13 di mana:
a dan b : Konstanta empirik positif, yang nilainya tergantung dari lokasi geografi dan kondisi iklimtipe hujannya. Menurut Marshall and Palmer, biasanya nilai
yang digunakan untuk a dan b adalah a = 200, b = 1,6 Collier, 1996. R
: Intensitas presipitasirain-rate mmjam. Z
: Reflektifitas radar mm
6
m
-3
.
2.4. Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan
Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sosrodarsono dan Takeda eds 2006
menyatakan bahwa daerah pengaliran sungai adalah daerah tempat presipitasi itu terpusat ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas
daerah pengaliran. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran, dan
seterusnya. Aliran sungai itu bergantung pada berbagai faktor secara bersamaan, salah satunya adalah faktor yang berhubungan dengan limpasan runoff. Limpasan dibagi
menjadi dua kelompok elemen, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik daerah pengaliran.
Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok elemen meteorologi adalah: 1.
Jenis presipitasi, mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap limpasan, yaitu hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya adalah langsung dan hidrograf
hanya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan dan besarnya curah hujan. 2.
Intensitas curah hujan, pengaruh intensitas curah hujan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka
besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan.
3. Lamanya curah hujan, setiap daerah aliran sungai mempunyai lama curah hujan
kritis. Jika lamanya curah hujan itu panjang, maka lamanya limpasan permukaan menjadi lebih panjang. Untuk curah hujan yang jangka waktunya panjang,
limpasan permukaannya akan menjadi lebih besar meskipun intensitas curah hujan relatif sedang.
4. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran, misalnya jika kondisi topografi,
tanah, dan lain-lain di daerah aliran sungai itu sama dan mempunyai jumlah curah hujan yang sama, maka curah hujan yang distribusinya merata yang
mengakibatkan debit puncak minimum. Banjir di daerah pengaliran yang besar kadang-kadang terjadi oleh curah hujan lebat yang distribusinya merata, dan
seringkali terjadi oleh curah hujan biasa yang mencakup daerah yang luas meskipun intensitasnya kecil. Sebaliknya, di daerah pengaliran yang kecil, debit
puncak maksimum dapat terjadi oleh curah hujan yang lebat dengan daerah hujan yang sempit.
5. Arah pergerakan curah hujan, jika curah hujan bergerak sepanjang sistem aliran
sungai maka akan sangat mempengaruhi debit puncak dan lamanya limpasan permukaan.
6. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, jika kadar kelembaban lapisan
teratas tinggi maka akan mudah terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi yang kecil.
14 7.
Kondisi meteorologi yang lain. Secara tidak langsung, suhu, kecepatan angin, kelembaban relatif, tekanan udara rata-rata, curah hujan tahunan, dan lain-lain
yang juga mengontrol iklim di daerah tersebut dapat mempengaruhi limpasan. Berbagai model sudah banyak digunakan untuk menghitung limpasan
permukaan runoff. Salah satu model hidrologi adalah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Model Hidrologi Terdistribusi Distributed Hydrological
ModelDHM . Model hidrologi terdistribusi ini terdiri dari proses submodel rainfall-
runoff . Daerah aliran sungai DAS yang digunakan untuk studi dibagi menjadi
beberapa sel grid dengan resolusi spasial yang didefinisikan oleh pengguna. Proses model rainfall-runoff akan menghasilkan nilai limpasan runoff yang terbentuk pada
setiap sel grid. Jaringan kanal untuk studi DAS dapat menggambarkan satu set dari jaringan kanal imaginer antara 2 titik grid pusat sel grid.
Karakteristik dari sub-model hujan – limpasan rainfall-runoff adalah model untuk menduga jumlah limpasan pada setiap sel grid Kamimera et al., 2003.
