Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA TEBING TINGGI

SKRIPSI Diajukan Oleh :

SYAERUDDIN DALIMUNTHE 060501075

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Syaeruddin Dalimuthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Tanggal : ___________________ Pembimbing

NIP. 19510421 198203 1 002 (Drs. Rujiman M.A)


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Syaeruddin Dalimunthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec) (Drs. Rujiman M.A

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19510421 198203 1 002 )

Penguji I Penguji II

(Drs. H.B. Tarmizi S.U)

NIP. 195304212 198103 1 006 NIP. 19671111 200212 1 001 (Kasyful Mahalli M.Si)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Syaeruddin Dalimunthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Tanggal : ___________________ Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001

(Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec)

Tanggal : ___________________ Dekan

NIP. 19550810 198303 1 004 (Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec)


(5)

The Analysis of Factors That Affect Population Density In Tebing Tinggi

Abstract

The purpose of this research is to analyse the factors that affect population density in Tebing Tinggi, During 1989-2008. The independent variables in this research are people’s total income and employment rate.

The method used in the analysis to the factors that affect population density in Tebing Tinggi is Ordinary Least Squared (OLS) with Eviews 5.1 as the tool in processing data.

The estimated result shows that both variables of people’s total income and the employment rate have positive and statistically significant impacts on the population density in Tebing Tinggi at α = 1% and α = 5%.

Keywords : Tebing Tinggi, Population Density, People’s Total Income, Employment Rate


(6)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi selama kurun waktu 1989-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan total masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi tersebut adalah

Ordinary Least Squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah

data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: variabel pendapatan total masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi dan signifikan secara statistik pada α = 1% dan α = 5%.

Kata kunci : Kota Tebing Tinggi, Tingkat Kepadatan Penduduk, Pendapatan Total Masyarakat, Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Rujiman M.A sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi S.U sebagai Dosen Pembanding I. 5. Bapak Kasyful Mahalli M.Si sebagai Dosen Pembanding II.

6. Ayahanda H. Hidir Dalimunthe dan ibunda Hj. Sabiah Hasibuan teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, serta juga kepada keenam saudaraku terkasih.


(8)

7. Khususnya buat seseorang yang penulis sayangi dan cintai, atas dukungannya selama ini dan bersedia menemani penulis dalam suka dan duka menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada teman saya Asef Andri Kurniawan Siregar, Abdul Aziz Nasution, Ardiansyah, Ahmad Thoib Pasaribu, Naskah, Ditya Ismaya, Sherly Cavadia, Devi Oktavianti, Siti Aisyah dan saudara/i Jurusan Ekonomi Pembangunan stambuk tahun 2006 lainnya terima kasih juga penulis ucapkan atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan.

Medan, Juni 2010 Penulis

(Syaeruddin Dalimunthe

NIM. 060501075


(9)

DAFTAR ISI

ABASTRACT ...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...5

1.3 Hipotesis ...6

1.4 Tujuan Penelitian ...6

1.5 Manfaat Penelitian ...7

BAB II URAIAN TEORITIS ...8

2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk ...8

2.2 Konsep Produk Domestik Bruto ...9

2.2.1 Pendapatan regional ...9

2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku ...9

2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan ...9

2.2.4 Pendapatan perkapita ...10

2.2.5 Metode perhitungan pendapatan regional ...10

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja ...12


(10)

2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980 ...14

2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja ...16

2.4 Teori Penduduk ...20

2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian...20

2.4.2 Aliran Marxist ...24

2.4.3 Beberapa teori kependudukan mutakhir ...25

2.4.4 Penganut kelompok teknologi yang optimistis ...29

2.5 Teori Migrasi ...30

2.5.1 Teori migrasi Todaro ...30

2.5.2 Teori migrasi Everett S. Lee ...32

BAB III METODE PENELITIAN ...35

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...35

3.2 Jenis dan Sumber Data ...35

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...35

3.4 Pengolahan Data ...35

3.5 Model Analisis Data...36

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...37

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...40

3.8 Definisi Operasional ...43

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...44

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ...44

4.1.1 Sejarah singkat Kota Tebing Tinggi………...44

4.1.2 Kondisi geografis ...45


(11)

4.1.4 Sarana dan prasarana………..49

4.1.5 Identifikasi bidang usaha potensial………....51

4.1.6 Kondisi demografis ...52

4.1.7 Perkembangan tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi ...54

4.1.8 Perkembangan pendapatan total masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja di Kota Tebing Tinggi ...55

4.2 Hasil dan Analisa ...59

4.3 Interpretasi Model ...60

4.4 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...61

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...68

5.1 Kesimpulan ...68

5.2 Saran ...69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Batas-Batas Kota Tebing Tinggi 45 4.2 Luas Wilayah (Km2) Kota Tebing Tinggi 46 4.3 Distribusi Penduduk Kota Tebing Tinggi 52 4.4 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi 54 4.5 Pendapatan Total Masyarakat di Kota Tebing Tinggi 56 4.6 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja dari Sektor

Industri Besar dan Sedang di Kota Tebing Tinggi 58


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Penduduk dan Tenaga Kerja 19

2.2 Faktor-Faktor Yang Ada Didaerah Asal dan

Daerah Tujuan serta Rintangan Antara 33

3.1 Kurva Uji t-statistik 39

3.2 Kurva Uji F satistik 40

3.3 Kurva Durbin-Watson 42

4.1 Kurva Uji t-statistik Variabel Pendapatan

Total Masyarakat 63

4.2 Kurva Uji t-statistik Variabel Tingkat

Penyerapan Tenaga Kerja 63

4.3 Uji F statistik 65


(14)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi selama kurun waktu 1989-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan total masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi tersebut adalah

Ordinary Least Squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah

data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: variabel pendapatan total masyarakat dan variabel tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi dan signifikan secara statistik pada α = 1% dan α = 5%.

Kata kunci : Kota Tebing Tinggi, Tingkat Kepadatan Penduduk, Pendapatan Total Masyarakat, Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja.


(15)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Rujiman M.A sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi S.U sebagai Dosen Pembanding I. 5. Bapak Kasyful Mahalli M.Si sebagai Dosen Pembanding II.

