Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor
i
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK
PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
RATNA INDRIASTI H34104055
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR
Ratna Indriasti1)dan Nunung Kusnadi2)
1) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104055 2) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, Dr.Ir., MS
ABSTRAK
Hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam tanpa tanah, dengan menggunakan larutan nutrisi di dalam air. Sayuran hidroponik yang dihasilkan lebih higienis, tanpa pestisida, lebih renyah dan segar. Harga jual sayuran hidroponik jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional, namun biaya investasi dan operasional juga tinggi. Oleh karena itu, pengusahaan hidroponik perlu memperhatikan jenis sayuran yang diproduksi yaitu sayuran yang memiliki nilai jual tinggi atau sayuran yang tergolong eksklusif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penelitian dilakukan pada Desember 2012 sampai Februari 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun PT KSS memproduksi jenis sayuran yang sama dengan sayuran konvensional (bayam, kangkung, caysim, dan pakcoy), usaha yang dilakukan tetap menguntungkan dan efisien dikarenakan harga jual dan produktivitas yang tinggi sehingga dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio yang diperoleh tiap komoditas berkisar antara 1,3 hingga 2,9. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan komoditas lainnya.
(3)
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR KABUPATEN BOGOR
Ratna Indriasti1)dan Nunung Kusnadi2)
ABSTRACT
Hydroponic is a technology of growing plants using mineral nutrient solutions in water, without soil. Hydroponic technology produces more hygienic, non pesticide, crisper and fresher vegetables. Hydroponic vegetables price is far more expensive than conventional vegetables, however the investment and operating costs are higher. Therefore, in hydroponic cultivation need to consider the type of vegetables produced are high value vegetables or exclusive. The aim of this research is to analyze the cost structure, revenue, profit, and efficiency of hydroponic vegetables business in PT KSS. This research was conducted from December 2012 to February 2013. The results of the research showed that although the PT KSS producing the same type vegetables with conventional vegetables (such as spinach, water spinach, caysim, and pakcoy), the business remain profitable and efficient because of the higher price and higher productivity of hydroponic vegetables that can cover the cost. The R/C ratio obtained by each commodity is ranging from 1,3 to 2,9. Hydroponic water spinach commodity is the most efficient and profitable commodity compare to the other.
(4)
ii
RINGKASAN
RATNA INDRIASTI. Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).
Teknologi hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi di dalam air. Sayuran hidroponik yang dihasilkan lebih higienis, tanpa pestisida, lebih renyah dan segar. Harga jual sayuran hidroponik jauh lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional, namun biaya investasi dan operasional juga tinggi. Oleh karena itu, pengusahaan hidroponik perlu memperhatikan jenis sayuran yang diproduksi yaitu sayuran yang memiliki nilai jual tinggi atau sayuran yang tergolong eksklusif.
PT Kebun Sayur Segar (PT KSS) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran hidroponik. PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan menggunakan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value).
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. Penelitian ini dilaksanakan di PT KSS yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Waktu pengambilan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel. Konsep dan alat analisis yang digunakan yaitu analisis struktur biaya, analisis keuntungan dan efisiensi usaha serta analisis titik impas.
Berdasarkan analisis struktur biaya, biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya sewa lahan, penyusutan greenhouse persemaian, penyusutan greenhouse pembesaran, penyusutan sarana irigasi, penyusutan peralatan, tenaga kerja tetap, listrik, distribusi. Komponen biaya tetap tertinggi yaitu biaya tenaga kerja dan biaya distribusi. Persentase total biaya tetap terhadap total biaya pada masing-masing komoditas sayuran berkisar antara 60-71 persen. Pada usaha hidroponik biaya investasi yang dibutuhkan tinggi sehingga biaya tetap merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya tenaga kerja harian, biaya penggunaan benih, rockwool, nutrisi, dan kemasan. Komponen biaya variabel tertinggi yaitu biaya tenaga kerja harian. Persentase total biaya variabel terhadap total biaya berkisar antara 28-40 persen. Biaya produksi yang paling kecil yaitu pada komoditas kangkung. Penggunaan metode substrat dengan media kerikil pada komoditas kangkung dapat menghemat biaya.
Jumlah produksi sayuran hidroponik PT KSS tinggi dikarenakan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan konvensional. Harga jual sayuran hidroponik juga memiliki harga premium yaitu Rp 38.000 per kilogram, sementara itu pada pengamatan di lapangan harga jual sayuran konvensional hanya berkisar Rp 5.600 – 10.000 per kilogram. Apabila sayuran hidroponik
(5)
iii dijual dengan harga konvensional maka PT KSS tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Harga jual yang tinggi juga dikarenakan tingginya kualitas sayuran hidroponik.
Dari hasil analisis efisiensi usaha (R/C rasio) menunjukkan bahwa usaha sayuran hidroponik PT KSS efisien untuk dijalankan (R/C > 1). Nilai R/C rasio pada komoditas caysim yaitu 1,27, pakcoy 1,49, bayam 1,61, dan kangkung 2,71. Penerimaan kangkung hidroponik paling tinggi dengan penggunaan biaya yang paling rendah sehingga menghasilkan usaha yang sangat efisien. Berdasarkan analisis titik impas memperlihatkan bahwa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditas berbeda sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya. Komoditas kangkung memiliki jumlah minimum/titik impas yang paling rendah, sedangkan komoditas caysim memiliki titik impas yang paling tinggi. Pada komoditas kangkung jumlah minimum produksi yaitu 3.473 kg, sedangkan jumlah produksi aktual mencapai 13.300 kg. Semakin jauh nilai titik impas produksi dengan jumlah produksi aktual, maka dapat dikatakan bahwa keuntungan yang diperoleh semakin besar.
Meskipun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan konvensional, namun usaha sayuran hidroponik yang dijalankan tetap efisien dan menguntungkan. Hal ini dikarenakan harga jual serta produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi. Komoditas kangkung hidroponik merupakan komoditas yang paling efisien dan menguntungkan dibandingkan dengan sayuran hidroponik lainnya. Kangkung hidroponik memiliki jumlah produksi yang tinggi serta penggunaan metode substrat kerikil yang dapat lebih menghemat biaya.
(6)
iv
ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK
PADA PT KEBUN SAYUR SEGAR
KABUPATEN BOGOR
RATNA INDRIASTI H34104055
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(7)
v Judul Skripsi : Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur
Segar Kabupaten Bogor
Nama : Ratna Indriasti
NIM : H34104055
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
(8)
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2013
Ratna Indriasti H34104055
(9)
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 1989. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Widayat dan Ibu Waltiyah. Pendidikan SD ditempuh penulis dari tahun 1994 di SDN Peninggilan 01 Tangerang sampai pada tahun 2000. Penulis kemudian menempuh pendidikan SMP dari tahun 2000 di SMPN 3 Tangerang sampai pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun berikutnya di SMA Yadika 5 Jakarta dan lulus pada tahun 2006 dengan jurusan IPA.
Penulis diterima di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, Program Diploma Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di RSUD Cibinong Bogor dan Hotel Pangrango 2 Bogor pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010, penulis bekerja di Mayapada Hospital Tangerang sebagai ahli gizi.
Penulis melanjutkan studi ke program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes pada tahun 2010. Penulis pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan acara siang keakraban mahasiswa alih jenis agribisnis pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis juga sempat bekerja pada sebuah CV yang bergerak di bidang kuliner.
(10)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Usaha Sayuran Hidroponik Pada PT Kebun Sayur Segar Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di PT Kebun Sayur Segar sebagai salah satu perusahaan penghasil sayuran hidroponik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, keuntungan, dan efisiensi usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dikemudian hari.
Bogor, Mei 2013 Ratna Indriasti
(11)
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, ilmu, arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama. Terima kasih atas koreksi dan masukan yang telah diberikan.
3. Ir. Harmini, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji Komisi Pendidikan. Terima kasih atas koreksi dan masukan yang telah diberikan.
4. Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si yang telah menjadi pembimbing akademik selama perkuliahan dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. 6. Orangtua (Bapak Widayat dan Ibu Waltiyah), kedua kakak tersayang (Risad
Yanuar dan Anjar Hermawan S.Kom, MT) dan keluarga tercinta atas setiap doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
7. Pihak PT Kebun Sayur Segar terutama manajer produksi yang telah meluangkan waktu, memberikan kesempatan dan berbagai informasi yang dibutuhkan penulis.
8. Sahabat dan teman seperjuangan Agribisnis Alih Jenis 1 terutama Dwi Gama dan Tita Nursiah yang telah memberikan dukungan, semangat, serta sharing selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.
9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan berbagai bantuan kepada penulis.
