Aktivitas Antimikroba Ekstrak Saponin Daun Pepaya Dan Pengaruhnya Pada Kemasan Kelobot Jagung

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK SAPONIN DAUN
PEPAYA DAN PENGARUHNYA PADA KEMASAN
KELOBOT JAGUNG

SRI WAHYUNINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antimikroba
Ekstrak Saponin Daun Pepaya dan Pengaruhnya pada Kemasan Kelobot Jagung .
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016


Sri Wahyuningsih
NIM F251130091

RINGKASAN
SRI WAHYUNINGSIH. Aktivitas antimikroba ekstrak saponin daun pepaya dan
pengaruhnya pada kemasan kelobot jagung. Dibimbing oleh HARSI
DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan NUGRAHA EDHI SUYATMA
Kelobot jagung banyak digunakan sebagai bahan kemasan makanan
tradisional, diantaranya wajit Cililin khas Jawa Barat, dodol Bali khas Denpasar
dan dodol Labusel khas Sumatera Barat. Kelobot jagung merupakan bahan kemasan
yang mudah didapat, murah dan bersifat biodegradable. Bagian yang digunakan
adalah lapisan tengah kelobot jagung yang telah dikeringkan. Bahan tersebut sangat
mudah terkontaminasi mikroba sehingga dapat mempengaruhi kualitas bahan
pangan. Aplikasi agen antimikroba, seperti ekstrak saponin dari daun pepaya, pada
kelobot jagung sebagai bahan kemasan sangat berguna dalam mencegah
pertumbuhan mikroba pada permukaan produk.
Pemilihan ekstrak antimikroba untuk aplikasi kemasan antimikroba penting,
karena ekstrak antimikroba dapat bermigrasi ke dalam pangan sehingga produk
pangan menjadi lebih awet. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk

memanfaatkan komponen saponin daun pepaya sebagai kemasan antimikroba pada
kelobot jagung dengan tahapan ekstraksi komponen saponin, pengukuran
kandungan saponin, pemaparan ekstrak saponin kasar dan ekstrak saponin daun
pepaya muda terhadap Aspergillus niger, uji laju transmisi uap air, elongasi dan
kekuatan tarik serta uji mutu mikrobiologi kemasan. Ekstrak saponin kasar dan
ekstrak saponin diekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonikasi dan
dideteksi dengan menghitung total kadar saponin dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Pemaparan ekstrak kasar saponin dan saponin dengan
konsentrasi 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 mg/ml terhadap koloni A. niger ATCC 6275
menggunakan metode makrodilusi. Aplikasi ekstrak kasar saponin dan saponin
dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml pada kelobot jagung menggunakan metode
pencelupan selama 5 menit. Pengujian sifat fisik dan mekanis kelobot
menggunakan metode standar uji ASTM D882-88 dan ASTM E96-95 dengan
modifikasi. Pengujian mutu mikrobiologi kelobot jagung dilakukan pengujian ALT
dan AKK.
Pengeringan daun papaya dengan menggunakan cabinet dryer
menghasilkan rendemen ekstrak kasar saponin tertinggi pada daun muda sebanyak
12,96±0,26%. Total kadar saponin yang terdapat pada ekstrak kasar saponin daun
pepaya adalah 115,43 mg saponin g-1 dan ekstrak saponin adalah 480,19 mg saponin
g-1. Paparan ekstrak kasar saponin daun pepaya muda dengan konsentrasi 25 mg/ml

selama 24 jam dapat menurunkan jumlah A. niger sebesar 1,35 log koloni/ml
sedangkan ekstrak saponin dengan konsentrasi 50 mg/ml dapat menurunkan jumlah
A. niger sebesar 0,36 log koloni/ml. Aplikasi ekstrak kasar saponin dan saponin
daun pepaya pada kelobot jagung dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml pada uji
sifat fisik dan mekanis tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kemasan,
pemanjangan dan kekuatan tarik kelobot jagung. Hasil uji laju transmisi uap air
menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi 25 mg/ml ekstrak kasar saponin
menunjukkan transmisi yang paling rendah.
Kata kunci: daun pepaya, ekstrak kasar saponin, ekstrak saponin, kelobot jagung

SUMMARY
SRI WAHYUNINGSIH. Antimicrobial Activity of Saponin Extract of Papaya
Leaves and Its Effect on Corn Maize Packaging. Supervised by HARSI
DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan NUGRAHA EDHI SUYATMA
Maize husk is widely used as traditional food packaging materials, including
wajit Cililin typical of West Java, dodol Bali typical of Denpasar, and dodol Labusel
typical of West Sumatera. Maize husk is a packaging material that is easily
obtainable, inexpensive and biodegradable. Parts used is the middle layer of dried
maize husk. Thus material is very susceptible to microbial contamination that
affects the quality of foodstuffs. Application of antimicrobial agents, such as

saponin extract of papaya, on the maize husk as a packaging material is very useful
in preventing microbial growth on the surface of the product.
The selection of antimicrobial extracts for antimicrobial packaging
applications is very important because the antimicrobial extract can migrate into the
food so that the food product becomes more durable. Therefore, this study aims to
utilize the saponin component of papaya leaves as antimicrobial packaging on corn
husk with the tested steps are extraction of saponin component, measurement of
saponin content, exposure of saponin crude extract and pure saponin of papaya
leaves against Aspergillus niger, tested of water vapor transmission rate, elongation
and tensile strength, and testing of microbiological packaging quality. Saponin
crude extract and pure saponin were extracted using ultrasonication method and
were detected by calculating the total saponin content using UV-Vis
spectrophotometer. Exposure of saponin crude extract and pure saponin weere done
at a concentration of 6.25; 12.5; 25; 50 and 100 mg/ml againts A. niger ATCC 6275
colonies with macrodillution method. Applications of saponin crude extract and
pure saponin at a concentration of 10; 20 and 25 mg/ml on maize husk used
immersion method for 5 minutes. Testing of maize husk physical and mechanical
properties a standard test method ASTM D882-88 and ASTM E96-95 with
modifications. Measurement of corn husk microbiological quality was done by
using ALT and AKK.

Drying of papaya leaves using cabinet dryer produced the highest yield of
saponin crude extract on young leaves as much as 12.96 ± 0.26 %. Total levels of
saponin contained in the saponin crude extract of papaya leaves is 115.43 mg per g
saponin and saponin pure extracts is about 480.19 mg per g saponin. Exposure of
papaya leaves saponin crude extract with a concentration of 25 mg/ml for 24 hours
could reduce the amount of A. niger 1.35 log CFU/ml, while saponin pure extract
with a concentration of 50 mg/ml could reduce the amount of A. niger about 1.12
log CFU/ml. Applications of papaya leaves saponin crude and pure extracts on
maize husk with a concentration of 10; 20 and 25 mg/ml for testing the maize husk
physical and mechanical properties (thick packaging, elongation and tensile
strength) did not give significantly effect to the maize husk . The test results of
water vapor transmission rate test showed that the treatment with a concentration
of 25 mg ml saponin crude extracts showed the lowest transmission.
Key words: corn husk, crude and pure saponin extracts.papaya leaves,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN EKSTRAK KASAR SAPONIN DAN
SAPONIN DAUN PEPAYA PADA KEMASAN
KELOBOT JAGUNG

SRI WAHYUNINGSIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sukarno, MSc.

