Analisis Jejak Karbon dan Air pada Produksi sayuran dengan Berbagai Sistem Pertanian (Studi Kasus di PT Kebun Sayur Segar Parung Bogor).

ANALISIS JEJAK KARBON DAN AIR PADA PRODUKSI
SAYURAN DENGAN BERBAGAI SISTEM PERTANIAN
(STUDI KASUS DI PT KEBUN SAYUR SEGAR PARUNG
BOGOR)

YUKE AGUSTINA SUPARNOPUTERI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Jejak Karbon
dan Air pada Produksi sayuran dengan Berbagai Sistem Pertanian (Studi Kasus di
PT Kebun Sayur Segar Parung Bogor)” adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 9 Juli 2015

Yuke Agustina Suparnoputeri
NIM F34110019

ABSTRAK
YUKE AGUSTINA SUPARNOPUTERI. Analisis Jejak Karbon dan Air pada
Produksi sayuran dengan Berbagai Sistem Pertanian (Studi Kasus di PT Kebun Sayur
Segar Parung Bogor). Dibimbing oleh SUPRIHATIN.

Produksi komoditi sayuran dapat memberikan kontribusi pada total emisi GRK (Gas
Rumah Kaca) dan total penggunaan air nasional di sektor pertanian. Kegiatan
pertanian pada produksi komoditi sayuran dapat mengeluarkan emisi GRK secara
alami serta dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih di alam. Untuk itu, dilakukan
evaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari produksi sayuran dengan
berbagai sistem pertanian dengan metode LCA (Life Cycle Assessment) yang terdiri
dari penilaian jejak karbon, total penggunaan dan efisiensi energi dan jejak air. Hasil

evaluasi dampak pada produksi 1 kg produk sayuran Bayam Merah, Bayam Hijau
dan Kangkung dengan berbagai sistem pertanian menghasilkan estimasi total emisi
GRK sebesar 1.104 kgCO2eq, penilaian total penggunaan energi sebesar 2.276 MJ
dengan nilai Net Energy Ratio (NER) (40 - 50) cm. Rata - rata sayuran tidak layak panen
sebanyak 50% dari sayuran yang tumbuh di lahan.
Penanaman dan Pemeliharaan
Tahap penanaman dan pemeliharaan terdiri dari proses penyemaian benih
bayam merah sebanyak 36,8 gram untuk luas lahan seluas (1 x 23) m 2, benih
bayam hijau sebanyak 80 gram untuk luas lahan seluas (1 x 50) m2 dan kangkung

14

sebanyak 0,5 kg untuk luas lahan seluas (1 x18) m2.Lalu, dilanjutkan proses
pemberian nutrisi tambahan berupa larutan urin kelinci setiap 10 hari sebanyak 1
liter yang difermentasikan dengan 10 cc dan 100 Liter air selama 21 hari. Urin
kelincifermentasi sebanyak 100 Liter dapat digunakan untuk luas lahan sebesar 45
m2, Fermentasi penting dilakukan untuk mereduksi dan menguraikan kadar
amoniak menjadi nitrat, yang dibutuhkan bagi tanaman (Setyanto dkk 2014). Urin
kelinci mengandung unsur - unsur yang ditunjukkan pada Tabel 5 hara (Balai
Besar Pelatihan Pertanian [BBPP] 2013).

Tabel 5 Kandungan Unsur Urin Kelinci
Kandungan Urin Kelinci
Nitrogen (N)
Fosfat (P)
Kalium (K)

Sumber: BBPP (2013)

Jumlah (v/v) ( %)
2,72
1,1
0,5

Selanjutnya proses irigasi menggunakan air pegunungan yang ditampung
dan dialirkan mengikuti gaya gravitasi karena kontur tanah yang miring dan
proses pengawasan terhadap hama dan penyakit kasat mata setiap hari bersamaan
dengan tahap pemanenan.
Pemanenan
Setiap jenis sayur mempunyai masa panen berbeda.Maksud dari masa
panen adalah masa dimana benih disebar sampai sayuran dipanen.Pada jenis sayur

