Produksi Gas Metan Rumen Sapi Perah Dengan Pakan Berbeda Serta Pengaruhnya Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu.

PRODUKSI GAS METAN RUMEN SAPI PERAH DENGAN
PAKAN BERBEDA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU

KHAERIYAH NUR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Gas Metan dari
Rumen Sapi Perah dengan Pakan berbeda serta Pengaruhnya terhadap Produksi dan
Kualitas Susu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Khaeriyah Nur
NIM D151130011

iv

RINGKASAN
KHAERIYAH NUR. Produksi Gas Metan Rumen Sapi Perah dengan Pakan
berbeda serta Pengaruhnya terhadap Produksi dan Kualitas Susu. Dibimbing oleh
MULADNO, AFTON ATABANY, dan ANURAGA JAYANEGARA.
Peternak di daerah Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) memanfaatkan
jerami padi sebagai pakan ternak sapi perah selain rumput gajah. Degradasi dan
fermentasi komponen serat pakan rumput gajah maupun jerami padi oleh mikroba
rumen, selain menghasilkan asam lemak terbang, juga membentuk gas metan (CH4)
dan karbondioksida (CO2). Gas metan menyebabkan efek gas rumah kaca 23 kali
lebih besar dari karbondioksida. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
pengaruh pemberian rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan jerami padi
terhadap produksi gas metan di dalam rumen, produksi susu dan kualitas susu sapi
perah yang dipelihara di KUNAK, Kabupaten Bogor.

Penelitian menggunakan 12 ekor induk sapi perah Friesian Holstein (FH)
dengan kondisi laktasi ke 2 – 4. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap
dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu : A (Rumput
Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%); B (Jerami Padi 43% +
Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%); C (Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5%
+ Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%).Variabel yang diukur adalah konsumsi dan
kecernaan pakan, produksi gas metan, serta produksi dan kualitas susu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi dan kecernaan pakan
paling tinggi pada perlakuan pakan jerami padi, produksi gas metan yang
ditimbulkan juga paling tinggi yaitu 6601.90 KJ/hari karena tingginya kadar serat
kasar, namun produksi susu yang dihasilkan paling rendah yaitu 10.06 l/ekor/hari
karena dipengaruhi oleh gas metan yang ditimbulkan. Rata-rata konsumsi pakan
yang tinggi pada perlakuan pakan jerami padi dipengaruhi oleh kebutuhan akan
nutrisi yang tidak tercukupi oleh jerami padi. Kecernaan pakan yang tinggi pada
perlakuan pakan jerami padi diduga dipengaruhi oleh aktivitas dan jenis mikroba
yang berbeda dalam mendegradasi serat kasar dalam pakan. Produksi gas metan
yang tinggi pada enterik ternak sapi perah perlakuan pakan jerami padi dipengaruhi
oleh tingginya kecernaan serat kasar pakan jerami padi sehingga menghasilkan
produksi CH4 (metan) lebih tinggi dari pakan lain. Energi yang hilang sebagai gas
metan menyebabkan produksi susu yang dihasilkan perlakuan pakan jerami padi

rendah. Kualitas susu yang dihasilkan sapi dengan penggunaan pakan rumput gajah
(perlakuan A) dan kombinasi rumput gajah-jerami padi (perlakuan C) lebih tinggi
nilai nutrisinya dibanding penggunaan pakan jerami padi (perlakuan B).
Pemberian pakan jerami padi pada ternak sapi perah di KUNAK dapat
menghasilkan produksi gas metan yang tinggi sementara produksi susu yang
rendah. Sebaliknya, pemberian pakan rumput gajah dapat menghasilkan produksi
susu yang tinggi sementara produksi gas metan yang rendah. Pemberian pakan
kombinasi jerami padi dan rumput gajah menghasilkan produksi susu yang paling
tinggi dengan produksi gas metan yang cukup rendah. Kualitas susu pada pakan
rumput gajah (perlakuan A) dan kombinasi rumput gajah-jerami padi (perlakuan C)
nyata lebih tinggi nutrisinya dibanding perlakuan pakan jerami padi (perlakuan B).
Kata Kunci: gas metan, jerami padi, rumput gajah, susu sapi perah FH

v

SUMMARY
KHAERIYAH NUR. Estimated Methane Production of Dairy Cow Rumen with
Different Feed and Its effect on The Production and Quality of Milk. Supervised by
MULADNO, AFTON ATABANY, and ANURAGA JAYANEGARA.
Farmers in Farm Business Area (Kawasan Usaha Peternakan-KUNAK) use

rice straws as feeds for dairy cows, other than elephant grass (Pennisetum
purpureum). The degradation and fermentation of fiber component of elephant
grass and rice straw by rumen microbes produce methane (CH4) and carbon dioxide
(CO2), in addition to volatile fatty acids. Methane gas causes greenhouse effect 23
times higher than carbon dioxide. This study aimed to evaluate the effect of elephant
grass and rice straw on methane emission in the rumen, milk production and milk
quality of dairy cows reared in KUNAK, Bogor District.
The study used 12 Friesian Holstein (FH) dairy cows with lactation conditions
of 2 – 4. Experimental design used was completely randomized design with 3
treatments and 4 replications. The treatments were as follows: A (43% elephant
grass + 6% feed concentrate + 51% tofu dregs); B (43% rice straw + 6% feed
concentrate + 51% tofu dregs); C (21.5% elephant grass + 21.5% rice straw + 6%
concentrate + 51% tofu dregs). The measured variables were feed intake and
digestibility, methane emission, milk production and milk quality.
The highest average feed intake and digestibility belonged to treatment with
rice straw, in addition to methane emission, i.e. 6601.90 KJ/d. However, the milk
production of which was the lowest, i.e. 10.06 l/cow/day. The high average feed
consumption inrice straw treatment was influenced by the rice straw failed to fulfill
cow nutrient demand. The High feed digestibility in rice straw treatment was
allegedly influenced by the activity and different types of microbes degrading crude

fibers in feed. High methane emission in the enteric of dairy cows in the same
treatment was influenced by the high crude fiber digestibility of rice straw, resulting
in the higher methane (CH4) than other feed treatment. The energy loss in the form
of methane gas decreased the production of milk in rice straw treatment. The quality
of milk in the treatment of elephant grass (treatment A) and the combination of
elephant grass and rice straw (treatment C) was higher in term of nutritional value
than in rice straw treatment (treatment B).
Rice straw feed for dairy cows in KUNAK is capable of increasing methane
emission and reducing milk production. In contrast, elephant grass is capable of
reducing methane emission and increasing milk production. The quality of milk in
the treatment of elephant grass (treatment A) and the combination of elephant grass
and rice straw (treatment C) was significantly higher in term of nutritional value
than in rice straw treatment (treatment B).
Keywords: dairy cow, elephant grass, methane, rice straw.

