Identifikasi Inhibitor Α-Glukosidase Dan Senyawa Antioksidan Dari Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth) Dengan Pendekatan Metabolomik Berbasis Ftir Dan Nmr

IDENTIFIKASI SENYAWA INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
DAN ANTIOKSIDAN DARI KUMIS KUCING (Orthosiphon
stamineus Benth) DENGAN PENDEKATAN METABOLOMIK
BERBASIS FTIR DAN NMR

JULIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Inhibitor αGlukosidase dan Senyawa Antioksidan dari Kumis Kucing (Orthosiphon
Stamineus Benth) dengan Pendekatan Metabolomik Berbasis FTIR dan NMR
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Juliani
F251130081

RINGKASAN
JULIANI. Identifikasi Inhibitor α-Glukosidase dan Senyawa Antioksidan dari
Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth) dengan Pendekatan Metabolomik
Berbasis FTIR dan NMR. Dibimbing oleh NANCY DEWI YULIANA dan
SLAMET BUDIJANTO.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi senyawa penghambat aktivitas
enzim α-glukosidase dan senyawa antioksidan melalui identifikasi gugus fungsi
sebagai penanda senyawa aktif menggunakan pendekatan metabolomik berbasis
spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) dan Nuclear Magnetic
Resonance (1H NMR). Pada penelitian ini, metode metabolomik digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa aktif dengan aktivitas penghambatan terhadap enzim αglukosidase dan antioksidan pada ekstrak dan fraksi tanaman kumis kucing (OS).
Ekstrak dan fraksi OS menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap enzim αglukosidase dengan nilai IC50 berkisar 0,15±0,03-0,47±0,09 mg/mL dan aktivitas
antioksidan dengan nilai IC50 berkisar 7,41±0,02-19,35±0,09 µg/mL. Fraksi

butanol adalah fraksi dengan aktivitas penghambatan α-glukosidase tertinggi dan
aktivitas antioksidan menengah dengan nilai IC50 berturut-turut 0,15±0,03 mg/mL
dan 10,84±0,54 µg/mL.
Profil kimia ekstrak metanolik, fraksi heksana, kloroform, butanol, dan air
OS dianalisis dengan FTIR dan 1H NMR. Korelasi antara data aktivitas biologis
dan komposisi kimia dianalisis dengan orthogonal projections to latent structures
(OPLS). Berdasarkan nilai VIP (variable influence on projection) dan nilai
koefisien dari model OPLS yang dihasilkan dari data FTIR, beberapa gugus
fungsi seperti, karbonil (1708 cm-1), metoksi (2924, 2854 cm-1), hidroksil dan C-O
(1000-1300 cm-1) diketahui berkorelasi positif dengan aktivitas penghambatan
aktivitas enzim α-glukosidase sedangkan gugus fungsi hidroksil (>3000 cm-1) dan
C=C aromatik (1500-1600 cm-1) diketahui berkorelasi positif dengan aktivitas
antioksidan serta ditemukan dalam jumlah besar pada fraksi aktif. Data yang
diperoleh dibandingkan dengan spektrum IR senyawa yang telah teridentifikasi
pada OS. Metoksi flavonoid (sinensitin dan 5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-hidroksi-8-Cprenilflavon), diterpena (ortosifol, ortoarisin, neoortosifol, staminol, dan
staminolakton), triterpena (asam ursolat, asam oleanolat, asam betulinat, asam
hidroksibetulinat, asam maslinat, α-amirin dan β-amirin) diduga merupakan
senyawa penghambat aktivitas enzim α-glukosidase sedangkan fenolik (asam
rosmarinat),
flavonoid

(eupatorin,
sinensetin,
5-hidroksi-6,7,3’,4’tetrametoksiflavon, salvigenin, 6-hidroksi-5,7,3’-trimetoksiflavon dan 5,6,7,3’tetrametoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon), diterpena (ortosifol, ortoarisin,
neoortosifol, staminol, dan staminolakton), triterpena (asam ursolat, asam
oleanolat, asam betulinat, asam hidroksibetulinat, asam maslinat, α-amirin dan βamirin) diduga sebagai senyawa antioksidan.
Pada model OPLS yang dihasilkan dari data NMR, identifikasi dilakukan
secara semi-otomatis menggunakan aplikasi MetaboHunter. Oleh karena
keterbatasan pangkalan data, hanya asam rosmarinat diidentifikasi sebagai
senyawa inhibitor α-glukosidase dan antioksidan. Identifikasi kemudian
dilanjutkan secara manual dengan membandingkan hasil analisis OPLS data NMR
dengan senyawa yang telah diidentifikasi pada OS, δ 0.94-1.82 dan δ 6.62-8.26

berturut-turut
merupakan
karakteristik
pergeseran
kimia
senyawa
diterpena/triterpena (ortosifol, ortoarisin, neoortosifol, staminol, dan
staminolakton/asam ursolat, asam oleanolat, asam betulinat, asam

hidroksibetulinat, asam maslinat, α-amirin dan β-amirin) dan fenolik/flavonoid
(eupatorin, sinensetin, 5-hidroksi-6,7,3’,4’ tetrametoksiflavon, salvigenin, 6hidroksi-5,7,3’-trimetoksiflavon,
dan
5,6,7,3’-tetrametoksi-4’-hidroksi-8-Cprenilflavon) yang berkorelasi positif dengan aktivitas penghambatan enzim αglukosidase sedangkan δ 2.82-4.41 dan δ 6.22-7.02 berturut-turut merupakan
karakteristik pergeseran kimia diterpena (ortosifol, ortoarisin, neoortosifol,
staminol, dan staminolakton), triterpena (asam ursolat, asam oleanolat, asam
betulinat, asam hidroksibetulinat, asam maslinat, α-amirin dan β-amirin) dan
fenolik
atau
flavonoid
(eupatorin,
sinensetin,
5-hidroksi-6,7,3’,4’
tetrametoksiflavon, salvigenin, 6-hidroksi-5,7,3’-trimetoksiflavon, dan 5,6,7,3’tetrametoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon) yang berkorelasi positif dengan
aktivitas antioksidan. Dengan demikian data analisis metabolomik berbasis 1H
NMR sejalan dengan hasil analisis metabolomik berbasis FTIR.
Kata kunci: Antioksidan, FTIR, metabolomik, 1H NMR, Orthosiphon stamineus,
dan inhibitor α-glukosidase