Bogor, Mei 2013 Ratna Indriasti
(12)
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Keunggulan Teknologi Hidroponik ... 7
2.2 Karakteristik Produk Hidroponik ... 9
2.3 Struktur Biaya dan Produktivitas Sayuran Hidroponik ... 11
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15
3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual ... 15
3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik ... 18
3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik ... 20
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22
IV METODE PENELITIAN ... 25
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 25
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25
4.3.1 Analisis Struktur Biaya ... 26
4.3.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik ... 28
4.3.3 Analisis Titik Impas ... 30
V GAMBARAN UMUM USAHA ……….. 31
5.1 Sejarah Perusahaan ... 31
5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis Perusahaan ... 32
5.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan ... 32
5.4. Sarana dan Prasarana Budidaya Sayuran Hidroponik ... 34
5.5 Proses Budidaya Sayuran Hidroponik ... 37
(13)
xi
VI ANALISIS USAHA SAYURAN HIDROPONIK PT KSS …… 43
6.1 Analisis Struktur Biaya Sayuran Hidroponik ... 43
6.1.1 Biaya Tetap ... 43
6.1.2 Biaya Variabel ... 47
6.2 Analisis Penerimaan Sayuran Hidroponik ... 50
6.3 Analisis Keuntungan, Efisiensi Usaha, dan Titik Impas Sayuran Hidroponik ... 52
6.4 Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Konvensional ... 55
VII KESIMPULAN DAN SARAN ……… 57
7.1 Kesimpulan ... 57
7.2 Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
(14)
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga
Berlaku Tahun 2007-2010 ... 1 2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran (ton)
di Indonesia Tahun 2009-2010 ... 2 3. Perbandingan Produktivitas Sayuran Hidroponik dengan
Sayuran Non Hidroponik ... 14 4. Struktur Biaya Usaha Sayuran Hidroponik PT KSS
per 500 m2 per tahun ... ... 27 5. Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Efisiensi Usaha
Sayuran Hidroponik per 500 m2 per tahun... 29 6. Komponen Biaya Tetap Usaha Sayuran Hidroponik
Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ... 45 7. Komponen Biaya Variabel Usaha Sayuran Hidroponik
Per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ... 48 8. Struktur Biaya Produksi Sayuran Hidroponik ... 50 9. Penerimaan Usaha Sayuran Hidroponik Per 500 m2
dalam Waktu Satu Tahun ... 51
10. Keuntungan Usaha Sayuran Hidroponik pada
Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ... 52 11. Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik pada
Luasan 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun ... 53 12. Titik Impas pada Tiap Komoditas Sayuran Hidroponik ... 54 13. Perbandingan Sayuran Hidroponik dengan Sayuran
(15)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total ... 16
2. Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual ... 17
3. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan ... 21
4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 24
5. Greenhouse Tipe Piggyback dengan Kerangka Bambu ... 35
6. Sarana Irigasi Sistem Hidroponik NFT di PT KSS ... 35
7. Bedengan/Rak Tanam Sayuran Hidroponik di PT KSS ... 36
8. Media Tanam Rockwool di PT KSS... 36
9. Benih Pakcoy Takii ... 36
10. Sistem Budidaya NFT dan NFT Metode Substrat ... 37
11. Proses Persemaian Benih di PT KSS ... 38
12. Proses Pembesaran Bibit di PT KSS ... 38
13. Daun Bayam yang Terkena Kutu ... 39
14. Kegiatan Panen di PT KSS ... 40
(16)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perhitungan Penyusutan Greenhouse Persemaian
dan Pembesaran di PT KSS ... 63 2. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Bayam,
Caysim, Pakcoy pada Luas Lahan 500 m2 ... 64 3. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Kangkung
Media Kerikil pada Luas Lahan 500 m2 ... 65 4. Join Cost PenyusutanPeralatan untuk Komoditas
Bayam, Pakcoy, Caysim, Kangkung ... ... 66 5. Perhitungan Tenaga Kerja untuk Komoditi Bayam,
Caysim, Pakcoy, Kangkung ... 67 6. Struktur Biaya, Keuntungan, dan Efisiensi Usaha Sayuran
Hidroponik per 500 m2 dalam Waktu Satu Tahun
(17)
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu komoditas hortikultura. Hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Komoditas hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010
No. Kelompok Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rupiah) Laju pertumbuhan (%) 2007 2008 2009 2010 2008 2009 2010 1 Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 11,09 2,93 -6,1 2 Sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244 10,23 8,16 2,42 3 Tanaman Hias 4.741 5.085 5.494 6.174 7,26 8,04 12,38 4 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665 -6,14 1,14 -5,95 Total PDB Hortikultura 76.795 84.203 88.334 86.565 9,65 4,91 -2,0 Kontribusi Sayuran (%) 33,3 33,5 34,5 36,1
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai PDB hortikultura yaitu dari kelompok komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka relatif mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Laju pertumbuhan komoditas sayuran dan tanaman hias selalu positif pada tiap tahunnya, sedangkan buah-buahan dan biofarmaka mengalami pertumbuhan yang negatif pada tahun 2008 dan 2010. Komoditas sayuran merupakan komoditas yang memiliki nilai PDB tertinggi kedua setelah buah-buahan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran menjadi komoditas yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia.
(18)
2 Komoditas sayuran dapat memberikan kontribusi terhadap PDB hortikultura sebesar 33 sampai dengan 36 persen dari total PDB hortikultura pada tahun 2007 hingga 2010.
Komoditas sayuran memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia khususnya dalam hal kecukupan pangan dan gizi yang dibutuhkan. Meningkatnya populasi penduduk, kesejahteraan masyarakat, serta pengetahuan masyarakat akan kesehatan maka akan berpengaruh terhadap peningkatan permintaan sayuran sehingga produksi sayuran harus ditingkatkan. Secara umum, produksi sayuran di Indonesia pada tahun 2009-2010 mengalami perkembangan produksi yang positif. Perkembangan produksi beberapa tanaman sayuran (ton) pada tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Beberapa Tanaman Sayuran (ton) di Indonesia Tahun 2009-2010
No. Jenis Sayuran 2009 2010 Perkembangan (%)
1 Kembang Kol 96.038 101.205 5,38
2 Paprika 4.462 5.533 24,00
3 Jamur 38.465 61.376 59,56
4 Tomat 853.061 891.616 4,52
5 Terung 451.654 482.305 6,81
6 Buncis 290.993 336.494 15,64
7 Ketimun 583.139 547.141 -6,17
8 Labu Siam 321.023 369.846 15,21
9 Kangkung 360.992 350.879 -2,80
10 Bayam 173.750 152.334 -12,33
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)
Perkembangan produksi sayuran di Indonesia secara umum memang positif, namun impor sayuran dari luar negeri seperti negara China dan Thailand masih terus memasuki pasar dalam negeri. Impor buah dan sayuran mencapai angka 1,1 juta ton pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,6
(19)
3 juta ton. Pada kenyataannya, terdapat banyak penyakit yang ditemukan pada produk impor sehingga produk sayuran impor tidak baik untuk dikonsumsi secara terus menerus. Sayuran yang diimpor dari luar negeri berbagai macam jenisnya seperti bunga kol, brokoli, bayam, pakcoy, seledri, paprika, dan kentang. Sayuran impor dinilai memiliki penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan sayuran produksi dalam negeri. Daya saing produk hortikultura terutama sayuran harus ditingkatkan untuk dapat bersaing dengan produk impor yang ada1.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan pendidikan masyarakat, permintaan terhadap komoditas sayuran terutama sayuran segar terus meningkat. Konsumsi sayuran di Indonesia menurut Kementrian Pertanian pada tahun 2010 sebesar 35 kg/kapita/tahun dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 41,9 kg/kapita/tahun2. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat saat ini juga menyebabkan adanya pergeseran pola konsumsi dan gaya hidup ke arah yang lebih baik. Pergeseran tersebut meningkatkan permintaan terhadap sayuran lebih higienis dan tidak menggunakan pestisida. Beberapa tahun terakhir sudah bermunculan industri sayuran yang berbeda dengan konvensional. Industri ini menghasilkan sayuran yang higienis dengan menggunakan teknologi tinggi seperti hidroponik dan aeroponik.
Teknologi hidroponik dan aeroponik sudah diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menangkap peluang besar terhadap permintaan sayuran sehat dan higienis. Perusahaan yang cukup besar antara lain PT Kebun Sayur Segar dan PT Saung Mirwan di Bogor, PT Amazing Farm di Bandung, dan PT Horti Jaya Lestari di Sumatera Utara. Penggunaan teknologi tinggi tersebut membutuhkan biaya yang juga tinggi sehingga petani tradisional belum tertarik untuk mengusahakan sayuran tersebut. Teknologi aeroponik lebih jarang diusahakan dibandingkan dengan teknologi hidroponik.
Teknologi hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber. Teknologi hidroponik ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknik bertanam secara
1
www.waspada.co.id. 19 Jenis Penyakit Eksotis Buah dan Sayuran Impor. [12 November 2012]
2
www.republika.co.id. Masih Rendah, Tingkat Konsumsi Sayuran di Indonesia. [15 November 2012]
(20)
4 tradisional. Keunggulan hidroponik antara lain ramah lingkungan, produk yang dihasilkan higienis, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil tanaman dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat. Sayuran yang diproduksi dengan sistem hidroponik juga menjadi lebih sehat karena terbebas dari kontaminasi logam berat industri yang ada di dalam tanah, segar dan tahan lama serta mudah dicerna3.
Seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan, sayuran yang diproduksi dengan tidak menggunakan pestisida mulai dipilih untuk dikonsumsi sehari-hari. Peningkatan jumlah penduduk dan disertai dengan kesadaran tinggi akan produk yang bersih dan higienis menjadi peluang pasar yang amat besar. Saat ini penduduk kota besar terutama kalangan atas memiliki kecenderungan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Penggunaan produk-produk berkualitas memberikan rasa nyaman bagi penggunanya. Jika 10 persen saja penduduk Indonesia memilih produk yang berkualitas dan bersih, berarti ada sekitar 20 juta penduduk yang membutuhkan produk hidroponik setiap harinya4.
Sayuran yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional namun biaya yang diperlukan tinggi. Oleh karena itu, segmen pasar yang dituju umumnya yaitu kalangan ekonomi menengah ke atas. Dengan kualitas yang tinggi dan segmen pasar yang khusus tersebut, sayuran hidroponik dapat dijual dengan harga premium atau harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar. Sayuran hidroponik yang diproduksi dipasarkan ke supermarket, swalayan, hotel, dan restoran. Jenis sayuran hidroponik yang dipasarkan biasanya merupakan sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value) seperti paprika, timun jepang, cabai jepang, dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut, pengusahaan hidroponik menjadi penting untuk memperhatikan jenis sayuran yang diusahakan.
3
www.jirifarm.com Keuntungan Budidaya Tanaman Hidroponik [23 September 2012]
4
www.binaukm.com Prospek Pasar Produk Hidroponik dalam Peluang Usaha Budidaya Tanaman Secara Hidroponik Murah dan Sederhana [23 September 2012]
(21)
5 1.2 Perumusan Masalah
Seiring dengan adanya peningkatan pengetahuan konsumen terhadap kesehatan, bahaya pestisida, serta isu ramah lingkungan membuat sayuran hidroponik mulai diminati masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari. Peningkatan konsumsi sayuran hidroponik memberikan peluang besar untuk usaha sayuran hidroponik. Usaha sayuran dengan teknologi hidroponik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem konvensional, yaitu ramah lingkungan, produk yang dihasilkan higienis dan sehat, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil tanaman dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat5.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran hidroponik yaitu PT Kebun Sayur Segar (PT KSS). PT KSS memulai usaha hidroponik sejak tahun 2000, dan berbentuk badan hukum PT pada tahun 2003. Berdasarkan wawancara dengan manajer produksi diperoleh informasi bahwa permintaan sayuran hidroponik rata-rata tiap tahunnya meningkat. Sebagai contohnya, pada tahun 2011 permintaan bayam hidroponik PT KSS rata-rata sebanyak 220 pack/hari, dan meningkat pada tahun 2012 rata-rata mencapai 240 pack setiap harinya atau setara dengan 60 kg/harinya. PT KSS memasarkan produknya ke berbagai supermarket dan hypermart.
Teknologi hidroponik memiliki banyak keunggulan, namun konsekuensinya usaha sayuran hidroponik membutuhkan biaya yang tinggi dalam produksinya. Biaya investasi serta biaya operasional yang dibutuhkan seperti tenaga kerja, distribusi, penyediaan sarana irigasi memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga jenis sayuran yang diusahakan serta harga jual sayuran hidroponik penting untuk diperhatikan oleh pengusaha sayuran hidroponik.
PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan menggunakan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value). Oleh karena itu, menjadi penting untuk dipelajari struktur biaya, penerimaan, dan keuntungan usaha sayuran hidroponik PT KSS. Apakah usaha sayuran hidroponik PT KSS efisien untuk dijalankan?
5
(22)
6 1.2 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis struktur biaya usaha sayuran hidroponik pada PT KSS. 2. Menganalisis penerimaan usaha sayuran hidroponik pada PT KSS.
3. Menganalisis keuntungan dan efisiensi usaha sayuran hidroponik PT KSS. 1.3 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan gambaran yang bermanfaat bagi produsen sayuran hidroponik khususnya untuk mengambil keputusan dalam perencanaan dan pelaksanaan produksi agar memperoleh usaha yang efisien dan menguntungkan. Kegunaan penelitian untuk penulis sendiri yaitu bermanfaat dalam melatih kemampuan analisis serta latihan di dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi, sebagai bahan referensi mengenai analisis usaha berdasarkan struktur biaya dan harga jual serta dapat digunakan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi untuk mengetahui keuntungan dan efisiensi usaha yang diperoleh pada usaha sayuran hidroponik dengan berdasarkan struktur biaya dan harga jual produk PT KSS. Pada penelitian ini biaya investasi tidak dianalisis dengan kriteria investasi jangka panjang. Biaya dihitung dalam kerangka waktu jangka pendek, yang dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel sehingga biaya investasi diperhitungkan sebagai biaya penyusutan dan dimasukkan ke dalam komponen biaya tetap.
(23)
7
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keunggulan Teknologi Hidroponik
Hidroponik merupakan sebutan untuk sebuah teknologi bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Media untuk menanam digantikan dengan media tanam lain seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan dan steril untuk digunakan. Hal yang terpenting pada hidroponik adalah penggunaan air sebagai pengganti tanah untuk menghantarkan larutan hara ke dalam akar tanaman. Hidroponik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu hydroponick. Kata hydroponick merupakan gabungan dari dua kata yaitu hydro yang artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi dapat dikatakan hidroponik merupakan proses pengerjaan dengan air, yaitu merupakan sistem penanaman dgn media tanam yang banyak mengandung air (Prihmantoro H dan Indriani YH 1998; Sameto H 2003).
Budidaya tanaman hidroponik dilakukan di dalam greenhouse. Greenhouse sering diartikan sebagai rumah kaca, namun saat ini penggunaan kaca sudah banyak digantikan dengan penggunaan plastik karena harganya yang lebih murah dan mudah didapat. Penggunaan greenhouse pada dasarnya untuk melindungi tanaman dari faktor alam seperti cuaca yang ekstrim (angin kencang, intensitas hujan dan radiasi matahari yang tinggi), gangguan hama, serta melindungi tanaman dari kelembaban yang tinggi. Penggunaan greenhouse membuat tanaman terlindungi dari serangan hama sehingga penggunaan pestisida dapat dihindari dan produk yang dihasilkan menjadi lebih sehat. Menurut Prihmantoro H dan Indriani YH (1998), meskipun greenhouse pada dasarnya digunakan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang ideal, namun untuk usaha komersial pemilihan lokasi juga harus diperhatikan. Beberapa syarat pemilihan lokasi pendirian greenhouse yaitu ditempatkan di tempat terbuka, mempunyai sirkulasi, dapat mengurangi intensitas cahaya matahari, dapat mengurangi angin, serta steril.
Bertanam secara hidroponik memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan budidaya tanaman menggunakan media tanah. Kelebihan hidroponik antara lain (1) serangan hama dan penyakit cenderung jarang, dan lebih mudah untuk dikendalikan, (2) penggunaan pupuk dan air lebih efisien, (3) lebih bersih
(24)
8 dan steril, (4) pekerjaan relatif lebih ringan karena tidak harus mengolah tanah dan memberantas gulma, (4) larutan nutrisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, (5) hidroponik dapat diusahakan di mana saja, tidak harus diusahakan pada lahan luas, (6) tanaman hidroponik dapat dibudidayakan tanpa bergantung pada musimnya (Prihmantoro H dan Indriani YH 1998; Suhardiyanto H 2011). Dari berbagai keunggulan tersebut, teknologi hidroponik lebih efektif dan efisien untuk dijalankan dibandingkan dengan bercocok tanam secara konvensional. Penggunaan media air sebagai pengganti media tanah juga merupakan cara untuk menghasilkan produk yang lebih bersih, higienis, tanpa adanya kontaminasi dari berbagai limbah atau zat berbahaya yang mungkin terdapat di dalam tanah. Produk yang lebih higienis dapat menjadi kekuatan utama dari produk hidroponik yang dapat menarik minat konsumen untuk memilih produk hidroponik tersebut.
Produk konvensional yang ditanam dengan media tanah menghasilkan pertumbuhan dan kualitas tanaman yang kurang baik karena tanah yang digunakan secara terus menerus dan berkelanjutan akan menurun tingkat kesuburan serta strukturnya. Teknologi hidroponik merupakan alternatif yang baik untuk memperoleh hasil produksi yang lebih baik dari segi kualitas, kuantitas serta kontinuitas. Nutrisi yang diberikan pada tanaman hidroponik dapat langsung diserap sempurna dan waktu panen lebih cepat. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan pakcoy yang ditanam secara hidroponik dan non hidroponik berbeda. Pakcoy yang ditanam secara hidroponik memiliki tingkat pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan non hidroponik. Pakcoy hidroponik ditanam dengan media arang sekam dan hasil produksinya memiliki tinggi tanaman, jumlah daun, serta luas daun yang lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa teknologi hidroponik menghasilkan produk yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas (Permana HW 2001; Savvas D 2003).
