36 Gambar 26
. Sifat intensitas curah hujan Stasiun Bogor sesuai dengan kriteria BMKG. Periode yang mewakili tiga kondisi tersebut dipilih dengan menggunakan
kriteria BMKG, maka diperoleh beberapa tanggal yang digunakan untuk membuat perbandingan model simulasi model hidrologi terdistribusi berasal dari titik pengamatan
Stasiun Bogor, yaitu :
a. Hujan Ringan : 22 – 24 Januari 2010
b. Hujan Lebat : 4 – 6 Februari 2010
c. Hujan Sangat Lebat : 9 – 11 Februari 2010
4.4. Pola Distribusi Curah Hujan
Curah hujan yang diperlukan untuk membuat suatu sistem rencana peringatan dini berdasarkan volume debit yang disebabkan oleh curah hujan dari daerah
pengaliran yang kecil, seperti perhitungan debit banjir, adalah curah hujan yang terjadi pada jangka waktu yang pendek dan bukan curah hujan jangka waktu yang panjang
seperti curah hujan bulanan atau tahunan Sosrodarsono dan Takeda eds, 2006.
Intensitas curah hujan pada jangka waktu yang singkat akan dirubah menjadi intensitas curah hujan per jam yang biasa disebut intensitas curah hujan rain rate.
Makin pendek jangka waktu curah hujannya, makin besar intensitasnya. Hujan itu kadang-kadang berhenti atau menjadi kecillemah, jadi jika jangka waktu curah hujan
panjang maka intensitasnya kecil. Makin kecil daerah aliran sungai, maka jangka waktu curah hujan atau waktu konsentrasi time of concentration makin pendek. Waktu
konsentrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik paling jauh ke titik yang ditentukan di bagian hilir daerah aliran.
Transek intensitas curah hujan dari data radar seperti yang telah disajikan pada Gambar 14 digunakan untuk melihat posisi DAS Ciliwung berada di dalam wilayah
Transek 1 dan 2, serta posisi alat pengamatan permukaan AWS dan AWLR juga berada di sekitar transek tersebut. Berdasarkan posisi transek tersebut, dibuat Diagram
Hoevmoller
dengan menggunakan data intensitas curah hujan sepanjang Transek 1 dan
2 seperti yang terlihat pada Gambar 27.
Transek 1, dapat dilihat bahwa curah hujan yang terjadi dari Citeko sampai Pulau Pramuka menunjukkan pola harian, hujan hampir terjadi setiap hari selama satu
bulan pengamatan. Curah hujan lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Citeko sampai Depok, tetapi pada beberapa periode distribusi curah hujan berlangsung terus menerus
dari Citeko hingga Pulau Pramuka, hal ini terlihat antara lain pada tanggal 31 Januari –
37 1 Februari 2010 dan 13 – 15 Februari 2010, sedangkan pada tanggal 9 – 10 Februari
2010 curah hujan hanya terjadi di wilayah Citeko hingga Depok. Sebaliknya pada Transek 2 bisa dilihat bahwa distribusi curah hujan banyak
terjadi di daerah Citeko sampai Bekasi, pola harian juga jelas terlihat pada gambar ini. Berdasarkan diagram tersebut dan melihat posisi DAS Ciliwung, bisa disimpulkan
bahwa curah hujan yang jatuh di wilayah Citeko, Bogor, sampai Depok akan bergerak menuju Pulau Pramuka dan Bekasi, seiring bergeraknya hujan ini maka intensitas hujan
yang jatuh dapat mengisi DAS Ciliwung.
Kondisi aktual di lapangan ternyata terdapat beberapa kali kejadian banjir yang terjadi di wilayah Jakarta, antara lain banjir yang terjadi pada tanggal 10 Februari 2010
di wilayah Cawang, Jakarta. Dengan melihat Diagram Hoevmoller pada tanggal 9 – 10 Februari 2010 dimana curah hujan tinggi terjadi dari Citeko sampai Depok, sehingga
bisa disimpulkan bahwa kejadian banjir pada tanggal 10 Februari 2010 berasal dari curah hujan tinggi disekitar Citeko sampai Depok curah hujan kiriman. Hal ini bisa
dibuktikan dengan membuat simulasi aliran sungai pada periode tersebut dengan menggunakan data pengamatan Stasiun Bogor.
Gambar 27 . Diagram Hoevmoller dari 2 transek yang menggambarkan distribusi curah
hujan dari radar di wilayah Jabodetabek periode 14 Januari – 15 Februari 2010.
4.5. Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan Kegiatan pengamatan selama IOP Intensive Observational Period dapat
digunakan untuk memahami dinamika atmosfer yang terkait dengan cuaca ekstrem khususnya di wilayah DKI Jakarta. Hasil pengamatan yang dilakukan serentak di 5
lima lokasi yang berbeda, yaitu Citeko, Bogor, Serpong, Serang, dan Pulau Pramuka.