SUMMARY

JULIANI. Identification of α-Glucosidase Inhibitor and Antioxidant Compounds
from Orthosiphon stamineus Benth Using FTIR and NMR Based Metabolomics.
Supervised by NANCY DEWI YULIANA and SLAMET BUDIJANTO.
This study aimed at identify α-glucosidase inhibitor and antioxidant
compounds through identification of functional groups as the marker of active
compounds using FTIR and NMR based metabolomics approach. In this research,
metabolomics method was used to identify active compounds with α-glucosidase
inhibitory and antioxidant activity in aerial parts of Orthosiphon stamineus (OS)
extract and its fractions. OS extracts and fractions showed inhibitory activity
against α-glucosidase enzymes with IC50 value 0.15±0.03-0.47±0.09 mg/mL and
antioxidant activity with IC50 value 7.41±0.02-19.35±0.09 µg/mL. Butanol
fraction was the fraction with the highest α-glucosidase inhibitory activity and
moderate antioxidant activity with IC50 value between 0.15±0.03 mg/mL and
10.84±0.54 µg/mL, respectively.
Chemical profile of OS methanolic extracts and hexane, chloroform, butanol,
and water fractions were analyzed using infrared and 1H NMR spectroscopy. The
correlation between the biological activity and chemical composition data were
analyzed using Orthogonal Projections to Latent Structures (OPLS). Based on the
VIP (variable influence on projection) and the coefficient value of FTIR based
OPLS model, several functional groups such as carbonyl (1708 cm-1), methoxy

(2924, 2854 cm-1) and hidroxyl dan C-O (1000-1300 cm-1) groups were found
positively correlate with α-glucosidase inhibitory activity while hydroxyl (>3000
cm-1) and aromatic ring or phenyl (1500-1600 cm-1) groups were found
positively correlate with antioxidant activity and they were abundant in the active
fractions. The data was compared with IR spectral of compounds previously
identified in OS. It was suggested that methoxy flavonoid (sinensitin and 5,6,7,3’tetramethoxy-4’-hydroxy-8-C-prenylflavone), diterpenes (orthosiphols, orthoarisins, neoorthosiphols, staminols, and staminolactones) and triterpenes (ursolic
acid, oleanolic acid, betulinic acid, hydroxybetulinic acid, maslinic acid, α-amyrin
and β-amyrin) might be the responsible compounds for the α-glucosidase
inhibitory activity while phenolic (rosmarinic acid), flavonoid (eupatorin,
sinensetin, 5-hydroxy-6,7,3’,4’-tetramethoxyflavone, salvigenin, 6-hydroxy5,7,3’-trimethoxyflavone
and
5,6,7,3’-tetramethoxy-4’-hydroxy-8-C-prenylflavone), diterpenes (orthosiphols, orthoarisins, neoorthosiphols, staminols, and
staminolactones) and triterpenes (ursolic acid, oleanolic acid, betulinic acid,
hydroxybetulinic acid, maslinic acid, α-amyrin and β-amyrin) might be the
responsible compounds for the antioxidant activity.
From NMR based OPLS analysis, the identification is done semiautomatically using MetaboHunter application. Because of the limitations of the
database, rosmarinic acid is the only compound identified as a α-glucosidase
inhibitor and antioxidant. Therefore, identification resumed manually by
comparing the results of the OPLS analysis of NMR data with compounds that
have been identified in OS, δ 0.94-1.82 and 6.62-8.26 respectively are chemical

shift characteristic of diterpenes/triterpenes (orthosiphols, orthoarisins,
neoorthosiphols, staminols, and staminolactones/ursolic acid, oleanolic acid,

betulinic acid, hydroxybetulinic acid, maslinic acid, α-amyrin and β-amyrin) and
phenolic/flavonoid (eupatorin, sinensetin, 5-hydroxy-6,7,3’,4’-tetramethoxyflavone,
salvigenin,
6-hydroxy-5,7,3’-trimethoxyflavone
and
5,6,7,3’tetramethoxy-4’-hydroxy-8-C-prenylflavone) respectively compounds known to
correlate with the activity of the enzyme α-glucosidase inhibition while δ 2.824.41 and δ 6.22-7.02 respectively are characteristic δ of diterpenes (orthosiphols,
orthoarisins, neoorthosiphols, staminols, and staminolactones), triterpenes (ursolic
acid, oleanolic acid, betulinic acid, hydroxybetulinic acid, maslinic acid, α-amyrin
and β-amyrin), phenolic or flavonoid (eupatorin, sinensetin, 5-hydroxy-6,7,3’,4’tetramethoxyflavone, salvigenin, 6-hydroxy-5,7,3’-trimethoxyflavone and 5,6,7,3’
tetramethoxy-4’-hydroxy-8-C-prenylflavone) known to correlate with antioxidant
activity. Thus 1H NMR-based metabolomics is used to confirm the predicted
results by FTIR-based metabolomics. In addition, metabolomics also provide
information on the functional group chemical structures which correlate positively
or negatively with bioactivity tested.
Keywords: Antioxidants, FTIR, metabolomics, NMR, orthosiphon stamineus, and
α-glucosidase inhibitors


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE DAN
SENYAWA ANTIOKSIDAN DARI KUMIS KUCING
(Orthosiphon stamineus Benth) DENGAN PENDEKATAN
METABOLOMIK BERBASIS FTIR DAN NMR

JULIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sukarno, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga
Februari 2016 ini ialah Identifikasi Inhibitor α-Glukosidase dan Senyawa
Antioksidan dari Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth) dengan
Pendekatan Metabolomik Berbasis FTIR dan NMR.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nancy Dewi Yuliana STP
MSc dan Bapak Prof Dr Ir Slamet Budijanto MAgr selaku tim komisi

pembimbing yang telah memberikan arahan, bantuan, motivasi dan saran selama
proses penyusunan tesis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir
Sukarno, MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan
untuk perbaikan tesis. Di samping itu, ucapan terima kasih tak terhingga
disampaikan kepada Ibunda Ramlah Abdullah, Ayahanda Ismail Yahya, Kakanda
Dahniar, Adinda Nova Andriani dan beserta seluruh keluarga besar.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Pascasarjana IPB Dr Ir
Dahrul Syah MSc dan Kepala Program Studi Ilmu Pangan Dr Ir Harsi Dewantari
Kusumaningrum dan mantan Kepala Program Studi Ilmu Pangan Prof Dr Ir Ratih
Dewanti-Hariyadi MSc yang telah memberikan izin untuk penelitian dan
penulisan tesis. Terima kasih kepada para staf peneliti dan teknisi Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB Teh Ella, Teh Ina, Teh Wiwi, dan Mas Nio
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Ilmu Pangan angkatan 2013,
staff Program Studi Ilmu Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang
telah banyak membantu terutama Mb May dan Mb Fatimah, keluarga Wisma
Gardenia dan Az-Zukhruf yang selalu memberikan support selama kuliah,
penelitian hingga penyelesaian tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada DIKTI yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi
program magister dengan beasiswa BPPDN 2013.