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

PRODUKSI GAS METAN RUMEN SAPI PERAH DENGAN
PAKAN BERBEDA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU

KHAERIYAH NUR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Salundik, MSi

ix

Judul Tesis : Produksi Gas Metan Rumen Sapi Perah dengan Pakan berbeda
serta Pengaruhnya terhadap Produksi dan Kualitas Susu
Nama
: Khaeriyah Nur
NIM
: D151130011

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua

Dr Ir Afton Atabany, MSi
Anggota

Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 15 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subḥānahu Wa Ta'Ala atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam.
Penulis tak lupa berterimakasih yang sebesarnya kepada para pembimbing
dan penguji. Kepada ketua komisi pembimbing yaitu Prof Dr Ir Muladno, MSA
yang di waktu kesibukannya sebagai Dirjen Peternakan tahun 2015 menyediakan
waktu untuk penulis dalam menyelesaikan studi. Kepada anggota pembimbing 2
yaitu Dr Ir Afton Atabany, MSi yang telah mengikutsertakan penulis pada proyek
penelitian serta telah menyediakan waktunya kepada penulis selama bimbingan,

kepada pembimbing 3 yaitu Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc yang juga telah
membantu penulis dalam penyelesaian studinya. Kepada penguji sidang tesis yaitu
Dr Ir Salundik, MSi yang telah bersedia menguji dan membantu penulis dalam
menyelesaikan studinya hingga akhirnya penulis bisa mendapatkan gelar master
sains. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada kedua
Orangtua, Bapak Drs M Nur Makhmud dan Ibu Dra Ros’Aeni yang telah mendidik
dan tak hentinya mendoakan kesuksesan penulis sehingga bisa sampai pada tahap
ini. Kepada para sahabat, teman, kakak, adik, dan kerabat yang telah memberikan
suport dan bantuannya kepada penulis.
Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tesis ini.

Bogor, September 2015
Khaeriyah Nur

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xii

DAFTAR GAMBAR

xii

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3

II TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Pakan terhadap Produksi Gas Metan dari Enterik Sapi Perah
Pengaruh Pakan terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah
Pengaruh Produksi Gas Metan dari Enterik Sapi Perah terhadap Produksi
dan Kualitas Susu

4
4
5

III METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Peubah

7
7
7
7
8

6

IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Proksimat Pakan
Analisa Proksimat Feses Sapi Perah
Konsumsi Pakan
Kecernaan Pakan
Produksi Gas Metan (CH4) berdasarkan Enterik (Pencernaan)
Produksi dan Kualitas Susu
Pengaruh Produksi Gas Metan terhadap Produksi Susu
Estimasi Penggunaan Biaya Pakan

15
15
16
18
19
21
23
26
27

V SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

RIWAYAT HIDUP

34

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Analisa proksimat bahan pakan ternak berdasarkan bahan kering 100%
Analisa proksimat feses ternak sapi perah berdasarkan bahan kering 100%
Rata-rata konsumsi nutrien pakan ternak sapi perah
Rata-rata kecernaan nutrien pakan ternak sapi perah
Produksi gas metan (CH4) berdasarkan kecernaan bahan kering masingmasing ternak sapi perah
Rata-rata produksi dan kualitas susu sapi perah FH
Estimasi biaya pakan tiap perlakuan

15
17
18
19
22
23
27

DAFTAR GAMBAR
1
2

Diagram alir penelitian
Grafik produksi susu dan emisi gas metan (CH4)

3
26

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar rakyat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.
Sebagian besar daerah di Indonesia dijumpai persawahan padi, termasuk di
kabupaten Bogor. Padi yang melimpah ini menghasilkan banyak jerami padi.
Jerami padi dimanfaatkan oleh peternak sapi perah di daerah Kawasan Usaha
Peternakan (KUNAK) untuk dijadikan sebagai pengganti pakan rumput dan
membantu petani mengolah jerami selain hanya dibakar.
Jerami sebagai pakan ternak memiliki kelemahan seperti kadar protein kasar
rendah, kadar serat kasar tinggi, lignin dan silika tinggi, kadar mineral rendah,
kecernaannya rendah serta palatabilitasnya rendah. Peternak di KUNAK
mengantisipasi keadaan tersebut dengan menambahkan pakan berupa konsentrat
dan ampas tahu guna memenuhi nutrisi ransum ternak sapi perah.
Gas metan pada hewan-hewan ruminansia berasal dari dua sumber yaitu dari
hasil fermentasi saluran pencernaan (enteric fermentation) dan kotoran
(feses). Fermentasi dari pencernaan ternak menyumbang sebagian besar emisi gas
metan yang dihasilkan peternakan. Pembentukan gas metan di dalam rumen
merupakan hasil akhir dari fermentasi pakan. Metan diproduksi di saluran
pencernaan ternak, 80% - 95% diproduksi di dalam rumen dan 5% - 20% dalam
usus besar. Metan yang dihasilkan dalam rumen dikeluarkan melalui mulut ke
atmosfir (Martin et al. 2008).
Metanogenesis adalah mekanisme oleh rumen sebagai hasil akhir dari jalur
fermentasi makromolekul kimia pakan untuk menghindari akumulasi hydrogen
(Fonty dan Morvan 1995). Hidrogen bebas menghambat dehydrogenase dan
mempengaruhi proses fermentasi. Pemanfaatan hidrogen dan CO2 untuk
menghasilkan CH4 adalah khusus oleh bakteri Archaea metanogen (Martin et al
2008). Pembentukan gas metan di dalam rumen berpengaruh terhadap
pembentukan produk akhir fermentasi di dalam rumen, terutama jumlah mol ATP,
yang pada gilirannya mempengaruhi efisiensi produksi mikrobial rumen (Thalib
2008).
Gas metan menyebabkan efek gas rumah kaca 23 kali lebih besar dari
karbondioksida. Pemanasan global adalah peristiwa naiknya suhu permukaan bumi.
Keadaan iklim dipengaruhi oleh faktor topografi, letak geografi, dan suhu atmosfer.
Suhu merupakan sumber energi yang menggerakkan faktor- faktor iklim.
Suhu atmosfer ditentukan oleh kadar gas di atmosfer yang disebut gas rumah
kaca (Soemarwoto 2001). Panas matahari yang masuk ke bumi sebagian akan
diserap bumi dan sisanya akan dipantulkan kembali ke angkasa sebagai gelombang
panjang. Panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke luar angkasa
terperangkap di dalam bumi akibat meningkatnya konsentrasi gas tersebut
menyelimuti atmosfer bumi. Panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke
angkasa akan meningkat pula yang berakibat bumi jadi semakin panas
(Badunglahne 2010).
Ternak sapi perah di KUNAK diberikan pakan berupa jerami khususnya di
musim kemarau. Hal tersebut menarik untuk diteliti sejauh mana pengaruh
pemberian pakan jerami terhadap gas metan yang ditimbulkan dari fermentasi yang