6. Ayahanda H. Hidir Dalimunthe dan ibunda Hj. Sabiah Hasibuan teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, serta juga kepada keenam saudaraku terkasih.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan ekonomi berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap pembangunan ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya:

1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan.

2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah yang jarang penduduknya.

3. Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin kota.

Sekitar 200 tahun lalu Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih


(17)

dipercaya oleh banyak ahli sampai saat ini. Dalam bukunya yang berjudul Essay on

the principle of population tahun 1789, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep

pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan suatu kecenderungan bahwasanya jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang bersamaan persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Maltus menjelaskan bahwa tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersedian pangan dapat menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat terjadi akibat dari 3 faktor pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertility), kematian (mortality) dan juga akibat dari migrasi (migration). Dalam teorinya tersebut Malthus memiliki kelemahan karena dia tidak memperhitungkan begitu besarnya dampak sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.

Di negara-negara berkembang perkembangan penduduk sangat pesat khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi. Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang dilakukan oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Todaro (2000) menyatakan bahwa munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya pertumbuhan penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta adanya kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk di perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini disebabkan karena adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk pedesaan atau penduduk daerah lain tersebut melakukan perpindahan kedaerah perkotaan.


(18)

Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah :

1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

4. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah :

1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup.

2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik,

3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

4. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro menyebutkan motif utama tersebut sebagai pertimbangan


(19)

ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari pada yang diperolehnya di tempat asalnya.

Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pertambahan penduduk di daerah perkotaan semakin tinggi. Tidak terkecuali di Kota Tebing Tinggi, Sebagai sebuah kota yang termasuk kategori sedang, dalam dua dasawarsa terakhir perekonomian Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat seiring dengan perkembangan fasilitas yang ada baik fasilitas ekonomi seperti sektor industri, serta fasilitas pendukung lainnya. Pada umumnya sektor industri besar/sedang di Kota Tebing Tinggi berstatus perorangan (tujuh unit), dan tujuh unit berstatus PT dan satu unit CV. Lokasi usaha paling banyak di Kecamatan Bajenis (enam unit). Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang umumnya bekerja pada kelompok industri kimia yakni minyak bumi, batubara, karet dan plastik. Kelompok industri makanan dan minuman serta tembakau. Kelompok industri barang logam yakni mesin dan peralatan. Tenaga kerja yang lain tersebar di kelompok industri tekstil yakni pakaian jadi dan kulit. Kelompok industri kayu yakni peralatan rumah tangga. Kelompok industri kertas yakni penerbitan dan percetakan. Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang yang akhirnya juga bekerja pada kelompok industri pengolahan lainnya. Besarnya nilai out put yang dihasilkan oleh sektor industri tersebut pada tahun 2008 mencapai 1.167,4 milyar rupiah. Sementara biaya input yang dikeluarkan pada tahun 2008 mencapai 998,4 milyar rupiah dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan pada tahun 2008 mencapai 169 milyar rupiah. Perkembangan ekonomi Kota Tebing Tinggi dipacu karena letak strategis Kota Tebing Tinggi yang menjadi jalur lintas Sumatera. Di samping itu karena Kota Tebing Tinggi merupakan daerah hynterland yang berkembang menjadi wilayah kota yang maju, sehingga sebagian besar masyarakat daerah tetangga memanfaatkan Kota


(20)

Tebing Tinggi sebagai alternative utama dalam pemenuhan kebutuhan mereka, karena akses ke Kota Tebing Tinggi relative lebih dekat, terjangkau, efisien dan ekonomis. Kondisi ini mendorong perkembangan Kota Tebing Tinggi sebagai kota industri, yang tercermin dari aktivitas yang menonjol di sektor industri. Letak geografis Kota Tebing Tinggi yang diapit wilayah kaya sumber daya alam seperti Kabupaten Deli Serdang, dan daerah lain di Sumatera Utara serta Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menjadi peluang potensial dalam menggerakkan roda perekonomian. Lalu lintas antar kota menjadikan wilayah ini daerah transit. Kota Tebing Tinggi yang merupakan bahagian dari pemerintah kota di Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai 141.059 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 3.712 jiwa/Km2 (Sumatera Utara Dalam Angka 2009). Banyaknya industri-industri dan tersedianya sarana dan prasarana yang lebih baik di Kota Tebing Tinggi merupakan daya tarik bagi penduduk dari daerah lain untuk dapat tinggal di kota tersebut. Banyaknya industri-industri tersebut memunculkan harapan bagi penduduk daerah lain untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga banyak penduduk dari luar Kota Tebing Tinggi yang tertarik untuk melakukan migrasi ke kota tersebut.

Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk meneliti masalah kepadatan penduduk Kota Tebing Tinggi tersebut dengan judul “Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi”

1.2Perumusan Masalah

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan. Bertitik tolak dari uraian


(21)

yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yang akan diteliti, yaitu :

1. Apakah Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi berpengaruh terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?

2. Apakah Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi berpengaruh terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana keberadaannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul, berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi mempunyai pengaruh positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi.

2. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi mempunyai pengaruh positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi. 2. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Kota Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi.


(22)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam mengatasi masalah kepadatan penduduk di Kota Tebing Tinggi.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang topiknya berhubungan.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

4. Menambah, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada yang topiknya berhubungan.


(23)

URAIAN TEORITIS

2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau dapat ditulis dengan rumus :

Jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembilang dapat berupa jumlah seluruh penduduk di wilayah tersebut, atau bagian-bagian penduduk tertentu seperti : penduduk daerah pedesaan atau penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sedangkan sebagai penyebut dapat berupa luas seluruh wilayah, luas daerah pertanian, atau luas daerah pedesaan.

Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat bagian :

1. Kepadatan penduduk kasar (crude density of population) atau sering pula disebut dengan kepadatan penduduk aritmatika yaitu banyaknya penduduk per satuan luas.

2. Kepadatan penduduk fisiologis (fhysiological density) yaitu jumlah penduduk tiap kilometer persegi tanah pertanian.

3. Kepadatan penduduk agraris (agricultural density) yaitu jumlah penduduk petani tiap-tiap km2 tanah pertanian.

4. Kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population), kepadatan penduduk ekonomi berbeda dengan ketiga macam kepadatan penduduk yang telah dibicarakan di atas yaitu jumlah penduduk persatuan luas. Pada kepadatan penduduk ekonomi ialah besarnya jumlah penduduk pada suatu wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang bersangkutan.