Ucapan terima kasih penulis kepada Riset Inovatif Produktif (RISPRO)
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bekerja sama dengan PT Soho
Industri Farmasi yang telah membiayai sebagian dari penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 30 Agustus 2016

Juliani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Hipotesis
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kumis Kucing
Komponen Bioaktif Antidiabetes dari Kumis Kucing
Inhibitor α-Glukosidase
Antioksidan
Metabolomik
Teknik Spektroskopi pada Penelitian Berbasis Metabolomik
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metode
Pra-perlakuan
Ekstraksi dan Fraksinasi Kumis Kucing
Uji Penghambatan Aktivitas Enzim α-glukosidase
Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH
Uji Profil Kimia Ekstrak dan Fraksi Kumis Kucing dengan FTIR
Uji Profil Kimia Ekstrak dan Fraksi Kumis Kucing dengan 1H NMR
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak dan Fraksi Kumis Kucing
Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase Ekstrak dan Fraksi Kumis Kucing
Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Kumis Kucing
Hubungan Aktivitas Antioksidan dengan Penghambatan Enzim α-Glukosidase
Profil Kimia Senyawa Penghambat Aktivitas Enzim α-Glukosidase
Berbasis FTIR
Penanda Senyawa Penghambat Aktivitas Enzim α-Glukosidase Berbasis FTIR
Profil Kimia Senyawa Penghambat Aktivitas Enzim α-Glukosidase
Berbasis NMR
Penanda Senyawa Penghambat Aktivitas Enzim α-Glukosidase Berbasis NMR
Profil Kimia Senyawa Antioksidan Berbasis FTIR
Penanda Senyawa Antioksidan Berbasis FTIR
Profil Kimia Senyawa Antioksidan Berbasis NMR
Penanda Senyawa Antioksidan Berbasis NMR
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
ix
1
1
2
2
3
3
3
3
4
5
6
7
8
12
12
12
12
12
14
14
15
15
15
16
17
17
17
18
19
19
21
24
25
32
33
35
36
39
41
49
67

DAFTAR TABEL
1 Penelitian aktivitas antidiabetes dari tanaman kumis kucing
2 Perbandingan aktivitas antioksidan oleh ekstrak dan fraksi kumis kucing
yang diperoleh pada penelitian ini dengan literatur
3 Deretan puncak rosmarinat dari pangkalan data MetaboHunter terhadap
aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase
4 Deretan puncak flavonoid diidentifikasi memiliki aktivitas penghambatan
terhadap enzim α-glukosidase
5 Deretan puncak diterpena diidentifikasi memiliki aktivitas penghambatan
terhadap enzim α-glukosidase
6 Deretan puncak triterpena diidentifikasi memiliki aktivitas penghambatan
terhadap enzim α-glukosidase
7 Deretan puncak rosmarinat dari pangkalan data MetaboHunter terhadap
antioksidan
8 Deretan puncak flavonoid diidentifikasi memiliki aktivitas antioksidan
9 Deretan puncak diterpena diidentifikasi memiliki aktivitas antioksidan
10 Deretan puncak triterpena diidentifikasi memiliki aktivitas antioksidan

10
19
26
26
28
29
37
37
38
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth)
Mekanisme antidiabetes dari tanaman
Skema kerja penelitian
Aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase oleh ekstrak dan fraksi
kumis kucing.
OPLS score plot aktivitas penghambatan α-glukosidase oleh ekstrak
dan fraksi kumis kucing berbasis FTIR
Plot Y-related coefficient ekstrak dan fraksi kumis kucing berbasis
FTIR
Spektrum FTIR fraksi kloroform kumis kucing
OPLS score plot aktivitas penghambatan α-glukosidase oleh ekstrak
dan fraksi kumis kucing berbasis NMR
Plot Y-related coefficient ekstrak dan fraksi kumis kucing berbasis
NMR
Spektrum 1H NMR fraksi kloroform kumis kucing
Spektrum FTIR fraksi butanol kumis kucing
Spektrum 1H NMR fraksi aktif butanol kumis kucing
Sinyal δ 3.345 pada Y-related coefficient diduga sebagai pengotor
OPLS score plot antioksidan ekstrak dan fraksi kumis kucing berbasis
FTIR
Plot Y-related coefficient ekstrak dan fraksi kumis kucing berbasis
FTIR
OPLS score plot antioksidan ekstrak dan fraksi kumis kucing berbasis
NMR
Plot Y-related coefficient ekstrak dan fraksi kumis kucing berbasis
NMR

3
5
14
18
20
20
22
24
25
27
30
30
31
32
33
35
36

LAMPIRAN
1 Hasil analisis korelasi antara aktivitas antioksidan dengan aktivitas
penghambatan enzim α-glukosidase
2 Karakteristik IR senyawa aktif terhadap aktivitas penghambatan enzim αglukosidase berdasarkan nilai Y-related coefficient dan VIP
3 Pergeseran kimia (δ) senyawa aktif terhadap aktivitas penghambatan
enzim α-glukosidase berdasarkan nilai Y-related coefficient dan VIP
4 Karakteristik IR senyawa aktif terhadap aktivitas antioksidan berdasarkan
nilai Y-related coefficient dan VIP
5 Pergeseran kimia (δ) senyawa aktif terhadap aktivitas antioksidan
berdasarkan nilai Y-related coefficient dan VIP

50
50
53
62
64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes merupakan penyakit akibat kesalahan metabolisme glukosa yang
disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin, resistensi terhadap insulin maupun
keduanya. Indonesia menempati posisi ke tujuh negara dengan penderita diabetes
terbanyak di dunia dengan jumlah penderita diabetes sekitar 10 juta jiwa
(International Diabetes Federation 2015).
Diabetes dikelompokkan menjadi beberapa tipe. Diabetes tipe 1 terjadi
karena akibat autoimun atau β-cell pankreas rusak sehingga ketergantungan pada
insulin. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh resistensi terhadap insulin dan ditandai
dengan keadaan hipergikemia dan hiperinsulinemia (tingginya kadar insulin di
dalam darah). Diabetes tipe 3 diasosiasikan dengan penyakit alzheimer yang
ditandai dengan resisten insulin kronis dan defisiensi insulin pada otak. Selain itu,
terdapat tipe diabetes yang diasosiasikan dengan kehamilan (diabetes gestasional)
yang ditandai oleh defisiensi insulin dan hiperglikemia (de la Monte dan Wands
2008). Dari banyaknya kasus diabetes, 87-97 persen penderita diabetes termasuk
kelompok diabetes tipe 2 (International Diabetes Federation 2015).
Kadar gula darah normal puasa berkisar 70-105 mg/dl (Warade et al.
2014) sedangkan kadar gula darah puasa yang mencapai 126 mg/dl dikategorikan
dalam keadaan hiperglikemia (Umpierrez et al. 2002). Keadaan hiperglikemia
dapat menginduksi kerusakan jaringan dan produksi radikal bebas berlebih. Jika
jumlah antioksidan di dalam tubuh tidak mencukupi, tubuh akan mengalami stres
oksidatif yang merupakan awal terjadinya komplikasi diabetes (Rolo dan Palmeira
2006). Retinopati, nefropati, neuropati, jantung koroner, hipertensi, periferal
vaskular merupakan penyakit yang terjadi akibat komplikasi diabetes (Amos et al.
1997).
Akarbosa, metformin dan voglibose merupakan obat-obatan yang selama
ini digunakan untuk mengontrol gula darah melalui penghambatan kerja enzim
pencernaan pada penderita diabetes tipe 2. Penggunaan obat-obatan antidiabetes
seperti akarbosa, metformin, atau voglibose memiliki efek samping seperti
gangguan gastrointestinal (diare dan flatulensi), gangguan hati, pusing, mual dan
muntah (van de Laar 2008; Dabhi et al. 2013) sehingga diperlukan obat alternatif
yang lebih aman misalnya melalui pemanfaatan komponen bioaktif dari bahan
alami.
Kumis kucing merupakan tanaman obat Indonesia yang secara tradisional
digunakan untuk mengobati diabetes. Kemampuan mengontrol gula darah
(antihiperglikemik) oleh ekstrak kumis kucing salah satunya dengan cara
menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Mohamed et al. 2011; Mohamed et
al. 2012). Selain antihiperglikemik, tanaman kumis kucing kaya akan senyawa
antioksidan sehingga kumis kucing berpotensi pula untuk menurunkan resiko
komplikasi diabetes akibat stres oksidatif (Akowuah et al. 2005; Baynes dan
Thorpe 1999). Sejumlah penelitian melaporkan sifat antidiabetes kumis kucing
akan tetapi penelitian terhadap senyawa aktif yang yang bertanggung jawab atas
aktivitas antidiabetes dari kumis kucing masih sangat terbatas. Kumis kucing
mengandung berbagai senyawa aktif dari kelompok monoterpena, diterpena,

