Ketahanan panas Isolat Enterobacter sakazakii asal susu formula dan makanan bayi

(1)

i

KETAHANAN PANAS ISOLAT

Enterobacter sakazakii

ASAL SUSU FORMULA DAN MAKANAN BAYI

SKRIPSI

IVANI ARDELINO

F24062659

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ii

HEAT RESISTANCE OF

Enterobacter sakazakii

ISOLATED FROM POWDERED

INFANT FORMULA AND WEANING FOOD

Ivani Ardelino, Rizal Syarief, and Ratih Dewanti-Hariyadi

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, Bogor 16002, Indonesia

ABSTRACT

Enterobacter sakazakii has been recognized as one of the newly emerging patoghen by USFDA. Infection by this bacterium could cause sepsis, meningitis, necrotizing enterocolitis, and many others life threatening diseaseas in neonates, especially those who are premature or immunocompromised. There is no report about the outbreaks ensued associated with this bacterium in powdered infant formula in Indonesia, finding of this bacterium in some local powdered infant formula should be anticipated for a better food safety management. Heat treatment were universally known as an effective way to eliminate foodborne patoghen in food, including Enterobacter sakazakii presence in powdered infant formula. The aim of this study was to obtain information about the heat resistance of local isolates of Enterobacter sakazakii based on their thermotholerance parameters (D and Z value), because of the effective heat treatment need accurate information of the heat resistance of this bacterium.

Eight food isolates were used in this study. Rapid screening was done preceeding heat resistance study to obtain isolates that tolerate heat treatment at 54 0C for 32 minutes. The isolates were then inoculated into reconstituted powdered infant formula as heating menstruum preheated at various test temperatures (54, 56, 58, and 60 oC) by using waterbath shaker. Enumeration of surviving bacteria were done at certain time. Survival curves were designed by plotting the log10

number of survivors versus time intervals (min). The D-values were obtained by calculating the negative inverse of the slope of this curves. Z-values were obtained by using a linear model of temperatures versus log D-values. The Z-values were extracted from the negative inverse of the slope. A calculation of D70 in this study were done to estimate the effectiveness of recommendated

temperature to reconstitute powdered infant formula.

Rapid screening showed that three food isolates and one ATCC 51329 survived well after heating at 54 0C. These isolate were assumed to be heat tolerant and used to determine the heat resistance of this bacterium at test temperatures. The result of this study suggested that D-value for local isolates were7.50 - 9.13, 3.61 - 4.24, 1.34 - 1.39 , and 0.71 – 0.90 min respectively for 54, 56, 58, and 60 0C. This study indicated that Enterobacter sakazakii was not particularly heat resistant. The D-values found in this study was entirely lower than those obtained by Nazarowec – White Farber (1997). It could be that one strain in the pooled culture mixture used in the Nazarowec – White study was exceptionally heat resistant.

Z-value calculated in this study ranged from 5.54 to 6.08 0C. This value was within the range published for most non-sporeforming bacteria (4 – 6 0C). As compared to other Enterobactericeae in dairy product at 72 0C, these local isolate appeared to be more heat resistance except for Yersinia enterolitica. Using the D and Z values obtained in this study an average of 38 D kill of Enterobacter sakazakii in dried infant formula would be observed at minimum (High Temperature Short Time) pasteurization treatment (72 0C 15 s) and therefore this organism should not survive the pasteurization process. The calculation shown that 70 0C is effective to eliminate the presence of E. sakazakii in powdered infant formula during reconstitution.


(3)

iii IVANI ARDELINO.F24062659. Ketahanan Panas Isolat Enterobacter sakazakiiAsal Susu Formula dan Makanan Bayi. Di bawah bimbinganRizal Syarief dan Ratih Dewanti-Hariyadi.2011

RINGKASAN

Enterobacter sakazakii merupakan bakteri patogen oportunistik, Gram negatif berbentuk batang serta tidak membentuk spora. Keberadaannya diasosiasikan dengan foodborne illness pada bayi. Sejak tahun 1958 tercatat sekitar 111 kasus infeksi oleh bakteri ini dan 26 kasus diantaranya mengakibatkan kematian pada bayi. Kejadian infeksi oleh Enterobacter sakazakii tergolong rendah namun tingkat kematian akibat infeksi bakteri ini sangat tinggi. Di indonesia keberadaan bakteri ini menjadi sorotan setelah pemberitaan mengenai hasil penelitian Estuningsih et al. (2006) diberitakan kepada masyarakat pada awal tahun 2008 yang lalu. Penelitian tersebut menyatakan bahwa 22.73 % sampel susu formula bayi dan 46.7 % sampel makanan bayi asal Indonesia terkontaminasi oleh

Enterobacter sakazakii. Pemberitaan ini cukup menggemparkan berbagai kalangan mengingat resiko

meningitis, sepsis, dan bacterimia yang dapat disebabkan oleh Enterobacter sakazakii.

Kasus infeksi akibat Enterobacter sakazakii yang didokumentasikan berhubungan dengan keberadaan bakteri ini pada susu formula. Probabilitas kontaminasi E.sakazakii dapat terjadi melalui beberapa titik kontaminasi, diantaranya pada saat pemrosesan susu formula ataupun pada saat penyajiannya. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari kontaminasi E. sakazakii adalah melalui perlakuan panas pada produk susu formula. Proses pasteurisasi pada saat pemrosesan dan rekonstitusi susu dengan air bersuhu tinggi (700C) pada saat penyajian merupakan perlakuan panas yang diharapkan mampu mengeliminasi keberadaan E.sakazakii. Keefektifan perlakuan ini membutuhkan informasi yang akurat mengenai profil ketahanan panas mikroorganisme target (E. sakazakii), yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk mereduksi jumlah mikroba hingga level tertentu. Ketahanan panas mikroba tergantung pada profil kinetika inaktivasinya, dua parameter utama kinetika inaktivasi mikroba adalah nilai D dan Z. Nilai D merupakan waktu efektif untuk membunuh mikroorganisme target sebesar satu siklus logaritma sedangkan nilai Z menunjukkan sensitivitas perubahan nilai D terhadap suhu.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data ketahanan panas E.sakazakii yang telah diisolasi dari susu formula (Meutia 2008) dan makanan bayi lokal (Estuningsih et al. 2006). Penelitian dilakukan dalam dua tahapan, yaitu tahapan pemilahan cepatisolat tahan panas dan kajian ketahanan panas. Tahapan Pemilahan cepat isolat tahan panas dilakukan untuk mereduksi jumlah isolat yang akan diuji ketahanan panasnya. Kajian ketahanan panas dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode ketahanan panas submerged vessel yang dilakukan oleh Nazarrow-White dan Farber (1997). Percobaan dilakukan pada tiga isolat lokal hasil pemilahan cepat, serta satu isolat Gen bank ATCC 51329. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan susu formula rekonstitusi sebagai

menstruum pemanas yang dipanaskan pada suhu tertentu (54, 56, 58 dan 60 0C) dengan menggunakan

waterbath shaker, selanjutnya susu formula rekonstitusi dikontaminasi dengan kultur E. Sakazakii

fase stasioner. Pengambilan sampel diakukan pada interval waktu tertentu pada tiap perlakuan suhu. Jumlah bakteri yang bertahan setelah pemanasan dihitung dengan metode hitungan cawan. Jumlah bakteri yang bertahan pada interval waktu tertentu saat pemanasan pada suhu uji diplotkan pada kurva semilogaritma, kurva ini merupakan kurva kecepatan kematian bakteri. Nilai D dihitung dari -1/slope


(4)

iv kurva kecepatan kematian ini, sementara nilai Z diperoleh dari -1/slope dari kurva kematian termal (Thermal Death Time ) yang merupakan plot antara nilai D pada beberapa suhu uji.

Hasil penelitian menunjukkan nilai D54 isolat E. sakazakii yang diujikan berada pada kisaran 7.50 – 9.13 menit. D56 yang diperoleh berada pada kisaran 3.61 – 4.24 menit. D58 untuk isolat yang diujikan berada pada kisaran 1.34 – 1.39 menit. Pada suhu 60 0C diperoleh nilai D pada kisaran 0.71 – 0.90 menit. Nilai Z Isolat E. sakazakii yang diujikan berada pada kisaran 5.54 – 6.08 0C, kisaran nilai ini berada pada kisaran nilai Z untuk bakteri patogen yang tidak membentuk spora. Nilai D untuk keseluruhan isolat yang diuji dalam penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nazarowec-White dan Farber (1997), hal ini kemungkinan disebabkan isolat yang diuji pada penelitian tersebut merupakan strain E. sakazakii tahan panas yang berbeda dengan strain bakteri yang diuji pada penelitian ini. Secara keseluruhan isolat E. sakazakii yang diuji relatif lebih tahan panas jika dibandingkan dengan Enterobactericeae lainnya yang mengkontaminasi susu, namun isolat yang diuji tidak lebih tahan jika dibandingkan dengan Yersinia enterolitica kecuali satu isolat asal susu formula, YR t2a. E. sakazakii tidak dapat bertahan pada perlakuan pasteurisasi yang umumnya dilakukan pada suhu 72 0C selama 15 detik, dengan perhitungan nilai D72 untuk tiap isolat, Enterobacter sakazakii akan mengalami reduksi rata- rata sebesar 38 siklus log pada proses pasteurisasi. Pasteurisasi sangat efektif untuk mengeliminasi keberadaan E. sakazakii pada produk susu formula sehingga kemungkinan kontaminasi yang terjadi pada susu formula dan makanan bayi terjadi setelah proses (post processing contamination).


(5)

v

KETAHANAN PANAS ISOLAT

Enterobacter sakazakii

ASAL SUSU FORMULA DAN MAKANAN BAYI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IVANI ARDELINO

F 24062659

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

vi

Fakultas

: Teknologi Pertanian

Judul Skripsi

: Ketahanan Panas Isolat

Enterobacter sakazakii

Asal Susu

Formula dan Makanan Bayi

Nama

: Ivani Ardelino

NRP

: F24062659

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS) (Dr. Ir. Ratih Dewanti-Haryadi, Msc)

NIP: 19480409.197302.1 NIP:19620920.198603.2.002

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah)

NIP: 19650814.199022.1.001


(7)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Ketahanan Panas Isolat Enterobacter sakazakii Asal Susu Formula dan Makanan Bayi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

Ivani Ardelino F24062659


(8)

iv

© Hak cipta milik Ivani Ardelino, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak

foto copy, mikrofilm, dan sebagainya.


(9)

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 15 Februari 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Deli Yuzar dan Arnis. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di SD Negeri 011 Bangkinang, SLTP Negeri 1 Bangkinang dan SMA Negeri 1 Bangkinang. Penulis kemudian diterima menjadi mahasiswa pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006.