(24)

2.2.1 Pendapatan regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk daerah tersebut.

2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku

Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan

Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.


(25)

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama.

2.2.5 Metode penghitungan pendapatan regional

Metode tahap pertama dapat di bagi dalam dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penghitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan di gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung adalah penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal, sebagai alokatornya.

Metode Langsung :

1. Pendekatan produksi

Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti:

a. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan d. Listrik, gas dan air bersih


(26)

e. Bengunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa

j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dlam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendekatan pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang di terima oleh faktor produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan pengeluaran

Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan untuk:

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung c. Konsumsi pemerintahan


(27)

e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi.

f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir.

Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap propinsi dengan menggunakan alokator tertentu, yaitu:

1. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan

2. Jumlah produksi fisik 3. Penduduk

4. Tenaga kerja

5. Alokator tidak langsung lainnya

Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase masing-masing bagian propinsi terhadap nilai tambah setiap sektor atau subsektor.

2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja 1. Tenaga kerja (Manpower)

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15-64 tahun. Atau dengan kata lain tenaga kerja


(28)

adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

2. Angkatan kerja (Labor force)

Secara demografis besarnya angkatan kerja tergantung dari tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa.

3. Bukan angkatan kerja (Not in the labor force)

Adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat, atau tidak berusaha utuk terlibat, dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa.

2.3.1 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1971

Kelompok angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah :

1) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntngan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.

2) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah :

a) Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintahatau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir, dan sebagainya.


(29)

b) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panenan atau menuggu hujan untuk menggarap sawah dan sebagainya.

c) Orang-orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur dan sebagainya.

Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah :

1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mencari/mendapatkan pekerjaan.

2) Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan.

3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Kelompok bukan angkatan kerja :

1) Sekolah : untuk mereka yang kegiatannya hanya bersekolah.

2) Mengurus rumah tangga : untuk mereka yang kegiatannya hanya mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah.

3) Penerima pendapatan : untuk mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan tetapi memperoleh penghasilan, misalnya pensiun, bunga simpanan,hasil persewaan, dan sebagainya.

4) Lain-lain : untuk mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena usia lanjut, lumpuh, dungu, dan sebagainya.

2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980

Dibidang ketenagakerjaan, sensus penduduk 1980 bertujuan antara lain untuk mengumpulkan keterangan-keterangan tentang kegiatan yang dilakukan oleh setiap


(30)

anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun atau lebih. Pada dasarnya kegiatan penduduk tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang berumur 10 tahun keatas yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena sesuatu sebab seperti yang sedang menunggu panenan, pegawai cuti dan sebagainya. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini. Penduduk yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya dan tidak melakukan sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan.

Penduduk (10 tahun keatas) yang dimasukkan dalam kategori bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit satu jam dalam seminggu. Yang termasuk dalam kategori yang mempunyai pekerjaan, tetapi sementara tidak bekerja adalah penduduk (10 tahun keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti sedang sakit, cuti, menuggu panen, mogok dan sebagainya atau bekerja selama kurang dari satu jam. Yang dimasukkan kategori mencari pekerjaan adalah penduduk 10 tahun keatas yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Termasuk didalamnya :

a) Mereka yang belum pernah bekerja. b) Mengajukan lamaran.


(31)

c) Membalas iklan yang menawarkan pekerjaan d) Mendatangi langsung kantor/pabrik

e) Pesan lewat saudara/kenalan f) Lainnya.

2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja.

Dalam ketenagakerjaan, tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jam kerja.

Berdasarkan lapangan pekerjaan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja yang bekerja disektor:

a. Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri manufaktur d. Listrik, gas dan air minum e. Bangunan

f. Perdagangan besar, eceran dan rumah makan g. Angkutan, pergudangan dan komunikasi

h. Keuangan, asuransi, usaha persewaan, tanah dan jasa perusahaan i. Jasa kemasyarakatan dan lainnya.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan perkapita biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam menyediakan lapangan kerja. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan perkapita yang beralih dari barang dan hasil pertanian ke barang-barang hasil industri.


(32)

Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja dibagi atas: a. Tidak atau belum pernah sekolah

b. Tidak atau belum tamat Sekolah Dasar (SD) c. Sekolah Dasar (SD)

d. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP ) e. Sekolah Menengah Atas (SMA)

f. Diploma I/II g. Diploma III

h. Diploma IV/Sarjana.

Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding lurus atau berhubungan positif dengan upah atau gaji. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi upah atau gaji yang diterima. Hubungan ini menjadi hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan tentang efisiensi alokasi sumber daya manusia.

Dilihat dari segi jam kerja, dapat dibagi menjadi pemanfaatan jam sedikit atau sering diistilahkan sebagai “setengah mengangur” (labor utilization) yakni bilamana seseorang bekerja antara 1-34 jam selama seminggu yang lalu. Dasar 34 jam sebagai batas adalah berdasarkan arbitrary, yang menyatakan bahwa bilamana seseorang bekerja antara 35-60 jam selama seminggu yang lalu atau sekitar 6-8 jam perhari, sedangkan pekerja lebih (over utilization) bilamana melebihi bekerja 60 jam selama seminggu.

Berdasarkan status pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas: a. Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain

b. Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap c. Berusaha dengan buruh tetap


(33)

d. Buruh atau karyawan e. Pekerja keluarga

Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat. Sementara itu rasio jumlah tenaga kerja yang bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan pekerja keluarga menurun.

Jumlah tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri, bekerja dibantu oleh karyawan tidak tetap atau oleh keluarga dan pekerja keluarga, sering kali digunakan sebagai indikator jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.

Jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai karyawan dengan upah atau gaji serta yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap adalah indikator dari jumlah tenaga kerja formal. Keberhasilan suatu proses pembangunan seharusnya dapat tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal.


