Rheology and Physicochemical Properties of Spray Dried Glucomannan Extracted From Elephant Foot Yam (Amorphophallus oncophyllus) Tuber

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PROSES PENGERINGAN GLUKOMANNAN DARI UMBI ILES-ILES KUNING (Amorphophallus oncophyllus) DENGAN

PENGERING SEMPROT SERTA KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN REOLOGINYA

Oleh : IRENE F24051137

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MEMPELAJARI PROSES PENGERINGAN GLUKOMANNAN DARI UMBI ILES-ILES KUNING (Amorphophallus oncophyllus) DENGAN

PENGERING SEMPROT SERTA KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN REOLOGINYA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: IRENE F24051137

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Judul Skripsi : Mempelajari Proses Pengeringan Glukomannan Dari Umbi Iles-iles Kuning (Amorphophallus oncophyllus) dengan Pengering Semprot Serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Reologinya

Nama : Irene

NIM : F24051137

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr.Eko Hari Purnomo,STP,M.Sc) (Dr.Ir.Risfaheri, MS,APU) NIP: 19760412 199903 1 004 NIP: 19640117 198903 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814 199022 1 001


(4)

Irene. F24051137. Mempelajari Proses Pengeringan Glukomannan Dari Umbi Iles-Iles Kuning (Amorphophallus oncophyllus) Dengan Pengering Semprot Serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Reologinya. Di bawah bimbingan Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc. dan Dr. Ir. Risfaheri, MS, APU. 2010

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai jenis serealia dan umbi-umbian yang kaya akan karbohidrat. Salah satu umbi-umbian yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia adalah iles-iles. Umbi iles-iles mengandung dua komponen penting yaitu glukomannan atau yang biasa disebut mannan dan kalsium oksalat. Umbi iles-iles yang memiliki kandungan glukomannan paling tinggi yaitu umbi iles-iles kuning (Amorphophallus oncophyllus). Tepung mannan merupakan tepung yang dibuat dari umbi iles-iles dan mempunyai kandungan glukomannan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lain pada tepung tersebut. Glukomannan mempunyai beberapa sifat yang istimewa antara lain dapat membentuk larutan yang kental dalam air, dapat membentuk gel, dan dapat membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan penambahan NaOH atau gliserin.

Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan ekstraksi glukomannan dalam air untuk kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering semprot (spray dryer). Selanjutnya dilakukan analisis pada tepung mannan yang dihasilkan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan reologinya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil yaitu perlakuan yang dipilih untuk ekstraksi glukomannan adalah pengecilan ukuran dengan diparut dan pergantian air bertahap sebanyak empat kali dengan perbandingan total umbi : air = 1:20. Pencegahan browning dilakukan dengan perendaman umbi yang telah mengalami pengecilan ukuran ke dalam larutan natrium metabisulfit konsentrasi 1000 ppm.

Rendemen dan derajat kecerahan tepung mannan skala laboratorium paling tinggi diperoleh dari slurry dengan perlakuan parut dan pergantian air bertahap yaitu sebanyak 3.10 % dan lightness (L) sebesar 98.74. Rendemen tepung mannan skala pilot plant adalah sebesar 3.15%. Komposisi kimia tepung mannan skala pilot plant antara lain kadar air 9.96% (bb), kadar abu 6.70% (bk), kadar protein 5.64% (bk), kadar lemak 1.16% (bk), dan kadar karbohidrat by difference 86.49% (bk). Derajat kecerahan (L) tepung mannan skala pilot plant

adalah sebesar 90.37, sedangkan derajat putihnya adalah sebesar 87.64. Derajat kecerahan dan derajat putih tepung mannan hasil spray drying, baik pada skala laboratorium maupun skala pilot plant lebih tinggi dibandingkan derajat kecerahan dan derajat putih tepung mannan komersial. Kadar glukomannan dan rendemen glukomannan yang diperoleh dari rata-rata dua kali ulangan masing-masing sebesar 42.99% (bb) dan 21.39%, dimana kadar glukomannan pada umbi iles-iles segar adalah 6.29% (bb). Tepung mannan hasil spray drying bersifat mudah larut ketika direhidrasi dengan air.

Berdasarkan karakteristik reologinya, viskositas larutan tepung mannan hasil spray drying pada konsentrasi 10% (b/v) cenderung tidak memiliki ketergantungan terhadap shear rate dan waktu sedangkan pada konsentrasi 11% (b/v) larutan tepung mannan hasil spray drying bersifat pseudoplastik dan


(5)

thiksotropik. Pengaruh pemanasan hingga suhu 90OC menyebabkan viskositas larutan tepung mannan hasil spray drying konsentrasi 10% (b/v) dan 11% (b/v) mengalami penurunan. Oleh karena viskositas terukurnya yang rendah, dapat disimpulkan bahwa tepung mannan hasil spray drying tidak dapat digunakan sebagai bahan pengental maupun bahan pembentuk gel. Sebagai pembanding, juga dilakukan pengukuran karakteristik reologi pada tepung mannan yang diperoleh dari sumber yang berbeda yaitu tepung mannan hasil drum drying, tepung mannan hasil cara konvensional (cara kering), dan tepung mannan komersial yang dijual di pasaran.


(6)

Irene. F24051137. Rheology and Physicochemical Properties of Spray Dried Glucomannan Extracted From Elephant Foot Yam (Amorphophallus oncophyllus) Tuber. Supervised by Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc. dan Dr. Ir. Risfaheri, MS, APU. 2010

SUMMARY

Indonesia has many kinds of cereals and tubers which are rich in carbohydrates. One of the potential tubers in Indonesia is elephant foot yam, also known as iles-iles. Elephant foot yam has two important compounds, glucomannan and calcium oxalate. Mannan flour is made from elephant foot yam tuber and has more glucomannan content than the other component in that flour. Glucomannan has many special characteristics, such as capable to form thick solution in water, capable to form gel and capable to form thin and water impermeable film by adding sodium hydroxide or glycerin.

First stage in this research was glucomannan extraction in water, then the glucomannan extract (also called slurry) was dried using spray dryer. During drying process, the solid compounds including glucomannan became flour. Then, some analysis were performed to evaluate the physicochemical and rheological characteristics of the mannan flour.

Based on result of the research, grating was the chosen treatment used for tuber size reduction. Meanwhile, gradual water changing for 4 times (ratio of tuber: water was 1:5 for one time water changing, thus the total ratio of tuber : water was 1:20) was the chosen treatment for glucomannan extraction. Browning prevention was performed by soaked the size reduced tuber in 1000 ppm sodium metabisulfite solution for 10 minutes.

The highest yield and lightness value on mannan flour obtained from laboratory scale production is from slurry which came from the grating treatment and gradual water changing. The yield and lightness value are 3.10% and 98.74, respectively. Output of mannan flour obtained from pilot plant scale production is 3.15%. Based on result of proximate analysis, mannan flour obtained from pilot plant scale production has 9.96% of water content, 6.70% of ash content, 5.64% of protein content, 1.16% of fat content, and 86.49% of carbohydrate content (by difference). The lightness value of mannan flour obtained from pilot plant scale production is 90.37, while the whiteness value is 87.64. The lightness and whiteness value of mannan flour, both from laboratory scale and pilot plant scale production, are higher than the lightness and whiteness value of commercial mannan flour. Glucomannan content and glucomannan yield of mannan flour are 42.99% and 21.39%, respectively. The elephant foot yam tuber which is used as raw material has 6.29% glucomannan content. Mannan flour obtained from spray drying process has good solubility when rehydrated in water.

According to rheology characteristics, viscosity of 10% (b/v) mannan flour solution showed no dependency to shear rate and time while viscosity of 11% (b/v) mannan flour solution showed pseudoplastic and thixotropic behavior. Viscosity of 10% (b/v) and 11% (b/v) mannan flour solution decreased due to the heating process until it reached temperature 90OC. Due to the low measured viscosity, mannan flour obtained from spray drying process cannot be used as thickener and gelling agent. Same rheology measurements were also done to


(7)

mannan flour obtained from different sources, such as drum drying method, conventional (oven drying) method, and commercial mannan flour.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 November 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ferry Wijaya dan Ng Sauw Ping. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1990 di TKK IPEKA Sunter, Jakarta, dilanjutkan ke SDK IPEKA Sunter, Jakarta pada tahun 1993. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di SMPK IPEKA Sunter , Jakarta dan pada tahun 2002 penulis menempuh pendidikan di SMAK 3 BPK Penabur Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2005.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan

organisasi antara lain anggota divisi humas pada LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) XV, anggota tim soal pada LCTIP XVI, pengurus HIMITEPA 2008 sebagai anggota divisi humas, ketua panitia SEGILIMA(Studium General Alumni dan Mahasiswa) 2008, ketua panitia Training ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 di IPB, anggota Paduan Suara Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan sebagainya. Seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis antara lain Seminar Pangan Fungsional IFOODEX 2007, Training ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, International Symposium Probiotic for Healthy Gut Function, Workshop Nasional Mahasiswa Teknologi Pangan dan Gizi Masyarakat, Seminar Fruit and Vegetable Juice for Health dan sebagainya. Penulis dan tim juga pernah menjadi juara pertama pada Lomba Desain Produk Agroindustri skala nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya, Malang pada tahun 2009.

Penulis melakukan penelitian untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul “Mempelajari Proses Pengeringan Glukomannan dari Umbi Iles-iles Kuning (Amorphophallus oncophyllus) Dengan Pengering Semprot Serta Karakterisasi Fisikokimia dan Reologinya.” di bawah bimbingan Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc. dan Dr.Ir. Risfaheri,MS.,APU.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam mengerjakan penelitian dan menyelesaikan skripsi, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dibawah ini.

1. Dr. Eko Hari Purnomo, STP,M.Sc sebagai pembimbing I atas waktu dan kesempatan yang diluangkan untuk memberikan saran dan kritik yang berguna untuk skripsi ini. Terima kasih juga untuk nasihat dan motivasi


(9)

yang diberikan bapak serta kesabarannya selama menjadi dosen pembimbing.

2. Dr. Ir. Risfaheri, MS.,APU. sebagai pembimbing II atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan untuk memberikan saran, kritik, dan arahan untuk skripsi ini.

3. Ibu Elvira Syamsir, STP, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan masukan yang berguna untuk skripsi ini.

4. Tim iles-iles: Ir. Edy Mulyono, MS., Asep. W. Permana, STP, M.Si., Fajar Kurniawan, STP., Misgiyarta, SP, M.Si atas kerjasama dan bantuannya baik secara moril maupun material sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan baik.

5. Keluarga tercinta: Papa, mama, dan Irka atas dukungan, kasih sayang dan bantuannya yang tak terhingga kepada penulis.

6. Candy Pranata, S.Ds. dan keluarga atas dukungan, perhatian dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Seluruh staf pengajar Departemen ITP atas bekal ilmu yang telah diberikan.

8. Teman-teman se-lab di BB Pascapanen: Dony, Novia, Esti, Dina, Binda, Tomy, Septian, Agung, Nanto, Iput, Wulan, Mbak Dian, Mbak Wiwit, dll atas kebersamaan dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.

