HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PAPARAN MEDIAMASSA DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA DI KECAMATAN Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Paparan Media Massa Dengan Perilaku Pacaran Remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PAPARAN MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA DI KECAMATAN

KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun Oleh : Robi’i Pahlawan H.R

J410130110


(2)

(3)

(4)

(5)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PAPARAN MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA DI KECAMATAN

KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

ABSTRAK

Jumlah kasus IMS di Kecamatan Kartasura merupakan yang tertinggi di Kabupaten Sukoharjo dengan jumlah 43 kasus pada tahun 2015. Angka ini berpotensi disebabkan oleh perilaku pacaran remaja yang berisiko. Perilaku pacaran berisiko saat ini banyak dilakukan oleh remaja. Tidak hanya untuk mengenal satu sama lain secara lebih mendalam, akan tetapi sudah sampai pada perilaku berisiko seperti kissing, necking, petting dan intercourse. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap dan paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja usia 10-19 tahun yang berada di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan jumlah sampel minimal sebanyak 120 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan quota sampling. Analisis yang digunakan chi square. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan (p = 0,024) sikap (p = 0,000) dan paparan media massa (p = 0,000) dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Media Massa, Perilaku Pacaran

ABSTRACT

IMS cases in Kartasura is the highest in Sukoharjo with 43 cases in 2015. This number is caused by the courtship risk. The current risk of courtship behavior is mostly done by teenagers. Not only to get to know each other more deeply, but also to have risk behavior like kissing, necking, petting and intercourse. The purpose of this study is to analyze the relationship between knowledge, attitude and exposure to mass media with teenage courtship behavior in Kartasura Sukoharjo. This research uses analytic survey method with cross sectional design. The population in this study is all teenagers aged 10-19 years who are in Kartasura Sukoharjo with a minimum sample of 120 people. Sampling using quota sampling. The analysis used chi square. The result of statistical test shows that there is a correlation between knowledge (p = 0,024), attitude (p = 0,000) and mass media exposure (p = 0,000) with courtship behavior in Kartasura Sukoharjo.

Keywords : Knowledge, Attitude, Mass Media, Courtship.

1. PENDAHULUAN

Remaja merupakan aset dan generasi penerus bangsa yang harus sehat secara jasmani, mental dan spiritual. Penduduk remaja (10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena remaja termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, mereka


(6)

sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual pranikah, penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS (BKKBN, 2011).

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun (2012), pada remaja usia 15-19 tahun mulai berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran saat mereka belum berusia 15 tahun (Kemenkes RI, 2015).

Semakin mudanya remaja dalam berpacaran dan tingginya perilaku negatif saat berpacaran mengakibatkan angka penyakit infeksi menular seksual (IMS) meningkat. Berdasarkan data Dinkes Jawa Tengah (2013), angka IMS dalam semua kelompok usia mencapai 8.671 kasus, sedangkan untuk penyakit HIV terus terjadi peningkatan setiap tahunnya dari 259 kasus tahun 2008 menjadi 797 kasus tahun 2012. Data Dinkes Jawa Tengah menunjukkan jumlah kasus AIDS dari tahun 1993 hingga september 2015 berdasarkan usia 10-24 tahun sejumlah 10% (Dinkes Jateng, 2016). Berdasarkan data Dinkes Sukoharjo (2016), jumlah kasus HIV dan AIDS pada kelompok usia 0-10 tahun sejumlah 3,077% dan pada usia 11-20 tahun sejumlah 3,38%. Selain itu terdapat 3 kecamatan yang memiliki angka IMS yang tinggi, yaitu kecamatan Polokarto (38 orang), Grogol (39 orang), dan Kartasura (43 orang). Tingginya angka ini juga di dukung oleh banyaknya penderita HIV di wilayah Kartasura, dimana wilayah tersebut merupakan daerah penderita HIV tertinggi di Sukoharjo, berdasarkan data Dinkes Sukoharjo (2015), terdapat 43 penderita HIV dan terus meningkat pada tahun 2016 sampai bulan September mencapai 49 penderita (Dinkes Sukoharjo, 2016).

Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, jenis kelamin), faktor penguat (teman sebaya dan keluarga), dan faktor pemungkin (sarana dan keterjangkauan fasilitas). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Prayoga (2015) menunjukkan ada hubungan positif antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku pacaran pada pelajar di SLTA kota Semarang dengan 83% siswa memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik. Penelitian dari Prayoga berbeda dengan hasil penelitian Samino (2012), dimana tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku berpacaran remaja dengan p=1,000. Hasil penelitian Maulida (2016), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sikap dan perilaku seksual


(7)

remaja (p=0,007). Berbeda dengan hasil penelitian dari Pranoto (2009), dimana tidak terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan perilaku seksual remaja (p=0,103). Berdasarkan hasil penelitian Lubis (2010), terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh media massa dengan perilaku seksual remaja (p=0,044). Berbeda dengan hasil penelitian Puspitasari (2015), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja pranikah (P= 0,464 > 0,05).