Produk yang dihasilkan dengan teknologi hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi konvensional. Sebagai contohnya, melon hidroponik kultivar sky rocket dan honeydew memiliki daging buah yang lebih banyak dan lebih renyah, rasa yang lebih manis, lebih segar, dan lebih harum. Contoh lainnya yaitu lettuce yang dibudidayakan dengan teknologi hidroponik memiliki bentuk krop yang lebih besar, lebih bersih dan higienis.
(25)
9 Paprika hidroponik juga berkualitas lebih baik dibandingkan konvensional yaitu daging buah yang lebih tebal dan keras, warna buah yang lebih merata dan mengkilap serta lebih higienis (Wahendra R 1999; Widia HS 2000; Prihmantoro H dan Indriani YH 2002). Dari berbagai contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa produk hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dari segi penampilan fisik dan rasa.
Keunggulan dan kualitas yang lebih baik pada produk hidroponik ternyata menjadi pertimbangan awal bagi konsumen dalam keputusan pembelian sayuran hidroponik. Konsumen memperhatikan kebersihan, kesegaran, warna dan ukuran dari sayuran hidroponik yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional. Aspek higienis menjadi alasan utama konsumen untuk mengkonsumsi sayuran hidroponik. Higienis seringkali menjadi pembeda utama sayuran hidroponik dengan sayuran konvensional dikarenakan sayuran hidroponik tidak ditanam pada media tanah. Disamping itu, konsumen memperhatikan kandungan gizi yang ada pada sayuran hidroponik yang dianggap lebih tinggi. Namun kandungan gizi sebenarnya tidak dapat diketahui secara langsung sehingga diragukan apakah konsumen benar-benar mengetahui tentang kandungan gizi sayuran hidroponik (Halim P 2000). Pada pengamatan di lapangan, sayuran hidroponik yang dijual di pasar modern umumnya menggunakan kemasan yang baik dan kedap udara sehingga produk dapat terbebas dari kontaminasi kotoran dan bakteri yang ada di udara luar.
Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa produk hidroponik memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk konvensional. Kualitas yang lebih baik misalnya dari segi rasa, tekstur, aroma, penampilan fisik, dan yang paling utama produk yang dihasilkan lebih higienis. Kualitas dan aspek higienis menjadi alasan utama konsumen dalam memilih produk hidroponik. 2.2 Karakteristik Produk Hidroponik
Teknologi hidroponik merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan tanaman yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil tanaman yang ditanam secara konvensional. Tanaman yang diproduksi dengan teknologi hidroponik biasanya merupakan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi (high value) atau sering disebut juga dengan sayuran
(26)
10 eksklusif. Sayuran eksklusif ini merupakan kelompok sayuran komersial pilihan yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen golongan tertentu (khusus), sehingga nilai jualnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lokal lainnya. Jenis sayuran yang tergolong eksklusif dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut (Soeseno S 1999).
1) Sayuran daun yaitu sayuran yang dipungut hasil daunnya, seperti baby kailan brokoli, horenzo atau bayam jepang, kubis merah, mithsuba atau seledri jepang, tang oh atau tong hao, lettuce yang terdiri dari lettuce head (selada berkrop) dan lettuce leaf (selada daun).
2) Sayuran buah yaitu sayuran yang dipungut buahnya, seperti kaboca atau labu jepang, nasubi atau terong jepang, okura atau okra, zucchini atau labu sucini, paprika, tomat recento, kyuuri atau mentimun jepang.
3) Sayuran penyedap masakan yaitu sayuran yang dipungut hasilnya sebagai bumbu penyedap, seperti basil atau selasih, chives atau bawang kucai, dill atau hades, marjoram, sage, parsley atau peterseli.
Produk hidroponik yang diusahakan di Indonesia juga beragam jenisnya. PT Saung Mirwan yang berada di Mega Mendung Bogor mengusahakan berbagai sayuran seperti paprika, tomat apel, tomat cherry, lettuce, shisito atau cabai jepang, timun mini, dan timun jepang. Perusahaan lain seperti PT Amazing Farm di Lembang Bandung mengusahakan sayuran hidroponik dan aeroponik. Sayuran yang paling banyak diproduksi yaitu berbagai macam jenis selada (selada keriting, lollorossa, dan romaine). Selain itu, jenis sayuran konvensional juga diproduksi dengan aeroponik yaitu caysim, bayam, kangkung, dan pakcoy. PT Horti Jaya Lestari di Sumatera Utara mengusahakan paprika dan timun jepang hidroponik (Astuti MD 2007; Ginting D 2009; Prawoto B 2012).
Paprika merupakan sayuran yang paling banyak diusahakan dengan teknologi hidroponik. PT ABBAS Agri, PT JORO, dan PT Triple A yang terletak di daerah Jawa Barat memproduksi paprika hidroponik. Paprika merupakan sayuran yang biasanya hanya dapat ditemukan di pasar swalayan dan supermarket dengan harga jual yang cukup mahal. Tidak hanya sayuran, melon hidroponik juga diusahakan di Kebun Agrowisata Cilangkap Jakarta Timur, dan di PT Mekar Unggul Sari Cileungsi Bogor (Tampubolon SH 2005; Rindyani R 2012).
(27)
11 Dari berbagai penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan biasanya merupakan komoditas yang memiliki nilai jual tinggi (high value) dan juga berupa tanaman sayuran sub tropis yang jarang diproduksi dengan teknologi konvensional. Komoditas yang high value berpeluang besar untuk diusahakan karena permintaan yang juga tinggi baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor.
2.3 Struktur Biaya dan Produktivitas Sayuran Hidroponik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, teknologi hidroponik merupakan teknologi tinggi dalam memproduksi sayuran. Teknologi tinggi umumnya membutuhkan biaya yang juga tinggi baik dari segi biaya investasi maupun biaya operasional sehingga mempengaruhi bagaimana struktur biayanya. Struktur biaya ditentukan oleh teknologi yang digunakan, besaran skala usaha, dan juga komoditas yang diusahakan sehingga struktur biaya suatu usaha berbeda dengan usaha lainnya.
Hidroponik merupakan teknologi tinggi dalam memproduksi sayuran sehingga biaya yang dibutuhkan juga tinggi. Penggunaan greenhouse serta berbagai sarana dan prasarana penunjang dalam teknologi hidroponik menyebabkan dibutuhkannya biaya investasi yang tinggi. Biaya yang tinggi sering disebut sebagai kelemahan dalam teknologi hidroponik. Hidroponik membutuhkan modal yang besar atau investasi yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sistemnya. Penggunaan greenhouse, sarana irigasi, dan peralatan menjadi modal utama untuk dapat menjalankan teknologi hidroponik. Terlebih lagi apabila dilakukannya peningkatan kualitas sistem yang lebih canggih seperti penggunaan aplikasi komputer yang otomatis maka biaya investasi yang dibutuhkan akan semakin besar (Rosario AD dan Santos 1990; Chow V 1990; Savvas D 2003).
Seperti yang dilakukan pada penelitian Anggraini A (1999), pada komoditas tomat recento hidroponik, biaya tetap merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan. Biaya tetap ini terdiri dari penyusutan greenhouse, instalasi NFT, instalasi listrik, kantor, gudang dan peralatan. Besarnya biaya greenhouse dengan luas 2600 m2 mencapai 64 persen dari keseluruhan total biaya investasi. Biaya variabel terdiri dari polybag, bibit, nutrisi, dan tenaga kerja. Komoditas
(28)
12 tomat recento hidroponik juga diteliti oleh Dahlia E (2002) pada perusahaan yang berbeda. Biaya investasi juga merupakan komponen biaya terbesar pada usaha tomat recento hidroponik di PT Prima Tani dengan biaya pembangunan greenhouse dengan luas 1 Ha mencapai 42 persen dari total biaya investasi yang dikeluarkan. Biaya variabel merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya investasi yang terdiri dari biaya penyediaan input seperti polybag, sekam, bibit, nutrisi dan tenaga kerja. Input yang digunakan pada usaha sayuran hidroponik memang berbeda dengan konvensional sehingga biaya variabel pada usaha hidroponik relatif lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa dalam pengusahaan sayuran hidroponik, biaya produksi yang dibutuhkan tinggii karena adanya penggunaan teknologi tinggi yang berbeda dengan teknik bertanam konvensional.
Penelitian mengenai struktur biaya sayuran hidroponik juga dilakukan oleh Tampubolon SH (2005) yang membandingkan struktur biaya tiga perusahaan (PT ABBAS Agri, PT JORO, PT Triple A) untuk menganalisis persaingan usaha. Struktur biaya usaha sayuran hidroponik pada ketiga perusahaan berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan pada penggunaan inputnya seperti benih, nutrisi, media tanam serta perbedaan sewa lahan atau milik sendiri. Biaya tetap yang ada berupa biaya penyusutan greenhouse dan penyusutan sarana irigasi. Untuk menganalisis persaingan usaha, selain struktur biaya digunakan pula analisis pendapatan dan pengeluaran agar diketahui usaha yang menguntungkan.
