Pengaruh Ekstrak Nenas (Ananas Sativus) Sebagai Koagulan Terhadap Kualitas Lembaran Karet
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
TESIS Oleh TEMALI HULU 117006010/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh TEMALI HULU 117006010/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
: TEMALI HULU : 117006010 : Magister Ilmu Kimia
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Darwin Yunus Nasution, MS Ketua
Ketua Program Studi,
Eddiyanto, Ph.D Anggota
Dekan,
Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Tanggal lulus : 26 April 2013
Dr. Sutarman, M.Sc
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah Diuji pada
Tanggal
: 26 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua Anggota
: Dr. Darwin Yunus Nasution, MS : 1. Eddyanto, Ph.D
2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Thamrin, MSc 4. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAPKUALITAS LEMBARAN KARET TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Perguruan Tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebut sumbernya dalam daftar pustaka.
Medan, 26 April 2013
TEMALI HULU
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap berikut gelar Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah
Telepon / HP Email Alamat Kantor
Telepon/Faks/HP
: TEMALI HULU, S.Pd : Ombolata, 22 S3ptember 1969 : Jl. Karet Gang IV No 2E Kelurahan Ilir
Gunungsitoli : 081 361 387 796 : [email protected] : Jl. Nias Tengah Km. 7,5 desa Faekhu
Kecamatan Gunungsitoli Selatan :-
DATA PENDIDIKAN
SD SMP SMA Strata-1 Strata-2
: SD NEGERI 071150 Ombolata Alasa : SMP Negeri 1 Alasa : SMA Negeri 1 Gunungsitoli : IKIP Negeri Medan : Program Studi Magister Ilmu Kimia USU
Tamat tahun : 1982 Tamat tahun : 1985 Tamat tahun : 1988 Tamat tahun : 1995 Tamat tahun : 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Segala sesuatu di jadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. (Yohanes 1 : 2) Maka " Serahkan hidupmu kepada Tuhan, berharaplah Ia akan menolongmu." (Mazmur 37 : 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
ABSTRAK Penggunanaan ekstrak nenas (Ananas Sativus) yang disimpan selama 1 hari (N-5), 3 hari (N-4), 5 hari (N-3), 7 hari (N-2), dan 9 hari (N-1), sebagai penggumpal karet alam telah diteliti. Kecepatan koagulasi masing-masing ekstrak nenas telah diuji dan dibandingkan dengan koagulan asam formit. Kadar kotoran, kadar abu, kadar nitrogen, kandungan zat mudah menguap, plastisasi retensi indeks (PRI) dan viskositas Mooney, dari seluruh koagulum yang menggunakan koagulan diatas, telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan ekstrak nenas N-1 sebagai koagulan dan hasil akhir produk ini adalah setara dengan SIR-20. Kata Kunci : Ekstrak nenas, karet alam koagulan, asam formiat, SIR
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
THE EFFECT OF PINEAPPLE (Ananas sativus) EXTRACT AS COAGULANT ON QUALITY OF RUBBER SHEET ABSTRACT
Pineapple (Ananas sativus) extract kept for 1 day (N-5), 3 days (N-4), 5 days (N-3), 7 days (N-2), and 9 days (N-1) as coagulant of natural rubber have been carried out. Coagulation rate of each coagulant has been tested and they have been compared to formic acid. The impurity, ash, nitrogen, and organic volatile content, as well as retention plasticity index and Mooney viscosity of the rubber sheets produced have been analysed follow the Standard Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to the coagulated rubber sheet by using formic acid as coagulant. Coagulation rate and the best quality obtained when N-1 extract as coagulant and the final product is equal to SIR-20. Keywords: pineapple extract, natural rubber, coagulant, formic acid, and SIR
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan karunia yang dianugerahkan, sehingga penulis dapat menyusun penelitian Tesis ini, dengan judul "Pengaruh ekstrak nenas (ananas sativus) sebagai koagulan terhadap kualitas lembaran karet". Pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku Promotor, dan Bapak Eddyanto, Ph.D sebagai Co-Promotor atas segala bantuan, arahan dan bimbingan selama perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H,
M.Sc. (C.T.M), Sp.A. (K) yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengikuti program pendidikan Magister dalam bidang Ilmu Kimia pada FMIPA USU. 2. Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas bantuan dan izin belajar untuk mengikuti Program S-2 Ilmu Kimia. 3. Ketua Program Studi S-2 dan S-3 Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Bapak Sekretaris Program S-2 dan S-3 Ilmu Kimia, Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 4. Tim penguji, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Prof. Dr. Thamrin, MSc, Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil dan Prof. Dr. Yunazar Manjang yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan tesis ini. 5. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya Tesis ini. 6. Kepala Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU dan Kepala serta seluruh staf Laboratorium Pusat Penelitian Karet Sungei Putih yang telah memberikan
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
bantuan dan fasilitas dalam melakukan penelitian teisis ini. 7. Wali kota Gunungsitoli dan Kepala Dinas Pendidikan kota Gunungsitoli atas
kesempatan serta dukungan luar biasa yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana USU Medan. 8. Secara khusus kepada Bapak Saharman Gea, Ph.D yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan di FMIPA USU. 9. Rekan-rekan mahasiswa Pacasarjana Jurusan Ilmu kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tesis ini. 10. Teristimewa kepada istri tercinta Irene Magdalena Zega, SE yang sangat mendukung dan memotivasi saya dalam penulisan Tesis ini dan ketiga buah hati tercinta, Bernath Bronsted Hulu, Jeverson Benediktus Hulu dan Reinhard Teir Wilson Hulu sebagai sumber inspirasi saya. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih kurang sempurna oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan Tesis ini.
