Efek Ekstrak Metanol Dan Ekstrak n-Heksana Daun Pepaya (Carica Papaya L) Terhadap Jumlah Dan Hitung Jenis Leukosit Pada Tikus Wistar Jantan Setelah Diinduksi Karagenan

(1)

EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG

JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN

TESIS

OLEH

OKTO P. E. MARPAUNG 097008008/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014


(2)

JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

OKTO P. E. MARPAUNG 097008008/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014


(3)

Judul Tesis : EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN

Nama : OKTO P. E. MARPAUNG Nomor Pokok : 097008008

Program Studi : ILMU BIOMEDIK

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. Datten Bangun,MSc,SpFK. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed.

Ketua Anggota

Ketua Program StudiBiomedik Dekan,

dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D. Prof. dr. Gontar A. Siregar,SpPD.,KGEH. NIP : 195508071985032001 NIP : 195402201980111001

Tanggal Lulus : 11 Desember 2013


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Datten Bangun,MSc,SpFK

Anggota : 1. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. 2. Prof. Dr. dr. Jazanul Anwar,SpFK

3. Prof. Dr. Urip Harahap,Apt


(5)

i

EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG

JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN

ABSTRAK

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi ekstrak metanol dan n-heksana dari daun pepaya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

pre-test-post test control group design menggunakan tikus Wistar jantan. Metodologi

penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana dengan cara maserasi daun pepaya, dan pengujian efek antiinflamasi. Tikus Wistar jantan dewasa, usia + 3 bulan dengan berat badan 150-250 gram sebanyak 36 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok yaitu (1) P0 = mendapat Salin per oral (kelompok Kontrol); (2) P1= Indometahcin 10 mg/kgBB per oral; (3) P2= mendapat ekstrak metanol daun pepaya dosis 250 mg/kg; (4) P3= mendapat ekstrak metanol daun pepaya dosis 500 mg/kg; (5) P4= mendapat ekstrak n-heksana daun pepaya dosis 250 mg/kg; (6) P5= mendapat ekstrak n-n-heksana daun pepaya dosis 500 mg/kg.

Setelah mengalami aklimatisasi selama 1 minggu, seluruh kelompok diambil spesimen darah dari ekor tikus, dan setelahnya mendapat perlakuan sesuai dengan kelompok di atas, satu jam kemudian kaki tikus disuntik secara intraplantar dengan 0,1 ml larutan karagenan 1%. Tiga jam dan 6 jam setelah penyuntikan karagenan, spesimen darah kembali diambil dari ekor tikus. Terhadap seluruh spesimen darah yang diperoleh dilakukan pemeriksaan hitung jumlah dan jenis leukosit.

Dari hasil analisis data diperoleh bahwa jumlah leukosit tikus Wistar jantan yang mendapat ekstrak metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak signifikan/nyata (p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak mendapat ekstrak metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah leukosit secara nyata. Ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu menahan peningkatan jumlah neutrofil dan monosit pada keadaan inflamasi akut. Pada inflamasi akut yang diinduksi oleh karagenan terjadi penurunan yang nyaa dari jumlah eosinofil yang disebabkan oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar Interleukin. Kata kunci: inflamasi, karagenan, daun pepaya, Carica papaya l


(6)

ii

plants, where natural products. The leaves of Carica papaya has been used by local people as antiinflammation. So, in this experiment the anti-inflamatory activity of methanol extract and ethanolic extract of Carica papaya leaves was investigated in rats using carrageenan induced paw oedema.

The research design was an experimental pre-test –post-test control group design using adult male Wistar rats. The research methodology includes sample preparation, preparation of methanol extract and n-hexane extract of Carica papaya leave by maceration, and the testing of anti-inflammatory effect. Adult male Wistar rats with + 3 months of age, with body yweight 150-250 grams, total of 36 rats were divided into 6 groups: (1) P0= received oral saline (control group), (2) P1= received Indomethacin 10 mg/kg orally; (3) P2= received methanol extract of papaya leaves (250 mg/kg); (4) P3 = received methanol extract of papaya leaves (500mg/kg); (5) P4= received n-hexane extract of papaya (250 mg/kg), (6) P5 = received n-hexane extract of papaya leaves (500 mg/kg).

After an acclimation period of 1 week, from the entire group of rat, the blood specimens were taken, and each group treated according to the above mentioned, one hour later the in the rat paw were injected intraplantar with 0,1 ml carrageenan 1%. Three hours and 6 hours after injection of carrageenan, blood specimens taken from rats. The whole blood specimen got the examination count by number and types of leukocytes.

From the analysis of the data, the leukocytes count of male Wistar rats that received the methanol extract of papaya leave is lower but not significantly (p>0,05) than those who did not receive the methanol extract of papaya leaves. N-hexane extract of papaya leaves can not hold a real increase in the number of leukocytes. Methanol extract and n-hexane extract of carica papaya leaves cause changes in leukocyte counts at acute inflammatory states. Methanol extract of papaya leaves are able to withstand significantly the increased number of neutrophils and monocytes in acute inflammatory states. In acute inflammation induced by carrageenan a significant decrease of the number of eosinophils was caused by suppression of eosinophils by interleukin level.

Key words: inflammation, carrageenan, papaya, Carica papaya l


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah karena rahmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan Tesis dengan judul :”EFEK EKSTRAK METANOL DAN

EKSTRAK n-HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang strata 2 pada program studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universita Sumatera Utara.

Proses penulisan tesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dukungan dan doa dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan dengan hormat kepada:

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K), Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Yahwardiyah Siregar,PhD., Ketua Program Studi Biomedik, yang memberi banyak masukan kepada penulis

4. Dr. Datten Bangun,MSc,SpFK, Ketua Komisi Pembimbing yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed., Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 6. Prof. Dr. dr. Jazanul Anwar,SpFK, Dosen Pembanding yang senantiasa

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. Dr. Urip Harahap,Apt., Dosen Pembanding yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan


(8)

iv

8. Dr. Mutiara Indah Sari,M.Kes, sekretaris program studi yang banyak membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.

9. Kepada kedua orangtua saya dan istri yang sudah banyak membantu baik dalam bidang moril maupun material, juga atas doanya selama ini sehingga bisa menyelesaikan pendidikan ini.

10.Teman-teman seangkatan 2009 yang banyak memberikan dorongan dan motivasi. Kalian adalah teman-teman terbaikku dalam suka dan duka yang selalu memberikan semangat kepadaku.

Penulis berharap semoga proses pendidikan yang penulis jalani memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri dan bagi orang lain. Akhir kata, penulis berterima kasih atas masukan saran dan kritikan dari semua pihak guna perbaikan dari penelitian ini.

Medan, Juli 2014 Penulis

(Okto P. E. Marpaung)


(9)

v

RIWAYAT HIDUP

Nama : Okto Parningotan Elia Marpaung Tempat/tanggal lahir : Medan, 10 Oktober 1983

Agama : Kristen Protestan

Status : Menikah

Nama istri : Sarah Puji Tumanggor

Nama anak :

Pertama : Matthew Arthorius Christiansen Martco Marpaung Kedua : Michelle Abigail Marpaung

Alamat : Jl. Pertemuan No. 18 Medan

Hp. : 081263128274

Email : okto_doc@yahoo.com

Pendidikan :

TK Rolina Medan :1989-1990

SD RK Setia Budi Medan :1990-1996

SLTP ST. Thomas-1 Medan : 1996-1999

SLTA ST. Thomas-1 Medan : 1999-2002

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : 2002-2007

Pekerjaan :

Staf Pengajar Tetap Fakultas Kedokteran

Universitas HKBP Nommensen Medan : 2009- sekarang


(10)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Kerangka Konsep ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1. Tujuan Umum ... 4