(34)

Gambar 2.1

Penduduk dan Tenaga Kerja

Bukan Angkatan kerja (not in the labor force)

Sekolah Ibu rumah tangga Lain-lain

Bekerja (employed) Mencari pekerjaan/Menganggur (unemployed) Bekerja penuh (fully Employed) PENDUDUK

Penduduk dalam usia kerja Tenaga kerja

Penduduk diluar Usia kerja

Dibawah usia kerja

Diatas usia kerja Pensiun, dsb Angkatan kerja (labor force) Setengah menganggur Setengah menganggur kentara Setengah menganggur tidak kentara Setengah penganggur menurut pendapatan Setengah penganggur menurut produktivitas Setengah penganggur menurut pendidikan dan j i k j


(35)

2.4 Teori Penduduk

2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian a. Aliran Malthusian

Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul : “ essai on Principle of populations as it affect the future improvement

of society, with remark on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang)

apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk , maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus sebagai berikut :

“Human species would increase as the number 1,2,4,8,16,32,64,128,256, anf substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of substance as 256 to 9 ; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years

the difference would be almost incalculable”

Seperti telah disebutkan di atas, untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks, dan


(36)

kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu : moral restraint dan

vice. Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling

penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterimanya. Positive

checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila disuatu

wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persedian bahan pangan.

Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Beberapa kritik terhadap teori Malthus adalah sebagai berikut :

1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang menghubungkan daerah satu dengan yang lainnya sehinggan pengiriman bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah dilaksanakan.

2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi, terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.

3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan-pasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah dianjurkan oleh Francis Place pada tahun 1822.


(37)

4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus.

b. Aliran Neo Malthusian

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusian. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja. Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua cara-cara preventive checks misalnya dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich :

“the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by force”.

Menurut kelompok inti (yang dipelopori oleh Garnett Hardin dan Paul Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap minggu lebih dari satu juta bayi lahir didunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi.

Paul Ehrlich dalam bukunya “the population bomb” pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan semakin terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di duna ini


(38)

lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich bersama isterinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “the population explotion”, yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968, kini sewaktu-waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka.

“.the poor are dying of hunger, while the rich and poor alike are dying from the

by-products of a affluence-population and ecological disaster”.

Pandangan mereka tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi penduduk di Negara maju (developed world).

Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “the limit to

growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya terbaik yang pernah

diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia penuh kesuraman, dan pesimisme. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel lingkungan yaitu : penduduk, produksi pertanian, produksi industry, sumber daya alam dan polusi. Pada waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah, maka bahan makanan per kapita, hasil industri, dan penduduk bertambah dengan cepat. Pertumbuhan ini akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya alam (SDA) yang akhirnya akan habis. Walaupun dibuat asumsi yang bervariasi dari laju perkembangan kelima variabel di atas, terjadinya malapetaka tidak dapat dihindari, hanya waktunya dapat tertunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu membiarkan malapetaka itu terjadi, atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan mengelola lingkungan alam dengan baik (Demografi Umum,2003).


(39)

2.4.2 Aliran Marxist

Aliran in dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun. Kedua-duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang mengatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusiakan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu Negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada Negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.

Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana mereka menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis.

Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Selanjutnya ia berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang


(40)

dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk : Marx dan Engels menentang usaha-usaha moral restraint yang disarankan Malthus.

2.4.3 Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir 1. Teori Fisilogi dan Sosial Ekonomi

a. John Stuart Mill

John stuart mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standart of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti kata Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan :

...the niggardlines of nature, not the injusticeof society, is the cause of the pinalty attached to overpopulation.

Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.

Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka mempertimbangkan perlu tidaknya


(41)

menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Disamping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.

b. Arsene Dumont

Ia adalah seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1890 dia menulis sebuah artikel berjudul “Depopulation et

civilization”. Ia melancarkan terori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaris

sosial (theory for social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapi kedudukan yang tinggi dimasyarkat, misalnya : seorang ayah selalu mengharapakan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.

Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, di mana sistem demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba-lomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara-negara sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, sistem kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan baik.


(42)

c. Emile Durkheim

Ia adalah seorang ahli sosialogis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan pehatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan, pada suatu wilayah di mana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dan ketrampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.

Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri, akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan karena ada masyarakat tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibnu Khaldun.

d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday

Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa daya reproduksi manusia di batasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara atau wilayah. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan meningkat.

Thomson (1953) meragukan kebenaran dari teori ini setelah melihat keadaan di Jawa, India dan China di mana penduduknya sangat padat, tetapi pertumbuhan


(43)

penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih kongkret argumentasinya daripada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk di suatu daerah dapat mempunyai fertilitas tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak mempunyai fertilitas yang tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.

Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar.

Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bayi daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan factor pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang baik biasanya jumlah keluarganya kecil.

Rupa-rupanya teori fisiologi banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam meninjau perkembangan penduduk suatu Negara atau wilayah. Teori ini dapat pula menjelaskan bahwa semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.


(44)

2.4.4 Penganut Kelompok Teknologi Yang Optimis

Pandangan yang suram dan pesimis dari Malthus beserta penganut-penganutnya ditentang keras oleh kelompok tenologi. Mereka beranggapan bahwa manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah kembali barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.

Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa Negara-negara kaya akan membantu Negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu juga akan jatuh kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa dekade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok di antara umat manusia di dunia ini.

Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia ini dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut Era Substitusi. Mereka mengkritik bahwa the limit to

growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.

Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik kelompok ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial di mana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan Negara-negara tersebut. (Demografi Umum, 2003).


(45)

2.5 Teori Migrasi

2.5.1 Teori Migrasi Todaro

Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan yang tela dirumuskan secara rasional; para migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan yang aktual, melainkan penghasilan yang diharapakan (expected income). Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahwa para migran senantiasa mempertimbangkan dan membandingkan-bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu di antaranya yang dapat memaksimumkannya keuntungan yang diharapkan (expected gains) dari migrasi.

Pada dasarnya, model todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan kerja, baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan yang diharapkan selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa diperoleh di pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi pengasilan bersih yang tersedia di desa.