2
triterpena, saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan asam organik (Adnyana et al.
2013).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mempercepat proses
identifikasi komponen aktif dari ekstrak tanaman adalah metoda metabolomik
(Yuliana et al. 2011). Metabolomik merupakan analisis metabolit baik primer
maupun sekunder secara menyeluruh di dalam suatu tanaman baik secara
kuantitatif maupun kualitatif (Verpoorte et al. 2007). Pada metode metabolomik
ini, ekstrak tanaman dibagi dua; untuk uji bioaktifitas dan untuk uji profil kimia.
Hasil uji kemudian dianalisis dengan teknik analisis multivariat data (MVDA),
misalnya Orthogonal Projections to Latent Structures (OPLS). OPLS dipilih pada
penelitian ini karena teknik ini secara efektif mampu memisahkan variasi yang
berkorelasi dengan aktivitas dengan variasi yang tidak berkorelasi dengan aktifitas
bilogis sehingga memudahkan intepretasi data (Worley dan Powers 2013).
Data profil metabolit dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai
teknik kromatografi maupun spektroskopi. NMR memiliki kelebihan antara lain
preparasi sampel mudah dan cepat, waktu pengukuran yang singkat, serta
memungkinkannya elusidasi senyawa aktif, bahkan untuk senyawa baru
menggunakan 2D NMR. Selain itu reprodusibilitas tinggi yang merupakan syarat
penting dalam memililih instrumen dalam metabolomik. Hal ini membuat NMR
menjadi instrument yang paling menunjang untuk digunakan pada saat ini
(Yuliana et al. 2011; Verpoorte et al. 2008). Analisis menggunakan NMR relatif
mahal oleh sebab itu sebagai alternatif teknik Fourier transform infrared (FTIR)
merupakan salah satu teknik spektroskopi yang juga berpotensi digunakan untuk
memperoleh data profil kimia pada penelitian ini. Metabolomik berbasis FTIR
digunakan untuk mengevaluasi perubahan metabolit buah pada berbagai musim
dan waktu panen serta mengevaluasi komposisi kimia secara kuantitatif untuk
membedakan enam kultivar beri ((Hussain et al. 2009, Yusof et al. 2015; Pop et
al. 2013). Teknik ini memiliki keunggulan antara lain persiapan sampel yang
cepat dan mudah, robust dan non-destruktif (Pop et al. 2014). Metabolomik
berbasis NMR kemudian digunakan juga untuk mengkonfirmasi data dari OPLS
berbasis FTIR.
Rumusan Masalah
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) merupakan tanaman yang
secara tradisional digunakan untuk mencegah maupun mengobati diabetes.
Namun demikian penelitian terhadap senyawa-senyawa yang bertanggung jawab
terhadap aktivitas antidiabetes masih sangat terbatas. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah mengidentifikasi senyawa aktif yang memiliki aktivitas
penghambatan α-glukosidase dan antioksidan dari ekstrak dan fraksi kumis kucing
menggunakan metabolomik berbasis FTIR dan NMR.
Hipotesis
Senyawa aktif yang dapat menghambat aktivitas α-glukosidase dan
senyawa aktif antioksidan dapat teridentifikasi baik dengan metabolomik berbasis
NMR maupun FTIR dari kstrak dan fraksi tanaman kumis kucing.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa aktif inhibitor αglukosidase dan senyawa antioksidan dengan pendekatan metabolomik berbasis
NMR dan mengidentifikasi gugus fungsional yang merupakan penanda dari
senyawa aktif inhibitor α-glukosidase dan senyawa antioksidan dengan
menggunakan pendekatan metabolomik berbasis FTIR.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi ekstrak atau fraksi OS yang aktif dalam menghambat
aktivitas α-glukosidase dan senyawa antioksidan
2. Senyawa aktif yang diketahui berperan sebagai inhibitor α-glukosidase dan
antioksidan pada ekstrak tersebut dapat digunakan sebagai senyawa marker
pada ekstrak terstandar (standardized extracts).
3. Teridentifikasinya senyawa aktif dengan pendekatan metabolomik dapat
membantu mempercepat proses isolasi senyawa aktif bila diperlukan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kumis Kucing
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) adalah tanaman yang
berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan
Australia. Berdasarkan morfologi dan anatominya kumis kucing didefinisikan
sebagai tanaman semak dengan akar merambat, berdaun sederhana berpasangan
berlawanan yang teratur. Batang dengan panjang 28 cm pada umur 12 hari dan
memiliki benang sari tipis panjang ungu pucat pada bunga (Almatar et al. 2013).

Gambar 1 Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth)
Terdapat dua jenis kumis kucing yang umumnya tumbuh di Indonesia.
Kedua tanaman ini sangat mirip, perbedaan yang menonjol hanya pada warna
bunga sehingga sulit untuk dibedakan pada saat belum bunga. Menurut Keng dan