1.4.2. Tujuan Khusus ... 4

1.5. Hipotesis Penelitian ... 5

1.6. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)... 7

2.1.1. Morfologi Pepaya ... 7

2.1.2. Taksonomi Pepaya ... 7

2.1.3. Sifat dan Khasiat Daun Pepaya ... 8

2.2. Inflamasi ... 11

2.3. Leukosit ... 16

2.3. Hitung Jenis Leukosit ... 17

2.4. Obat antiinflamasi ... 18

2.5. Karagenan ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3. Populasi Penelitian ... 25

3.4. Sampel Penelitian ... 25

3.5. Variabel penelitian ... 26

3.6. Definisi Operasional ... 27

3.7. Etika Penggunaan Binatang Percobaan ... 27

3.8. Alat dan Bahan ... 27

3.9. Rancangan Percobaan ... 28

3.10. Prosedur pemeriksaan jumlah leukosit ... 34

3.11. Prosedur pemeriksaan hitung jenis leukosit ... 35


(11)

vii

3.12. Analisis data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

4.1. Hasil ... 40

4.2. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1. Kesimpulan ... 49

5.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(12)

viii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Perlakuan hewan coba pada percobaan inflamasi akut 35 4.1. Hasil pemeriksaan kandungan daun pepaya 40 4.2. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar

jantan sebelum dilakukan penyuntikan karagenan

40 4.3. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar

jantan 3 jam setelah dilakukan penyuntikan karagenan

40 4.4. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada

tikus wistar jantan 6 jam setelah dilakukan penyuntikan karagenan

41


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian 4

2.1. Skema proses terjadinya inflamasi akut 14

2.2. Skema terjadinya inflamasi 15

2.3. Struktur Molekul Indomethacin 22

3.1. Diagram proses pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

34 4.1. Perbandingan Jumlah leukosit sebelum, 3 jam dan

6 jam sesudah penyuntikan karagenan

41 4.2. Perbandingan Hitung jenis eosinofil sebelum, 3

jam dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

42 4.3. Perbandingan hitung jenis basofil sebelum, 3 jam

sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

43 4.4. Perbandingan hitung jenis neutrofil sebelum, 3

jam sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

44

4.5. Perbandingan hitung jenis limfosit sebelum, 3 jam sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

45 4.6. Perbandingan hitung jenis monosit sebelum, 3 jam

sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

46


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Uji Statistik 54

2 Dokumentasi Penelitian 66

3 Surat Ethical Clearance 70


(15)

i

EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG

JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN

ABSTRAK

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi ekstrak metanol dan n-heksana dari daun pepaya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

pre-test-post test control group design menggunakan tikus Wistar jantan. Metodologi

penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana dengan cara maserasi daun pepaya, dan pengujian efek antiinflamasi. Tikus Wistar jantan dewasa, usia + 3 bulan dengan berat badan 150-250 gram sebanyak 36 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok yaitu (1) P0 = mendapat Salin per oral (kelompok Kontrol); (2) P1= Indometahcin 10 mg/kgBB per oral; (3) P2= mendapat ekstrak metanol daun pepaya dosis 250 mg/kg; (4) P3= mendapat ekstrak metanol daun pepaya dosis 500 mg/kg; (5) P4= mendapat ekstrak n-heksana daun pepaya dosis 250 mg/kg; (6) P5= mendapat ekstrak n-n-heksana daun pepaya dosis 500 mg/kg.

Setelah mengalami aklimatisasi selama 1 minggu, seluruh kelompok diambil spesimen darah dari ekor tikus, dan setelahnya mendapat perlakuan sesuai dengan kelompok di atas, satu jam kemudian kaki tikus disuntik secara intraplantar dengan 0,1 ml larutan karagenan 1%. Tiga jam dan 6 jam setelah penyuntikan karagenan, spesimen darah kembali diambil dari ekor tikus. Terhadap seluruh spesimen darah yang diperoleh dilakukan pemeriksaan hitung jumlah dan jenis leukosit.

Dari hasil analisis data diperoleh bahwa jumlah leukosit tikus Wistar jantan yang mendapat ekstrak metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak signifikan/nyata (p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak mendapat ekstrak metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah leukosit secara nyata. Ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu menahan peningkatan jumlah neutrofil dan monosit pada keadaan inflamasi akut. Pada inflamasi akut yang diinduksi oleh karagenan terjadi penurunan yang nyaa dari jumlah eosinofil yang disebabkan oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar Interleukin. Kata kunci: inflamasi, karagenan, daun pepaya, Carica papaya l


(16)

ii

plants, where natural products. The leaves of Carica papaya has been used by local people as antiinflammation. So, in this experiment the anti-inflamatory activity of methanol extract and ethanolic extract of Carica papaya leaves was investigated in rats using carrageenan induced paw oedema.

The research design was an experimental pre-test –post-test control group design using adult male Wistar rats. The research methodology includes sample preparation, preparation of methanol extract and n-hexane extract of Carica papaya leave by maceration, and the testing of anti-inflammatory effect. Adult male Wistar rats with + 3 months of age, with body yweight 150-250 grams, total of 36 rats were divided into 6 groups: (1) P0= received oral saline (control group), (2) P1= received Indomethacin 10 mg/kg orally; (3) P2= received methanol extract of papaya leaves (250 mg/kg); (4) P3 = received methanol extract of papaya leaves (500mg/kg); (5) P4= received n-hexane extract of papaya (250 mg/kg), (6) P5 = received n-hexane extract of papaya leaves (500 mg/kg).

After an acclimation period of 1 week, from the entire group of rat, the blood specimens were taken, and each group treated according to the above mentioned, one hour later the in the rat paw were injected intraplantar with 0,1 ml carrageenan 1%. Three hours and 6 hours after injection of carrageenan, blood specimens taken from rats. The whole blood specimen got the examination count by number and types of leukocytes.

From the analysis of the data, the leukocytes count of male Wistar rats that received the methanol extract of papaya leave is lower but not significantly (p>0,05) than those who did not receive the methanol extract of papaya leaves. N-hexane extract of papaya leaves can not hold a real increase in the number of leukocytes. Methanol extract and n-hexane extract of carica papaya leaves cause changes in leukocyte counts at acute inflammatory states. Methanol extract of papaya leaves are able to withstand significantly the increased number of neutrophils and monocytes in acute inflammatory states. In acute inflammation induced by carrageenan a significant decrease of the number of eosinophils was caused by suppression of eosinophils by interleukin level.

Key words: inflammation, carrageenan, papaya, Carica papaya l


(17)

1 BABI

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan obat adalah tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Walaupun obat-obatan modern berkembang cukup pesat, namun potensi dari tumbuhan obat tetap tinggi karena dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, dan tumbuhan obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya (Djauhariya dan Hermani, 2004).

Sayuran merupakan bahan salah satu pangan yang terdapat dalam menu makanan sehari-hari. Dewasa ini konsumsi sayuran di Indonesia cenderung meningkat seiring dengan makin berkembangnya kesadaran akan pentingnya sayuran untuk kesehatan manusia. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan alam nutfah sayuran yang melimpah. Menurut catatan, terdapat 370 jenis tanaman penghasil sayuran yang secara teratur dimanfaatkan oleh masyarakat (Mangoting, 2005).

Salah satu dari kekayaan alam Indonesia tersebut adalah tanaman pepaya. Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita sudah akrab dengan tanaman pepaya (Warsino, 2003). Penelitian dengan menggunakan daun pepaya belum banyak dilaporkan. Dari beberapa literatur diketahui bahwa skrining fitokimia dari daun pepaya (Carica papaya) menghasilkan kandungan senyawa alkaloid, flavonoid,


(18)

tannin, cardiac glycosides, anthraquinones bebas dan terikat, phlobatinin, saponin (Imaga et al. 2010, Owoyele et al. 2008).

Oladunmoye (2008) menemukan bahwa pada ekstrak daun pepaya memiliki efek antiinflamsi pada tikus yang diinfeksi oleh Salmonella typhi dan

Staphylococcus aureus.Penelitian ini menggunakan parameter haematologi untuk

melihat pengaruh ekstrak daun pepaya terhadap infeksi (Leukosit, Hb, Hematokrit, Neutrofil, limfosit, monosit dan limfosit).