2

terjadi di rumen serta produksi dan kualitas susu yang dihasilkan dibandingkan
dengan pemberian pakan rumput gajah. Peneliti mengangkat judul penelitian yaitu
Produksi Gas Metan Rumen Sapi Perah dengan Pakan Berbeda serta Pengaruhnya
terhadap Produksi dan Kualitas Susu.

Perumusan Masalah
Jerami padi yang sangat melimpah menjadikan banyak peternak di Kawasan
Usaha Peternakan (KUNAK) Bogor-Jawa Barat memanfaatkannya sebagai pakan
ternak sapi selain rumput gajah khususnya pada musim kemarau. Jerami dapat
menggantikan rumput hijau sebagai pakan tidak lebih dari 25% karena memiliki
kandungan protein dan daya cerna yang rendah, kandungan silika, lignin dan serat
kasar yang tinggi namun di dalamnya memiliki zat-zat potensial yang dapat dicerna
sebagai sumber energi bagi ternak. Pemberian konsentrat ampas tahu ditujukan
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi sapi perah dan dapat meningkatkan produksi
susu.
Degradasi dan fermentasi komponen serat pakan oleh mikroba rumen, selain
menghasilkan asam lemak terbang, juga membentuk gas metan (CH4) dan
karbondioksida (CO2). Gas metan menyebabkan efek gas rumah kaca 23 kali lebih
besar dari karbondioksida.
Pemberian pakan jerami padi selain rumput gajah pada peternakan sapi perah
FH di KUNAK menarik untuk diteliti, sejauh mana pengaruh pemberian pakan
jerami terhadap gas metan yang ditimbulkan dari fermentasi yang terjadi di rumen
serta pengaruhnya terhadap produksi dan kualitas susu yang dihasilkan
dibandingkan dengan pemberian pakan rumput gajah. Penelitian ini akan
menganalisis pengaruh pakan yang diberikan (jerami padi dan rumput gajah)
terhadap gas metan yang ditimbulkan dari pencernaan yang terjadi di rumen dan
produksi maupun kualitas susu yang dihasilkan, serta pengaruh gas metan yang
ditimbulkan terhadap produksi dan kualitas susu yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Menganalisis gas metan yang ditimbulkan dari suatu usaha peternakan sapi
perah di KUNAK dengan pemberian pakan jerami padi.
Menganalisis produksi dan kualitas susu yang dihasilkan dari suatu usaha
peternakan sapi perah di KUNAK dengan pemberian pakan jerami padi.
Menganalisis pengaruh gas metan yang ditimbulkan dari peternakan sapi perah
terhadap produksi dan kualitas susu.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi tambahan
informasi bagi peternak untuk memperhatikan pemberian pakannya pada ternak
yang dapat meminimalisir efek timbulnya gas rumah kaca khususnya gas metan
tanpa menurunkan produksi dan kualitas susunya.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melingkupi tahap-tahap penelitian seperti tercantum pada
bagan berikut :

Tinjau lokasi serta
Persiapan alat dan bahan

Pengukuran dan pencatatan bobot
badan, laktasi sapi perah

Adaptasi pakan ternak selama 5 hari

Pengambilan sampel susu
dan pencatatan produksi
susu selama 5 hari

Penimbangan dan
pencatatan pemberian
pakan, sisa pakan, dan
sampel feses selama 5 hari