Variabilitas spasial pada skala sub-grid SSSVSubgrid Scale Spatial Variability dari kapasitas simpanan air, dapat diperoleh dengan membagi setiap komputasi sel grid
menjadi elemen penyimpanan lokal dan karakteristik oleh kapasitas simpanan lokal W’m
skala dari 0 sampai nilai maksimum Wmm. Kapasitas simpanan dari semua sel grid Wm merupakan rata-rata dari semua kapasitas simpanan lokal. Fungsi distribusi
dari W’m untuk setiap sel grid FW’m memberikan fraksi sel grid di mana kapasitas simpanannya kurang atau sama dengan W’m:
2.4 di mana:
b : Parameter bentuk b = 0,3.
Fimp : Fraksi area kedap air pada setiap sel grid Fimp = 0,02.
Dengan distribusi tersebut, maksimum kapasitas simpanan lokal Wmm berhubungan dengan kapasitas simpanan rata-rata dari sel grid Wm :
2.5 Maksimum kadar air lokal pada area yang jenuh W’ diwakili oleh :
2.6 di mana:
W : Kadar air total pada setiap sel grid.
Wm : Kapasitas simpanan lokal Wm = 120 mm.
Untuk setiap sel grid, kita definisikan bahwa net presipitasi Pn = P – Ep, sehingga ketika Pn 0, besarnya limpasan runoff R dapat dihitung :
2.7
15 di mana:
P : Presipitasi mm.
Ep : Evaporasi potensial kgm
2
s. R
: Runoff.
Salah satu contoh penelitian yang telah dilakukan dalam memanfaatkan data radar cuaca untuk peramalan banjir adalah di China Zhijia et al., 2004. Setelah
kejadian banjir besar di China pada tahun 1998, Pemerintah China berencana untuk membangun jaringan radar cuaca nasional dan menggunakan data curah hujan dari radar
cuaca tersebut untuk prediksi banjir secara real time.
Masalah utama pada peramalan banjir secara real time adalah pada akurasi perkiraan curah hujan yang berasal dari data radar cuaca. Oleh karena itu pada
penelitian ini dilakukan penggabungan antara data radar cuaca dengan data pengamatan permukaan raingauge. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa dua seri data presipitasi
dari radar cuaca dan pengamatan permukaan hampir serupa, khususnya pada waktu dan puncaknya. Meskipun hasilnya memuaskan, dari Gambar 8 terlihat juga bahwa terdapat
perbedaan pada beberapa step waktu. Hal ini dikarenakan pada radar cuaca koreksi curah hujan terjadi setiap tiga jam, selanjutnya dibuat jumlah presipitasi wilayah
akumulasi sekitar daerah aliran sungai setiap enam jam yang merupakan penjumlahan dari dua kali step setiap tiga jam.
Gambar 8
. Grafik perbandingan antara data radar cuaca dan data pengamatan permukaan raingauge pada rata-rata presipitasi wilayah setiap 6 jam di
DAS Huaihe, China, dengan luas DAS 158.160 km
2
Zhijia et al., 2004. Penelitian yang selanjutnya dilakukan adalah membuat simulasi hidrograf
limpasan yang terdiri dari limpasan permukaan, aliran dalam interflow, dan limpasan air tanah dalam groundwater, setiap grid sel dengan menggunakan Model Xinanjiang.
Karena parameter-parameter yang ada dikalibrasi dengan menggunakan data pengamatan permukaan, hasil simulasi dari data radar cuaca lebih obyektif seperti yang
terlihat pada Gambar 9. Meskipun demikian, selama error pengamatan menjadi perhatian, hasil berdasarkan data radar cuaca hampir sama dengan hasil dari data
pengamatan permukaan. Gabungan antara data curah hujan dari radar cuaca dan model hidrologi Xinanjiang telah mengindikasikan bahwa teknik gabungan ini akan menjadi
alat peramalan banjir yang sangat berguna pada masa yang akan datang di China.
16
Gambar 9 . Grafik hidrograf limpasan antara hasil prediksi dan hasil observasi dengan
menggunakan data curah hujan dari radar cuaca dan data pengamatan permukaan raingauge di DAS Huaihe, China, dengan luas DAS 158.160
km
2
Zhijia et al., 2004.
17
III. BAHAN DAN METODE