Penelitian inflamasi sub kronik dengan penanaman kapas steril ke dalam betis tikus selama tujuh hari, pemberian ekstrak etanol daun pepaya secara oral menyebabkan persentase hambatan radang yang hampir sama dengan pemberian oral indomethacin yaitu 65 - 70 % (Owoyele et al., 2008). Ekstrak daun papaya berdasarkan penelitian Owoyele di Nigeria diketahui bahwa daun pepaya di sana dapat berkhasiat sebagai antinflamasi, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah ektrak daun pepaya di Indonesia juga memiliki efek yang sama, dan bagian ekstrak yang mana yang lebih berperan apakah Metanol (polar) atau n-heksana (non-polar) yang lebih berperan sebagai antiinflamasi. Pada penelitian Owoyele pengaruh antiinflamasi dari ekstrak daun pepaya diukur dengan melihat perubahan volume kaki tikus yang dibuat inflamasi dengan karagenan.

Pada inflamasi akut sel-sel imun nonspesifik seperti neutrofil, sel mast, basophil, eosinophil dan makrofag jaringan berperan. Sel-sel tersebut diproduksi dan disimpan sebagai persediaan untuk sementara dalam sumsum tulang, hidup tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat inflamasi dipertahankan oleh influks sel-sel batu dari persediaan tersebut. Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama


(19)

3

(Baratawidjaja, 2010).Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang. Pada inflamasi akut, neutrofil dapat meningkat dengan segera dari 5.000/µl sampai 30.000/ µl. Peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskular. Persediaan marginal ini merupakan sel-sel yang untuk sementara menempel pada dinding vaskular yang keluar dari sirkulasi. Komposisi leukosit adalah 45% berada dalam sirkulasi dan 55% marginal.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari pengobatan alternatif baru sebagai antiinflamasi. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol daun pepaya dapat berperan sebagai antiinflamasi (Owoyele et al., 2008). Namun belum diketahui senyawa yang berpengaruh kuat dalam proses antiinflamasi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya mempengaruhi jumlah leukosit sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk adanya tidaknya aktifitas anti-inflamasi?

b. Apakah pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya mempengaruhi hitung jenis leukosit sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk adanya tidaknya aktifitas anti-inflamasi?


(20)

c. Apakah efek anti-inflamasidari ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya lebih baik dibandingkan dengan Indomethacin?

1.3. Kerangka Konsep

Secara skematis kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum:

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untukmengetahui pengaruh pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit.


(21)

5

1.4.2. Tujuan Khusus:

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

a. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari jumlah leukosit yang terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dalam dosis yang berbeda

b. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis eosinofil yang terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya c. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis basofil yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksanadaun pepaya d. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis neutrofil yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya e. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis limfosit yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya f. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis monosityang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksanadaun pepaya

1.5. Hipotesis

a. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah leukosit pada keadaan inflamasi

b. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah hitung jenis eosinofil pada keadaan inflamasi


(22)

c. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah basofil pada keadaan inflamasi d. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah neutrofil pada keadaan inflamasi

e. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah limfosit pada keadaan inflamasi

f. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah monosit pada keadaan inflamasi.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi efek anti-inflamasi ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya terhadap tikus Wistar jantan dibandingkan dengan Indomethacin

2. Memberikan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia obat-obatan tradisional.


(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Carica papaya L adalah tanaman yang berasal dari Amerika. Pusat

penyebaran tanaman pepaya diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari daratan rendah sampai daratan tinggi, yaitu sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Kalie, 2008). Hampir di setiap daerah, pepaya memiliki nama yang berbeda diantaranya: petek (Aceh), mbertik (Karo), tela (Batak), panancane (Minangkabau), betik (Palembang), punti kayu (Lampung), gedang (Jawa Barat dan Bali), kates (Jawa tengah, Jawa Timur, Madura), tapaya (Ternate), kuat (Timor), asawa (Irian Jaya) (Suprapti, 2005).

2.1.1. Morfologi Pepaya (Carica papaya L)

Pepaya merupakan tanaman berbatang tegak dan basah. Semua bagian tanaman pepaya bergetah putih yang mengandung papain. Pada ruas batang terdapat mata yang mampu tumbuh menjadi tunas cabang baru.

a. Daun dan batang pepaya

Daun pepaya bercangap (berlekuk) menjari dengan tangkai daun yang panjang dan berlubang. Bentuk daun menyerupai telapak tangan manusia (Agromedia, 2008). Batangnya berongga karena intinya berupa sel gabus. Berbatang lunak berair. Bekas kedudukan tangkai daun meninggalkan tanda seperti ruas.

b. Bunga


(24)

Bunga pepaya keluar dari ketiak daun, tunggal atau dalam rangkain. Bunganya ada yang berkelamin tunggal (betina/putik atau jantan/benang sari) dan berkelamin sempurna (hermaprodit) yang mempunyai putik dan benangsari yang fertil. Dengan demikian ada pohon betina, pohon jantan, dan pohon sempurna sesuai dengan bunga yang dimilikinya. Pepaya tergolong penyerbuk silang dengan perantara angin. Bunga berwarna putih dan berbentuk terompet kecil. Mahkota bunga berwarna kekuningan.

c. Buah

Buah pepaya bergetah. Getahnya semakin hilang pada saat mendekati tua (matang). Buah yang masak berwarna kuning kemerahan. Buah pepaya berbiji banyak dalam rongga buah yang lebar. Biji-biji tersebut ada yang berwarna hitam (fertil) dan ada yang berwarna putih (abortus, tidak tumbuh). Rongga dalam buah berbentuk bintang jika penampang buahnya dipotong melintang.

d. Akar

Pepaya mempunyai akar tunggang dan akar samping yang lunak dan agak dangkal. Akar pepaya tumbuh panjang, cenderung mendatar. Jumlahnya tidak banyak dan lemah (Sunarjono, 2008).

2.1.2 . Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Carica papaya Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae


(25)

9

Ordo : Caricales Familia : Caricaceae Genus : Carica

Species : Carica papaya L

2.1.3. Sifat dan Khasiat Pepaya (Carica papaya L)

Buah pepaya rasanya manis dan bersifat netral. Buah pepaya berkhasiat sebagai pengobatan konstipasi, diare kronis, demam, luka serta alergi. Buah matang dapat memacu enzim pencernaan, peluruh empedu, penguat lambung dan antiscorbut. Buah mengkal sebagai pencahar ringan, peluruh kencing, memperlancar ASI. (Adi, 2006).

Akar tumbuhan pepaya berguna sebagai peluruh kencing (diuretik), obat cacing, penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji pepaya dapat dipakai untuk obat cacing dan peluruh haid.

Daun pepaya dapat menambah nafsu makan, meluruhkan haid, menghilangkan rasa sakit, memudahkan pengeluaran feses (mencegah konstipasi), anti ambein. Daun pepaya berkhasiat pula sebagai antidiabetes, mencegah anemia, dan antikanker. Daun pepaya yang masih muda dan agak tua kaya kalsium, sangat baik untuk pengobatan rematik (encok dan penyakit tulang lainnya). Karpein pada pepaya merupakan sejenis alkaloid yang dapat mengurangi gangguan jantung, anti amuba, sebagai peluruh kencing. Getah pepaya (dari buah, daun, maupun batang) mengandung papain yang bersifat proteolitik (merombak protein) (Adi, 2007; Sunarjono, 2008).


(26)

2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia Daun Pepaya (Carica papaya L)

Sejumlah mineral yang terkandung di dalam pepaya diantaranya kalium, magnesium, dan antioksidan seperti karoten, vitamin C dan flavonoid, enzim renin, alkalin pepaya, dan karpein serta enzim papain (Adi, 2006).

Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta kuning yang ditemukan pada tumbuh-tumbuhan (Lenny, 2006).

Flavonoid termasuk metabolit sekunder tumbuhan yang merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam. Kebanyakan tumbuhan obat mengandung flavonoid yang telah banyak diketahui menunjukkan beberapa jenis bioaktivitas, di antaranya adalah anti alergi, antiinflamasi, anti mikroba, anti kanker, anti virus, anti mutagen, anti trombosis, serta sebagai vasodilator. Selain itu, flavonoid juga merupakan antioksidan yang memberikan perlindungan terhadap agen oksidatif dan radikal bebas (Patil et al., 2004).

Senyawa polifenol dan flavonoid dilaporkan mampu menghambat enzim siklooksigenase serta telah terbukti memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas (Ebadi, 2001).