Intensitas curah hujan yang diperoleh dari data pengamatan menggunakan radar cuaca CDR dibandingkan dan divalidasi menggunakan data pengukuran permukaan dari
AWS, sesuai dengan hasil hubungan antara data reflektifitas radar Z dan intensitas curah hujan R diperoleh konstanta a dan b yang dapat digunakan untuk menghitung
mm6menit mm6menit
38 intensitas curah hujan yang mempunyai resolusi spasial dan temporal yang tinggi dan
lebih akurat. Tetapi hasil Z – R yang diperoleh dari kelima lokasi tidak semuanya bagus, sesuai hasil yang disajikan pada Tabel 5 disimpulkan bahwa data intensitas curah hujan
yang paling sesuai adalah data Stasiun Bogor, selain itu melihat dari pola distribusi curah hujan selama periode pengamatan terkonsentrasi di wilayah Citeko sampai
Depok, sehingga simulasi aliran sungai yang dilakukan pada tahap selanjutnya menggunakan data intensitas curah hujan pada koordinat Stasiun Bogor sebagai
masukannya.
Diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu disebut hidrograf. Salah satu sumber air sungai adalah curah hujan, curah hujan yang
jatuh langsung pada permukaan air di sungai utama dan anak-anak sungainya, umumnya termasuk dalam limpasan permukaan dan tidak dapat dipisahkan sebagai komponen dari
hidrograf Sosrodarsono dan Takeda eds, 2006.
Data radar cuaca dirubah menjadi data intensitas curah hujan di wilayah cakupan radar, setelah itu informasi presipitasi pada area yang luas tersebut menjadi masukan
pada model simulasi aliran. Kamimera et al. 2003 melalui penelitiannya di wilayah China telah membuktikan bahwa gabungan antara data radar dan data pengamatan
permukaan lebih bisa menggambarkan kondisi curah hujan di suatu wilayah dengan akurasi spasial tinggi.
Masukan yang diperlukan dalam model simulasi hidrologi terdistribusi hujan limpasan adalah data intensitas curah hujan yang diperoleh dari hasil perhitungan
menggunakan konstanta a dan b, selain itu juga dilihat data tinggi muka air di DAS Ciliwung untuk menentukan periode kejadian banjir.
Gambar 28 . Grafik tinggi muka air di DAS Ciliwung atas dan intensitas curah hujan
dari AWS bawah selama periode 14 Januari – 15 Februari 2010. Grafik tinggi muka air dan intensitas curah hujan permukaan yang digambarkan
di atas menunjukkan bahwa intensitas curah hujan tinggi banyak terjadi pada bulan Februari 2010, hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan tinggi muka air di daerah
aliran sungai Ciliwung terutama pada tanggal 31 Januari – 1 Februari 2010, 9 – 10, 11 – 12, dan 14 - 16 Februari 2010. Hal ini seiring dengan terjadinya hujan tinggi pada
tanggal 3, 9, dan 14 Februari 2010.
39 Berdasarkan kriteria intensitas curah hujan dan diwakili oleh Stasiun Bogor yang
mempunyai kualitas data dan hubungan Z – R yang paling bagus maka data intensitas curah hujan yang diperoleh dari hasil hubungan antara data radar cuaca dan pengamatan
permukaan digunakan sebagai masukan dalam model hidrologi terdistribusi untuk titik Manggarai.
Sebelum menghitung rata-rata aliran sungai flow rate, data CAPPI setiap 6 menit dirubah menjadi data intensitas curah hujan setiap 10 menit mm10 menit. Data
curah hujan setiap 10 menit ini akan menjadi masukan dalam simulasi aliran sungai. Asumsi awal yang digunakan bahwa tanah mempunyai kandungan air yang berada pada
kondisi kapasitas lapang, maka akan dihitung kecepatan aliran sungai menggunakan Bucket Runoff Model
, dalam hal ini dari Stasiun Bogor hingga mencapai Bendungan Manggarai Jakarta. Gambar 29 memperlihatkan simulasi aliran sungai pada tanggal-
tanggal di mana curah hujan yang diamati di permukaan ringan, lebat, dan sangat lebat, yaitu pada tanggal 22 – 24 Januari 2010 hujan ringan, 4 – 6 Februari 2010 hujan
lebat, dan 9 - 11 Februari 2010 hujan sangat lebat berdasarkan pengamatan dari Stasiun Bogor.
a. 22 – 24 Januari 2010 intensitas hujan ringan.
b. 4 – 6 Februari 2010 intensitas hujan lebat.
40 c. 9 – 11 Februari 2010 intensitas hujan sangat lebat.
Gambar 29 . Simulasi aliran sungai di Bendungan Manggarai, tanggal 22 – 24 Januari
2010 a, 4 – 6 Februari 2010 b, dan 9 - 11 Februari 2010 c.