9. Teman-teman terdekat selama kuliah di IPB: Belinda, Diana, Sisi, Eveline, Yusi, Ola, Tuthie, Chacha, dan Citra atas persahabatan dan dukungan moril yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB dengan baik.

10.Teman-teman ITP 42, “The Golden Generation”: Tere, Vero, Ela, Cath, Wiwi, Waisak, Glen, Suhendri, Marcel, Rheiner, Kenchi, Kalista, Kamlit, Tjan, Oloan, Isna, Siyam, Venty, Fahmi, Galih N, Galih Ika, Arya, Dina, Esther, Sina, Midun, Santy, dan nama-nama lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan yang tak ternilai selama penulis kuliah di ITP.


(10)

11.Kakak-kakak ITP 40 dan 41, teman-teman ITP 43: Stephanie, Feriana, Mario, Erinna, Prima, Step GH, Daisy, Margie, Yurin, Fenny, Richie, Syenny, Bojes, Saphie, Stella, Chink2, Nina, Widi, Risma, Diyah, dll, juga kepada Daniel dan Reggie atas dukungannya kepada penulis.

12.Sahabat-sahabat terdekat dari TK hingga SMA: Margaret, Melvy, Edina, Agnes, Indri, Amelia, Risna, Fira, Lydia, Suryani, dan Esther atas doa dan dukungannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman lain di Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

13.Teknisi-teknisi yang telah membantu penulis, di BB Pascapanen (Mas Tri, Mas Yudi, Mas Marwan, Pak Atok, Bu Dini, Bu Pia, Mbak Meli, Mbak Citra, Pak Adom,dll), SEAFAST (Abah, Pak Jun, Pak Deni, Pak Iyas), dan Balai Mektan (Pak Gimin, Pak Khotib, dan Pak Wayan).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juni 2010 Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

Riwayat Hidup ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. UMBI ILES-ILES (Amorphophallus oncophyllus) ... 4

B. GLUKOMANNAN ... 5

C. PENGERINGAN SEMPROT (Spray Drying) ... 8


(11)

E. PERILAKU ALIRAN FLUIDA ... 11

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIFAT REOLOGI ... 15

G. WARNA ... 18

III.METODOLOGIPENELITIAN ... 20

A. BAHAN DAN ALAT ... 20

B. METODE PENELITIAN ... 20

1. Penelitian Pendahuluan ... 20

a) Penentuan Konsentrasi Perendaman Natrium Metabisulfit ... 21

b) Ekstraksi Glukomannan dari Umbi Iles- iles Segar ... 21

2. Penelitian Utama ... 24

a) Pembuatan Tepung Mannan dari Umbi Iles-iles ... 24

b) Kondisi Proses Spray Dryer ... 24

c) Analisis Sifat Fisikokimia Tepung Mannan ... 25

C. METODE ANALISIS ... 26

1. Penentuan Rendemen Tepung dan Rendemen Glukomannan ... 26

2. Analisis Kadar Air ... 27

3. Analisis Kadar Abu ... 27

4. Analisis Kadar Protein ... 28

5. Analisis Kadar Lemak ... 28

6. Pengukuran Derajat Kecerahan dan Derajat Putih ... 29

7. Analisis Kadar Glukomannan ... 29

8. Analisis Mikrostruktur Kalsium Oksalat Menggunakan Mikroskop Polarisasi ... 30

9. Analisis Kandungan Sulfur Dioksida ... 31

10. Karakteristik Reologi Larutan Tepung... 31

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 34


(12)

a) Analisis Proksimat Umbi Iles-iles Segar... 34

b) Analisis Kadar Glukomannan ... 36

c) Analisis Mikrostruktur Kalsium Oksalat ... 36

2. Persiapan Bahan ... 37

a) Residu Sulfur Dioksida (SO2) Chips Iles-iles Basah pada Perendaman Berbagai Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 37

b) Derajat Kecerahan Irisan Iles-iles Sebelum dan Setelah Dikeringkan ... 39

3. Ekstraksi Glukomannan ... 42

a) Pengukuran Viskositas, Kadar Air, dan Berat Jenis Slurry Glukomannan ... 42

b) Pengukuran Kadar Glukomannan Slurry dan Persentase Glukomannan yang Terekstrak ... 44

B. PENELITIAN UTAMA ... 48

1. Rendemen ... 48

a) Rendemen Tepung Hasil Pengeringan dengan Spray Dryer Skala Laboratorium ... 48

b) Rendemen Tepung Hasil Pengeringan dengan Spray Dryer Skala Pilot Plant ... 49

2. Analisis Proksimat Tepung Mannan ... 49

3. Derajat Kecerahan dan Derajat Putih Tepung Mannan ... 51

4. Kadar Glukomannan dan Rendemen Glukomannan Tepung Mannan ... 53

5. Mikrostruktur Kalsium Oksalat pada Tepung Mannan ... 55

6. Residu Sulfit Tepung Mannan ... 56

7. Karakteristik Reologi Tepung Mannan ... 56

a) Pengaruh Shear Rate (Laju Geser) Terhadap Viskositas ... 56 b) Pengaruh Lama Pengadukan Terhadap


(13)

Viskositas ... 65

c) Pengaruh Suhu Terhadap Viskositas ... 72

C. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. KESIMPULAN ... 81

B. SARAN ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 91

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Beberapa Jenis Umbi Amorphophallus sp ... 6

Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomannan Murni dari Iles-iles ... 8

Tabel 3. Interpretasi Warna Hue pada Bola Imajiner Munsell ... 19

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat pada Umbi Iles-iles Segar ... 35

Tabel 5. Data Nilai a, b, dan 0Hue pada Irisan Iles-iles Sebelum dan Setelah Dikeringkan pada Perendaman Berbagai Konsentrasi Na-metabisulfit ... 42

Tabel 6. Viskositas Slurry Setelah Ekstraksi dan 24 Jam Setelah Ekstraksi pada Setiap Perlakuan ... 44

Tabel 7. Hasil Analisis Proksimat pada Tepung Mannan Hasil Spray Drying skala Pilot Plant ... 50

Tabel 8. Derajat Kecerahan (Lightness) dan Derajat Putih (Whiteness) Tepung Mannan hasil Spray Drying Skala Laboratorium dan Tepung Mannan Komersial Lokal ... 51

Tabel 9. Model Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Spray Drying pada Suhu 28OC ... 58

Tabel 10. Model Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Drum Drying pada Suhu 28OC ... 59

Tabel 11. Model Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan dari Cara Mekanik Kering pada Suhu 28OC ... 60

Tabel 12. Model Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Komersial pada Suhu 28OC ... 61

Tabel 13. Model Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Gaya Geser Larutan Tepung Mannan Hasil Drum Drying pada Shear Rate 100 1/s dan suhu 28OC ... 67


(14)

Tabel 14. Model Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Gaya Geser Larutan Tepung Mannan dari Cara Mekanik Kering pada

Shear Rate 100 1/s dan Suhu 28OC ... 69

Tabel 15. Model Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Spray Drying pada Shear Rate 100 1/s ... 74

Tabel 16. Model Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap Viskositas Terukur Tepung Mannan Hasil Drum Drying pada Shear Rate 100 1/s ... 76

Tabel 17. Model Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap Viskositas Terukur Tepung Mannan dari Cara Mekanik Kering pada Shear Rate 100 1/s ... 77

Tabel 18. Model Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap Viskositas Terukur Tepung Mannan Komersial pada Shear Rate 100 1/s ... 78

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Umbi Iles-iles ... 5

Gambar 2. Struktur Molekul Glukomannan ... 6

Gambar 3. Konyaku dan Shirataki, Produk Pangan Olahan Tepung Glukomannan ... 8

Gambar 4. Tahapan Pengeringan pada Spray Dryer ... 10

Gambar 5 Klasifikasi Fluida Berdasarkan Perilaku Alirannya ... 11

Gambar 6. Kurva Aliran Fluida Newtonian ... 12

Gambar 7. Kurva Aliran Fluida Bingham Plastik ... 13

Gambar 8. Kurva Aliran Pseudoplastik ... ... 14

Gambar 9. Kurva Aliran Dilatan ... 14

Gambar 10. Kurva Aliran Thiksotropik ... 15

Gambar 11. Kurva Aliran Rheopektik ... 15


(15)

Gambar 13. Tahap Ekstraksi Glukomannan dari Umbi Iles-iles Segar ... 23

Gambar 14. Pembuatan Tepung Mannan dari Umbi Iles-iles ... 24

Gambar 15. Lab Plant Spray Dryer SD-01 di Balai Besar Litbang Pascapanen, Bogor ... 25

Gambar 16. Pengering Semprot (Spray Dryer) Skala Pilot Plant di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian ... 25

Gambar 17. Mikroskop Polarisasi di Balai Besar Litbang Pascapanen ... 30

Gambar 18. Haake Viscometer ... 32

Gambar 19. Sensor NV pada Haake Viscometer ... 32

Gambar 20. Sensor jenis SV1 dan SV2 pada Haake Viscometer ... 33

Gambar 21. Mikrostruktur kalsium oksalat pada umbi iles-iles segar dengan mikroskop polarisasi ... 37

Gambar 22 Residu Sulfit Irisan Iles-iles pada Berbagai Konsentrasi Perendaman Na-metabisulfit ... 39

Gambar 23 Derajat Kecerahan Irisan Basah (sebelum dikeringkan) dan Irisan Kering (setelah dikeringkan) pada Perendaman Berbagai Konsentrasi Na-metabisulfit ... 40

Gambar 24 Data Berat Jenis Slurry dari Setiap Perlakuan ... 45

Gambar 25 Kadar Glukomannan Slurry pada Setiap Perlakuan ... 46

Gambar 26 Persentase Glukomannan yang Terekstrak ke Slurry dari Berbagai Perlakuan ... 47

Gambar 27 Rendemen Tepung Mannan yang Diperoleh dari Proses Spray Drying Skala Laboratorium ... 49

Gambar 28 Perbandingan antara Tepung Mannan Hasil Spray Drying dan (B) tepung mannan komersial lokal ... 52

Gambar 29 Mikrostruktur Kalsium Oksalat pada Tepung Mannan Hasil Spray Drying Skala Pilot Plant ... 55

Gambar 30 Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Spray Drying ... 58

Gambar 31 Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Drum Drying ... 59

Gambar 32 Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Cara Mekanik Kering ... 60

Gambar 33 Pengaruh Shear Rate terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Komersial ... 63

Gambar 34 Pengaruh Shear Rate 0-400 1/s terhadap Viskositas Terukur Tepung Mannan Hasil Drum Drying, Tepung Mannan Cara Mekanik Kering, dan Tepung Mannan Komersial Konsentrasi 10%. ... 63

Gambar 35 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Spray Drying ... 65

Gambar 36 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Laju Breakdown (B) Larutan Tepung Mannan Spray Drying Konsentrasi 11% ... 65

Gambar 37 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Drum Drying ... 66

Gambar 38 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Laju Breakdown (B) Larutan Tepung Mannan Hasil Drum Drying ... 68


(16)