Uji Kualitas
Susu

Koleksi feses dan sisa
pakan selama 5 hari

Pengeringan sampel feses dan sisa pakan

Penimbangan dan pencatatan BK feses dan sisa pakan

Analisis proksimat

Olah data dan Pembahasan
Gambar 1 Diagram alir penelitian

4

II TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Pakan terhadap Produksi Gas Metan dari
Enterik Sapi Perah
Jenis pakan yang diberikan berpengaruh pada gas metan yang diproduksi.
Umumnya, ternak diberi rumput alam, limbah pertanian tanaman pangan atau
limbah industri. Berbagai teknologi mitigasi sebetulnya telah tersedia baik
melalui pemilihan jenis pakan yang rendah emisi maupun pemberian
supplemen, penambahan bahan kimia ataupun cara mekanik dalam proses
pembuatan pakan yang dapat menurunkan produksi metan. Kesadaran peternak
dalam pemanfaatan potensi sumberdaya di sekitar usaha peternakannya dapat
membantu mitigasi gas rumah kaca dan mendapatkan keuntungan ekonomi
dalam bentuk pemanfaatan biogas dan pupuk organik (Herawati 2012).
Pakan hijauan berkualitas rendah juga memberikan dampak yang tidak baik
terhadap lingkungan udara, yaitu menyebabkan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam
hal ini gas metan yang diproduksi oleh hewan ruminansia menjadi tinggi. Emisi gas
metan pada hewan-hewan ruminansia berasal dari 2 sumber yaitu berasal dari hasil
fermentasi saluran pencernaan (enteric fermentation) dan kotoran (feses). Proses
fermentasi dalam sistem saluran pencernaan rumen yang menghasilkan gas metan
dinamakan metanogenesis. Dari 2 sumber ini, produksi metan entericfermentation
memberikan kontribusi sekitar 94% dari total emisi metan dari sektor peternakan,
dan 23% dari kontribusi gas metan di sektor pertanian secara keseluruhan berasal
dari sektor peternakan (Handoko et al. 1996). Produksi VFA dan CH4 sangat
tergantung dari jenis pakan dan sistem pemberian. Umumnya pakan berserat akan
menghasilkan asam asetat dan CH4 (methan) lebih tinggi dibandingkan pakan asal
biji-bijian (Prayitno et al. 2014).
Penelitian Jayanegara et al. (2009a) memperlihatkan suplementasi hijauan
Rhus thypina dan Salix alba yang mengandung senyawa tanin pada pakan hijauan
kualitas rendah (hay dan jerami) dapat meningkatkan kecernaan bahan organik dan
menurunkan produksi metan. Jenis tanin yang mudah terhidrolisis (chestnut dan
sumach) lebih mampu menurunkan persen metan dalam total gas dibandingkan
dengan jenis tanin terkondensasi (mimosa dan quabracho) (Jayanegara et al.
2009b).
Pengawetan rumput dengan metode hay menghasilkan gas CH4 yang lebih
rendah dibandingkan pengawetan dengan metode silase. Volume gas CH4 (mM/g
BOT) tertinggi dihasilkan dari rumput Penissetum purpureum dan terendah dari
rumput Imperata cylindrica (Santoso dan Hariadi 2008).
Emisi gas metan enteric fermentation dalam satuan per ekor hewan
ruminansia, sapi perah dan kerbau adalah yang tertinggi yaitu masing masing 56
dan 55 kg/ekor/tahun, dan berikutnya sapi potong sebesar 44 kg/ekor/tahun (IPCC
1995). Hal ini mungkin sangat terkait dengan sistem manajemen pemberian
komposisi pakan untuk ternak sapi perah bahwa hijauan merupakan komponen
yang lebih banyak diberikan daripada konsentrat agar sapi perah dapat berproduksi
secara maksimal. Kualitas sumber hijauan yang tersedia sangat rendah yaitu tinggi
kandungan serat, menyebabkan produktivitas sapi perah dalam negeri rendah
sebaliknya emisi gas metan enteric nya tinggi (Thalib dan Widiawati 2010).

5

Gas metan yang dihasilkan dari proses fermentasi rumen ternak ruminansia
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis dan tipe ternak, kualitas pakan, suhu
lingkungan dan status fisiologis ternak. Energi dalam bentuk gas metan yang
dihasilkan ternak dari proses fermentasi rumen dapat mencapai angka sekitar 2% 15% dari total energi yang dimakan ternak. Mengurangi emisi gas metan dari ternak
perlu diupayakan melalui strategi pemberian pakan yang lebih efisien (Haryanto
dan Thalib 2009).
Haryanto dan Thalib (2009) menyatakan bahwa gas metan yang terbentuk
berkisar 8% – 15% dari energi yang dikonsumsi ternak dan merupakan komponen
energi yang tidak dapat dimanfaatkan ternak. Pemberian ampas tahu dapat
meningkatkan kuantitas produksi susu sapi perah.

Pengaruh Pakan terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah
Pakan sapi perah terdiri atas sejumlah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang
tersedia untuk pakan sapi perah di Indonesia berkualitas sangat rendah hingga
sedang. Ketersediaan rumput kultur yang berkualitas sedang seperti rumput gajah
dan rumput raja, sangat terbatas karena keterbatasan lahan yang dimiliki oleh
petani/pengusaha sapi perah. Peternak menambahkan hijauan limbah tanaman
pangan/palawija/ holtikultura seperti jerami padi, pucuk tebu, jerami jagung, jerami
kedele, batang pisang, dan daun jagung. Ketersediaan konsentrat untuk sapi perah
tidak terlepas dari berbagai masalah. Bahan konsentrat yang dapat dimanfaatkan
diperoleh dari berbagai sumber, yaitu bahan limbah/hasil sampingan dari kegiatan
pertanian, perkebunan dan industri seperti dedak padi, dedak jagung, polar, bungkil
kelapa, bungkil kelapa sawit, bungkil kacang tanah, bungkil biji kapuk, ampas tahu,
dan onggok (Siregar 2007).
Komalasari et al. (2014) dalam penelitiannya melaporkan bahwa sapi yang
diberikan RSS (silase komplit jerami padi) memiliki konsumsi protein kasar
paling tinggi, konsentrasi asetat cairan rumen lebih dari 70%, dan nyata
meningkatkan kadar lemak (5.66%) maka silase komplit jerami padi maupun
pelepah sawit dapat digunakan sebagai ransum alternatif untuk sapi perah. Jumlah
bahan konsentrat secara keseluruhan kelihatan mencukupi, tapi memiliki berbagai
masalah yaitu dari aspek gizi (relatif rendah), dan ketersediaannya tidak kontinyu
sepanjang masa untuk jenis bahan tertentu, begitupun lokasi ketersediaan bahanbahan tersebut yang kebanyakan berada jauh dari kegiatan usaha sapi perah.
Kebanyakan usaha sapi perah berlokasi didaerah dataran tinggi atau sedang,
sebaliknya bahan limbah/hasil sampingan tersebut lebih banyak berada di daerahdaerah dataran rendah (Thalib dan Widiawati 2010).
Penelitian Nurhajati (2013) menyatakan bahwa produksi
tertinggi
didapatkan pada pemberian pakan rumput dan ampas tahu dengan laktasi 2 - 3.
Nilai produksi tinggi dikarenakan pemberian ampas tahu dalam keadaan segar
dengan penambahan air sehingga menghasilkan nilai produksi yang berbeda
dengan yang diberikan konsentrat bentuk kering.
Kualitas pakan (hijauan dan konsentrat) yang rendah serta sistem
ketersediaanya yang tidak berkesinambungan sepanjang musim, secara signifikan
berdampak tidak menguntungkan terhadap produksi susu sapi perah dalam negeri.
Kondisi pakan yang kurang mendukung serta tatalaksana yang kurang baik,

6

disinyalir oleh Siregar (2001) bahwa kemampuan berproduksi sapi perah dalam
negeri (yaitu jenis FH yang awalnya berasal dari Eropa) masih berada jauh dibawah
potensi genetiknya. Persentase terbesar kapasitas produksi sapi perah dalam negeri
hanya menghasilkan susu sekitar 10 liter/ekor/hari (Talib et al. 2000), produksi susu
sapi perah di negara-negara maju (seperti Amerika, Eropa dan Australia) rata-rata
sekitar 30 liter/ekor/hari.
Tanuwiria et al. (2008) menyatakan bahwa jerami padi hasil bioproses dapat
digunakan sebagai pakan sumber serat sampai 70% dalam ransum sapi perah,
asalkan kualitas konsentrat yang diberikan sesuai dengan kebutuhan nutrien sapi
perah sehingga tidak akan mengganggu produksi susunya. Lebih lanjut dikatakan
Tanuwiria et al. (2008) bahwa sapi perah yang diberi ransum dengan imbangan
70% jerami padi fermentasi dan 30% konsentrat memberikan respons yang sama
pada sapi perah yang diberi ransum dengan imbangan 60% jerami padi fermentasi
dan 40% konsentrat yang tercermin dari tidak adanya perbedaan antar perlakuan
dalam hal konsumsi bahan kering ransum, produksi susu, kualitas susu (kadar bahan
kering, lemak, protein dan laktosa), dan efisiensi ransum.

