Anomali Curah Hujan TINJAUAN PUSTAKA

45 - 98, curah hujan rata-rata 1.000-1.500 per tahun BPS 2009. Gambar 1 Peta Provinsi Sulawesi Selatan sumber : Bakosurtanal Pada kondisi iklim normal, Sulawesi Selatan mempunyai tiga karakteristik iklim yang berbeda yaitu wilayah pesisir barat, bagian tengah dan pesisir timur. Puslittanak menyatakan bahwa di daerah pesisir barat puncak hujan terjadi bulan Desember-Januari. di bagian tengah puncak hujan terjadi pada bulan Desember-Januari dan April-Mei. sementara di pesisir timur pada bulan April- Mei. Distribusi curah hujan yang berbeda di tiap wilayah menghasilkan respon kekeringan yang berbeda pada saat El-Nino Surmaini dan Irianto 2002. 2.2 Definisi Kekeringan Kekeringan dapat ditinjau dari berbagai bidang ilmu antara lain meteorologi, klimatologi, hidrologi, pertanian. sosial ekonomi, dan lain-lain. Namun, kekeringan yang dikaji dalam penelitian ini hanya tiga yaitu kekeringan klimatologi, hidrologi dan pertanian. Kekeringan klimatologis berkaitan besar dan lamanya curah hujan dibawah normal. Changnom 1987 mendefinisikan kekeringan pertanian sebagai suatu periode ketika air tanah tidak cukup memenuhi kebutuhan air tanaman sehingga pertumbuhannya terhenti. Kekeringan hidrologis merupakan penurunan cadangan air sungai, waduk dan danau serta penurunan permukaan air tanah sebagai dampak kejadian kekeringan Kodoatie dan Sjarief 2008. Tabel 1 Luas wilayah kabupaten Sulawesi Selatan No Kabupaten Luas Wilayah ha 1 Selayar 90.996 2 Bulukumba 115.167 3 Bantaeng 39.583 4 Jeneponto 73.784 5 Takalar 56.651 6 Gowa 188.332 7 Sinjai 81.996 8 Maros 161.912 9 Pangkajene Kepulauan 111.219 10 Barru 147.471 11 Tana Toraja 320.557 12 Enrekang 178.604 13 Pinrang 194.177 14 Luwu 324.777 15 Luwu Utara 750.258 16 Luwu Timur 694.488 17 Bone 455.900 18 Wajo 250.619 19 Soppeng 135.944 20 Sidenreng Rappang 188.332 21 Kota Makassar 17.577 22 Kota Pare-Pare 9.933 23 Kota Palopo 24.752 24 Tana Toraja Utara 90.996 Sumber : BPS 2009