Gambar 39 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Viskositas

Terukur Larutan Tepung Mannan Cara Kering ... 69 Gambar 40 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Laju Breakdown (B)

Larutan Tepung Mannan Cara Mekanik Kering ... 70 Gambar 41 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Viskositas

Terukur Larutan Tepung Mannan Komersial ... 72 Gambar 42 Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Viskositas

Terukur Tepung Mannan hasil Spray Drying, Tepung Mannan Hasil Drum Drying, Tepung Mannan Cara

Kering, dan Tepung Mannan Komersial Konsentrasi 10% ... 72 Gambar 43 Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap

Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Spray

Drying pada Shear Rate 100 1/s ... 74 Gambar 44 Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap

Viskositas Terukur Larutan Tepung Mannan Hasil Drum

Drying pada Shear Rate 100 1/s ... 75 Gambar 45 Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap

Viskositas Tepung Mannan Cara Mekanik Kering pada

Shear Rate 100 1/s ... 77 Gambar 46 Pengaruh Pemanasan dari Suhu 25OC-90OC terhadap

Viskositas Tepung Mannan Komersial pada Shear Rate

100 1/s ... 78 Gambar 47 Pengaruh Pemanasan Suhu 25OC-90OC terhadap

Viskositas Terukur Tepung Mannan Hasil Spray Drying, Tepung Mannan Hasil Drum Drying, Tepung

Mannan Cara Kering, dan Tepung Mannan Komersial

Konsentrasi 10% ... 79

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Analisis glukomannan umbi iles-iles segar ... 91 Lampiran 2. Nilai derajat kecerahan (lightness) chips iles-iles

sebelum dan setelah dikeringkan ... 92 Lampiran 3. Data kadar glukomannan pada slurry dari setiap

Perlakuan ... 93 Lampiran 4. Data bobot kuantitatif glukomannan dan persentase

glukomannan yang terekstrak ke slurry dari setiap

perlakuan ... 97 Lampiran 5. Data derajat kecerahan (lightness) tepung mannan hasil

spray drying skala laboratorium dan tepung mannan

komersial lokal ... 99 Lampiran 6. Data derajat putih (Whiteness) tepung mannan hasil spray


(17)

lokal ... 100 Lampiran 7. Hasil uji statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan terhadap

derajat kecerahan dan derajat putih tepung mannan hasil

spray drying dan tepung mannan komersial lokal ... 101 Lampiran 8. Data derajat kecerahan (lightness) tepung mannan hasil

spray drying skala besar ... 103 Lampiran 9. Data kadar glukomannan dan rendemen glukomannan

tepung mannan spray drying skala besar ... 104 Lampiran 10. Data residu sulfit tepung mannan hasil spray drying skala

pilot plant ... 105 Lampiran 11. Spesifikasi dan range pengukuran sensor NV pada

Haake Viscometer ... 106 Lampiran 12. Spesifikasi dan range pengukuran sensor SV1 dan SV2

pada Haake Viscometer... 107 Lampiran 13. Data pengaruh shear rate 0-1000 1/s terhadap viskositas

terukur tepung mannan hasil spray drying pada suhu

28OC ... 108 Lampiran 14. Data pengaruh shear rate 0-400 1/s terhadap viskositas

terukur tepung mannan hasil drum drying pada suhu

28OC ... 110 Lampiran 15. Data pengaruh shear rate 0-400 1/s terhadap viskositas

terukur tepung mannan cara kering pada suhu 28OC ... 113 Lampiran 16. Data pengaruh shear rate 0-400 1/s terhadap viskositas

terukur tepung mannan komersial pada suhu 28OC ... 116 Lampiran 17. Data pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas

terukur tepung mannan hasil spray drying pada suhu

28OC dan shear rate 100 1/s ... 119 Lampiran 18. Data pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas

terukur tepung mannan hasil drum drying pada suhu 28OC dan shear rate 100 1/s ... 121 Lampiran 19. Data pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas

terukur tepung mannan cara mekanik kering pada suhu

28OC dan shear rate 100 1/s ... 124 Lampiran 20. Data pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas

terukur tepung mannan komersial pada suhu 28OC dan

shear rate 100 1/s ... 127 Lampiran 21. Data pengaruh pemanasan dari suhu 25OC-90OC terhadap

viskositas terukur tepung mannan hasil spray drying pada

shear rate 100 1/s ... 130 Lampiran 22. Data pengaruh pemanasan dari suhu 25OC-90OC terhadap

viskositas terukur tepung mannan hasil drum drying pada

shear rate 100 1/s ... 134 Lampiran 23. Data pengaruh pemanasan dari suhu 25OC-90OC terhadap

viskositas terukur tepung mannan cara mekanik kering

pada shear rate 100 1/s ... 140 Lampiran 24. Data pengaruh pemanasan dari suhu 25OC-90OC terhadap

viskositas terukur tepung mannan komersial pada shear


(18)

I.

PENDAHULUAN

 

A. LATAR BELAKANG Indonesia mempunyai berbagai jenis serealia dan umbi-umbian

yang kaya akan karbohidrat. Salah satu umbi-umbian yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia adalah iles-iles atau yang juga dikenal dengan nama porang. Tanaman iles-iles di Indonesia sebenarnya telah dikenal sebagai salah satu umbi-umbian yang digunakan sebagai bahan pangan sejak zaman penjajahan Jepang. Spesies iles-iles di Indonesia yang banyak dijumpai antara lain A.oncophyllus, A.campanulatus, A. variabilis,

A.spectabillis, A. decumsilvae, A.muelleri, dan A. titanum yang lebih dikenal dengan bunga bangkai (Sufiani, 1993). Saat ini, iles-iles sudah mulai dibudidayakan secara komersial dan dimanfaatkan baik untuk industri pangan maupun non pangan. Melalui penanganan dan aplikasi teknologi proses, iles-iles dapat menjadi aset yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Nugroho, 2000).

Iles-iles dalam bentuk keripik atau tepung umumnya juga diekspor ke luar negeri, misalnya ke Jepang dan Korea Selatan. Volume ekspor iles-iles Indonesia pada tahun 1998-2001 bervariasi antara 179.000-260.000 kg (Lubis et al., 2004).

Umbi iles-iles mengandung glukomannan yang biasa disebut mannan atau konjac mannan (Lasmini, 2002). Mannan merupakan polimer dari D-mannosa dan D-glukosa. Umbi iles-iles sangat jarang dikonsumsi secara langsung karena mengandung kristal kalsium oksalat yang menyebabkan rasa gatal, sehingga harus diolah menjadi tepung terlebih dahulu. Tepung mannan merupakan tepung yang dibuat dari umbi iles-iles dan mempunyai kandungan glukomannan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lain pada tepung tersebut. Menurut Food Chemical Codex, tepung mannan di Amerika Serikat digunakan sebagai gelling agent, pengental, pembentuk film, dan emulsifier, sedangkan di China dan Jepang tepung mannan telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan tambahan pangan selama lebih dari seribu tahun (Zhang et al.,


(19)

2005). Selain itu tepung glukomannan juga dapat dimanfaatkan di industri non pangan misalnya sebagai bahan pengikat tablet di industri farmasi. Glukomannan mempunyai beberapa sifat yang istimewa antara lain dapat membentuk larutan yang kental dalam air, dapat membentuk gel, dapat membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan penambahan NaOH atau gliserin, serta mempunyai sifat seperti agar-agar sehingga dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba.

Salah satu jenis iles-iles yang mempunyai kandungan glukomannan yang tinggi yaitu iles-iles kuning (Amorphophallus oncophyllus).

Kandungan glukomannan dalam iles-iles kuning mencapai 55% basis kering, dimana kandungan glukomannan pada iles-iles putih (Amorphophallus variabilis B1) hanya sekitar 44% basis kering dan

Amorphophallus campanulatus tidak mempunyai kandungan glukomannan (Ohtsuki, 1968).

Saat ini teknik pengolahan tepung mannan dari umbi iles-iles secara komersial dilakukan dengan cara mekanik kering yaitu melalui pengeringan irisan umbi dengan menggunakan oven pengering, penggilingan dan pengayakan. Selain itu tepung mannan juga dapat diperoleh melalui ekstraksi kimia dengan alkohol, namun kendalanya adalah biaya yang relatif mahal dibandingkan dengan cara mekanik kering. Salah satu teknik pengolahan yang diharapkan dapat menghasilkan tepung mannan adalah dengan menggunakan pengering semprot (spray dryer).

Pada penelitian ini, sebelum glukomannan dikeringkan menjadi tepung mannan dengan menggunakan pengering semprot terlebih dahulu dilakukan ekstraksi glukomannan dari umbi iles-iles segar. Ekstraksi glukomannan dari umbi iles-iles memanfaatkan prinsip glukomannan yang mudah larut dalam air dan membentuk massa yang kental. Selanjutnya, glukomannan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering semprot (spray dryer). Tepung mannan yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui karakteristik fisikokimianya, misalnya komposisi proksimat tepung, derajat kecerahan (lightness) dan jumlah glukomannan yang terkandung di tepung mannan tersebut. Komposisi proksimat, khususnya


(20)

kadar air, berpengaruh terhadap umur simpan dari tepung, sedangkan derajat kecerahan dan kadar glukomannan menentukan kualitas tepung mannan tersebut.

Menurut Mackay di dalam Sailah (1994), reologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku suatu aliran bahan. Sifat reologi sangat penting dalam pengolahan pangan dan berkaitan dengan mutu suatu produk pangan. Menurut Escher (1983), parameter reologi juga berguna dalam pengawasan mutu bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir sesudah pengolahan, evaluasi mutu oleh konsumen dengan mengaitkan pengukuran reologi dan uji sensorik, untuk menjelaskan struktur serta komposisi pangan, juga analisis perubahan struktur selama proses. Oleh karena itu, karakteristik reologi merupakan salah satu parameter yang penting dalam menentukan kualitas tepung mannan dari sifat fungsionalnya, dimana tepung mannan pada umumnya digunakan sebagai pengental dan bahan pembentuk gel di industri pangan.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses ekstraksi glukomannan dari umbi iles-iles kuning, proses pengeringan glukomannan dengan pengering semprot (spray dryer) serta mengetahui karakteristik sifat fisikokimia dan reologi tepung mannan yang dihasilkan.


(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

 

A. UMBI ILES-ILES (Amorphophallus oncophyllus)

Iles-iles merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang tergolong ke dalam famili Araceae (talas-talasan). Tanaman iles-iles dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan subtropis pada ketinggian sampai 800 meter dpl (di atas permukaan laut).

Menurut Kay (1973), marga Amorphophallus mempunyai 90 spesies, tetapi yang paling banyak ditemukan di daerah tropis adalah

Amorphophallus campanulatus atau yang lebih dikenal dengan nama umbi suweg. Selain suweg, spesies Amorphophallus lain yang lazim dijumpai di Indonesia adalah Amorphophallus oncophyllus atau iles-iles kuning dan

Amorphophallus variabilis atau iles-iles putih.