Selama menjadi mahasiswa IPB penulis terlibat dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan. Penulis tergabung sebagai anggota IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau) pada tahun 2006 dan anggota HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan). Pada tahun 2008 Penulis sempat bergabung sebagai anggota Food Processing Club Divisi Bakery. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai pelatihan dan seminar di bidang pangan seperti Pelatihan Sistem Manajemen Halal yang diselenggarakan oleh HIMITEPA pada tahun 2008, Pelatihan Food Safety Management System

ISO 22000:2005 dan Pelatihan Quality Management System ISO 9001:2008 yang diselenggarakan oleh BSP pada tahun 2009, pada tahun yang sama penulis juga mengikuti pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh HIMITEPA. Selama menjalani perkuliahan di IPB penulis juga mengikuti kegiatan pelatihan bahasa Jepang di unit bahasa Institut Pertanian Bogor (2006 - 2010) hingga memperoleh JPT (Japanese Proficiency test ) level 5 pada Maret 2010.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Ketahanan Panas Isolat Enterobacter sakazakii Asal Susu Formula dan Makanan Bayi, di bawah bimbingan Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS.


(10)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, atas kehendak dan karunia-Nya, penelitian yang berjudul “Ketahanan Panas Isolat Enterobacter sakazakii Asal Susu Formula dan Makanan Bayi

dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dapat diselesaikan atas sumbangan pemikiran dan masukan dari pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan dukungan, bimbingan, dorongan, dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi,M.sc selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, M.sc selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberi masukan dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril yang tiada henti sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Para laboran dan teknisi laboratorium Seafast Center dan LJA yang telah mendukung kelancaran kegiatan penelitian hingga akhir: Mbak Ari, Mas Yerris, dan Mbak Sofah.

6. Seluruh teman-teman ITP khususnya angkatan 43, yang saling menyemangati. Terimakasih terutama penulis ucapkan kepada sahabat lab patogen: Jupe, Pitdong, dan Pancut. Teman - teman seperjuangan di Seafast tercinta : Wince, Kim jong, Yogi, dan teman-teman ITP 43 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

7. Sahabat penulis Siti Kipdyah, yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian penelitian dan skripsi.

8. Pustakawan-pustakawan PITP, PAU, dan LSI, terima kasih atas segala bantuannya.

9. Terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan, Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Pasca Sarjana dan SEAFAST Center yang telah memfasilitasi penelitian ini.

10. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terima kasih atas bantuannya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, dengan segala kelebihan dan kekurangnnya, penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan pada khususnya.

Bogor, Januari 2011 Ivani Ardelino


(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Enterobacter Sakazakii ... 3

1. Karakteristik umum ... 3

2. Ekologi Enterobacter sakazakii ... 3

3. Infeksi Enterobacter sakazakii ... 4

4. Teknik deteksi Enterobacter sakazakii ... 4

5. Keragaman Genetik Enterobacter sakazakii ... 5

B. PROSES PEMBUATAN DAN PENANGANAN SUSU FORMULA SERTA PELUANG KONTAMINASINYA ... 5

C. KINETIKA INAKTIVASI MIKROBA ... 7

1. Nilai D ... 7

2. Nilai Z ... 7

D. KETAHANAN PANAS Enterobacter sakazakii ... 8

III. METODOLOGI ... 10

A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ... 10

1. Bahan ... 10

2. Alat ... 10


(12)

v

1. Pemilahan cepat isolat E.sakazakii tahan panas ... 11

a. Persiapan inokulum ... 11

b.Persiapan menstruum pemanas ... 11

c. Pengujian ketahanan panas untuk pemilahan isolat ... 12

d. Pencawanan dan perhitungan koloni ... 12

2. Kajian ketahanan panas isolat E. sakazakii tahan panas ... 12

a. Persiapan menstruum pemanas ... 13

b. Uji ketahanan panas isolat E. sakazakii tahan panas ... 13

c. Perhitungan Nilai D, Nilai Z, Nilai D72 dan D70 ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. HASIL PEMILAHAN CEPAT ISOLAT Enterobacter sakazakii TAHAN PANAS ... 15

B. HASIL KAJIAN KETAHANAN PANAS ISOLAT Enterobacter sakazakii TAHAN PANAS ... 17

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

A. KESIMPULAN... 26

B. SARAN ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(13)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai D dan Nilai Z Enterobacter sakazakii (WHO – FAO 2006) ... 8 Tabel 2. Hasil Pemilahan Cepat Isolat E. sakazakii Tahan Panas ... 15 Tabel 3 Perbandingan Nilai D54 Kajian Ketahanan Panas Isolat E. sakazakii

Terhadap Pemilahan Cepat Isolat ... 19 Tabel 4 Nilai D72 Isolat Lokal E. sakazakii Asal Susu Formula dan Makanan Bayi ... 23 Tabel 5 Nilai D Isolat Lokal E. sakazakii pada 72 0C ... 24


(14)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Penampakan E. sakazakii secara morfologi di bawah mikroskop dengan

perbesaran 1000 x (Meutia 2008) ... 3 Gambar 2. Bagan alir proses produksi susu formula bubuk dan penyajiannya

(WHO- FAO 2004) ... 6 Gambar 3. Kurva logaritma jumlah mikroba yang hidup sebagai fungsi waktu

(Fardiaz 1992) ... 7 Gambar 4. Kurva semi logaritma hubungan nilai D terhadap suhu (Fardiaz 1992) ... 8 Gambar 5. Diagram alir penelitian ketahanan panas isolat E.sakazakii asal susu formula dan makanan bayi ... 11 Gambar 6. Kurva Kecepatan Kematian Isolat E9 Asal Makanan Bayi Ulangan I ... 17 Gambar 7. Nilai D Isolat Enterobacter sakazakii Asal Susu Formula dan Makanan Bayi . 18 Gambar 8. Kurva kematian termal Isolat E. sakazakii asal susu formula

dan makanan bayi ulangan II ... 21 Gambar 9. Nilai Z Isolat Enterobacter sakazaki Asal Susu Formula dan Makanan Bayi .. 22


(15)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data perhitungan koloni pemilahan cepat isolat tahan panas ... 31

Lampiran 2a. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat ATCC 51329 pada 54 0C 32

Lampiran 2b. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat ATCC 51329 pada 560C 33

Lampiran 2c. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat ATCC 51329 pada 580C .. 34

Lampiran 2d. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat ATCC 51329 pada 600C 35

Lampiran 3a. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR t2a pada 540C ... 36

Lampiran 3b. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR t2a pada 560C ... 37

Lampiran 3c. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR t2a pada 580C ... 38

Lampiran 3d. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR t2a pada 600C ... 39

Lampiran 4a. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR c3a pada 54 0C ... 40

Lampiran 4b. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR c3a pada 560C ... 41

Lampiran 4c. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR c3a pada 580C ... 42

Lampiran 4d. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat YR c3a pada 600C ... 43

Lampiran 5a. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat E9 pada 540C ... 44

Lampiran 5b. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat E9 pada 560C ... 45

Lampiran 5c. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat E9 pada 580C ... 46

Lampiran 5d. Data perhitungan kajian ketahanan panas isolat E9 pada 600C ... 47

Lampiran 6a. DataperhitunganNilai D Isolat ATCC 51329 ... 48

Lampiran 6b. Data perhitunganNilai D Isolat YR t2a ... 49

Lampiran 6c. Data perhitunganNilai D Isolat YR c3a ... 50

Lampiran 6d. Data perhitunganNilai D Isolat E9 ... 51

Lampiran 7. Kurva kecepatan kematian isolat E. sakazakii Asal Makanan Ulangan I... 52

Lampiran 8. Kurva kecepatan kematian Isolat E. sakazakii Asal Makanan Ulangan II ... 54

Lampiran 9. Persamaan garis kurva kecepatan kematian isolat E. sakazakii asal makanan 56 Lampiran 10. Data perhitungannilai Z Isolat E. sakazakii asal makanan ... 57

Lampiran 11. Kurva kematian termal isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi ulangan I ... 58

Lampiran 12. Kurva kematian termal isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi ulangan II ... 60


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Enterobacter sakazakii merupakan bakteri kontaminan pada susu formula dan makanan bayi yang sedang ramai disoroti oleh berbagai kalangan baik akademisi, industri, maupun masyarakat. Hal ini terkait dengan kejadian kontaminasi bakteri ini yang ramai disoroti pada tahun 2008 yang lalu pada beberapa merek susu formula dan makanan bayi lokal. Di Indonesia kontaminasi bakteri ini baru mendapat perhatian dari berbagai kalangan sejak penelitian yang dilakukan oleh Estuningsih et al. (2006) diberitakan kepada masyarakat pada awal 2008 yang lalu. Penelitian tersebut menyatakan sebanyak 22.73 % dari sampel susu formula dan 46.7 % makanan bayi asal Indonesia terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii.

Keberadaan E.sakazakii yang merupakan familyEnterobactericeae ini pada produk susu formula maupun makanan bayi perlu diwaspadai sebagai suatu ancaman keamanan pangan.

E.sakazakii bersifat patogen bahkan International Commission for Microbiological Specification for Foods menggolongkan E.sakazakii sebagai mikroba yang sangat berbahaya untuk populasi yang terbatas karena dapat mengancam kehidupan atau substansi kronis lanjutan atau berdurasi lama (ICMSF 2002). E.sakazakii dapat menyebabkan terjadinya meningitis pada bayi, meskipun peluang kejadiannya kecil, namun tingkat mortalitas akibat infeksi bakteri ini sangat tinggi, yaitu 40 - 80% (Willis dan Robinson 1988). Bakteri ini juga dapat mengakibatkan terjadinya

enterocolitis pada bayi prematur (Van Acker et al. 2001). Bayi yang dapat bertahan dari infeksi

E. sakazakii dilaporkan mengalami kerusakan syaraf permanen, seperti hydrocephalus,

quadriplegia, dan keterlambatan perkembangan mental ( Lai 2001). Sifat patogenitas

E.sakazakii terbatas pada kalangan tertentu yang memiliki imunitas yang masih sangat rendah dan rentan, seperti bayi yang baru lahir (neonatal infant) dan bayi dengan daya tahan tubuh lemah (immunocompromissed infant). Habitat alami E.sakazakii belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan beberapa kasus infeksi E.sakazakii yang pernah dilaporkan di berbagai negara ditemukan bahwa sumber infeksi E.sakazakii adalah susu formula.

Susu formula bukan merupakan produk yang dirancang steril, kontaminasi masih mungkin terjadi, baik ketika pencampuran bahan baku kering maupun saat penyajian pasca rekonstitusi, oleh karena itu diperlukan higienitas dalam penanganan dan penyajian untuk mengurangi risiko kontaminasi. Perlakuan panas pada produk pangan merupakan salah satu upaya yang telah lama dilakukan untuk mengurangi risiko keracunan pangan akibat infeksi mikroba (foodborne patogen). Keefektifan perlakuan panas membutuhkan informasi yang akurat mengenai ketahanan panas (heat resistance) dari mikroorganisme target, yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk mereduksi jumlah mikroba. Ketahanan panas mikroba tergantung pada target mikroba yang harus dibunuh dengan menggunakan nilai D dan Z sebagai parameter untuk menentukan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba tersebut hingga mencapai level tertentu.

