PENENTUAN AKTIVITAS DAN KONDISI KERJA ENZIM

19 terbaca. Oleh karena itu, penggunaan pupuk tanaman yang mengandung nitrogen seperti urea juga bisa menjadi penyebab tingginya kadar protein tersebut. Komponen proksimat terakhir yang juga dianalisa pada tepung iles-iles adalah lemak kasar. Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen meliputi asam lemak, sterol, monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid termasuk di dalamnya getah dan steroid dan lain-lain. Lemak terdapat hampir pada semua jenis bahan pangan, tetapi dengan kandungan yang berbeda-beda tergantung dari sumber bahan pangan tersebut. Lemak dalam bahan pangan biasanya berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan, dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau. Berdasarkan analisis kadar lemak kasar, didapatkan hasil bahwa lemak yang terdapat pada tepung iles-iles ini cukup tinggi yaitu sebesar 1.45 bk. Kadar lemak ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nurjanah 2010 yang hanya 0.04 bk. Tingginya kadar lemak ini diduga disebabkan oleh tingginya zat-zat yang terlarut dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid atau klorofil. Kadar lemak yang terlampau tinggi kurang menguntungkan dalam proses penyimpanan tepung karena dapat mempengaruhi ketengikan. Biasanya lemak dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya dimana lemak akan berikatan kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Selain itu, sebagian besar lemak akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga berbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati Collison 1968.