Pengaruh Produksi Gas Metan dari Enterik Sapi Perah terhadap
Produksi dan Kualitas Susu
Hijauan merupakan komponen yang lebih banyak diberikan daripada
konsentrat agar sapi perah dapat berproduksi secara maksimal. Kualitas sumber
hijauan yang tersedia sangat rendah yaitu tinggi kandungan serat, menyebabkan
produktivitas sapi perah dalam negeri rendah sebaliknya emisi gas metan entericnya
tinggi (Thalib dan Widiawati 2010).
Peningkatan produksi susu akibat lebih banyak energi yang terkonsumsi akan
menyebabkan emisi gas metan meningkat. Apabila efisiensi pakan hijauan yang
dikonsumsi tinggi, maka persentase energi kasar yang membentuk gas metan dan
jumlah gas metan per satuan produksi makin rendah dengan makin tingginya
produksi susu. Strategi manajemen pemberian pakan pada sapi perah, khususnya
hijauan, untuk meningkatkan produktivitas yang disertai dengan pengurangan emisi
gas metan enteric, dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman bahwa pakan
hijauan yang diberikan mempunyai nilai kandungan energi kasar dan nilai
kecernaan kandungan gizi yang tinggi. Sulit diharapkan hal ini dapat dicapai
apabila pakan hijauan yang diberikan mempunyai kandungan serat yang tinggi
seperti jerami-jerami (limbah tanaman) (Thalib dan Widiawati 2010).

7

III METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Desember 2014.
Penelitian dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan Analisis di
Laboratorium PAU Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Perah.

Bahan
Bahan yang digunakan antara lain : jerami padi, rumput gajah, sapi perah FH
(Friesian Holland) 12 ekor pada laktasi ke 2 - 4, konsentrat, ampas tahu, susu sapi
segar, feses ternak, H2SO4 91% - 92%, H2SO4 pekat, H2SO4 0.3 N, alkohol 70%, air
panas ± 65 0C, fenolftalein, larutan biru metilen, katalis campuran, indikator
campuran (methyl red 0.1% dan bromcresol green 0.2% dalam alkohol) pelarut
(kloroform), NaOH 1.5 N, NaOH 40%, NaOH 0.3 N, dan aseton.

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu : skop, baskom, timbangan,
termometer, dan alat ukur badan (meteran), gelas ukur volume 500 ml clan
laktodensimeter, centrifuge, butyrometer, beker gelas, pipet skala, penangas air,
sumbat karet, tabung reaksi, gelas ukur, panci, kompor buret, stop watch, pipet
tetes, penangas air, gelas ukur, cawan porselem, eksikator, oven 105 0C, penjepit,
neraca analitik, tanur, pembakar bunzen, soxhlet, kertas saring bebas lemak, sarung
tangan karet, kapas bebas lemak, batu didih, pinset, corong, gelas piala, corong
buchner, pompa vacum, pemanas listrik, kertas saring, labu dekstruksi, labu
destilasi, destilator, labu erlenmeyer, dan biuret.

Prosedur Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan
dan 4 kali ulangan.
Adapun perlakuan sebagai berikut :
A : Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%
B : Pakan Jerami Padi 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%
C : Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas
Tahu 51%
Model yang digunakan yaitu (Walpole 1995) :
� = �+ � +�

8

Keterangan:
Yij
= hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai tengah umum
Ʈi
= pengaruh perlakuan ke-i
ɛ ij
= pengaruh galat
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pemberian pakan dilakukan secara bertahap, pertama diberikan campuran
konsentrat dan ampas tahu sebelum pemerahan susu, kemudian setelah pemerahan
susu diberikan rumput gajah atau jerami padi atau kombinasi keduanya sesuai
perlakuan masing-masing. Pakan terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui
konsumsi pakan yang diberikan setiap hari. Representasi sampel pakan yang
diberikan kepada ternak diambil setiap hari dan dikumpulkan selama lima hari dan
selanjutnya dianalisis di Laboratorium untuk mengetahui kadar bahan keringnya.
Air minum diberikan ad-libitum melalui keran otomatis pada setiap kandang.
Pakan Sisa
Sampel pakan sisa dikumpulkan setiap hari untuk masing-masing ternak
selama lima hari. Pada akhir periode koleksi mingguan dilakukan sampling
terhadap total pakan sisa tersebut dan selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk
mendapatkan kandungan bahan keringnya.
Koleksi Feses
Koleksi feses dilakukan dengan menimbang berat feses selama 24 jam, 10%
diambil sebagai sampling pada masing-masing ternak selama lima hari kemudian
dihomogenkan. Diambil sampling sebagai berat basah feses, lalu dikeringkan dan
dianalisis untuk mendapatkan kadar bahan keringnya.
Kadar Bahan Kering
Analisis bahan kering dilakukan dengan memasukan sampel yang telah
diketahui beratnya ke dalam oven dengan suhu 103 oC selama 16 jam. Sampel
tersebut dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang
untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Untuk meningkatkan akurasi data yang
dinalisis, sampel dianalisis dalam bentuk duplo.

Peubah
Analisa Proksimat Pakan
Analisa proksimat pakan dihitung berdasarakan 100% bahan kering pakan
meliputi : abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN).
Analisa Proksimat Feses Ternak Sapi Perah
Analisa proksimat feses ternak sapi perah dihitung berdasarakan 100% bahan
kering feses meliputi : abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN).

