15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMILAHAN CEPAT ISOLAT
Enterobacter sakazakii  TAHAN PANAS
Tahapan  pemilahan  cepat  isolat  Enterobacter  sakazakii  dilakukan  dengan  parameter penurunan  logaritma  jumlah  koloni  terkecil.    Penurunan  logaritma  jumlah  koloni  yang  kecil
mengindikasikan  isolat  yang  diuji  dapat  bertahan  dalam  jumlah  besar  setelah  perlakuan  panas yang  diberikan,  sementara  penurunan  logaritma  jumlah  koloni  yang  besar  menunjukkan  isolat
yang diuji tereduksi dalam jumlah besar selama pemanasan, dan dapat diasumsikan bahwa isolat tersebut tidak  tahan panas.   Isolat E.  sakazakii dengan  karakter tersebut tidak disertakan dalam
kajian  ketahanan  panas,  namun  hal  ini  akan  diamati  lebih  lanjut  dari  kajian  ketahanan  panas dengan mengukur parameter kinetika inaktivasi mikroba nilai D dan nilai Z untuk memastikan
ketahanan  panasnya.    Penurunan  reduksi  logaritma  yang  tercantum  pada  Tabel  2  diartikan sebagai penurunan jumlah E. sakazakii yang diinokulasikan pada menstruum pemanas Tryptose
Soy  Broth  N yang  masih  dapat  bertahan  setelah  pemanasan  N
t
pada  suhu  54
o
C  selama  32 menit.
Tabel 2. Hasil Pemilahan Cepat  Isolat E. sakazakii Tahan Panas No
Kode isolat
Sumber Jumlah awal
No Jumlah akhir
Nt Reduksi
Log S 1.
YR t2a Susu formula
1.3 x 10
7
1.8 x 10
4
2.86 2.
YR t2b Susu formula
5.9 x 10
6
4.0 x 10
3
3.17 3.
YR c3a Susu formula
1.2 x 10
6
2.6 x 10
4
1.66 4.
E8 Makanan bayi
1.2 x 10
6
4.4 x 10
3
2.44 5.
E9 Makanan bayi
3.8 x 10
5
9.1  x 10
3
1.62 6.
E10 Makanan bayi
4.2 x 10
5
1.2  x 10
3
2.54 7.
E12 Makanan bayi
1.3 x 10
7
4.0 x 10
2
4.51 Rata – rata penurunan log S isolat asal susu formula dan makanan bayi adalah sebesar 3
siklus  log.  Jika  dibandingkan  dengan  isolat  asal  susu  formula  isolat  asal  makanan  bayi mengalami  rataan  penurunan  log  yang  tidak  jauh  berbeda, kemungkinan  yang  terjadi  adalah  E.
sakazakii  yang  mengkontaminasi  produk,  baik  susu  formula  dan  makanan  bayi  berasal  dari sumber  yang sama, beberapa produk makanan bayi  maupun susu  formula biasanya berasal dari
produsen yang sama.  Data perhitungan koloni pemilahan cepat isolat tahan panas dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penurunan  log  yang  terjadi  mendekati  nilai  penurunan  rataan  log  isolat  type  dan capsulated    pada  percobaan  yang  dilakukan  Iversen  et  al.  2004,  yaitu  penurunan  sebesar  3
siklus  log  pada  menstruum  pemanas  Tryptose  Soy  Broth  TSB  dari  jumlah  inokulum  awal
16 sebesar 10
7
CFUml.  Untuk isolat asal susu formula penurunan log terbesar dialami oleh isolat YR  t2b,  dan  YR  t2a.    Kedua  isolat  ini  mengalami  penurunan  sebesar  3  siklus  log  dari  rataan
jumlah inokulum awal sebesar 10
6
CFUml, walaupun penurunan log untuk isolat YR t2a dan YR t2b  terjadi  paling  besar  untuk  isolat  asal  susu  fomula,  pemanasan  pada  suhu  54
C  selama  32 menit tidak cukup untuk menurunkan jumlah koloni hingga di bawah level infeksi E. sakazakii,
sebesar  10
3
CFU  Iversen    Forsythe  2003,  pada  pemanasan  selama  32  menit  hanya menurunkan level E. sakazakii hingga satu log di atas dosis infeksi untuk isolat YR t2a dan tepat
pada  dosis  infeksi  untuk  isolat  YR  t2b.  Isolat  YR  c3a  mengalami  penurunan  log  terkecil dibandingkan  dengan  isolat  asal  susu  formula  lainnya,  yaitu  sebesar  2  siklus  log,  dari  jumlah
inokulum awal sebesar 10
6
CFUml hingga level 10
4
CFUml.  Jumlah inokulum awal tiap isolat pada  pemilahan  cepat  ini  tidak  seragam,  sementara  semakin  banyak  jumlah  inokulum  akan
berpengaruh  pada  ketahanan  panas  bakteri,  sebab  kemungkinan  terbentuknya  substansi pelindung protective substances sejenis protein yang akan melindungi sel dari perlakuan panas
menjadi  semakin  besar  Jay  2000.    Jumlah  inokulum  awal  isolat  YR  t2a  adalah  sebesar  10
7
CFUml untuk isolat YR c3a dan YR t2b inokulum awal sebesar 10
6
CFUml, namun isolat YR t2a  dengan  jumlah  inokulum  yang  lebih  besar  dari  isolat  YR  t2a  dan  YR  c3a  tidak  mengalami