4
Siong (2006) dua varietas kumis kucing tersebut memiliki perbedaan pada bentuk
daun dan bunga. Daun kumis kucing bunga ungu berbentuk bulat telur sedangkan
untuk kumis kucing bunga putih berbentuk jajar genjang. Karakter bunga berbeda
pada warna daun mahkota (corolla) dan kumpulan mahkota (calyx). Pada bunga
ungu terdapat bintik ungu pada corolla dan calyx berwarna merah tua sedangkan
pada bunga putih corolla putih tanpa bintik dan calyx berwarna hijau.
Kumis kucing tumbuh baik pada dataran rendah dan tinggi. Ketinggian
optimum pertumbuhan tanaman kumis kumis kucing adalah 500-1.200 m dari
permukaan laut dengan curah hujan 3.000 mm/tahun. Kumis kucing baik ditanam
di tempat terbuka dengan sinar matahari penuh dan dapat tumbuh hampir di
semua jenis tanah. Panen tanaman kumis kucing dilakukan ketika tanaman telah
berumur 3 bulan dan selanjutnya berselang 4–5 bulan. Produktifitas tanaman
kumis kucing mencapai 4–6 ton/ha/tahun (Kementerian Negara Riset dan
Teknologi 2014). Klasifikasi dari tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut.
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Orthosiphon
Spesies
: Orthosiphon stamineus Benth.
Komponen Bioaktif Antidiabetes dari Kumis Kucing
Pengobatan dengan metode kimia memiliki efek samping sehingga
diperlukan penelitian metode pengobatan yang lebih sesuai (Abdulazeez 2015).
Obat tradisional yang merupakan obat-obatan herbal telah digunakan dan akan
terus digunakan dalam kapasitas tertentu di setiap negara di seluruh dunia. Sekitar
70-95 persen dari populasi disebagian besar negara berkembang bergantung pada
obat-obat tradisional untuk perawatan kesehatan utama. Pada tahun 2008 pasar
global mencatat sebesar US $ 83 miliar per tahun diperoleh dari obat tradisional
dan terus meningkat secara eksponensial (Robinson dan Zhang 2011).
Penelitian terhadap tanaman yang memiliki aktivitas antidiabetes telah
banyak dilaporkan (Rao et al. 2014; Rao et al. 2012; Luo et al. 2008). Mekanisme
antidiabetes dari tanaman (Gambar 2) umumnya terjadi dengan cara
meningkatkan penyerapan glukosa oleh jaringan, meningkatkan sekresi insulin,
menghambat produksi glukosa dan menghambat penyerapan glukosa di usus (Hui
et al. 2009). Studi antidiabetes in vivo kumis kucing (Tabel 1) menunjukkan
penurunan glukosa plasma oleh ekstrak air tanaman (aerial part) dan menurunkan
level glukosa darah oleh ekstrak ekstrak EtOH akar kumis kucing. Ekstrak kumis
kucing tidak berpengaruh terhadap level insulin darah (Rao et al. 2014; Mohamed
et al. 2011; Mohamed et al. 2013). Hasil berbeda dilaporkan Sriplang et al. (2007)
yang menyatakan ekstrak kumis kucing berpotensi meningkatkan sekresi insulin.
Aktivitas antidiabetes kumis kucing juga diamati melalui penurunan glukosa-6fosfatase dan peningkatan glukosa-6-fosfat dehidrogenase dan level glikogen (Rao
et al. 2014).

5

Gambar 2 Mekanisme antidiabetes dari tanaman
Studi in vitro menunjukkan peningkatan asupan glukosa oleh otot
diafragma tikus dan penurunan penyerapan glukosa di jejunum oleh fraksi
kloroform kumis kucing (Mohamed et al. 2013). Menurunnya penyerapan glukosa
dapat diakibatkan oleh penghambatan aktivitas enzim α-amilase dan αglukosidase (Mohamed et al. 2012). Studi in vivo terhadap aktivitas
penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase mengkonfirmasi mekanisme ini
sebagai salah satu mekanisme aktivitas antidiabetes dari kumis kucing (Mohamed
et al. 2015).
Ekstrak dan fraksi aktif kumis kucing dilaporkan mengandung senyawa
fenolik, terpenoid dan flavonoid (Sriplang et al. 2007; Mohamed et al. 2011).
Senyawa metoksi flavonoid seperti 3’hidroksi-5,6,7,4’tetrametoksiflavon,
sinensitin dan eupatorin merupakan komposisi utama fraksi aktif kloroform.
Sinensitin merupakan satu-satunya senyawa pada kumis kucing yang telah
diidentifikasi memiliki aktifitas antidiabetes dengan menghambat aktivitas enzim
α-amilase dan α-glukosidase (Mohamed et al. 2012).
Inhibitor α-Glukosidase
Pati setelah konsumsi oral dicerna menjadi oligosakarida oleh α-amilase
dalam air liur dan pankreas, hingga mencapai usus kecil. Disakarida seperti
maltose dengan ikatan α-1,4-glikosidik, isomaltose dengan α-1,6ikatan glikosidik, dan sukrosa dengan ikatan alpha-1,2-glikosidik
dicerna menjadi monosakarida oleh α-glukosidase yang terletak pada membran
sikat pembatas usus kecil (Nakamura et al. 2012). Beberapa penelitian in vitro dan
in vivo menunjukkan bahwa penyakit diabetes dikontrol dengan menghambat
kerja enzim α-glukosidase. Beberapa senyawa fenolik dari kelompok flavonoid,
terpen, saponin, dan tanin diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap
enzim α-glukosidase (Phan et al. 2013; Uddin et al. 2012; Luo et al. 2008; Xiou et
al. 2015)
Baohuosida I yang diisolasi dari ekstrak air daun Epimedium brevicornum
menunjukkan aktivitas penghambatan yang kuat terhadap α-glukosidase yang

6
diisolasi dari khamir (IC50 28.9 mmol/L). Dari kinetika reaksi enzim diketahui
bahwa penghambatan oleh senyawa ini memiliki karakteristik tipe campuran
(reaksi berada diantara kompetitif dan kompetitif) dengan demikian baohuosida I
dapat berikatan dengan α-glukosidase bebas maupun glukosidase yang
membentuk kompleks dengan substrat. Dari kinetika inhibisi juga diketahui
bahwa nilai K1 (12.47 µmol/L) lebih rendah dari K2 (31.7 µmol/L) yang
menunjukkan bahwa Baohuosida I lebih mudah berikatan dengan enzim bebas
dibandingkan dengan kompleks enzim-substrat dimana pada kondisi substrat
melimpah Baohuosida I akan cenderung membentuk berikatan dengan kompleks
enzim-substrat. Dari strukturnya, baohuosida I memiliki cincin C7-OH sedangkan
icariin yang merupakan senyawa flavonol dari tanaman yang sama menunjukkan
aktivitas lemah dengan struktur C40-OH (Phan et al. 2013).
Asam pistagremik (PA) dari tanaman Pistacia integerrima Stewart
memiliki aktivitas kuat terhadap α-glukosidase dari khamir (IC50 89.12 μM),
intestinal tikus (IC50 62.47 μM). Studi docking menunjukkan penghambatan
kemungkinan terjadi melalui ikatan hidrogen antara PA dengan residu sisi aktif
katalitik enzim (Asp60, Arg69 dan Asp70) (Uddin et al. 2012).
7 dari 12 senyawa triterpenoid saponin merupakan senyawa triterpenoid
saponin yang pertama kali berhasil diisolasi dan dieludasi dari akar Gypsophila
oldhamiana. Dari 3 kelompok triterpenoid saponin (3-O-monoglukosida, 28-Omonoglukosida dan 3, 28-O-bidesmosida) golongan 28-O-monoglukosida
merupakan kelompok inhibitor kuat terhadap α-glukosidase dengan IC50 berkisar
15.2 -78.5 µM. Salah satu senyawa dari kelompok 28-O-monoglukosida yaitu
gipsogenin 28-O-α-D-galaktopiranosil-(1→6)-β-D-glukopiranosil-(1→6)-[β-Dglukopiranosil-(1→3)]-β-D-glukopiranosil ester memiliki aktivitas penghambatan
terkuat (IC50 15.2 µM) dibandingkan dengan akarbosa (IC50 388 µM). Senyawa
tersebut merupakan monosakarida α anomerik α-galaktosa sehingga strukturnya
mirip dengan akarbosa yang memiliki monosakarida α anomerik α-glukosa. Dari
hubungan struktur senyawa dengan aktivitas diketahui posisi ikatan gula dengan
aglikon menentukan tingkat penghambatan (Luo et al. 2008).
Penghambatan α-glukosidase oleh tannin jugatelah dilaporkan. Asam
tanat merupakan salah satu tannin spesifik komersil penghambat α-glukosidase
kuat (IC50 = 0.44 μg/mL), lebih kuat dibanding obat anti α-glukosidase komersil
akarbosa (IC50 > 0.60 μg/mL). Asam tanat bekerja dengan membentuk kompleks
dengan enzim. Reaksi penghambatan terjadi dengan melibatkan interaksi
hidrofobik dan elektrostatik antara asam tanat dengan enzim (Xiou et al. 2015).
Antioksidan
Keadaan hiperglikemia merupakan gejala diabetes yang dapat
meningkatkan pembentukan radikal bebas reaktif. Hipergikemia secara langsung
meningkatkan produksi ROS (Reactive Oxigen Species). Glukosa mengalami
autooksidasi menghasilkan radikal •OH. Glukosa juga dapat bereaksi dengan
protein dalam reaksi non enzimatik menghasilkan produk AGE (advanced
glycation end products) dan ROS dapat dihasilkan dari berbagai tahap pada proses
ini. Selain itu, metabolisme glukosa melalui jalur poliol (sorbitol) menghasilkan
produksi •O2-. Kondisi stres oksidatif yang disebabkan oleh ketidaksetimbangan
antara antioksidan dengan radikal bebas menyebabkan gangguan fungsi vaskular,