9

Analisis Kadar Air
Langkah pertama adalah botol timbang dicuci, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105 oC sampai 110 oC selama 1 jam, dimasukkan dalam eksikator
selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang, lalu sampel
dimasukkan ke dalam botol timbang dan dimasukkan ke dalam oven selama 4 - 6
jam dengan suhu 105 oC - 110 oC, selanjutnya adalah sampel dimasukkan kedalam
eksikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang botol sampel. Dilakukan
pengeringan 3 kali masing-masing 1 jam sampai berat sampel konstan (selisih
maksimal 0.2 mg).
Kadar air dihitung dengan rumus (Askar dan Darwinsyah 1985) :
+

=








%

Analisis Kadar Abu
Langkah pertama dalam analisis kadar abu adalah crusible porselin dicuci
dengan air sampai bersih, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC 110 oC selama 1 jam dan didinginkan dalam eksikator selama 15 menit, kemudian
ditimbang. Sejumlah sampel pada crusible porselin ditimbang. Setelah itu sampel
pada cawan dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 400 oC – 600 oC selama 4 - 6
jam, sampai menjadi abu putih semua. Crusible porselin diangkat dari tanur listrik
dan didinginkannya sampai suhu 120 oC, kemudian dimasukkan dalam eksikator
selama 15 menit. Setelah itu crusible porselin ditimbang, kemudian kadar abu
dihitung dengan rumus Anggorodi (2005) :
=







%

Analisis Kadar Serat Kasar
Langkah dalam analisis kadar serat kasar adalah dipersiapkan semua alat-alat
dan pereaksi yang akan digunakan. Semua alat dicuci dan dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 105 oC – 110 oC selama 1 jam dan dimasukkan ke dalam
eksikator selama 15 menit. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam becker
glass. H2SO4 0.3 N 50 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi sampel
tersebut dan dimasak hingga mendidih selama 30 menit. Sampel tersebut
didinginkan sebentar dan ditambahkan NaOH 1.5 N 25 ml serta dimasak sampai
mendidih selama 30 menit.
Crusible porselin dan kertas saring ditimbang, misal berat kertas saring a
gram, dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105 oC – 110 oC dan
dimasukkan di dalam eksikator selama 15 menit. Cairan yang berisi sampel disaring
menggunakan crusible porselin dan kertas saring yang dipasang corong bunchner.
Sampel berturut-turut dicuci dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3 N, 50 ml air
panas dan 25 ml aseton. Crusible porselin dan kertas saring beserta isinya
dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC – 110 oC selama 1 jam dan dimasukkan
ke eksikator selama 15 menit. Selanjutnya crusible porselin dan isinya ditimbang.
Kemudian crusible porselin dan isinya dipijarkan dalam tanur pada suhu 400 oC 600 oC selama 4 - 6 jam sampai menjadi abu putih dan didinginkan dalam eksikator

10

selama 15 menit. Setelah itu ditimbang. Penghitungan kadar serat kasar dengan
rumus Soelistyono (1976) :


=








%

Analisis Kadar Lemak Kasar
Langkah pertama dalam analisis kadar lemak adalah semua alat dicuci dan
dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC – 110 oC selama 1 jam, kemudian
dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang, misal beratnya a
gram. Sampel dan kertas saring ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven selama
4 - 6 jam pada suhu 105 oC – 110 oC dan eksikator selama 15 menit. Sampel dan
kertas saring dimasukkan ke dalam alat soxhlet, kemudian ditambahkan n heksan
serta dipasangkan alat pendingin tegak yang dialiri air dingin. Penyaringan
dilakukan sampai 8 - 10 kali sirkulasi, sampel dikeluarkan dan diangin-anginkan.
Sampel lalu dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 oC – 110 oC selama 1 jam,
kemudian dimasukkan ke eksikator selama 15 menit. Kertas saring yang berisi
sampel tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Perhitungan
analisis kadar lemak adalah sebagai berikut (Tillman et al. 1998) :
=









%

Analisis Kadar Protein Kasar
Metode yang digunakan dalam analisis kadar protein ada 3 yaitu proses
destruksi yang merupakan terjadinya proses oksidasi perubahan N atau protein
menjadi (NH4)2SO4, proses destilasi yaitu pemecahan (NH4)2SO4 yang dilakukan
oleh basa kuat yaitu NaOH, serta proses titrasi yaitu terjadinya reaksi asam basa.
Labu destruksi dicuci kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC –
110 oC selama 1 jam dan dimasukkan ke dalam labu destruksi eksikator selama 15
menit. Sampel lalu ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi.
Kemudian, ditambahkan katalis yang terdiri dari selenium 0.3 gr dan ditambahkan
H2SO4 pekat 25 ml. Selanjutnya, semua bahan yang ada dalam labu destruksi
tersebut ditambahkan secara perlahan-lahan dalam lemari asam, dimana mula-mula
dengan nyala kecil sampai tidak berasap atau tidak berbuih lagi dengan nyala
diperbesar. Kemudian, dididihkan (destruksi) bahan dalam labu destruksi sampai
terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau jernih atau kuning jernih. Perubahan
warna yang terjadi secara bertahap adalah hitam merah, hijau keruh dan kemudian
hijau jernih. Proses selanjutnya adalah proses destilasi yaitu mendinginkan labu
destruksi tersebut lalu sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi yang telah
dipasang pada rangkaian alat destilasi. Selanjutnya, labu tersebut digoyangkan
membentuk angka delapan dengan menambahkan 50 ml aquades dan 40 ml NaOH
45%. Hasil sulingan ditampung dalam erlemeyer yang telah berisi asam borat
(H3BO4) sebanyak 20 ml dan ditambahkan indikator MR + MB sebanyak 1 tetes
sampai warna berubah dari ungu menjadi hijau jernih. Selanjutnya dilakukan titrasi
dengan HCl 0.1 N, hingga terlihat warna ungu.
Larutan blangko dibuat dengan cara aquades 50 ml dan 40 ml NaOH 45%
dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dilakukan dan ditangkap dengan

11

campuran H3BO4 sebanyak 20 ml dan indikator MR + MB sebanyak 1 tetes sampai
penangkap tersebut berubah warna dari ungu menjadi hijau. Kemudian, titrasi
dengan HCl 0.1 N sampai terlihat warna ungu kembali, kemudian protein kasar
dihitung dengan rumus Sutardi (1981) :


=





.

.

