adalah sebagai berikut: 1. Spesimen dipotong dengan menggunakan gergaji besi.

2. Kemudian di mounting mengunakan campuran resin dengang hardener dengan perbandingan 2:1.

3. Pengamplasan dilakukan secara bertahap menggunakan kertas amplas grade 120, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200 dan 1500. Pengamplasan dilakukan pada mesin polish.

4. Kemudian dilanjutkan dengan pemolesan, Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. 5. Kemudian sampel dietsa menggunakan Larutan etsa Keller terdiri dari 2,5

ml HNO3, 1,5 ml HCl, 1 ml HF, dan 95 ml H2O.

6. Hidupkan Mikroskop Optik, sambungkan dengan komputer yang telah ter-install sofware di dalamnya.

7. Letakkan spesimen di meja pengujian. 8. Pilih ukuran lensa yang akan digunakan.

9. Amati gambar pada layar. Save gambar yang diperlukan untuk nantinya akan di-analisa.


(57)

3.6 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ditunjukkan oleh gambar 3.8.

Gambar 3.8 Diagram alir penelitian Membuat spesimen ARB

Berhasil

Analisa Data

Laporan

Selesai Studi Literatur

Mulai

Proses ECAP

Persiapan Pengujian Tidak

Ya


(58)

BAB 4

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Pengujian

4.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan memperlihatkan peningkatan kekerasan pada setiap laluan yang dilakukan. Hasil pengujian kekerasan seperti yang ditunjukankan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil pengujian kekerasan berdasarkan skala brinell Jenis Laluan Kekerasan (BHN) Deviasi

As-received 60,56 ± 2,72 Laluan Ke-1 70,58 ± 2,26 Laluan ke-2 74,30 ± 5,25 Laluan Ke-3 82,04 ± 3,34 Laluan ke-4 85,86 ± 4,60 Laluan ke-5 87,24 ± 5,49

Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.


(59)

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat kekerasan aluminium mengalami peningkatan setelah proses equal channel angular pressing seiring dengan peningkatan jumlah laluan. Besarnya peningkatan yang terjadi adalah sebesar 16% untuk laluan pertama, 23% untuk laluan kedua, 35% untuk laluan ketiga, 41% untuk laluan keempat dan 44% untuk laluan kelima.

Jelas terlihat bahwa harga kekerasan cukup signifikan didapatkan pada laluan pertama, dan pada laluan berikutnya terjadi penurunan margin peningkatannya terhadap laluan sebelumnya.

4.1.2 Hasil Pengujian Metalografi (Metallography Test)

Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada dipermukaan spesimen. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk Aluminium yang belum dilakukan proses Cetak Tekan dan yang sudah mengalami Cetak Tekan. Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan pembesaran 100X, 200X dan 500X. Hasil foto mikro seperti diperlihatkan pada gambar 4.2.

As-received Laluan ke 1


(60)

Laluan ke 2 Laluan ke 3

Laluan ke 4 Laluan ke 5

Gambar 4.2 Foto mikro hasil pengujian metalografi

Pada Gambar 4.2 ditampilkan beberapa gambar struktur mikro aluminium pada kondisi aluminium komersil sebelum equal channel angular pressing (kondisi as-received) dan setelah proses equal channel angular pressing. Semua Gambar menunjukkan pola butiran. Pada Gambar terlihat bahwa butir berubah pada setiap laluan. Pembesaran yang dipilih pada pengambilan foto mikro ini adalah 500X. Dari gambar dapat dilihat perubahan struktur mikro Aluminium dari kondisi as-received diameter butiran mengalami penurunan setelah dilakukan proses equal channel angular pressing untuk laluan kesatu,kedua, ketiga, keempat dan kelima.

4.1.3 Hasil Konversi Nilai Hardness ke Tensile Strength

Konversi nilai hardness ke tensile strength dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.4. hasil konversi dapat dilihat pada tabel 4.2.

500 μm 500 μm

500 μm 500 μm


(61)

Tabel 4.2 Hasil konversi nilai hardness ke tensile strength Jenis Laluan Kekuatan Tarik Deviasi

As-received 208,93 ± 9,40 Laluan Ke-1 243,50 ± 7,68 Laluan ke-2 256,34 ± 18,12 Laluan Ke-3 283,04 ± 11,53 Laluan ke-4 296,22 ± 15,87 Laluan ke-5 300,98 ± 18,94

Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3 Grafik pengaruh laluan terhadap tegangan batas

Pada gambar 4.3 di atas menunjukkan kekuatan aluminium komersil meningkat seiring dengan penigkatan jumlah laluan yang diberikan. Besarnya peningkatan kekuatan dari as-received (208,93 MPa) adalah 16% (243,50 MPa) untuk laluan pertama, 22% (256,34 MPa) untuk laluan kedua, 35% (283,04 MPa) untuk laluan ketiga, 42% (296,22 MPa) untuk laluan keempat dan 44% (300,98 MPa) untuk laluan kelima.