Data mengenai ketahanan panas E. sakazakii masih sangat sedikit, bahkan untuk isolat E. sakazakii yang diisolasi dari beberapa produk susu formula dan makanan bayi lokal belum diketahui ketahanan panasnya. Karakteristik ketahanan panas E. sakazakii sangat penting dalam merancang suatu disain proses panas yang tepat, hal ini menyebabkan pengujian ketahanan panas isolat E. sakazakii perlu dilakukan sehingga dapat meminimalkan risiko kontaminasi E. sakazakii


(17)

2

B.

TUJUAN PENELITIAN

Mengevaluasi ketahanan panas isolat lokal Enterobacter sakazakii asal susu formula dan makanan bayi dengan mengukur parameter kinetika inaktivasi nilai D dan nilai Z.

C.

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi profil ketahanan panas (

thermal resistance) isolat lokal Enterobacter sakazakii asal susu formula dan makanan bayiyang dapat dijadikan bahan acuan dalam mengontrol kecukupan perlakuan panas pada saat pengolahan ataupun penyajian yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko kontaminasi Enterobacter sakazakii.


(18)

3

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.

Enterobacter sakazakii

1. Karakteristik Umum

Enterobacter sakazakii merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dan termasuk dalam family Enterobactericeae. Bakteri ini memiliki panjang 3 µm dan lebar 1 µ m, tidak membentuk spora serta bersifat motil E. sakazakii yang diamati dengan pewarnaan Gram memperlihatkan koloni berbentuk batang berwarna merah (Gambar 1).

Gambar 1. Penampakan Enterobacter sakazakii secara morfologi

di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x (Meutia 2008)

Sebelum tahun 1980 Enterobacter sakazakii diklasifikasikan sebagai Enterobacter cloacae berpigmen kuning (“yellow pigmented” E. cloacae) namun penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa berdasarkan hibridisasi DNA – DNA, reaksi biokimia, kerentanan terhadap antibiotik, serta kemampuannya untuk menghasilkan pigmen kuning klasifikasi bakteri ini dikaji kembali, dan pada akhirnya diklasifikasikan sebagai Enterobacter sakazakii

(Nazarowec-White dan Farber 1997).

2. Ekologi Enterobacter Sakazakii

Susu formula diketahui sebagai sumber utama infeksi Enterobacter sakazakii (Block et al. 2002) walaupun demikian spesies Enterobacter ini dapat ditemukan pada produk pangan lain selain susu formula seperti, keju, daging, sayuran, biji-bijian, kondimen dan bumbu-bumbuan (Iversen et al. 2004). Bakteri ini juga pernah diisolasi dari lingkungan pemrosesan susu dan peralatan penyiapan susu formula (Heredia et al. 2009). Enterobacter sakazakii

juga ditemukan pada khamir (Gassem 1999). Bakteri ini ditemukan pada sumber klinis seperti cairan cerebrospinal, darah, sum – sum tulang, urin, usus, saluran pernafasan, mata, telinga, luka, dan feses (Iversen et al. 2004). E. sakazakii juga ditemukan pada lingkungan rumah sakit.

Enterobacter sakazakii dapat tumbuh pada media isolasi organisme enteric seperti


(19)

4 seperti Tryptose Soy Agar. Pada agar cawan bakteri ini akan membentuk dua tipe koloni, yaitu glossy (mengkilap) dan matt (tidak mengkilap) tergantung media dan galurnya. Organisme ini berkembang pada kisaran temperatur yang besar yaitu, 6-47 0C, namun tumbuh optimal pada kisaran suhu 37- 43 0C(Iversen et al. 2004). Pada suhu 21 0C waktu penggandaan (doubling time)E. sakazakii dilaporkan sebesar 75 menit pada susu formula. pH minimum untuk pertumbuhan E. sakazakii belum diketahui dengan pasti, namun beberapa strain dapat tumbuh pada kisaran pH 4.5-10 pada BHI broth (Breeuwer et al. 2003).

3. Infeksi E. Sakazakii

Sebuah artikel jurnal kedokteran yang diterbitkan pada tahun 2001 menyebutkan dalam kurun waktu 1960 - 1999 tercatat 31 kasus infeksi E. Sakazakii pada bayi dibawah 20 hari(neonates), bayi (infant) dan anak - anak serta ditemukan juga 4 kasus infeksi pada usia dewasa (Lai 2001). Dari semua kejadian infeksi yang dilaporkan ini usia populasi yang terkena infeksi E. sakazakii berkisar antara 3 hari hingga 4 tahun. Sebagian besar infeksi terjadi pada bayi di bawah 1 bulan. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa E. Sakazakii cenderung menyerang populasi dengan daya tahan tubuh yang rendah (immunocomprommised) dan populasi bayi yang tidak memiliki flora normal saluran pencernaan dalam jumlah yang cukup untuk dapat berkompetisi dengan bakteri oportunistik

E. sakazakii. Tahun 2001 dilaporkan satu kasus infeksi E.sakazakii yang terjadi pada 2

neonates dan 3 bayi (infant) di Israel, pada tahun yang sama di Tennesse juga terjadi kasus infeksi pada neonate dan beberapa infant. Pada tahun 2002 di Belgia terjadi satu kasus kematian bayi akibat meningitis yang disebabkan oleh E.sakazakii.

Kejadian infeksi E. sakazakii merupakan kejadian yang jarang terjadi dan jarang dilaporkan namun tidak dapat diabaikan bahwa kasus kematian bayi akibat infeksi E. sakazakii sangat tinggi. Pasien yang dapat bertahan dari infeksi E. sakazakii mengalami kerusakan syaraf yang serius dan penghambatan perkembangan mental dan fisik (Lai 2001).

E. sakazakii dapat menyebabkan infeksi pada semua kelompok umur terutama bayi berumur kurang dari 2 bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, lahir prematur, dan memiliki cacat congenital (seperti neural tube defects dan down syndrome) memiliki resiko tinggi menderita sepsis maupun meningitis. Bakteri ini menjadi agen patogen sebab memiliki kemampuan untuk menginvasi hingga sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan meningitis (Bar – Oz et al. 2001), cysts ataupun brain abscess. Selain itu E. sakazakii juga dapat menyebabkan necrotican enterocolitis (Himelright et al. 2002).

4. Metode Deteksi Enterobacter sakazakii

Enterobacter sakazakii termasuk dalam emerging pathogen sehingga perlu metode khusus dalam pendeteksiannya agar tidak terjadi kesalahan negatif maupun positif. Metode konvensional kurang efektif untuk mendeteksi keberadaan bakteri ini karena kemampuan kompetisinya yang lebih rendah dibandingkan dengan Escherichia coli, disamping itu bakteri ini mudah mengalami stress ketika ditumbuhkan pada media konvensional. Metode pendeteksian E. sakazakii didahului dengan pengayaan (enrichment) pada EE broth sesuai dengan rekomendasi FDA, kemudian digoreskan pada VRBGA (Violet Red Bile Glucose Agar), koloni yang diduga E. sakazakii digoreskan pada TSA(Tryptose Soy Agar).


(20)

5 Oh dan Kang (2004) menyatakan bahwa media yang dikemukakan oleh FDA memerlukan beberapa pengembangan, hal ini dikarenakan adanya kelemahan pada medium VRBG dan TSA. Oh dan Kang mengembangkan media isolasi E. sakazakii yang selektif dan berdasarkan sifat fluorogenik, yaitu Oh & Kang (OK ) Agar, media ini dibuat berdasarkan sifat fluorogenik dari senyawa fluorogen yang merupakan substrat dari enzim α- glukosidase

yang diproduksi oleh E.sakazakii. Iversen et al. (2004) mengembangkan media chromogenic

selektif untuk mendeteksi keberadaan E. sakazakii, yaitu DFI (Druggan- Forsythe-Iversen) Agar. Bahan selektif yang terdapat dalam media ini adalah senyawa chromogen, yaitu 4-chloro-indolyl-α-D-glucopyranoside. Senyawa ini akan berikatan dengan enzim α -glukosidase pada E.sakazakii yang akan membentuk koloni berwarna hijau-biru.

5. Keragaman Genetik Enterobacter sakazakii

Berdasarkan analisis 16 S r-RNA Enterobacter sakazakii dapat dibagi menjadi 4 kelompok (cluster). Cluster pertama merupakan kelompok mayoritas dari galur - galur E. sakazakii, pada kelompok ini keragaman sekuen sebesar 0.1 - 1.2 %. Kelompok ini meliputi 17 galur klinis dan 3 galur yang tidak menghasilkan pigmen kuning. Cluster kedua memiliki keragaman sekuen sebesar 1.6 - 1.9 %. E. sakazakiicluster tiga memiliki keragaman sekuen sebesar 3%, untuk E.sakazakii cluster keempat similiaritas sekuen sebesar 96.5%. Berdasarkan pengelompokan E.sakazakii pada cluster tertentu Iversen et al. (2008) memperkenalkan E. sakazakii ke dalam suatu genus baru, yaitu Cronobacter spp., genus ini terbagi menjadi 5 spesies, yaitu Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii,comb.nov.,

C.sakazakii subsp. malonaticus subsp. nov., C. turinencis sp. nov., C.muytjensii sp.nov.,

C.dublinensis sp. nov., dan C.genomospecies I. Pembedaan spesies E.sakazakii sebagai genus Cronobacter ini berdasarkan pada perbedaan reaksi-reaksi biokimia pada perangkat API 20E dan ID 32E, serta berdasarkan reaksi pada methyl-α-D-glucopyranoside.

B.

PROSES PEMBUATAN DAN PENANGANAN SUSU FORMULA

SERTA PELUANG KONTAMINASINYA

Proses pembuatan susu formula (Gambar 2) dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran basah (wet mixing ) dan pencampuran kering (dry mixing). Metode pencampuran kering memiliki kekurangan dari segi kualitas dan keamanannya karena semua bahan baku yang digunakan tidak memiliki ukuran partikel yang sama sehingga akan sangat sulit untuk menghasilkan pencampuran yang homogen (Heredia et al 2009). Hal ini akan mempengaruhi kualitas nutrisi susu yang dihasilkan. Pada metode pencampuran kering semua bahan baku dicampur dalam bentuk kering dan tidak ada perlakuan panas setelah pencampuran bahan baku, hal ini dapat memperbesar peluang kontaminasi bakteri. Berdasarkan pertimbangan tersebut proses pencampuran basah lebih sering digunakan dalam industri penghasil susu.

Tahapan dalam proses pencampuran basah antara lain pencampuran bahan baku dalam wujud cair, proses pasteurisasi ataupun proses termal lainnya, penambahan ingredient yang sensitif terhadap perlakuan termal, serta spray drying. Secara teoritis proses panas yang dilakukan dalam proses pembuatan susu dapat membunuh semua sel vegetatif bakteri yang ada sebelum proses spray drying, namun kontaminasi setelah perlakuan panas (post heat treatment contamination) seperti kontaminasi dari lingkungan pabrik juga harus dipertimbangkan.

