2.4 Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyerirasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa
terbakar heartburn, kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia kesulitan menelan makanan, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian
derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak selalu berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip
dengan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari
Barret’s esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat
Makmun,2009. Walaupun gejala khastipikal dari GERD adalah heartburn atau regurgitasi,
gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak non cardiac chest painNCCP, suara serak, laringitis, batuk,
asma, bronkiektasis, gangguan tidur, dan lain-lain Makmun 2009, Jung, 2009. Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk
timbulnya GERD karena terjadi perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES
Makmun,2009. Asma dan GERD adalah dua keadaan yang sering dijumpai secara bersaman. Selain itu, terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara
gangguan tidur dan GERD Jung, 2009. Walaupun telah disampaikan bahwa heartburn merupakan gejala klasik dan
utama dari GERD, namun situasinya sedikit berbeda di Asia. Di dunia Barat, kata ”heartburn”
mudah dimengerti oleh pasien, sementara tidak ada padanan kata yang sesuai untuk heartburn dalam mayoritas bahasa-bahasa di Asia, termasuk bahasa
Cina, Jepang, Melayu. Dokter lebih baik menjelaskan dalam susunan kata-kata tentang apa yang mereka maksud dengan heartburn dan regurgitasi daripada
mengasumsikan bahwa pasien memahami arti kata tersebut. Sebagai contoh, di Malaysia, banyak pasien etnis Cina dan Melayu mengeluhkan ”angin” yang merujuk
pada dispepsia dan gejala refluks. Sebagai akibatnya, seperti yang terjadi di Cina, banyak pasien GERD yang salah didiagnosis sebagai penderita non cardiac chest
7
Universitas Sumatera Utara
pain atau dispepsia Goh dan Wong, 2006. Walaupun belum ada survei yang dilakukan, berdasarkan pengalaman klinis sehari-hari, kejadian yang sama juga
sering ditemui di Indonesia. GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena
gejala-gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan tidur, penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial.
Short-Form-36-Item SF-36 Health Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien GERD memiliki kualitas hidup yang menurun, serta
dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding dengan pasien penyakit kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan artritis kronik Hongo dkk, 2007.
2.5 Diagnosis