Menurut Backer dan Brink (1968) , iles-iles mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Antophyta

Phylum : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae Famili : Araceae

Genus : Amorphophallus

Species : Amorphophallus oncophyllus (untuk iles-iles kuning) Umbi iles-iles berbentuk bulat dan berakar serabut, memiliki jaringan parenkim yang tersusun atas sel-sel berdinding tipis. Iles-iles mempunyai batang semu yang sebenarnya merupakan tangkai daun yang tumbuh di tengah-tengah umbinya. Pada ujung batang terdapat tiga tangkai daun. Batang semu tersebut berwarna hijau dengan garis-garis putih (Soedarsono dan Abdulmanap, 1963). Menurut Kato dan Matsuda (1969), panjang tangkai daun iles-iles kuning berkisar 0.5-1.5 meter. Pada percabangan daunnya terdapat bulbil yang berwarna coklat. Bulbil merupakan umbi kecil berbentuk bulat yang berfungsi sebagai bibit.


(22)

Gambar 1. Umbi iles-iles

Salah satu komponen penyusun umbi iles-iles yang mempunyai fungsi dan peran penting adalah bagian karbohidrat yang terdiri dari pati, glukomannan, serat kasar dan gula bebas. Hasil pengamatan umbi iles-iles di bawah mikroskop menunjukkan adanya sel-sel penyusun umbi berukuran 0.5-2 mm, lebih besar 10-20 kali dari ukuran sel pati. Sel-sel tersebut dikenal dengan istilah mannan. Salah satu ciri dari sel mannan adalah tidak berwarna pada saat diteteskan larutan iodium. Sel ini dikelilingi sel yang berdinding tipis berisi granula pati (Ohtsuki, 1968).

Komponen lainnya dari umbi iles-iles yang perlu mendapat perhatian dalam penanganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi dapat menyebabkan rasa gatal (Ohtsuki, 1968) serta iritasi pada mulut dan tenggorokan (Lee, 1999 di dalam Kurdi, 2002). Menurut Essau (1965), kristal kalsium oksalat berbentuk jarum serta terdapat di bagian luar dan dalam sel mannan.

Komposisi kimia beberapa jenis umbi Amorphophallus sp. dapat dilihat pada Tabel 1.

B. GLUKOMANNAN

Menurut Wenzl (1990), berdasarkan bentuk ikatannya mannan dibedakan menjadi dua golongan yaitu glukomannan dan galaktomannan. Glukomannan merupakan heteropolisakarida yang tersusun oleh satuan D-mannosa dan D-glukosa dengan perbandingan 1.6:1. Glukomannan mempunyai bentuk ikatan -1-4-glikosida dan mempunyai gugus asetil setiap 17 gugus karbon pada posisi C-6. Gugus asetil tersebut mempengaruhi kelarutan glukomannan dalam air (Dave et al., 1997).


(23)

Galaktomannan mempunyai bentuk ikatan -1-4-glikosida dan -1-6-glikosida dan tersusun atas galaktosa dan mannosa dengan perbandingan 1:2.

Tabel 1. Komposisi Kimia Beberapa Jenis Umbi Amorphophallus sp.

Jenis Kadar Air

(%)

Bahan kering (%)

Pati (%)

Mannan (%)

Poliosa (%)

Serat Kasar (%)

Gula Bebas (%)

Amorphophallus campanulatus

70.1 29.2 77.0 0.0 14.2 8.5 0.0

Amorphophallus variabilis

78.4 21.6 27.0 44.0 0.0 6.0 9.0

Amorphophallus oncophyllus

79.7 20.3 2.0 55.0 14.0 8.0 0.0

Sumber: Ohtsuki (1968)

Gambar 2. Struktur molekul glukomannan

(Sumber: www.scientificphysic.com/fitness/glucomannan.gif) Tepung glukomannan yang disebut juga konjac flour merupakan

soluble dietary fiber yang mirip dengan pektin dalam struktur dan fungsinya. Glukomannan tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan di dalam tubuh manusia dan dikenal sebagai pangan tanpa kalori di Jepang dan China (Li et al.,2006). Glukomannan sebagai serat pangan memiliki beberapa sifat fungsional antara lain menurunkan kadar kolesterol dan gula dalam darah, meningkatkan fungsi pencernaan dan sistem imun, serta membantu menurunkan berat badan (Zhang et al.,2005).

Salah satu karakter istimewa dari glukomannan adalah polimer tersebut memiliki sifat-sifat antara selulosa dan galaktomannan, sehingga


(24)

zat tersebut mampu mengalami proses pengkristalan serta dapat pula membentuk struktur serat-serat halus (Frey dan Peston, 1967). Menurut Sarko (1967), glukomannan larut dalam air dingin dan membentuk massa yang bersifat kental. Larutan kental glukomannan dengan penambahan air kapur dapat membentuk gel yang bersifat tidak mudah pecah (Sugiyama et al., 1972). Perlakuan pemanasan sampai terbentuk gel akan mengakibatkan glukomannan tidak larut kembali di air. Namun glukomannan tidak larut dalam larutan NaOH 20%. Berdasarkan hasil analisis termografik, suhu dekomposisi glukomannan adalah 280OC (Jianrong et al. dalam Nurjanah, 2010).

Glukomannan dalam air mempunyai kemampuan mengembang yang besar yaitu sekitar 138 sampai 200 persen. Larutan glukomannan di dalam air juga mempunyai sifat merekat, namun sifat rekat tersebut akan hilang apabila ditambahkan asam asetat atau asam pada umumnya. Larutan glukomannan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan menggunakan asam klorida encer (Syaefullah, 1990). Glukomannan juga mempunyai sifat mencair seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba pengganti agar (Boelhasrin et al., 1970). Selain itu glukomannan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tablet di industri farmasi.

Di dalam industri pangan, tepung mannan dapat digunakan sebagai zat pengental misalnya dalam pembuatan sirup, sari buah, dan sebagainya. Di Jepang tepung mannan telah secara luas digunakan untuk membuat makanan yang dikenal dengan nama shirataki dan konyaku.

Tabel 2 menunjukkan kriteria mutu tepung glukomannan menurut Asosiasi Konyaku Jepang (Anonim, 1976). Penetapan kriteria mutu tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu produk dan menetapkan harga yang stabil.


(25)

Gambar 3. Konyaku (kiri) dan Shirataki, Produk Pangan Olahan Tepung Glukomannan.(sumber:www.japantrends.com,dan

http://bekindtellthetrutheatgoodfood.files.wordpress.com )

Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomannan Murni dari Iles-iles

Karakteristik Mutu

Utama I II

Berat per kemasan

(kg) 20 20 20

Kadar air (%) < 12 < 14 < 18

Derajat tumbuk sangat halus halus agak halus Warna putih

mengkilap

putih agak putih

Bahan Tambahan negatif negatif negatif

Jumlah kandungan asam belerang (g/kg)

< 0.6 < 0.6 < 0.9

C. PENGERINGAN SEMPROT (SPRAY DRYING)

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas, sehingga dicapai tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, atau kimiawi (Wirakartakusumah et al., 1989).

Spray drying (pengeringan semprot) merupakan proses transformasi suatu bahan dari wujud cair menjadi bentuk kering dalam suatu proses yang kontinyu. Bahan disemprotkan dan diatomisasi membentuk droplet ke dalam suatu media pengering yang panas,


(26)

kemudian air dalam bentuk droplet akan menguap meninggalkan bahan kering (Dubey et al., 2009). Proses pengeringan dengan menggunakan pengering semprot cocok digunakan untuk produk pangan yang memiliki kadar air tinggi. Menurut Mujumdar (1995), pada pengering semprot, bahan dapat berbentuk cairan, puree, atau pasta, sedangkan produk kering yang dihasilkan dapat berupa bubuk, butiran atau gumpalan. Hal ini tergantung dari sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan, kondisi pengering, dan disain pengering semprot yang digunakan (Masters, 1979).

Keuntungan menggunakan pengering semprot diantaranya adalah kelarutan bahan kering yang dihasilkan sangat baik, perubahan flavor tidak begitu nyata, didapatkan ukuran partikel yang halus sehingga mudah terdispersi dalam air, kontak dengan panas yang amat singkat dan pengoperasian yang mudah (Hall, 1979).

Tiga elemen terpenting pada pengering semprot adalah atomizer, ruang pengering, dan sistem pengumpul partikel-partikel kering yang dihasilkan. Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan menjadi lebih cepat. Disamping itu atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara dan menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan (Heldman dan Singh, 2001). Ruang pengering digunakan untuk menghasilkan produk tepung kering dari partikel suspensi karena ada interaksi antara bahan yang basah dengan udara pengering. Pada sistem pengumpul, tepung atau bahan yang telah dikeringkan akan ditampung. Mekanismenya adalah tepung jatuh ke bawah dengan aliran udara berbentuk siklon.

Secara umum proses yang terjadi di dalam spray dryer meliputi atomisasi atau penyemprotan bahan melalui penyemprot (atomizer), kontak antara bahan dengan udara pengering, evaporasi, dan pemisahan partikel kering dan udara. Evaporasi terjadi karena adanya kontak antara bahan basah dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas dari


(27)

udara pengering ke bahan basah dan air yang terdapat pada bahan tersebut akan mengalami penguapan. Proses penguapan pada spray dryer terjadi pada suhu 150-220OC. Proses penguapan air bahan berlangsung sangat cepat sekitar 5 detik (Corrigan, 1995). Kecepatan penguapan menurut Masters (1979) dipengaruhi oleh komposisi bahan secara keseluruhan atau total padatan bahan. Bila total padatan bahan yang masuk semakin tinggi maka kecepatan penguapan akan semakin tinggi.

Gambar 4 menunjukkan tahapan pengeringan yang terjadi pada pengering semprot (spray dryer) (Heldman et al., 2001)

Gambar 4. Tahapan Pengeringan Pada Spray Dryer

D. REOLOGI

Menurut Heldman dan Singh (2001), reologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran suatu bahan dan perubahan bentuk fluida, sedangkan menurut Ferguson dan Kemblowski (1991), reologi merupakan ilmu yang mempelajari hampir semua aspek yang mempengaruhi perubahan bentuk dan aliran bahan sebagai akibat dari adanya tekanan luar.


(28)

Sifat reologi adalah sifat fisik produk pangan yang berkaitan dengan deformasi bentuk akibat adanya gaya mekanik atau aliran. Sifat fisik yang termasuk sifat reologi antara lain kekentalan, kelengketan, elastisitas, plastisitas, kelenturan, kekenyalan, dan sebagainya. Sifat-sifat ini sangat penting kaitannya dengan mutu produk pangan berbentuk cair, kental, gel, dan plastis. Sifat-sifat reologi ini umumnya dapat diukur secara mekanik maupun organoleptik. Menurut Toledo (1991), karakteristik jenis aliran fluida sangat penting, tidak hanya dalam pengolahan dan transportasi bahan pangan di industri pangan, tetapi juga menentukan parameter mutu pangan.

Berdasarkan perilaku alirannya, fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, seperti terlihat pada Gambar 5.