Selain biaya investasi, biaya tenaga kerja dan distribusi dalam usaha sayuran hidroponik juga tinggi. Pada produksi bayam hidroponik dengan sistem NFT media kerikil, biaya tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 35,3 persen dari total biaya, sedangkan biaya bahan bakar untuk distribusi mencapai 21,8 persen dari total biaya (Anggayuhlin R 2012).
Dalam teknologi hidroponik, penggunaan lahan untuk menanam lebih efisien. Tanaman dapat diatur sedemikian rupa tanpa memerlukan jarak tanam yang lebar seperti pada bercocok tanam dengan media tanah. Penggunaan pupuk/nutrisi dan penggunaan air lebih efisien karena dengan teknologi hidroponik, nutrisi dilarutkan bersama air dan air dialirkan secara sirkulasi serta langsung diserap oleh akar tanaman. Selain itu, periode tanam pada teknologi hidroponik lebih pendek sehingga tanaman lebih cepat dipanen. Dari pernyataan
(29)
13 tersebut, biaya produksi pada hidroponik bisa saja ditekan dengan penggunaan lahan, air dan nutrisi secara efisien serta adanya peningkatan produksi dan hasil panen (Rosario AD dan Santos 1990; Chow V 1990; Agustina H 2009).
Produktivitas sayuran hidroponik juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas sayuran yang ditanam secara konvensional. Produktivitas sayuran hidroponik yang tinggi dikarenakan pemberian nutrisi dan air yang langsung dapat diserap oleh akar tanaman dan dialirkan ke seluruh bagian tanaman serta tanaman tidak terkontaminasi dengan adanya kemungkinan logam, bahan kimia, dan zat lain yang ada di dalam tanah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Collins pada tahun 1985 mengenai perbandingan produktivitas beberapa sayuran yang ditanam secara hidroponik dan konvensional di Universitas Arizona. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas sayuran hidroponik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas non hidroponik, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa produktivitas selada keriting hidroponik mencapai 12 ton/Ha, sementara produktivitas selada konvensional hanya mencapai 3-8 ton/Ha (Prawoto B 2012). Produktivitas sayuran hidroponik yang lebih tinggi dibandingkan konvensional diduga dapat menjadi solusi untuk menekan biaya hidroponik yang tinggi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, dapat disimpulkan bahwa struktur biaya memperlihatkan bagaimana komposisi biaya yang ada pada tiap usaha berbeda-beda. Struktur biaya dapat dipengaruhi oleh teknologi, skala usaha, dan jenis komoditasnya. Pada usaha yang sama, tetapi skala usaha berbeda, maka akan menghasilkan struktur biaya yang berbeda pula. Pada hidroponik yang menggunakan teknologi yang tinggi umumnya membutuhkan biaya yang tinggi terutama dalam hal biaya investasi. Biaya yang tinggi mungkin saja dapat ditekan dan ditutupi oleh penggunaan lahan, air, dan pupuk secara efisien dan tingginya produktivitas sayuran hidroponik. Oleh karena itu, struktur biaya penting diketahui untuk melihat komposisi biaya yang ada pada suatu usaha.
(30)
14 Tabel 3. Perbandingan Produktivitas Sayuran Hidroponik dengan Sayuran Non
Hidroponik Di Universitas Arizona
Sumber : Jensen MH dan Collins WL (1985) Tanaman
Hidroponik Non Hidroponik (media tanah) Hasil panen
(Ton/Ha)
Jumlah panen per tahun
Total (Ton/Ha/Tahun)
Total (Ton/Ha/Tahun)
Brokoli 32.5 3 97.5 10.5
Kubis 57.5 3 172.5 30
Mentimun 250 3 750 30
Terong 28 2 56 20
Lettuce 31.3 10 313 52
Lada 32 3 96 16
(31)
15
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual
Biaya adalah semua beban yang harus ditanggung untuk menyediakan barang agar siap digunakan oleh konsumen. Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan yg dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar atau melalui pemberian jasa. Komposisi biaya yang terjadi pada suatu usaha disebut struktur biaya (Rony H 1990; Sudarsono 1995).
Secara umum pengertian produksi adalah kegiatan suatu organisasi/perusahaan untuk memproses dan mengubah bahan baku (raw material) menjadi barang jadi (finished goods) melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya. Sukirno (2009) menjelaskan bahwa biaya produksi merupakan semua biaya yang dibebankan kepada perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan baku yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Menurut Rosyidi S (2009), biaya produksi adalah biaya yang dibebankan kepada pengusaha untuk dapat menghasilkan output. Dalam penelitian ini, biaya produksi dapat diartikan sebagai biaya yang dibebankan kepada PT KSS untuk dapat menghasilkan berbagai sayuran hidroponik dari proses awal penanaman, pemeliharaan, panen, pasca panen hingga sayuran hidroponik tersebut dipasarkan.
Biaya produksi merupakan nilai semua faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output. Biaya produksi setiap output tergantung pada dua hal yaitu sebagai berikut.
1) Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan input, yakni harga input yang digunakan.
2) Efisiensi perusahaan atau produsen yang bersangkutan dalam menggunakan inputnya. Dua perusahaan yang memiliki input persis sama, tetapi yang satu bekerja dengan lebih efisien dari yang lain, maka tentunya perusahaan yang dapat bekerja dengan lebih efisien dapat menghasilkan output lebih banyak dan biaya per satuan output menjadi lebih murah.
(32)
16 Berdasarkan teori biaya, biaya produksi dianalisa dalam kerangka waktu yang berbeda yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek terdapat biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel seperti halnya semua faktor juga variabel dalam jangka waktu panjang ini. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Contoh dari biaya tetap yaitu gaji tenaga kerja administratif, penyusutan mesin-mesin, gedung dan peralatan lain. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya variabel. Contoh biaya variabel antara lain adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, nutrisi. Biaya ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi. Biaya tetap dan biaya variabel dapat dirumuskan ke dalam bentuk kurva, yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Rp Rp
TFC TVC TVC
TFC
0 Q 0 Q Keterangan :
TFC : Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) TVC : Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) Q : Output yang dihasilkan
Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total
Selain biaya tetap dan biaya variabel secara total, terdapat juga biaya rata-rata. Biaya tetap rata-rata merupakan biaya tetap per satuan produk yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap total dengan kuantitas produksi. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel per satuan produk yang dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan kuantitas produksinya. Jika output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bertambah, maka bertambah
(33)
17 pula biaya produksinya. Bertambahnya biaya total untuk setiap pertambahan satu satuan output disebut biaya marginal.
Hal yang dipelajari dalam penelitian ini adalah hubungan struktur biaya dengan harga jual produk. Biaya produksi yang dibutuhkan dalam usaha sayuran hidroponik cukup tinggi. Sementara itu, penjualan sayuran hidroponik juga sangat dipengaruhi oleh harga jualnya. Harga jual sayuran hidroponik lebih mahal bila dibandingkan dengan sayuran konvensional. Secara teoritik dapat dijelaskan pada Gambar 2.
P Biaya per unit Biaya per unit S PH
D
0 Q QK Q QH Q
Pasar Konvensional Hidroponik
Keterangan :
S : Penawaran (Supply) sayuran D : Permintaan (Demand) sayuran Q : Jumlah produksi (unit)
PH : Harga jual sayuran hidroponik (Rp)
PK : Harga jual sayuran konvensional/harga di pasaran (Rp)
MC : Biaya Marjinal (Marginal Cost)
ATC : Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost) AVC : Biaya Variabel Rata-rata (Average Variable Cost)
Gambar 2. Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual
Berdasarkan Gambar 2 diperlihatkan hubungan kurva biaya dengan harga jual. Harga sayuran hidroponik (PH) dan harga sayuran konvensional (PK)
diperoleh dari harga keseimbangan pasar dari pasar yang berbeda yaitu sayuran konvensional dari pasar tradisional dan sayuran hidroponik dari pasar modern. Pada kurva tersebut diasumsikan bagaimana struktur biaya perusahaan secara individu. Kurva biaya dengan harga dapat menggambarkan berapa besarnya harga jual untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Selain itu, kurva tersebut juga dapat memperlihatkan jumlah yang harus diproduksi (Q) untuk dapat menutupi
MC
AVC PK
MC
ATC
AVC ATC
(34)
18 biaya yang dikeluarkan. Pada kurva di Gambar 2, diasumsikan bahwa biaya variabel (AVC) pada sayuran hidroponik dan konvensional sama besar. Pada hidroponik memerlukan biaya investasi yang besar sehingga biaya tetap yang dihitung juga semakin besar dikarenakan adanya perhitungan penyusutan. Oleh karena itu, biaya total rata-rata (ATC) pada hidroponik jauh lebih tinggi dibandingkan pada usaha sayuran konvensional (ATCH > ATCK). Untuk dapat
menutupi biaya yang tinggi, maka sayuran hidroponik harus dapat memiliki harga jual premium atau harga jual yang jauh lebih tinggi dari harga pasar (PH > PK).