Judul Tesis : Aktivitas antimikroba ekstrak saponin daun papaya dan pengaruhnya
pada kemasan kelobot jagung
Nama
: Sri Wahyuningsih
NIM
: F251130091
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum
Ketua

Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ratih Dewanti, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tesis yang berjudul aktivitas antimikroba ekstrak saponin daun papaya
dan pengaruhnya pada kemasan kelobot jagung. Tesis ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata dua (S2) Program Studi
Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Harsi Dewantari
Kusumaningrum dan Dr Nugraha Edhi Suyatma STP DEA, selaku pembimbing
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, serta solusi dari
setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Unggulan Perguruan
Tinggi Lanjutan tahun 2015. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji
luar komisi Dr Ir Sukarno MSc dan Dr Ir Endang Prangdimurti MSi, selaku
Sektretaris Jurusan Program Studi Ilmu Pangan IPB, yang telah memberikan
masukan pada saat ujian sidang tesis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih
baik.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada
kedua orang tua Bapak Haddis (Rahimahullah) dan Ibu Marwah. Ucapan
terimakasih penulis berikan kepada Abu Fahmi, Anakku Fahmi dan Adikku Ayu
lestari serta seluruh keluarga besar tercinta, atas segala doa, semangat, dukungan,
motivasi dan kasih sayangnya selama ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak, teknisi laboratorium dan teman-teman yang telah
membantu dan berbagi ilmu dalam penelitian ini. Terima kasih kepada sahabatsahabatku Keluarga Arafah (Mbak Irul, Mas Bayu, Mas Muji, Mbak Yusnita,

Yunita, Windi, Om Musa, Roba dan Wahyu) dan teman-teman seperjuangan
Pascasarjana Ilmu Pangan IPB. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kemajuan
ilmu pengetahuan selanjutnya.

Bogor, April 2016
Sri Wahyuningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelobot Jagung
Kemasan Antimikroba
Carica papaya
Komponen bioaktif Saponin

2
2
5
6
7

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Analisis Data

9
9
9
10
10
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Ekstrak Saponin Daun Pepaya
16
Kadar Saponin pada Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin
18
Potensi Antikapang Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin
18
Terhadap A. niger
18
Ketebalan dan Sifat Mekanis
20
Laju Transmisi Uap Air
22
Perubahan Mutu Mikrobiologi Kelobot Jagung dengan Penambahan Ekstrak
Kasar Saponin dan Saponin Selama Penyimpanan 25 Hari
23
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Komponen kimia dari kelobot jagung dalam persentase (berat/kg)
Beberapa hasil penelitian terkait jenis pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi daun pepaya
Penelitian ekstrak saponin dari beberapa tanaman sebagai
antikapang
Konsep penelitian
Kadar air, rendemen daun segar dan rendemen ekstrak serta total
saponin ekstrak kasar saponin dan saponin (%)
Tebal kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak kasar saponin dan
saponin daun pepaya

3
6
8
11
17
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

12

13
14
15

Tipe aglycone terdiri atas 3 kelas saponin (Hassan 2008).
Diagram alir penelitan
Pengeringan daun pepaya (Cabinet dryer)
Pengukuran absorbansi daun pepaya muda
Pengujian makrodilusi (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak
saponin daun pepaya muda.
Kelobot jagung yang telah ditambahkan ekstrak kasar saponin dan
saponin daun pepaya tua.
Persiapan sampel (a), Pengujian sifat mekanis kelobot jagung (b)
Pengukuran laju transmisi uap air
Ekstrak saponin daun pepaya (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak
saponin daun pepaya.
Kandungan saponin yang terdapat pada ekstrak kasar saponin dan
saponin daun pepaya dengan menggunakan standar saponin Erg.
B6
Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kasar saponin terhadap A.
niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 5,69 log koloni/ml.
jumlah A. niger setelah pemaparan dengan ekstrak kasar saponin
selama 24 jam pada suhu 27-28ºC dengan metode pengenceran
makro.
Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak saponin terhadap
pertumbuhan A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 4,69 log
koloni/ml. Jumlah A. niger setelah pemaparan dengan ekstrak
saponin selama 24 jam pada suhu 27-28ºC dengan pengenceran
makro.
Kekuatan tarik kelobot jagung yang diaplikasikan pada ekstrak
kasar saponin dan saponin daun pepaya.
Pemanjangan kelobot jagung yang ditambahakan dengan ekstrak
kasar saponin dan saponin daun pepaya.
Laju transmisi uap air kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak
saponin daun pepaya pada hari ke 5 disimpan pada suhu ruang.

9
10
12
13
14
14
15
15
17
18

19

19
21
22
23

16 Koloni cemaran mikroba awal kelobot jagung
17 ALT pada kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar

23

saponin selama penyimpanan 25 hari pada suhu 37ºC
18 ALT pada kelobot jagung dengan penambahan ekstrak saponin
selama penyimpanan 25 hari pada suhu 37ºC
19 19 AKK kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar saponin
selama penyimpanan 25 hari pada suhu ruang (27-28ºC)
20 AKK pada kelobot jagung dengan penambahan ekstrak saponin
selama penyimpanan 25 hari pada suhu (27-28ºC).

25
25
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6
7
8

Hasil uji-t ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya muda
dan tua.
Hasil uji one-way ANOVA dan Duncan pemaparan ekstrak kasar
saponin dan saponin daun pepaya selama 2 jam
Hasil uji one-way ANOVA dan Duncan aplikasi ekstrak kasar
saponin dan saponin dengan parameter uji tebal, tensil strenght,
elongasi dan laju transmisi uap air pada kelobot jagung
Data kadar air, rendemen daun pepaya dan ekstrak daun papaya
Hasil uji total kadar saponin ekstrak kasar saponin dan saponin
daun pepaya
Hasil uji multivarate dan Duncan uji mutu mikrobiologi ALT dan
AKK selama penyimpanan 25 hari pada kelobot jagung
Hasil uji fitokimia ekstrak kasar saponin dan saponin
Hasil uji cemaran kelobot jagung