Berdasarkan simulasi aliran sungai di sub-grid Manggarai yang dilakukan pada berbagai periode, yaitu tanggal 22 – 24 Januari 2010 pada saat intensitas hujan ringan,
simulasi aliran yang terbentuk landai dan tidak memberikan response dengan adanya curah hujan yang turun di bawah 5 mmjam, sehingga seharusnya tidak terbentuk
simulasi aliran karena curah hujan habis untuk evaporasi; tanggal 4 – 6 Februari 2010 pada saat intensitas hujan lebat, mulai ada response aliran akibat adanya curah hujan
meskipun masih relatif landai, dimana simulasi aliran tertinggi yang terbentuk sebesar 844,002 m
3
s; sedangkan response tertinggi akibat adanya curah hujan sangat lebat menyebabkan simulasi aliran yang terbentuk mencapai titik tertinggi sebesar 887,66
m
3
s dan 760,852 m
3
s terjadi pada tanggal 9 – 11 Februari 2010, dengan 2 puncak aliran pada tanggal 10 Februari 2010 saat intensitas hujan sangat lebat. Bersamaan
dengan hal ini ternyata terjadi kejadian banjir di daerah Cawang, Jakarta pada tanggal 10 Februari 2010, seperti terlihat pada Gambar 30.
Gambar 30 . Kejadian banjir di kawasan Cawang Atas, Jakarta, pada tanggal 10
Februari 2010. Gambar 31 berikut menggambarkan perbandingan antara hasil simulasi aliran
sungai sub-grid Manggarai dengan menggunakan data radar saja yang diperoleh
41 menggunakan persamaan Marshall – Palmer dan data gabungan radar dengan
pengamatan curah hujan permukaan didapat dari hasil perhitungan menggunakan konstanta a dan b yang diperoleh dalam penelitian ini, dibandingkan dengan data
pengukuran debit di Bendung Manggarai. Perbandingan ini menggunakan data simulasi aliran sungai pada kecepatan 0.8 m
2
s pada saat kecepatan aliran mulai naik karena adanya curah hujan.
a. 22 – 23 Januari 2010 intensitas hujan ringan.
b. 4 – 5 Februari 2010 intensitas hujan lebat.
c. 9 – 10 Februari 2010 intensitas hujan sangat lebat. Gambar 31
. Perbandingan hasil simulasi aliran sungai di Bendungan Manggarai pada tanggal 22 – 23 Januari 2010 a, 4 – 5 Februari 2010 b, dan 9 - 10
Februari 2010 c.
42 Perbandingan antara hasil simulasi aliran sungai dari model dengan data hasil
observasi pada kecepatan aliran rata-rata 0,8 m
2
s menghasilkan grafik landai dan tidak menunjukkan kenaikan laju aliran yang sama seperti data hasil observasi, terutama pada
intensitas hujan ringan, sedangkan pada saat hujan lebat dan sangat lebat terdapat kenaikan tetapi terjadi perbedaan waktu antara kenaikan laju aliran hasil simulasi model
dengan data hasil observasi dimana kenaikan data hasil model mempunyai waktu lebih cepat dibandingkan data hasil observasi. Tetapi jika melihat kondisi intensitas curah
hujannya maka hasil model lebih bisa merepresentasikan aliran sungai dibandingkan hasil observasinya, hal ini kemungkinan terjadi karena kualitas data observasi belum
optimal. Pada ketiga kondisi curah hujan di atas, hasil simulasi aliran yang berasal dari gabungan antara data radar cuaca dan data pengamatan permukaan mempunyai hasil
lebih tinggi dibandingkan hasil simulasi dengan hanya menggunakan data radar saja.
Evaluasi hasil simulasi model yang berasal dari data gabungan antara data radar cuaca dan data pengamatan permukaan serta data radar saja dibandingkan dengan data
observasi di lapangan, disajikan pada Tabel 7 berikut ini: Tabel 7
. Perbandingan hasil simulasi aliran sungai dengan data observasi lapangan.
Tanggal RMSE Observasi dengan Gabungan
Radar – Pengamatan Permukaan RMSE Observasi dengan
Radar Saja
22 – 24 Jan 266,87 m
3
s 339,22 m
3
s 4 – 5 Feb
226,38 m
3
s 328,15 m
3
s 9 – 10 Feb
287,32 m
3
s 350,30 m
3
s Berdasarkan perbandingan tersebut, hasil simulasi menggunakan gabungan data
radar dan pengamatan permukaan lebih mendekati data observasi di lapangan dibandingkan hasil simulasi hanya menggunakan data radar saja, hal ini terlihat dari
besarnya nilai RMSE gabungan radar dan pengamatan permukaan lebih rendah dibandingkan hanya menggunakan radar saja. Skenario mitigasi bencana banjir
khususnya di sub grid Manggarai dapat disusun berdasarkan data radar cuaca dan pengamatan permukaan yang sesuai untuk wilayah Jabodetabek.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN