28
4.2.2.1. Karakteristik Fisik pH Pelarut
Perubahan pH pelarut pada saat pelarutan kafein untuk masing-masing perlakuan suhu yang berbeda ditampilkan dalam Gambar 4.14-4.16.
Suhu 60-70 C
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
Waktu jam pH
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.14. Perubahan pH pelarut pada suhu pelarutan 60-70
o
C. Pada 2 jam pertama proses pelarutan kafein pada suhu 60-70
o
C pH pelarut turun dari 6.8 menjadi 6-6.7. Penurunan pH pelarut tidak terjadi lagi pada jam ke
4 sampai 8 yaitu sebesar 5.7-6.6. Penurunan pH pelarut terendah terjadi pada proses pelarutan kafein ukuran biji A
3
yaitu sebesar 5.4 pada jam ke 8. Perubahan pH pelarut pada proses pelarutan kafein suhu 70-80
o
C pada 2 jam pertama proses pelarutan kafein adalah sebesar 5.6-5.8 dari nilai pH awal
yaitu 6.8. Pada jam ke 4 sampai 8 pH pelarut relatif konstan yaitu berkisar antara 5-5.7 Gambar 4.15. Penurunan pH pelarut terendah terjadi pada proses
pelarutan kafein ukuran biji A
4
yaitu sebesar 5 pada jam ke 8.
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
29
Suhu 70-80 C
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
Waktu jam pH
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.15. Perubahan pH pelarut pada suhu pelarutan 70-80
o
C.
Suhu 80-90 C
1 2
3 4
5 6
7 8
2 4
6 8
Waktu jam pH
A1 A2
A3
A4
Gambar 4.16. Perubahan pH pelarut pada suhu pelarutan 80-90
o
C. Berdasarkan gambar 4.16 terlihat bahwa perubahan pH pelarut pada proses
pelarutan suhu 80-90
o
C memiliki trend yang sama dengan perlakuan 2 tingkatan suhu sebelumnya. Pada 2 jam pertama proses pelarutan kafein pH pelarut turun
menjadi 5.2-5.9. Sedangkan pada jam ke 8 pH pelarut turun menjadi 4.6-5.5. Penurunan pH pelarut terkecil terjadi pada ukuran biji terkecil yaitu A
4
. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa semakin kecil ukuran biji kopi dan
semakin tinggi suhu serta lama waktu yang digunakan pada proses pelarutan kafein, maka penurunan pH pelarut yang terjadi akan semakin besar.
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
30 Perubahan pH pelarut disebabkan karena ion H yang terdapat di dalam biji
kopi ikut terbawa dan terlarut dalam pelarut etil asetat pada saat dilakukan proses pelarutan secara sirkulasi dan terus menerus sehingga pH pelarut mengalami
penurunan sampai akhir proses pelarutan. Berdasarkan uji statistik perubahan pH pelarut berbeda nyata dalam
interaksi antara ukuran biji, lama proses pelarutan dan suhu pelarut yang digunakan. Uji lanjutan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test diketahui
bahwa penurunan pH pelarut ukuran biji A
1
dengan lama proses 4, 6 dan 8 jam pada suhu 60-70
o
C tidak berbeda nyata Lampiran 1.
Tekstur
Perubahan tekstur biji kopi untuk tiap ukuran yang berbeda dalam proses pelarutan kafein pada beberapa tingkatan suhu ditampilkan dalam Gambar 4.17 –
4.19.
Suhu 60-70 C
50 100
150 200
250 300
350 400
450
2 4
6 8
Waktu, jam T
e k
s tu
r g r
m m
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.17. Perubahan tekstur biji kopi pada suhu pelarutan 60-70
o
C. Berdasarkan Gambar 4.17 terlihat bahwa tekstur biji kopi terus mengalami
perubahan selama proses pelarutan kafein 2 sampai 8 jam. Pada 2 jam pertama tekstur biji kopi yang semula berkisar antara 320-385 grmm mengalami
penurunan menjadi 250-270 grmm. Penurunan terus terjadi sampai akhir proses pelarutan yaitu sebesar 230-250 grmm.
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
31
Suhu 70-80 C
50 100
150 200
250 300
350 400
450
2 4
6 8
Waktu, jam T
e k
s tu
r g r
m m
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.18. Perubahan tekstur biji kopi pada suhu pelarutan 70-80
o
C.
Suhu 80-90 C
50 100
150 200
250 300
350 400
450
2 4
6 8
Waktu, jam T
e k
s tu
r g r
m m
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.19. Perubahan tekstur biji kopi pada suhu pelarutan 80-90
o
C. Hal yang sama juga terjadi pada proses pelarutan kafein pada 2 tingkatan
suhu lainnya. Pada suhu 70-80
o
C nilai tekstur pada akhir proses pelarutan adalah 221-238 grmm. Sedangkan pada suhu 80-90
o
C nilai tekstur pada akhir proses pelarutan yaitu jam ke 8 adalah sebesar 180-210 grmm. Proses dekafeinasi kopi
selama 2-8 jam menyebabkan tekstur biji kopi bertambah lunak yang dilihat dari menurunnya nilai tekstur biji kopi. Hal ini disebabkan karena pori-pori
permukaan dan jaringan biji yang membesar karena pengaruh panas sehingga tekstur biji menjadi lunak.