31
31
34
36
38
39
43
44

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelobot jagung merupakan bahan kemasan yang mudah didapat, murah dan
bersifat biodegradable. Kelobot jagung di Indonesia banyak digunakan sebagai
bahan kemasan makanan tradisional, diantaranya wajit Cililin khas Jawa Barat, dodol
Bali khas Denpasar, dan dodol Labusel khas Sumatra Barat. Kelobot jagung yang
dapat digunakan sebagai bahan kemasan adalah kelobot jagung dalam keadaan
kering. Lapisan terbaik yang digunakan sebagai kemasan dodol adalah lapisan tengah
kelobot jagung (Setyowati et al. (2007).
Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh kontaminasi mikroba pada
permukaan produk maupun bahan kemasannya. Aplikasi agen antimikroba pada
bahan kemasan akan sangat berguna dalam mencegah pertumbuhan mikroba pada
permukaan produk. Penambahan senyawa antimikroba ke dalam bahan pengemas
dapat dilakukan dengan penambahan senyawa antimikroba dengan sistem
pencelupan (dipping) dan pelapisan senyawa antimikroba pada produk pangan
(Mangalassary 2012).
Penggunaan bahan antimikroba alami cenderung meningkat karena
konsumen sekarang semakin peduli terhadap kesehatan dan potensi bahaya dari
pengawet sintesis. Penggunaan komponen bioaktif, diantaranya saponin, alkaloid
dan flavonoid dari suatu tanaman dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Salah
satu tanaman yang memiliki komponen bioaktif yang bersifat sebagai antimikroba
adalah daun pepaya. Ekstrak daun pepaya menggunakan etanol efektif untuk
menghambat pertumbuhan Bacillus cereus dan Candida tropicalis, sedangkan
ekstrak daun pepaya dengan pelarut etil asetat dan kloroform efektif menghambat
pertumbuhan Aspergillus flavus (Baskaran et al. 2012). Komponen bioaktif pada
tanaman yang efektif menghambat pertumbuhan kapang adalah saponin (Barile et al.
2007).
Komponen saponin merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan. Secara
kimia saponin terdiri dari inti hidrofobik (sapogenin) yang memiliki rantai gula yang
bersifat hidrofilik terikat. Ada dua jenis struktur dari sapogenin yaitu triterpenic dan
steroidal saponin yang merupakan triterpene dan steroid. Ekstrak saponin Maesa
lanceolata efektif menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus fumigatus,
Crytococus neoformans dan Candida albicans (Chapagain et al. 2007). Mekanisme
aktivitas antikapang dari saponin dapat berikatan dengan sterol yang merusak
membran kapang dan menyebabkan hilangnya integritas membran karena adanya
pembentukan pori-pori pada membran sel (Stuardo dan Ricardo 2008).
Aplikasi kemasan antimikroba banyak digunakan pada produk pangan karena
mampu memperlambat pertumbuhan mikroba patogen pada makanan dan bahan
kemasan (Winarti et al. 2012). Kemasan antimikroba adalah suatu peluang untuk
pengemasan aktif yang dapat memperpanjang umur simpan produk pangan.
Pemilihan ekstrak antimikroba untuk aplikasi kemasan antimikroba penting, karena
ekstrak antimikroba dapat bermigrasi ke dalam pangan sehingga membuat produk
pangan lebih awet (Lantano et al. 2014).

2
Perumusan Masalah
Kemasan produk semi basah memiliki peranan penting dalam menentukan
kualitas produk pangan. Kemasan yang banyak digunakan untuk produk semi basah
adalah kelobot jagung. Lapisan kelobot jagung yang digunakan adalah lapisan tengah
yang telah dikeringkan. Produk semi basah mudah terkontaminasi oleh kapang.
Kelobot jagung juga dapat terkontaminasi kapang karena tidak memiliki sifat
antikapang, oleh karena itu perlu adanya penghambatan kapang kontaminan pada
kemasan kelobot jagung dan permukaan produk. Salah satu peluang untuk
memperpanjang umur simpan produk adalah dengan pengemasan aktif seperti
kemasan antimikroba. Salah satu teknik aplikasi kemasan yaitu penambahan ekstrak
senyawa antikapang pada bahan pengemas kelobot jagung. Salah satu tanaman yang
dilaporkan memiliki komponen saponin yang memiliki sifat sebagai antikapang
adalah daun pepaya. Aplikasi agen antimikroba, seperti ekstrak saponin dari daun
pepaya, pada kelobot jagung sebagai bahan kemasan sangat berguna dalam
mencegah pertumbuhan mikroba pada permukaan produk. Pemilihan ekstrak
antimikroba untuk aplikasi kemasan antimikroba penting, karena ekstrak
antimikroba dapat bermigrasi ke dalam pangan sehingga dapat memperpanjang umur
simpan produk pangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan komponen bioaktif saponin daun
pepaya sebagai bahan aktif antimikroba pada kemasan kelobot jagung dengan
tahapan pengujian yaitu mengekstrak komponen saponin daun pepaya, pengukuran
kandungan saponin, pemaparan ekstrak saponin dan saponin daun pepaya terhadap
Aspergillus niger, uji laju transmisi uap air, uji kekuatan tarik dan pemanjangan
kelobot jagung. Selain itu, dilakukan pengujian mutu mikrobiologi kemasan kelobot
jagung yang ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin, penyimpanan suhu
ruang selama 25 hari dengan uji angka kapang khamir (AKK) dan angka lempeng
total (ALT).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi secara ilmiah
mengenai pengaruh ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya terhadap kelobot
jagung. Selain itu, diharapkan dengan penambahan ekstrak kasar saponin dan
saponin daun papaya pada kelobot jagung, kelobot jagung dapat digunakan sebagai
kemasan antimikroba yang mampu memperpanjang umur simpan produk.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelobot Jagung
Jagung termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminae). Tanaman ini
tumbuh tegak dengan tinggi yang bervariasi. Varietas tertentu memiliki tinggi kurang

3
dari 60 cm. Daun jagung ini tumbuh bergantian, panjang dan tipis dengan warna hijau
muda sampai dengan warna hijau tua. Panjang tongkol yang telah tua berkisar antara
7,5 cm sampai 12,36 cm (Moseman 2005).
Kelobot jagung memiliki struktur, permukaan dan komposisi yang dapat
dijadikan komposit, tekstil, pulp dan pakan. Kelobot jagung dapat digunakan sebagai
kemasan dan dapat juga digunakan sebagai komposit biodegradable pembuatan film
untuk bioPot dekomposit (Norashikin et al. 2009). Jagung manis mempunyai jumlah
lembar kelobot yang lebih banyak dibandingkan dengan jagung pioneer. Jumlah ratarata lembar kelobot yang terdapat pada jagung manis adalah 16 lembar sedangkan
pada jagung pioneer adalah 12 lembar (Dalem 1990). Bobot rata rata kelobot pada
jagung manis adalah 59 gram (25,76%) sedangkan pada jagung pioneer adalah 108
gram (30,08%). Kelobot jagung memiliki komponen kimia dalam presentase
berat/kg yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komponen kimia dari kelobot jagung dalam persentase (berat/kg)
Tanaman