4.2 PENENTUAN AKTIVITAS DAN KONDISI KERJA ENZIM

 -AMILASE, XILANASE DAN SELULASE Aktivitas enzim disebut juga sebagai kinetik enzim, yaitu kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: suhu, pH, kadar substrat, kadar enzim, inhibitor dan aktivator. Aktivitas enzim dapat dihitung dengan mengukur jumlah produk yang terbentuk, menghitung berkurangnya substrat dalam satuan waktu tertentu atau dengan peningkatan dan penurunan koenzim. Metode yang digunakan dalam menghitung aktivitas enzim adalah dengan mengukur perubahan absorbans dalam satuan waktu, pH dan suhu tertentu sewaktu reaksi berjalan. Enzim yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis, yaitu: α-amilase, xilanase dan selulase. Ketiga aktivitas dan kondisi kerja enzim tersebut disajikan pada Tabel 4. Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam aktivitas enzim adalah pH. Enzim memerlukan pH tingkat keasaman optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat mengalami perubahan bentuk jika keasaman berubah. Menurut Wiseman 1985, pengaruh pH terhadap aktivitas enzim antara lain mempengaruhi pembentukan kompleks enzim dengan substrat, stabilitas enzim, kapasitas buffer, nilai K m dan V maks . Di luar pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan sehingga menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. 20 Tabel 4 . Aktivitas enzim α-amilase, xilanase dan selulase Enzim Suhu ºC pH Aktivitas Uml α-amilase 50 6 10.47 65 6 30.44 95 6 674.44 Xilanase 50 6 182.2 Selulase 60 5 440.56 Derosya 2010 Menurut Naz 2002, enzim -amilase akan menunjukkan aktivitas maksimum pada kondisi asam dengan kisaran pH antara 4.5 – 7.0. Namun, bentuk kurva aktivitas dan titik optimal pH berbeda-beda tergantung dari asal enzim tersebut. Dalam menentukan pH optimum enzim ini, digunakan buffer fosfat 0.1 M sitrat 0.2 M pH 5.0, 5.2, 5.4, 5.6, 5.8 dan 6.0. Adapun tujuan dari penggunaan buffer ini adalah untuk membuat pH relatif konstan selama proses karena aktivitas enzim sensitif terhadap perubahan pH. Selain itu, Sunarti et al. 2004 juga menyebutkan penggunaan buffer asam lemah maupun basa lemah bertujuan untuk mengurangi dampak yang tidak diinginkan dari reaksi yang terjadi. Berdasarkan hasil pengujian, dari keenam pH yang digunakan aktivitas optimum enzim α- amilase berada pada pH 6 yaitu sebesar 674.44 Uml. Dari informasi mengenai pH optimum tersebut, maka hidrolisis pati pada tepung iles-iles dilakukan pada pH 6 agar diperoleh kondisi proses yang terbaik sehingga hasil yang optimal dapat tercapai. Selain pH, suhu juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktivitas enzim. Suhu dimana konsentrasi produk yang dihasilkan paling tinggi dinyatakan sebagai suhu optimal. Selain penentuan aktivitas enzim pada suhu optimumnya yaitu 95ºC, dilakukan juga penentuan aktivitas α- amilase pada suhu 50ºC dan 65ºC. Hal ini dilakukan karena pada penelitian utama akan diberi dua perlakuan suhu, yaitu: 50ºC dan 65ºC. Penggunaan suhu yang rendah ini dilakukan berdasarkan penelitian Nurjanah 2010 yang menyebutkan bahwa perlakuan suhu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap kekentalan tepung glukomanan, dimana kekentalan akan semakin menurun dengan semakin tingginya suhu. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Glicksman 1969 yang menyebutkan bahwa kekentalan larutan dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi, muatan, perlakuan panas dan perlakuan mekanis. Selain itu, enzim xilanase dan selulase yang digunakan memiliki aktivitas tertinggi pada suhu rendah, namun hal tersebut tidak berlaku pada enzim α-amilase yang termostabil. Oleh karena itu, dilakukan perpanjangan waktu hidrolisis selama 2 jam. Melalui pengujian aktivitas enzim, maka didapatkan aktivitas enzim α-amilase pada suhu 50ºC dan 65ºC masing-masing 10.47 Uml dan 30.44 Uml. Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan menghidrolisis hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan atau polimer dari xilosa dan xilooligosakarida. Xilanase umumnya merupakan protein kecil dengan berat molekul antara 15,000 – 30,000 Dalton, aktif pada suhu 55°C dengan pH 9 Richana 2008. Richana 2008 juga menyebutkan bahwa xilanase lebih stabil pada suhu 60°C dan pH normal. Dalam penentuan aktivitas enzim xilanase pada penelitian ini, pH buffer fosfat sitrat yang digunakan adalah pH 6 dengan suhu 50ºC. Pada kondisi kerja tersebut, didapatkan aktivitas xilanase 21 sebesar 182.2 Uml. Adapun pH dan suhu yang digunakan dalam penentuan aktivitas ini berbeda dengan pH dan suhu yang disebutkan oleh Richana 2008. Hal ini terjadi karena asal enzim dapat mempengaruhi bentuk kurva aktivitas dan titik optimal pH enzim tersebut. Selulase adalah nama untuk semua enzim yang dapat memutuskan i katan glikosidik β-1,4 glikosidik dalam selulosa, selodekstrin dan selobiosa serta turunan selulosa lainnya. Selulase sesungguhnya adalah enzim yang kompleks sehingga dapat mendegradasi selulosa membentuk monosakaridanya yaitu glukosa. Dalam penentuan aktivitas selulase, kondisi kerja enzim yang digunakan yaitu buffer fosfat sitrat pH 5 dengan suhu inkubasi 50ºC. Penggunaan pH 5 dan suhu 60ºC ini juga berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Derosya 2010. Setelah dilakukan pengujian, didapatkan aktivitas enzim selulase pada pH 5 dan suhu 60ºC yaitu sebesar 440.56 Uml. Dengan diketahuinya aktivitas optimum enzim selulase ini, maka dapat diketahui banyaknya volume enzim yang akan ditambahkan saat hidrolisis selulosa pada tepung iles-iles dengan konsentrasi enzim tertentu.

4.3 PEMILIHAN JENIS ENZIM DALAM PEMURNIAN GLUKOMANAN