Model ekonomi mengenai migrasi yang biasa digunakan, yakni yang lebih menitikberatkan pengaruh faktor selisih pendapatan sebagai penentu keputusan akhir untuk bermigrasi, tidak akan mengalami kesulitan dalam menunjukkan pilihan mana yang akan diambil oleh para pekerja di desa. Mereka pasti akan memutuskan untuk


(46)

bermigrasi guna mencari mencari upah di kota yang lebih tinggi. Meskipun demikian, penting untuk dipahami bahwa model migrasi ini dikembangkan dalam konteks perekonomian industri maju sehingga secara implisit mengasumsikan adanya kesempatan kerja yang penuh atau hampir penuh. Dalam situasi kesempatan kerja penuh, kesempatan untuk bermigrasi memang dapat didasarkan semata-mata pada keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang relatif tinggi, di mana pun pekerjaan itu tersedia. Lebih lanjut, arus migrasi itu akan berhenti dengan sendirinya jika selisih pendapatan desa dan kota mengecil (upah di kota menurun karena jumlah pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah tenaga pekerja menyusut) sampai akhirnya sama. Bertolak dari pemikiran ini, model atau teori yang sederhana itu menganggap migrasi bukan suatu masalah yang perlu dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau, sebaliknya, meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Sayangnya, analisis seperti ini tidaklah realistis, apalagi jika dikaitkan dengan kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian negara-negara berkembang. Terdapat sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisis itu tidak realistis. Pertama, negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran yang serius dan kronis sehingga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi di perkotaan. Pada kenyataannya, ketika masuk ke dalam pasar kerja di perkotaan, banyak migran yang sebagian besar tidak terdidik dan tidak mempunyai keahlian, akan betul-betul menjadi pengangguran atau mencoba mencari pekerjaan lepas sebagai penjual keliling, pedagang asongan, petugas reparasi, atau pekerja harian yang berpindah-pindah di sektor perkotaan tradisional atau informal, yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil, dan dengan upah yang relatif bersaing. Pada kasus penduduk migran yang terdidik peluangnya lebih baik,


(47)

dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal relatif lebih cepat. Namun pekerja terdidik ini hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran secara total. Itu berarti sebelum memutuskan untuk bermigrasi, para calon migran juga harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur (baik terbuka maupun terselubung) dalam jangka waktu yang cukup lama.

Mayoritas usia migran yang muda membuat keputusan mereka untuk melakukan migrasi harus dilandaskan pada suatu jangka waktu yang lebih panjang guna memungkinkan mereka memperhitungkan penghasilan yang lebih permanen. Apabila para calon migran itu memperkirakan bahwa nilai-nilai kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin luasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi meskipun penghasilan yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah daripada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan. Jadi, sepanjang nilai sekarang (present value) dari penghasilan bersih yang diharapkan selama kurun waktu yang diperhitungkannya melebihi pendapatan yang bisa diperoleh di pedesaan, maka keputusan untuk bermigrasi tetap dapat di benarkan.

Dengan demikian, migrasi dari desa ke kota bukanlah suatu proses positif yang menyamakan tingkat upah di kota dan di desa seperti yang diungkapkan oleh model-model kompetitif, melainkan kekuatan yang menyeimbangkan jumlah pendapatan yang diharapkan (expected income) di pedesaan serta di perkotaan.

2.5.2 Teori Migrasi Everett S. Lee

Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat


(48)

disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu :

1. Faktor-faktor daerah asal

2. Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan 3. Rintangan antara

4. Faktor-faktor individual

Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta rintangan antara

Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu ada pula faktor-faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi (faktor o). Diantara keempat

Daerah Asal

Rintangan Antara

Daerah Tujuan - o+ - o+ - o

+ - o+ - o+ - o+ - o o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+

- o+ - o+ - o + - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+- o+ - o+ - o+ -


(49)

faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu sendiri.

Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi besarnya faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik, seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunyai faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas perumahan dan kondisi lingkungan yang kurang baik.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Pendapatan Total Masyarakat dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Disamping itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti, jurnal dan buku bacaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) dengan kurun waktu 20 tahun (1989-2008).

3.3 Pengolahan Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan metode statistika menggunakan program komputer E-Views 5.1 untuk mengolah data dalam skripsi ini.


(51)

3.4Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squared). Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu persamaan regresi linier berganda.

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = f(X1, X2) ... (1)

Kemudian fungsi tersebut dispesifikasikan kedalam bentuk model persamaan regresi linier sebagai berikut :

Y = α+β1X12X2... (2)

Dimana :

Y = Tingkat Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

X1 = Pendapatan Total Masyarakat (Rupiah) X2 = Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja (Jiwa)

α = Intercept/Konstanta 2

1,β

β = Koefisien Regresi

µ = Kesalahan Pengganggu (Term of Error)


(52)

, 0 1

> ∂∂X

Y

Artinya jika X1 (Pendapatan Total Masyarakat) meningkat

maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

, 0 2

> ∂∂X

Y

Artinya jika X2 (Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja) meningkat

maka Y (Tingkat Kepadatan Penduduk) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.5 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Jika R2 semakin besar (mendekati 1) maka dapat dikatakan bahwa variasi variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variasi variabel bebas semakin besar. Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati 0) maka variasi variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variabel bebas semakin kecil. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0≤R2<1).

3.5.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :


(53)

Ha : bi ≠b ... b ≠0 (ada pengaruh)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak (Ha diterima). Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya bila nilai t-hitung < t-tabel pada kepercayaan tertentu H0 diterima (Ha ditolak). Hal ini berarti bahwa variabel independen yan diuji tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap variabel dependen.Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

(

)

Sb b bi

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : b=0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : b≠0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara


(54)

Ha diterima

Ho diterima

0

Gbr 3.1 Kurva Uji t- statistik

3.5.3 Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

2 1

0 :b b

H = ... bk ≠ 0 (tidak ada pengaruh) 0

:b2 =

Ha ... i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung =

( )

(

R

)

(

n k

)

k R

− 2 −

2

1

1

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi


(55)

n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan : 0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel

independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

0 :β1 ≠ β2

a

H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel

independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung dan standart

error.


(56)

Standart error tidak terhingga

• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%, α = 10%

• Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

• R2 sangat tinggi.