Berdasarkan data dari survei pendahuluan yang telah dilakukan pada 20 remaja berusia 13-19 tahun pada tanggal 15 November 2016 dari seluruh desa di Kecamatan Kartasura, diketahui bahwa 100% remaja tersebut pernah berpacaran dan 65% diantaranya memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi baik. Perilaku seksual dalam berpacaran yang paling sering dilakukan oleh remaja diantaranya berpegangan tangan, berpelukan, berciuman bibir, saling meraba alat kelamin, oral seks dan 20% diantaranya mengaku pernah berhubungan seks dimana salah satunya masih berumur 13 tahun. Perilaku tersebut tidak lepas dari peran media massa. Media massa yang paling banyak digunakan untuk mengakses konten pornografi diantaranya internet, foto/gambar, VCD/DVD/film, handphone, dan video games.

Perilaku pacaran yang buruk dipengaruhi oleh banyak hal, baik pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap seksual maupun paparan media massa yang semakin canggih. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, sikap seksualitas, dan juga peran media massa dalam mempengaruhi perilaku pacaran remaja.

2. METODE

Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan rancangan cross sectional atau potong lintang. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada bulan Maret 2017–Juni 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh remaja usia 10-19 tahun yang berada di Kecamatan Kartasura. Sampel penelitian sejumlah 120 orang dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu dengan quota sampling dimana pengambilan sampel dilakukan dengan mengkuotakan suatu populasi target berdasarkan persentase tertentu. Analisis data untuk mengetahui hubungan antara variabel independent yaitu pengetahuan, sikap dan


(8)

paparan media massa dan variabel dependent perilaku pacaran dengan analisis statistik Chi-Square.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden, pengetahuan, sikap, paparan media massa dan perilaku pacaran remaja. hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan, sikap dan paparan media massa

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi n %

Buruk 58 48,3

Baik 62 51,7

Sikap Seksualitas

Positif 81 67,5

Negatif 39 32,5

Paparan Media Pornografi

Terpapar 81 67,5

Tidak Terpapar 39 32,5

Total 120 100

Sumber : Pengolahan Data 2017

Responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 62 orang (51,7%), sikap seksualitas positif sejumlah 81 orang (67,5%), dan 81 (67,5%) orang responden terpapar atau pernah melihat konten pornografi. sedangkan yang berpengetahuan buruk sejumlah 58 orang (48,3%), sikap seksualitas negatif sebanyak 39 orang (32,5%) dan 39 (32,5%) orang lainnya tidak pernah melihat konten pornografi di media massa.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Remaja Melihat Konten Pornografi Seminggu Terakhir.

Media Pornografi n %

Frekuensi Melihat Seminggu Terakhir

0 61 50,8

1 14 11,7

2 18 15

3 10 8,3

4 3 2,5

5 1 0,8

6 2 1,7


(9)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Remaja Melihat Konten Pornografi Seminggu Terakhir (lanjutan)

Frekuensi Melihat Seminggu Terakhir n %

10 6 5

50 1 0,8

100 1 0,8

Media yang digunakan

Majalah 17 14,2

Koran/Surat Kabar 16 13,3

Tabloid 22 18,3

Komik 32 26,7

Foto/Gambar 44 36,7

Novel 20 16,7

TV/Televisi 35 29,2

Radio 13 10,8

Video/VCD/DVD 45 37,5

Video Games/Game PC 41 34,2

Youtube 45 37,5

Telpon Seks 16 13,3

Handphone 43 35,8

Facebook 40 33,3

Instagram 30 25

Path 12 10

Twitter 15 12,5

Live Chat (Bigo Live/Vchat 21 17,5

Sumber : Pengolahan Data 2017

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa remaja melihat konten pornografi paling sedikit sejumlah 0 kali (50,8%), dan paling tinggi sejumlah 100 kali (0,8%) dalam seminggu. Berdasarkan jenis media yang digunakan, remaja paling banyak melihat konten pornografi melalui youtube (37,5%) dan video/VCD/DVD (37,5%). Sedangkan path adalah media yang paling sedikit digunakan untuk melihat konten pornografi yaitu sejumlah 12 orang (10%)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Pacaran.

Perilaku Pacaran n %

Berisiko 34 28,3

Tidak Berisiko 86 71,7

Total 120 100

Sumber : Pengolahan Data 2017

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa responden yang berperilaku pacaran berisiko sejumlah 34 orang (28,3%), dan yang tidak berisiko sejumlah 86 orang


(10)

(71,7%). Perilaku berisiko terbagi atas kegiatan responden yang dilakukan saat berpacaran yang tercakup dalam KNPI (kissing, necking, petting and Intercourse). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Berpacaran Berisiko

dalam KNPI.