Sebagai antiinflamasi, banyak flavonoid menunjukkan penghambatan terhadap siklooksigenase dan lipoksigenase yang sepertinya berhubungan dengan aktivitas antioksidan dari flavonoid dan dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena pembentukan asam arakidonat dan metabolit proinflamasi (prostaglandin, leukotrien, dan tromboksan) ikut terhambat pula (Miller, 2001).

Menurut Simon and Kerry (2000), senyawa flavonoid, steroid dan tanin dalam bentuk bebas dan kompleks tanin-protein berkhasiat sebagai anti inflamasi.


(27)

11

Kandungan kimia pepaya meliputi:

a. Daun: enzim papain, alkaloid, pseudo-carpaina, glikosid, karposid dan saponin, sakarosa, dekstrosa, dan levulosa.

b. Buah: beta karoten, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin papain, fitokinase.

c. Biji: glucoside cacirin dan karpein.

d. Getah: papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase (Dalimartha, 2008).

2.2. Inflamasi

Inflamasi didefenisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun didapat. Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan.Inflamasi dapat berupa inflamasi lokal, sistemik, akut dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis (Baratawidjaja, 2010).

Petanda respons inflamasi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu tanda makroseluler, mikroseluler dan biomolekuler. Tanda makroseluler berupa kemerahan (rubor), bengkak (tumor), panas (calor) dan sakit (dolor) dan kehilangan fungsi alat yang terkena (functio laesa). Sesudah beberapa menit terjadinya cedera jaringan, ditemukan vasodilatasi yang menghasilkan peningkatan volume darah di tempat.Volume darah yang meningkat di jaringan dapat menimbulkan perdarahan.Dalam beberapa jam sel leukosit menempel pada sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga jaringan yang disebut ekstravasasi. Tanda biomelekuler dari terjadinya


(28)

suatu inflamasi berupa peningkatan berbagai factor plasma seperti immunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik, interleukin, tumor necrosis factor, dan berbagai molekul lainnya.

Inflamasi akut pada umumnya berlangsung dengan awitan yang cepat dan berlangsung sebentar. Inflamasi akut disertai dengan reaksi sistemik yang disebut dengan respon fase akut. Pada respon fase akut terjadi perubahan cepat dalam kadar beberapa protein dalam darah. Inflamasi akut merupakan respon khas imunitas nonspesifik.

Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti neutrophil, sel mast, basophil, eosinophil dan makrfage jaringan berperan dalam inflamasi.Sel-sel tersebut diproduksi dan disimpan sementara sebagai persediaan, masa hidup tidak lama dan jumlah yang diperlukan pada daerah inflamasi dipertahankan oleh influks sel-sel baru.

Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi akut, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang.Orang dewasa normal memproduksi lebih dari 1010neutrofil perhari tetapi pada inflamasi dapat meningkat sampai 10 kali lipat. Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dengan segera dari 5000 µl sampai 30000 µl. Peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskular.

Pada penelitian ini karena keterbatasan dana yang ada, maka hanya akan meneliti dari sisi mikroseluler saja, yaitu berupa jumah leukosit dan hitung jenis leukosit.


(29)

13

Mekanisme terjadinya inflamasi

Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu rangsang atau cedera. Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua fase:

a. Perubahan vaskular

Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut.Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.

b. Pembentukan cairan inflamasi

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit Cara kerja AINS sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis prostaglandin, dimana kedua jenis cyclooxygenase diblokir. AINS yang ideal diharapkan hanya menghambat COX II (peradangan) dan tidak COX I


(30)

(perlindungan mukosa lambung), juga menghambat lipooxygenase (pembentukan leukotrien).

Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function laesa. Selama proses inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan secara lokal antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5-HT), faktor kemotatik, bradikinin, leukotrien, dan PG (Baratawidjaja, 2010).

Gambar 2.1. Skema proses terjadinya inflamasi akut


(31)

15

Gambar 2.2. Skema terjadinya inflamasi (Biocarta, 2013) Mediator inflamasi

Gejala inflamasi akut ditandai dengan penglepasan berbagai macam mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini disertai aktivasi komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan sel-sel inflamasi masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas, neutrofilia dan protein fase akut..

Inflamasi akut berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, dan IL-8. Sitokinin merangsang hati untuk membentuk sejumlah protein yang disebut protein fase akut yang terdiri atas a1-antitripsin, komplemen (C3 dan C4), CRP, fibrinogen, dan haptoglobin.

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan


(32)

(inflamasi) diantaranya adalah histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin. Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyaknya mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasidilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin.

Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2 diaktivasi untuk mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat.

Sebagai penyebab inflamasi, prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien. Prostaglandin mampu menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat pada terjadinya nyeri, inflamasi dan demam.

2.3. Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis: leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.


(33)

17

Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). (Guyton, 2006)

Leukosit dan turunannya berperan sebagai (1) menahan invasi oleh patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya bakteri dan virus) melalui proses fagositosis; (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang

muncul di dalam tubuh; dan (3) berfungsi sebagai ”petugas pembersih” yang

membersihkan ”sampah” tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel

yang mati atau cedera. Yang terakhir penting dalam penyembuhan luka dan perbaikan jaringan . Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama

menggunakan strategi ”cari dan serang” yaitu sel-sel tersebut pergi ke tempat

invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di dalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan atau penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan. (Sherwood, 2007)

Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit atau beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal dirangsang, baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis.

2.4. Hitung Jenis Leukosit

Leukosit tidak memiliki hemoglobin (berbeda dengan eritrosit), sehingga tidak berwarna (putih) kecuali jika diwarnai secara khusus agar dapat terlihat di bawah mikroskop. Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi identik, dan jumlahnya konstan, tetapi leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi dan jumlah. Terdapat lima jenis leukosit yang bersirkulasi yaitu neutrofil,


(34)

eosinofil, basofil, monosit dan limfosit dan masing-masing dengan struktur serta fungsi yang khas. Mereka semua berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit.

Kelima jenis leukosit tersebut dibagi ke dalam dua kategori utama, bergantung pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula di sitoplasma sewaktu dilihat di bawah mikroskop. Neutrofil, eosinofil, dan basofil dikategorikan sebagai granulosit (sel yang banyak mengandung granula) atau polimorfonukleus (banyak bentuk nukleus). Nukleus sel-sel ini tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan beragam bentuk, dan sitoplasma mereka mengandung banyak granula terbungkus membran.

Sel leukosit utama yang terlibat dalam mekanisme inflamasi iakut adalah neutrofil. Neutrofil kadang disebut “Soldier of the Body” karena merupakan sel pertama yang dikerahkan ke tempat inflamasi. Eutrofil merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi darah. Neutrofil biasanya hanya berada dalam sirkulasi kurang 7-10 jam sebelum bermigraai ke jaringan. Butir-butir azurofilik primer (lisosom) mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase, dan neuromidase (lisozim), sedang butir-butir sekunder atau spesifik mengandunglaktoferin dan lisozim. Neutrofil mempuyai reseptor untuk Ig G dan komplemen. Neutrofil yang bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan terrinfeksi dengan cepat dilengkapi denga berbagai reseptor seperti TLR2 (Toll like receptor), TLR4.

Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing-masing-masing jenis sel

maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/ l). Hitung jenis

leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari netrofil


(35)

19

segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung jenis leukosit, didapatkan eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah

leukosit / l perlu dikoreksi.

2.5 Obat-obat Anti-Inflamasi

Obat-obat inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau merangsang peradangan. Obat anti-inflamasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu: Steroida dan NSAID

Obat Anti- Inflamasi golongan Steroida

Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan. Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit sendi (Katzung, 2009).

Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan yang disebabkan karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal glukokortikoid bekerja singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan (Katzung, 2009). Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan


(36)

asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrin (LT), prostasiklin dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan NSAID (Non-Steroid Antiinflammatory Drugs) hanya memblok jalur siklooksigenase (Katzung, 2009).

Efek glukokortikoid pada arthritis rheumatoid bersifat segera. Contoh senyawa yang termasuk golongan ini adalah hidrokortison, prednisolon, betametason, triamsinolon dan sebagainya (Katzung, 2009).