Kemungkinan investasi/masuknya bakteri E. sakazakii (Gambar 2) pada susu formula merupakan kontaminasi instrinsik ataupun ekstrinsik. Kontaminasi intrinsik terjadi ketika susu


(21)

6 formula terpapar E.sakazakii pada tahapan pemrosesan susu formula, misalnya ketika penambahan bahan baku yang sensitif terhadap perlakuan panas seperti, vitamin, mineral, dan lesitin setelah proses spray drying. Titik ini menjadi kritis sebab pencampuran dilakukan dilakukan dalam ergon tanpa adanya perlakuan panas. Kemampuan E. sakazakii menempel pada permukaan seperti karet, silikon, polycarbonate dan stainless steel dapat dijadikan penjelasan mengenai keberadaannya pada peralatan penyiapan susu formula dan lingkungan pabrik pembuatan susu formula (FAO-WHO 2004) yang menyebabkan terjadinya kontaminasi.

Kontaminasi ekstrinsik terjadi melalui peralatan penyiapan susu formula yang terkontaminasi E.sakazakii dan kontak langsung dengan susu formula, misalnya blender dan sendok pada saat penyiapan susu formula. Penyajian susu formula di rumah tangga pada umumnya dilakukan dengan proses yang minim pemanasan, rekonstitusi susu formula dilakukan dengan menggunakan air hangat yang suhunya lebih kecil dari 70 0C dan tidak dapat mengurangi jumlah E. sakazakii secara signifikan. Penanganan susu formula di tingkat rumah tangga menjadi titik kritis kontaminasi bakteri ini. Di rumah tangga terdapat kecenderungan untuk menyimpan susu formula di dalam kaleng ataupun plastik multi lapis pada suhu ruang (20-27 0

C), dengan asumsi susu formula merupakan produk kering dengan kadar air rendah sehingga cukup aman jika disimpan selama beberapa lama pada suhu ruang. Pada kenyataannya dalam waktu singkat E. sakazakii dapat berkembang biak, menngandakan dirinya dan menjadi berbahaya untuk dikonsumsi oleh bayi dengan kondisi imun tertentu (Misgiyaka 2008).

Gambar 2. Bagan Alir Proses Produksi Susu Formula Bubuk dan Penyajiannya (WHO- FAO 2004)

Keterangan: * = titik kritis kontaminasi mikroba

Penyimpanan susu pada saat jeda waktu (hang time) antara rekonstitusi susu hingga susu dikonsumsi kembali biasanya dibiarkan pada suhu ruang, hal ini meningkatkan peluang E. sakazakii untuk tumbuh dan berkembang, penyimpanan seharusnya dilakukan pada lemari pendingin untuk mengurangi jumlah koloni Enterobacter sakazakii (Kim et al. 2006). Pada


(22)

7 lingkungan rumah sakit kemungkinan kontaminasi E. sakazakii perlu diperhatikan, beberapa studi membuktikan keberadaan E.sakazakii pada dapur rumah sakit (Muytjens et al. 1988).

C.

KINETIKA INAKTIVASI MIKROBA

Parameter kinetika inaktivasi yang digunakan dalam perhitungan kecukupan proses panas adalah nilai D dan nilai Z dari mikroorganisme sasaran. Kedua nilai ini dapat menunjukkan ketahanan panas mikroorganisme dan sensitivitas nilai D terhadap perubahan suhu.

1. Nilai D

Nilai D menyatakan ketahanan panas mikroba atau sensitivitas mikroba terhadap suhu pemanasan. Nilai D didefenisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90 % atau satu logaritma. Setiap mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu, semakin besar nilai D mikroba pada suhu tertentu maka semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu. Gambar 3 menunjukkan kurva hubungan antara jumlah mikroba (sumbu y, skala logaritma) dan waktu pemanasan pada suhu tertentu (sumbu x). Kurva ini sering disebut kurva kecepatan kematian mikroba, berbentuk linier dengan nilai slopenya adalah -1/D.

Salah satu cara untuk mendapatkan kurva kematian termal adalah dengan menetapkan kurva kecepatan kematian atau kurva kehidupan pada berbagai macam suhu. Caranya adalah dengan memanaskan sejumlah spora atau sel bakteri berbentuk suspensi di dalam medium atau makanan pada suhu tertentu dengan interval waktu tertentu, kemudian dihitung jumlah spora/sel bakteri yang masih hidup dengan pemupukan cawan. Dari data ini akan diperoleh kurva kecepatan kematian, dimana jumlah spora atau sel bakteri yang masih hidup diplotkan pada skala logaritma, sedangkan waktu pemanasannya diplotkan pada skala aritmatika.

Gambar 3. Logaritma jumlah mikroba yang hidup sebagai fungsi waktu (Fardiaz 1992)

2. Nilai Z

Nilai D dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka nilai D akan semakin kecil, artinya semakin tinggi suhu pemanasan maka waktu yang diperlukan untuk menginaktivasi mikroba akan semakin pendek. Nilai D dari setiap mikroba memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap perubahan suhu. Sensitivitas nilai D terhadap suhu sering dinyatakan dengan nilai Z, yaitu perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90 % atau 1 siklus logaritma. Gambar 4. menunjukkan hubungan antara nilai D dan suhu (nilai Z diperoleh dari kebalikan nilai slope kurva).

Waktu (menit) Slope= -t/D

Log N= log No – t/D Jumlah mikroba awal (N0)


(23)

8 Gambar 4. Kurva semi-logaritma hubungan nilai D dengan suhu (Fardiaz 1992)

D.

KETAHANAN PANAS

Enterobacter Sakazakii

Ketahanan panas Enterobacter sakazakii telah banyak dipelajari oleh para peneliti, dengan mengukur parameter nilai D dan nilai Z. Hasilnya menunjukkan keragaman yang sangat besar antar strain Enterobacter sakazakii yang diuji. Strain yang berbeda akan menunjukkan profil resistensi termal yang berbeda (Tabel 1). Nilai D52, D53, D54, D56, D58, D60, D62, D65, D70 yang diperoleh untuk isolat E. sakazakii berada pada kisaran 58.8, 8.3-20.2, 6.4-23.7, 1.1-21.1, 0.27- 4.2, 1.1-2.5, 0.2-0.3, 0.6, dan 0.07 menit secara berurutan untuk tiap suhu. Kisaran nilai Z yang diperoleh adalah 3.1-5.8 0C. Ketahanan panas isolat E. sakazakii untuk strain campuran antara isolat klinis dan isolat asal makanan (pooled isolate) yang dilaporkan oleh Nazarowec – White dan Farber (1997) menunjukkan bahwa E. sakazakii sangat toleran terhadap panas, namun menurut Breeuwer et al. (2003) bakteri ini tidak toleran terhadap panas, namun kemampuannya untuk bertahan pada kondisi tekanan osmotik dan kondisi kering menjadikannya mampu bertahan pada produk kering seperti susu formula dan makanan bayi.

Tabel 1. Nilai D dan Nilai Z Enterobacter sakazakii (FAO-WHO 2006) Suhu

(0C)

Nilai D isolat (menit) a

Pooled

b

E.sakazakii

13872 b

E.sakazakii

16 c

Clinical dType strain dCapsulated

52 58.8 ± 4.7

53 8.3 20.2

54 23.7 ± 2.5 6.4 7.1 16.4±0.67 11. ±5.80

56 10.3 ± 0.7 1.1 2.4 21.1 ± 2.7 5.1 ± 0.27 3.9 ± 0.06 58 4.2 ± 0.6 0.40 0.48 9.9 ± 0.8 2.6 ± 0.48 3.8 ± 1.95

60 2.5 ± 2 4.4 ± 0.4 1.1 ± 0.11 1.8 ± 0.82

62 0.3 ± 0.12 0.2 ± 0.11

65 0.6 ± 0.3

70 0.07

Nilai Z

(0C) 5.8 3.1 3.6 5.6 5.8 ± 0.40 5.7 ± 0.12

Keterangan:

a: Nazarowec-White dan Farber (1997) c : Edelson –Mammel dan Buchcanan (2003) b: P. Breeuwer (2003) d : Iversen et al. (2004)


(24)

9 Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan ketahanan panas antar strainEnterobacter sakazakii antara lain kondisi fisiologis bakteri, suhu pertumbuhan inokulum, menstruum

pemanas (konsentrasi lemak, total padatan, serta konsentrasi gula), dan metodologi recovery

isolat menyebabkan bervariasinya hasil pengujian ketahanan panas Enterobacter sakazakii

(Knabel et al. 1990). Walaupun terjadi variasi dalam pengukuran ketahanan panas E. sakazakii, satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah E. sakazakii tidak mampu bertahan pada suhu HTST (High Temperature Short Time), yang dilakukan pada suhu 72 0C selama 15 detik. Proses ini merupakan proses yang lazim dilakukan pada saat pemrosesan susu formula. Terjadi pengurangan jumlah bakteri lebih dari 11 siklus log (Nazarowec-White dan Farber 1997), perhitungan penurunan siklus log ini dilakukan menggunakan nilai D60 sebesar 2.5 menit dan Nilai Z sebesar5.8 oCpooledisolate (Nazarowec-White dan Farber 1997). Penurunan siklus log jumlah bakteri yang terjadi lebih besar dari standar kontrol proses yang ditetapkan USFDA, yaitu pengurangan sebesar 6 -7 siklus log, sehingga kemungkinan bakteri ini mengkontaminasi susu formula adalah setelah proses pasteurisasi (Post Processing Contamination).


(25)

10

III. BAHAN DAN METODE

A.

BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Isolat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga isolat asal susu formula, dengan kode YR t2a, YR t2b, dan YR c3a (Meutia 2008) serta empat isolat asal makanan pendamping ASI, dengan kode E8, E9, E10, dan E12 (Estuningsih et al 2006), serta satu isolat ATCC 51329 asal susu formula (Edelson - Mammel dan Buchcanan 2004).

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan untuk penyegaran kultur, media pengencer, menstruum pemanas, media pertumbuhan serta media kromogenik konfirmasi kultur. Bahan – bahan tersebut digunakan pada tahapan pemilahan cepat isolat tahan panas maupun pada kajian ketahanan panas isolat tahan panas. Untuk penyegaran kultur digunakan Brain Heart Infusion Broth (BHIB, Difco), media pengencer yang digunakan Buffered Peptone Water (BPW, Oxoid CM0509), media pertumbuhan yang digunakan adalah Tryptose Soy Agar (TSA, Oxoid CM0131). Menstruum pemanas yang digunakan adalah Tryptose Soy Broth (TSB, Difco) pada tahapan pemilahan cepat isolat tahan panas dan susu formula komersil yang diperoleh dari salah satu minimarket lokal di Bogor untuk kajian ketahanan panas isolat E. sakazakii tahan panas. Media kromogenik untuk konfirmasi kultur E. Sakazakii yang digunakan adalah Druggan Forsythe Iversen Agar

(DFIA, Oxoid CM1055). Bahan – bahan lainnya yang digunakan adalah alkohol 70 %, aquades, serta bahan – bahan untuk pewarnaan gram.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain waterbath shaker (Seri A07101004, PolyScience), erlenmeyer Pyrex 50 ml (diameter 51 mm dan tinggi 78 mm ), tabung reaksi, termometer, stop watch, mikropipet, bunsen, rak tabung reaksi, gelas piala, cawan petri, inkubator, jarum ose, keranjang alat, kertas label, refrigerator (kulkas), labu erlenmeyer, magnetic stirer, sendok, sudip, alumunium foil, neraca analitik, pengaduk kaca, dan sarung tangan.