Penulis,
Temali Hulu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Pembatasan Masalah 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Ruang Lingkup Kegiatan
Halaman i ii
iii v viii ix 1 1 4 5 5 5 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam 2.1.1. Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional 2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam 2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam 2.2. Kemantapan dan Penggumpalan Lateks 2.3. Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet 2.4. Standart Mutu Karet Indonesia 2.4.1. Kadar Kotoran 2.4.2 Kadar Abu 2.4.3. Kadar Nitrogen 2.4.4. Kadar Zat Menguap 2.4.5. Plastisitas Retention Index
7 7 10 11 12 15 18 19 21 21 22 24 24
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
2.4.6. Viskositas Mooney 2.5. Tanaman Nenas
2.5.1. Ciri-ciri Tanaman Nenas 2.5.2. Klasifikasi Tanaman Nenas 2.5.3. Jenis-Jenis Nenas 2.5.4. Kandungan Gizi Buah Nenas 2.5.5. Ekstrak Nenas
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan 3.2.2. Alat 3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Nenas 3.3.2. Menentukan Pengaruh Lama Pemyimpanan Ekstrak Nenas Terhadap Kecepatan penggumpalan Lateks Segar 3.3.3. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249-1987 ( E ) J 3.3.4. Penetapan Kadar Abu [ ISO 247-1990 (E) ) 3.3.5. Penentuan Kadar Nitrogen [ ISO 1656-1988 (E) ] 3.3.6. Penetapan Kadar Zat Menguap [ ISO 248 — 1991 (E )]. 3.3.7. Penetapan Plasticity Retention Index 3.3.8. Pengujian Viskositas Mooney [ ISO 289-1985 (E ) ]
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembuatan ekstrak Nenas 4.2. Penggumpalan Lateks Segar 4.3. Karakterisasi Koagulum Lateks Segar 4.3.1. Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar 4.3.2. Kadar Abu Koagulum Lateks Segar
27 28 28 29 29 30 31
34 34 34 34 34 37 37
37 38 39 39 40 40 42
48 48 50 54 54 57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.3. Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar 4.3.4. Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar 4.3.5. Penetapan Platisitas Index Retention (PRI) 4.3.6. Penetapan Viskositas Mooney
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
Daftar Pustaka. Lampiran
vii
60 63 66 70 74 74 74 75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel. 2.1. Komposisi Karet Alam Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia Tabel. 2.3. Kandungan Gizi Buah Nenas Tabel 2.4. Kandungan Bromelin dalam Tanaman Nenas Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Ekstrak Nenas Tabel. 4.2. Lama Penggumpalan Lateks Segar Tabel. 4.3. Perbandingan Selisih Lama Penggunpalan Ekstrak Nenas
Dengan Asam Formiat Tabel 4.4. Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar Tabel 4.5. Perbandingan Selisih Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar Tabel 4.6. Kadar Abu Koagulan Lateks Segar Tabel 4.7. Perbandingan Selisih Kadar Abu Koagulum Lateks Segar Tabel 4.8. Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar Tabel 4.9 Perbandingan Selisih Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar Tabel 4.10 Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar Tabel 4.11 Perbandingan Selisih Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar Tabel 4.12. Nilai PRI Koagulum Lateks Segar Tabel 4.13 Perbandingan Perbedaan Nilai PRI Koagulum Lateks Segar Tabel 4.14 Nilai Viskositas Mooney Koagulum Lateks Segar Tabel 4.15 Perbandingan Selisih Nilai Vr Koagulum Lateks Segar
9 20 31 32 49 51
53 55 57 58 59 61 63 64 66 67 69 70 74
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam Gambar 2.2. Partikel Karet Gambar 2.3. Kebun Karet Alam Gambar 2.4. Hidrolisa Protein Gambar 2.5. Bagian-bagian Buah Nenas Gambar 3.1. Contoh Potongan Uji Untuk Plastisitas Gambar 4.1. Nenas Gambar 4.2. Rumus Bangun Asam Sitrat Gambar 4.3. Grafik Lama Penggumpalan Lateks Segar Gambar 4.4. Penggumpalan Lateks Segar Gambar 4.5. Koagulum Gambar 4.6. Grafik Kadar Kotoran Kaogulum Lateks Segar Gambar 4.7. Grafik Kadar Abu Kaogulum Lateks Segar Gambar 4.8. Grafik Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar Gambar 4.8. Grafik Kadar Zat Menguap Kaogulum Lateks Segar Gambar 4.8. Grafik Plasitisitas Retention Indek (PRI) Lateks Segar Gambar 4.9. Grafik Viskositas Mooney Kaogulum Lateks Segar
Halaman
6 8 10 11 23 29 41 48 50 52 53 54 56 58 61 65 68 71
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
ABSTRAK Penggunanaan ekstrak nenas (Ananas Sativus) yang disimpan selama 1 hari (N-5), 3 hari (N-4), 5 hari (N-3), 7 hari (N-2), dan 9 hari (N-1), sebagai penggumpal karet alam telah diteliti. Kecepatan koagulasi masing-masing ekstrak nenas telah diuji dan dibandingkan dengan koagulan asam formit. Kadar kotoran, kadar abu, kadar nitrogen, kandungan zat mudah menguap, plastisasi retensi indeks (PRI) dan viskositas Mooney, dari seluruh koagulum yang menggunakan koagulan diatas, telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan ekstrak nenas N-1 sebagai koagulan dan hasil akhir produk ini adalah setara dengan SIR-20. Kata Kunci : Ekstrak nenas, karet alam koagulan, asam formiat, SIR
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
THE EFFECT OF PINEAPPLE (Ananas sativus) EXTRACT AS COAGULANT ON QUALITY OF RUBBER SHEET ABSTRACT
Pineapple (Ananas sativus) extract kept for 1 day (N-5), 3 days (N-4), 5 days (N-3), 7 days (N-2), and 9 days (N-1) as coagulant of natural rubber have been carried out. Coagulation rate of each coagulant has been tested and they have been compared to formic acid. The impurity, ash, nitrogen, and organic volatile content, as well as retention plasticity index and Mooney viscosity of the rubber sheets produced have been analysed follow the Standard Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to the coagulated rubber sheet by using formic acid as coagulant. Coagulation rate and the best quality obtained when N-1 extract as coagulant and the final product is equal to SIR-20. Keywords: pineapple extract, natural rubber, coagulant, formic acid, and SIR
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan kebutuhan tersebut secara langsung menunjukkan peningkatan kebutuhan karet alam.
Menurut data International Rubber Study Goup (2007), dalam kurun waktu 5 tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata sebesar 10,98 % per tahun, sedangkan di dunia internasional meningkat rata-rata 4,72 % per tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran internasional, menyebabkan permintaan terhadap karet alam naik pesat, karena karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut meningkat tajam. Terkait dengan hal itu beberapa lembaga perkaretan internasional memprediksi permintaan karet alam dunia ke depan akan meningkat lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2 % dan tahun 2008 sebesar 7,5 %.