penurunan log yang lebih kecil dibandingkan dengan dua isolat lainnya dengan jumlah inokulum satu  log  lebih  kecil.    Penurunan  log  terkecil  justru  dialami  oleh  isolat  YR  c3a  dengan  jumlah
inokulum yang lebih kecil. Isolat  asal  makanan  bayi  menunjukkan  rataan  penurunan  log  yang  sama  dengan  isolat
asal susu formula, yaitu sebesar 3 siklus log, namun dari empat isolat asal makanan bayi terdapat satu  isolat  yang  sangat  rentan  terhadap  perlakuan  suhu  54
C,  yaitu  isolat  E12  penurunan  log terjadi hingga 5 siklus log.  Penurunan terjadi dari level 10
5
CFUml hingga 10
2
CFUml.  Isolat ini diasumsikan sangat rentan terhadap perlakuan panas sehingga tidak disertakan dalam tahapan
kajian  ketahanan  panas.    Penurunan  log  yang  terjadi  untuk  isolat  asal  makanan  bayi  terjadi hingga  level  10
3
CFUml,  kecuali  untuk  isolat  E12  yang  mengalami  penurunan  lebih  rendah sebesar satu siklus log, namun jumlah inokulum awal tidak seragam.  Untuk isolat E9 dan E10
jumlah inokulum awal sebesar 10
5
CFUml, sementara isolat E8 memiliki jumlah inokulum awal satu log lebih besar, yaitu 10
6
CFUml.  Ketahanan panas terkait dengan jumlah inokulum yang lebih besar, tidak berpengaruh jika dilihat dari hasil pemilahan cepat ini, sebab isolat E12 dengan
jumlah inokulum yang lebih besar dari isolat lainnya tidak mengalami penurunan log paling kecil dibandingkan  dengan  isolat  asal  makanan  bayi  lainnya,    begitu  juga  dengan  isolat  YR  t2a  asal
susu formula. Banyak  faktor  yang  mempengaruhi  ketahanan  panas  bakteri,  kemungkinan  kondisi
fisiologis  bakteri  pada  saat  perlakuan  berbeda  sehingga  menunjukkan  respon  berbeda  terhadap perlakuan  panas  Nazarrowec  –  White  dan  Farber  1997.    Usia  kultur  yang  berbeda  menjadi
alasan penyebab jumlah isolat yang besar tidak bertahan lebih banyak pada saat perlakuan panas. Tiap  isolat,  baik  asal  susu  formula  ataupun  asal  makanan  bayi  diinkubasikan  pada  suhu  37
C selama  16  jam  sebelum  digunakan  pada  percobaan.    Kemungkinan  yang  terjadi  waktu
pencapaian  fase  stasioner  yang  merupakan  fase  dimana  isolat  memiliki  ketahanan  yang  besar terhadap  berbagai  jenis  strees  termasuk  panas,  berbeda  antar  isolat.    Hal  ini  mengakibatkan
respon  terhadap  panas  menjadi  berbeda.    Isolat  E9  dan  E8  asal  makanan  bayi  mengalami penurunan log sebesar 2 siklus log, dari level inokulum awal sebesar 10
6
CFUml untuk isolat E8 dan 10
5
CFUml untuk isolat E9.  Isolat E10 mengalami penurunaan 2 siklus log lebih kecil dari isolat E12 dan satu log lebih besar dari isolat E9 dan E8.  Isolat asal makanan bayi yang dipilih
untuk  dikaji  ketahanan  panasnya  adalah  isolat  E9,  dengan  pertimbangan  isolat  ini  mengalami
17 penurunan  log  terkecil,  relatif  sama  dengan  isolat  E8,  namun  dilihat  dari  inokulum  awal  dan
jumlah  koloni  setelah  pemanasan  isolat  E9  mengalami  penurunan  logaritma  yang  lebih  kecil, yaitu sebesar 1.62 siklus log, sementara isolat E8 mengalami penurunan sebesar 2.44 siklus log.
Sehingga isolat E9 asal makanan bayi dipilih untuk dikaji ketahanan panasnya.  Untuk isolat asal susu formula isolat terpilih adalah YR t2a dan YR c3a, dengan pertimbangan yang sama dengan
pemilihan  isolat  asal  makanan  bayi,  yaitu  penurunan  log  terkecil.    Pemilihan  isolat  dilakukan lebih banyak pada isolat asal susu formula dengan mempertimbangkan susu formula merupakan
sumber utama infeksi E. sakazakii pada bayi dengan kondisi imun tertentu CDC 2002 sehingga evaluasi ketahanan panas dilakukan lebih banyak pada isolat asal susu formula, yaitu YR t2a dan
YR  c3a  serta  satu  isolat  asal  makanan  bayi  yang  paling  tahan  terhadap  suhu  pemilahan dibandingkan isolat asal makanan bayi lainnya, yaitu isolat E9.  Ketiga isolat terpilih ini relatif
lebih tahan pada suhu uji dengan asumsi pada suhu lainnya isolat  terpilih ini akan menunjukkan respon yang sama terhadap perlakuan panas pada suhu lainnya.
B. KAJIAN KETAHANAN PANAS ISOLAT