B.

TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ketahanan panas isolat E. sakazakii lokal asal susu formula dan makanan bayi ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama adalah pemilahan cepat isolat tahan panas dan dilanjutkan dengan kajian ketahanan panas isolat Enterobacter sakazakii tahan panas. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 5. Secara ringkas penelitian ini meliputi pemilahan cepat isolat E. sakazakii tahan panas, lalu isolat terpilih akan dikaji ketahanan panasnya dengan membuat kurva kecepatan kematian pada beberapa suhu (54, 56, 58, dan 60 0

C). Dari kurva ini akan diperoleh nilai D. Sensitivitas nilai D akan diketahui dengan membuat kurva hubungan nilai D terhadap suhu (kurva kematian termal). Berdasarkan kurva ini, dilakukan penentuan nilai Z. Nilai D72 dan D70 dihitung berdasarkan nilai D yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan rumus.


(26)

11 Gambar 5. Diagram Alir Penelitian Ketahanan Panas Isolat E. Sakazakii

Asal Susu Formula dan Makanan Bayi

1. Pemilahan Cepat Isolat Tahan Panas

Tahapan pemilahan cepat isolat tahan panas meliputi persiapan inokulum, persiapan

menstruum pemanas, pengujian ketahanan panas untuk pemilahan isolat, serta pencawanan dan perhitungan koloni. Penjelasan untuk tiap tahapan adalah sebagai berikut,

a. Persiapan inokulum

Delapan isolat E. sakazakii ditumbuhkan ke dalam media BHIB (Brain Heart Infusion Broth) dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37 0C untuk memperoleh kultur yang berada pada fase stasioner. Pada fase ini jumlah koloni diperkirakan sebesar 109 CFU/ml. Sel yang berada pada fase stasioner lebih resisten terhadap berbagai jenis

stress/tekanan termasuk stress terhadap panas (Jay 2000), oleh karena itu inokulasi pada

menstruum pemanas dilakukan dengan menggunakan kultur yang telah mencapai fase stasioner.

b. Persiapan Menstruum Pemanas

Menstruum pemanas yang dipilih untuk tahapan pemilahan cepat isolat ini adalah

Tryptose Soy Broth (Iversen et al. 2004) TSB dipersiapkan sesuai dengan instruksi pembuatan yang tertera pada kemasan. Media ini dipersiapkan sebanyak 9 ml pada erlenmeyer 50 ml untuk tiap isolat E.sakazakii yang diuji. Selanjutnya dilakukan sterilisasi media TSB.

Analisis penurunan jumlah mikroba (S) Isolat Enterobacter sakazakii Asal Susu Formula dan

Makanan Bayi

• Analisis Nilai D • Analisis Nilai Z • Perhitungan Nilai D72

• Perhitungan Nilai D70

Pemilahan cepat Isolat Tahan Panas

Isolat tahan panas terpilih


(27)

12

c. Pengujian Ketahanan Panas Untuk Pemilahan Isolat

Pemilahan cepat isolat dilakukan dengan cara menginokulasikan kultur E. sakazakii yang telah mencapai fase stasioner ke dalam menstruum pemanas (TSB). Jumlah kultur E.sakazakii yang diinokulasikan ke dalam menstruum pemanas adalah sebesar 108 CFU/ml. Menstruum pemanas yang digunakan terlebih dahulu dipanaskan hingga mencapai suhu 54 0C pada waterbath shaker, setelah penunjuk suhu pada

waterbath shaker terbaca konstan kultur E. sakazakii diinokulasikan ke dalam

menstruum pemanas. Pemanasan berlangsung selama 32 menit. Beberapa erlenmeyer yang digunakan pada tahapan pemilahan cepat isolat ini dilengkapi dengan termometer untuk memonitor suhu selama pemanasan berlangsung. Setelah pemanasan selesai dilakukan pendinginan pada air mengalir untuk mencegah terjadinya pemanasan lanjutan.

d. Pencawanan dan Perhitungan koloni (BAM 2001)

Pencawanan (pour plate) dilakukan dengan media TSA (Tryptose Soy Agar). Inkubasi dilakukan selama 48 hari pada suhu 35 0C. Perhitungan jumlah koloni dilakukan untuk melihat beberapa isolat yang dapat bertahan dalam jumlah paling besar setelah perlakuan pemanasan. Isolat E. Sakazakii terpilih ini digunakan dalam kajian ketahanan panas isolat E. sakazakii. Koloni bakteri dapat dihitung dengan rumus

Standard Plate Count sebagai berikut:

N = ΣC/ {[(1*n1) + (0.1*n2)+ ...]*(d)} [Rumus I]

Keterangan : N = jumlah koloni per ml atau per gram produk ∑C = jumlah semua koloni yang dihitung dari 2 cawan n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua

d = pengenceran pertama yang dihitung

Perhitungan penurunan jumlah bakteri dihitung dengan rumus sebagai berikut:

[Rumus II]

Keterangan: S = penurunan jumlah koloni

N0= Jumlah populasi mikroba sebelum proses termal Nt= Jumlah mikroba setelah proses termal

Rumus ini digunakan untuk melihat penurunan logaritma jumlah awal isolat yang diuji terhadap jumlah akhirnya. Isolat dengan penurunan jumlah logaritma terkecil diasumsikan sebagai isolat tahan panas yang akan dikaji ketahanan panasnya.

2. Kajian Ketahanan Panas Isolat E. Sakazakii Tahan Panas

Kajian ketahanan panas dilakukan dengan menggunakan modifikasi dari metode

submerged vessel method (Nazarowec- White dan Farber 1997), isolat yang paling toleran terhadap pemanasan berdasarkan hasil pemilahan cepat digunakan dalam tahapan ini. Kajian ketahanan panas dilakukan pada empat suhu yang berbeda (54, 56,58, dan 60 oC).

N0

Nt

___ Log S =


(28)

13 Pemilihan suhu merupakan simulasi dari proses rekonstitusi susu formula pada suhu hangat, menengah, dan panas. Kajian ketahanan panas terdiri dari persiapan inokulum, persiapan menstruum pemanas dan uji ketahanan panas isolat E. Sakazakii tahan panas. Prosedur persiapan inokulum yang dilakukan tidak berbeda dengan prosedur persiapan inokulum pada tahapan pemilahan cepat isolat, untuk tahapan lainnya, prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut,

a) Persiapan menstruum pemanas

Menstruum pemanas yang digunakan dalam kajian ketahanan panas isolat

E.sakazakii hasil pemilahan cepat ini adalah susu formula. Pembuatan susu formula sebagai menstruum pemanas disesuaikan dengan instruksi penyajian susu seperti yang tertera pada kemasan, 13.2 gram susu direkonstitusi dengan menggunakan 90 ml air bersuhu 70 0C, selanjutnya susu formula rekonstitusi ini dituang sebanyak 9 ml pada erlenmeyer berukuran 50 ml. Erlenmeyer yang digunakan memiliki dimensi yang sama, hal ini bertujuan untuk menyeragamkan penetrasi panas untuk tiap erlenmeyer yang digunakan.

b) Uji ketahanan panas isolat E. Sakazakii tahan panas

Uji ketahanan panas dilakukan dengan cara memanaskan menstruum pemanas pada waterbath shaker hingga mencapai suhu pemanasan yang diujikan. Suhu

waterbath dipertahankan konstan dengan menjaga level air berada pada level 12 L. Kontrol suhu waterbath dilakukan dengan menempatkan erlenmeyer yang berukuran sama dengan erlenmeyer yang digunakan untuk pemanasan kultur E. sakazakii dan dilengkapi dengan termometer.

Erlenmeyer berisi menstruum pemanas diinokulasikan dengan kultur bakteri

E.sakazakii sebesar 108 CFU/ml. selanjutnya erlenmeyer yang telah berisi kultur E. sakazakii tersebut dipanaskan kembali di dalam waterbath dan dipertahankan (holding) pada suhu tersebut hingga interval waktu tertentu. Pencawanan dilakukan pada media TSA untuk tiap interval waktu yang ditetapkan. Waktu koreksi saat inokulasi hingga pengembalian kultur ke dalam waterbath adalah sebesar 30 detik (Fardiaz 1992).

c) Perhitungan Nilai D, Nilai Z, Nilai D72 dan D70

Jumlah bakteri yang tumbuh pada TSA setelah pemanasan dihitung setelah inkubasi selama 48 jam pada inkubator 35 0C. Jumlah ini selanjutnya dihitung nilai log nya dan diplotkan pada kurva semilog dimana sumbu y menunjukkan koloni yang masih hidup setelah pemanasan (Log CFU) dan sumbu x menunjukkan interval waktu (dalam menit) untuk tiap suhu yang diujikan. Dari kedua data ini dibuat kurva kecepatan kematian

E.sakazakii pada 4 suhu ( 54, 56, 58, dan 60 0C) selanjutnya dilakukan perhitungan nilai D atau waktu reduksi desimal dari -1/ slope kurva. Nilai Z dihitung dengan membuat kurva hubungan nilai D terhadap suhu (kurva kematian termal). Kurva ini dibuat dengan memplotkan temperatur pengujian pada skala aritmatik, dan nilai D pada skala logaritmik. Nilai Z diperoleh dari -1/slope kurva ini. Evaluasi pemilahan cepat isolat dilakukan dengan menghitung nilai D54 pemilahan cepat untuk isolat tahan panas terpilih dengan rumus sebagai berikut:


(29)

14 [Rumus III]

Keterangan : Nt = jumlah bakteri setelah pemanasan t menit N0 = jumlah awal bakteri

t = waktu pemanasan D = nilai D pada suhu tertentu

Suhu 72 0C merupakan suhu pasteurisasi (High Temperature Short Time) yang umum dilakukan selama 15 detik pada Industri susu. Perhitungan Nilai D72 tiapisolat yang diuji digunakan untuk menghitung kemampuan bertahan isolat E. Sakazakii lokal terhadap proses pasteurisasi. Nilai ini juga akan dibandingkan dengan nilai D72

Enterobactericeae lainnya yang mengkontaminasi. Perbandingan dilakukan untuk melihat ketahanan panas isolat lokal E.sakazakii terhadap Enterobacter lainnya yang mengkontaminasi susu. Perhitungan D70 juga dilakukan untuk mengevaluasi suhu rekomendasi rekonstitusi susu yang disarankan oleh WHO-FAO. Perhitungan nilai D72 dan D70 menggunakan persamaan :

[Rumus IV]

Keterangan: D = Nilai D pada suhu lain Dref = Nilai D pada suhu referensi T = Suhu nilai D yang dicari Tref = Suhu nilai Dref

Z = Nilai z

D = D

ref

10

Tref - T

z - Log Nt

N0

t D =


(30)

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PEMILAHAN CEPAT ISOLAT

Enterobacter sakazakii

TAHAN PANAS

Tahapan pemilahan cepat isolat Enterobacter sakazakii dilakukan dengan parameter penurunan logaritma jumlah koloni terkecil. Penurunan logaritma jumlah koloni yang kecil mengindikasikan isolat yang diuji dapat bertahan dalam jumlah besar setelah perlakuan panas yang diberikan, sementara penurunan logaritma jumlah koloni yang besar menunjukkan isolat yang diuji tereduksi dalam jumlah besar selama pemanasan, dan dapat diasumsikan bahwa isolat tersebut tidak tahan panas. Isolat E. sakazakii dengan karakter tersebut tidak disertakan dalam kajian ketahanan panas, namun hal ini akan diamati lebih lanjut dari kajian ketahanan panas dengan mengukur parameter kinetika inaktivasi mikroba (nilai D dan nilai Z) untuk memastikan ketahanan panasnya. Penurunan (reduksi) logaritma yang tercantum pada Tabel 2 diartikan sebagai penurunan jumlah E. sakazakii yang diinokulasikan pada menstruum pemanas Tryptose Soy Broth (N0) yang masih dapat bertahan setelah pemanasan (Nt) pada suhu 54 oC selama 32 menit.