Perilaku Pacaran Berisiko n %

Berciuman

Ya 29 24,2

Tidak 91 75,8

Menciumi Leher

Ya 15 12,5

Tidak 105 87,5

Meraba Tubuh Pasangan

Ya 14 11,7

Tidak 106 88,3

Menempelkan Alat Kelamin

Ya 7 5,8

Tidak 113 94,2

Oral Sex

Ya 9 7,5

Tidak 111 92,5

Hubungan Seksual

Ya 8 6,7

Tidak 112 93,3

Total 120 100

Sumber : Pengolahan Data 2017

Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa 29 orang (24,2%) pernah berciuman, 15 orang (12,5%) pernah menciumi leher pasangan, 14 orang (11,7%) pernah meraba tubuh pasangan, 7 orang (5,8%) pernah menempelkan alat kelaminnya ke pasangan, 9 orang (7,5%) pernah melakukan oral sex, dan 8 orang (6,7%) mengaku pernah melakukan hubungan seksual.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pertamakali Melakukan Hubungan Seksual

Hubungan Seksual n %

Usia Pertamakali (Tahun)

9 1 12,5

11 1 12,5

12 2 25

14 1 12,5

15 2 25


(11)

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pertamakali Melakukan Hubungan Seksual

Alasan Melakukan n %

Dipaksa Pacar 4 50

Ingin Mencoba Hal Baru 2 25

Pengaruh Media Pornografi 1 12,5

Iseng-Iseng 1 12,5

Tempat Melakukan

Rumah 2 25

Kos 5 62,5

Pinggir Jalan 1 12,5

Sumber : Pengolahan Data 2017

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa usia termuda responden melakukan hubungan seksual yaitu pada usia 9 tahun sejumlah 1 orang (12,5%) dan paling tua dalam melakukan hubungan seksual pada usia 18 tahun sejumlah 1 orang (12,5%). Remaja melakukan hubungan seks pada usia muda disebabkan oleh suatu alasan yaitu karena dipaksa oleh pasangan mereka sejumlah 4 orang (50%). Remaja paling banyak melakukan melakukan hubungan seksual di kos sejumlah 5 orang (62,5%)

3.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan chi-square pada taraf kepercayaan 95% sehingga diketahui hubungan antara variabel penelitian dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu H0 diterima jika P value (sig) > 0,05, H0 ditolak

jika P value (sig)≤ 0,05.

Tabel 6. Hasil Uji Statistik Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

Variabel

Perilaku Pacaran

Total

P Value Contingency Coefficient Berisiko BerisikoTidak

N % n % n %

Pengetahuan

Buruk 22 37,9 36 62,1 58 100

0,024 0,202

Baik 12 10 50 41,7 62 100

Sikap

Negatif 20 51,3 19 48,7 39 100

0,000 0,333

Positif 14 17,3 67 82,7 81 100

Paparan Media Massa

Terpapar 31 38,2 50 61,8 81 100 0,000 0,303

Tidak Terpapar 3 7,7 36 92,3 39 100


(12)

Tabel 6 menunjukkan bahwa, pada variabel pengetahuan didapatkan nilai p=0,024 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pacaran remaja dengan nilai contingency coefficient sebesar 0,202 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungannya rendah (0,20–0,399). Variabel sikap pada tabel didapatkan nilai p=0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku pacaran remaja. Nilai contingency coefficient sebesar 0,333 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan atara sikap seksualitas dengan perilaku pacaran rendah (0,20 – 0,399). Variabel keterpaparan media didapatkan nilai p=0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Nilai contingency coefficient sebesar 0,303 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran rendah (0,20–0,399).

3.3 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Pacaran Remaja

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pacaran didapatkan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan buruk dan perilaku pacaran tidak berisiko sejumlah 36 orang (62,1%) dan pengetahuan baik dan perilaku pacaran tidak berisiko sejumlah 50 orang (41,7%). Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p value 0,024 < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku berpacaran remaja dengan contingency coefficient 0,202 yang artinya memiliki keeratan hubungan lemah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prayoga (2015), dimana proporsi remaja yang memiliki pengetahuan baik, lebih banyak dibandingkan dengan yang buruk. Hal ini memang sudah seharusnya terjadi sebab remaja yang menjadi responden merupakan kaum terpelajar, sehingga informasi terkait dengan pendidikan seksual sudah seharusnya diterima terutama di sekolah pada pelajaran biologi. Pengetahuan tidak hanya didapatkan dari sekolah, akan tetapi juga peran orang tua sangat penting sebagai pendidik sejak kecil. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari Mulyati (2012), dimana pengetahuan tidak ada hubungan dengan perilaku pacaran berisiko dengan nilai p value = 0,469 > 0,05. Hal ini dikarenakan tidak semua remaja mendapatkan ilmu terkait dengan kesehatan reproduksi secara sama meskipun mereka bersekolah, sebab banyak remaja yang tidak memperhatikan


(13)

guru dan juga disebabkan oleh pembagian jurusan seperti kelas IPA dan IPS dimana anak IPS akan mendapatkan sedikit pengetahuan terkait kesehatan reproduksi.