Bayam merah dan Bayam hijau masa panennya yaitu selama 45 hari dan jenis
sayur Kangkung.Selama 55 hari.
Pascapanen
Di dalam tahapan pascapanen, proses pembersihan hasil panen dilakukan
di awal untuk mengilangkan kotoran-kotoran seperti tanah yang menempel pada
sayuran. Setelah hasil panen tersebut bersih, dilakukan proses sortasi dengan
memisahkan antara sayuran layak kemas dengan yang tidak layak kemas. Setiap
sayuran layak kemas, ditimbang hingga memiliki berat sebesar 250 gram, lalu
dimasukkan dalam plastik polyethilen (PE) food grade dan ditutup menggunakan
sealer.
Distribusi
Tahap distribusi diawali dengan mendistribusikan produk ke Parung
terlebih dahulu dari pukul 17.00 sampai 23.00 dengan proses pemenuhan muatan
pada mobil dari pukul 13.00 sampai 19.00. Setelah sampai di Parung, produk
dipisahkan sesuai dengan permintaan pembeli dan didistribusikan ke pembeli pada
pukul 04.30.
Sistem Hidroponik
Sistem pertanian dengan bioteknologi adalah sistem pertanian yang
memanfaatkan bioteknologi untuk meningkatkan hasil pertanian dan menciptakan
sistem pertanian yang berkelanjutan di era modern.Sistem pertanian dengan


15

bioteknologi ada banyak jenisnya, namun yang banyak diterapkan adalah sistem
hidroponik. Sistem pertanian ini, mempunyai kelebihan yaitu mudah dalam proses
pengendalian hama, serangga dan penyakit sehingga dapat mengurangi
penggunaan insektisida dan fungisida dan lebih efisien dalam penggunaan air dan
pupuk sehingga dapat mengurangi penggunaan air yang berlebih. Sistem pertanian
dengan bioteknologi juga sebagai cara mengatasi kendala berkurangnya lahan
pertanian (Surhardiyanto 2011). Dari bermacam metode hidroponik agar tanaman
mendapatkan nutrisi,yang diterapkan di PT Kebun Sayur Segar yaitu metode
aeroponik, NFT dan DFT. Jumlah bahan yang dibutuhkan dan produk yang
dihasilkan disajikan data inventaris produksi sayuran sistem hidroponik pada
Lampiran 5.
Tahapan Produksi
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk memproduksi sayuran hidroponik di PT
Kebun Sayur Segar (Parung Farm) disebut dengan bedengan (bed) dengan
menggunakan sistem greenhouse berbentuk bangunan yang terbuat dari bambu
yang dimiringkan dan beratapkan plastik UV yang berukuran (2 x 10) m 2 untuk

lahan persemaian dan berukuran (2 x 8) m2 untuk lahan penanaman dan lahan
terbuka berbentuk petakan yang berukuran (2 x 20x 0,03) m3 dan (2 x 8 x 0,03)
m3. Luas lahan yang digunakan untuk memproduksi sayuran hidroponik yaitu
1872 m2 untuk satu kali periode penanaman.Luas lahan produksi sayuran jenis
bayam merah, bayam hijau dan kangkung hidroponik ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas Lahan Produksi Sayuran Hidroponik
Lokasi: Parung –Bogor
Greenhouse ke- Fungsi
1 Persemaian Bayam
2 Penanaman Bayam Aeroponik
Penanaman Bayam NFT
3 Penanaman Bayam merah
Penanaman Bayam NFT
Lahan ke-

Fungsi
1 Penanaman Kangkung
2 Penanaman Kangkung

Ukuran Bed

(m2)
(2 x 10)
(2 x 8)
(2 x 8)
(2 x 8)
(2 x 8)
Ukuran
Petakan
(m2)
(2 x 20)
(2 x 8)

Jumlah
Bed
16
10
16
16
12


Luas
(m2)
320
160
256
256
192

Jumlah
Petakan
12
13

Luas
(m2)
480
208

Jenis sayur seperti bayam merah dan bayam hijau diproduksi di lahan yang
menggunakan lahan greenhouse, sedangkan kangkung diproduksi di lahan yang

menggunakan lahan terbuka.Pada lahan greenhouse Aeroponik yang
diperuntukkan bagi jenis sayur bayam hijau dan metode NFT (Nutrient Flow
Technique) diperuntukkan bagi jenis sayur bayam merah dan bayam hijau.Metode
Aeroponik dan NFT pada sistem greeenhouse menggunakan media tanam berupa
rockwoolsebanyak 50 bal. Media tanam rockwool berfungsi sebagai media bagi