Indonesia adalah pemilik lahan terluas perkebunan karet di dunia. Namun bila dibandingkan dengan negara lain produsen karet seperti Malaysia dan Thailand, tingkat produktivitas karet di tanah air jauh lebih rendah, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Thailand menjadi negara produsen karet terbesar diperkirakan mencapai 3,47 juta ton pada tahun ini disusul Indonesia. Sedangkan Malaysia menempati posisi ketiga sebanyak 1,10 juta ton, India 893.000 ton, Vietnam 780.000 ton dan China 679.000 ton. Untuk itu upaya meningkatkan produktivitas harus senantiasa dilakukan sehingga mampu bersaing dan juga memberi sumbangan berarti bagi kesejahteraan petani karet.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. (Depperindag. 2007). Total produksi karet saat ini sekitar 2.5 juta ton/tahun. Jumlah ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan lahanlahan kosong yang (apabila) masih tersedia dan disertai dengan perbaikan system tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi peningkatan mutu dan pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, bahkan menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi.
Permasalahan lain dari pengembangan industri karet adalah relatif masih tingginya jumlah impor produksi barang-barang karet dan masih rendahnya produktivitas tanaman karet, karena belum menggunakan klon unggul, masih rendahnya kualitas bahan olahan karet yang menyebabkan rendahnya kualitas karet remah (crumb rubber), masih rendahnya kualitas SDM petani dalam budi daya tanaman, pra panen, pasca panen dan pengolahan primer, serta masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan yang menyebabkan rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga yang sesuai (masih sekitar 60% harga FOB).
Disisi lain, tuntutan konsumen terhadap standar mutu suatu produk sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu, merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Permentan No 38 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olahan Karet (Bokar) serta Permendag No 53 Tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olahan Komoditi Ekspor Standard Indonesia Rubber yang diperdagangkan, maka kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengawasan mutu agar bokar yang diperdagangkan dapat memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Nias adalah Tanaman Perkebunan Rakyat dengan komoditi kelapa, karet, nilam, cokelat, pinang, kopi, dan cengkeh. Hal ini terlihat dari banyaknya rumah tangga yang mengusahakan tanaman perkebunan rakyat. Komuditi utama produk perkebunan di Nias adalah karet dan kopra. Khusus produksi karet di Kabupaten Nias dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun 2009 tercatat 52.470 Ton dan produksi tahun 2011 sebanyak 59.060 Ton (BPS Kabupaten Nias, 2012).
Kualitas karet rakyat Nias relatif rendah dibanding kualitas karet dari daerah lain. Rendahnya kualitas karet rakyat Nias disebabkan oleh rendahnya SDM petani karet tentang kualitas dan cara mengolah karet yang bernilai ekonomi tinggi, terutama cara penggumpalan dan penyimpanan karet sebelum dijual. Petani karet di Nias, menyimpan karet hasil kebunnya di dalam kolam berlumpur dengan asumsi berat karet yang akan dijual tidak berkurang bahkan akan bertambah. Penanganan karet seperti ini tentu akan menurunkan kualitas karet itu sendiri.
Ketebalan koagulum dan penyimpanan di dalam kolom berlumpur dapat mempengaruhi kandungan air karet, yang memudahkan berkembangnya mikroorganisma pengurai protein dan hidrokarbon karet yang mengakibatkan berbagai efek yang tidak diinginkan, antara lain mengurangi modulus. Ketebalan bahan olah karet selain menunjukan tingkat kandungan lateks pada bahan olah karet juga menunjukkan spesifikasi mutu dan penggunaan bahan olah karet. Semakin tipis (ketebalan kecil) maka semakin tinggi mutu bahan olah karet, hal ini disebabkan pada bahan olah karet yang tipis memiliki jumlah kadungan air yang kecil.
Selain itu, petani karet di Nias sering menggunakan koagulan yang tidak disarankan industri (asam formiat dan asam cuka), ada yang menggunakan asam sulfat, ekstrak buah nenas, parutan buah nenas, air sisa pembusukan sisa makanan yang dikumpulkan dan juga ada yang menggunakan pupuk urea.
Adapun penyebab petani menggunakan koagulan yang tidak disarankan oleh industri yakni mahalnya harga asam formiat dan asam cuka serta sulit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
mendapatkannya, selain disebabkan rendahnya pemahaman petani cara penanganan yang baik terhadap lateks hasil penyadapan.
Hasil penelitian uji penggunaan berbagai jenis koagulan terhadap mutu bahan olah karet (Hevea brasiliensis), koagulum lateks dengan koagulan ekstrak nenas memiliki volume yang lebih besar dibanding koagulan lainnya, hal ini disebabkan pada koagulum yang dihasilkan bahan ekstrak nenas masih banyak mengandung air di dalam bahan olah karetnya. Koagulan ekstrak nenas memiliki sifat menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. (Saputra, 2012).
Dalam rangka peningkatan mutu karet alam di Kabupaten Nias dan mengatasi sulitnya mendapatkan koagulan yang disarankan industri, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian koagulan alternatif yang tersedia di daerah Nias. Penggunaan ekstrak nenas sebagai koagulan perlu dilakukan kajian dan penelitian karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas, dan karakteriasi dari lembaran karet yang dihasilkan, yang meliputi kadar abu, kadar kotoran, kadar nitrogen, kadar zat menguap, plasiticity retention index (PRI) dan viskositas mooney.