Data hasil penelitian menunjukkan usia 14 tahun merupakan usia paling banyak memiliki tingkat pengetahuan yang buruk sejumlah 13 orang (10,8%), dan usia 13 tahun sejumlah 12 orang (10%). Berdasarkan jenis kelamin, tingkat pengetahuan yang buruk didominasi oleh laki-laki yaitu sejumlah 46 orang. Tingkat pengetahuan yang buruk paling banyak pada usia SMP yaitu 30 orang (25%) dan SMA sejumlah 24 orang (20%). Hal ini dikarenakan jumlah responden terbanyak terletak pada usia 13-18 tahun dan didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dengan total jumlah 78 orang (65%). Remaja yang berpengetahuan buruk paling banyak jenis kelamin laki-laki. Laki-laki lebih aktif dalam bergaul dan berkumpul dengan teman sebayanya, sehingga terdapat kemungkinan terpengaruh oleh teman sebayanya untuk cenderung berperilaku buruk juga.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, pengetahuan umum harus dibarengi pula dengan pengetahuan tentang agama. Sekolah bisa memberikan pengetahuan keagamaan lebih kepada remaja dengan kegiatan ekstrakulikuler atau kegiatan lainnya. Kegiatan lain yang bisa diikuti oleh remaja yaitu PKPR (pelayanan kesehatan peduli remaja) yang bisa didapatkan di Puskesmas maupun Puskesmas sendiri yang datang ke sekolah untuk memberikan penyuluhan. Adanya PKPR ini dapat menjadi media bagi remaja untuk curhat, konseling, terkait dengan kesehatan remaja. Selain itu orang tua selaku pendidik utama juga berperan penting dalam pengawasan perilaku dari remaja sehingga harus memberikan dorongan kearah positif agar terhindar dari perilaku pacaran berisiko.

3.4 Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Pacaran Remaja

Hasil analisis statistik menggunakan chi square antara sikap seksualitas dengan perilaku pacaran remaja didapatkan hasil remaja yang memiliki sikap positif dan perilaku pacaran tidak berisiko sejumlah 67 orang (82,7%) dan yang memiliki sikap negatif dan melakukan pacaran berisiko sejumlah 20 orang (51,3%). Hasil ini memiliki p value 0,000 artinya terdapat hubungan antara sikap seksualitas dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan


(14)

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Maulida (2016), berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value = 0,007 < 0,05 (ada hubungan). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian dari Prayoga (2015), dengan nilai P value 0,006. Penelitian ini juga sejalan dengan teori dimana menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2005), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap masih merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap memiliki komponen kepercayaan, ide, konsep, kehidupan emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini berarti seseorang yang memiliki sikap negatif cenderung akan melakukan perilaku pacaran yang berisiko. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Mulyati (2012), dengan nilai p value 0,399 > 0,05 (tidak ada hubungan).

Data menunjukkan bahwa remaja yang memiliki sikap negatif yaitu 39 orang (32,5%). Usia 14 dan 15 tahun memiliki sikap seksualitas negatif terbanyak yaitu sejumlah 8 orang (20,5%) usia 14 tahun dan 9 orang (23,1%) usia 15 tahun. Berdasarkan jenis kelamin sikap negatif paling banyak pada laki-laki yaitu sejumlah 32 orang (82%) sedangkan perempuan hanya 7 orang (18%). Bila dilihat dari tingkat pendidikan remaja, maka usia SMP dan SMA paling banyak yang memiliki sikap negatif, yaitu sejumlah 19 orang (48,7%) SMP dan 15 orang (38,5%) SMA. Sedangkan apabila dilihat dari usia pertama kali pacaran, remaja yang berpacaran berisiko sejumlah 34 orang dan diantaranya paling banyak pada usia 13 tahun memiliki sikap negatif lebih banyak dibandingkan usia lainnya yaitu sejumlah 12 orang (30,8%).

3.5 Hubungan Antara Media Massa dengan Perilaku Pacaran Remaja

Hasil analisis hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran didapat bahwa sebagian besar remaja terpapar konten pornografi dan pacaran berisiko sejumlah 31 orang (38,3%) dan terpapar namun perilaku pacarannya tidak berisiko sejumlah 50 orang (61,7%). Sedangkan yang tidak terpapar dan berperilaku pacaran berisiko sejumlah 3 (7,7%) orang dan yang tidak terpapar dan tidak berisiko sejumlah 36 orang (92,3%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square didapatkan nilai p value 0,000 yang artinya terdapat hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Muliyati (2012), dimana berdasarkan hasil uji didapatkan nilai p sebesar 0,022 < 0,05 (ada hubungan). Namun penelitian ini tidak


(15)

sejalan dengan hasil penelitian dari Puspitasari (2015), dimana hasilnya tidak berhubungan (p value = 0,464 > 0,05), remaja yang memiliki sumber informasi sedikit memiliki perilaku seksual lebih berat dibandingkan dengan yang lebih banyak terpapar.