7
kerusakan protein selular, membran lipid, dan asam nukleat (Johansen et al. 2005).
Stres oksidatif memperparah diabetes melalui dua mekanisme yaitu resistensi
insulin yang terjadi akibat kerusakan pemberi sinyal insulin dan menurunnya
sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas (Lazo-de-la-Vega-Monroy and
Fernández-Mejía 2013).
Antioksidan pada tanaman di dalam tubuh dapat berfungsi sebagai
penghambat dan menurunkan stress oksidatif dengan menjadi pemburu radikal
dan mengubahnya menjadi senyawa yang lebih stabil. Stres oksidatif pada tikus
diabetes diinduksi streptozotocin (STZ) dapat diamati dari peningkatan aktivitas
peroksidasi lipid (LPO) dan penurunan aktivitas enzim antioksidan seperti
superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan glutation peroksidase (GPx) di
hati. Ekstrak metanolik dari Rhinacanthus nasutus (R. nasutus) dapat
meringankan stres oksidatif dengan menurunkan level LPO dan meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan (Rao et al. 2012).
Beragam jenis antioksidan alami membuat senyawa antioksidan sulit
untuk dipisahkan, dideteksi dan dikuantifikasi dari kompleks makanan maupun
matriks biologis. Namun demikian manfaat menyehatkan senyawa antioksidan
dapat diketahui dari kemampuan antioksidan. Metode pengukuran antioksidan
dibagi menjadi dua yaitu metode transfer atom hidrogen (HAT assay) yang
meliputi Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC), 2.2’-azobis(2amidinopropane) hydrochloride (AAPH), dan Total peroxyl radical-Trapping
Antioxidant Parameter (TRAP). Metode transfer elektron (ET assay) meliputi
Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP), Cupric Reducing Antioxidant
Capacity (CUPRAC), Trolox-Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC), dan 2.2diphenyl-1-pycrilhidrazil (DPPH) (Apak et al. 2013).
DPPH adalah radikal stabil berwarna ungu gelap. DPPH dapat bereaksi
dengan senyawa yang mampu mentransfer atom hidrogen menyebabkan warna
ungu menghilang pada panjang gelombang 515 nm. DPPH terbukti sebagai
metode analisis antioksidan termudah, murah, dan cepat. Reaksi reduksi senyawa
radikal DPPH (Re) oleh senyawa antioksidan (AH) adalah sebagai berikut;
DPPH+AH
DPPH +R




DPPH-A+A
DPPH-R ........ (Brand-Williams et al. 1995)
Metabolomik

Makhluk hidup menghasilkan zat kimia yang disebut metabolit. Metabolit
ini terdiri dari dua jenis yaitu metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer
dihasilkan untuk untuk memenuhi kebutuhan sel hidup dan umumnya sama untuk
setiap makhluk hidup (protein, karbohidrat) sedangkan metabolit sekunder
digunakan untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan (penyakit atau hama)
dan biasanya spesies spesifik (Verpoorte et al. 2007). Metabolomik merupakan
salah satu teknologi “omics” yang digunakan untuk menganalisis berbagai
metabolit secara bersamaan. Herbal merupakan campuran kompleks dimana
sebagian besar komponen senyawa-senyawa penyusunnya belum diketahui.
Metode eksploratif komponen secara keseluruhan (holistik) dapat digunakan
untuk mengeksplorasi potensi suatu suatu herbal (Pelkonen et al. 2012).

8
Menurut Yuliana et al. (2010) aplikasi metabolomik memungkinkan untuk
mempelajari suatu campuran kompleks secara sistematis dengan menghubungkan
hasil pengamatan yang diperoleh dengan serangkaian tes biologis. Aplikasi
metabolomik menggunakan NMR yang diintegrasikan dengan metode ekstraksi
komprehensif mempercepat identifikasi dua senyawa metoksi flavonoid yaitu
tetrametilskutellarein dan sinensetin pada tanaman kumis kucing (Orthosiphon
stamineus Benth) yang memiliki aktivitas terhadap reseptor Adenosin A1
(Yuliana et al. 2009). Selain itu, Yuliana et al. (2013) juga menggunakan aplikasi
metabolomik untuk mengidentifikasi flavonoid dari Boesenbergia rotunda Linn
(Zingiberaceae) yang aktif terhadap reseptor Adenosin A1.
Javadi et al. (2015) menggunakan pendekatan metabolomik berbasis GCMS untuk mempelajari lama waktu penyimpanan daun Cosmos caudatus terhadap
profil metabolit dan aktivitas penghambatan α-glukosidase. Semakin lama
penyimpanan aktivitas penghambatan α-glukosidase oleh ekstrak tanaman
semakin berkurang dan aktivitas terkuat diperoleh dari ekstrak tanaman segar
(penyimpanan 0 jam) dengan komposisi kimia pembeda pada penyimpanan waktu
singkat terdiri dari α-tokoferol, katekin, siklohexen-1-asam karboksilat, asam
benzoat, mio-inositol, stigmasterol, dan likopen. Selain itu, matabomik dapat
digunakan untuk memprediksi umur tanaman dengan aktivitas penghambatan
terkuat. Tanaman Ipomoea aquatic memiliki aktivitas penghambatan terkuat pada
umur 5-6 minggu dimana pada umur ini tanaman tersebut tinggi akan kandungan
asam maleat, epikatekin, kolin dan rutin (Lawal et al. 2015).
Data metabolomik merupakan data multidimensi sehingga membutuhkan
analisis data multivariat (MVD). Salah satu metode MDV yang dapat digunakan
untuk mengkorelasikan data komposisi kimia suatu ekstrak dengan profil aktivitas
biologisnya Orthogonal Projection to Latent Structure (OPLS) (Yuliana et al.,
2011). OPLS merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode Projection to
Latent Structure (PLS) yang menggunakan dua variabel berupa matriks X dan
matriks Y. Data profil metabolit dilambangkan dengan X dan matriks data
bioaktivitas dilambangkan dengan Y. Korelasi X (profil metabolit) dengan Y
(bioaktivitas) pada OPLS diamati dari besaran-besaran seperti koefisien korelasi.
Pembacaan dan intepretasi data metabolomik dengan OPLS dilakukan dengan
memisahkan data yang berkolerasi dan tidak berkolerasi secara orthogonal (Trygg
dan Wold 2002).
Teknik Spektroskopi pada Penelitian Berbasis Metabolomik
Teknik analisis kromatografi dan spektroskopi berperan penting dalam
penelitian terkait senyawa aktif tanaman yang berbasis metabolomik. Dalam
metabolomik dibutuhkan metode yang tidak hanya memiliki produsibilitas tinggi
namun kemudahan dalam mengidentifikasi senyawa yang diukur dan
kemampuannya dalam mendeteksi sebanyak mungkin metabolit dalam waktu
yang singkat menjadi kriteria penting dari teknis analisis yang dipilih (Yuliana et
al. 2011; Liang et al. 2006). Beberapa teknik spektroskopi yang dapat digunakan
untuk mendapatkan data profil kimiawi ekstrak tanaman dengan pendekatan
metabolomik yaitu Nuclear Magnetic Resonance (NMR), MS (Mass
Spectroscopy) dan Fourier Transform Infrared (FTIR).