3.6.2 Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial Correlation didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat didalamnya distribusi atau gangguan μi dilambangkan dengan :

(

i : j

)

=0

E µ µ ij

Ada beberapa cara untuk menguji keberadaan autokorelasi, yaitu : 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik

2. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson) Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut :

D-hitung =

− − 2 2 1) ( t t t e e e

Dengan hipotesis sebagai berikut : ,

0 :

0 ρ =

H artinya tidak ada autokorelasi

, 0 :ρ ≠

a


(57)

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Gambar 3.3 Kurva Durbin-Watson

Keterangan :

H0 : Tidak ada korelasi

DW<dl : Tolak H0 (ada korelasi positif) DW>4-dl : Tolak H0 (ada korelasi negatif)

du<DW<4-du : Terima H0 (tidak ada korelasi)

dl≤Dw<4-du : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du)≤Dw≤(4-dl) : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive)


(58)

3.7 Definisi Operasional

1. Tingkat Kepadatan Penduduk adalah banyaknya jumlah penduduk di Kota Tebing Tinggi dibagi luas wilayah Kota Tebing Tinggi yang dinyatakan dalam Jiwa/Km2.

2. Pendapatan Total adalah PDRB perkapita Kota Tebing Tinggi menurut harga berlaku yang dinyatakan dalam Rupiah.

3. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja adalah jumlah tenaga kerja di Kota Tebing Tinggi yang bekerja di sektor industri sedang dan besar yang dinyatakan dalam Jiwa.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Sejarah singkat Kota Tebing Tinggi

Kira-kira seratus tiga puluh enam tahun yang lalu, Kota Tebing Tinggi sudah didiami suku bangsa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari arsip lama, dimana dalam catatan tersebut dinyatakan Tebing Tinggi telah menjadi tempat pemukiman, tepatnya pada tahun 1984. Dari cerita-cerita rakyat yang dikisahkan oleh orang tua, dari sebuah bandar di Simalungun berangkatlah orang tua yang bergelar Datuk Bandar Kajum meninggalkan kampung halamannya yang diikuti para penggawa dan inang pengasuhnya melalui kerajaan Padang menuju Asahan dan tibalah beliau di sebuah desa yang pertama dikunjunginya bernama Tanjung Marulak. Karena kelihaian kolonialis Belanda dengan politik pecah belah sehingga menimbulkan perang saudara. Untuk mempertahankan serangan ini Datuk Bandar Kajum berhasil mencari tempat di sebuah dataran tinggi di tepi sungai Padang. Disinilah dia membangun Kampong yang dipagari dengan benteng-benteng pertahanan yang sekarang disebut ”Kampong Tebing Tinggi Lama” dan berkembang menjadi tempat pemukiman sebagai asal usul Kota Tebing Tinggi.

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang secara historis administrasi pemerintahannya telah ada sejak penjajahan Belanda, dimana pada Tahun 1887 oleh Pemerintah Hindia Belanda, Kota Tebing Tinggi ditetapkam sebagai kota pemerintahan dengan kepala pemerintahannya adalah seorang Kontreleur. Dalam perundang-undangan yang berlaku pada


(60)

Desentralisasiewet yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 1903 (untuk selanjutnya dapat disebut daerah Otonom kota kecil Tebing Tinggi) oleh pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah Kota Tebing Tinggi ditetapkan sebagai daerah otonom dengan sistem desentralisasi.

Keterangan yang menjelaskan Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Otonom dapat kita baca dari tulisan J.J. Mendelaar dalam ”Nota Bertrefende Degemente Tebing Tinggi” yang dibuat sekitar bulan Juli 1930. Dalam salah satu Bab dari tulisan J.J. Mendelaar tersebut dinyatakan, setelah beberapa tahun dalam keadaan vakum mengenai perluasan pelaksanaan desentralisasi, maka pada tanggal 1 Juli 1971 berdasarkan Desentralisasiewet berdirilah Gemente Tebing Tinggi dengan Steling Ordanite Van Statblaad 1917 yang berlaku 1 Juli 1917. Berdasarkan hal inilah maka tanggal 1 Juli ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Tebing Tinggi.

4.1.2 Kondisi geografis

Kota Tebing Tinggi adalah salah satu kota dari tujuh kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara, yang berjarak 78 Km dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi dengan Luas Wilayah 38.434 Km2 terletak di bagian Timur Provinsi Sumatera Utara berada pada Garis 3°19° - 3°21° Lintang Utara dan 98°11° - 98°21° Bujur Timur yang dikelilingi oleh wilayah kabupaten Serdang Bedagai dengan batas-batas sebagai berikut:

Tabel 4.1 Batas-batas Kota Tebing Tinggi


(61)

PTPN IV Kebun Pebatu dan Perkebunan Payu Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai

PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang Bedagai

PT Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebub Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai

Sumber :Badan pusat statistik Kota Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi merupakan daerah perlintasan (hynterland) dari Provinsi Sumatera Utara ke berbagai kota, sehingga memudahkan bagi masyarakat sekitar untuk memperoleh berbagai fasilitas di Kota Tebing Tinggi seperti misalnya sector industri dan sector lainnya.. Disamping itu Kota Tebing Tinggi dilintasi oleh 4 (empat ) buah aliran sungai besar dan kecil dintaranya : Sungai Padang, Sungai Bahilang, Sungai Kelembah dan Sungai Sibarau yang disetiap tahunnya selalu datang banjir kiriman yang harus selalu diwaspadai dan menjadi perhatian pemerintah kota.

Secara Administratif Luas wilayah Kota Tebing Tinggi terbagi dalam 5 ( lima) Kecamatan dengan 35 Kelurahan dan 173 Lingkungan. Sebanyak 35,71 % dari luas tanah tersebut digunakan untuk pemukiman, 51,19 % untuk pertanian termasuk tanah perkebunan dan sisanya digunakan untuk sarana lainnya seperti transportasi, sarana sosial, ekonomi dan budaya serta industri. Penduduk Kota Tebing Tinggi terdiri dari berbagai suku etnis dan berbagai latar belakang sosial budaya dan agama.