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
32 Berdasarkan uji statistik, perubahan tekstur biji yang dihasilkan berbeda
nyata dalam interaksi antara ukuran biji dan suhu pelarut yang digunakan, dan lama proses pelarutan dengan suhu pelarut yang digunakan. Uji lanjutan
menggunakan Duncan’s Multiple Range Test diketahui bahwa interaksi antara ukuran biji dan suhu pelarut yang digunakan tidak terdapat perbedaan yang nyata
pada penurunan tekstur biji kopi untuk tiap perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan karena asumsi tidak terpenuhi seperti kehomogenan galatnya tidak
terpenuhi. Pada interaksi antara lama proses pelarutan dengan suhu pelarut yang digunakan, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara lama pelarutan 2 dan 4 jam
pada suhu 80-90 C Lampiran 1.
Warna
Warna biji kopi diukur dengan menggunakan alat Color Reader. Perubahan warna biji kopi untuk tiap ukuran yang berbeda dalam proses pelarutan
kafein pada beberapa tingkatan suhu ditampilkam dalam Gambar 4.20 – 4.23.
Suhu 60-70 C
20 40
60 80
100 120
2 4
6 8
Waktu, jam Wa
rn a
L
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.20. Perubahan warna biji kopi pada suhu pelarutan 60-70
o
C. Pada gambar 4.20 terlihat bahwa warna biji kopi L yang semula berkisar
antara 105-106 mengalami penurunan menjadi 57-62 pada akhir proses pelarutan.
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
33
Suhu 70-80 C
20 40
60 80
100 120
2 4
6 8
Waktu, jam W
ar na
L
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.21. Perubahan warna biji kopi pada suhu pelarutan 70-80
o
C. Hal yang sama juga terjadi pada tingkatan suhu pelarutan berikutnya. Penurunan
nilai L pada suhu 70-80
o
C adalah sebesar 54-62 pada pada jam ke 8.
Suhu 80-90 C
20 40
60 80
100 120
2 4
6 8
Waktu, jam Wa
rn a
L
A1 A2
A3 A4
Gambar 4.22. Perubahan warna biji kopi pada suhu pelarutan 80-90
o
C.
Berdasarkan gambar 4.22 terlihat bahwa warna biji kopi berdasarkan nilai L nya juga menurun dari yang semula berkisar antara 105-106 menjadi 54-56 pada akhir
proses. Gambar 4.23 menampilkan perubahan warna biji kopi setelah proses dekafeinasi.
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
A1 : d 7.5mm A2 : 6.5mm d 7.5 mm
A3 : 5.5mm d 6.5mm A4 : d 5.5mm
34 Gambar 4.23. Perubahan warna biji kopi setelah proses dekafeinasi.
Pada Gambar 4.23 terlihat bahwa setelah proses dekafeinasi warna biji kopi berubah menjadi lebih gelap karena nilai L nya turun.
Berdasarkan uji statistik, terdapat 3 tiga interaksi yang berbeda nyata pada perubahan warna biji kopi nilai L, yaitu interaksi antara ukuran biji dan
lama pelarutan, ukuran biji dan suhu pelarut yang digunakan, dan lama pelarutan dan suhu pelarut yang digunakan. Uji lanjutan menggunakan Duncan’s Multiple
Range Test diketahui bahwa interaksi antara ukuran biji dan lama pelarutan tidak berbeda nyata pada ukuran biji A
3
lama pelarutan 2 dan 4 jam. Pada interaksi antara ukuran biji dan suhu pelarut yang digunakan, tidak terdapat perbedaan yang
nyata pada perubahan warna biji kopi untuk tiap perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan karena asumsi tidak terpenuhi seperti kehomogenan galatnya tidak
terpenuhi. Sedangkan pada interaksi antara lama pelarutan dan suhu pelarut yang digunakan, diketahui lama pelarutan 2-8 jam tidak berbeda nyata pada suhu 70-
80
o
C. Selain itu lama pelarutan 2-4 jam suhu 60-70
o
C tidak berbeda nyata dengan lama pelarutan yang sama pada suhu 80-90
o
C Lampiran 1. Nilai L lightness merupakan jumlah sinar yang dipantulkan ulang oleh
suatu benda berwarna gelap saat diberi penyinaran dengan sumber cahaya pada gelombang tertentu. Sehingga semakin gelap warna biji, maka semakin sedikit
cahaya yang dipantulkan Barbara, 2000. Perubahan warna disebabkan adanya reaksi Maillard yang melibatkan senyawa bergugus karbonil gula reduksi dan
bergugus amino asam amino. Reaksi Maillard merupakan reaksi browning non
Sebelum Setelah Dekafeinasi
35 enzimatik yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul tinggi
Winarno, 1997.
4.2.2.2. Karakteristik Kimia Kafein