- Bingham Plastik - Pseudoplastik - Dilatan - Thiksotropik - Rheopektik

Gambar 5. Klasifikasi Fluida Berdasarkan Perilaku Alirannya

E. PERILAKU ALIRAN FLUIDA 1. Aliran Newtonian

Aliran Newtonian merupakan aliran yang memiliki kekentalan ideal (Kleinert, 1976). Aliran Newtonian menunjukkan perbandingan yang proporsional antara shear rate dan shear stress, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.

Fluida


(29)

Contoh bahan pangan yang tergolong fluida Newtonian antara lain susu, sirup, jus buah, dan minuman ringan (Rha, 1978). Pada berbagai suhu, kekentalan tidak bergantung pada shear rate (laju geser).

Gambar 6. Kurva Aliran Fluida Newtonian (Glicksman, 1969)

2. Aliran Non Newtonian

Pada aliran non Newtonian, kekentalan dipengaruhi oleh laju geser dan umumnya dipengaruhi oleh parameter waktu. Aliran non Newtonian umumnya dimiliki oleh sistem: (1) campuran atau cairan bahan polimer yang memiliki berat molekul tinggi ; (2) suspensi padatan dalam bahan cair, terutama bila padatan tersebut cenderung memuai, larut satu-persatu atau bercampur dengan fase cairan (Glicksman, 1969).

Menurut Tatterson di dalam Sailah (1994), fluida non Newtonian diklasifikasikan lagi menjadi lima berdasarkan sifat aliran fluida yaitu Bingham plastik, pseudoplastik (shear thinning), dilatan (shear thickening), thiksotropik, dan rheopektik. Kelima sifat aliran fluida tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

a. Bingham Plastik

Fluida Bingham plastik membutuhkan shear stress (gaya geser) sebesar “yield point” sebelum mulai mengalir. Ketika terjadi aliran, sifat aliran fluida Bingham plastik menjadi bersifat Newtonian. Pada fluida Bingham plastik, hubungan antara shear rate (laju geser) dan shear stress

(gaya geser) berupa garis lurus seperti dapat dilihat pada Gambar 7.  

Shear  Stress 

Shear Rate

Viskositas


(30)

Viskositas pada fluida Bingham plastik cenderung konstan dengan meningkatnya laju geser.

Fluida lain yang mempunyai sifat aliran yang mirip dengan fluida Bingham plastik adalah fluida Casson. Fluida ini mempunyai sifat yang relatif serupa dengan fluida pseudoplastik dan dapat dikatakan merupakan fluida antara Bingham plastik dan pseudoplastik (Glicksman, 1969).

Gambar 7. Kurva Aliran Fluida Bingham Plastik (Glicksman, 1969)

b. Pseudoplastik

Aliran pseudoplastik merupakan suatu aliran yang menunjukkan terjadinya penurunan kekentalan karena adanya kenaikan shear rate

(Gambar 8). Oleh karena itu aliran ini dikatakan bersifat shear thinning. Contoh bahan pangan yang mempunyai aliran pseudoplastik antara lain konsentrat jus, pure, saus, dan sebagainya.

Pada fluida non Newtonian terdapat nilai koefisien kekentalan atau indeks konsistensi (K) dengan satuan Pa.sn, sedangkan indeks perilaku aliran (n) merupakan suatu nilai yang mendeskripsikan jenis aliran fluida dan tidak memiliki satuan. Untuk fluida pseudoplastik, n akan bernilai lebih kecil dari satu. Pada fluida dilatan, n akan bernilai lebih besar dari satu, dan jika n bernilai satu maka fluida tersebut adalah fluida Newtonian. Bahan pangan yang bersifat pseudoplastik memiliki nilai indeks konsistensi lebih besar dari nol (Rha, 1978).

Shear Rate Shear 

Stress 

Viskositas


(31)

Gambar 8. Kurva Aliran Pseudoplastik (Glicksman, 1969)

c. Dilatan

Menurut Glicksman (1969), aliran dilatan merupakan suatu aliran yang terjadi jika shear stress meningkat secara linear dengan adanya kenaikan shear rate, dan sering mencapai titik dimana cairan berubah menjadi padatan. Bila suspensi menunjukkan kenaikan viskositas yang besar karena adanya peningkatan shear stress, maka bahan tersebut tergolong fluida dilatan (Kleinert,1976). Perilaku aliran dilatan digambarkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Kurva Aliran Dilatan (Glicksman, 1969)

d. Thiksotropik

Menurut Kleinert (1976) aliran thiksotropik merupakan suatu aliran yang menunjukkan penurunan kekentalan (viskositas) suatu bahan sebagai fungsi dari waktu, dan struktur akan kembali ke kondisi awal setelah beberapa saat. Ciri aliran thiksotropik yaitu kekentalan akan menurun dengan meningkatnya waktu aliran, seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

 

Shear Rate Shear 

Stress 

  Shear  Stress 

Shear Rate Shear Rate

Viskositas

Shear Rate Viskositas


(32)

Gambar 10. Kurva Aliran Thiksotropik (Glicksman, 1969) e. Rheopektik

Aliran rheopektik merupakan suatu aliran yang menunjukkan kenaikan kekentalan (viskositas) pada shear stress konstan. Aliran rheopektik ini merupakan kebalikan dari aliran thixotropik dimana kekentalan akan meningkat dengan meningkatnya waktu aliran, seperti terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kurva Aliran Rheopektik (Glicksman, 1969)

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIFAT

REOLOGI

1. Shear Rate (Laju Geser)

Shear rate adalah penambahan kecepatan yang terjadi pada suatu lapisan cairan yang melewati lapisan lain dengan jarak tertentu. Kekentalan dari fluida pseudoplastik mengalami penurunan dengan adanya kenaikan shear rate, sedangkan kekentalan pada fluida dilatan mengalami peningkatan pada nilai shear rate yang lebih tinggi. Jika kekentalan tidak konstan dan shear rate bervariasi, maka perbandingan antara shear rate

Waktu Viskositas

Waktu Viskositas


(33)

dan shear stress pada titik tertentu disebut sebagai apparent viscosity

(viskositas terukur) (Rha, 1978).

Menurut Balmaceda et al. (1973), persamaan umum Power Law

merupakan suatu model yang tepat untuk menggambarkan perilaku aliran hidrokoloid. Adapun bentuk persamaan Power Law yang menggambarkan hubungan antara shear rate dan shear stress adalah:

= Kn

;

sedangkan bentuk persamaan Power Law yang menggambarkan hubungan antara viskositas terukur dan shear stress adalah:

μapp = Kn-1 ;

dimana adalah shear stress, K adalah indeks konsistensi,  adalah shear rate, μapp adalah viskositas terukur dan n adalah indeks perilaku aliran.

2. Waktu

Waktu yang dimaksud yaitu lamanya pengadukan yang dilakukan terhadap sampel yang dianalisis. Suatu fluida disebut thiksotropik jika terjadi penurunan kekentalan dengan bertambahnya waktu, sedangkan jika terjadi peningkatan kekentalan dengan bertambahnya waktu, maka fluida tersebut dikenal dengan fluida rheopektik (Rha, 1975). Menurut Balmaceda et al. (1973), rasio kekentalan pada hidrokoloid meningkat dengan bertambahnya waktu pengadukan.

Pada fluida thixotropik, viskositas akan mengalami penurunan sejalan dengan lamanya waktu pengadukan karena pecahnya struktur produk. Pada beberapa produk, strukturnya akan kembali seperti semula jika pengadukan dihentikan, Namun pada beberapa produk strukturnya tidak bisa kembali lagi (Holdsworth, 1993).

Pada fluida rheopektik, terjadi pengembangan bertahap dari struktur fluida sejalan dengan lamanya pengadukan sehingga viskositasnya mengalami peningkatan (Holdsworth, 1993).

Rosidah (1990) di dalam Santoso (1993) menyatakan hubungan antara viskositas terukur konsentrat nangka dan waktu, dengan model matematiks sebagai berikut:


(34)

μapp = bta

dimana a dan b adalah konstanta, sedangkan t adalah waktu. Weltman (1943) di dalam Rao et al. (2005) mendeskripsikan pengaruh lama pengadukan terhadap gaya geser (shear stress) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

= A – B log t ;

dimana adalah shear stress dalam satuan Pa, A dan B adalah konstanta, sedangkan t adalah waktu dalam satuan detik. Persamaan Weltman ini umumnya digunakan untuk mendeskripsikan perilaku aliran yang bersifat thiksotropik.

3. Suhu

Pengaruh suhu terhadap parameter rheologi dapat dinyatakan dengan persamaan Arhennius, yaitu:

K = A e-Ea/RT , atau ln K = ln A – (Ea/RT)

dimana K adalah indeks konsistensi dalam satuan Pa.s , A adalah suatu konstanta, Ea adalah energi aktivasi dalam satuan J/g.mol , dan T adalah suhu dalam satuan K. Energi aktivasi menunjukkan kemudahan suatu fluida untuk mulai mengalir. Menurut Rao (1982), nilai K untuk bahan pangan non Newtonian dapat diganti dengan viskositas terukur (μapp),

seperti yang tercantum di bawah ini:

ln μapp = ln A- (Ea/RT)

Menurut Saravacos (1967) di dalam Holilah (1998), suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan menurunnya nilai indeks konsistensi (K), tetapi nilai indeks perilaku aliran (n) cenderung tetap. Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh suhu terhadap indeks konsistensi dan viskositas terukur adalah persamaan Power Law, yaitu:

K = ATB , atau μapp = ATB ;

dimana K adalah indeks konsistensi dalam satuan Pa.s , T adalah suhu dalam satuan K, sedangkan A dan B adalah konstanta.


(35)

4. Konsentrasi

Konsentrasi yang dimaksud adalah kepekatan larutan sampel yang dianalisis. Menurut Fitchali et al. (1993) di dalam Holilah (1998), konsentrasi berpengaruh terhadap indeks konsistensi, yield stress, dan indeks perilaku aliran. Seluruh contoh hidrokoloid memiliki nilai n lebih besar dari satu pada suhu tinggi dan konsentrasi rendah, sedangkan pada suhu rendah dan konsentrasi tinggi nilai n akan berada pada kisaran nol dan satu (Balmaceda et al.,1973).

G. WARNA

Warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting dalam penerimaan suatu produk pangan. Warna juga merupakan salah satu karakteristik fisik bahan pangan yang menentukan kualitas bahan pangan tersebut. Salah satu instrumen yang umum digunakan pada pengukuran atribut warna adalah kromameter. Prinsip kerja dari kromameter yaitu mengukur perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Hutching, 1999).

Sistem notasi warna adalah cara sistematik dan obyektif dalam menyatakan dan mendeskripsikan suatu jenis warna. Sistem notasi warna yang paling umum digunakan adalah sistem Hunter. Sistem Hunter mempunyai tiga jenis atribut yang digunakan sebagai parameter dalam menentukan dan mendeskripsikan warna yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan derajat kecerahan sampel, nilainya berkisar antara 0.00 (hitam) – 100.00 (putih). Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru, dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Francis, 1996).