9
Diantara sejumlah teknologi yang tersedia untuk analisis metabolom MS
dan NMR dianggap sebagai pendekatan primer yang paling universal untuk saat
ini. Walaupun sensitifitas MS lebih tinggi dibandingkan NMR namun MS
memiliki masalah pada reprodusibilitas. Pada analisis dengan MS, senyawa
terlebih dahulu dionisasi sebelum diukur. Perbedaan tipe MS dengan cara ionisasi
molekul berbeda, berbagai perangkat keras dan kondisi yang digunakan serta
keberadaan matriks mempengaruhi efisiensi ionisasi sehingga memungkinkan
diperoleh hasil yang berbeda (Verpoorte et al. 2007; Verpoorte et al. 2008).
Reprodusibilitas merupakan kriteria utama dalam pengembangan
teknologi metabolomik membuat NMR menjadi pilihan utama dalam pendekatan
metabolomik. NMR merupakan salah satu teknik spektroskopi yang
memanfaatkan sifat magnet dari inti atom. Inti akan beresonansi ketika
ditempatkan pada medan magnet yang kuat, frekuensi yang dihasilkan dalam
rentang frekuensi radio dari spektrum elektromagnet. Dari perbedaan resonasi
dapat diketahui struktur molekul dimana atom tersebut berada (Jacobsen 2007).
Menurut Verpoorte et al. (2007) masing-masing senyawa memiliki spektrum yang
sangat spesifik sehingga dapat ditentukan dengan NMR spektroskopi dengan
menvariasikan pelarut dan kekuatan medan magnet yang digunakan. Selain itu,
konsentrasi mutlak dari masing-masing metabolit dapat diperoleh dari analisis 1H
NMR dengan menggunakan standar internal yang sesuai (Verpoorte et al. 2008).
NMR satu dimensi memiliki resolusi yang relatif rendah dan terjadinya
pengelompokan sinyal ketika menganalisis campuran (Viant (2003). Metode
NMR dua dimensi (2D) dapat digunakan untuk meningkatkan hasil analisis dan
untuk mengelusidasi struktur senyawa baru dalam campuran (Verpoorte et al.
2007). Metode spektroskopi umumnya memberikan informasi sebagian unsur
dalam suatu senyawa. Hasil spectra NMR 2D memberikan informasi setiap atom
dalam suatu molekul (Verpoorte et al. 2008).
Ikatan molekuler dengan elektrik momen dipol yang dapat berubah oleh
perpindahan atom akibat vibrasi alami merupakan aktif IR. Mode vibrasi tersebut
yang kemudian diukur oleh spektroskopi IR (Baker et al. 2014). Keberadaan
metabolit dalam sampel ditentukan berdasarkan nilai absorbansi puncak dari grup
fungsional (Cozzolino 2015). FTIR terbukti cepat, murah dan merupakan teknik
analisis langsung dengan keuntungan tanpa perlu persiapan sampel (Yusof et al.
2015).
Dibandingkan NMR, FTIR memiliki kelebihan diantaranya dapat
digunakan untuk sampel berbagai bentuk dengan sedikit atau bahkan tanpa
preparasi sampel sama sekali, lebih murah, cepat dan cepat. Akan tetapi kondisi
ruangan sekeliling instrumen FTIR dapat menyebabkan perbedaan spektra yang
dihasilkan, kemungkinan membutuhkan standardisasi, pengumpulan data yang
banyak, dan kemampuan analisis yang baik dan tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi struktur senyawa secara spesifik (Davis dan Mauer 2010;
Emwas 2010).

10

Tabel 1 Penelitian aktivitas antidiabetes dari tanaman kumis kucing
Jenis Ekstrak

Hasil Pengamatan

In vitro/ In
vitro

Komposisi Kimia

Ekstrak air
- Penurunan glukosa plasma pada tikus normal dan tikus diinduksi STZ* In vivo
diamati pada konsentrasi ekstrak 1.0 g/kg bb dan hasil yang sama diperoleh
dari
tanaman
pada konsentrasi 0.5 g/kg bb diberikan setiap hari selama 14 hari
(Sriplang et al.
- Berpotensi meningkatkan sekresi insulin pada konsentrasi ekstrak 100 µg/ml.
2007)
Ekstrak etanol - Pengamatan selama 0.5-12 jam tikus diinduksi STZ menunjukkan penurunan
In vivo
dari akar (Rao et level glukosa gula darah setelah 2 jam pada konsentrasi ekstrak 200-800 mg/kg
al. 2014)
dengan efektivitas ekstrak pada konsentrasi 800 mg/kg sebanding dengan
glibenklamida (600 µg/kg)
- Pengujian selama 4 minggu tikus diinduksi STZ menunjukkan penurunan level
glukosa gula darah setelah seminggu pada konsentrasi ekstrak 200-800 mg/kg
dan efektivitas ekstrak pada konsentrasi 400 mg/kg sebanding dengan
glibenklamida (600 µg/kg).
- Setelah 4 minggu perlakuan tidak ada perubahan signifikan dari level insulin,
terjadi penurunan glukosa-6-fosfatase dan peningkatan glukosa-6-fosfat
dehidrogenase dan level glikogen yang signifikan.
Ekstrak
- Menghambat kenaikan gula darah tikus yang diberi 150 mg/kg bb glukosa
In vivo
petroleum eter, secara subkutan oleh 1 g/kg bb ekstrak CHCL3
- Pemurnian berdasarkan uji biologis (bioassay-guided purification)
CHCL3,
metanolik dan menunjukkan CHCL3 fraksi 2 B (Cƒ2B) sebagai fraksi aktif
air dari daun - subfraksi Cƒ2-B tidak memiliki efek hipoglikemik terhadap tikus diabetes akut
(Mohamed et al. - Cƒ2-B tidak memiliki efek stimulan terhadap sekresi insulin atau pada level
gula darah tikus diabetes
2011)