Obat Anti-Inflamasi golongan Non Steroid

Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada memar akibat olah raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tjay, 2002). Obat-obat anti-inflamasi non steroid (AINS) terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase (Mycek, 2001).

Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang secara kimia tidak sama, berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase. Aspirin adalah prototipe dari kelompok ini yang paling umum digunakan (Mycek, 2001).

Aktivitas antiinflamasi obat AINS mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan aspirin terutama bekerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin.


(37)

21

Tidak seperti aspirin, obat-obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang reversibel. Selektivitas terhadap COX I dan COX II, bervariasi dan tak lengkap. Misalnya aspirin, indometasin, piroksikam dan sulindak dianggap lebih efektif menghambat COX I, metabolit aktif nabumeton sedikit lebih selektif terhadap COX II. Dari obat AINS yang tersedia, indomethacin dan diklofenak dapat mengurangi sintesis baik prostaglandin maupun leukotrin (Katzung, 2009). Obat-obat antiinflamasi non steroid adalah ibuproven, indomethacin, ketorolak, naporekson dan sebagainya.

Indomethacin

Indomethacin merupakan derivat indol asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan arthritis remathoid dan sejenisnya. Indomethacin memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indomethacin memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indomethacin menghambat enzim siklooksigenase.

Obat ini merupakan penghambat sintesis prostaglandin terkuat dan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan sebagian besar terikat dengan protein plasma (Katzung, 2009).

Indomethacin dipilih sebagai kontrol positif sebagai obat antiinflamasi untuk dibandingkan efeknya terhadap ekstrak metanol dan n-heksan dari daun pepaya. Hal ini disebabkan karena indomethacin telah mempunyai profil farmakologi yang lengkap, dan telah sering digunakan sebagai standar dalam penelitian-penelitian untuk menguji efek antiinflamasi suatu zat.


(38)

Gambar 2.3. Struktur Molekul Indomethacin

Absorbsi dari usus baik dan cepat, secara rektal sangat tergantung dari basis suppositoria yang digunakan.Kira-kira 92-99% Indomethacin terikat protein plasma. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam. Ekskresi berlangsung separuh sebagai glukoronida dengan kemih, separuh dengan tinja.

Efek-efek samping indomethacin tergantung dosis, antara lain gangguan lambung dan usus, perdarahan akut (juga pada perdarahan rektal), dan efek ulcerogen, begitu pula efek-efek terhadap susunan saraf pusat dengan nyeri kepala, pusing, tremor, dan depresi.

2.6. Karagenan

Karagenan merupakan sulfat polisakarida bermolekul besar sebagai induktor inflamasi yang bekerja dengan cara Lipopolysaccharide (LPS)-induced

Macrophage Activation.

Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya inflamasi antara lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat, lamda karagenan 1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus.

Pemilihan karagenan sebagai penginduksi radang dipilih karena memiliki beberapa keuntungan yaitu: tidak meninggalkan bekas, dapat digunakan dalam pengujian antiinflamasi pada keadaaan akut, tidak menimbulkan kerusakan


(39)

23

jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya.

Karagenan memiliki beberapa tipe, yaitu lambda ( ) karagenan, iota (i) karagenan dan kappa (k) karagenan. Lambda ( ) karagenin dibandingkan dengan jenis karagenin yang lain, menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras .

Winter,1983 pertama sekali memakai karagenan sebagai zat penginduksi radang untuk pengujian antiinflamasi, dimana karagenan bekerja menurut prinsip

‘log dose-response’, sehingga dapat dilakukan uji antiinflamasi dengan

menggunakan sedikit sampel dan dalam waktu beberapa jam saja.

Urutan peristiwa pada inflamasi akibat karagenan pada kaki (cakar) tikus adalah sebagai berikut: karagenan yang merupakan suatu lipopolisakarida akan menyebabkan teraktivasinya makrofag, selanjutnya mediator yang pertama-tama dilepaskan yaitu yaitu histamin dan serotonin, diikuti oleh fase kedua, yaitu pelepasan kinin yang mempertahankan peningkatan kepermeabelan pembuluh darah. Hal kemidian diikuti oleh fase ketiga, yaitu pelepasan prostaglandin yang bersamaan dengan migrasi leukosit ke lokasi radang. Zat antiradang nonsteroid menekan migrasi ini. Pengaktifan dan pelepasan semua mediator yang telah disebutkan di atas, tergantung pada sistem komplemen yang utuh. (Hamor, G.H.1996, Zheng et al., 2012)

Karagenan diketahui menginduksi inflamasi berdasarkan rheumatological

models, secara molecular karagenan menginduksi produksi Interleukin 8 yang

berfungsi mengaktifkan Natural killer (NK) yang meningkatkan pelepasan Tumor


(40)

Necrosis Factor -alpha (TNF-α), yang selanjutnya akan menarik neutrofil ke tempat cedera. (Borthakur, 2006)

Karagenan akan meningkatkan akumulasi leukosit yang akan meningkatkan kadar leukosit dan proses ini dihambat oleh Indomethacin. (Zheng

et al., 2012)


(41)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan tikus Wistar jantan. Metodologi penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana dengan cara maserasi daun pepaya, pengujian efek antiinflamasi.

3.2 . Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakologi Farmasi Universitas Sumatera Utara, laboratorium Kimia Organik Bahan AlamFMIPA Universitas Sumatera Utara dan laboratorium Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3.3. Populasi Penelitian

Adapun populasi penelitian ini digunakan tikus Wistar jantan (Rattus

norvegicus) yang diperoleh dari FMIPA USU.

3.4. Sampel Penelitian Kriteria Inklusi:

1. Tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar, berat badan 150 - 250 gram, berusia 8 minggu

2. Sehat, diketahui dari Tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar tidak cacat secara anatomi


(42)

Kriteria Eksklusi:

Tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar yang tidak sehat

Besar Sampel

Sampel penelitian adalah 36 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar yang dipilih dengan teknik acak sederhana. Sampel dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan, masing-masing menggunakan 6 ekor tikus.

3.5. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas yaitu ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya (Carica papaya L)

b. Variabel tergantung uji antiinflamasi (jumlah dan hitung jenis leukosit) c. Variabel Kendali

Variable kendali adalah variabel luar yang dapat dikendalikan melalui homogenisasi, yaitu:

i. Umur, Tikus berusia + 3 bulan. ii. Variasi genetik, Tikus Wistar.

iii. Jenis kelamin, semua tikus yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin jantan.

iv. Suhu lingkungan, tikus ditempatkan dalam ruangan dengan suhu 28 – 30ºC.

v. Jenis makanan, makanan berupa pakan standar, diberikan pada tikus dua kali sehari, setiap pagi dan sore hari berupa pellet dengan


(43)

27

dosis 20 g/ekor/hari. Pakan standar adalah CP 551 berupa pelet produksi PT. Charoen Pokphan.

vi. Kondisi psikologis, Kondisi psikologis tikus dapat dipengaruhi oleh perlakuan yang berulang kali. Keadaan stres memacu produksi hormon epinefrin, norepinefrin, kortikotropin dan glukokortikoid yang akan meningkatkan tekanan darah (Guyton dan Hall, 2007). Pengaruh ini dapat dikurangi dengan adanyawaktu adaptasi sebelum percobaan dan pemisahan subyek penelitian dalam kandang yang terpisah.

vii. Variabel terkendali, yaitu jenis kelamin, umur, berat badan, makanan, lingkungan.

3.6. Definisi Operasional

a. Inflamasi akut Tikus jantan strain wistar jantan merupakan proses infamasi yang dilihat melalui jumlah dan hitung jenis leukosit yang diperiksa dari darah ekor tikus

b. Ekstraksi dau pepaya adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.

c. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung.

d. Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan dengan temperatur ruangan.


(44)

3.7. Etika Penggunaan Binatang Percobaan

Penggunaan dan penanganan hewan di laboratorium penelitian dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian hewan coba yang diatur dalam Deklarasi

Helsinki untuk memperoleh “Ethical clearance” dari komite etik dan komite

ilmiah penelitian FMIPA Biologi USU Medan.

3.8. Alat dan Bahan Penelitian 3.8.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah pipet tetes, timbangan, tabung uji (vial), wadah bening, aerator, lampu, alat-alat gelas laboratorium (seperti beaker glass, labu takar, erlenmeyer dan sebagainya), blender (Nowake), neraca listrik (Chyo JP 2-6000), neraca hewan (Presica Geniwigher, GW-1500), alat PK-air (Azeotropi), KLT, rotary evaporator (Buchi R-114), freeze dryer (Modulyo, Edwars, serial no: 3985), cawan porselen, mortar dan stamfer, oral sonde tikus, spuit (ukuran 1 ml dan 3 ml), corong pisah, kandang tikus, Stop watch, pipet Leukosit, kamar hitung Improve Neubaeur, Objek glass (kaca objek) dan deck glass, mikroskop cahaya

3.8.2 Bahan

Bahan yang digunakan daun pepaya, metanol, n-heksana, air suling, karagenan, indomethacin, besi (III) klorida, toluene, asam klorida (p), natrium hidroksida, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat, asam sulfat (p), merkuri (II) klorida, kalium iodida, iodium, α-naftol, asam nitrat, bismuth nitrat, darah EDTA, Larutan Turk untuk hitung jumlah leukosit, larutan Giemsa untuk pembuatan


(45)

29

hapusan darah yang berguna untuk pemeriksaan hitung jenis leukosit, minyak imersi

3.9. Rancangan Percobaan

3.9.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi menurut Materia Medika Indonesia jilid V. 3.9.1.1. Asam klorida 2 N

Sebanyak 20 ml HCl(p) diencerkan dengan air suling sampai 100 ml. 3.9.1.2. Besi (III) klorida 10% b/v

Sebanyak 10 g FeCl3 dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml. 3.9.1.3.Natrium hidroksida

Sebanyak 8 gram kristal NaOH dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml 3.9.1.4.Timbal (II) asetat

Sebanyak 15,17gram kristal timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

3.9.1.5.Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 gram kalium iodide dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan 2 gram iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.9.1.6.Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 gram bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 gram dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml.


(46)

3.9.1.7.Pereaksi Mayer

Sebanyak 5 gram kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 gram merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.9.1.8.Pereaksi Molish

Sebanyak 3 gram α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5N secukupnya hingga 100 ml.

3.9.2. Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan bahan dan pembuatan simplisia.

3.9.2.1.Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Tumbuhan FMIPA USU.

3.9.2.2.Pengumpulan Bahan

Sampel yang digunakan adalah daun pepaya yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan baku sayuran. Sampel diambil dari kebun pepaya di Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tempat tumbuh di daerah lain.

3.9.3 Pembuatan Simplisia

Daun pepaya dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih, ditiriskan. Daun dikering anginkan tanpa terkena cahaya matahari. Simplisia yang diperoleh diserbuk dengan blender dan disimpan dalam wadah yang sesuai.


(47)

31

3.9.3.1. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia Serbuk Simplisia Dilakukan pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tannin, steroid.

3.9.3.1.1. Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 500 mg serbuk simplisia ditambahkan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dengan 2 atau 3 percobaan diatas.

3.9.3.1.2. Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 gram serbuk simplisia disari dengan 30 ml etanol 95% dan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, lalu direfluks selama 1 jam. Didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambah dan didiamkan selama 5 menit, disaring. Filtrat disari tiga kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol. Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50 0C. Sisa dilarutkan dengan 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan ke tabung reaksi, selanjutnya diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5


(48)

tetes larutan pereaksi Molish. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, akan terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida.

3.9.3.1.3. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 gram serbuk dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1 cm sampai 10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, menunjukkan adanya saponin. 3.9.3.1.4. Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 0,5 g serbuk direfluks dengan 10 ml metanol selama 10 menit, kemudian disaring. Filtratnya diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, dan didiamkan. Lapisan metanol diambil, lalu diuapkan pada suhu 40 0C, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol, kemudian ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida.

3.9.3.1.5. Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 500 mg sampel disari dengan 10 ml air, disaring, lalu diencerkan sampai hampir tidak berwarna. Kepada 2 ml larutan sampel ditambahkan 1-2 tetes larutan FeCl3 10 % dan diperhatikan warna yang terjadi, warna biru, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan menunjukkan adanya tanin.

3.9.3.1.6. Pemeriksaan Steroida

Sejumlah 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring. Filtrat digunakan untuk reaksi berikut: 5 ml larutan eter diuapkan di


(49)

33

dalam cawan penguap, ke dalam sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat(p). reaksi steroida positif bila terjadi warna merah-ungu atau biru-hijau.

3.9.4. Pembuatan Ekstrak Metanol dan n-Heksana 3.9.4.1. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pepaya

Sebanyak 1000 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana bertutup dan dibasahi dengan sejumlah cairan penyari metanol, dimaserasi selama 48 jam. Cairan disaring hingga diperoleh cairan berwarna, diulangi hingga tiga kali. Maserat dirotavapor hingga menjadi ekstrak agak pekat, selanjutnya metanol diuapkan hingga tidak bersisa. Hasil akhir berupa ekstrak pekat. Untuk penggunaan pada hewan coba, ekstrak pekat dikeringkan hingga membentuk serbuk.

3.9.4.2. Pembuatan Ekstrak n-Heksana Daun Pepaya

Sebanyak 1000 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana bertutup dan dibasahi dengan sejumlah cairan penyari n-heksana, dimaserasi selama 48 jam. Cairan disaring hingga diperoleh cairan berwarna, diulangi hingga tiga kali. Maserat dirotavapor hingga menjadi ekstrak agak pekat, selanjutnya n-heksana diuapkan hingga tidak bersisa. Hasil akhir berupa ekstrak pekat. Untuk penggunaan pada hewan coba, ekstrak pekat dikeringkan hingga membentuk serbuk.


(50)

Diuapkan metanol/n-heksana dengan penangas air

3.9.5. Penyiapan Bahan Uji, Kontrol, dan Obat Pembanding

Ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dibuat dalam bentuk suspensi menggunakan CMC 1 %. Obat pembanding indomethacin dibuat dalam bentuk suspensi menggunakan CMC 1% dengan dosis 5 mg/kg BB. Kontrol yang digunakan adalah suspensi CMC 1% dalam air suling.

3.9.6. Penyiapan Induktor Radang

Dibuat karagenan 1 % dalam air suling kemudian diaktifkan dengan cara menginkubasinya pada suhu 37 0C selama 24 jam.

1000 gram daun pepaya

Ekstrak metanol / n-heksana

Ekstrak metanol / n-heksana sedikit pekat

Residu Dicuci, dikeringkan, diserbuk

Dimaserasi dengan metanol / n-heksana selama 48 jam (diulangi 3x)

Diskrining fitokimia Dirotavapor

Gambar 3.1. Diagram proses pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya Ekstrak pekat metanol / n-heksana


(51)

35

3.9.7. Persiapan Hewan Coba

Dua minggu sebelum pengujian, hewan percobaan dipelihara pada kandang yang mempunyai ventilasi yang baik dan selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai dengan kenaikan berat badan yang teratur dan memperlihatkan gerakan yang lincah.

3.9.8. Prosedur Pengujian Antiinflamasi 3.9.8.1. Penelitian inflamasi akut

Pada hari pengujian, masing-masing hewan ditimbang. Sebelum perlakuan, diambil darah dari pangkal ekor tikus, kenudian dilakukan pemeriksaan jumlah leukosit dengan alat Haemocytometer dan pemeriksaan hitung jenis leukosit. Kemudian pada masing-masing kelompok (P0-P5) diberikan perlakuan seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3.1. Perlakuan hewan coba pada percobaan inflamasi akut

No Kelompok Perlakuan Jumlah

1 Kelompok P0 Salin (per oral) 6

2 Kelompok P1 Indomethacin 10 mg/kgBB (per oral) 6 3 Kelompok P2 Ekstrak metanol daun pepaya dosis I (250 mg/kg) 6 4 Kelompok P3 Ekstrak metanol daun pepaya dosis II(500mg/kg) 6 5 Kelompok P4 Ekstrak n heksana daun pepaya dosis I(250 mg/kg) 6 6 Kelompok P5 Ekstrak n heksana daun pepaya dosis II(500mg/kg) 6

Satu jam kemudian masing-masing telapak kaki tikus disuntik secara intraplantar dengan metode subkutan dengan 0,1 ml larutan karagenan 1 %


(52)

subkutan. Setelah 3 jam dan enam jam dari penyuntikan karagenan diambil lagi dari pangkal ekor tikus, kenudian dilakukan pemeriksaan jumlah leukosit dengan alat Haemocytometer dan pemeriksaan hitung jenis leukosit.

Secara skematis alur prosedur penelitian digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2. Alur Prosedur Penelitian


(53)

37

3.10. Prosedur Pemeriksaan Jumlah Leukosit Alat yang diperlukan :

a. Pipet Leukosit

b. Kamar hitung Improved Neubauer c. Deck glass

Reagensia : Larutan Turk, saring sebelum dipakai Cara Pemeriksaan :

1. Sampel darah kapiler atau darah EDTA / Oksalat Wintrobe

2. Pipet lekosit diisi dengan darah sampai garis 0,5 bila diduga lekopeni sampai garis 1, bersihkan ujung pipet dengan kertas tissue

3. Sambil menahan darah pada ujung pipet, isi pipet dengan larutan Turk sampai angka 11, letakkan pipet horizontal untuk menghindari mengalirnya larutan keluar

4. Ujung pipet ditekan dengan kedua jari kemudian digoyang membuat angka 8 selama 3 sampai 5 menit

5. Buang 3 tetes larutan tersebut, kemudian dnegan membuat sudut 30 derajat teteskan larutan ke dalam kamar hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup

6. Diamkan kamar hitung selama 2 menit

7. Hitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x bidang besar kamar. Hitung A+B+C+D

8. Perhitungan :Pengencer pipet 20 x luas bidang besar 1 mm2 dan tinggi kamar hitung 1/10 mm. Lekosit yang dihitung dalam 4 bidang besar adalah


(54)

A+B+C+D, jumlah luasnya 4 mm3. Faktor perkalian 50 kali Jumlah lekosit adalah (A+B+C+D) x 50 /mm3

3.11. Prosedur pemeriksaan hitung jenis leukosit 3.11.1. Cara membuat sediaan hapus

1. Letakkan satu tetes kecil darah, pada 2 - 3 mm dari ujung kaca objek. Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30 - 45 derajat terhadap kaca objek di depan tetes darah.

2. Tarik kaca penghapus ke belakang sehingga menyentuh tetes darah, tunggu sampai darah menyebar pada sudut tersebut.

3. Dengan gerak yang mantap doronglah kaca penghapus sehingga terbentuk hapusan darah sepanjang 3-4 cm pada kaca objek.

4. Biarkan hapusan darah mengering di udara.

3.11.2. Cara mewarnai sediaan hapus

1. Letakkan sediaan hapus pada dua batang gelas di atas bak tempat pewarnaan.

2. Fiksasi sediaan hapus dengan metanol absolut selama 2-3 menit.

3. Genangi sediaan hapus dengan zat warna Giemsa 5%. Biarkan selama 20-30 menit.

4. Bilas dengan air, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Biarkan mongering.


(55)

39

3.11.3. Pemeriksaan hitung jenis leukosit

1. Periksa hapusan darah yang telah diwarnai dan dikeringkan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x, cari bagian dimana eritrosit tersebar merata. Biasanya terdapat di bagian tipis sediaan.

2. Lensa obyektif diganti dengan pembesaran 40x, kemudian 100x dan sediaan diberi minyak emersi.

3. Golongkan dan catat tiap sel berinti pada daerah yang dilalui sampai genap 100 sel. Kemudian masing-masing dibuat persentasenya.

3.12. Analisa Data

Data-data pengamatan efek antiinflamasi ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dianalisis dengan Anova rancangan acak lengkap. Dari setiap tikus wistar jantan diambil sampel darah sebanyak 3 kali yaitu pada saat:

1. Sebelum tikus wistar jantan diberikan karagenan 2. 3 jam setelah tikus wistar jantan disuntikkan karagenan 3. 6 jam setelah tikus wistar jantan disuntikkan karagenan

Dari ketiga jenis data tersebut untuk setiap kelompoknya dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Repeated Anova bila data memiliki sebaran normal, namun jika sebaran data tidak normal dilakukan Uji Statistik Friedman, dan bila didapati perbedaan dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu Wilcoxon.

Untuk menguji adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok uji digunakan uji Student Newman Keuls (uji SNK). Data diproses dengan SPSS 15,0 dan diuji secara uji Anova, dimana hasil uji statistik akan bermakna jika α ≤ 0,05.


(56)

40 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pengumpulan data hasil penelitian yang telah dilakukan digambarkan dalam bentuk grafik histogram. Parameter pengukuran adalah jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit dari tikus Wistar jantan (Tabel 4.1., 4.2., dan 4.3.)

Tabel 4. 1. Hasil pemeriksaan kandungan daun pepaya Zat alkaloid flavonoid glikosida saponin tannin

Posif/Negatif + + - + +

Tabel 4.2. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan sebelum dilakukan penyuntikan karagenan

Tabel 4.3. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan 3 jam setelah dilakukan penyuntikan karagenan

Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit

P0 6 4,7 ± 0,52 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

P1 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

P2 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

P3 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

P4 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

P5 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

Kelompok Perlakuan n

Hitung Jenis Leukosit (%) Jumlah Leukosit (/mm3)

Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit

P0 6 2,3 ± 0,52 1,3 ± 0,82 , ± , , ± , , ± , , ± ,

P1 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

P2 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , ± ,

P3 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , ± ,

P4 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , ± ,

P5 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± ,

Kelompok

Perlakuan n

Hitung Jenis Leukosit (%) Jumlah Leukosit (/mm3)


(57)

41

Tabel 4.4. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan 6 jam setelah dilakukan penyuntikan karagenan

Keterangan:

Nilai hitung jenis leukosi dan jumlah leukosit ditampilkan dalam bentuk x ±SD

x= rerata dalam kelompok, SD =Standar deviasi dalam kelompok

Gambar 4.1. Perbandingan Jumlah leukosit sebelum, 3 jam dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit

P0 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , P1 6 , '± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , P2 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , P3 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , , ± , , ± , P4 6 , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , , ± , P5 6 , ± , , ± , , ± , , ± , 4,7 0,5 , ± ,

Hitung Jenis Leukosit (%) Jumlah Leukosit (/mm3)osit Kelompok Perlakuan n 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

P0 P1 P2 P3 P4 P5

JUM LAH LE UK O S IT ( /M M 3 ) KELOMPOK PERLAKUAN

Jumlah Leukosit

Pre

3H

6H

Kelompok P0 Salin (per oral)

Kelompok P1 Indomethacin 10 mg/kgBB (per oral)

Kelompok P2 Ekstrak metanol daun pepaya dosis I (250mg/kg) Kelompok P3 Ekstrak metanol daun pepaya dosis II (500mg/kg) Kelompok P4 Ekstrak n-heksana daun pepaya dosis I (250mg/kg) Kelompok P5 Ekstrak n-heksana daun pepaya dosis II (500mg/kg)


(58)

Dari gambar 4.1. diatas dapat dilihat peningkatan jumlah leukosit yang nyata pada jam ke-3 dan ke-6 pada kelompok P0, P2, P4 dan P5(p<0,05). Pada kelompok P1 dan P3tidak terdapat perbedaaan yang nyata (p> 0,05)jumlah leukosit pada jam ke-3 dan ke-6 setelah pemberian karagenan.