Tabel 2. Hasil Pemilahan Cepat Isolat E. sakazakii Tahan Panas No Kode

isolat

Sumber Jumlah awal

(No)

Jumlah akhir (Nt)

Reduksi Log (S) 1. YR t2a Susu formula 1.3 x 107 1.8 x 104 2.86 2. YR t2b Susu formula 5.9 x 106 4.0 x 103 3.17 3. YR c3a Susu formula 1.2 x 106 2.6 x 104 1.66 4. E8 Makanan bayi 1.2 x 106 4.4 x 103 2.44 5. E9 Makanan bayi 3.8 x 105 9.1 x 103 1.62 6. E10 Makanan bayi 4.2 x 105 1.2 x 103 2.54 7. E12 Makanan bayi 1.3 x 107 4.0 x 102 4.51

Rata – rata penurunan log (S) isolat asal susu formula dan makanan bayi adalah sebesar 3 siklus log. Jika dibandingkan dengan isolat asal susu formula isolat asal makanan bayi mengalami rataan penurunan log yang tidak jauh berbeda, kemungkinan yang terjadi adalah E. sakazakii yang mengkontaminasi produk, baik susu formula dan makanan bayi berasal dari sumber yang sama, beberapa produk makanan bayi maupun susu formula biasanya berasal dari produsen yang sama. Data perhitungan koloni pemilahan cepat isolat tahan panas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penurunan log yang terjadi mendekati nilai penurunan rataan log isolat type dan

capsulated pada percobaan yang dilakukan Iversen et al. (2004), yaitu penurunan sebesar 3 siklus log pada menstruum pemanas Tryptose Soy Broth (TSB) dari jumlah inokulum awal


(31)

16 sebesar 107 CFU/ml. Untuk isolat asal susu formula penurunan log terbesar dialami oleh isolat YR t2b, dan YR t2a. Kedua isolat ini mengalami penurunan sebesar 3 siklus log dari rataan jumlah inokulum awal sebesar 106 CFU/ml, walaupun penurunan log untuk isolat YR t2a dan YR t2b terjadi paling besar untuk isolat asal susu fomula, pemanasan pada suhu 54 0C selama 32 menit tidak cukup untuk menurunkan jumlah koloni hingga di bawah level infeksi E. sakazakii, sebesar 103 CFU (Iversen & Forsythe 2003), pada pemanasan selama 32 menit hanya menurunkan level E. sakazakii hingga satu log di atas dosis infeksi untuk isolat YR t2a dan tepat pada dosis infeksi untuk isolat YR t2b. Isolat YR c3a mengalami penurunan log terkecil dibandingkan dengan isolat asal susu formula lainnya, yaitu sebesar 2 siklus log, dari jumlah inokulum awal sebesar 106 CFU/ml hingga level 104 CFU/ml. Jumlah inokulum awal tiap isolat pada pemilahan cepat ini tidak seragam, sementara semakin banyak jumlah inokulum akan berpengaruh pada ketahanan panas bakteri, sebab kemungkinan terbentuknya substansi pelindung (protective substances) sejenis protein yang akan melindungi sel dari perlakuan panas menjadi semakin besar (Jay 2000). Jumlah inokulum awal isolat YR t2a adalah sebesar 107 CFU/ml untuk isolat YR c3a dan YR t2b inokulum awal sebesar 106 CFU/ml, namun isolat YR t2a dengan jumlah inokulum yang lebih besar dari isolat YR t2a dan YR c3a tidak mengalami penurunan log yang lebih kecil dibandingkan dengan dua isolat lainnya dengan jumlah inokulum satu log lebih kecil. Penurunan log terkecil justru dialami oleh isolat YR c3a dengan jumlah inokulum yang lebih kecil.

Isolat asal makanan bayi menunjukkan rataan penurunan log yang sama dengan isolat asal susu formula, yaitu sebesar 3 siklus log, namun dari empat isolat asal makanan bayi terdapat satu isolat yang sangat rentan terhadap perlakuan suhu 54 0C, yaitu isolat E12 penurunan log terjadi hingga 5 siklus log. Penurunan terjadi dari level 105 CFU/ml hingga 102 CFU/ml. Isolat ini diasumsikan sangat rentan terhadap perlakuan panas sehingga tidak disertakan dalam tahapan kajian ketahanan panas. Penurunan log yang terjadi untuk isolat asal makanan bayi terjadi hingga level 103 CFU/ml, kecuali untuk isolat E12 yang mengalami penurunan lebih rendah sebesar satu siklus log, namun jumlah inokulum awal tidak seragam. Untuk isolat E9 dan E10 jumlah inokulum awal sebesar 105 CFU/ml, sementara isolat E8 memiliki jumlah inokulum awal satu log lebih besar, yaitu 106 CFU/ml. Ketahanan panas terkait dengan jumlah inokulum yang lebih besar, tidak berpengaruh jika dilihat dari hasil pemilahan cepat ini, sebab isolat E12 dengan jumlah inokulum yang lebih besar dari isolat lainnya tidak mengalami penurunan log paling kecil dibandingkan dengan isolat asal makanan bayi lainnya, begitu juga dengan isolat YR t2a asal susu formula.

Banyak faktor yang mempengaruhi ketahanan panas bakteri, kemungkinan kondisi fisiologis bakteri pada saat perlakuan berbeda sehingga menunjukkan respon berbeda terhadap perlakuan panas (Nazarrowec – White dan Farber 1997). Usia kultur yang berbeda menjadi alasan penyebab jumlah isolat yang besar tidak bertahan lebih banyak pada saat perlakuan panas. Tiap isolat, baik asal susu formula ataupun asal makanan bayi diinkubasikan pada suhu 37 0C selama 16 jam sebelum digunakan pada percobaan. Kemungkinan yang terjadi waktu pencapaian fase stasioner yang merupakan fase dimana isolat memiliki ketahanan yang besar terhadap berbagai jenis strees termasuk panas, berbeda antar isolat. Hal ini mengakibatkan respon terhadap panas menjadi berbeda. Isolat E9 dan E8 asal makanan bayi mengalami penurunan log sebesar 2 siklus log, dari level inokulum awal sebesar 106 CFU/ml untuk isolat E8 dan 105 CFU/ml untuk isolat E9. Isolat E10 mengalami penurunaan 2 siklus log lebih kecil dari isolat E12 dan satu log lebih besar dari isolat E9 dan E8. Isolat asal makanan bayi yang dipilih untuk dikaji ketahanan panasnya adalah isolat E9, dengan pertimbangan isolat ini mengalami


(32)

17 penurunan log terkecil, relatif sama dengan isolat E8, namun dilihat dari inokulum awal dan jumlah koloni setelah pemanasan isolat E9 mengalami penurunan logaritma yang lebih kecil, yaitu sebesar 1.62 siklus log, sementara isolat E8 mengalami penurunan sebesar 2.44 siklus log. Sehingga isolat E9 asal makanan bayi dipilih untuk dikaji ketahanan panasnya. Untuk isolat asal susu formula isolat terpilih adalah YR t2a dan YR c3a, dengan pertimbangan yang sama dengan pemilihan isolat asal makanan bayi, yaitu penurunan log terkecil. Pemilihan isolat dilakukan lebih banyak pada isolat asal susu formula dengan mempertimbangkan susu formula merupakan sumber utama infeksi E. sakazakii pada bayi dengan kondisi imun tertentu (CDC 2002) sehingga evaluasi ketahanan panas dilakukan lebih banyak pada isolat asal susu formula, yaitu YR t2a dan YR c3a serta satu isolat asal makanan bayi yang paling tahan terhadap suhu pemilahan dibandingkan isolat asal makanan bayi lainnya, yaitu isolat E9. Ketiga isolat terpilih ini relatif lebih tahan pada suhu uji dengan asumsi pada suhu lainnya isolat terpilih ini akan menunjukkan respon yang sama terhadap perlakuan panas pada suhu lainnya.

B.

KAJIAN KETAHANAN PANAS ISOLAT

Enterobacter sakazakii

TAHAN

PANAS

Parameter Nilai D

Kajian ketahanan panas dilakukan pada isolat Enterobacter sakazakii hasil pemilahan cepat, yaitu isolat YR t2a dan YR c3a asal susu formula, isolat E9 asal makanan bayi serta isolat

E. sakazakii ATCC 51329 asal susu formula. Isolat ATCC 51329 disertakan dalam pengujian untuk melihat variasi ketahanan panas isolat lokal terhadap isolat Gen bank ATCC (American Type Culture Colection) asal susu formula. Data perhitungan koloni pada kajian tahan panas dapat dilihat pada Lampiran 2-5. Nilai D pada penelitian ini ditentukan dari kurva kecepatan kematian isolat E. sakazakii yang diperoleh dengan membuat plot antara jumlah bakteri yang bertahan pada interval waktu tertentu ketika dilakukan pemanasan dengan suhu konstan. Berikut ini disajikan contoh kurva kecepatan kematian untuk isolat E9 asal makanan bayi pada suhu pemanasan 54 0C (Gambar 6).

Gambar 6. Kurva Kecepatan Kematian Isolat E9 Asal Makanan Bayi Ulangan I

Nilai D diperoleh dari negatif 1/slope kurva kecepatan kematian. Kurva kecepatan kematian isolat E. sakazakii dibuat pada empat suhu uji, yaitu54, 56, 58, dan 60 0C. Perhitungan koloni yang bertahan pada suhu uji serta input data untuk membuat kurva kecepatan kematian


(33)

18 dapat dilihat pada Lampiran 6. Kurva kecepatan kematian untuk isolat lainnya, yang dilakukan pada dua percobaan terpisah dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Kurva kecepatan kematian untuk tiap isolat yang diuji memiliki R2 lebih besar dari 90%. Persamaan garis untuk tiap kurva kecepatan kematian dapat dilihat pada Lampiran 9. Kurva kecepatan kematian E. sakazakii

mengikuti kinetika kecepatan reaksi orde pertama sehingga analisis regresi log linier sederhana dapat digunakan untuk menganalisi kurva kecepatan kematian bakteri untuk memperoleh nilai D, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah bakteri sebesar satu siklus log. Secara ringkas nilai D untuk keseluruhan isolat yang disajikan dapat dirangkum dalam sebuah histogram (Gambar 7).