Nilai hue merupakan salah satu parameter yang digunakan pada sistem notasi warna Munsell. Nilai hue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai hue dihitung dengan rumus hue = (arctan


(36)

(b/a)). Nilai hue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan nilai hue

yang ada pada bola imajiner Munsell (Gambar 12) untuk mengetahui kisaran warna sampel. Nilai hue harus berada dalam bentuk nilai derajat radian. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi oleh nilai a dan b nya. Jika nilai hue yang diperoleh bernilai negatif maka untuk interpretasinya, nilai negatifnya dihilangkan terlebih dahulu, kemudian diukur pada kuadran yang paling tepat. Adapun interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 12. Bola Imajiner Munsell

Tabel 3. Interpretasi Warna Hue pada Bola Imajiner Munsell (Catrien, 2009)

Hue (0) Warna

21 (kuadran I) - 52 (kuadran I) Merah 53 (kuadran I) - 84 (kuadran I) Merah-Kuning 85 (kuadran I) - 21 (kuadran II) Kuning 22 (kuadran II) - 61 (kuadran II) Hijau-Kuning 62 (kuadran II) - 0 (kuadran III) Hijau 1 (kuadran III) - 35 (kuadran III) Biru-Hijau 36 (kuadran III) - 81 (kuadran III) Biru 82 (kuadran III) - 36 (kuadran IV) Ungu-Biru 37 (kuadran IV) - 71 (kuadran IV) Ungu 72 (kuadran IV) - 20 (kuadran I) Merah-Ungu


(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

 

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain umbi iles-iles segar, akuades, kertas saring, natrium metabisulfit, dietil eter, alkohol 95%, HCl 0.02 N, NaOH 0.1 N, heksana, HgO, K2SO4 , H2SO4,

batu didih, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, larutan H2O2 0.2%, larutan H3PO4

88%, metanol, indikator campuran metil merah dan metilen biru, zat anti buih, larutan KMnO4 0.1 N, tepung mannan drum drying dan tepung

mannan cara kering yang diperoleh dari Balai Besar Litbang Pascapanen, serta tepung mannan komersial yang diperoleh dari CV Indosweet, Jakarta. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik, Chromameter CR-300, mikroskop polarisasi, agitator, texture analyzer, slicer, oven, tanur, cawan aluminium, cawan porselin, desikator, labu Soxhlet, pipet Mohr, pipet tetes, pisau, parutan, spray dryer skala laboratorium dan skala produksi, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala, Brookfield Viscometer, Haake Viscometer yang terdiri dari Rotovisco RV 20, rheocontroller RC 20, water circulator, sensor system M5, rotor NV dan SV(SV1 dan SV2), dan komputer. sentrifuse, gelas pengaduk, sudip, alat destilasi, labu destilasi, dan buret.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan terdiri dari tiga analisis yaitu analisis umbi iles-iles segar yang meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat by difference), analisis kadar glukomannan, serta pengamatan mikrostruktur kristal kalsium oksalat dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Tahap selanjutnya yaitu penentuan konsentrasi


(38)

perendaman dengan Na-metabisulfit (Na2S2O5), dan ekstraksi

glukomannan dari umbi segar.

a. Penentuan Konsentrasi Perendaman Na-metabisulfit (Na2S2O5) Perendaman dengan natrium metabisulfit bertujuan untuk mencegah reaksi pencoklatan (browning) enzimatis. Perendaman dilakukan pada irisan umbi iles-iles selama 10 menit. Waktu perendaman ini dinilai cukup karena apabila terlalu lama maka glukomannan akan keluar dari umbi dan larut dalam larutan natrium metabisulfit. Konsentrasi Na-metabisulfit yang digunakan yaitu 0, 500, 1000, 1500, 2000, 2500, dan 3000 ppm. Kemudian irisan umbi tersebut dikeringkan di pengering rak (tray dryer) pada suhu 75-80OC sampai kadar airnya mencapai 10-12%. Parameter untuk menentukan konsentrasi Na-metabisulfit yang digunakan adalah derajat kecerahan (lightness) pada umbi sebelum dan setelah dikeringkan, yang diukur dengan menggunakan Chromameter CR-300, dan residu sulfit pada irisan umbi basah yang telah direndam dengan larutan Na-metabisulfit.

b. Ekstraksi glukomannan dari umbi iles-iles segar

Ekstraksi glukomannan dari umbi segar meliputi tahap pengecilan ukuran umbi segar, perendaman dengan natrium metabisulfit konsentrasi terpilih, dan tahap perendaman umbi dalam air sambil dilakukan pengadukan menggunakan agitator dengan kecepatan 200 rpm yang bertujuan mempercepat keluarnya glukomannan dari umbi ke air, sehingga dihasilkan slurry dengan viskositas tertentu.

Perlakuan yang digunakan pada tahap ekstraksi antara lain:

(1) Cara pengecilan ukuran umbi iles-iles yaitu cacahan (panjang 5-10 mm ; lebar 3-4 mm ; ketebalan 5-20 mm) dan parutan (panjang 3-4 cm ; lebar 2-3 mm; ketebalan < 5mm), dan

(2) Perbandingan jumlah umbi iles-iles dan air yang digunakan yaitu 1:20, dimana cara penambahan air dilakukan secara langsung dan bertahap (sebanyak 4 tahapan dengan perbandingan umbi dan air 1:5 pada setiap


(39)

tahap) Slurry yang terbentuk pada masing-masing perlakuan diukur kadar glukomannan, viskositas setelah ekstraksi, dan berat jenisnya. Khusus untuk perlakuan pergantian air bertahap, slurry dari perbandingan 1:5, 1:10, 1:15, dan 1:20 dicampur untuk kemudian dilakukan pengukuran.

Kadar glukomannan yang terdapat pada slurry dapat dijadikan parameter efektifitas proses ekstraksi glukomannan dari umbi segar, dimana persentase glukomannan yang terekstrak dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:

a = kadar glukomannan pada slurry (g) b = kadar glukomannan pada umbi segar (g)

Persentase rendemen glukomannan yang terbesar diantara perlakuan yang ada dapat disimpulkan sebagai perlakuan terpilih dalam ekstraksi glukomannan dari umbi segar dan menjadi perlakuan yang digunakan di proses pembuatan tepung mannan skala laboratorium dan

pilot plant pada tahap penelitian utama. Selain itu, rendemen tepung mannan skala laboratorium yang dihasilkan pada tahap penelitian utama juga merupakan tolak ukur untuk menentukan cara ekstraksi terpilih.

Bagan alir tahap ekstraksi glukomannan dapat dilihat pada Gambar 13.


(40)

Umbi Iles-iles Segar

Gambar 13 . Tahap Ekstraksi Glukomannan dari Umbi Iles-iles Segar Pengupasan dan Pencucian

Pencacahan (ketebalan 5-20 mm) dan perendaman Na-metabisulfit (± 10

menit)

Pemarutan (ketebalan < 5 mm) dan perendaman Na-metabisulfit (± 10 menit)

Penambahan air 1:20 langsung dan

pengadukan selama 2 jam

Penambahan air 1:20 bertahap dan

pengadukan selama 2 jam

Penambahan air 1:20 langsung dan

pengadukan selama 2 jam

Penambahan air 1:20 bertahap dan

pengadukan selama 2 jam

Analisis: kadar glukomannan, viskositas,

berat jenis

Slurry Slurry

campuran

Slurry Slurry

campuran


(41)

Umbi Iles-iles Segar 2. Penelitian Utama

a. Pembuatan Tepung Mannan dari Umbi Iles-iles

Tahapan ekstraksi glukomannan dari umbi segar dilakukan dengan perlakuan terpilih berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap slurry dari tiap perlakuan. Selanjutnya slurry hasil ekstraksi tersebut dikeringkan dengan menggunakan spray dryer. Untuk spray dryer skala laboratorium, dilakukan pengukuran viskositas slurry terlebih dahulu karena viskositas maksimum bahan yang dapat dikeringkan dengan spray dryer tersebut adalah 25 cp. Untuk spray dryer skala pilot plant, slurry dapat langsung dikeringkan. Hasil dari proses pengeringan dengan spray dryer tersebut adalah tepung mannan.

Gambar 14 . Pembuatan Tepung Mannan dari Umbi Iles-iles

b. Kondisi Proses Spray Dryer

Spray dryer yang digunakan pada pembuatan tepung mannan skala laboratorium yaitu Lab Plant Spray Dryer SD-01 yang berkapasitas kurang lebih 300 ml/jam. Kondisi proses yang digunakan yaitu suhu inlet 170OC, suhu outlet 80OC, dan laju alir 0.3-0.4 liter/jam. Salah satu spesifikasi alat

Slurry

Pengeringan dengan spray dryer

Ekstraksi glukomannan


(42)

spray dryer skala laboratorium yang digunakan yaitu viskositas maksimum cairan yang dapat dikeringkan adalah 25 cp.

Gambar 15. Lab Plant Spray Dryer SD-01 di Balai Besar Litbang Pascapanen, Bogor.

Spray dryer yang digunakan pada pembuatan tepung mannan skala

pilot plant adalah spray dryer yang terdapat di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong, Tangerang, Banten. Debit maksimum yang dapat dicapai spray dryer ini yaitu 10-21 liter/jam, namun untuk operasional pengeringan, laju alir bahan diatur pada kapasitas 2 liter/jam. Kondisi proses yang digunakan yaitu suhu inlet 170OC dan suhu outlet 90-100OC.

Gambar 16. Pengering semprot (spray dryer) skala pilot plant di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.


(43)

c. Analisis Sifat Fisikokimia Tepung Mannan

Analisis sifat fisikokimia tepung mannan yang dihasilkan meliputi penentuan rendemen, analisis proksimat (analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak), analisis derajat kecerahan dan derajat putih tepung, analisis kadar glukomannan, analisis mikrostruktur kalsium oksalat dengan mikroskop polarisasi, penentuan kandungan residu sulfur dioksida (SO2), dan analisis karakteristik reologi larutan tepung.

C. METODE ANALISIS

1. Penentuan Rendemen Tepung dan Rendemen Glukomannan

Rendemen tepung mannan dihitung berdasarkan perbandingan antara tepung mannan yang diperoleh dengan berat umbi segar sebagai bahan baku.

Keterangan:

a = Berat tepung mannan (g)

b = Berat daging umbi iles-iles segar (g)

Sedangkan perhitungan rendemen glukomannan dihitung berdasarkan perbandingan bobot glukomannan yang terdapat pada tepung dengan bobot glukomannan yang terdapat pada umbi segar sebagai bahan baku.

Keterangan:

c = Berat glukomannan pada tepung (g)

d = Berat glukomannan pada umbi iles-iles segar (g)

Rendemen Tepung % ab x


(44)

2. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan metode oven pada suhu 105OC. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105OC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Keterangan:

a = berat sampel awal (g)

b = berat sampel akhir dan cawan (g) c = berat cawan (g)

3. Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995)

Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran organik pada suhu 550OC. Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550OC sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang.

Kadar abu % ab x

% a b ca x


(45)

Keterangan: a = bobot abu (g) b = bobot sampel (g)

4. Analisis Kadar Protein (AOAC, 1995)

Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2mg K2SO4, 2 ml H2SO4,

batu didih, dan didihkan sampai 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil

destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan

2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metal biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:

5. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan dalam ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi


(46)

dipanaskan dalam oven pada suhu 105OC sampai pelarut menguap seluruhnya. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Keterangan: a = bobot lemak (g) b = bobot sampel (g)

6. Pengukuran Derajat Kecerahan (Hutching, 1999) dan Derajat Putih

Derajat kecerahan irisan umbi iles-iles dan tepung mannan diukur dengan menggunakan Chromameter CR-300. Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi dengan standar warna putih. Standar warna putih yang digunakan mempunyai nilai L = 100.00 , a = + 0.00, dan b = - 0.00 . Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada bagian yang berbeda pada setiap sampel.

Pengukuran derajat putih (Whiteness) umumnya dilakukan terhadap sampel tepung dengan menggunakan alat Whiteness Meter. Namun derajat putih juga dapat diketahui dengan perhitungan data-data yang diperoleh dari pengukuran sampel dengan Chromameter. Rumus untuk perhitungan derajat putih adalah sebagai berikut:

7. Analisis Kadar Glukomannan (Whistler dan Richards, 1970) Satu gram tepung iles-iles ditambah air suling sebanyak 30 ml, kemudian diekstraksi pada suhu 45OC selama 2 jam dengan kecepatan pengadukan tetap dan kontinyu. Setelah ekstraksi selesai, larutan ekstraksi dipisahkan dari ampas iles-iles dengan cara disentrifuse selama 30 menit

Kadar lemak % b xa


(47)

dengan kecepatan 3700 rpm. Larutan ekstrak disaring dan filtrat ditampung dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan alkohol 96% sebanyak 13 ml dengan dituangkan sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk hingga terjadi pengendapan glukomannan. Setelah pengendapan glukomannan terbentuk, biarkan endapan tersebut dalam campuran sampai terjadi pemisahan lapisan antara glukomannan dan larutan. Endapan glukomannan dipisahkan dengan jalan penyaringan dan endapan kemudian dicuci dengan alkohol 96%. Glukomannan yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu antara 35-40OC sampai berat tetap. Glukomannan yang sudah kering berbentuk bubuk berwarna abu-abu coklat ditimbang untuk diketahui beratnya. Perhitungan kadar glukomannan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

a = bobot endapan glukomannan (g) b = bobot sampel (1 g)

8. Analisis Mikrostruktur Kalsium Oksalat Menggunakan Mikroskop Polarisasi

Suspensi sampel atau tepung diteteskan di atas kaca objek dan ditutup dengan menggunakan kaca penutup. Pengamatan dilakukan pada perbesaran 400 kali.

Gambar 17. Mikroskop Polarisasi di Balai Besar Litbang Pascapanen, Bogor.


(48)

9. Analisis Kandungan Sulfur Dioksida (SNI 01-2894-1992)

Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi, tambahkan air suling kira-kira sebanyak 50 ml. Kemudian tambahkan juga 50 ml metanol ke dalam labu destilasi. Masukkan ke dalam penampung destilasi 10 ml larutan H2O2, 60 ml air suling dan beberapa tetes indikator.

Tambahkan beberapa tetes larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna hijau. Tambahkan juga 15 ml H2PO4 88% ke dalam pipa/funnel dan

alirkan ke dalam labu destilasi. Selanjutnya campuran yang terdapat dalam labu destilasi dipanaskan dengan cepat dan biarkan mendidih selama 30 menit. Setelah destilasi selesai, lepaskan penampung dari alat destilasi dan titrasi asam sulfat yang terbentuk dengan larutan NaOH 0.1 N hingga larutan berwarna hijau.

Keterangan: a = bobot sampel (g)

b = volume larutan NaOH yang digunakan untuk titrasi c = normalitas larutan NaOH

10.Karakteristik Reologi Larutan Tepung

Larutan tepung dibuat dengan cara melarutkan sejumlah tepung ke dalam air sehingga diperoleh konsentrasi yang diinginkan (%b/v). Campuran tersebut diaduk hingga tepung seluruhnya larut ke air dan larutan bersifat homogen. Jika perlu, dilakukan pemanasan dan penggunaan magnetic stirrer untuk membantu melarutkan tepung.

Karakteristik reologi larutan tepung diukur dengan menggunakan alat Haake Viscometer. Sejumlah sampel dimasukkan kemudian ditunggu hingga suhu pengukuran yang diinginkan tercapai. Proses pengukuran berlangsung selama waktu pengukuran yang ditentukan dan viskositas dari larutan tepung ditentukan secara kontinu.

b x c x  x  a


(49)

Pengukuran dilakukan pada sampel tepung hasil pengeringan dengan spray drying dan dibandingkan dengan tepung mannan yang diperoleh dari cara mekanik kering, tepung komersial lokal, dan tepung yang diperoleh melalui pengeringan menggunakan drum dryer pada konsentrasi yang sama. Pengukuran dilakukan pada tiga parameter yaitu

shear rate, waktu, dan suhu. Pengukuran pada sampel tepung yang diperoleh dari pengeringan menggunakan spray dryer dilakukan pada dua kisaran konsentrasi yaitu 10% dan 11% untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap viskositas terukur, sedangkan untuk tepung lainnya pengukuran dilakukan pada tiga kisaran konsentrasi yaitu 8%, 10%, dan 11%.

Gambar 18. Haake Viscometer


(50)

Gambar 20. Sensor jenis SV1 (kiri) dan SV2 pada Haake Viscometer

Untuk parameter waktu juga dilakukan perhitungan nilai B, dimana B adalah koefisien laju breakdown terhadap waktu pada shear rate konstan (Higgs dan Norrington,1971 di dalam Rao et al., 2005). Perhitungan nilai B dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

dimana η1 adalah viskositas terukur pada t1 dan η2 adalah viskositas

terukur pada t2.

η η


(51)

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Analisis Bahan Baku

a. Analisis Proksimat Umbi Iles-iles Segar

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia iles-iles segar. Iles-iles segar diperoleh dari daerah Klangon, Madiun. Komposisi kimia iles-iles dipengaruhi berbagai faktor misalnya lingkungan tempat iles-iles tersebut tumbuh dan usia saat pemanenan.

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap umbi iles-iles segar yaitu analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Kandungan karbohidrat by difference pada umbi dapat diketahui dengan cara mengurangkan 100 persen dengan kadar air, abu, lemak, dan protein pada umbi segar. Hasil analisis proksimat umbi iles-iles segar dibandingkan dengan data yang diperoleh dari penelitian Hanif (1991). Dari hasil analisis proksimat umbi iles-iles segar (Tabel 4) dapat diketahui bahwa komponen terbesar yang terdapat pada umbi iles-iles adalah air, dimana kadar air pada umbi mencapai 80.34% basis basah, sedangkan kadar air pada penelitian Hanif (1991) juga menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda yaitu 78.48% basis basah. Kadar air iles-iles yang cukup tinggi tersebut menyebabkan iles-iles rentan mengalami kerusakan baik secara kimia maupun secara mikrobiologis. Menurut deMan (1997), beberapa kerusakan yang dapat disebabkan kadar air bahan pangan yang tinggi antara lain pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak.

Komponen terbesar kedua pada umbi iles-iles adalah karbohidrat, yaitu 17.10% (bb) atau 86.98% (bk). Pada penelitian Hanif (1991), karbohidrat juga termasuk komponen terbesar kedua pada umbi iles-iles. Karbohidrat pada umbi iles-iles terdiri dari pati, gula sederhana, glukomannan, dan serat kasar. Glukomannan sendiri dapat digolongkan dalam serat pangan (dietary fiber) yang dapat memperlambat pengosongan lambung sehingga akan timbul rasa kenyang yang lebih lama, membantu


(52)

penurunan kadar gula darah setelah makan, dan mengikat asam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol darah secara tidak langsung (Fang dan Wu, 2004).

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat pada Umbi Iles-iles Segar

Jenis Analisis

Iles-iles Segar Iles-iles Segar (Hanif, 1991) Basis Basah Basis

Kering

Basis Basah

Basis Kering

Kadar Air (%) 80.34 ± 0.40 408.72 78.48 -

Kadar Abu (%) 0.64 ± 0.01 3.26 1.36 6.30

Kadar Protein (%) 1.58 ± 0.02 8.03 0.44 2.03

Kadar Lemak (%) 0.34 ± 0.03 1.73 0.25 1.18

Kadar Karbohidrat by

difference (%) 17.10 ± 0.44 86.98 19.47 90.47

Komponen lain yang terdapat pada umbi iles-iles dalam jumlah sedikit antara lain abu, protein, dan lemak. Kadar abu yang terdapat pada suatu produk pangan menunjukkan jumlah mineral yang terkandung pada bahan pangan tersebut (Faridah et al., 2006). Kadar abu pada umbi iles-iles yaitu 3.26 % basis kering, sedangkan pada penelitian Hanif (1991) umbi iles-iles mengandung kadar abu yang lebih tinggi yaitu 6.30 % basis kering.

Perhitungan protein pada analisis dengan metode Kjeldahl dilakukan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam suatu bahan pangan secara tidak langsung karena analisis Kjeldahl adalah menganalisis kadar nitrogen dalam bahan pangan tersebut. Hasil analisis tersebut kemudian dikalikan dengan faktor konversi 6.25 yang digunakan untuk bahan makanan pada umumnya. Kandungan protein pada umbi iles-iles yaitu sebesar 8.03 % basis kering. Pada penelitian Hanif (1991), protein terdapat jumlah lebih sedikit yaitu 2.03 % basis kering.

Lemak merupakan komponen yang terdapat dalam jumlah yang paling sedikit pada umbi iles-iles, baik pada penelitian ini maupun berdasarkan penelitian Hanif (1991). Kadar lemak yang terdapat pada umbi iles-iles berdasarkan penelitian ini yaitu sebesar 1.73% basis kering.


(53)

b. Analisis Kadar Glukomannan

Glukomannan merupakan salah satu komponen karbohidrat terpenting yang terdapat pada umbi iles-iles. Glukomannan ini tidak ditemukan di umbi-umbian lain yang tergolong dalam famili Araceae seperti talas-talasan.

Analisis kadar glukomannan dilakukan dengan memanfaatkan prinsip kelarutan glukomannan, dimana glukomannan bersifat larut di air dan bersifat tidak larut di alkohol. Jika ditambahkan alkohol, glukomannan akan membentuk serabut-serabut putih yang akan membentuk endapan. Endapan inilah yang kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Kertas saring selanjutnya dikeringkan untuk kemudian ditimbang bobotnya.