Berdasarkan intensitas melihat konten pornografi dalam seminggu diketahui bahwa 1 orang responden menjawab 100 kali dan 1 orang lagi menjawab 50 kali, dan paling banyak menjawab 2 kali dalam seminggu. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi, dimana anak-anak usia remaja khususnya pada remaja awal (10-13 tahun) sudah memiliki handphone mempermudah untuk mengakses konten pornografi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa remaja paling banyak menggunakan Video/VCD/DVD dan youtube untuk mengakses konten pornografi yang masing-masing sejumlah 45 orang (37,5%). Selain itu terdapat media lain juga yang banyak digunakan seperti foto 44 orang (36,7%), handphone 43 orang (35,8%), video games 41 orang (34,2%), facebook 40 orang (33,3%), dan televisi 35 orang (29,2%).

Data menunjukkan bahwa remaja banyak beraktifitas dalam mengakses konten pornografi melalui video games, video, youtube, facebook dan foto. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa orangtua sangat berperan dalam hal ini. Orang tua harus lebih bijak dalam memberikan suatu perlengkapan kepada remajanya. Pemberian gadged haruslah disesuaikan dengan kebutuhan remaja dan usia remaja tersebut. Semakin remaja berpendidikan tinggi diharapkan semakin bijak pula remaja dalam menggunakan gadged yang diberikan oleh orang tua mereka. Kebijaksanaan dari orang tua penting dilakukan, sebab saat ini terdapat banyak sekali situs dan iklan yang mempertontonkan pornografi, sehingga orangtua tidak mungkin untuk melakukan pengawasan secara terus menerus kepada anak mereka.

Berdasarkan karakteristik responden diketahui bahwa usia paling banyak terpapar media pornografi adalah usia 14 tahun sejumlah 15 orang (18,5%). Jenis kelamin yang paling banyak terpapar adalah laki-laki yaitu sejumlah 67 orang (82,7%), sedangkan jika dilihat dari tingkat pendidikan maka usia SMP paling banyak yaitu sejumlah 39 orang (48,1%), dan usia SMA sejumlah 38 orang (46,9%). Berdasarkan data tersebut diketahui remaja yang terpapar paling banyak adalah laki-laki dengan usia 14 dan 15 tahun dimana remaja pada usia ini sangat aktif mencari


(16)

informasi dan terlebih lagi pada usia tersebut saat ini sudah banyak yang memiliki handphone.

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Remaja yang memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang buruk sejumlah 58 orang (48,3%) dan yang baik sejumlah 62 orang (51,7%). Rata-rata responden memiliki sikap seksualitas positif yaitu sejumlah 81 orang (67,5%). Rata-rata remaja terpapar dengan media pornografi yaitu sejumlah 81 orang (67,5%). Ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura dengan keeratan hubungan lemah.

4.2 Saran

Bagi orang tua lebih bijak dalam memberikan akses internet kepada anak, serta sering berkomunikasi terutama terkait kesehatan reproduksi remaja. Bagi puskesmas diharapkan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Sukoharjo untuk menggencarkan program PIK/KRR baik di SMP/SMA. Bagi peneliti lain diharapkan untuk menambah variabel penelitian lainnya seperti teman sebaya, peran keluarga dan religiusitas.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. (2011). Kajian Profil Penduduk Remaja Usia (10-24 Tahun). Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN. (I no.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011: 1-4). Jakarta : BKKBN.

BKKBN. (2011). 90% Remaja Mengakses Pornografi Saat Belajar. (Online) http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm.aspx?ID=1392&ContentTypeId=0 x01007850016B92A20142963247F815DC129600D58B3F4252728E4AA558562

F75ECBA28diakses pada 14 oktober 2016 pukul 7.37 WIB.

Dinkes Jawa Tengah. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang : Dinkes Jateng.

Dinkes Jawa Tengah. (2016). Laporan Bulanan Distribusi Kasus AIDS Menurut Usia. Semarang : Dinkes Jateng.

Dinkes Sukoharjo (2016). Laporan Bulanan Perkembangan Kasus HIV-AIDS Kab Sukoharjo tahun 2012–September 2016. Sukoharjo : Dinkes Sukoharjo.


(17)

Green L.W dan Kreuter M.W. (2000). Health Promotion Planning An educational and Environmental Approach. Mountain View : Maylield Publishing Company.

Kemenkes. (2015). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta Selatan : Kemenkes.

Maulida, H. (2016). Hubungan Sikap dengan Perilaku Pacaran pada Remaja di SMK

“X” Kabupaten Semarang. [Skripsi]. Semarang : Program DIII Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, Ngudi Waluyo.

