Sebaran Suhu Melintang Analisis Oseanografi .1 Arah dan Kecepatan Angin
                                                                                68
Sebaran  temporal  suhu  permukaan  laut  yang  berfluktuasi  berdasarkan musim  merupakan  akibat  dari  pola  angin  muson  yang  bertiup  di  atas  perairan
selatan  Jawa  Timur.  Angin  muson  tenggara  Juni-Agustus  membawa  udara kering  dan  dingin  dari  Benua  Australia  menyebabkan  suhu  permukaan  laut  di
selatan  Jawa  Timur  cenderung  lebih  dingin  dibandingkan  pada  musim  angin muson  barat  laut,  serta  terjadinya  upwelling  di  selatan  Jawa  Timur  yang
membawa massa  air lapisan bawah  yang lebih dingin ke permukaan. Sebaliknya pada  saat  angin  muson  barat  laut  Desember-Februari  udara  hangat  dan  lembab
dari Benua Asia menyebabkan suhu permukaan laut di selatan Jawa lebih hangat. Selain  itu,  massa  air  Arus  Pantai  Jawa  APJ  yang  bergerak  ke  timur  diduga
membawa massa air hangat dari bagian tropis wilayah barat samudera Hindia. Sebaran  konsentrasi  klorofil-a  di  perairan  selatan  Jawa  Timur  berkaitan
dengan  proses  upwelling  dan  downwelling.  Pada  saat  upwelling  yang  terjadi  di musim timur konsentrasinya cenderung meningkat dan sebaliknya menurun pada
saat downwelling yang terjadi di musim barat, sehingga dalam periode satu tahun akan meningkat pada pertengahan tahun dan selanjutnya menurun pada permulaan
tahun. Sebaran  temporal  CPUE  menunjukkan  pola  yang  menyerupai  pola
konsentrasi  klorofil-a  di  selatan  Jawa  dengan  perbedaan  intensitas.  Hal  tersebut diduga  berkaitan  dengan  tingginya  kelimpahan  ikan  kecil  yang  merupakan
mangsa  cakalang  pada  saat  konsentrasi  klorofil-a  meningkat.  Dengan  kondisi oseanografi yang sesuai bagi pertumbuhan populasinya, stok cakalang di perairan
WPP-573  diduga  masih  besar  sehingga  CPUE  cenderung  masih  meningkat dengan  pertambahan  upaya.    Berdasarkan  dugaan  tersebut  maka  upaya  tangkap
cakalang di ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur perlu ditingkatkan. Pergeseran  kondisi  oseanografi  tahunan  menyebabkan  pergeseran  musim
penangkapan cakalang. Selama pengamatan, rataan suhu permukaan laut terendah dan  konsentrasi  klorofil-a  tertinggi  terjadi  bersamaan  pada  musim  timur  yaitu
bulan Juli hingga Oktober masing-masing dengan kisaran 25,54
o
C-27,16
o
C dan 0,43  mg.l
-1
-  0,57  mg.l
-1
.    Nilai  suhu  yang  menurun  dan  konsentrasi  klorofil-a yang  meningkat  pada  bulan  Juli-Oktober  diikuti  pula  dengan  peningkatan  hasil
tangkapan cakalang yaitu antara 1.416 kg hingga 1.491 kg per trip. Keempat bulan
69
tersebut  merupakan  musim  puncak  penangkapan,  dengan  nilai  tertinggi  pada bulan  Agustus.  Pada  musim  barat,  yaitu  Desember  hingga  Mei  konsentrasi
klorofil-a  mencapai  nilai  terendah  yaitu  0,13  mg.l
-1
dengan  suhu  yang  mulai meningkat kembali hingga mencapai suhu 28,55
o
C pada bulan Mei.  Kondisi ini diikuti penurunan tangkapan cakalang hingga 657 kg per trip pada bulan Januari.
Tabel  13  Rataan kondisi oseanografi dan CPUE bulanan tahun 2005-2009 Bulan
Rataan SPL
o
C Rataan Klorofil-a
mg.l
-1
Rataan  CPUE Kgtrip
Januari 27,58
0,13 657
Februari 27,90
0,13 736
Maret 28,30
0,13 898
April 27,98
0,16 1.056
Mei 28,55
0,22 994
Juni 28,07
0,36 1.094
Juli 27,16
0,43 1.416
Agustus 25,98
0,57 1.491
September 25,54
0,56 1.476
Oktober 25,71
0,44 1.217
November 26,29
0,39 743
Desember 27,60
0,23 956
Variasi kondisi oseanografi di atas  sesuai dengan penelitian Realino  et al 2007  yang  menyimpulkan  bahwa  wilayah  perairan  di  Laut  Jawa  memiliki
kesuburan tertinggi pada bulan-bulan Juli, Agustus dan September musim timur dan  terendah  pada  bulan-bulan  Januari,  Februari  dan  Maret  musim  barat.  Pada
musim  barat  wilayah  subur  lebih  terkonsentrasi  di  bagian  barat  laut  Indonesia yaitu di sekitar Selat Malaka, Laut Natuna, dan Selat Karimata.  Berdasarkan hal
tersebut  diduga  musim  puncak  penangkapan  cakalang  pada  musim  barat  juga bergeser ke wilayah bagian barat laut Indonesia.
4.3.2 Korelasi Silang 4.3.2.1 CPUE dengan Suhu Permukaan Laut
Dengan  menjadikan  suhu  permukaan  laut  sebagai  variabel  bebas  x  dan CPUE sebagai variabel tak bebas y didapatkan fluktuasi kedua parameter  yang
berkorelasi  pada  periode  12  bulan  yaitu  pada  bulan  Maret  2006  hingga  bulan Oktober 2008.
70
Nilai koherensi pada periode 12 bulan adalah 0,71 dengan beda fase antara kedua  fluktuasi  adalah  tan
-1
-2,97.    Nilai  tersebut  menunjukkan  bahwa  fluktuasi CPUE  cakalang  akan  mendahului  terjadinya  fluktuasi  suhu  permukaan  laut  pada
periode 12 bulan dengan beda fase sekitar 71 hari, atau bila suhu permukaan laut meningkat  maka  terdapat  kecenderungan  CPUE  akan  menurun  dan  kemudian
akan  kembali  meningkat  71  hari  sesudahnya.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa populasi  cakalang  cenderung  menghindari  perairan  yang  bersuhu  lebih  tinggi
sehingga  akan  berada  di  sekitar  perairan  tersebut  sekitar  71  hari  sebelum  suhu permukaan laut mulai meningkat.
Gambar 21  Hasil korelasi silang antara SPL dan CPUE periode 2005-2009. Matsumoto  et  al.  1984  memaparkan  bahwa  cakalang  sangat  sensitif
terhadap  perubahan  suhu  dan  merupakan  jenis  organism  homeothermal  yaitu mempunyai  kemampuan  termoregulasi  untuk  memelihara  agar  suhu  tubuh  lebih
tinggi dari suhu perairan. Kisaran suhu dimana cakalang dewasa sering ditemukan adalah  19
C –  23
C  dan  menggunakan  perbedaan  suhu  vertikal  sebagai  dasar orientasi  berenang.  Berdasarkan  penjelasan  tersebut,  lapisan  termoklin  dengan
isoterm 12,5
C  dan  25 C  pada  kedalaman  di  atas  30  m  merupakan  lingkungan
yang  sesuai  bagi  populasi  cakalang,  sehingga  nelayan  sekoci  umumnya mendapatkan ikan berukuran 2 kg - 6 kg pada kedalaman 100 meter.
71
                