%

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dihitung dengan rumus Sutardi
(1981) :


=[



+

+

]%

+

Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan meliputi bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak,
serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Konsumsi BK (bahan
kering) dan BO (bahan organik) diperoleh dengan cara menghitung selisih antara
pakan yang diberikan dan pakan tersisa berdasarkan bahan kering dan bahan
organiknya. Selanjutnya juga dihitung konsumsi nutrisi pakan yaitu : protein kasar,
lemak kasar, serat kasar, dan BETN berdasarkan analisa proksimat 100% bahan
keringnya.
=



Kecernaan Pakan
KcBK dan KcBO
Penghitungan kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik
(KcBO) pakan dihitung dengan mengurangkan konsumsi pakan dengan feses yang
dikeluarkan, kemudian dibagi dengan konsumsi pakan tersebut semuanya
berdasarkan bahan kering dan bahan organiknya dan selanjutnya dikali 100%.
Adapun rumus kecernaan bahan kering tersebut adalah (Budiman dan Tanuwiria
2005) :
% =
% =















%
%

Kecernaan Nutrien pakan
Kecernaan nutrisi pakan dihitung berdasarkan konsumsi bahan kering nutrisi
pakan dikurang dengan banyaknya kandungan nutrisi pada bahan kering feses yang
dihasilkan lalu dibagi dengan konsumsi bahan kering nutrisi pakan kemudian dikali
100%. Berikut adalah rumus menghitung kecernaan nutrisi pakan mencakup :
protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN .

12

Kecernaan Protein kasar


% =

%

Keterangan :
Konsumsi PK (protein kasar) = kadar bahan kering protein kasar ransum x jumlah
konsumsi bahan kering pakan
PK (protein kasar) ekskreta = total bahan kering ekskreta x kadar bahan kering
protein kasar ekskreta
Kecernaan lemak kasar


% =

%

Keterangan :
Konsumsi LK (lemak kasar) = kadar bahan kering lemak kasar ransum x jumlah
konsumsi bahan kering pakan
LK (lemak kasar) ekskreta = total bahan kering ekskreta x kadar bahan kering
lemak kasar ekskreta
Kecernaan serat kasar


% =

Keterangan :
Konsumsi SK (serat kasar)
SK (serat kasar) ekskreta

%

= kadar bahan kering serat kasar ransum x jumlah
konsumsi bahan kering pakan
= total bahan kering ekskreta x kadar bahan kering
serat kasar ekskreta

Kecernaan BETN


% =



– �


%

Keterangan :
Konsumsi BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) = kadar bahan kering BETN
ransum x jumlah konsumsi bahan kering pakan
BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) ekskreta = total bahan kering BETN ekskreta
x kadar bahan kering BETN ekskreta
Penghitungan Gas Metan
Gas metan yang terbentuk dari fermentasi rumen ternak sapi perah dihitung
dengan menggunakan rumus dari Jentsch et al. (2007) sebagai berikut :


=

+

.

− .


��

����

+ .



+ .



13

Keterangan :
= Kecernaan protein kasar
��
= Kecernaan serat kasar


����



= Kecernaan lemak kasar
= Kecernaan Nitrogen free extract

Produksi Susu dan Uji Kualitas Susu
Penghitungan total produksi susu dihitung dengan menimbang produksi susu
yang telah diperah pada subuh pukul 04.30 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB
pada tiap ternak, kemudian setelah 5 hari ditotalkan dan dihitung rata-rata
produksinya per hari.
Pengambilan sampel susu dilakukan dengan cara mengambil sampel susu
sebanyak 1% dari proporsional produksinya pada subuh dan sore hari, kemudian
dicampur dan dihomogenkan. Sampel dianalisis di laboratorium pengujian kualitas
susu dan dilakukan selama 5 hari sebagai pembanding atau ulangannya.
Sampel susu diambil dari tiap ekor ternak sapi perak sebanyak 500 ml.
Analisis kualitas susu meliputi kadar bahan kering, kadar protein, kadar lemak,
berat jenis dan bahan kering tanpa lemak. Komposisi susu, dilakukan beberapa uji
SNI (1992) diantaranya:
Analisis Kadar Protein
Pengujian kadar protein menggunakan cara titrasi formol, p yaitu banyaknya
NaOH yang terpakai untuk titrasi sampel (susu) dan q yaitu banyaknya NaOH yang
terpakai untuk titrasi blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus berikut
Sumantri et al. (2005) :
%

=



.

Analisis Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak menggunakan metode Gerber yaitu 10 ml H2SO4
konsentratsi 91% - 92% dimasukkan ke dalam butirometer dengam sumbat karet
tahan asam menggunakan sedotan Bulb 2 pengaman. Kemudian dimasukkan
sampel susu sebanyak 10.75 ml. Setelah itu, dimasukkan amil alkohol 1 ml dan
dihomogenkan membentuk angka 8 sampai larutan berwarna ungu tua. Setelah itu,
dimasukkan ke dalam waterbath suhu 65 oC – 70 oC selama minimal 10 menit.
Kemudian dilihat berapa persen lemak yang tertera pada butirometer.
Analisis Berat Jenis
Pengukuran berat jenis dilakukan dengan alat laktodensimeter. Kemudian
dilakukan penyetaraan pada suhu 27.5 °C. Penyebab utama bervariasinya berat
jenis ini adalah kandungan lemak susu. Berat jenis dari skim, krim dan susu segar
dapat dihitung menggunakan rumus berikut Sumantri et al. (2005) :

Keterangan :
Ρ = berat jenis
mF = kadar lemak

=

.

+ .

14

Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak
Dihitung setelah kadar lemak dan berat jenis diperoleh dengan rumus
Fleischman (Sumantri et al. 2005) :
= .

+ .



Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA).
Kemudian jika perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda
antar perlakuan. Untuk menguji beda antar perlakuan dilakukan uji Duncan
(Walpole 1995).