1.2. Rumusan Massalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas setelah
disimpan dalam udara terbuka dan tertutup dengan variasi interval waktu ? 2. Adakah pengaruh lamanya penyimpanan ekstrak nenas sebagai koagulan lateks
terhadap kecepatan penggumpalan lateks ? 3. Adakah perbedaan kualitas karet olahan yang menggunakan koagulan ekstrak
buak nenas bila dibandingkan dengan kualitas karet yang menggunakan koagulan asam formiat sebagi koagulan yang direkomendasikan ? 4. Bagaimana kualitas karet olahan dari Kabupaten Nias yang menggunakan ekstrak nenas sebagai koagolan dapat memenuhi standar mutu karet Indonesia ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
1.3. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini yang menjadi batas permasalahan berupa: 1. Bahan baku (raw material) dalam penelitian ini adalah ekstrak nenas (Ananas
sativus) yang sudah matang jenis Cayene 2. Ekstrak nenas dihasilkan dari buah nenas (kulit dan daging buah). 3. Koagulum karet yang dianalisa adalah koagulum karet yang menggunakan
koagolan ekstrak nenas yang disimpan selama 1, 3, 5, 7 dan 9 hari, serta asam formiat.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan ekstrak nenas terhadap
keasaman ekstrak nenas dan pengaruhnya terhadap kecepatan penggumpalan karet 2. Untuk mendapatkan alternatif koagulan karet alam yang terdapat di daerah 3. Untuk mengetahui perbandingkan kualitas mutu lembaran karet yang digumpalkan dengan ekstrak nenas (Ananas sativus) dengan yang digumpalkan dengan asam formiat. 4. Untuk mengetahui kualitas mutu lembaran karet yang digumpalkan dengan ekstrak nenas (Ananas sativus) yang mengacu pada standar mutu karet Indonesia ( Standard Indonesia Rubber / SIR )
1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain : Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi dunia industri, ilmu pengetahuan, dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas karet dan bahan olahan karet Nias melalui pemanfaatan sumber daya alam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6 1.6. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penelitian meliputi : 1. Mempelajari dan mengati bagaimana proses penanganan karet rakyat dan bahan
olahan karet di Nias 2. Mempelajari jenis-jenis kontaminan yang ada di dalam pengolahan bahan baku
karet dan bahan olahan karet di Nias. 3. Mempelajari kandungan zat kimia yang terdapat pada buah tanaman nenas
(Ananas sativus) 4. Mengusulkan alternatif teknik koagulasi dengan koagulan alternatif dan
pemprosesan bahan olahan karet menjadi karet yang bermutu. 5. Analisa kualitas lembaran karet yang menggunakan penggumpal ekstrak nenas
(Ananas sativus) .
Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karet Alam Karet alam adalah bahan polimer alam yang diperoleh dari Hevea brasiliensis atau Guayule. Sejak pertama sekali proses vulkanisasi diperkenalkan pada tahun 1839, karet alam telah dimanfaatkan secara meluas pada pembuatan ban, selang, sepatu, alat rumah tangga, olah raga, peralatan militer dan kesehatan.
Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso et al., 1995). Lateks segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang sedikit berwarna, tergantung dari klon (varietas) tanaman karet.
Lateks atau getah karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang letaknya menyebar secara melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks diperoleh dengan membuka atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman karet dikenal sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap, frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996).
Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang merupakan polimer alam hasil penggumpalan lateks alam dan merupakam makromolekul poliisoprena (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor (head to tail). Menurut Honggokusumo (1978), bahan penyusun karet alam adalah isoprena C5H8 yang saling berikatan secara kepala ke ekor 1,4 membentuk poliisoprena (C5H8)n , dimana n adalah derajat polimerisasi yang menyatakan banyaknya monomer yang berpolimerisasi membentuk polimer
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Karet alam mempunyai struktur molekul cis-1,4-polyisoprena. Umumnya berat molekulnya berkisar 104-107 dan indeks distribusi berat molekul diantara 2.5 sampai 10. Dengan kelenturan rantai molekul yang tinggi, karet alam memiliki elastisitas luar biasa, ketahanan leleh yang tinggi, dan kehilangan histerisis yang rendah. Di saat yang sama streoregulitas tinggi dari struktur molekul karet alam menyebabkan ketegangan pada daerah kristal yang berakibat pada kemampuan memperkuat diri sendiri yang ditandai dengan menjadi naiknya kemampuan tarik, ketahanan koyak (tear strength) dan ketahanan gores. Selain itu, sifat di atas membuat karet alam mudah untuk diproses. Rumus bangun molekul isoprena (2-metil-1,3-butadiena) dan cis-1,4 poliisoprena adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1
H2C C CH CH2
CH3 (a)
H3C
H H3C
H
C=C
C=C
H2C
CH2 H2 C
CH2
(b)
Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam. (a) 2-metil-1,3-butadiena, (b) cis1,4 poliisoprena
Komposisi karet alam secara umum adalah senyawa hidrokkarbon, protein, karbonhidrat, lipida, persenyaan organik lain, mineral, dan air. Besarnya persentase dari masing-masing bagian tersebut tidak sama, tergantung pada cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan. Menurut Surya (2006), komposisi karet alam sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Tabel. 2.1. Komposisi Karet Alam (Surya , 2006)
No Komponen 1 Karet Hidrokarbon
Komponen dalam latex segar (%)
36
2 Protein
1,4
3 Karbohidrat
1,6
4 Lipida 5 Persenyawaan Organik Lain
1,6 0,4
6 Persenyawaan Anorganik
0,5
7 Air
58,5
Komponen dalam latex kering (%)
92-94 2,5-3,5
2,5-3,2
0,1-0,5 0,3-1,0
Menurut Triwiyoso dan siswanto (1995), lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi di dalam air dengan jumlah yang relatif kecil. Untuk mengetahuinya, lateks hevea di pusingkan delam alat pemusing ultra dengan kecepatan ± 18.000rpm selama 15 menit. Lateks terdiri dari empat fraksi, yaitu fraksi karet (37%), fraksi frey wyssling, fraksi serum (48%) dan fraksi dasar (15%).
Menurut Tanaka (1998), partikel karet terdidi atas hidrokarbon yang diselimuti oleh fosfolipida dan protein dengan diameter 0,1 µm - 1,0 µm. Partikel karet tersebar secara merata (tersuspensi) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04 -3,0 mikron atau 0,2 milyar partikel karet per mililiter lateks. Partikel karet memiliki bentuk lonjong sampai bulat. Bobot jenis lateks 0,045 pada suhu 70 0F, serum 1,02 dan karet 0,91. Perbedaan bobot jenis dapat menyebabkan terjadinya pemisahan pada permukaan lateks. Bentuk partikel karet dapat ditunjukkan pada gambar 2.2 di bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Gambar 2.2 Partikel Karet (Tanaka, 1998) 2.1.1 Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain : (a) Sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk; (b) Sumber devisa negara dari ekspor nonmigas; (c) Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan; dan (d) Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman karet pada tahun 2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64 juta ton atau 27,3% produksi karet alam dunia (9.2 juta ton), menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 2007). Pada tahun 2005, karet mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58 milyar, naik menjadi US $ 3,77 milyar pad tahun 2006, menempatkan karet sebagai komoditas penghasil devisa terbesar diantara komoditas perkebunan. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat tajam menjadi US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga karet dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind, 2007).