Apabila sayuran hidroponik dijual dengan harga sayuran konvensional maka tingginya biaya tidak dapat tertutupi. Usaha sayuran hidroponik tersebut hanya mampu menutupi biaya variabel (AVC) saja sedangkan biaya tetap (AFC) tidak dapat tertutupi. Biaya tetap dalam usaha sayuran hidroponik merupakan biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, sarana penunjang lainnya serta biaya tenaga kerja tetap. Oleh karena itu, dalam jangka pendek perusahaan masih dapat berjalan namun dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat melakukan reinvestasi sehingga lama kelamaan perusahaan harus menutup usahanya.
Selain harga jual yang tinggi, jumlah produksi sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional (QH > QK). Jumlah
produksi yang tinggi pada hidroponik dapat menutupi tingginya biaya sehingga produktivitas sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan sayuran konvensional. Oleh karena itu, pada usaha sayuran hidroponik yang membutuhkan biaya yang besar harus dapat memproduksi sayuran hidroponik lebih banyak dan harga jual sayuran hidroponik harus memiliki harga premium yang lebih tinggi dari harga pasar. Walaupun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh perusahaan merupakan jenis sayuran yang sama dengan konvensional, harga jual dan produktivitas sayuran hidroponik harus tetap tinggi agar dapat menguntungkan.
3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik
Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi total dan harga jual satuan. Biaya didefinisikan sebagai jumlah yang dibayarkan atau dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
(35)
19 usahatani yaitu berupa nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dikeluarkan selama proses produksi (Soekartawi; Dillon JL; Hardaker JB; Soeharjo A 2011). Total biaya tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel. Analisis keuntungan usaha mempunyai dua tujuan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usahatani dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan. Analisis keuntungan usaha memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani yang dijalankan pada saat ini berhasil atau tidak.
Dalam analisis keuntungan, penting untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan serta harga jual yang digunakan oleh perusahaan. Harga jual dalam hal ini adalah nilai yang diperoleh perusahaan pada produk yang dipasarkannya. Misal pada penelitian ini, harga jual yang digunakan berarti harga tiap komoditas sayuran hidroponik yang dijual kepada konsumen maupun distributor seperti supermarket dan hypermart. Biaya yang dirinci terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap seperti biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, peralatan dan sarana penunjang lainnya, sedangkan biaya variabel seperti biaya pembelian benih, nutrisi, media tanam, dan lain sebagainya.
Keuntungan = penerimaan total – biaya total π = TR – TC
π = TR – TVC – TFC π = P*Q – Q*AVC – TFC Keterangan :
TR = total penerimaan usaha sayuran hidroponik PT KSS TC = total biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS
Untuk mengukur apakah usaha yang dijalankan efisien dan menguntungkan, maka dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Efisien berarti perusahaan dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan output yang melebihi input. Menurut Mubyarto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain, efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum.
(36)
20 Salah satu cara untuk mengukur efisiensi usaha yaitu dengan mengukur imbangan penerimaan dan biaya dengan menggunakan analisis R/C rasio. Analisis R/C rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Penerimaan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena bisa saja biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Misalkan dua komoditas sayuran hidroponik (contohnya bayam dan caysim) memperoleh keuntungan yang sama besar, bukan berarti kedua komoditas tersebut sama-sama efisien dan menguntungkan, harus dilihat bagaimana imbangan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dengan analisis R/C rasio. Nilai yang didapat dari hasil analisis R/C rasio tidak memiliki satuan. Nilai dari R/C rasio yang dapat dijadikan tolak ukur efisiensi yang memiliki arti sebagai berikut.
1) R/C rasio > 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut lebih efisien.
2) R/C rasio < 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut tidak efisien.
3) R/C rasio = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Jadi penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan, dan dapat dikatakan efisien.
Efisiensi suatu usaha bergantung pada penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang maksimal. Pada penelitian ini, pengukuran tingkat efisiensi usaha dapat dilihat dari struktur biaya pada masing-masing komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan serta penerimaan yang diperoleh. 3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik
Titik impas dianalisis untuk mengetahui jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual oleh PT KSS sesuai dengan besarnya biaya. Titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum mendapatkan laba. Titik impas (Break Even Point) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) =
(37)
21 total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even point, maka perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Pada perhitungan titik impas terdapat beberapa asumsi pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Biaya harus dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. 2) Jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dijual. Jadi, tidak terdapat
persediaan atau sisa produk.
3) Harga jual per unit tetap walaupun volume penjualan meningkat dan tidak ada diskon penjualan.
Untuk menentukan titik impas, terlebih dahulu biaya-biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Perhitungan titik impas (BEP) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
BEP (unit) = Total Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit
Penentuan titik impas juga bisa dilakukan dengan pendekatan grafis, dimana titik impas merupakan pertemuan antara garis biaya dan garis pendapatan penjualan. Titik pertemuan antara garis biaya dan garis penerimaan tersebut merupakan titik impas (break even). Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan penjualan. Grafik titik impas, laba, dan penjualan dapat dilihat pada Gambar 3.
BEP1
B
A
0
QBEP1
TFC TVC TC TR1
Pendapatan, Biaya
Volume Penjualan TR2
BEP2
(38)
22 Keterangan :
TR : Penerimaan Total (Rp) TC : Biaya Total (Rp) TVC : Biaya variabel total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp)
Daerah A : Daerah laba atau untung, TR > TC Daerah B : Daerah rugi, TR < TC
Q BEP : Volume penjualan pada saat titik impas
Pada Gambar 3, dapat dilihat dimana titik impas merupakan perpotongan dari garis penerimaan total (TR) dan biaya total (TC), saat volume penjualan sebesar Q dan memperoleh pendapatan sebesar P. Jika keadaan pada garis penerimaan total ada di bawah garis biaya total atau produksi (Q) mengalami penurunan, maka menunjukkan kerugian (daerah B). Jika garis penerimaan total ada di atas garis biaya total atau jumlah produksi (Q) meningkat, maka perusahaan akan memperoleh laba atau untung (daerah A).
Pada PT KSS, apabila harga jual dan jumlah produksi sayuran hidroponik lebih tinggi maka penerimaan (TR) yang diperoleh meningkat sehingga kurva TR bergeser ke arah kiri atas (TR1 ke TR2) dan menyebabkan daerah A lebih besar
sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Perusahaan juga memiliki QBEP yang semakin sedikit (dari QBEP1 ke QBEP2) sehingga jumlah sayuran
hidroponik yang harus dijual untuk dapat menutupi biaya menjadi lebih sedikit. Sebaliknya dari segi biaya yang dikeluarkan, apabila biaya yang dikeluarkan semakin besar maka akan menyebabkan kurva TC bergeser ke kiri atas sehingga daerah A lebih kecil dan keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Perusahaan juga harus memproduksi dan menjual sayuran hidroponik lebih banyak untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Volume penjualan pada saat titik impas (QBEP) semakin besar jumlahnya.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Teknologi hidroponik merupakan teknologi yang tinggi dalam memproduksi sayuran dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan produksi secara konvensional. Kualitas sayuran yang dihasilkan lebih segar, renyah, dan higienis untuk dikonsumsi. Adanya permintaan terhadap sayuran yang lebih higienis membuka peluang besar bagi usaha sayuran hidroponik. Salah satu
Gambar 3. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan Sumber : Mulyadi (2001)
(39)
23 perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik yaitu PT Kebun Sayur Segar (PT KSS). Usaha sayuran hidroponik di PT KSS dilakukan secara komersial dengan menggunakan sarana greenhouse, instalasi irigasi, dan peralatan yang berbeda dengan pengusahaan sayuran secara konvensional. Investasi yang dibutuhkan serta biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk memproduksi sayuran hidroponik yang berkualitas baik. Oleh karena itu, menjadi penting untuk dipelajari struktur biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS.
PT KSS mengusahakan sayuran hidroponik yaitu bayam, kangkung, pakcoy, dan caysim. Sayuran yang diproduksi oleh PT KSS merupakan jenis sayuran yang biasa diproduksi dengan teknologi konvensional yang dicirikan dengan harga jual murah di pasaran dan bukan tergolong sayuran yang memiliki nilai jual tinggi (high value). Jenis dan jumlah sayuran yang diproduksi akan menentukan berapa besar penerimaan yang diperoleh dengan memperhitungkan harga jual sayuran hidroponik dan nilai penjualan.