15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Proksimat Pakan
Bahan pakan ternak terdiri atas nutrisi yang terutama diperlukan oleh ternak
dan harus tersedia. Zat makanan utama antara lain protein, lemak dan karbohidrat
perlu diketahui sebelum menyusun ransum. Dilakukan analisa proksimat guna
mengetahuinya. Kadar nutrisi setiap pakan berbeda-beda, begitupun pada
penggunaan pakan penelitian ini berbeda-beda kandungan nutrisinya. Diketahui
kandungan nutrisi rumput gajah, jerami padi, konsentrat, dan ampas tahu
berdasarkan 100% berat kering yang meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat
kasar, karbohidrat, dan BETN ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisa proksimat bahan pakan ternak berdasarkan bahan kering 100%
Kadar
Nutrisi
(%)
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
SK
BETN

Bahan Pakan (%)

Perlakuan (%)

RG

JP

AT

K

A

B

C

15.12
10.25
2.75

18.33
4.80
2.04

1.54
11.09
3.50

25.15
7.20
5.06

8.80
10.50
3.27

10.18
8.15
2.97

9.49
9.32
3.12

71.89

74.83

83.87

62.58

77.44

78.71

78.07

25.60
46.29

27.67
47.16

10.56
73.31

15.05
47.53

17.30
60.14

18.19
60.52

17.74
60.33

Keterangan :
A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%
B = Pakan Jerami Padi 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%
C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi 21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%
RG = Rumput Gajah
JP = Jerami Padi
AT = Ampas Tahu
K = Konsentrat

Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa kadar nutrisi rumput gajah
berdasarkan 100% berat kering (BK) tidak jauh berbeda dengan hasil yang
didapatkan Ramadhana (2010) yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi rumput
gajah berdasarkan 100% Berat Kering (BK) yaitu : abu 10.1%, Protein Kasar (PK)
10.1%; Lemak Kasar (LK) 2.5%; Serat Kasar (SK) 31.2%; dan Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen (BETN) 46.1%. Kadar abu rumput gajah 15.12% yang diperoleh
pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh Ramadhana (2010)
yang hanya 10.1%, sementara kadar serat kasar rumput gajah pada penelitian ini
lebih rendah yaitu 25.60% dibanding dengan hasil penelitian Ramadhana (2010)
yaitu 31.2%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
perubahan kandungan nutrisi bahan makanan ternak selama proses pengolahan dan
penyimpanan.

16

Kandungan nutrisi jerami padi yang diperoleh dari analisa proksimat
berdasarkan 100% berat kering (BK) juga tidak jauh berbeda jika dibandingkan
dengan hasil analisa proksimat jerami padi oleh Hanum dan Usman (2011) yang
terdiri dari abu 12.32%, protein kasar 4.90%, lemak kasar 1.56%, dan serat kasar
27.80%. Kadar abu dan kadar lemak jerami padi pada penelitian ini lebih tinggi
yaitu berurutan 18.33% dan 2.04% dibanding hasil penelitian Hanum dan Usman
(2011) berurutan hanya 12.32% dan 1.56%. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi
oleh penanganan dan penyimpanan jerami padi.
Kandungan nutrisi ampas tahu, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
Rusli (2011) bahwa kandungan nutrisi ampas tahu sebelum fermentasi yaitu protein
kasar 14.85%, lemak 4.18%, serat kasar 19.90%, dan BETN 61.70%. Hanya
ditemukan serat kasar ampas tahu penelitian ini lebih rendah, diduga dipengaruhi
oleh penanganan dan proses pengolahan yang berbeda. Tim Laboratorium ITP
(2014) menyatakan bahwa komposisi kimia ampas tahu bervariasi salah satunya
tergantung pada proses pembuatan yang beragam, penanganan ampas tahu segar
harus sebaik mungkin, penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat
mengakibatkan penurunan nilai nutrisi dan menurunkan palatabilitas.
Pada Tabel 1, tampak bahwa secara umum kandungan nutrisi konsentrat lebih
tinggi dibanding kandungan nutrisi bahan makanan ternak lainnya. Konsentrat
diperuntukkan untuk memenuhi atau mencukupi gizi atau nutrisi ransum ternak.
Konsentrat merupakan pakan tambahan terhadap pakan utama pada sapi perah.
Zakariah (2012) menyatakan bahwa konsentrat adalah suatu bahan makanan yang
dipergunakan bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi
dari keseluruhan makanan karena mengandung serat kasar rendah, mudah dicerna,
mengandung pati maupun protein tinggi. Kualitas bahan pakan konsentrat sangat
variatif tergantung pada jenis bahan baku, musim dan tempat asal sumber
konsentrat tersebut.
Kualitas konsentrat penelitian ini tergolong sebagai sumber energi karena
mengandung kadar karbohidrat cukup tinggi yaitu 62.58% tetapi kadar protein yang
sangat rendah yaitu hanya 7.20%. Agus (2008) mengemukakan bahwa adalah suatu
bahan pakan yang mempunyai kandungan serat kasar yang rendah dan mudah
dicerna, mengandung pati, maupun protein tinggi, sehingga nilai nutrien yang
terkandung pada konsentrat lebih baik dari pada hijauan. Konsentrat sumber
energi adalah bahan pakan dengan kandungan serat kasar kurang dari 18% atau
dinding sel kurang dari 35% dan protein kasar kurang dari 20%. Konsentrat sumber
protein adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18% atau
dinding sel kurang dari 35% dan kandungan protein kasar lebih besar dari
20%.

Analisa Proksimat Feses Sapi Perah
Nutrien tercerna dapat diketahui dengan menganalisis kandungan nutrisi
pakan yang dikonsumsi dikurangi nutrisi dari feses dibagi kandungan nutrisi pakan
yang dikonsumsi. Kadar nutrisi pakan yang tidak tercerna akan terbuang melalui
feses, sehingga kadar nutrisi dari feses perlu dihitung. Analisis proksimat feses
ternak sapi perah tiap perlakuan meliputi kadar abu, protein, lemak, karbohidrat,
serat kasar, dan BETN tertera pada Tabel 2.

17

Tabel 2 Analisa proksimat feses ternak sapi perah berdasarkan bahan kering
100%
Kadar Nutrisi
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat Kasar
BETN
Keterangan :

A
20.859±1.757a
10.447±0.921b
1.683±0.317ab
67.012±1.555b
32.194±5.453b
34.819±6.481

Perlakuan (%)
B
28.681±1.033b
9.309±0.418ab
1.533±0.370a
60.478±1.161a
20.220±1.129a
40.258±0.476

C
26.990±1.049b
9.054±0.925a
2.120±0.232b
61.837±0.893a
22.57125±0.921a
39.26575±1.637

1. A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi
43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, C = Pakan Rumput Gajah 21.5% + Jerami Padi
21.5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%
2. Superscript yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata taraf
5% (P