Bagi perekonomian nasional, karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentral-sentral ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Karet
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan. dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, karet menyumbang devisa dari 25% hingga 40% terhadap total ekspor produk perkebunan.
Gambar 2.3 Kebun Karet Alam Disamping sebagai penghasil devisa ekspor, perkebunan karet sebagian besar
merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata luas kepemilikan relatip kecil, tetapi merupakan sumber mata penghasilan bagi berjuta-juta keluarga petani karet. Pada tahun 2006, luas areal perkebunan rakyat mencapai tidak kurang dari 85%, sisanya merupakan perkebunan Negara dan Swasta. Dari total produksi, hampir 76% nya berasal dari perkebunan rakyat. 2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ramalan ahli pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal International Rubber Study Goup, Dr. Hidde P. Smit, mennunjukkan bahwa konsumsi karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi 11,9 juta ton pada tahun 2020. Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi menjadi 11,4 juta
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga diprediksikan tetap bertahan pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada tahun 2013 diperkirakan bisa menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level harga tersebut telah dicapai pada tahun 2006 ini. Pada tahun 2020 diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap bertahan pada angka US $ 1,9 per kg. Timbulnya peningkatan konsumsi karet alam di negara-negara Asia disebabkan makin meningkatnya perkembangan industri ban dan komponen industri lainnya. Konsumsi karet alam dan karet sintetik dunia yang pada tahun 2004 baru mencapai 20,03 juta ton akan meningkat mencapai 28,67 juta ton pada tahun 2020, diantaranya 11,9 juta ton karet alam. Indonesia diharapkan dapat memasok 3,5 juta ton pada tahun 2020.
IRSG berpendapat bahwa pada jangka panjang diperkirakan terdapat kekurangan pasok yang tidak saja disebabkan oleh permintaan dunia yang meningkat dengan cepat tetapi juga 2 diantara 3 negara penghasil karet alam yaitu Malaysia dan Thailand yang merupakan negara dengan ekonomi yang berkembang cepat, mungkin menjadi generasi baru dari Newly Industrialized Countries (NICs), sehingga kedua negara akan meninggalkan agobisnis karet. Indonesia diharapkan dapat mengisi kekurangan pasok untuk kebutuhan dunia.
2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet digolongkan atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet silikon, Urethane, dan karet EPDM (Ethilena Propilena Di Monomer).
Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Berdasarkan cara pengolahan dan jenis bahan baku penggumpalan, karet alam dibedakan dalam 2 golongan :
1. Karet konvensional. Karet konvensional adalah karet yang tingkatan mutunya ditetapkan berdasarkan sifat-sifat visual, seperti warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan noda-noda lain. Sesuai dengan mutu, sifat visual dan cara pengepakan, karet alam terdiri dari 8 tipe (Anonim, 2012), yaitu : 1) Ribbed Smoked Sheets (RSS) 2) White and Pale Crepes 3) Estate Brown Crepes 4) Compo Crepes 5) Thin Crepes 6) Thin Blanket Crepes 7) Flat Bark Crepesa 8) Pure Smoked Blanket Crepes.
2. Karet spesifikasi teknis. Karet spesifikasi teknis adalah karet yang diolah dalam bentuk karet remah dan jenis mutunya ditetapkan berdasarkan pengujian sifat-sifat teknis sesuai dengan rumusan “ International Standard Organization “, yaitu mencakup kadar kotoran, kadar abu, kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat yang mudah menguap, kadar nitrogen, PRI dan karakteristik vulkanisasi (curing characteristics). Di Indonesia karet spesifikasi teknis ini dikenal sebagai SIR (Standars Indonesian Rubber), yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Perindusterian Republik Indonesia dan mengacu kepada perkembangan teknologi serta permintaan konsumen. Selain itu mengenal lateks kebun yang berwarna putih kekuning-kuningan, diperoleh dari pohon Hevea brasiliensis. Komponen utamanya adalah karet (36%, b/b), protein (2%, b/b), air (59%, b/b), damar (1%, b/b), abu (0,5%, b/b), dan gula (1,5%, b/b). Angka-angka tersebut diatas tidak tetap, tergantung pada beberapa faktor seperti jenis klon karet,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
keadaan tanah, keadaan cuaca, keadaan iklim, musim dan lain sebagainya. Hasil pengolahan lateks kebun secara teknis pemusingan kimiawi, dengan menambahkan bahan penggumpal asam organik seperti asam formiat dan asam asetat pada pH sekitar 4,5 menghasilkan lateks pekat dengan kadar karet kering 60 % dan mutunya memenuhi spesifikasi teknis yang mengacu kepada American Society for Testing and Material D 1076 (ASTM.D.1076) atau International Organization for Standardization 2004 (ISO. 2004). Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat kita mengenal : Lateks pekat amonia rendah (Low Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimum 0,29%, lateks pekat amonia tinggi (High Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimmum 0,60%.
Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, karet krep dan crumb rubber. a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang
umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya. b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet krep (creep) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akani makin tinggi bila permukaannya makin serag, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh. c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisiko-kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.
2.2 Kemantapan dan penggumpalan Lateks Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi koagulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut : 1) Ada kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)
misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikelpartikel karet. 2) Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Robert, A. D., 1988). Disamping kedua faktor di atas ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu : 1) Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2) Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3) Energi bebas antara permukaan yang rendah. Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada pernukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan bahan pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut (Ompusunggu, M dan A. Darussamid, 1989).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Penggumpalan atau koagulasi lateks merupakan peristiwa perubahan fasa sol ke fasa gel dengan pertolongan bahan penggumpal. Kemantapan koloid lateks merupakan hal yang penting untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan kimia lateks. Menurut Honggokusumo (1978), kemantapan lateks dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu gerak Brown, muatan listrik dan dehidrasi.
Lateks dapat menggumpal secara alami (spontaneus coagolation) apabila setelah penyadapan lateks dibiarkan. Menurut Goutara et. al (1985), peristiwa spontaneus coagolation dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet (anti Koagulan). Bahan yang sering digunakan pada lateks dalah NH3. Anti koagulan tersebut berfungsi untuk menaikkan pH lateks, sehingga dapat meningkatkan kemantapan lateks dan juga berfungsi sebagai bakterisida.