Gambar 7. Nilai D Isolat Enterobacter sakazakii Asal Susu Formula dan Makanan Bay Hasil pengujian nilai D untuk tiap isolat yang diuji pada empat suhu yang berbeda (Gambar 7) merupakan hasil rataan nilai D pada dua percobaan terpisah. Kisaran nilai D isolat

E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi pada suhu 54 0C adalah 7.50 – 9.13 menit. Isolat YR c3a asal susu formula membutuhkan waktu sebesar 9.13 menit untuk direduksi sebesar satu siklus log pada suhu 54 0C. Isolat E9 yang merupakan isolat asal makanan bayi dapat direduksi sebesar satu siklus log dalam waktu 7.50 ± 0.28 menit, waktu reduksi ini paling pendek dibandingkan dengan isolat lainnya. Isolat YR t2a dan ATCC 51329 memiliki nilai D54 lebih kecil dari nilai D54 isolat YR c3a dan lebih besar dari isolat E9, yaitu sebesar 7.75 ± 0.08 dan 8.66 ± 0.16 menit secara berurutan. Isolat YR t2a dan YR c3a asal susu formula memiliki nilai D54 yang lebih besar dibandingkan dengan dengan isolat E9 asal makanan bayi. Isolat ATCC 51329 yang berasal dari susu formula juga memiliki nilai D54 yang lebih besar dibandingkan isolat asal makanan bayi pada suhu 54 0C.

Menggunakan defenisi nilai D, yaitu waktu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah mikroba sebesar satu siklus log pada suhu tertentu maka dapat dihitung penurunan siklus log (S)

E.sakazakii yang terjadi selama 32 menit pada suhu 54 0C untuk tiap isolat. Perhitungan ini bertujuan untuk membandingkan nilai D54 yang diperoleh pada kajian ketahanan panas terhadap penurunan logaritma jumlah bakteri yang terjadi pada tahap pemilahan cepat isolat tahan panas yang dilakukan. Isolat YR t2a, YR c3a dan E9 seharusnya mengalami pengurangan logaritma penurunan jumlah bakteri sebesar 4 siklus log jika dipanaskan selama 32 menit, perhitungan


(34)

19 dilakukan dengan menggunakan nilai D54 yang diperoleh pada kajian ketahanan panas, namun penurunan logaritma jumlah bakteri yang terjadi pada tahapan pemilahan cepat lebih kecil dibandingkan dengan nilai tersebut yaitu sebesar 3 siklus log untuk isolat YR t2a, dan 2 siklus log untuk isolat YR c3a dan E9. Untuk mengevaluasi keakuratan pemilahan cepat isolat tahan panas dilakukan perhitungan nilai D54 untuk masing - masing isolat yang diuji. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data penurunan log jumlah bakteri yang terjadi pada tahapan pemilahan cepat isolat dan dihitung menggunakan Rumus III. Perbandingan Nilai D54 yang diperoleh untuk tiap isolat yang diuji pada tahapan pemilahan cepat isolat terhadap Nilai D54 pada kajian ketahanan panas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Nilai D54 Kajian Ketahanan Panas Isolat E. sakazakii Terhadap Pemilahan Cepat Isolat

Isolat Sumber

Nilai D54 (menit) Pemilahan cepat

isolat Kajian ketahanan panas

YR t2a Susu formula 11.19 7.75

YR c3a Susu formula 19.28 9.13

E9 Makanan bayi 19.75 7.50

Perbedaan nilai D54yang terjadi sangat besar. Nilai D54 pada pemilahan cepat isolat rata-rata dua kali lipat nilai D54 pada kajian ketahanan panas. Perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan jumlah inokulum pada saat pemilahan cepat isolat dan kajian ketahanan panas. Pada pemilahan cepat isolat jumlah rata – rata inokulum adalah sebesar 106 CFU/ml sementara pada kajian ketahanan panas jumlah inokulum sebesar 108 CFU/ml, selain itu pemilahan cepat hanya dilakukan untuk satu kali ulangan, sehingga reliabilitasnya rendah karena tujuan pemilahan cepat isolat hanya untuk memilih isolat yang digunakan pada kajian ketahanan panas.

Kisaran nilai D54 untuk keempat isolat yang diujikan adalah 7.50 – 9.13 menit. Nilai D54 isolat E. sakazakii ini lebih rendah jika dibandingkan dengan D54 isolat Enterobacter sakazakii (food isolate)Nazarowec-White dan Farber (1997), D54 yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah sebesar 18.57 menit. Hasil penelitian ini lebih mendekati nilai D54 E.sakazakii pada penelitian Breeuwer et al. (2003), yaitu sebesar 7.1 menit pada menstruum buffer phosphate.

Pada suhu 56 0C nilai D untuk isolat yang diujikan berada pada kisaran 3.61-4.24 menit. Isolat yang paling tahan panas pada suhu 56 0C adalah isolat asal makanan bayi E9. Dibutuhkan waktu sebesar 4.24 ± 0.05 menit untuk mengurangi jumlah bakteri ini sebesar satu siklus log. Nilai D56 terkecil ditemukan pada isolat asal susu formula YR t2a, yaitu sebesar 3.61 ± 0.12 menit, isolat YR c3a memiliki D56 sebesar 3.83 ± 0.33 menit, dan ATCC 51329 memiliki nilai D56 sebesar 4.10 ± 0.10 menit. Pada suhu 56 0C isolat asal makanan bayi E9 memiliki nilai D yang lebih besar dibandingkan dengan isolat E. sakazakii asal susu formula. Kisaran D56 Isolat

E. sakazakii ini mendekati kisaran nilai D56 yang diperoleh Kim Soo Hwan dan Jong Hyun Park (2007) untuk isolat asal susu formula, yaitu 3.91 – 4.67 menit. Nilai D56 pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai D56 yang dilaporkan Nazarowec- White dan Farber (1997), pada penelitian tersebut diperoleh nilai D56 sebesar 9.75 menit. Breeuwer et al. (2003) menemukan Nilai D56 yang lebih rendah dari nilai D56 yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu sebesar 2.4 menit. Cold shock setelah perlakuan panas pada penelitian Breeuwer (2003) menyebabkan nilai D yang diperoleh lebih kecil.


(35)

20 Nilai D pada suhu 58 0C isolat Enterobacter sakazakii yang diujiberkisar antara 1.34 menit hingga 1.39 menit. Nilai D58 terbesar ditemukan pada isolat asal makanan bayi E9 dan ATCC 51329, yaitu sebesar 1.39 menit, sementara nilai D58 terkecil ditemukan pada isolat YR t2a sebesar 1.34 ± 0.03 menit. Nilai D58 untuk isolat YR c3a adalah sebesar 1.38 ± 0.03 menit. Nilai D58 untuk isolat asal susu formula ataupun makanan bayi tidak jauh berbeda. Kisaran nilai D58 pada penelitian ini mendekati nilai D58 yang dilaporkan Iversen et al. (2003) yaitu sebesar 1.3 menit. Nilai D58 yang diperoleh lebih rendah dari nilai D58 yang dilaporkan oleh Nazarowec -White dan Farber (1997) dan lebih tinggi daripada nilai D58 pada penelitian Breeuwer et al. yaitu sebesar 3.44 dan 0.48 menit secara berurutan.

Nilai D60 untuk isolat yang diuji berada pada kisaran 0.71- 0.90 menit. Hal ini berarti waktu yang dibutuhkan untuk menginaktivasi E. sakazakii pada suhu 600C relatif kecil. Isolat E9 asal makanan bayi memiliki waktu reduksi termal (D60) paling kecil, yaitu sebesar 0.71 ± 0.05 menit, sementara isolat YR t2a asal susu formula memiliki waktu reduksi termal (D60) paling besar diantara tiga isolat lainnya, yaitu 0.90 ± 0.03 menit. YR c3a memiliki nilai D60 yang tidak jauh berbeda dari YR t2a yaitu sebesar 0.89 menit ± 0.02, sementara nilai D60 untuk ATCC 51329 adalah sebesar 0.82 ± 0.06 menit. Rata – rata nilai D60 untuk isolat asal makanan bayi maupun susu formula sebesar 0.83 menit. Kisaran D60 yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah daripada nilai D60 yang dilaporkan oleh Nazarowec – White dan Farber (1997), yaitu sebesar 2.15 menit untuk isolat asal makanan. Kisaran nilai D60 yang diperoleh pada penelitian inimendekati nilai D60 yang dilaporkan oleh Iversen et al. (2004), yaitu 0.73 hingga 1.07 menit pada menstruum pemanas TSB (Tryptose Soy Broth).

Perbedaan nilai D yang terjadi untuk tiap isolat pada masing – masing suhu jika dibandingkan dengan penelitian lainnya dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kondisi fisiologis bakteri, perbedaan heating menstruum (termasuk komposisi lemak, konsentrasi gula, dan total padatan), perbedaan metodologi recovery isolat serta adanya perlakuan cold shock

setelah proses panas, menyebabkan kesulitan dalam membandingkan nilai D antar peneliti. Untuk metode recovery perbedaan yang paling utama antara penelitian yang dilakukan terhadap penelitian lainnya adalah penggunaan sodium pyruvat yang disuplementasikan pada media pencawanan untuk recovery sel yang sebagian besar digunakan pada penelitian yang dijadikan perbandingan tidak dilakukan dalam penelitian ini, hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap perhitungan jumlah koloni yang terdeteksi setelah proses pemanasan. Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya perbedaan respon ketahanan panas antara lain kadar air, jumlah inokulum, usia kultur, temperatur pertumbuhan, senyawa penghambat, waktu dan temperatur, konsentrasi lemak, garam, konsentrasi karbohidrat, pH, serta efek dari ultrasonics (Lewis 2000). Dari beberapa faktor tersebut yang menyebabkan perbedaan nilai D antar isolat E.sakazakii yang diuji dengan E.sakazakii pada penelitian lainnya adalah jumlah inokulum, konsentrasi lemak, serta total padatan (konsentrasi karbohidrat). Jumlah inokulum awal yang diinokulasikan pada

menstruum pemanas adalah sebesar 108 CFU/ml, semakin banyak jumlah inokulum maka semakin banyak populasi mikroba yang akan menghasilkan substansi pelindung (protective substances) sejenis protein. Menstruum pemanas yang digunakan pada penelitian ini adalah susu formula komersil berkadar lemak 2.97 g/100 ml, jika dibandingkan dengan penelitian lainnya, kadar lemak ini relatif lebih rendah, sehingga efek proteksi yang diberikan terhadap E. sakazakii

juga rendah. Keberadaan lemak akan meningkatkan ketahanan panas bakteri, hal ini berhubungan dengan kemampuan lemak untuk mempengaruhi kelembapan sel, dan memberikan efek proteksi. Faktor berikutnya adalah total karbohidrat, efek proteksi yang dihasilkan berasal dari keberadaan gula pada menstruum, keberadaan gula akan mengurangi aw melalui mekanisme


(36)

21 pengikatan air, sehingga secara tidak langsung akan memberikan perlindungan terhadap sel bakteri. Hal tersebut menjelaskan bahwa kandungan nutrisi menstruum pemanas yang digunakan pada tiap pengujian berbeda, sehingga kemungkinan respon E. sakazakii terhadap perlakuan panas juga berbeda, jika dilihat dari parameter nilai D dan Z nya.