Struktur biaya dan penerimaan dijadikan informasi untuk menghitung dan menganalisis keuntungan yang diterima oleh PT KSS. Selain menganalisis struktur biaya, penerimaan dan keuntungan, dilakukan pula analisis R/C rasio untuk melihat efisiensi pada usaha sayuran hidroponik yang dijalankan. Analisis R/C rasio dapat memberikan informasi seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Mengukur tingkat efisiensi penting dilakukan untuk mengetahui apakah komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan telah mencapai tingkat yang efisien pada penggunaan biaya-biaya. Analisis titik impas juga dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang harus dijual paling sedikit agar dapat menutupi biaya. Dari beberapa analisis yang dilakukan tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan apakah usaha sayuran hidroponik PT KSS yang memproduksi jenis sayuran yang sama dengan konvensional dapat memiliki harga premium serta tetap menguntungkan dan efisien untuk dijalankan. Secara singkat alur pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
(40)
24 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
Tren permintaan pasar terhadap sayuran
Lebih sehat, tanpa pestisida
Lebih higienis
Penerimaan
Harga jual
Nilai penerimaan Teknologi tinggi hidroponik (PT KSS)
Komoditas yang paling efisien dan menguntungkan
- Analisis Keuntungan - Analisis Efisiensi Usaha - Analisis Titik Impas
- Jenis komoditas sayuran
Bayam
Kangkung
Pakcoy
Caysim - Jumlah Investasi
Greenhouse
Instalasi irigasi
Peralatan
Struktur Biaya
Biaya tetap
Biaya variabel
Operasional
Benih
Media tanam
Nutrisi
Tenaga kerja
(41)
25
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Kebun Sayur Segar (PT KSS), Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT KSS merupakan perusahaan yang memproduksi sayuran hidroponik dan memasarkan hasil produksinya ke banyak supermarket di area Jabodetabek seperti Giant, Carrefour, All Fresh dan Lotte Mart. Waktu pengambilan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pihak PT KSS. Data biaya yang digunakan sesuai dengan harga pada saat penelitian berlangsung. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data yang berasal dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Hortikultura. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui internet, buku serta penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan gambaran usaha sayuran hidroponik PT KSS. Metode kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan, penerimaan yang diperoleh, keuntungan dan efisiensi dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) serta perhitungan titik impas (break even point) dengan menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel. Analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca.
(42)
26 4.3.1 Analisis Struktur Biaya
Analisis struktur biaya dilakukan dengan merinci komposisi biaya yang dikeluarkan pada usaha sayuran hidroponik PT KSS. Struktur biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Di dalam biaya tetap terdapat biaya penyusutan yang harus diperhitungkan. Biaya penyusutan terdiri dari bangunan greenhouse, sarana irigasi dan sarana penunjang lainnya yang dihitung berdasarkan metode penyusutan garis lurus atau rata-rata, yaitu nilai pembelian dikurangi prakiraan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Nilai akhir dianggap nol jika barang tersebut tidak laku lagi dijual. Rumus yang digunakan adalah :
Penyusutan = Nb – Ns n Keterangan :
Nb : Nilai pembelian barang dalam rupiah
Ns : Prakiraan nilai sisa (harga yang diperoleh apabila barang dijual kembali) dalam rupiah
n : Umur ekonomis barang dalam tahun
Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti berikut ini.
TC = TFC + TVC
Untuk menghitung total biaya rata-rata (average total cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AVC). Rumus yang digunakan seperti berikut ini.
ATC = AFC + AVC
Total biaya rata-rata dapat dijadikan ukuran apakah usaha sayuran hidroponik yang dilakukan menguntungkan bila dibandingkan dengan harga jualnya. Struktur biaya sayuran hidroponik dapat disajikan dalam bentuk tabulasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
(43)
27 Tabel 4. Struktur Biaya Usaha Sayuran Hidroponik PT KSS per 500 m2 pertahun
Komponen
Bayam Kangkung Caysim Pakcoy
Rp % Rp % Rp % Rp %
Biaya Tetap: - Penyusutan
greenhouse
- Penyusutan sarana irigasi
- Penyusutan peralatan
- Upah tenaga kerja tetap
- Biaya listrik Total Biaya Tetap Biaya Variabel :
- Benih
- Media tanam - Nutrisi
- Biaya kemasan - Upah tenaga kerja
harian
Total Biaya Variabel Total Biaya
Keterangan : (%) = persentase terhadap total biaya
Berdasarkan Tabel 4, struktur biaya atau komposisi biaya sayuran hidroponik di rinci atau dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan struktur biaya dibentuk ke dalam tabulasi untuk mempermudah analisis perhitungannya. Perhitungan pada tiap komoditas dikonversikan menjadi luasan lahan yang sama yaitu 500 m2 dan dalam waktu yang sama yaitu satu tahun. Komoditas sayuran hidroponik yang diproduksi PT KSS masing-masing dilihat bagaimana struktur biayanya dan persentase tiap komponen terhadap total biaya yang dikeluarkan. Persentase tersebut dapat dijadikan perbandingan antara satu komoditas dengan komoditas lainnya.
(44)
28 4.3.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik
Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Penerimaan usaha sayuran hidroponik merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi sayuran hidroponik yang terjual dengan harga jual sayuran hidroponik tersebut. Perhitungan penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.
TR = Pi x Qi Keterangan :
TR = Total penerimaan usaha Pi = Harga jual sayuran hidroponik
Qi = Jumlah tiap jenis sayuran hidroponik yang terjual dalam 1 tahun
Biaya usaha sayuran hidroponik merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi sayuran hidroponik yaitu berupa biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabelnya yaitu benih, media tanam, nutrisi, kemasan, dan upah tenaga kerja harian. Biaya tetapnya yaitu biaya penyusutan greenhouse, penyusutan sarana irigasi, upah tenaga kerja tetap, dan biaya listrik. Analisis keuntungan atas biaya total usaha sayuran hidroponik dapat dianalisis dengan rumus :
Keuntungan (π) = TR – TC Keterangan :
TR = Penerimaan usaha sayuran hidroponik TC = Total biaya yang dikeluarkan
Selain itu dilakukan pula analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain, analisis R/C rasio melihat perbandingan antara penerimaan yang diterima dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada produksi sayuran hidroponik. Tujuan menganalisis nilai R/C rasio untuk melihat efisiensi suatu usaha. Usaha dikatakan efisien apabila memiliki nilai R/C rasio > 1.
(45)
29 Semakin besar nilai R/C rasio maka usaha tersebut semakin efisien. Rumus yang digunakan dalam perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut.
R/C rasio atas biaya total = TR / TC
Tabel 5. Analisis Struktur Biaya, Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m2 per tahun
Komponen
Bayam Kangkung Caysim Pakcoy
Rp Rp Rp Rp
A.Total Penerimaan - Jumlah produksi (Kg) - Harga satuan
B. Biaya Tetap: - Penyusutan
greenhouse
- Penyusutan sarana irigasi
- Penyusutan peralatan - Upah tenaga kerja
tetap - Biaya listrik C.Total Biaya Tetap D. Biaya Variabel :
- Benih - Media tanam - Nutrisi
- Biaya kemasan - Upah tenaga kerja
harian
E. Total Biaya Variabel
F. Total Biaya C + E G. Keuntungan Usaha A - F H. Efisiensi usaha (R/C
rasio)
(46)
30 4.3.3 Analisis Titik Impas
Analisis titik impas dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil penjualan yang diperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pada kondisi tersebut perusahaan tidak memperoleh keuntungan ataupun kerugian. Dalam perhitungan titik impas (BEP), biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan harus dipisahkan secara jelas. Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuran hidroponik ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg). Perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
BEP (unit) = Total Biaya Tetap
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit BEP = TFC
(47)
31
V.
GAMBARAN UMUM USAHA
5.1 Sejarah Perusahaan
PT Kebun Sayur Segar (PT KSS) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis tanaman dan sayuran segar. Perusahaan berdiri sejak tahun 1998 dengan pemilik perusahaan yaitu Bapak Soebagyo Karsono. Ide awal pendirian usaha yaitu pemilik diperkenalkan teknologi hidroponik oleh BPPT pada November 1998, yang pada akhirnya membuat ketertarikan untuk memulai usaha sayuran hidroponik. Pada awal usaha, dilakukan terlebih dahulu uji coba pada tanaman paprika, tomat recento, mentimun jepang, serta melon pada luasan lahan greenhouse 400 m2. Semua modal usaha berasal dari dana pribadi pemiliknya.
Pada tahun 2000, perusahaan mulai berkembang dan mengusahakan sayuran hidroponik secara komersial dengan menjual hasil produksi hidroponik tersebut ke supermarket. Pada tahun 2002, perusahaan mulai menambah jenis sayuran hidroponik yang diproduksi seperti bayam, kangkung, caysim, kailan, dan pakcoy. Perusahaan menambah luasan greenhouse baru dan juga memperluas usaha dengan melakukan diversifikasi usaha kebun anggrek yang bekerjasama dengan karang taruna setempat.