Menurut Barney (1973), penggumpalan lateks dapat terjadi karena penurunan muatan listrik dan dehidrasi. Penggumpalan lateks dapat berlangsung dengan penambahan elektrolit, penambahan zat aktif permukaan dan pengaruh enzim. Dilain pihak, Honggokusumo (1978) menyatakan bahwa penggumpalan lateks mengikuti prinsip dehidrasi, dilakukan dengan menambahkan bahan yang menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel karet yang bersifat sebagai selaput pelindung.
Penurunan pH dalam lateks terjadi karena terbentuknya asam-asam yang dihasilkan oleh bakteri, pelepasan serum B dari fraksi dasar yang sifatnya relatif asam atau oleh penambahan asam. Penambahan asam akan menyebabkan turunnya pH sampai pada titik isoelektrik (4,7), yang dapat menyebabkan partikel-partikel karet kehilangan muatan atau netral, sehingga tidak terdapat lagi daya tolak partikelpartikel karet yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel karet dengan partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi.
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan pengotor lateks oleh kotoran-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prokougulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah.
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokougulasi. Tetapi penggunaan anti koagulasi ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biasanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993).
Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya. Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau lipid menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan penambahan alcohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988)
Adapun bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat (HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks harus diperhatikan hal-hal berikut : 1) JumLah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 mL
CH3COOH 2,5% atau 20 mL HCOOH 2% tiap 1 liter lateks. 2) Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung
udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
2.3. Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku crumb rubber sesungguhnya merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Didalam lateks, selain hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga berbagai senyawa penting antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Masuknya kontaminan ke dalam karet, akan merusak bahan-bahan alami tersebut . Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, dan kerusakan mutu lainnya. Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari vulkanisatnya.
Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai kontaminan, karena didalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai prooksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya, bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera keluar dari koagulum.
Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku crumb rubber adalah sering masuknya pasir dan tatal ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya ekstrak untuk membersihkannya.
2.4. Standart Mutu Karet Indonesia Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu karet, merupakan
langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan SNI 061903-2000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR)
Standar ini meliputi ruang Iingkup, definisi, penggolongan, bahan olah, syarat ukuran, syarat mutu, pengbilan contoh, cara uji, pengemasan, syarat penandaan dan catatan umum Standard Indonesian Rubber (SIR).
Standard Indonesian Rubber adalah karet alam yang diperoleh dengan pengolahan bahan olah karet yang berasal dari getah batang pohon Hevea Brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia, serta mutunya ditentukan secara spesifikasi teknis. SIR digolongkan dalam 6 jenis mutu yaitu: 1) SIR 3 CV ( Constant Viscosity ) 2) SIR 3 L ( Light ) 3) SIR 3 WF ( Whole Field ) 4) SIR 5 5) SIR 10 6) SIR 20
Syarat mutu karet yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan mengeluarkan SNI 06-19032000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR), ditunjukkan dalam Tabel 2.2. di bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia
JENIS UJI /
NO KARAKTERISTIK
JENIS MUTU SIR CV
BAHAN OLAH
PERSYARATAN SIR 3 L SIR 3 WF SIR 5
SIR 10 SIR 20
LATEKS
KOAGULUM LATEKS
1 Kadar Kotoran (b/b)
SATUAN % Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03
2 Kadar Abu (b/b)
% Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.75 Maks 1.00
3 Kadar Zat Menguap (b/b) % Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80
4 PRI
- Min 60 Min 75 Min 75 Min 70 Min 60 Min 50
5 Po
6 Nitrogen (b/b)
7 Kemantapan Visikositas/WASHT (Skala Plastisitas Wallace)
8 Viskositas Moony ML (1 + 4) 100 C
- - Min 30 Min 30 Min 30 Min 30 Min 30
% Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60
- Maks 8
-
-
-
--
- *)
-
-
-
--
9 Warna Skala Lovibond
-
- Maks 6 -
-
--
10 Pemasakan ( cure) 11 Warna Lambang
12 Warna Plastik Pembungkus Bandela
13 Warna Pita Plastik
14 Tebal Plastik Pembungkus Bandela
15 Titik Leleh Plastik Pembungkus Bandela
- **) **) **)
-
--
-
Hijau
Hijau
Hijau Hijau Berga- Coklat Merah
ris Coklat
- Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan
- Jingga Transparan Putih Susu/ Putih Susu/ Putih Susu/ Putih Susu/ Transparan Transparan Transparan Transparan
Mm 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01
o C Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108
Keterangan :
*) Tanda Pengenal Tingkatan
Batasan Viskositas Mooney :
CV — 50
45 — 55
CV — 60
55 — 65
CV — 70
65 — 75
'*) Informasi mengenai cure diberikan dalam bentuk rheogaph sebagai standard
non—mandatory. (SNI 06-1903-2000)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
2.4.1 Kadar Kotoran
Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis
Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan.
Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya kotoran kering didalam saringan
Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus :
Kadar kotoran =
x 100 % .................................(2.1)
dengan: A = bobot saringan berikut kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot
TESIS Oleh TEMALI HULU 117006010/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh TEMALI HULU 117006010/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
: TEMALI HULU : 117006010 : Magister Ilmu Kimia
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Darwin Yunus Nasution, MS Ketua
Ketua Program Studi,
Eddiyanto, Ph.D Anggota
Dekan,
Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Tanggal lulus : 26 April 2013
Dr. Sutarman, M.Sc
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah Diuji pada
Tanggal
: 26 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua Anggota
: Dr. Darwin Yunus Nasution, MS : 1. Eddyanto, Ph.D
2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Thamrin, MSc 4. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAPKUALITAS LEMBARAN KARET TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Perguruan Tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebut sumbernya dalam daftar pustaka.