(62)

4.1.4 Pengukuran Butiran

Ukuran diameter butiran spesimen dihitung berdasarkan metode planimetri sesuai standard ASTM E-112 dan bentuk butiran diasumsikan spherical, sebagai contoh aluminium as-received pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Foto mikro aluminium as-received pembesaran 200X Dari persamaan 2.5 didapat nilai NA, yaitu:

NA =

Nilai NA ini kemudian diinterpolasikan pada lampiran B untuk mendapatkan diameter butiran, dimana diketahui diameter butiran sebesar 99,16 μm. Setiap sampel diambil 3 kali pengukuran diameter butir kemudian diambil rata-ratanya. Hasil perhitungan diameter butiran dengan metode planimetri disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter butiran Jenis Laluan Diameter Butir (μm)

As-received 93,67 Laluan ke-1 79,78 Laluan ke-2 51,50 Laluan ke-3 32,12 Laluan ke-4 29,52 Laluan ke-5 28,08


(63)

Tabel diatas jika disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut ini.

Gambar 4.5 Grafik pengaruh laluan terhadap diameter butiran

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat diameter butiran aluminium komersil sebelum proses equal channel angular pressing (kondisi as-received). Dengan metoda Planimetri didapatkan diameter butir sebesar 93,67 µm. Diameter butir setelah proses equal channel angular pressing laluan pertama didapatkan diameter butir sebesar 79,78 µm. Disini dapat kita lihat bahwa terjadi penghalusan butir apabila dibandingkan dengan material kodisi sebelum proses equal channel angular pressing. Pada laluan pertama terjadi penurunan diameter butir sebesar 14%. Pada laluan kedua terjadi pengurangan ukuran diameter butiran, dimana struktur butir menjadi lebih halus dibandingkan dengan laluan pertama. Pada laluan yang kedua didapatkan diameter butir sebesar 51,98. Disini terjadi penurunan diameter butir sebesar 44%. Untuk aluminium setelah proses equal channel angular pressing dengan tiga kali laluan terlihat terjadi penghalusan butir yang cukup jelas, disini didapatkan ukuran butir sebesar 32,12 µm. Disini terjadi penurunan diameter butir sebesar 65%. Pada laluan keempat terus terjadi penghalusan butir. dimana didapatkan ukuran butir sebesar 29,52 µm. Disini terjadi penurunan diameter butir sebesar 68%. Sementara itu pada laluan yang kelima terus terjadi penghalusan butiran. dimana struktur butir menjadi lebih


(64)

halus dibandingkan dengan laluan sebelumnya. Ini dibuktikan dengan ukuran diameter yang didapat adalah sebesar 28,08 µm. Disini terjadi penurunan diameter butir sebesar 70%.

4.2.Pembahasan

4.2.1 Hubungan Antara Diameter Butiran Dengan Kekerasan

Dengan menghubungkan data tabulasi pada tabel 4.1 dengan 4.3 bisa dilihat hubungan antara diameter butiran dengan kekerasan. Adapun hubungan antara diameter butiran dan kekerasan dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik pengaruh diameter butiran terhadap kekerasan

Dari gambar 4.6 Perubahan diameter butir akibat proses equal channel angular pressing mempengaruhi nilai kekerasan aluminium komersil, semakin besar diameter butiran maka akan semakin menurun kekerasan aluminimum atau semakin halus butir maka akan semakin keras aluminium. Hal ini sesusai dengan teori Hall-Petch, sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran diameter butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi.


(65)

4.2.2 Hubungan Antara Kekerasan Dengan Kekuatan Tarik

Dengan menghubungkan data tabulasi pada tabel 4.1 dengan 4.2 bisa dilihat hubungan antara kekerasan dengan kekuatan tarik. Adapun hubungan antara diameter butiran dan kekerasan dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Grafik pengaruh kekerasan terhadap kekuatan tarik

Dari gambar 4.7 Perubahan kekerasan akibat proses equal channel angular pressing mempengaruhi nilai kekuatan tarik aluminium komersil, semakin besar kekerasan maka akan semakin naik kekuatan tarik aluminium. Hal ini sesusai dengan teori Hall-Petch, sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi.

4.2.3 Hubungan Antara Diameter Butiran Dengan Kekuatan Tarik

Dengan menghubungkan data tabulasi pada tabel 4.2 dengan 4.3 bisa dilihat hubungan antara diameter butiran dengan kekuatan tarik. Adapun hubungan antara diameter butiran dan kekuatan tarik dapat dilihat pada gambar 4.8.


(66)

Gambar 4.8 Grafik pengaruh diameter butiran terhadap kekuatan tarik Dari gambar 4.8 Perubahan diameter butiran akibat proses equal channel angular pressing mempengaruhi nilai kekuatan tarik aluminium komersil, semakin besar diameter butir maka akan semakin menurun kekuatan tarik aluminium atau semakin halus diameter butiran maka akan semakin naik kekuatan tarik aluminium. Hal ini sesusai dengan teori Hall-Petch, sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi.


(67)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah:

1. Kekerasan aluminium komersil mengalami peningkatan setelah dilakukan proses equal channel angular pressing. Dengan peningkatan dari as-received adalah 16% pada laluan ke-1, 23% pada laluan ke-2, 35% pada laluan ke-3, 41% pada laluan ke-4 dan 44% pada laluan ke-5.

2. Kekuatan aluminium komersil mengalami peningkatan setelah dilakukan proses equal channel angular pressing. Dengan Peningkatan dari As-received adalah 16% pada laluan ke-1, 22% pada laluan ke-2, 35% pada laluan ke-3, 42% pada laluan ke-4, dan 44% pada laluan ke-5.

3. Diameter butir aluminium komersil mengalami penurunan setelah dilakukan proses equal channel angular pressing. Dengan penurunan dari as-received adalah 14% pada laluan ke-1, 44% pada laluan ke-2, 65% pada laluan ke-3, 68% pada laluan ke-4 dan 70% pada laluan ke-5.

4. Aluminium hasil equal channel angular pressing pada penelitian ini sudah memenuhi syarat untuk dijadikan bahan panel bodi mobil. Kekuatan tarik bahan aluminium setelah proses equal channel angular pressing pada laluan ke-5 yaitu 300,98 MPa dan kekerasannya 87,24 BHN, sedangkan bahan panel bodi mobil adalah aluminium paduan AA6111 dengan kekuatan tarik sebesar 290 MPa dan kekerasannya 82,50 BHN.

5.2 Saran

1. Untuk mendapatkan sifat mekanik yang lebih baik dari penelitian ini diharapkan selanjutnya dilakukan proses kombinasi, misalnya dengan proses pengerolan.


(68)

2. Perlu dikembangkan penelitian equal channel angular pressing dengan menggunakan material yang lain untuk mengetahui pengaruh equal channel angular pressing terhadap sifat atau karakteristik bahan yang lain.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Adedokun, S. T., A Review on Equal Channel Angular Extrusion as a Deformation and Grain Refinement Process. Journal of Emerging Trends in Engineering and Applied Sciences (JETEAS) 2 (2): 360-363.

Amanto, Hari, Daryanto. 1999. Ilmu Bahan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

ASM Handbook vol 9. 2004. Metallography and Microstructures, ASM International: USA.

ASTM E 10-01. 2004. Standard Test Method for Brinell Hardness of Metallic Materials. ASTM International.

ASTM E 112-96 rev, 2000. Standart Test Methods for Determining Average Grain Size. ASTM International.

Azushima, A., Kopp, R., Korhonen, A., Yang, D. Y., Micari, F., Lahoti, G. D., et al. 2008. Severe Plastic Deformation (SPD) Processes for Metals. CIRP Annals-Manufacturing Technology, 57, 716–735.

Callister Jr, W.D. 2004. Material Science and Engineering: An Introduction. New York: John Wiley&Sons.

Cantor, B., Grant, P., Johnston, C. 2007. Automotive Engineering Lightweight, Functional, and Novel Materials. New York: Taylor & Francis.

Davies, G. 2003. Materials for Automobile Bodies. India: Replika Press.

Han, W. Z., Zhang, Z. F., Wu, S.D., Li, S. X. 2008. Investigation on The Geometrical Aspect of Deformation During Equal-Channel Angular Pressing by in-Situ Physical Modeling Experiments. Materials Science and Engineering, A 476, 224–229.

Kim, H. S., Soe, M. H., Hong, S. I. 2001. Plastic Deformation Analysis of Metals During Equal Channel Angular Pressing. Journal of Materials Processing Technology, 113, 622-626.

Nadca,1997, “Alloy data ; Aluminium Die Casting Alloys”, NADCA Product Specification Standards for Die Casting, Sec.3.

Olejnik, L., Rosochowski, A. 2005. Methods of Fabricating Metals for Nano-Technology. Bulletin of The Polish Academy of Sciences, 53(4), 413-423.

Saravanan, M., Pillai, R. M., Pai, B. C., Brahmakumar, M., Ravi, K. R. 2006. Equal Channel Angular Pressing of Pure Aluminium an Analysis. Indian Academy of Sciences, 29(7), 679-684.


(70)

Srinivasan, R., Chaudhury, P. K., Cherukuri, B., Han, Q., Swenson, D., Gros, P. 2006. Continuous Severe Plastic Deformation Processing of Aluminum Alloys. Ohio: Wright State University.

Surdia, T., Saito, S. 1992. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: P.T Pradnya Paramitha.

Valiev, R. Z., Langdon, T. G. 2006. Principles of Equal-Channel Angular Pressing as a Processing Tool for Grain Refinement. Progress in Materials Science, 51, 881–981.

Zrnik, J., Dobatkin, S.V., Mamuzic, I. 2008. Processing of Metals by Severe Plastic Deformation(SPD)–Structure and Mechanical Properties Respond. Metalurgija, 47(3), 211-216.


(71)

LAMPIRAN A

HASIL PENGUJIAN


(72)

Hasil Konversi Nilai Hardness ke Tensile Strength Konversi nilai hardness ke tensile strength dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini.

TS(MPa) = 3.45 x HB

1. Untuk As-received

As-received Kekerasan Tegangan Batas

1 56,8 195,96

2 60,5 208,73

3 60,5 208,73

4 64,5 222,53

5 60,5 208,73

Rata - rata 60,56 208,93

Deviasi 2,72 9,40

2. Untuk Laluan Ke-1

Laluan Ke-1 Kekerasan Tegangan Batas

1 69,1 238,40

2 74,1 255,65

3 71,5 246,68

4 69,1 238,40

5 69,1 238,40

Rata - rata 70,58 243,50


(73)

3. Untuk Laluan Ke-2

Laluan ke-2 Kekerasan Tegangan Batas

1 69,1 238,40

2 79,6 274,62

3 69,1 238,40

4 79,6 274,62

5 74,1 255,65

Rata - rata 74,3 256,34

Deviasi 5,25 18,12

4. Untuk Laluan Ke-3

Laluan Ke-3 Kekerasan Tegangan Batas

1 85,7 295,67

2 79,6 274,62

3 79,6 274,62

4 79,6 274,62

5 85,7 295,67

Rata - rata 82,04 283,04

Deviasi 3,34 11,53

5. Untuk Laluan Ke-4

Laluan ke-4 Kekerasan Tegangan Batas

1 85,7 295,67

2 79,6 274,62

3 92,6 319,47

4 85,7 295,67

5 85,7 295,67

Rata - rata 85,86 296,22


(74)

6. Untuk Laluan Ke-5

Laluan ke-5 Kekerasan Tegangan Batas

1 85,7 295,67

2 79,6 274,62

3 85,7 295,67

4 92,6 319,47

5 92,6 319,47

Rata - rata 87,24 300,98


(75)

Hasil Pengujian Kekerasan

No

Keadaan Awal Laluan ke-1 Laluan ke-2 Laluan ke-3 Laluan ke-4 Laluan ke-5

(BHN) (BHN) (BHN) (BHN) (BHN) (BHN)

1 56,8 69,1 69,1 85,7 85,7 85,7

2 60,5 74,1 79,6 79,6 79,6 79,6

3 60,5 71,5 69,1 79,6 92,6 85,7

4 64,5 69,1 79,6 79,6 85,7 92,6

5 60,5 69,1 74,1 85,7 85,7 92,6

Rata - Rata 60,56 70,58 74,3 82,04 85,86 87,24


(76)

Hasil Perhitungan Diameter Butiran

Hasil perhitungan diameter butiran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Ninside Nintercepted ƒ NA Diameter butiran (μm)

9 8 8 104 99,16

9 10 8 112 95,41

13 8 8 136 86,45

Diameter Rata-Rata As-received 93,67

14 10 8 152 82,01

14 12 8 160 79,78

15 12 8 168 77,55

Diameter Rata-Rata Laluan ke-1 79,78

6 4 50 350 53,47

4 9 50 425 49,05

3 9 50 375 51,98

Diameter Rata-Rata Laluan ke-2 51,98

16 12 50 1100 30,46

12 11 50 875 34,21

13 14 50 1000 31,7

Diameter Rata-Rata Laluan ke-3 32,12

12 13 50 925 33,18

16 16 50 1200 29,22

18 11 50 1475 26,18

Diameter Rata-Rata Laluan ke-4 29,53

17 13 50 1175 29,53

20 16 50 1400 26,73

17 18 50 1300 27,98


(77)

LAMPIRAN B


(78)

(79)

LAMPIRAN C

FOTO PENGUJIAN


(80)

(81)

(82)

(1)

LAMPIRAN B


(2)

(3)

LAMPIRAN C

FOTO PENGUJIAN


(4)

(5)

(6)