Hemiselulosa
(%)

Selulosa
(%)

Lignin
(%)

Abu
(%)

Protein
(%)

Kelobot
jagung

44,5

38,2

6,6

2,8

1,9

Sumber: Hidayah (2013).
Karakteristik sifat fisik kelobot jagung
Sifat fisik kelobot jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah tebal bahan. Ketebalan suatu bahan dipengaruhi oleh jenis tanaman, varietas,
tempat tumbuh, iklim, kesuburan tanah dan kadar air. Kadar air cukup berpengaruh
terhadap tebal suatu bahan. Jika kandungan air dalam suatu bahan tinggi maka akan
menyebabkan ukuran sel mengembang. Tebal kelobot jagung pada lapisan luar lebih
besar dibandingkan lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar lebih tebal karena
kandungan air lebih tinggi dan dinding selnya lebih tebal dengan serat yang lebih
besar (Setyowati et al. 2007).
Karakteristik sifat mekanis kelobot jagung
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik yang paling penting dari
suatu bahan. Adanya uji kekuatan tarik dapat ditentukan berapa besar gaya yang
dibutuhkan untuk menarik suatu bahan, sejalan dengan menentukan seberapa
panjang bahan tersebut memanjang sebelum putus. Semakin tinggi nilai kekerasan
suatu bahan maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mematahkan bahan
tersebut (Robertson 1993).
Sifat mekanis untuk kekuatan tarik merupakan hal yang paling penting dari
suatu bahan. Penelitian Setyowati et al. (2007), nilai kekuatan tarik terbaik pada
kelobot jagung varietas pioneer yaitu pada lapisan luar dengan pengukuran sejajar
serat. Hal ini karena lapisan luar mempunyai kandungan serat yang tinggi sehingga
jumlah ikatan antar seratnya semakin banyak dan kuat. Ikatan yang semakin kuat
akan menyebabkan tingginya nilai kekuatan tarik dan orientasi serat yang cenderung
hanya memanjang sehingga nilai kekuatan tarik kelobot yang tegak lurus serat
menjadi kecil.

4
Nilai persen pemanjangan kelobot jagung tegak lurus lebih besar daripada
sejajar serat. Diduga pemanjangan tegak lurus pada kelobot jagung mengalami
proses pengeringan sebagian, sehingga air kelobot jagung akan keluar dan
mengakibatkan ukuran sel menjadi mengerut. Akibatnya saat pengukuran kekuatan
tarik tegak lurus serat yang mengerut akan memanjang sebelum putus dan
menyebabkan nilai pemanjangan yang tinggi (Adnan 2006).
Permeabilitas adalah laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan dari
material yang permukaannya datar sebagai akibat dari perbedaan tekanan uap pada
kedua sisi permukaannya pada suhu dan kelembaban tertentu (ASTM 1989).
Umumnya permeabilitas berkaitan dengan gas dan sangat dipengaruhi oleh pori-pori
dan kondisi lingkungan (Robertson 1993). Produk membutuhkan suatu barrier yang
efektif dimana strukturnya mempunyai permeabilitas gas dan uap air yang rendah.
Sifat barrier suatu bahan kemasan berhubungan dengan kemampuan kemasan dalam
menahan penyerapan gas, uap air dan radiasi (Catala dan Gavara, 1997).
Permeabilitas untuk gas oksigen, difusi dan kelarutan tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi. Permeabilitas polimer untuk air dan komponen-komponen organik
sering disebut laju transmisi uap air. Laju transmisi uap air adalah kemampuan suatu
bahan untuk melewatkan uap pada suatu unit luasan bahan dan waktu tertentu,
dimana laju transmisi uap air dipengaruhi oleh tekanan atau konsentrasi permanen
(Robertson 1993).
Proses transmisi uap dan gas pada suatu material menurut Robertson (1993)
terjadi karena dua hal, yaitu:
a) Efek pori-pori, di mana gas dan uap mengalir melalui pori-pori mikroskopik,
lubang dan celah material.
b) Efek difusi-kelarutan, di mana gas dan uap larut pada permukaan. Struktur
polimer yang baik sebagai barrier gas kemungkinan akan memberikan
barrier yang jelek untuk uap air. Polimer non polar baik untuk barrier uap
air tetapi jelek sebagai barrier untuk gas, tetapi dapat diperbaiki dengan
peningkatan densitas (Robertson 1993).
Penelitian Adnan (2006), sifat mekanis laju transmisi uap air yang diuji pada
lapisan luar kelobot jagung kering varietas pioneer lebih besar nilai transmisi uap
airnya daripada varietas super sweet. Ini disebabkan karena komponen-komponen
yang terdapat dalam kelobot jagung yaitu kadar air, protein, lemak, serat kasar dan
karbohidrat mempengaruhi nilai laju transmisi uap air. Jika komponen-komponen
dalam suatu bahan tinggi maka akan menyebabkan laju transmisi uap airnya tinggi.
Kerapatan suatu bahan juga dapat mempengaruhi laju transmisi uap air. Kelobot
jagung varietas pioneer memiliki kerapatan yang lebih besar dibanding varietas super
sweet sehingga nilai laju transmisi uap airnya lebih rendah. Laju transmisi oksigen
kelobot jagung tidak terukur karena melebihi batas maksimum alat yang digunakan
(speedivac 2), tingginya nilai laju transmisi oksigen kelobot jagung dikarenakan
bahan terlalu poros sehingga oksigen dapat keluar masuk dengan bebas (Setyowati
et al. 2007).
Aplikasi Kelobot Jagung
Kelobot jagung adalah bagian kulit dari jagung yang tidak untuk dikonsumsi.
Kelobot jagung memiliki struktur, permukaan dan komposisi yang dapat dijadikan
komposit, tekstil, pulp dan pakan. Kelobot jagung dapat digunakan sebagai kemasan
dan dapat juga digunakan sebagai komposit biodegradable pembuatan film untuk

5
bioPot dekomposit (Norashikin dan Ibrahim, 2009). Daun jagung yang masih muda
sudah banyak dimanfaatkan peternak sebagai hijauan pakan ternak dan berpotensi
sebagai pengganti sumber serat hijauan khususnya pada saat ketersediaan rumput
lapang berkurang (Putra 2012). Kelobot dan tongkol jagung adalah sumber serat
yang lebih disukai ternak dibanding biji jagung (Parakkasi 1999). Produk samping
jagung sebagian besar adalah bahan berlignoselulosa yang memiliki potensi untuk
pengembangan produk masa depan (Richana dan Suarni, 2004).
Selama ini kelobot jagung juga sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
kemasan produk dodol dan wajik. Kedua produk ini termasuk dalam produk pangan
semi basah yang sebenarnya termasuk dalam produk yang peka terhadap oksigen dan
uap air. Penggunaan kelobot jagung pada produk dodol dan wajit sebenarnya lebih
dilihat pada nilai jual seninya sebagai bahan kemasan yang tradisional. Warnanya
yang coklat alami dan bentuknya yang unik dapat menarik minat masyarakat untuk
membeli produk wajit dan dodol yang dikemas menggunakan kelobot jagung.
Berdasarkan analisa sifat fisik, kimia dan mekanis yang telah diuji, kelobot jagung
memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai bahan kemasan sesuai dengan sifatsifat yang dimiliki oleh masing-masing kelobot jagung. Penambahan bahan coating
untuk kelobot jagung diharapkan dapat memperbaiki sifat laju transmisi uap air dan
oksigen. Komponen utama untuk coating yang digunakan haruslah berasal dari
bahan yang dapat menahan uap air dan oksigen salah satunya adalah coating
komposit yang berasal dari bahan hidrokoloid dan lipid (Adnan 2006).
Kemasan Antimikroba
Pengemasan antimikroba (AM) adalah teknologi untuk mengontrol mikroba
penyebab penyakit pada pangan yaitu pada produk segar yang minimal proses
(Gucbilmez et al. 2007). Aplikasi AM banyak digunakan dalam bidang teknologi
pengemasan yaitu dengan teknik mengkorporasikan atau mengimobilisasi bahan AM
ke dalam matriks bahan kemasan. AM memiliki fungsi untuk melindungi produk
terkemas dari perpindahan gas, uap atau cahaya dan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba pembusuk maupun patogen (Warsiki et al. 2013).
Kemasan antimikroba memiliki peluang sebagai pengemasan aktif yaitu
dapat memperpanjang umur simpan produk pangan. Ekstrak antimikroba dapat
digunakan sebagai bahan pengemas, pelapis, pencelup, atau modifikasi pada
permukaan bahan kemasan. Senyawa yang bisa dari asam organik, bakteriosin,
enzim, rempah-rempah dan polisakarida (chitosan) sebagai bahan kemasan
antimikroba. Beberapa kategori sistem pengemasan antimikroba yaitu meliputi:
penambahan senyawa antimikroba kedalam kemasan yang dihubungkan ke
pengemasan yaitu dari senyawa bioaktif yang bersifat volatil selama penyimpanan,
penambahan senyawa antimikroba kedalam pengemasan film yang dicelupkan ke
pengemasan dengan senyawa antimikrobanya tidak bersifat volatil, senyawa
antimikroba yang dilapisi dipermukaan produk pangan yang dapat dikonsumsi dan
senyawa antimikroba akan berdifusi dipermukaan produk pangan (Mangalassary
2012).
Fungsi antimikroba bisa didapat dengan menambahkan agen antimikroba ke
dalam sistem pengemasan. Sistem pengemasan makanan yang diberi aktivitas
antimikroba, maka bahan pengemas akan membatasi atau menghalangi mikroba
untuk tumbuh pada permukaan produk pangan. Tujuan utama sistem pengemasan

6
pangan antimikroba adalah jaminan keamanan, pemeliharaan kualitas dan
memperpanjang umur simpan. Saat ini, keamanan pangan adalah isu besar sehingga
pengemasan antimikroba akan dapat berperan dalam jaminan keamanan pangan (Han
2003).
Sistem antimikroba adalah antimikroba dicampur dan diberikan pada
permukaan bahan pangan akan memperpanjang umur simpan bahan pangan.
Penambahan antimikroba dapat dilakukan dengan cara mencampurkan ke dalam
bahan kemasan yang kemudian dalam jumlah kecil akan bermigrasi ke dalam bahan
pangan. Cara ini efektif diberikan pada kemasan vakum karena bahan kemasan dapat
bersentuhan langsung dengan permukaan pangan (Wardhani 2008).
Carica papaya
Carica papaya merupakan famili dari Caricaceae. Caricaceae ini banyak
digunakan sebagai tanaman obat untuk melawan berbagai jenis penyakit. Tanaman
ini tumbuh di daerah tropis dan tersebar luas serta bagian dari tanaman ini mulai dari
buah, tunas, daun, kulit, benih, getah dan akar banyak dilakukan penelitian pada
aktivitas biologisnya, terutama bagian daun pepaya, karena daunnya mengandung
banyak komponen bioaktif yang meningkatkan total antioksidan (Baskaran et al.
2012).
Carica papaya mengandung senyawa bioaktif yaitu alkaloid, saponin, fenolik,
flavonoid, dan tannin (Baskaran et al. 2012). Daun pepaya juga memiliki aktivitas
proteolitik karena kandungan enzim papain yang dimilikinya. Ekstrak daun pepaya
menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan negatif serta
kapang. Aktivitas antimikroba dari ekstrak daun pepaya tersebut berhubungan
dengan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam daun pepaya. Alkaloid, terpenoid,
fenolik, flavonoid dan tannin memiliki kemampuan menghambat mikroba dengan
berbagai mekanisme.
Berdasarkan penelitian Vuong et al. (2013), menunjukkan bahwa saponin
merupakan senyawa bioaktif yang banyak terkandung di dalam ekstrak daun pepaya.
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Beberapa hasil penelitian terkait jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
daun pepaya
Jenis ekstrak
Mikroba yang dapat dihambat
Etanol
Eschericia coli, Micrococcus luteus, Pseudomonas
aeruginosa, Bacillus cereus, Klebsiella pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Enterococcus
faecalis, Salmonella typhi, S. paratyphi, Aspergillus
niger, A. flavus, Candida albicans, C. tropicalis.
Metanol

E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus, S. aureus, A.
niger, A. flavus, C. albicans, C. tropicalis.
Ethil
E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus, K.
Asetat
Pneumonias, S. aureus, A. niger, A. flavus, C. albicans,
C. tropicalis.
Kloroform E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus,
K. Pneumonias, S. aureus, A. niger, A. flavus, C.
albicans,C. tropicalis.