Mulyati. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Gaya Pacaran pada Siswa SMU X dan MAN Y Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012. [Skripsi]. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Pranoto, J. (2009). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Tindakan

Hubungan Seksual Pranikah di SMK Negeri “X” Medan Tahun 2009. [Skripsi]. Medan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara Medan.

Puspitasari, R.M. (2015). Hubungan antara Pengetahuan, Peran Keluarga dan Sumber Informasi (media) dengan Perilaku Seksual Remaja Pranikah di SMP 1 Parang Kabupaten Magetan. [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Samino. (2012). Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandar Lampung 2011. Jurnal Dunia Kesmas, Vol 1. (4) : 175-183.


(1)

Tabel 6 menunjukkan bahwa, pada variabel pengetahuan didapatkan nilai p=0,024 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pacaran remaja dengan nilai contingency coefficient sebesar 0,202 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungannya rendah (0,20–0,399). Variabel sikap pada tabel didapatkan nilai p=0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku pacaran remaja. Nilai contingency coefficient sebesar 0,333 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan atara sikap seksualitas dengan perilaku pacaran rendah (0,20 – 0,399). Variabel keterpaparan media didapatkan nilai p=0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Nilai contingency coefficient sebesar 0,303 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran rendah (0,20–0,399).

3.3 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Pacaran Remaja

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pacaran didapatkan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan buruk dan perilaku pacaran tidak berisiko sejumlah 36 orang (62,1%) dan pengetahuan baik dan perilaku pacaran tidak berisiko sejumlah 50 orang (41,7%). Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p value 0,024 < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku berpacaran remaja dengan contingency coefficient 0,202 yang artinya memiliki keeratan hubungan lemah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prayoga (2015), dimana proporsi remaja yang memiliki pengetahuan baik, lebih banyak dibandingkan dengan yang buruk. Hal ini memang sudah seharusnya terjadi sebab remaja yang menjadi responden merupakan kaum terpelajar, sehingga informasi terkait dengan pendidikan seksual sudah seharusnya diterima terutama di sekolah pada pelajaran biologi. Pengetahuan tidak hanya didapatkan dari sekolah, akan tetapi juga peran orang tua sangat penting sebagai pendidik sejak kecil. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari Mulyati (2012), dimana pengetahuan tidak ada hubungan dengan perilaku pacaran berisiko dengan nilai p value = 0,469 > 0,05. Hal ini dikarenakan tidak semua remaja mendapatkan ilmu terkait dengan kesehatan reproduksi secara


(2)

guru dan juga disebabkan oleh pembagian jurusan seperti kelas IPA dan IPS dimana anak IPS akan mendapatkan sedikit pengetahuan terkait kesehatan reproduksi.

Data hasil penelitian menunjukkan usia 14 tahun merupakan usia paling banyak memiliki tingkat pengetahuan yang buruk sejumlah 13 orang (10,8%), dan usia 13 tahun sejumlah 12 orang (10%). Berdasarkan jenis kelamin, tingkat pengetahuan yang buruk didominasi oleh laki-laki yaitu sejumlah 46 orang. Tingkat pengetahuan yang buruk paling banyak pada usia SMP yaitu 30 orang (25%) dan SMA sejumlah 24 orang (20%). Hal ini dikarenakan jumlah responden terbanyak terletak pada usia 13-18 tahun dan didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dengan total jumlah 78 orang (65%). Remaja yang berpengetahuan buruk paling banyak jenis kelamin laki-laki. Laki-laki lebih aktif dalam bergaul dan berkumpul dengan teman sebayanya, sehingga terdapat kemungkinan terpengaruh oleh teman sebayanya untuk cenderung berperilaku buruk juga.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, pengetahuan umum harus dibarengi pula dengan pengetahuan tentang agama. Sekolah bisa memberikan pengetahuan keagamaan lebih kepada remaja dengan kegiatan ekstrakulikuler atau kegiatan lainnya. Kegiatan lain yang bisa diikuti oleh remaja yaitu PKPR (pelayanan kesehatan peduli remaja) yang bisa didapatkan di Puskesmas maupun Puskesmas sendiri yang datang ke sekolah untuk memberikan penyuluhan. Adanya PKPR ini dapat menjadi media bagi remaja untuk curhat, konseling, terkait dengan kesehatan remaja. Selain itu orang tua selaku pendidik utama juga berperan penting dalam pengawasan perilaku dari remaja sehingga harus memberikan dorongan kearah positif agar terhindar dari perilaku pacaran berisiko.

3.4 Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Pacaran Remaja

Hasil analisis statistik menggunakan chi square antara sikap seksualitas dengan perilaku pacaran remaja didapatkan hasil remaja yang memiliki sikap positif dan perilaku pacaran tidak berisiko sejumlah 67 orang (82,7%) dan yang memiliki sikap negatif dan melakukan pacaran berisiko sejumlah 20 orang (51,3%). Hasil ini memiliki p value 0,000 artinya terdapat hubungan antara sikap seksualitas dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan contingency coefficient 0,366, yang artinya memiliki keeratan hubungan yang lemah.