Luas wilayah Kota Tebing Tinggi menurut Kecamatan, dapat dilihat dalam tabel berikut:


(62)

Tabel 4.2 Luas wilayah (Km2) Kota Tebing Tinggi Menurut kecamatan

tahun 2008

Luas wilayah (Km2)

Dalam persen (%)

Tebing Tinggi Kota 3.473 Km2

9%

Bajenis 9.078 Km2 24%

Padang Hulu 8.511 Km2

22%

Padang Hilir 11.441 Km2 30%

Rambutan

5.935 Km2

15%

Sumber :Badan pusat statistik Kota Tebing Tinggi

Dari tabel diatas terlihat bahwa wilayah yang paling luas adalah Kecamatan Padang Hilir yaitu sebanyak 11.441 Km2 (29,76%) kemudian kecamatan Bajenis 907.8 Km2 (23,62%), Kecamatan Padang Hulu 851.1 Km2 (22,14%), Kecamatan Rambutan yaitu sebanyak 13,726 Km2 (15,44%), dan yang paling sempit adalah Kecamatan Tebing Tinggi Kota yaitu 3447.3 Km2 (9,04%).

Sebagai sebuah kota yang termasuk kategori sedang, dalam dua dasawarsa terakhir perekonomian Kota Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat seiring dengan perkembangan fasilitas yang ada baik fasilitas ekonomi seperti sektor industri serta fasilitas pendukung lainnya. perkembangan ekonomi Kota Tebing Tinggi dipacu karena letak strategis Kota Tebing Tinggi yang menjadi jalur lintas Sumatera. Di samping itu karena Kota Tebing Tinggi merupakan daerah hynterland yang


(63)

berkembang menjadi wilayah kota yang maju, sehingga sebagian besar masyarakat daerah tetangga memanfaatkan Kota Tebing Tinggi sebagai alternative utama dalam pemenuhan kebutuhan mereka, karena akses ke Kota Tebing Tinggi relative lebih dekat, terjangkau, efisien dan ekonomis. Selain itu pola kegiatan ekonomi Kota Tebing Tinggi secara perlahan mengalami pergeseran dan peralihan dimana peran kelompok tersier dalam struktur PDRB lebih besar dari kelompok primer dan sekunder. Letak geografis Kota Tebing Tinggi yang diapit wilayah kaya sumber daya alam seperti Kabupaten Deli Serdang, Kota Tebing Tinggi, dan daerah lain di Sumatera Utara serta Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menjadi peluang potensial dalam menggerakkan roda perekonomian. Lalu lintas antar kota menjadikan wilayah ini daerah transit.

4.1.3 Kondisi iklim

Kota Tebing Tinggi memiliki iklim tropis dataran rendah. Ketinggian 26–34 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan bergelombang. Temperatur udara di kota ini cukup panas yaitu berkisar 25°-27° C. Sebagaimana kota di Sumatera Utara, Kota Tebing Tinggi memiliki 2 musim yaitu, penghujan dan kemarau dengan curah hujan per tahun rata-rata 1. udara 80% - 90%.

Selama tahun 2005, Kota Tebing Tinggi mengalami hari hujan selama 90 hari dengan curah hujan berkisar antara 65 sampai 376 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan curah hujan 376 mm dan banyaknya hari hujan 20 hari, disusul bulan Januari dengan curah hujan 250 mm dan banyaknya hari hujan 5 hari.


(64)

4.1.4 Sarana dan prasarana

a. Infrastruktur jalan dan angkutan kota

Seluruh jalan di Kota Tebing Tinggi sudah dengan permukaan aspal, dan sekitar 28,53 km dalam keadaan rusak, selebihnya dalam kondisi baik dan sedang. Sistem jeringan jalan sudah terlayani ke seluruh Kota Tebing Tinggi. Mudah dan lancarnya aksesibilitas penduduk akibat ketersediaan prasarana jalan akan memudahkan penduduk Kota Tebing Tinggi melaksanakan kegiatan sosial ekonominya. Begitu juga ketersediaan prasarana jalan ini akan penting bagi dunia usaha dalam distribusi produk usaha.

Rute angkutan umum di Kota Tebing Tinggi sebanyak 23 rute dengan 553 armada. Umumnya angkutan umum melayani pergerakan menuju jalan-jalan utama Kota, yaitu dengan melayani pergerakan penduduk dari pusat-pusat pemukiman menuju pusat kota dan kegiatan social ekonomi penduduk (pendidikan, tempat kerja, belanja, dan lain-lain).

b. Air bersih

Pelanggan air bersih PDAM Kota Tebing Tinggi sampai dengan saat ini mencapai 8,407 SR (Sambungan Rumah). Pelanggan air bersih PDAM Tirta Bulian selama kurun waktu tahun 2002-2005 mengalami peningkatan sekitar 19,86%. Peningkatan jumlah pelanggan ini umumnya dari kelompok rumah, toko industri badan sosial dan rumah sakit. Tahun 2005 air minum disalurkan lepada konsumen sebanyak 2.274.675 m2, naik sekitar 16,09% dari tahun 2003 yang sebanyak 1.959,4 ribu m2. Sebanyak 1.659,7 ribu m2 (72,96%) disalurkan kepada konsumen rumah tangga. 13,04% dikonsumsi oleh perusahaan industri dan pertokoan, sementara


(65)

instansi pemerintah menggunakan air bersih sebesar 144,008 ribu m2 atau sekitar 7,24%. Sedangkan badan sosial dan rumah sakit hanya menggunakan air bersih sebesar 6,76%.

c. Energi listrik

Daya yang tersambung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Tebing Tinggi hingga tahun 2005 mencapai 66.017 KVA naik sebesar 3,7% dari tahun 2003. Daya yang tersambung tersebut untuk menampung jumlah pelanggan PLN sebanyak 63.257. Pengguna listrik terbesar adalah golongan rumah tangga sebesar 59,44% diikuti oleh golongan Industri 26,80%. (Sumber : Tebing Tinggi Dalam Angka 2006)

d. Pos dan Telekomunikasi

Di Kota Tebing Tinggi terdapat 1 kantor pos pusat yang terletak di pusat kota Jalan Dr. Sutomo. Kantor pos ini melayani jasa layanan berupa pengiriman barang dan uang serta jasa pos lainnya. Fasilitas jasa pos telah mencakup seluruh kelurahan di Kota Tebing Tinggi dengan kantor pelayanan berpusat di kecamatan. Pengembangan pelayanan jasa pos telah memanfaatkan teknologi maju seperti pelayanan surat elektronik, wesel elektronik, surat kilat, pemasangan internet dan lainnya. Jasa Telekomunikasi di Kota Tebing Tinggi telah mencakup 3 kecamatan dan dikelola oleh PT Telkom Kandatel Tebing Tinggi.


(66)

4.1.5 Identifikasi bidang usaha potensial

a. Bidang usaha potensial

Selama beberapa tahun terakhir perekonomian Kota Tebing Tinggi didominasi oleh sektor industri pengolahan yaitu 23,87% dari total PDRB. Peringkat kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 20,70% dan diikuti oleh sektor jasa sebesar 16,13%. Dari ketiga sektor tersebut terlihat bahwa perekonomian Kota Tebing Tinggi sangat didukung oleh sektor-sektor yang merupakan kegiatan perkotaan. Dari ketiga sektor ini dapat diturunkan bidang-bidang usaha yang layak untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Potensi pendukung bidang usaha potensial • Industri pengolahan hasil pertanian

Ada tiga komoditi pertanian utama yang patut menjadi perhatian pemerintah Kota Tebing Tinggi, yaitu sawit, kelapa dan karet. Ketiga komoditi ini merupakan bahan baku industri hasil pertanian yang sangat baik jika dilihat dari potensi pasarnya. Dengan melihat fungsi Kota Tebing Tinggi sebagai pusat kegiatan pengelolaan hasil pertanian dan perkebunan rakyat, maka wajar bila salah satu usahanya adalah membangun pabrik pengolahan kelapa sawit. Hal ini tentunya didukung oleh kenyataan bahwa konsumsi CPO dalam negeri dan dunia terus meningkat.

Arang batok kelapa yang diolah menjadi arang briket merupakan bahan bakar alternatif. Arang briket merupakan produk yang pemanfaatannya sudah dikenal luas baik di lingkungan rumah tangga maupun industri. Dalam rumah tangga, arang briket pada umumnya digunakan sebagai bahan bakar, terutama untuk pemanggangan sate,


(67)

ikan dan lain-lain, sedangkan dalam industri, produk ini merupakan bahan baku bagi industri karbon aktif dan kertas karbon, atau dapat juga digunakan sebagai bahan pembantu dalam proses pengecoran baja dan timah.

4.1.6 Kondisi demografis

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi tahun 2008, penduduk Kota Tebing Tinggi sebanyak 139.409 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 68.712 jiwa (49,29%) dan penduduk perempuan berjumlah 70.697 jiwa (50,71%). Rasio jenis kelamin atau sex ratio penduduk Kota Tebing Tinggi sebesar 97.19, yang berarti hanya ada 97 orang laki-laki dalam 100 penduduk perempuan. Dengan luas hanya 38,438 km2, tingkat kepadatan penduduk Kota Tebing Tinggi Tahun 2008 mencapai 3.712 jiwa/ km2

Rumah Tangga mencapai 31,829 kepala keluarga dan diperkirakan bahwa rata-rata setiap rumah tangga dihuni oleh 4–5 jiwa. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi tahun 2008 terjadi peningkatan sebanyak 2.216 jiwa (1,16 %) dengan jumlah penduduk tahun 2007 sebanyak 137.193 jiwa.

Distribusi penduduk Kota Tebing Tinggi menurut kecamatan tahun 2008, dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi penduduk Kota Tebing Tinggi Menurut kecamatan

tahun 2008

Jumlah penduduk (Jiwa)

Dalam persen (%)


(1)

Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan, Jakarta : Kencana.

Sukirno, Sadono, 2007. Makro Ekonomi Modern, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Tjiptoherijanto, Prijono, 2000. Mobilitas Penduduk Dan Pembangunan Ekonomi,

Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Todaro, Michael P, dan Stephen C, Smith, 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia

Ketiga Edisi Kedelapan, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Waluyo, Dwi Eko, 2003. Teori Ekonomi Makro, Malang : Penerbit UMM.

Wibowo, Mardian, 2006. Desa Mengepung Kota: Strategi Membebaskan Jakarta dari

Urbanisasi, Jakarta : Magister Administrasi Kebijakan Publik UI.


(2)

Lampiran I

Data Variabel Skripsi

Tahun Kepadatan penduduk PDRB perkapita berdasarkan harga berlaku Jumlah tenaga kerja dari sektor industri sedang dan besar 1989

3024 970099,2 1836

1990

3157 1052377 1872

1991

3182 1163070 2076

1992

3061 1338198 2027

1993

3075 2158060 1905

1994

3197 2649717 1961

1995

3291 2842252 2097

1996

3175 2954369 2124

1997

3145 3174665 2123

1998

3495 4379020 2275

1999

3220 5407522 2102

2000

3254 5837142 1915

2001

3374 6419715 1985

2002

3293 6876993 2185

2003

3478 7431763 2214

2004


(3)

2005

3530 9236850 2130

2006

3571 10266712 2162

2007

3631 11550000 2098

2008

3712 12928436 2175


(4)

Lampiran II

Hasil Regres

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/07/10 Time: 22:29 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob.

C 2594.393 191.5883 13.54150 0.0000

X1 5.04E-05 3.76E-06 13.39887 0.0000

X2 0.199967 0.099749 2.004694 0.0612

R-squared 0.970402 Mean dependent var 3280.200

Adjusted R-squared 0.966920 S.D. dependent var 213.4397 S.E. of regression 38.82050 Akaike info criterion 10.29326 Sum squared resid 25619.53 Schwarz criterion 10.44261

Log likelihood -99.93255 F-statistic 278.6783

Durbin-Watson stat 1.540943 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran III

Uji Multikolinearitas Variabel Pendapatan Total Masyarakat dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 04/07/10 Time: 22:33 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -36991360 8236960. -4.490899 0.0003

X2 20458.52 3968.046 5.155818 0.0001

R-squared 0.596254 Mean dependent var 5384379.

Adjusted R-squared 0.573823 S.D. dependent var 3722877. S.E. of regression 2430376. Akaike info criterion 32.33963 Sum squared resid 1.06E+14 Schwarz criterion 32.43920

Log likelihood -321.3963 F-statistic 26.58246


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Syaeruddin Dalimunthe

NIM : 060501075

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Fakultas : Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi ini, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul: “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing Tinggi”. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk

dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Juni 2010 Yang membuat pernyataan

(Syaeruddin Dalimunthe

NIM. 060501075

)