Referensi
Anibijuwon dan
Udeze (2009);
Alabi et al.
(2012);
Baskaran et al.
(2012)
Baskaran et al.
(2012)
Baskaran et al.
(2012)
Baskaran et al.
(2012)

7
Carica papaya mengandung enzim papain, yang terdapat pada buah, batang
dan daunnya. Papain merupakan enzim proteolitik yang membantu pencernaan
protein. Karena enzim ini meningkatkan pencernaan secara umum, maka sering
digunakan untuk mengobati penyakit pencernaan, baik yang mengalami
pembengkakan atau penyakit pencernaan yang kronis dan pengobatan antritis.
Fitokimia dari papain dapat meningkatkan sistem imun dan sebagai antibiotik serta
antibakteri (Adachukwu et al. 2013). Getah pepaya memiliki sifat antikapang,
berdasarkan penelitian Krishna et al. (2008) getah pepaya dan fluconazole memiliki
efek yang sinergis untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans. Efek sinergis
ini mengakibatkan dinding sel kapang mengalami degradasi dinding sel yaitu
ditandai dengan adanya transmisi elektron.
Daun pepaya memiliki komponen bioaktif yaitu diantaranya tannin yang
memiliki sifat antibakteri yang dapat bereaksi dengan protein dan merusak membran
sel bakteri, flavonoid merupakan kelompok utama dari fenolik yang memiliki sifat
antivirus dan antimikroba, alkaloid yang diisolasi dari tanaman juga memiliki sifat
antimikroba dan saponin pada daun pepaya memberikan efek sitotoksik karena
saponin bersifat sitotoksik dan memiliki rasa pahit (Baskaran et al. 2012).
Komponen bioaktif Saponin
Saponin merupakan salah satu metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
biologi, di antaranya bersifat sebagai antimikroba. Saponin adalah suatu glikosida
yang ada pada banyak tanaman. Fungsinya dalam tumbuh-tumbuhan antara lain
sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat dan merupakan limbah dari metabolisme
tumbuh-tumbuhan. Saponin bersama-sama dengan subtansi sekunder tumbuhan yang
lain, berperan sebagai pertahanan dari serangan insekta. Insekta yang mengkonsumsi
saponin akan mengalami penurunan fungsi enzim pencernaan dan penyerapan
makanan (Prihatman, 2001).
Salah satu senyawa yang bersifat sebagai antikapang yaitu komponen
saponin. Secara kimia saponin terdiri dari inti hidrofobik (sapogenin) yang memiliki
rantai gula yang bersifat hidrofilik terikat. Ada dua jenis struktur dari sapogenin yaitu
triterpenic dan steroidal saponin yang merupakan triterpene dan steroid.
Mekanisme aktivitas antikapang dari saponin yaitu kemampuan sterol yang dapat
merusak membran kapang dan menyebabkan hilangnya integritas membran karena
adanya pembentukan pori-pori pada membran. Tetapi tidak semua saponin memiliki
sifat sebagai antikapang yang efektif, contohnya monodesmosides dengan 4 atau 5
monosakarida memiliki aktivitas antikapang yang lemah (Stuardo dan Ricardo,
2008).
Saponin umumnya diidentifikasikan dengan rasa pahit, iritasi tenggorokan,
bentuk busa dalam larutan air dan bersifat toksik pada ikan serta memiliki
kemampuan untuk melisiskan eritrosit. Namun saponin ginsenosida tidak melisiskan
eritrosit. Saponin yang mengandung dua rantai samping gula yang melekat pada
aglikon ditemukan dalam akar dan saponin hederagnin (monodesmoside alfalfa
saponin memiliki satu gula rantai samping yang melekat pada aglikon) diidentifikasi
dalam akar dan daun alfalfa (Hassan 2008). Penelitian ekstrak saponin dari beberapa
jenis tanaman yang memiliki sifat sebagai antikapang disajikan pada Tabel 3

8
Tabel 3 Penelitian ekstrak saponin dari beberapa tanaman sebagai antikapang
Tanaman
Carica
papaya

Komponen
Saponin
Saponin

A. nigrum

Aginoside

A.sisalan
aZiziphu
s
joazeiro

Saponin

Allium
Minutoside
minutifloru Neoagigenin
m
Alliogenin

Allium cepa Aglycone
(ceposide)

Hasil
Berdasarkan analisis fitokimia saponin
pada daun pepaya dengan menggunakan
pelarut etanol, metanol, etilasetat dan
aceton dapat menghambat pertumbuhan
A.niger, A.flavus, C.albicans, C.tropicalis
& C. kefyr.
Kandungan saponin tertinggi terdapat
pada akar A. nigrum dibanding pada
batang dan daun
Secara in vitro dan in vivo aktivitas
antimikroba dari aginoside dapat
menghambat bakteri patogen.
Senyawa aginoside memiliki aktivitas
antikapang tergantung dari konsentrasi
aginoside.
38 sampel hanya 7 sampel memiliki
aktivitas antikapang dengan konsentrasi
50 mg/ml
MIC ekstrak saponins dari amphotericin
B (0,19 & 0,38), jua (156&312,5) dan
sisal (>12,500) µg/ml efektif pada kapang
C.albican dan A. niger
Berdasarkan sensitivitasnya yaitu
minutoside B>minutoside
C>nioagigenin>>minutoside A
Minutoside B&C dalam kasus
trichoderma sebanding dengan antibotik
& fungi sintetik
Perubahan jamur yang diuji mengalami
pembengkakan hifa dan perubahan tingkat
sporulasi
Minutoside B yang paling banyak
terdapat dijaringan tanaman & memiliki
aktivitas antikapang tertinggi.
Umbi Allium cepa memiliki jenis saponin:
ceposide B>ceposide A-C memiliki
aktivitas antikapang terhadap Botrytis
cinera, T. atroviride.

Referensi
Baskaran et al\
(2012)

Mostafa et al.
(2013)

Ribeiro et al.
(2013)

Barile et al.
(2007)

Abbasi et al.
(2009)

Interaksi antara saponin dan sterols membentuk kompleks dengan ergosterol,
kolesterol dan fitosterol. Aktivitas pharmaceutical dengan aspek struktur (aglycone
dan rantai sakarida), memiliki aktivitas sebagai antimikroba, antiprotozoa dan
aktivitas hypocholesterolemic. Saponin juga memiliki aktivitas antikapang yang akan
berinteraksi dengan membran plasmid sterol, ergosterol yang akan menimbulkan
adanya pori-pori dan hilangnya integritas membran (Ribeiro et al. 2013). Saponin
memiliki 3 kelas tipe-tipe aglycone yang disajikan pada Gambar 1.

9

Gambar 1 Tipe aglycone terdiri atas 3 kelas saponin (Hassan 2008).
Menurut Baskaran et al. (2012), senyawa yang terkandung dalam daun pepaya
antara lain alkaloid, karbohidrat, saponin, glikosida, protein, fitosterol, komponen
fenolik, flavonoid, terpenoid dan tanin. Senyawa tersebut diketahui memiliki
aktivitas antimikroba. Salah satu senyawa yang bersifat sebagai antimikroba adalah
komponen alkaloid yang mampu menghambat pertumbuhan dan pembentukan toksin
dari Staphylococcus aureus (Handayani 2013), komponen fenolik dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen pangan dengan merusak membran sel dan ATPase dan
komponen saponin yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans dan
Aspergillus niger (Ribeiro et al. 2013).

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium
Kimia Pangan dan Laboratorium Rekayasa Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian telah dilaksankan dari bulan
Februari sampai Oktober 2015.
Bahan
Bahan utama digunakan dalam penelitian ini adalah daun tua dan muda Carica
papaya varietas Calina (IPB 9) yang diperoleh dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika
(PKHT) Institut Pertanian Bogor. Daun pepaya yang digunakan adalah daun muda
dan daun tua. Daun muda merupakan daun pepaya yang berada pada 3 tangkai
pertama dari pucuk daun. Daun tua merupakan daun yang berapa pada 6 tangkai
pertama dari pucuk daun. Kelobot jagung yang digunakan adalah kelobot jagung
pioneer P27 varietas Gajah dengan umur panen 95 hari yang diperoleh dari kebun
Cikaban, Departemen Agronomi dan hortikultura IPB. Kelobot jagung yang
digunakan adalah kelobot jagung lapisan tengah yaitu 5 lembar kelobot yang berada
pada bagian tengah (5 lembar dari lapisan terluar) (Setyowati et al. 2007). Isolat
kapang yang digunakan adalah A. niger American type culture collection (ATCC)
6275.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain air destilata (akuades),
NaOH 1%, CaCl2 0.1 M, n-heksane (Merck & Co., New Jersey, USA), vanillin

10
(Merck KgaA, Darmstadt, Germany), asam asetat (Merck KgaA, Darmstadt,
Germany), asam perklorat (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), standar saponin Erg.
B6 (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), n-butanol (Merck & Co., New Jersey,
USA), kloroform (Merck & Co., New Jersey, USA), etanol, alkohol 70%, spiritus,
asam asetat glasial (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), dan kloramfenikol. Untuk
analisis kapang dan khamir menggunakan BPW (Buffer Pepton Water) 0,1%, media
AFPA (Oxoid Ltd, Hampshire, UK), PDA (Potatoe Dextrose Agar) (Oxoid Ltd,
Hampshire, UK) dan PDB (Potatoe Dextrose Broth) (Oxoid Ltd, Hampshire, UK).
UTM
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, pipet
mikro 1 ml, pipet mikro 100 μl, blender, oven (VWR A143 A-143, Sheldon
Manufacturing, Inc., Oregon, USA), Soxhlet (Electromantle ME, UK) ultrasonic
bath (Bransonic Ultrasonic Cleaner Model B8510 MTH, Branson Ultrasonic
Corporation, Connecticut, USA), rotari evaporator (Butchi Rotavapor R-210,
BÜCHI Labortechnik, Flawil, Switzerland), freeze dryer (Martin Christ Gamma 216 LSC), spektrofotometer UV-Vis (spektrofotometer U-2900 Hitachi, Jepang),
waterbath incubator (Gesellschaft Fur Labortechnik MbH (GFL) D-30938
Burgwedel, Germany), cabinet dryer, mikrometer, inkubator, vorteks (Vortex Genie
2, Scientific Industries Inc., USA
Prosedur Penelitian
Metode penelitian secara umum disajikan dalam diagram alir seperti pada Gambar 2.
Pengeringan daun pepaya muda dan tua

Ekstraksi kasar saponin dan saponin daun pepaya
daun muda dan tua

Perhitungan total kadar saponin

Pemaparan ekstrak kasar saponin
dan saponin daun pepaya muda
terhadap A. niger dengan
uji makrodilusi

Aplikasi dan pengeringan ekstrak
kasar saponin dan saponin daun
pepaya tua pada kelobot jagung

Pengukuran sifat fisik dan mekanis
kelobot jagung (pemanjangan,
kekuatan tarik & transmisi uap air)
Pengujian mutu mikrobiologi
(penyimpanan 25 hari) uji
AKK & ALT

Gambar 2 Diagram alir penelitan

11
Konsep Penelitian
Berdasarkan metode penelitian pada Gambar 2 maka terdapat beberapa
prosedur yang harus dilakukan dalam setiap metode penelitian. Kegiatan, prosedur
dan luaran yang diharapkan dari penelitian ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Konsep penelitian
Kegiatan
Pengeringan daun

Prosedur
Pengambilan daun
pepaya muda dan tua

Referensi
Luaran
Pengamatan Didapatkan daun pepaya
lapangan
yang berada pada 3 dan
5-6 lapis pertama dari
pucuk daun

Pengukuran kadar air

AOAC
2012

Pengeringan daun
pepaya muda dan tua
menggunakan cabinet
dryer

-

Pengukuran kadar air
bubuk

AOAC
2012

Didapatkan kadar air
bubuk daun pepaya muda
dan tua

Ekstraksi kasar
saponin dan saponin
daun pepaya muda
dan tua
Total kadar saponin
pada ekstrak kasar
saponin dan saponin
daun pepaya

Ekstraksi saponin

Ribeiro et
al. 2013

Didapatkan rendemen
ekstrak kasar saponin dan
saponin

Pengukuran total
kadar saponin

Madland
2013

Didapatkan total saponin
dari ekstrak kasar saponin
dan saponin daun pepaya

Pemaparan ekstrak
kasar saponin dan
saponin daun pepaya
muda terhadap
A.niger

Pemaparan ekstrak
kasar saponin dan
saponin daun muda
terhadap A.niger

Mazzola et
al. 2009

Terjadinya penurunan
jumlah koloni A.niger
setelah 24 jam paparan
ekstrak kasar saponin dan
saponin

Aplikasi kemasan
kelobot jagung

Pencelupan ekstrak
kasar saponin dan
saponin pada kelobot
jagung

Vuong et
al. 2013

Didapatkan kelobot
jagung yang memiliki
sifat antimikroba

Pengujian sifat fisik
dan mekanis kelobot
jagung

Pengukuran tebal
mekanis, kekuatan
tarik, pemanjangan
dan transmisi uap air

ASTM
D882-88,
ASTM
E96-2000

Didapatkan tebal
kemasan, pemanjangan,
kekuatan tarik dan
transmisi uap air.

Pengujian cemaran
mikroba dan mutu
mikrobiologi selama
25 hari penyimpanan

Pengujian ALT,
AKK dan Angka
Aspergillus flavusparaciticus

USFDA
2011

Didapatkan total ALT,
AKK dan Aspergillus
flavus-parasiticus selama
penyimpanan 25 hari

Didapatkan kadar air
daun pepaya muda
dan tua
Daun pepaya kering

12

Pengeringan Daun Pepaya Muda dan Tua
. Daun pepaya muda dan tua yang tidak terserang penyakit dikumpulkan dari
pohon pepaya Calina. Daun pepaya kemudian dicuci sebanyak 3 kali dengan air
bersih. Selanjutnya kadar air daun pepaya segar diukur kadar airnya menggunakan
oven (AOAC, 2012). Setelah itu, daun pepaya dikeringkan dengan menggunakan
Cabinet dryer pada suhu 50ºC selama 22 jam (Gambar 3). Daun yang sudah
dikeringkan selanjutnya dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan menggunakan
blender, dilewatkan pada saringan berukuran 40 mesh, dan disimpan pada wadah
tertutup. Kadar air daun pepaya yang sudah berbentuk bubuk dihitung kadar airnya
menggunakan metode oven (AOAC, 2012).