Medan, 26 April 2013
TEMALI HULU
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap berikut gelar Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah
Telepon / HP Email Alamat Kantor
Telepon/Faks/HP
: TEMALI HULU, S.Pd : Ombolata, 22 S3ptember 1969 : Jl. Karet Gang IV No 2E Kelurahan Ilir
Gunungsitoli : 081 361 387 796 : [email protected] : Jl. Nias Tengah Km. 7,5 desa Faekhu
Kecamatan Gunungsitoli Selatan :-
DATA PENDIDIKAN
SD SMP SMA Strata-1 Strata-2
: SD NEGERI 071150 Ombolata Alasa : SMP Negeri 1 Alasa : SMA Negeri 1 Gunungsitoli : IKIP Negeri Medan : Program Studi Magister Ilmu Kimia USU
Tamat tahun : 1982 Tamat tahun : 1985 Tamat tahun : 1988 Tamat tahun : 1995 Tamat tahun : 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Segala sesuatu di jadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. (Yohanes 1 : 2) Maka " Serahkan hidupmu kepada Tuhan, berharaplah Ia akan menolongmu." (Mazmur 37 : 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
ABSTRAK Penggunanaan ekstrak nenas (Ananas Sativus) yang disimpan selama 1 hari (N-5), 3 hari (N-4), 5 hari (N-3), 7 hari (N-2), dan 9 hari (N-1), sebagai penggumpal karet alam telah diteliti. Kecepatan koagulasi masing-masing ekstrak nenas telah diuji dan dibandingkan dengan koagulan asam formit. Kadar kotoran, kadar abu, kadar nitrogen, kandungan zat mudah menguap, plastisasi retensi indeks (PRI) dan viskositas Mooney, dari seluruh koagulum yang menggunakan koagulan diatas, telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan ekstrak nenas N-1 sebagai koagulan dan hasil akhir produk ini adalah setara dengan SIR-20. Kata Kunci : Ekstrak nenas, karet alam koagulan, asam formiat, SIR
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
THE EFFECT OF PINEAPPLE (Ananas sativus) EXTRACT AS COAGULANT ON QUALITY OF RUBBER SHEET ABSTRACT
Pineapple (Ananas sativus) extract kept for 1 day (N-5), 3 days (N-4), 5 days (N-3), 7 days (N-2), and 9 days (N-1) as coagulant of natural rubber have been carried out. Coagulation rate of each coagulant has been tested and they have been compared to formic acid. The impurity, ash, nitrogen, and organic volatile content, as well as retention plasticity index and Mooney viscosity of the rubber sheets produced have been analysed follow the Standard Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to the coagulated rubber sheet by using formic acid as coagulant. Coagulation rate and the best quality obtained when N-1 extract as coagulant and the final product is equal to SIR-20. Keywords: pineapple extract, natural rubber, coagulant, formic acid, and SIR
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan karunia yang dianugerahkan, sehingga penulis dapat menyusun penelitian Tesis ini, dengan judul "Pengaruh ekstrak nenas (ananas sativus) sebagai koagulan terhadap kualitas lembaran karet". Pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku Promotor, dan Bapak Eddyanto, Ph.D sebagai Co-Promotor atas segala bantuan, arahan dan bimbingan selama perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H,
M.Sc. (C.T.M), Sp.A. (K) yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengikuti program pendidikan Magister dalam bidang Ilmu Kimia pada FMIPA USU. 2. Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas bantuan dan izin belajar untuk mengikuti Program S-2 Ilmu Kimia. 3. Ketua Program Studi S-2 dan S-3 Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Bapak Sekretaris Program S-2 dan S-3 Ilmu Kimia, Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 4. Tim penguji, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Prof. Dr. Thamrin, MSc, Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil dan Prof. Dr. Yunazar Manjang yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan tesis ini. 5. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya Tesis ini. 6. Kepala Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU dan Kepala serta seluruh staf Laboratorium Pusat Penelitian Karet Sungei Putih yang telah memberikan
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
bantuan dan fasilitas dalam melakukan penelitian teisis ini. 7. Wali kota Gunungsitoli dan Kepala Dinas Pendidikan kota Gunungsitoli atas
kesempatan serta dukungan luar biasa yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana USU Medan. 8. Secara khusus kepada Bapak Saharman Gea, Ph.D yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan di FMIPA USU. 9. Rekan-rekan mahasiswa Pacasarjana Jurusan Ilmu kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tesis ini. 10. Teristimewa kepada istri tercinta Irene Magdalena Zega, SE yang sangat mendukung dan memotivasi saya dalam penulisan Tesis ini dan ketiga buah hati tercinta, Bernath Bronsted Hulu, Jeverson Benediktus Hulu dan Reinhard Teir Wilson Hulu sebagai sumber inspirasi saya. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih kurang sempurna oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan Tesis ini.
Penulis,
Temali Hulu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Pembatasan Masalah 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Ruang Lingkup Kegiatan
Halaman i ii
iii v viii ix 1 1 4 5 5 5 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam 2.1.1. Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional 2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam 2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam 2.2. Kemantapan dan Penggumpalan Lateks 2.3. Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet 2.4. Standart Mutu Karet Indonesia 2.4.1. Kadar Kotoran 2.4.2 Kadar Abu 2.4.3. Kadar Nitrogen 2.4.4. Kadar Zat Menguap 2.4.5. Plastisitas Retention Index
7 7 10 11 12 15 18 19 21 21 22 24 24
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
2.4.6. Viskositas Mooney 2.5. Tanaman Nenas
2.5.1. Ciri-ciri Tanaman Nenas 2.5.2. Klasifikasi Tanaman Nenas 2.5.3. Jenis-Jenis Nenas 2.5.4. Kandungan Gizi Buah Nenas 2.5.5. Ekstrak Nenas
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan 3.2.2. Alat 3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Nenas 3.3.2. Menentukan Pengaruh Lama Pemyimpanan Ekstrak Nenas Terhadap Kecepatan penggumpalan Lateks Segar 3.3.3. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249-1987 ( E ) J 3.3.4. Penetapan Kadar Abu [ ISO 247-1990 (E) ) 3.3.5. Penentuan Kadar Nitrogen [ ISO 1656-1988 (E) ] 3.3.6. Penetapan Kadar Zat Menguap [ ISO 248 — 1991 (E )]. 3.3.7. Penetapan Plasticity Retention Index 3.3.8. Pengujian Viskositas Mooney [ ISO 289-1985 (E ) ]
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembuatan ekstrak Nenas 4.2. Penggumpalan Lateks Segar 4.3. Karakterisasi Koagulum Lateks Segar 4.3.1. Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar 4.3.2. Kadar Abu Koagulum Lateks Segar