Gambar 4.2. Perbandingan Hitung jenis eosinofil sebelum, 3 jam dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.2. diatas dapat dilihat bahwa terdapat penurunan yang nyata jumlah hitung jenis eusinofil pada kelompok P0 (p<0,05) pada 3 jam dan 6 jam sesudah pemberian karagenan terhadap hitung jenis eosinofil sebelum pemberian karagenan yang merupakan kontrol negatif. Pada kelompok P1,P2, P4, P5 (p<0,05)terdapat perbedaan yang signifikan antara hitung jenis eosinofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan

4.7 4.8 4.7

4.5 4.5

4.8

2.3

3.2 3.2

3.0 1.5 2.5 0.0 3.7 2.7 3.2 1.7 1.5 0 1 2 3 4 5 6

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Eu si n o fi l ( % ) Kelompok Perlakuan

Hitung Jenis Eusinofil

Pre 3H 6H


(59)

43

Pada kelompok P1,P2,P4 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara hitung jenis eosinofil jam ke-3 dan jam ke-6 setelah pemberian karagenan

Pada kelompok P3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara hitung jenis eosinofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

Gambar 4.3. Perbandingan hitung jenis basofil sebelum, 3 jam sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan) Dari gambar 4.3. di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok P0,P4,P5 terdapat penurunan yang signifikan (p<0,05) dari jumlah hitung jenis basofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan. Pada kelompok P1,P2,P3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) dari jumlah hitung jenis basofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

0 1 2 3

P0 P1 P2 P3 P4 P5

B

as

o

fi

l

(%)

Kelompok Perlakuan

Hitung Jenis Basofil

Pre 3H 6H


(60)

Gambar 4.4. Perbandingan hitung jenis neutrofil sebelum, 3 jam sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

(pre=sebelum, 3h=3 jam sesudah penyuntikan, 6h=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.4. di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok P0, P1, P2, P3, P4 dan P5 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) aantara jumlah hitung jenis neutrofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

P0 P1 P2 P3 P4 P5

N

eu

tr

o

fi

l

(%)

Kelompok Perlakuan

Hitung Jenis Neutrofil

Pre 3H 6H


(61)

45

Gambar 4.5. Perbandingan Hitung jenis Limfosit sebelum, 3 jam dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.5. dapat dilihat bahwa perbedaan yang signifikan hitung jenis limfosit pada kelompok P0,P1, P2, P3, P4 dan P5 (p<0,05) sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Li

mf

o

si

t

(%)

Kelompok Perlakuan

Hitung Jenis Limfosit

Pre 3H 6H


(62)

Gambar 4.6. Perbandingan hitung jenis monosit sebelum, 3 jam sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah hitung jenis monosit yang signfikan (p<0,05) pada kelompok P0, P3, P4 dan P4. Pada kelompok P1, P2, P5tidak terdapat perbedaan hitung jenis monosit sebelum dan sesudah pemberian karagenan (p>0,05)

4.2. Pembahasan

Dari data yang didapat, dapat disimpulkan bahwa hitung jenis leukosit meningkat secara signifikan dengan stimulasi oleh karagenan (kelompok P0). Pemberian indomethacin dan ekstrak metanol daun pepaya pada dosis 500mg/kg dapat menahan peningkatan jumlah leukosit sehingga setelah penyuntikan karagenan didapati jumlah leukosit yang tidak berbeda secara signifikan, sehingga

0 1 2 3 4 5 6 7 8

P0 P1 P2 P3 P4 P5

M

o

n

o

si

t

(%)

Kelompok Perlakuan

Hitung Jenis Monosit

Pre 3H 6H


(63)

47

dapat disimpulkan bawah ekstrak metanol daun pepaya dengan dosis tersebut mempunyai efek yang sama dibandingkan dengan indomethacin. Ekstrak n-heksana dari daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah leukosit setelah pemberian karagenan pada kedua dosis ekstrak yang ada. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Nahed, et al (2008)

Pada hitung jenis eosinofilterjadi penurunan yang signifikan pada kelompok kontrol negatif sampai tidak diperoleh eosinofil pada hitung jenis. Hal ini terjadi karena penekanan yang disebabkan oleh peningkatan kadar Interleukin-1 (IL-Interleukin-1). Pada kelompok PInterleukin-1,P2, P4 juga terjadi penurunan yang signifikan sama dengan P0. Pada pemberian ekstrak metanol daun pepaya dengan dosis 500 mg/kg tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara hitung jenis eosinofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan, hal ini mungkin disebabkan oleh penekanan IL-1 oleh ekstrak metanol dari daun pepaya.

Pada hitung jenis basofil pada kelompok P0 (yang merupakan kontrol negatif), P4, dan P5 terdapat penurunan jumlah basofil yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian karagenan. Pemberian indomethacin dan ekstrak metanol dari daun pepaya menyebabkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hitung jenis basofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan. Hal ini juga disebabkan oleh penekanan IL-1 oleh ekstrak metanol dari daun pepaya.

Pada hitung jenis neutrofil pada kelompok P0,P4 dan P5 terdapat peningkatan yang signifikan dari jumlah hitung jenis neutrofil. Pada kelompok yang mendapat indomethacin dan ekstrak metanol dari daun pepaya, terdapat penurunan 52% dari hitung jenis neutrofil pada jam ke -6, namun penurunan yang terjadi tidak signifkan.


(64)

Pada hitung jenis limfosit pada semua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

Pada hitung jenis monosit terdapat peningkatan jumlah hitung jenis monosit yang signifikan pada kelompok P0,P3, dan P4, hal ini sejalan dengan proses inflamasi akut yang terjadi. Pada kelompok P1,P2,P5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian karagena, hal ini menunjukkan bahwa indomethacin dan ekstrak metanol dan n-heksan dari daun pepaya menekan peningkatan jumlah monosit yang terjadi pada proses inflamasi akut.


(65)

49 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasanpenelitian tentangefek ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana daun pepaya (Carica papaya l) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan setelah diinduksi karagenan, dapat disimpulkan :

a. jumlah leukosit tikus Wistar jantan yang mendapat ekstrak metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak signifikan/nyata(p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak mendapat ekstrak metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah leukosit secara nyata.

b. ekstrakmetanol dan n-heksana daun pepaya menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu menahan peningkatan jumlah neutrofil dan monosit pada keadaan inflamasi akut.

c. Pada inflamasi akut yang diinduksi oleh karagenan terjadi penurunan yang nyata dari jumlah eosinofil yang disebabkan oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar Interleukin.


(1)

Test Statisticsc Monosit_3h_2 - Monosit_pre_ 2 Monosit_6h_2 - Monosit_pre_ 2 Monosit_6h_2 - Monosit_3h_2

Z -,412a -,425b -1,081b

Asymp. Sig. (2-tailed)

,680 ,671 ,279

28. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P3 Dari analisis data didapati hasil:

a. Hitung jenis monositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK

b. Hitung jenis monosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc Monosit_3h_3 - Monosit_pre_ 3 Monosit_6h_3 - Monosit_pre_ 3 Monosit_6h_3 - Monosit_3h_3

Z -2,032a -2,232a -,447b

Asymp. Sig. (2-tailed)

,042 ,026 ,655

29. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P4 Dari analisis data didapati hasil:

a. Hitung jenis monositl sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK

b. Hitung jenis monosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb Monosit_3h_4 - Monosit_pre_ 4 Monosit_6h_4 - Monosit_pre_ 4 Monosit_6h_4 - Monosit_3h_4

Z -1,725a -2,214a -2,264a

Asymp. Sig. (2-tailed)

,084 ,027 ,024

30. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P5 Dari analisis data didapati hasil:

a. Hitung jenis monosit sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK


(2)

b. Hitung jenis monosit sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc Monosit_3h_5

- Monosit_pre_

5

Monosit_6h_5 - Monosit_pre_

5

Monosit_6h_5 - Monosit_3h_5

Z -,680a -,447b -1,134b

Asymp. Sig. (2-tailed)


(3)

Lampiran 2. Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Pengeringan Daun Pepaya

Gambar 2. Pelarut metanol dan n-heksana

Gambar 3. Proses perendaman

Gambar 4. Penggunaan

Rotary Evaporator

Gambar 5. Penggunaan

Rotary Evaporator


(4)

Gambar 6. Ekstrak Daun Pepaya

Gambar 7.

Freeze Dryer

Gambar 8. Laturan CMC


(5)

Gambar 10. Larutan Ekstrak

Gambar 11. Binatang Percobaan Tikus

Wistar Jantan

Gambar 12. Pemberian ekstrak kepada

tikus wistar

Gambar 13. Pengambilan darah tikus wistar


(6)

Gambar 14. Pengambilan darah tikus wistar

Gambar 15. Telapak kaki tikus wistar yang

telah disuntik karagenan

Gambar 16. Telapak kaki tikus wistar yang

telah disuntik karagenan