2.3 Anomali Curah Hujan

Iklim merupakan rata-rata keadaan cuaca dalam jangka panjang. Iklim suatu wilayah dapat berubah apabila faktor penentu iklim tersebut mengalami perubahan. Perubahan tersebut mengakibatkan adanya penyimpangan keadaan cuaca dan iklim dari keadaan umum atau reratanya dalam selang waktu tertentu yang disebut sebagai anomali iklim. Salah satu faktor penyebab terjadinya anomali iklim di Indonesia adalah fenomena El-Nino Southern Oscilation ENSO. Indikator yang sering digunakan untuk melihat gejala terjadinya anomali iklim adalah suhu permukaan laut sea surface temperature SST. Berdasarkan pengamatan, SST Nino 3.4 memberikan pengaruh yang lebih besar bagi wilayah Indonesia dibandingkan SST lainnya. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan dari Hendon 2003 dalam Estiningtiyas, Ramadhani dan Edrian 2007, bahwa variabilitas suhu permukaan laut Nino 3.4 mempengaruhi 50 variasi curah hujan seluruh wilayah Indonesia. Gambar 2 Variasi zona nino di Samudera Pasifik Tengah sumber:http:www.ncdc.noaa.govteleconnections ensoindicatorssst.php El Nino dan La Nina mempunyai korelasi yang kuat dengan curah hujan di Indonesia, terutama wilayah Indonesia bagian timur seperti Kalimantan bagian tenggara, Sulawesi dan Irian Jaya bagian tengah. El Nino umumnya berkaitan dengan penurunan curah hujan hingga di bawah normal dan kemarau panjang, sedangkan La nina berkaitan dengan peningkatan curah hujan di atas normal dan kejadian banjir. Berdasarkan pengamatan, SST Nino 3.4 memberikan pengaruh yang lebih besar bagi wilayah Indonesia dibandingkan SST lainnya. Pada kondisi normal anomali suhu permukaan laut berkisar antara -0,5°C sampai 0,5°C. Pada kondisi El Nino anomali suhu permukaan laut 0,5°C, sedangkan pada kondisi La nina anomali suhu permukaan laut - 0,5°C Surmaini dan Irianto 2002. Hubungan SST wilayah Indonesia rata- rata setiap musim dari Januari 1982 – Mei 2006, berdasarkan data SST global menunjukkan adanya pergerakan zona SST yang cukup jelas. Zona SPL di wilayah Indonesia yang ditandai dengan SST yang relatif lebih tinggi dari yang lain 27,6 °C pada bulan Januari – Mei merupakan pusat tekanan rendah sehingga menyebabkan masa udara terkonsentrasi di wilayah tersebut yang biasanya ditandai dengan curah hujan tinggi. Selanjutnya zona SST tersebut bergerak ke arah utara mulai bulan Juni-September dan pada umumnya curah hujan di wilayah Indonesia berkurang. Siklus ini akan berulang setiap tahun dengan teratur apabila tidak terjadi anomali iklim Estiningtyas et al. 2007. Gambar 3 Anomali suhu permukaan laut Sumber:http:www.esrl.noaa.govpsdmapimages sstsst.anom.gif. Dampak El Nino bervariasi tergantung dari intensitasnya. El Nino dikatakan kuat apabila anomali SST Nino 3.4 lebih dari 2°C. dikatakan sedang apabila anomali SST antara 1-2 °C dan dikatakan lemah apabila anomali SST antara 0.5-1 °C Irianto 2002. Anomali iklim tidak hanya mempengaruhi curah hujan, tetapi juga pola dan lamanya periode hujan dan kemarau yang berimplikasi terhadap persegeran musim tanam. Besarnya pengaruh anomali iklim terhadap parameter curah hujan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: 1 posisi ekuatorial yang terkait dengan peranan angin pasat, 2 pengaruh monsunal dalam kaitannya dengan peranan angin monsun. terutama monsun barat, dan 3 pengaruh lokal, terutama aspek topografi Las 2008. Menurut Tjasyono 1997 dalam Apriyanti 2010 pengaruh El Nino kuat pada daerah yang berpola hujan monsoon, lemah pada daerah yang mempunyai pola hujan equatorial dan tidak jelas pada daerah yang berpola hujan lokal.

III. METODOLOGI

Dokumen yang terkait

Analisis wilayah rawan kekeringan untuk pengembangan sistem usaha pertanian padigogo di Propinsi Sulawesi Tenggara

0 13 97

Identifikasi lahan pertanian rawan kekeringan dengan metode sistem informasi geografis

1 5 116

Analisis wilayah rawan kekeringan untuk pengembangan sistem usaha pertanian padigogo di Propinsi Sulawesi Tenggara

0 3 87

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

0 5 20

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 7 16

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 3 14

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 1 18

analisis kekeringan pertanian berdasarkan neraca air harian di lahan tadah hujan.

0 0 17

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI PERTANIAN DAN STRATEGI ADAPTASI PADA LAHAN RAWAN KEKERINGAN | Hidayati | JESP: Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan 1217 3448 1 SM

1 2 11

Evaluasi Kemampuan Lahan di Wilayah Rawan Longsor Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar

0 0 73