Gambar 3 Pengeringan daun pepaya (Cabinet dryer)
Ekstraksi kasar saponin daun pepaya
Daun pepaya Calina segar dikeringkan menggunakan cabinet dryer suhu 50ºC
selama 20 jam. Daun kering dihaluskan hingga membentuk serbuk daun dengan
menggunakan blender dan disimpan pada wadah tertutup. Kadar air dari serbuk daun
pepaya diukur dengan metode oven (AOAC 2005). Ekstraksi kompenan ekstrak
kasar saponin mengacu pada metode Ribeiro et al. (2013). Sebanyak 25 g daun
pepaya tua dan daun muda diekstraksi dengan pelarut etanol:aquades (v/v, 1:1, 200
ml) dengan metode Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE) menggunakan alat
Ultrasonic bath pada suhu 60°C selama 1 jam. Setelah itu, ekstrak disaring dan
diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan pompa vakum pada suhu 50ºC
sampai 2/3 volume awal, kemudian ekstrak di cuci dengan kloroform 20 ml (2x cuci).
Selanjutnya dipartisi n-butanol 20 ml, kemudian diuapkan sampai kering
menggunakan rotary evaporator. Selanjutnya ditambahkan akuades sebanyak 1-2 ml
lalu dikering bekukan menggunakan freeze dryer selama 2x24 jam. Ekstrak yang
telah berbentuk serbuk, kemudian dihitung rendemennya.
Ekstraksi saponin daun pepaya
Daun pepaya Calina segar dikeringkan menggunakan cabinet dryer suhu 50ºC
selama 20 jam. Daun kering dihaluskan hingga membentuk serbuk halus dengan
menggunakan blender dan disimpan pada wadah tertutup. Kadar air dari serbuk daun
pepapa diukur dengan metode oven (AOAC 2005). Ekstraksi komponen saponin
mengacu pada metode Ribeiro et al. (2013). Serbuk daun pepaya muda dan daun
pepaya tua di defatting terlebih dahulu menggunakan soxhlet selama 6 jam dengan
pelarut n-heksana. Selanjutnya 25 g daun pepaya tua dan daun muda diekstraksi
dengan pelarut etanol: aquades (v/v, 1:1, 200 ml) dengan metode Ultrasonic-Assisted
Extraction (UAE) menggunakan alat Ultrasonic pada suhu 60°C selama 1 jam.
Setelah itu, ekstrak disaring menggunakan pompa vakum pada suhu 50ºC sampai 2/3
volume awal, kemudian ekstrak di cuci dengan kloroform 20 ml (2x cuci).

13
Selanjutnya ekstrak saponin dipartisi dengan n-butanol sebanyak 3x. Ekstrak
saponin kemudian dicuci 10 ml dengan NaOH 1%, dalam 100 ml untuk memisahkan
fraksi butanol dan fraksi air, ekstrak saponin yang tersisa kemudian diuapkan sampai
kering menggunakan rotary evaporator. Selanjutnya ditambahkan akuades sebanyak
1-2 ml lalu dikering bekukan menggunakan freeze dryer selama 2x24 jam. Ekstrak
yang telah berbentuk serbuk, kemudian dihitung rendemennya.
Pengukuran Kadar Saponin
Pengukuran kadar saponin mengacu pada metode Madland (2013), dengan
modifkasi volume pengenceran larutan standar yang digunakan. Larutan standar
yang digunakan adalah standar saponin (Erg. B6). Persiapan larutan standar (4,0 mg),
dilarutkan dalam etanol volume 20 ml, kemudian dibuat pengenceran 1,0; 1,4; 1,8;
2,2; 2,6; 3,0 ml. Sampel ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya diambil (50
µl), Pengenceran larutan standar dan sampel diuapkan sampai kering, dan masingmasing ditambahkan vanilin-asam asetat (5% b/v, 0,2 ml) dan asam perklorat (0,8
ml). Larutan standar dan sampel kemudian dipanaskan menggunakan waterbath
incubator pada suhu 700C selama 15 menit. Selanjutnya larutan standar dan sampel
(didinginkan di atas es selama 20 detik dan ditambahkan asam asetat glasial (5 ml).
Larutan standar dan sampel kemudian diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV/VIS pada panjang gelombang 550 nm (Gambar 4).

Gambar 4 Pengukuran absorbansi daun pepaya muda
Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kasar dan Saponin Daun Papaya
Sebelum penentuan penghambatan A. niger American type culture collection
(ATCC) 6275 dengan ekstrak kasar saponin dan saponin dilakukan persiapan isolat
A. niger terlebih dahulu. Isolat A.niger yang berumur 5 hari ditumbuhkan pada media
Potatoes Dextrose Agar (PDA). Konsentrasi kapang yang digunakan berkisar 104105 CFU/ml, selanjutnya dilakukan pengenceran makro. Sebanyak 100 μl suspensi
A.niger berumur 4-5 hari dengan konsentrasi tertentu diinokulasikan ke dalam 1 ml
media Potatoe Dextrose Broth (PDB) dan 1 ml ekstrak kasar saponin dan saponin
daun pepaya pada berbagai konsentrasi (0; 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 mg/ml). Kultur
kapang kemudian diinkubasi pada 27-28°C selama 24 jam (Gambar 5). Selanjutnya,
dibuat seri pengenceran dari kultur kapang pada setiap konsentrasi ekstrak kasar
saponin dan saponin dan disebar pada media PDA. Media tersebut diinkubasi pada
27°C selama 2-5 hari dan dilakukan penghitungan jumlah kapang (Mazzola et al.
2009).

14

(a)
(b)
Gambar 5 Pengujian makrodilusi (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak saponin
daun pepaya muda.
(

Aplikasi Ekstrak Saponin pada Kelobot Jagung
Kelobot jagung dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dikeringkan
dengan menggunakan cabinet dryer selama 4 jam suhu 50°C. Pengukuran kadar air
dilakukan dengan metode oven (AOAC 2005). Kelobot jagung selanjutnya
dicelupkan ke dalam ekstrak kasar saponin dan saponin yang telah dipanaskan pada
suhu 60°C selama 5 menit, dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml dicelupkan
selama 5 menit dan ditiriskan kemudian dibiarkan ekstraknya menyerap pada
permukaan kelobot jagung, lalu dikeringkan pada suhu 50°C menggunakan cabinet
dryer selama 4 jam. Selanjutnya kelobot jagung dikemas dengan kemasan plastik,
seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 Kelobot jagung yang telah ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin
daun pepaya tua.
Pengukuran Karakteristik Kelobot