Kondisi Umum Wilayah Kajian

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu elemen penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Penggunaan air mulai dari skala kecil yaitu untuk kebutuhan hidup sehari-hari hingga skala besar seperti kegiatan pertanian dan industri. Sebagian besar air diperoleh dari curah hujan yang tertampung di cekungan- cekungan berupa danau, sungai, dan lautan yang sebagian tersimpan di dalam tanah sebagai air bumi. Pada wilayah yang tidak memiliki sungai sebagai penampungan air permukaan, sumber air hanya diperoleh dari curah hujan. Semakin tinggi curah hujan per bulan maka semakin banyak air yang tersedia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor penentu ketersediaan air suatu wilayah. Perubahan iklim global mempengaruhi curah hujan dan memiliki efek berbeda masing-masing daerah. Kondisi yang berbeda dari keadaan normal ini biasa disebut dengan anomali hujan. Salah satu fenomena yang menyebabkan terjadinya anomaly hujan adalah El-Nino Southern Oscilation ENSO. Fenomena ENSO ini mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari tahun normal sehingga wilayah tersebut mengalami kekeringan dan kekurangan ketersediaan air. Kekurangan air pada lahan pertanian secara langsung akan menghambat dan menurunkan produktivitas tanaman pertanian terutama tanaman padi. Bahkan, pada kondisi kritis, kekeringan dapat mengakibatkan kematian tanaman. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman padi yang peka terhadap air sangat bergantung pada ketersediaan air secara kuantitatif baik yang bersumber pada air irigasi maupun curah hujan. Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah sentra produksi padi dimana curah hujan di wilayah tersebut dipengaruhi oleh fenomena ENSO. Adanya hubungan antara ENSO dengan produktivitas padi diiperkuat dengan terjadinya gagal panen di lahan sawah Sulawesi Selatan, contohnya pada tahun 1994 El-Nino lemah lahan sawah mengalami puso seluas 21.995 ha, tahun 1991 El-Nino sedang mengalami puso seluas 25.900 ha, tahun 1997 El-Nino kuat puso mencapai 65.340 ha Irianto dan Surmaini 2002. Deliniasi wilayah rawan kekeringan di sentra produksi pangan merupakan salah satu antisipasi dampak fenomena ENSO. Informasi deliniasi rawan kekeringan di lahan pertanian penting diketahui mengingat Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2011 tercatat sebagai provinsi terluas yang mengalami kekeringan mencapai 27.889 ha dengan puso seluas 1.490 ha.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Melakukan analisis dan deliniasi wilayah rawan kekeringan berdasarkan aspek klimatologis, hidrologis dan agronomis di Sulawesi Selatan 2. Menentukan wilayah prioritas penanganan kekeringan di Sulawesi Selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian

Sulawesi Selatan terletak di 0°12’ – 8°LS dan 116°48’-122°36 BT dengan luas wilayah sekitar 4.666.453 ha. Secara administrasi pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 21 kabupaten dan 3 kotamadya dengan luas provinsi yang bervariasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Kondisi topografi wilayah Sulawesi Selatan terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi, perairan pantai, dan laut dalam Gambar 1. Dataran rendah meliputi hampir semua kabupaten kota, dataran tinggi dapat ditemukan di Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Enrekang, Sinjai, Gowa, Bone dan sebagian wilayah Sidrap, Wajo, Pinrang, Maros, Pangkep, dan Pare-pare. Perairan pantai meliputi kabupaten yang terbentang di pesisir pantai timur dan pantai barat. Laut dalam meliputi Selat Makassar, Teluk Bone, dan Laut Selayar BPS 2009. Jumlah Sungai yang mengaliri Provinsi Sulawesi Selatan hingga kini tercatat sekitar 65 aliran sungai. Sungai terpanjang yaitu Sungai Saddang mengaliri Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, Pinrang dan Polewali Sulawesi Barat dengan panjang sungai 150 km. Aliran terbesar terdapat di Kabupaten Luwu sebanyak 25 aliran sungai BPS 2009. Berdasarkan data yang tercatat di stasiun klimatologi, Sulawesi Selatan memiliki temperatur rata-rata sebesar 26,5°C – 27,1°C, suhu minimum sebesar 22,4°C – 24,7°C, dan suhu maksimum mencapai 30,2°C – 34,5°C. Kelembaban relatif berkisar antara 66 - 87 dengan rata-rata penyinaran matahari 45 - 98, curah hujan rata-rata 1.000-1.500 per tahun BPS 2009. Gambar 1 Peta Provinsi Sulawesi Selatan sumber : Bakosurtanal Pada kondisi iklim normal, Sulawesi Selatan mempunyai tiga karakteristik iklim yang berbeda yaitu wilayah pesisir barat, bagian tengah dan pesisir timur. Puslittanak menyatakan bahwa di daerah pesisir barat puncak hujan terjadi bulan Desember-Januari. di bagian tengah puncak hujan terjadi pada bulan Desember-Januari dan April-Mei. sementara di pesisir timur pada bulan April- Mei. Distribusi curah hujan yang berbeda di tiap wilayah menghasilkan respon kekeringan yang berbeda pada saat El-Nino Surmaini dan Irianto 2002. 2.2 Definisi Kekeringan Kekeringan dapat ditinjau dari berbagai bidang ilmu antara lain meteorologi, klimatologi, hidrologi, pertanian. sosial ekonomi, dan lain-lain. Namun, kekeringan yang dikaji dalam penelitian ini hanya tiga yaitu kekeringan klimatologi, hidrologi dan pertanian. Kekeringan klimatologis berkaitan besar dan lamanya curah hujan dibawah normal. Changnom 1987 mendefinisikan kekeringan pertanian sebagai suatu periode ketika air tanah tidak cukup memenuhi kebutuhan air tanaman sehingga pertumbuhannya terhenti. Kekeringan hidrologis merupakan penurunan cadangan air sungai, waduk dan danau serta penurunan permukaan air tanah sebagai dampak kejadian kekeringan Kodoatie dan Sjarief 2008. Tabel 1 Luas wilayah kabupaten Sulawesi Selatan No Kabupaten Luas Wilayah ha 1 Selayar 90.996 2 Bulukumba 115.167 3 Bantaeng 39.583 4 Jeneponto 73.784 5 Takalar 56.651 6 Gowa 188.332 7 Sinjai 81.996 8 Maros 161.912 9 Pangkajene Kepulauan 111.219 10 Barru 147.471 11 Tana Toraja 320.557 12 Enrekang 178.604 13 Pinrang 194.177 14 Luwu 324.777 15 Luwu Utara 750.258 16 Luwu Timur 694.488 17 Bone 455.900 18 Wajo 250.619 19 Soppeng 135.944 20 Sidenreng Rappang 188.332 21 Kota Makassar 17.577 22 Kota Pare-Pare 9.933 23 Kota Palopo 24.752 24 Tana Toraja Utara 90.996 Sumber : BPS 2009

2.3 Anomali Curah Hujan

Dokumen yang terkait

Analisis wilayah rawan kekeringan untuk pengembangan sistem usaha pertanian padigogo di Propinsi Sulawesi Tenggara

0 13 97

Identifikasi lahan pertanian rawan kekeringan dengan metode sistem informasi geografis

1 5 116

Analisis wilayah rawan kekeringan untuk pengembangan sistem usaha pertanian padigogo di Propinsi Sulawesi Tenggara

0 3 87

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

0 5 20

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 7 16

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 3 14

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 1 18

analisis kekeringan pertanian berdasarkan neraca air harian di lahan tadah hujan.

0 0 17

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN DAN STRATEGI ADAPTASI PADA LAHAN RAWAN KEKERINGAN | Hidayati | JESP: Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan 1217 3448 1 SM

1 2 11

Evaluasi Kemampuan Lahan di Wilayah Rawan Longsor Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar

0 0 73