(3)

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Maulida (2016), berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value = 0,007 < 0,05 (ada hubungan). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian dari Prayoga (2015), dengan nilai P value 0,006. Penelitian ini juga sejalan dengan teori dimana menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2005), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap masih merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap memiliki komponen kepercayaan, ide, konsep, kehidupan emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini berarti seseorang yang memiliki sikap negatif cenderung akan melakukan perilaku pacaran yang berisiko. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Mulyati (2012), dengan nilai p value 0,399 > 0,05 (tidak ada hubungan).

Data menunjukkan bahwa remaja yang memiliki sikap negatif yaitu 39 orang (32,5%). Usia 14 dan 15 tahun memiliki sikap seksualitas negatif terbanyak yaitu sejumlah 8 orang (20,5%) usia 14 tahun dan 9 orang (23,1%) usia 15 tahun. Berdasarkan jenis kelamin sikap negatif paling banyak pada laki-laki yaitu sejumlah 32 orang (82%) sedangkan perempuan hanya 7 orang (18%). Bila dilihat dari tingkat pendidikan remaja, maka usia SMP dan SMA paling banyak yang memiliki sikap negatif, yaitu sejumlah 19 orang (48,7%) SMP dan 15 orang (38,5%) SMA. Sedangkan apabila dilihat dari usia pertama kali pacaran, remaja yang berpacaran berisiko sejumlah 34 orang dan diantaranya paling banyak pada usia 13 tahun memiliki sikap negatif lebih banyak dibandingkan usia lainnya yaitu sejumlah 12 orang (30,8%).

3.5 Hubungan Antara Media Massa dengan Perilaku Pacaran Remaja

Hasil analisis hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran didapat bahwa sebagian besar remaja terpapar konten pornografi dan pacaran berisiko sejumlah 31 orang (38,3%) dan terpapar namun perilaku pacarannya tidak berisiko sejumlah 50 orang (61,7%). Sedangkan yang tidak terpapar dan berperilaku pacaran berisiko sejumlah 3 (7,7%) orang dan yang tidak terpapar dan tidak berisiko sejumlah 36 orang (92,3%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square didapatkan nilai p value 0,000 yang artinya terdapat hubungan antara paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Muliyati (2012), dimana berdasarkan hasil uji didapatkan nilai p sebesar 0,022 < 0,05 (ada hubungan). Namun penelitian ini tidak


(4)

sejalan dengan hasil penelitian dari Puspitasari (2015), dimana hasilnya tidak berhubungan (p value = 0,464 > 0,05), remaja yang memiliki sumber informasi sedikit memiliki perilaku seksual lebih berat dibandingkan dengan yang lebih banyak terpapar.

Berdasarkan intensitas melihat konten pornografi dalam seminggu diketahui bahwa 1 orang responden menjawab 100 kali dan 1 orang lagi menjawab 50 kali, dan paling banyak menjawab 2 kali dalam seminggu. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi, dimana anak-anak usia remaja khususnya pada remaja awal (10-13 tahun) sudah memiliki handphone mempermudah untuk mengakses konten pornografi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa remaja paling banyak menggunakan Video/VCD/DVD dan youtube untuk mengakses konten pornografi yang masing-masing sejumlah 45 orang (37,5%). Selain itu terdapat media lain juga yang banyak digunakan seperti foto 44 orang (36,7%), handphone 43 orang (35,8%), video games 41 orang (34,2%), facebook 40 orang (33,3%), dan televisi 35 orang (29,2%).

Data menunjukkan bahwa remaja banyak beraktifitas dalam mengakses konten pornografi melalui video games, video, youtube, facebook dan foto. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa orangtua sangat berperan dalam hal ini. Orang tua harus lebih bijak dalam memberikan suatu perlengkapan kepada remajanya. Pemberian gadged haruslah disesuaikan dengan kebutuhan remaja dan usia remaja tersebut. Semakin remaja berpendidikan tinggi diharapkan semakin bijak pula remaja dalam menggunakan gadged yang diberikan oleh orang tua mereka. Kebijaksanaan dari orang tua penting dilakukan, sebab saat ini terdapat banyak sekali situs dan iklan yang mempertontonkan pornografi, sehingga orangtua tidak mungkin untuk melakukan pengawasan secara terus menerus kepada anak mereka.

Berdasarkan karakteristik responden diketahui bahwa usia paling banyak terpapar media pornografi adalah usia 14 tahun sejumlah 15 orang (18,5%). Jenis kelamin yang paling banyak terpapar adalah laki-laki yaitu sejumlah 67 orang (82,7%), sedangkan jika dilihat dari tingkat pendidikan maka usia SMP paling banyak yaitu sejumlah 39 orang (48,1%), dan usia SMA sejumlah 38 orang (46,9%). Berdasarkan data tersebut diketahui remaja yang terpapar paling banyak adalah laki-laki dengan usia 14 dan 15 tahun dimana remaja pada usia ini sangat aktif mencari


(5)

informasi dan terlebih lagi pada usia tersebut saat ini sudah banyak yang memiliki handphone.