Perhitungan kadar glukomannan rata-rata pada umbi iles-iles segar mencapai 6.29% (bb) atau 31.99% (bk). Menurut Ohtsuki (1968), kadar glukomannan umbi iles-iles kuning dapat mencapai 55% (bk). Perbedaan kadar glukomannan pada umbi iles-iles dipengaruhi lingkungan dan kondisi tempat umbi iles-iles tersebut dibudidayakan, spesies, umur tanam umbi, dan umur umbi pada saat pemanenan. Penelitian yang dilakukan Fang dan Wu (2004) menunjukkan bahwa umbi iles-iles yang ditanam di bagian utara dan tengah Propinsi Shaanxi, China, mempunyai kandungan glukomannan yang bervariasi. Hasil analisis glukomannan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kandungan karbohidrat pada umbi iles-iles mencapai 86.98% (bk), dimana 31.99% (bk) merupakan glukomannan, sedangkan 54.99% (bk) merupakan komponen karbohidrat lainnya yaitu pati, serat kasar, dan gula-gula sederhana.

c. Analisis Mikrostruktur Kalsium Oksalat

Pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi dilakukan untuk mengamati penampakan kristal kalsium oksalat. Kristal yang tampak umumnya mempunyai bentuk raphide (jarum). Kristal kalsium oksalat


(54)

dapat menyebabkan rasa gatal pada kulit dan iritasi pada mulut dan tenggorokan apabila tertelan. Menurut Lazenby (1998) di dalam Kurdi (2002), timbulnya rasa gatal terutama disebabkan oleh raphide yang tidak dikelilingi atau ditutupi semacam getah, sehingga dapat melakukan kontak secara langsung dengan kulit, lidah,bibir, dan langit-langit mulut ketika dikunyah.

Gambar 21. Mikrostruktur Kalsium Oksalat pada Umbi Iles-iles Segar dengan Mikroskop Polarisasi (perbesaran 400 kali)

Kristal kalsium oksalat terdapat di dalam dan di luar sel mannan. Selain berbentuk jarum, kristal kalsium oksalat juga terdapat dalam bentuk

druse (bulat), prisma, rectangular, bentuk pensil, dan pararellogram (rhomboid) (Horner and Wagner, 1995). Kristal kalsium oksalat yang terdapat pada umbi iles-iles umumnya berbentuk jarum, seperti terlihat pada Gambar 21.

2. Persiapan Bahan

a. Residu Sulfur Dioksida (SO2) Irisan Iles-iles Basah pada Perendaman Berbagai Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Sulfit merupakan salah satu bahan yang seringkali digunakan untuk mengawetkan dan mencegah terjadinya reaksi pencoklatan (browning) pada bahan pangan. Sulfit umumnya digunakan dalam bentuk gas SO2,

garam natrium atau kalium sulfit (Na2SO3 atau K2SO3), garam natrium

atau kalium bisulfit (NaHSO3 atau KHSO3), dan garam natrium atau


(55)

kalium metabisulfit (Na2S2O5 atau K2S2O5). Sulfit dapat berinteraksi

dengan gugus karbonil. Hasil reaksi ini akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat (Winarno, 1993). Melanoidin dibentuk pada reaksi Maillard, yang artinya sulfit dapat mencegah reaksi pencoklatan non enzimatis. Selain itu sulfit dapat menghambat reaksi pencoklatan enzimatis dimana sulfit dapat mengikat logam Cu pada sisi aktif enzim fenolase (Josln dan Ponting, 1957 dalam Handoko,2010), mereduksi kuinon menjadi difenol ( Eskin et al., 1971 di dalam Handoko, 2010), dan mengikat O2 (Schwimmer, 1981 dalam Handoko, 2010).

Penelitian ini menggunakan dua parameter untuk menentukan konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan, yaitu residu sulfit dan derajat kecerahan pada irisan iles-iles. Menurut Chichester dan Tanner (1972) pada konsentrasi yang rendah sulfit yang ikut termakan pada bahan pangan akan dioksidasi menjadi sulfat di dalam tubuh dan dikeluarkan dari tubuh melalui urine. Akan tetapi, jika sulfit digunakan pada konsentrasi yang tinggi akan mempengaruhi aroma bahan pangan dan bersifat toksik. Menurut Chichester dan Tanner (1972) residu sulfit pada bahan pangan tidak boleh melebihi 500 ppm (dihitung sebagai SO2).

Pengukuran residu sulfit irisan iles-iles yang direndam pada berbagai konsentrasi natrium metabisulfit (Gambar 22) menunjukkan bahwa irisan iles-iles dengan konsentrasi perendaman Na-metabisulfit 500 ppm memiliki residu sulfit terendah, sedangkan residu sulfit tertinggi terdapat pada irisan iles-iles dengan konsentrasi perendaman Na-metabisulfit 2500 ppm. Error bars pada Gambar 22 menunjukkan residu sulfit pada irisan iles-iles dengan konsentrasi perendaman 2500 ppm tidak berbeda nyata dengan residu sulfit pada irisan iles-iles dengan konsentrasi perendaman 3000 ppm.

Peningkatan residu sulfit mempunyai korelasi positif dengan peningkatan konsentrasi perendaman Na-metabisulfit yang digunakan. Korelasi tersebut dapat digambarkan dengan persamaan y=321.4 x0.887, dimana x adalah konsentrasi perendaman Na-metabisulfit yang digunakan


(1)

terukur tepung mannan komersial pada shear rate 100 1/s

Konsentrasi 8%

T (0C)

Viskositas Rata-rata

(Pa.s) STDEV error

0

25.1 4.178 1.348 0.953

25.6 4.164 0.964 0.682

26.9 3.757 0.692 0.489

27.6 3.759 0.891 0.630

28.7 3.642 0.869 0.614

29.8 3.799 1.048 0.741

30.6 3.590 0.923 0.653

31.7 3.472 0.857 0.606

32.7 3.694 1.231 0.870

33.8 3.558 1.204 0.851

34.8 3.314 0.972 0.687

35.7 3.358 1.198 0.847

36.8 2.916 1.169 0.827

37.8 2.825 0.670 0.474

38.8 2.785 0.720 0.509

39.8 2.927 1.127 0.797

40.9 2.827 1.073 0.759

41.8 2.929 1.488 1.052

42.8 2.778 1.405 0.993

43.8 2.880 1.535 1.085

44.8 2.788 1.423 1.006

45.9 2.350 0.932 0.659

46.9 2.343 1.011 0.715


(2)

61.9 0.934 0.293 0.208

63 1.029 0.476 0.336

64 0.907 0.323 0.228

64.9 0.845 0.295 0.209

66 0.830 0.271 0.192

67.1 0.767 0.240 0.170

68 0.747 0.244 0.173

69 0.724 0.249 0.176

70 0.694 0.233 0.165

71 0.693 0.251 0.178

72 0.655 0.240 0.170

72.9 0.627 0.225 0.159

73.8 0.628 0.220 0.155

74.7 0.624 0.192 0.136

75.5 0.606 0.189 0.134

76.4 0.635 0.193 0.137

77.2 0.575 0.171 0.121

78.1 0.555 0.156 0.110

78.7 0.545 0.151 0.107

79.5 0.533 0.100 0.071

80.2 0.515 0.049 0.034

80.9 0.499 0.038 0.027

81.5 0.479 0.064 0.045

82.2 0.475 0.079 0.056

82.9 0.473 0.095 0.067

83.5 0.469 0.126 0.089

84 0.499 0.095 0.067


(3)

T (0C)

Viskositas Rata-rata

(Pa.s) STDEV error

0

25.1 7.171 1.367 0.966

25.6 6.943 1.218 0.861

26.9 6.952 1.274 0.901

27.6 6.852 1.301 0.920

28.7 6.810 1.331 0.941

29.8 6.750 1.301 0.920

30.6 6.620 1.317 0.931

31.7 6.576 1.338 0.946

32.7 6.431 1.248 0.882

33.8 6.322 1.292 0.914

34.8 6.202 1.261 0.892

35.7 6.108 1.305 0.923

36.8 6.071 1.357 0.960

37.8 5.867 1.246 0.881

38.8 5.761 1.217 0.861

39.8 5.702 1.309 0.926

40.9 5.550 1.207 0.854

41.8 5.454 1.238 0.875

42.8 5.358 1.213 0.858

43.8 5.218 1.153 0.815

44.8 5.077 1.169 0.827

45.9 4.930 1.129 0.799

46.9 4.779 1.106 0.782

47.9 4.630 1.061 0.750

49 4.477 1.068 0.755

49.9 4.331 1.046 0.739

51 4.178 1.032 0.730


(4)

66 2.231 0.822 0.581

67.1 2.247 0.864 0.611

68 2.162 0.844 0.597

69 2.084 0.817 0.577

70 2.003 0.799 0.565

71 1.967 0.783 0.553

72 1.872 0.747 0.528

72.9 1.811 0.719 0.508

73.8 1.685 0.644 0.455

74.7 1.648 0.628 0.444

75.5 1.607 0.594 0.420

76.4 1.569 0.583 0.412

77.2 1.537 0.585 0.414

78.1 1.508 0.598 0.423

78.7 1.481 0.590 0.417

79.5 1.500 0.626 0.443

80.2 1.497 0.633 0.447

80.9 1.516 0.633 0.447

81.5 1.560 0.649 0.459

82.2 1.584 0.675 0.477

82.9 1.616 0.709 0.501

83.5 1.655 0.756 0.535

84 1.698 0.750 0.530


(5)

T (0C)

Viskositas Rata-rata

(Pa.s) STDEV error

0

25.1 8.855 0.270 0.191

25.6 8.389 0.069 0.049

26.9 8.130 0.169 0.119

27.6 8.002 0.165 0.117

28.7 7.892 0.130 0.092

29.8 8.115 0.193 0.136

30.6 8.066 0.129 0.091

31.7 8.209 0.079 0.056

32.7 8.069 0.219 0.155

33.8 7.964 0.352 0.249

34.8 7.900 0.366 0.259

35.7 7.739 0.277 0.196

36.8 7.722 0.335 0.237

37.8 7.683 0.314 0.222

38.8 7.687 0.256 0.181

39.8 7.549 0.205 0.145

40.9 7.432 0.211 0.149

41.8 7.413 0.290 0.205

42.8 7.212 0.380 0.269

43.8 7.068 0.290 0.205

44.8 6.969 0.388 0.275

45.9 6.909 0.324 0.229

46.9 6.970 0.651 0.460

47.9 6.850 0.605 0.428

49 6.795 0.720 0.509

49.9 6.685 0.858 0.607

51 6.518 0.896 0.634


(6)

66 4.026 1.335 0.944

67.1 3.972 1.302 0.920

68 3.862 1.306 0.924

69 3.763 1.328 0.939

70 3.704 1.303 0.921

71 3.637 1.246 0.881

72 3.486 1.060 0.750

72.9 3.359 0.963 0.681

73.8 3.318 0.954 0.675

74.7 3.239 0.931 0.658

75.5 3.198 0.834 0.590

76.4 3.123 0.675 0.477

77.2 3.097 0.568 0.401

78.1 3.110 0.520 0.368

78.7 3.176 0.518 0.367

79.5 3.263 0.637 0.450

80.2 3.216 0.567 0.401

80.9 3.220 0.658 0.465

81.5 3.238 0.664 0.470

82.2 3.188 0.604 0.427

82.9 3.154 0.538 0.381

83.5 3.119 0.573 0.405

84 3.191 0.643 0.454