Nilai D Isolat Enterobacter sakazakii pada percobaan ini, untuk isolat asal susu formula ataupun makanan bayi secara keseluruhan lebih kecil daripada nilai D percobaan ketahanan panas pada food isolate Nazarowec - White dan Farber (1997) yang diperoleh pada suhu yang sama (54, 56, 58, dan 60 0C). Hal ini disebabkan adanya perbedaan jumlah inokulum, pada percobaan Nazarowec - White dan Farber (1997) jumlah inokulum awal adalah sebesar 107 CFU/ml sementara pada percobaan ini jumlah inokulum awal sebesar 108 CFU/ml. Perbedaan komposisi menstruum pemanas yang digunakan juga berbeda. Isolat E. sakazakii Nazarowec-White dan Farber (1997) relatif lebih tahan panas jika dibandingkan dengan nilai D yang diperoleh pada percobaan ini, maupun jika dibandingkan dengan percobaan lainnya.

Parameter nilai Z

Profil ketahanan panas mikroorganisme target tidak hanya dilihat dari besarnya nilai D, namun parameter nilai Z juga perlu diperhatikan (Murphy et al. 2004), nilai Z merupakan perubahan suhu yang diperlukan untuk menurunkan nilai D sebesar satu siklus Log. Penentuan nilai Z diperoleh dari kurva kematian termal, kurva tersebut dibuat dengan memplotkan nilai D terhadap suhu. Input data untuk pembuatan kurva kematian termal tercantum pada Lampiran 10. Kurva kematian termal menunjukkan sensitivitas nilai D terhadap perubahan suhu, pada Gambar 8 disajikan kurva kematian termal ulangan II untuk keempat isolat E. sakazakii yang diujikan dalam penelitian ini. Kurva kematian termal ulangan II dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar 8. Kurva kematian termal isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi ulangan II

Nilai Z diperoleh dari negatif invers kemiringan kurva kematian termal. Semakin besar nilai Z maka semakin tidak sensitif mikroba terhadap proses panas. Pada kurva di atas terlihat bahwa ke empat isolat memiliki sensitivitas yang hampir mendekati satu sama lain, hal ini terlihat dari bentuk kurva yang hampir berhimpitan. Berdasarkan perhitungan kemiringan kurva nilai Z untuk keempat isolat yang diujikan sebesar 5.65 ± 0.23 oC untuk isolat ATCC 51329, 6.08 ± 0.08 oC untuk isolat YR t2a, 5.8 ± 0.43 oC untuk isolat YR c3a, dan 5.54 ± 0.02 oC untuk isolatE9 (Gambar 9).


(37)

22 Gambar 9. Nilai Z Isolat Enterobacter sakazaki Asal Susu Formula dan Makanan Bayi

Nilai Z menunjukkan sensitivitas mikroorganisme terhadap perlakuan panas. Isolat ATCC 51329 memiliki nilai nilai D60 sebesar 0.82 menit, dan nilai Z sebesar 5.65 ± 0.23 oC. Untuk menurunkan nilai D hingga 0.082 menit, diperlukan kenaikan suhu sebesar 5.65 menit, hal ini berarti nilai D sebesar 0.082 menit dapat tercapai pada suhu 65.65 0C. Hal ini juga berlaku pada isolat lainnya. Berdasarkan nilai Z yang diperoleh terlihat bahwa isolat yang paling sensitif terhadap perlakuan panas adalah isolat E9 asal makanan bayi, sedangkan isolat YR t2a asal susu formula paling resisten terhadap perlakuan panas jika dibandingkan dengan isolat lainnya, namun perbedaan nilai Z antar isolat relatif kecil.

Nilai Z untuk isolat yang diujikan pada penelitian ini mendekati nilai Z yang dilaporkan oleh Nazarowec - White dan Farber (1997) yaitu sebesar 5.82 0C untuk isolat asal makanan dan juga mendekati nilai Z yang diperoleh oleh Iversen et al (2004) sebesar 5.6 – 5.8 0C. Nilai Z yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan nilai Z sebagian besar foodborne pathogen

yang tidak membentuk spora, yaitu berkisar antara4-6 0C (Arroyo et al.2009).

Keragaman Gebetik Enterobacter sakazakii

Respon ketahanan panas E. sakazakii bergantung pada jenis strain yang diuji (Aroyo 2009). E. sakazakii dikategorikan dalam tiga kelompok berdasarkan toleransi terhadap panas dan ekspresi gen (Ashakura et al.2007). Keragaman genetik antar isolat E. sakazakii akan menimbulkan keragaman respon ketahanan panas, sebab ekspresi gen untuk masing – masing

strain berbeda. Isolat Enterobacter sakazakii yang digunakan pada penelitian ini, memiliki persentase kemiripan yang rendah terhadap E.sakazakii berdasarkan uji biokimia dengan menggunakan API 20 E, yaitu sebesar 2.6 % untuk YR t2a, dan 18.5 % untuk YR c3a (Meutia 2008), namun berdasarkan analisis PCR (Polymerase Chain Reaction) kedua isolat tersebut merupakan Enterobacter sakazakii dengan similiaritas sebesar 92% dan 96 % terhadap E. sakazakii. Isolat ATCC 51329 merupakan isolat asal susu formula, yang dikelompokkan sebagai E. sakazakii cluster tiga hasil pengelompokkan Iversen et al. (2004). Isolat YR t2a dan YR c3a juga dikelompokkan pada kelompok E. sakazakiicluster 3. E. sakazakii pada cluster ini memiliki keragaman sebesar 3% terhadap E. sakazakii.

Penelitian mengenai ketahanan panas Enterobacter sakazakii memiliki variasi yang relatif besar dilihat dari nilai D dan nIlai Z. Perbedaan respon ketahanan panas kemungkinan disebabkan oleh perbedaan genetik antar isolat, bergantung pada strain yang diuji. Pada penelitian ini isolat yang diuji merupakan Enterobacter sakazakiicluster ketiga, sehingga respon ketahanan panas yang diperoleh tidak jauh berbeda satu sama lain, hal ini terlihat dari kisaran


(1)

56

Lampiran 9. Persamaan garis kurva kecepatan kematian isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi

Isolat Ulangan

Suhu (0C)

54 56 58 60

ATCC 51329

I y = -0.117x + 7.198 R² = 0.903

y = -0.248x + 7.637 R² = 0.956

y = -0.718x + 7.674 R² = 0.953

y = -1.162x+ 7.453 R² = 0.915 II y = -0.114x + 7.531

R² = 0.953

y = -0.240x + 7.559 R² = 0.969

y = -0.725x + 7.454 R² = 0.907

y = -1.299x + 7.759 R² = 0.961 YR t2a

I y = -0.128x + 8.001 R² = 0.982

y = -0.271x + 7.731 R² = 0.965

y = -0.839x + 7.913 R² = 0.949

y = -1.081x + 7.887 R² = 0.989 II y = -0.130x+ 8.254

R² = 0.981

y = -0.284x + 7.431 R² = 0.923

y = -0.886x+ 7.572 R² = 0.94

y = -1.137x + 7.889 R² = 0.973 YR c3a

I y = -0.121x +8.142 R² = 0.997

y = -0.278x+ 7.683 R² = 0.926

y = -0.712x + 7.478 R² = 0.932

y = -1.104x + 7.876 R² = 0.962 II y = -0.100x + 8.146

R² = 0.978

y = -0.246x + 7.408 R² = 0.933

y = -0.738x + 7.730 R² = 0.915

y = -1.136x + 8.101 R² = 0.993 E9

I y = 0.130x+8.217

R² = 0.973

y = -0.238x + 7.539 R² = 0.949

y = -0.711x + 7.134 R² = 0.902

y = -1.334x + 7.549 R² = 0.937 II y = -0.137x + 8.302

R² = 0.964

y = -0.234x + 7.444 R² = 0.909

y = -0.723x + 7.596 R² = 0.933

y = -1.472x + 7.482 R² = 0.927


(2)

57 Lampiran 10. Data Perhitungan Nilai Z isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi

Data perhitungan Nilai Z Isolat ATCC 51329

Temperatur (0C) (x) Nilai D1 Nilai D2 Log D1 (y) Log D2 (y)

slope 1 slope 2 Z1

(0C) Z2

(0 C)

Rataan std 54 8.5470 8.7719 0.9318 0.9431 -0.172 -0.182 5.81 5.49 5.65 0.23 56 4.0323 4.1667 0.6055 0.6198

58 1.3928 1.3793 0.1439 0.1397 60 0.8606 0.7698 -0.0652 -0.1136

Data perhitungan Nilai Z Isolat YR t2a Temperatur (0C) (x) Nilai D1 Nilai D2 Log D1 (y) Log D2 (y)

slope 1 slope 2 Z1

(0C) Z2

(0 C)

Rataan std 54 7.81 7.69 0.8928 0.8861 -0.163 -0.166 6.13 6.02 6.08 0.08

56 3.69 3.52 0.5670 0.5467

58 1.19 1.13 0.0762 0.0526

60 0.93 0.88 -0.0338 -0.0558

Data perhitungan Nilai Z Isolat YR c3a Temperatur (0C) (x) Nilai D1 Nilai D2 Log D1 (y) Log D2 (y)

slope 1 slope 2 Z1

(0C) Z2

(0 C)

Rataan std 54 8.26 10.00 0.9172 1.0000 -0.164 -0.182 6.10 5.49 5.80 0.43

56 3.60 4.07 0.5560 0.6091

58 1.40 1.36 0.1475 0.1319

60 0.91 0.88 -0.0430 -0.0554

Data perhitungan Nilai Z Isolat E9 Temperatur (0C) (x) Nilai D1 Nilai D2 Log D1 (y) Log D2 (y)

slope 1 slope 2 Z1

(0C) Z2

(0 C)

Rataan std 54 7.69 7.30 0.8861 0.8633 -0.18 -0.181 5.56 5.52 5.54 0.02

56 4.20 4.27 0.6234 0.6308

58 1.12 1.26 0.0491 0.1002

60 0.75 0.68 -0.1252 -0.1679


(3)

58 Lampiran 11. Kurva kematian termal isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi


(4)

(5)

60 Lampiran 12. Kurva kematian termal isolat E. sakazakii asal susu formula dan makanan bayi


(6)