Perusahaan resmi berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas pada tahun 2003. Hasil produksi perusahaan sudah mulai meluas hingga dapat ditemui di supermarket dan hypermart yang ada di Jabodetabek. Pengembangan usaha terus dilakukan sehingga pada saat ini perusahaan memiliki berbagai unit usaha, seperti usaha tanaman buah, kebun anggrek, sayuran organik, dan sayuran hidroponik. Sayuran organik diproduksi di kebun yang berada di daerah Cianjur, sedangkan sayuran hidroponik, tanaman buah dan kebun anggrek diproduksi di kebun yang terletak di Parung.
Selain kegiatan produksi, perusahaan juga memiliki kegiatan pelatihan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari budidaya tanaman hidroponik. Umumnya kegiatan pelatihan dilakukan pada hari sabtu dan minggu dan peserta yang mengikuti pelatihan biasanya rombongan dari sekolah-sekolah, universitas, dan ada juga pihak perorangan.
(48)
32 5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis Perusahaan
Lokasi PT KSS berada di Jalan Raya Parung-Bogor Nomor 546, Desa Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan berada pada daerah panas dengan suhu udara rata-rata 290 – 330C. Faktor iklim dan cuaca sangat berpengaruh pada budidaya tanaman, tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh optimal pada kebun Parung sehingga perusahaan memilih untuk mengusahakan jenis tanaman sayuran seperti kangkung, bayam, caysim, dan pakcoy. Perusahaan terletak di daerah yang cukup strategis yaitu berada di jalan raya yang menghubungkan kota Bogor, Tangerang, dan Jakarta sehingga memudahkan proses distribusi dan pelanggan juga dengan mudah dapat mengakses lokasi tersebut.
Perusahaan memiliki lahan seluas 3,8 Ha, namun tidak semua lahan dipergunakan. Pada lahan tersebut terdapat greenhouse untuk sayuran hidroponik, greenhouse kebun anggrek, kolam ikan, ruang pengemasan, bangunan kantor, aula pelatihan, rumah peristirahatan, dan masjid. Greenhouse sayuran hidroponik digunakan untuk proses persemaian dan pembesaran. Bangunan greenhouse diperlukan untuk menjaga tanaman dari cuaca hujan dan juga mencegah timbulnya hama dan penyakit.
5.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan
Perusahaan memiliki tiga unit usaha yaitu unit kebun sayuran segar, unit kebun anggrek parung, dan juga unit pendidikan dan pelatihan. Pada setiap unit usaha dipimpin langsung oleh manajer unit masing-masing yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang berlangsung di unit tersebut. Manajer juga dibantu oleh seorang asisten manajer serta penanggung jawab lain yang bertugas di lapangan. Setiap manajer bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan, yaitu pemilik PT KSS.
Pada setiap unit usaha atau divisi memiliki manajemen yang terpisah dengan unit lainnya sehingga setiap orang yang berada di dalam satu unit dapat bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya masing-masing. Hal ini juga memudahkan perusahaan untuk mengontrol dan mengkoordinasi pekerja apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam proses produksi.
(1)
2
Lampiran 2. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Bayam, Caysim, Pakcoy pada Luas Lahan 500 m
2di PT KSS
Komponen Biaya Satuan
(Rp)
Biaya Total
(Rp) Umur (tahun)
Nilai Sisa (Rp)
Penyusutan per komoditas (Rp/tahun)
Mesin pompa 350.000 1.050.000 2 0 525.000
Pipa paralon/inlet 9000/m2 4.500.000 5 0 900.000
Drum penampung larutan nutrisi 4.000.000 4.000.000 3 0 1.333.333
Drum plastik penampung nutrisi AB 500.000 1.000.000 3 0 333.333
Bak induk nutrisi 7.000.000 10 0 700.000
Rak tanam (bambu, asbes, plastik, TK) 44500/m2 22.250.000 2 0 11.125.000
Styrofoam 13500/m2 6.750.000 2 0 3.375.000
(2)
3
Lampiran 3. Penyusutan Sarana Irigasi untuk Komoditas Kangkung Media Kerikil pada Luas Lahan 500 m
2di PT KSS
Komponen Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) Umur (tahun) Nilai Sisa (Rp) Penyusutan (Rp/tahun)
Mesin pompa 350.000 1.050.000 2 0 525.000
Pipa paralon/inlet 9000/m2 4.500.000 5 0 900.000
Drum penampung larutan nutrisi 4.000.000 4.000.000 3 0 1.333.333
Drum plastik penampung nutrisi AB 500.000 1.000.000 3 0 333.333
Bak induk nutrisi 7.000.000 7.000.000 10 0 700.000
Media kerikil + plastik 29500/m2 14.750.000 10 0 1.475.000
(3)
4
Lampiran 4.
Join Cost
Penyusutan
Peralatan untuk Komoditas Bayam, Pakcoy, Caysim, Kangkung di PT KSS
Komponen Jumlah Biaya Satuan (Rp)
Biaya Total
(Rp) Umur (tahun)
Nilai Sisa (Rp)
Penyusutan (Rp/tahun)
Per komoditas (Rp/tahun)
Vacuum sealer 1 unit 800.000 800.000 5 0 160.000 40.000
Timbangan 1 unit 150.000 150.000 3 0 50.000 12.500
Container plastik 15 unit 45.000 675.000 4 0 168.750 42.188
Troli/gerobak besi 3 unit 500.000 1.500.000 5 0 300.000 75.000
EC meter 1 unit 850.000 850.000 3 0 283.333 70.833
Mobil box toyota
dyna 4 unit 150.000.000 600.000.000 10 0 60.000.000 15.000.000
(4)
5
Lampiran 5. Perhitungan Tenaga Kerja untuk Komoditi Bayam, Caysim, Pakcoy, Kangkung (asumsi hari kerja = 25 hari per bulan)
Kegiatan Jumlah TK (orang) Upah (Rp) Total upah (Rp/tahun)
Penanaman + Persemaian + pembesaran 6 18000/hari 32.400.000
Panen 4 18000/hari 21.600.000
Pengemasan 6 18000/hari 32.400.000
Pengawas/Controlling 3 1000000/bulan 36.000.000
Manajer produksi 1 1700000/bulan 20.400.000
Asisten manajer produksi 1 1400000/bulan 16.800.000
Distribusi 8 700000/bulan 67.200.000
Total upah tenaga kerja harian 86.400.000
Biaya tenaga kerja variabel per komoditas 21.600.000
Total upah tenaga kerja bulanan 140.400.000
(5)
6
Lampiran 6. Struktur Biaya, Keuntungan, dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik per 500 m
2dalam Waktu Satu Tahun dengan
Penggunaan Harga Sayuran Konvensional
Komponen Bayam % Kangkung % Pakcoy % Caysim %
Rp Rp Rp Rp
A. Total Penerimaan 87.000.000 106.400.000 46.440.000 36.120.000
Jumlah Produksi 8.700 13.300 7.740 6.450
Harga Satuan (per kg) 10.000 8.000 6.000 5.600
B. Biaya Tetap
Sewa lahan 9.090.000 4,43 9.090.000 4,87 9.090.000 4,60 9.090.000 4,72 Penyusutan greenhouse persemaian 1.880.000 0,92 0 0,00 1.880.000 0,95 1.880.000 0,98 Penyusutan greenhouse pembesaran 4.875.000 2,37 4.875.000 2,61 4.875.000 2,47 4.875.000 2,53 Penyusutan sarana irigasi 18.291.667 8,91 5.266.667 2,82 18.291.667 9,26 18.291.667 9,50 Penyusutan peralatan 15.240.521 7,42 15.240.521 8,16 15.240.521 7,71 15.240.521 7,91 Biaya tenaga kerja tetap 35.100.000 17,09 35.100.000 18,80 35.100.000 17,76 35.100.000 18,23 Biaya listrik 18.666.000 9,09 9.333.000 5,00 18.666.000 9,45 18.666.000 9,69 Biaya distribusi 33.750.000 16,43 33.750.000 18,08 33.750.000 17,08 33.750.000 17,53 C. Total Biaya Tetap 136.893.188 66,65 112.655.188 60,35 136.893.188 69,27 136.893.188 71,09
D. Biaya Variabel
Tenaga kerja harian 21.600.000 10,52 21.600.000 11,57 21.600.000 10,93 21.600.000 11,22 Benih 10.208.000 4,97 11.185.300 5,99 10.320.000 5,22 6.880.000 3,57
Rockwool 5.370.800 2,61 0 0,00 3.981.800 2,01 3.981.800 2,07
Nutrisi 17.400.000 8,47 19.950.000 10,69 12.900.000 6,53 12.900.000 6,70 Kemasan 13.920.000 6,78 21.280.000 11,40 11.919.600 6,03 10.320.000 5,36 E. Total Biaya Variabel 68.498.800 33,35 74.015.300 39,65 60.721.400 30,73 55.681.800 28,91
F. Total Biaya 205.391.988 100 186.670.488 100 197.614.588 100 192.574.988 100
G. Keuntungan Usaha -118.391.988 -80.270.488 -151.174.588 -156.454.988
(6)