- Flavonoid
- Fenolik

Ekstrak etanol
50 persen daun (Mohamed et al. 2012)
-

• 3 hidroksi-5,6,7,4’
tetrametoksiflavon
• Sinensitin
• Eupatorin

Menghambat kerja enzim α-glukosidase :
IC50 ektrak etanol 50 persen 4.63 mg/ml
IC50 sinensetin 0.66 mg/ml
IC50 acarbose 1.93 mg/ml

In vitro

-

Senyawa
Teridentifikasi
-

-

• Terpenoid
• Flavonoid

Sinensitin

Ekstrak CHCL3
(Cf2-b)
daun
(Mohamed et al.
2013)

Ekstrak etanol
50 persen daun
(Mohamed et al.
2015)

Menghambat kerja enzim α-amilase:
IC50 ekstrak etanol 50 persen 36.70 mg/ml
IC50 sinensetin 1.13 mg/ml
IC50 acarbose 4.89 mg/ml
Studi in vivo menunjukkan pemberian ekstrak CHCL3 subfraksi 2 (Cf2-b)
pada konsentrasi 1 g/kg (bb) dua kali pada tikus diabetes menurunkan level
gula darah akhir tapi tidak ada perubahan level plasma insulin dibandingkan
sebelum perlakuan.
- Studi in vitro menunjukkan Cf2-b pada konsentrasi 2 mg/mL secara
signifikan meningkatkan asupan glukosa oleh otot diafragma tikus dan
menurunkan penyerapan gula di jejunum pada konsentrasi ekstrak 0.5-2
mg/mL.
Penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase diamati pada tikus normal setelah
diberi pati dan sukrosa dan tikus diabetes diinduksi strepzotocin (STZ) setelah
pemberian pati pada konsentrasi 1000 mg/kg.
-

In
vivo • Terpenoid
dan
in • Flavonoid
vitro
3’hidroksi 5,6,7,4’tetrametoksiflavon (0.58
persen)
Sinensitin (1.48 persen)
Eupatorin (2.26 persen)
In vivo

• 3’hidroksi-5,6,7,4’tetrametoksiflavon (1.02
persen),
• Sinensetin (3.76 persen)
• Eupatorin (3.03 persen)

-

11

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 hingga Februari 2016 di
Laboratorium Technopark, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengering cabinet,
blender, freezer, ultrasonic bath (Bransonic Ultrasonic Cleaner model 8510E
MTH, Branson Ultrasonic Corporation, USA), rotary evaporator (Butchi
Rotavapor R-210, BÜCHII Labortechnik, Switzerland), dengan pompa vakum
(Buchi B-169 vacum system, BÜCHII Labortechnik, Switzerland), labu pemisah,
pengering beku (Gamma 2-16 LSC, Martin Christ Gefriertrocknungsanlagen
GmbH, Germany), microplate reader (Epoch Microplate Spectrophotometer,
BioTek® Instruments Inc., USA), inkubator, FTIR (Tensor 37, Bruker Optik
GmbH, Germany) dilengkapi detektor DTGS (deuterated triglycine sulphate),
peralatan kempa manual (Shimadzu, Tokyo, Jepang), peranti lunak OPUS versi
4.2 (Bruker Optik GmbH, Karlsruhe, Jerman), peranti lunak XLSTAT versi 2012
(Addinsoft, New York, Amerika Serikat), 500 MHz 1H NMR (Varian INOVA
NMR Spectrometer, Varian Inc., USA), perangkat lunak Chenomx software (v.
5.1, Alberta, Canada) dan 2D NMR (1H–1H J-resolved, Homonuclear Correlation
Spectroscopy (COSY) dan heteronuclear multiple bond correlation (HMBC)),
perangkat lunak SIMCA-P versi 13.0 (v. 13.0, Ulmetrics, Umeá, Swedia) dan
peralatan lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kumis kucing
yang terdiri dari daun, ranting dan bunga diperoleh dari daerah Nagrak, Sukabumi.
Bahan untuk ekstraksi dan fraksinasi yaitu metanol (Merck, USA), heksana
(Merck, USA), kloroform (Merck, USA) dan n-butanol (Merck, USA). Bahan
untuk uji bioaktivitas yaitu KH2PO4 (Sigma Aldrich P0662), K2HPO4 (Sigma
Aldrich P3786), p-nitrofenill-α-D-glukopiranosida (Sigma Aldrich N1377),
DMSO (Merck, USA), akarbosa (Glucobay®, PT. Bayer Indonesia), enzim αglukosidase Bacillus stearothermophilus (Sigma Aldrich G3651), natrium
karbonat (Sigma Aldrich 223530), DPPH (Sigma Aldrich D9132), Etanol (Merck,
USA), kuersetin (Sigma Aldrich 337951). Bahan untuk uji profil kimia berupa
KBr dan MeOD.
Metode
Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1) persiapan sampel, 2)
ekstraksi dan fraksinasi dan 3) analisis. Diagram alir penelitian disajikan pada
Gambar 3
Pra-perlakuan
Sebanyak 3 kg kumis kucing segar disortir dan dikeringkan dengan
pengering kabinet pada suhu 45 °C selama 8 jam. Tanaman kumis kucing kering

13
ditepungkan menggunakan blender. Sebanyak 531 g tepung tanaman kumis
kucing dikemas dalam 3 plastik tertutup untuk 3 kali ekstraksi. Sampel disimpan
di dalam freezer pada suhu -20 °C sampai dilakukan proses ekstraksi.

Tahap 1. Persiapan Sampel

Kumis kucing segar
Pengeringan dengan pengering kabinet pada suhu
45 ⁰C selama 8 jam

Pengecilan ukuran sampel (blender) menjadi bubuk
Pengemasan dalam kemasan plastik tertutup
Penyimpanan dalam freezer (-20 0C) sebelum
diproses lebih lanjut
Bubuk kumis kucing dalam kemasan

………………………………………………………………………………………
Bubuk kumis kucing ditambahkan metanol 80 persen 1:3 (v/v)

Sonikasi 30 menit, Truang

Tahap 2.
Ekstraksi dan
fraksinasi

Penyaringan

100 ml metanol 80 persen

Pemekatan (rotavapor)

Penyaringan

Ekstrak pekat

Metanolik (M)

Ekstrak metanolik pekat dilarutkan di dalam air

Heksana (H)

Kloroform (K)
Kloroform
(K)

Butanol (B)

Fraksinasi cair-cair, heksana
sinasi cair-cair, heksana
Residu
Fraksinasi cair-cair, kloroform
sinasi cair-cair, heksana
Residu

Pe
Fraksinasi cair-cair, butanol
sinasi cair-cair, heksana
Pena