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Remaja yang memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang buruk sejumlah 58 orang (48,3%) dan yang baik sejumlah 62 orang (51,7%). Rata-rata responden memiliki sikap seksualitas positif yaitu sejumlah 81 orang (67,5%). Rata-rata remaja terpapar dengan media pornografi yaitu sejumlah 81 orang (67,5%). Ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan paparan media massa dengan perilaku pacaran remaja di Kecamatan Kartasura dengan keeratan hubungan lemah.

4.2 Saran

Bagi orang tua lebih bijak dalam memberikan akses internet kepada anak, serta sering berkomunikasi terutama terkait kesehatan reproduksi remaja. Bagi puskesmas diharapkan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Sukoharjo untuk menggencarkan program PIK/KRR baik di SMP/SMA. Bagi peneliti lain diharapkan untuk menambah variabel penelitian lainnya seperti teman sebaya, peran keluarga dan religiusitas.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. (2011). Kajian Profil Penduduk Remaja Usia (10-24 Tahun). Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN. (I no.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011: 1-4). Jakarta : BKKBN.

BKKBN. (2011). 90% Remaja Mengakses Pornografi Saat Belajar. (Online) http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm.aspx?ID=1392&ContentTypeId=0 x01007850016B92A20142963247F815DC129600D58B3F4252728E4AA558562 F75ECBA28diakses pada 14 oktober 2016 pukul 7.37 WIB.

Dinkes Jawa Tengah. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang : Dinkes Jateng.

Dinkes Jawa Tengah. (2016). Laporan Bulanan Distribusi Kasus AIDS Menurut Usia. Semarang : Dinkes Jateng.

Dinkes Sukoharjo (2016). Laporan Bulanan Perkembangan Kasus HIV-AIDS Kab Sukoharjo tahun 2012–September 2016. Sukoharjo : Dinkes Sukoharjo.


(6)

Green L.W dan Kreuter M.W. (2000). Health Promotion Planning An educational and Environmental Approach. Mountain View : Maylield Publishing Company.

Kemenkes. (2015). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta Selatan : Kemenkes.

Maulida, H. (2016). Hubungan Sikap dengan Perilaku Pacaran pada Remaja di SMK “X” Kabupaten Semarang. [Skripsi]. Semarang : Program DIII Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, Ngudi Waluyo.

Mulyati. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Gaya Pacaran pada Siswa SMU X dan MAN Y Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012. [Skripsi]. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Pranoto, J. (2009). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Tindakan

Hubungan Seksual Pranikah di SMK Negeri “X” Medan Tahun 2009. [Skripsi]. Medan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara Medan.

Puspitasari, R.M. (2015). Hubungan antara Pengetahuan, Peran Keluarga dan Sumber Informasi (media) dengan Perilaku Seksual Remaja Pranikah di SMP 1 Parang Kabupaten Magetan. [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Samino. (2012). Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandar Lampung 2011. Jurnal Dunia Kesmas, Vol 1. (4) : 175-183.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PAPARANMEDIA MASSA DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA DI Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Paparan Media Massa Dengan Perilaku Pacaran Remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Paparan Media Massa Dengan Perilaku Pacaran Remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 4 7

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Paparan Media Massa Dengan Perilaku Pacaran Remaja di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 2 4

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU PACARAN Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dan Sikap Seksualitas Dengan Perilaku Pacaran Pada Pelajar Slta Di Kota Semarang.

0 6 16

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU PACARAN PADA REMAJA Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dengan Perilaku Pacaran Pada Remaja.

0 2 18

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU PACARAN PADA REMAJA Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dengan Perilaku Pacaran Pada Remaja.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PAPARAN MEDIA IKLAN DAN PERSEPSI DENGAN TINGKAT PERILAKU Hubungan Antara Pengetahuan, Paparan Media Iklan Dan Persepsi Dengan Tingkat Perilaku Merokok Siswa Smk Kasatrian Solo Kartasura Sukoharjo.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PAPARAN MEDIA IKLAN DAN PERSEPSI DENGAN TINGKAT PERILAKU Hubungan Antara Pengetahuan, Paparan Media Iklan Dan Persepsi Dengan Tingkat Perilaku Merokok Siswa Smk Kasatrian Solo Kartasura Sukoharjo.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA EKSPRESI CINTA DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA MADRASAH TSANAWIYAH Hubungan Antara Ekspresi Cinta Dengan Perilaku Pacaran Remaja Madrasah Tsanawiyah.

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI KECAMATAN Hubungan antara Paparan Pornografi Media Massa dengan Perilaku Seksual Remaja di Kecamatan Serengan Surakarta tahun 2011.

0 0 16