16

tanaman dapat tumbuh karena mengandung beberapa unsur hara seperti tanah.
Selain rockwool, untuk jenis sayur bayam merah dan bayam hijau membutuhkan
media lain seperti Styrofoam dan Jelly Cup yang berfungsi sebangai
penyanggaakar bibit yang layak tanam tetap berdiri sehingga akar tanaman tetap
terjaga dan tanaman dapat tercukupi nutrisinya. Berbeda halnya, dengan metode
NFT pada lahan terbuka yang diperuntukkan bagi jenis sayur kangkung.Media
tanam yang digunakan berupa kerikil yang berfungsi menjaga akar tanaman
hidroponik tetap baik sehingga mudah mendapatkan nutrisi.
Persemaian
Tahap persemaian dilakukan pukul 14.00 untuk mengurangi paparan sinar
matahari yang berlebih. Setiap hari dilakukan penyebaran benih bayam merah
sebanyak 20 gram, bayam hijau sebanyak45 gram dan kangkung sebanyak 250

gram. Lahan semai sayuran hidroponik greenhouse ditunjukkan pada Gambar 5,
lahan tanam sayuran hidroponik greenhouse ditunjukkan pada Gambar 6 dan
Lahan tanam sayuran hidroponik terbuka disajikan pada Gambar 7.

Gambar 5 Lahan Semai Sayuran Hidroponik Greenhouse

Gambar 6 Lahan Tanam Sayuran Hidroponik Greenhouse

17

Gambar 7 Lahan Tanam Sayuran Hidroponik Terbuka
Penanaman dan Pemeliharaan
Tahap penanaman dan pemeliharaan terdiri dari proses penanaman bibit
layak tanam dilakukan setiap pukul 07.00 dengan menyiapkan tiga batang bibit
untuk ditanam pada Styrofoam berlubang yang berukuran 1 m2, proses pemberian
nutrisi A dan B mix sebanyak 242 liter dalam air untuk jenis sayur kangkung dan
930liter dalam air untuk jenis sayur bayam merah dan bayam hijau dilakukan
bersamaan dengan proses irigasi dan proses pengawasan terhadap hama dan
penyakit. Berikut merupakan formulasi larutan nutrisi ab mix yang disajikan pada
Tabel 7.

Tabel 7 Formulasi Larutan Nutrisi AB Mix
Komposisi Pupuk Cair (Nutrisi AB)
Pekatan A
Calsinit (Kalsium nitrat)
Kristaka (Kalium nitrat)
BMX
Pekatan B
Kristaka MKP (Ammonium fosfat)
Solufoltasse
Magnesium sulfat

Jumlah Satuan
500 gram/liter
333,3 gram/liter
150,4 gram/liter
16,3 gram/liter
500 gram/liter
127 gram/liter
79,3 gram/liter
258 gram/liter

Pemanenan
Tahap pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman sayur dari
lahan.Setiap jenis sayur mempunyai masa panen yang berbeda. Pada jenis sayur
bayam merah dan bayam hijau masa panennya yaitu selama 33 hari yang terdiri
dari 15 hari masa semaidan 18 hari masa tanam. Berbeda halnya dengan masa
panen pada jenis sayur kangkung yaitu selama 28 hari.Hasil panen yang telah
didapat dibawa ke area pengemasan untuk dilalui tahap pascapanen.
Pascapanen
Hasil panen yang ada di area pengemasan dilakukan proses
pembersihanyang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran seperti lumutlumut yang muncul dari pengaliran nutrisi yang berlebih. Setelah bersih, hasil
panen melewati proses sortasi, penimbangan dan pengemasan.

18

Distribusi
Produk disusun dalam kratdandimasukkan ke dalam mobil box yang telah
dilengkapi dengan pendingin dengan suhu sekitar (15-20)oC. Untuk
mendistribusikan produk digunakan bensin sebanyak 28,985 liter. Daerah yang
menjadi tujuan didistribusikannya produk sayuran sehat, organik dan hidroponik
Parung Farm yaitu JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi) dan beberapa kota besar di Indonesia.Sasaran pasar pembeli produk
Parung Farm yaitu swalayan, supermarket, hypermarket, hotel dan
restoran.Sasaran pasar pendistribusian produk sayuran Parung Farm ditunjukkan
pada Tabel 8.
Tabel 8Sasaran Pasar Pendistribusian Produk Sayuran Parung Farm
Sasaran Pasar
Korean &
Japanese
Hypermarket
Supermarket
Supermarket
Carrefour
Sogo
Cosmo
Giant
Hero
Papaya
Hypermart
Matahari
Company
Makro
Diamond
New Soul
Ranch Market
Kamone
Lion Superindo
Hari-hari
Ramayana
Maxim
Grand
Lucky
Rejeki

Hotel, Restoran dan
Kafe (Horeka)
Bintang
Sari Piza
Warung Daun
Pepper Lunch
Tomodachi
Mahi-mahi
Citrus Café

Sumber: Iswardani (2011)

Jejak Karbon Produksi Sayuran
Jejak karbon adalah pengukuran gas emisi yang berkontribusi terhadap
terjadinya global warming (Ercin dan Hoekstra 2012).Dengan jejak karbon dapat
memberikan informasi status emisi GRK sehingga diketahui asal penyebab
terbentuknya emisi GRK dari suatu siklus hidup produksi suatu produk (Dewani
2014).Gas yang berkontribusi terhadap terjadinya global warming yaitu gas-gas
emisi rumah kaca. Menurut Kementan (2011), emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
adalah gas-gas yang memberikan efek rumah kaca pada suatu area ke atmosfer.
Efek rumah kaca adalah kiasan dari proses dimana emisi gas yang ada di atmosfer
akan membentuk lapisan di atmosfer yang menyebabkan panas maupun
gelombang matahari tidak dapat dipantulkan keluar atmosfer sehingga
menyebabkan dunia memanas atau suhu udara meningkat.

19

Total emisi GRK nasional di sektor pertanian tahun 2005 sebesar 80179 Gg
CO2e. Total emisi tersebut mengalami peningkatan sebesar 6,3% dari tahun 2000
ke 2005.Emisi GRK di sektor pertanian terbentuk secara alami.Terbentuknya
emisi gas CO2 berasal dari proses fotosintesis, respirasi dan dekomposisi
tumbuhan. Jika pada proses produksi sayuran, emisi gas CO2 terbentuk dari
kegiatan pemberian kapur atau kasium dan pemupukan dengan urea. Lalu, gas
CH4 terbentuk dari proses metanogenesis saat kondisi anaerob tanah dan
penyimpanan pupuk kandang melalui proses fermentasi. Pada produksi sayuran
kegiatan yang membentuk emisi CH4 yaitu kegiatan irigasi dan pemupukan
dengan pupuk organik. Sedangkan gas N2O terbentuk dari hasil samping proses
nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas N2O dapat terbentuk pada proses produksi
sayuran akibat kegiatan pemupukan dengan NPK, kegiatan penggemburan tanah
dengan penambahan bahan organik ke tanah, kegiatan pengomposan atau
pengolahan sisa tanaman dan kegiatan pencucian sayuran (Kementan 2011).
Perhitungan jejak karbon produksi sayuran berbagi sistem pertanian
dihitung dengan mengalikan data inventaris dari produksi sayuran masing-masing
sistem pertanian dengan faktor emisi bahan yang digunakan pada produksi
sayuran. Faktor emisi (EF) adalah jumlah GRK yang diemiskan dari suatu bahan
yang digunakan di kegiatan produksi suatu produk.Faktor emisi yang digunakan
dalam penelitian ini berupa faktor emisi yang mempunyai satuan kg CO2
ekuvalen/kg bahan dan disajikan secara terlampir pada Lampiran 1.hasil penilaian
jejak karbon produksi sayuran sistem semi-konvensional, organik dan hidroponik
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Penilaian Jejak Karbon Produksi sayuran Berbagai Sistem
Pertanian

Jenis Sayur
Bayam Merah
Bayam Hijau
Kangkung
TOTAL

Total Emisi GRK (kg CO2eq/kg produk)
Sistem Pertanian
Semi – konvensional
Organik
Hidroponik
Total
99,545
103,991
184,207
387,742
124,853
172,841
119,530
417,224
69,277
90,276
49,409
208,962
1013,929

Dari hasil penilaian jejak karbon, didapatkan data total emisi GRK dari
produksi 1 kg produk sayuran bayam merah, bayam hijau dan kangkung dengan
berbagai sistem pertaniansebesar 1.014 kgCO2eq. Dari data total emisi GRK
produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian menunjukkan bahwa setiap
jenis sayur yang diproduksi, akan memberikan kontribusi emisi GRK yang
berbeda. Hal tersebut terlihat dari total emisi GRK setiap jenis sayur pada
produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian. Total emisi GRK dengan
penerapan sistem pertanian semi-konvensional pada produksi jenis sayur bayam
merah sebesar 100 kgCO2eq/kg produk, bayam hijau sebesar 125 kgCO2eq/kg
produk dan kangkung 69 kgCO2eq/kg produk, total emisi GRK dengan penerapan
sistem pertanian organik pada produksi jenis sayur bayam merah sebesar 104
kgCO2eq/kg produk, bayam hijau sebesar 173 kgCO2eq/kg produk, dan kangkung

20

Produktivitas Produk
(kg produk/Ha)

sebesar 90 kgCO2eq/kg produk dan total emisi GRK dengan penerapan sistem
pertanian hidroponik pada produksi jenis sayur bayam merah sebesar 184
kgCO2eq/kg produk, bayam hijau sebesar 119 kgCO2eq/kg produk dan kangkung
sebesar 49 kgCO2eq/kg produk. Perbedaan total emisi GRK pada setiap jenis
sayuran berbagai penerapan sisem pertanian disebabkan adanya pengaruh
perbedaan produktivitas produk sayuran. Pengaruh produktivitas masing-masing
produk terhadap total emisi GRK produksi sayuran berbagai sistem ditunjukkan
grafik pada Gambar 8.
14000,000
12000,000
Sistem
10000,000
Organik
8000,000
Sistem
6000,000
Hidropnik
4000,000
Sistem Semi2000,000
konvensonal
0,000
0,000
100,000
200,000
Total Emisi GRK (kgCO2eq/kg produk/Ha)

Gambar 8 Grafik Pengaruh Produktivitas terhadap Total Emisi GRK
Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian
Dari gambar grafik terlihat bahwa produktivitas produk sayur yang
semakin rendah, akan meningkatkan total emisi GRK yang dikeluarkan dari
produksi sayuran. Begitupun sebaliknya, semakin tinggi produktivitas produk
sayur, akan menunrunkan total emisi GRK yang dikeluarkan dari prouksi sayuran.
Perbedaan penerapan sistem produksi juga memberikan kontribusi emisi
GRK yang berbeda.yang ditunjukkan pada Tabel 10
.
Tabel 10 Perbandingan Emisi GRK dengan Perbedaan Sistem Pertanian

Jenis Sayur
Bayam Merah
Bayam Hijau
Kangkung
Rata – rata

Persentase Perbandingan (%)
SemiSemikonvensional
konvensional
vs Organik
vs Hidroponik
-4,275
-45,960
-27,764
4,454
-23,260
40,210
-18,433
-0,432

Organik
vs
Hidroponik
-43,545
44,601
82,709
27,921

Hasil perbandingan produksi sayuran sistem semi-konvensional
menghasilkan rata-rata total emisi GRK lebih rendah 18% dari rata-rata total emisi
GRK produksi sayuran sistem organik dan lebih rendah 0,4% dari rata-rata total
emisi GRK produksi sayuran sistem hidroponik.Hal ini menurut Venkant (2011),
disebabkan penggunaan pupuk kimia NPK dan urea pada sistem semi-

21

konvensional tidak mengeluarkan emisi yang signifikan dibanding dengan
penggunaan pupuk kandang pada sistem organik. Namun, hasil berbeda
ditunjukkan pada produksi sayuran sistem organik yang menghasilkan rata-rata
total emisi GRK lebih tinggi 28% dari rata-rata total emisi GRK produksi sayuran
sistem hidroponik. Tingginya total emisi GRK pada produksi sayuran organik
disebabkan karena rendahnya produktivitas produk sayuran organik (Meisterling
2009).
Selain menilai jejak karbon, dilakukan juga penilaian total penggunaan
energi dan nilai efisiensi energi. Perhitungan total penggunaan energi dari
produksi sayuran berbagai sistem pertanian, hampir sama dengan mengitung jejak
karbon yaitu dengan menggunakan data inventaris dari produksi sayuran berbagai
sistem pertanian, namun data inventaris tersebut dikalikan dengan nilai konversi
energi yang digunakan pada produksi sayuran berbagai sistem pertanian. Nilai
konversi energi yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Lampiran 2. Hasil
penilaian total penggunaan energi produksi sayuran berbagai sistem pertanian
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil Penilaian Total Penggunaan Energi Produksi sayuran Berbagai
Sistem Pertanian
Jenis Sayur
Bayam merah
Bayam hijau
Kangkung
TOTAL

Total Penggunaan Energi (MJ/kg produk sayur)
Sistem Pertanian
Semi – konvensional
Organik
Hidroponik Total
380,965
223,636
151,299
755,901
475,249
385,154
101,785
962,188
286,366
211,319
60,528
558,212
2276,302

Dari hasil penilaian total penggunaan energi, didapatkan data total
penggunaan energi pada produksi 1 kg produk sayuran bayam merah, bayam hijau
dan kangkung dengan berbagai sistem pertanian sebesar 2.276 MJ. Dari hasil
penilaian total penggunaan energi menunjukkan bahwa produksi dengan berbagai