27 28 28 29 29 30 31
34 34 34 34 34 37 37
37 38 39 39 40 40 42
48 48 50 54 54 57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.3. Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar 4.3.4. Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar 4.3.5. Penetapan Platisitas Index Retention (PRI) 4.3.6. Penetapan Viskositas Mooney
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
Daftar Pustaka. Lampiran
vii
60 63 66 70 74 74 74 75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel. 2.1. Komposisi Karet Alam Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia Tabel. 2.3. Kandungan Gizi Buah Nenas Tabel 2.4. Kandungan Bromelin dalam Tanaman Nenas Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Ekstrak Nenas Tabel. 4.2. Lama Penggumpalan Lateks Segar Tabel. 4.3. Perbandingan Selisih Lama Penggunpalan Ekstrak Nenas
Dengan Asam Formiat Tabel 4.4. Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar Tabel 4.5. Perbandingan Selisih Kadar Kotoran Koagulum Lateks Segar Tabel 4.6. Kadar Abu Koagulan Lateks Segar Tabel 4.7. Perbandingan Selisih Kadar Abu Koagulum Lateks Segar Tabel 4.8. Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar Tabel 4.9 Perbandingan Selisih Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar Tabel 4.10 Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar Tabel 4.11 Perbandingan Selisih Kadar Zat Menguap Koagulum Lateks Segar Tabel 4.12. Nilai PRI Koagulum Lateks Segar Tabel 4.13 Perbandingan Perbedaan Nilai PRI Koagulum Lateks Segar Tabel 4.14 Nilai Viskositas Mooney Koagulum Lateks Segar Tabel 4.15 Perbandingan Selisih Nilai Vr Koagulum Lateks Segar
9 20 31 32 49 51
53 55 57 58 59 61 63 64 66 67 69 70 74
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam Gambar 2.2. Partikel Karet Gambar 2.3. Kebun Karet Alam Gambar 2.4. Hidrolisa Protein Gambar 2.5. Bagian-bagian Buah Nenas Gambar 3.1. Contoh Potongan Uji Untuk Plastisitas Gambar 4.1. Nenas Gambar 4.2. Rumus Bangun Asam Sitrat Gambar 4.3. Grafik Lama Penggumpalan Lateks Segar Gambar 4.4. Penggumpalan Lateks Segar Gambar 4.5. Koagulum Gambar 4.6. Grafik Kadar Kotoran Kaogulum Lateks Segar Gambar 4.7. Grafik Kadar Abu Kaogulum Lateks Segar Gambar 4.8. Grafik Kadar Nitrogen Koagulum Lateks Segar Gambar 4.8. Grafik Kadar Zat Menguap Kaogulum Lateks Segar Gambar 4.8. Grafik Plasitisitas Retention Indek (PRI) Lateks Segar Gambar 4.9. Grafik Viskositas Mooney Kaogulum Lateks Segar
Halaman
6 8 10 11 23 29 41 48 50 52 53 54 56 58 61 65 68 71
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH EKSTRAK NENAS (Ananas sativus) SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN KARET
ABSTRAK Penggunanaan ekstrak nenas (Ananas Sativus) yang disimpan selama 1 hari (N-5), 3 hari (N-4), 5 hari (N-3), 7 hari (N-2), dan 9 hari (N-1), sebagai penggumpal karet alam telah diteliti. Kecepatan koagulasi masing-masing ekstrak nenas telah diuji dan dibandingkan dengan koagulan asam formit. Kadar kotoran, kadar abu, kadar nitrogen, kandungan zat mudah menguap, plastisasi retensi indeks (PRI) dan viskositas Mooney, dari seluruh koagulum yang menggunakan koagulan diatas, telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan ekstrak nenas N-1 sebagai koagulan dan hasil akhir produk ini adalah setara dengan SIR-20. Kata Kunci : Ekstrak nenas, karet alam koagulan, asam formiat, SIR
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
THE EFFECT OF PINEAPPLE (Ananas sativus) EXTRACT AS COAGULANT ON QUALITY OF RUBBER SHEET ABSTRACT
Pineapple (Ananas sativus) extract kept for 1 day (N-5), 3 days (N-4), 5 days (N-3), 7 days (N-2), and 9 days (N-1) as coagulant of natural rubber have been carried out. Coagulation rate of each coagulant has been tested and they have been compared to formic acid. The impurity, ash, nitrogen, and organic volatile content, as well as retention plasticity index and Mooney viscosity of the rubber sheets produced have been analysed follow the Standard Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to the coagulated rubber sheet by using formic acid as coagulant. Coagulation rate and the best quality obtained when N-1 extract as coagulant and the final product is equal to SIR-20. Keywords: pineapple extract, natural rubber, coagulant, formic acid, and SIR
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan kebutuhan tersebut secara langsung menunjukkan peningkatan kebutuhan karet alam.
Menurut data International Rubber Study Goup (2007), dalam kurun waktu 5 tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata sebesar 10,98 % per tahun, sedangkan di dunia internasional meningkat rata-rata 4,72 % per tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran internasional, menyebabkan permintaan terhadap karet alam naik pesat, karena karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut meningkat tajam. Terkait dengan hal itu beberapa lembaga perkaretan internasional memprediksi permintaan karet alam dunia ke depan akan meningkat lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2 % dan tahun 2008 sebesar 7,5 %.
Indonesia adalah pemilik lahan terluas perkebunan karet di dunia. Namun bila dibandingkan dengan negara lain produsen karet seperti Malaysia dan Thailand, tingkat produktivitas karet di tanah air jauh lebih rendah, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Thailand menjadi negara produsen karet terbesar diperkirakan mencapai 3,47 juta ton pada tahun ini disusul Indonesia. Sedangkan Malaysia menempati posisi ketiga sebanyak 1,10 juta ton, India 893.000 ton, Vietnam 780.000 ton dan China 679.000 ton. Untuk itu upaya meningkatkan produktivitas harus senantiasa dilakukan sehingga mampu bersaing dan juga memberi sumbangan berarti bagi kesejahteraan petani karet.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. (Depperindag. 2007). Total produksi karet saat ini sekitar 2.5 juta ton/tahun. Jumlah ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan lahanlahan kosong yang (apabila) masih tersedia dan disertai dengan perbaikan system tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi peningkatan mutu dan pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, bahkan menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi.
Permasalahan lain dari pengembangan industri karet adalah relatif masih tingginya jumlah impor produksi barang-barang karet dan masih rendahnya produktivitas tanaman karet, karena belum menggunakan klon unggul, masih rendahnya kualitas bahan olahan karet yang menyebabkan rendahnya kualitas karet remah (crumb rubber), masih rendahnya kualitas SDM petani dalam budi daya tanaman, pra panen, pasca panen dan pengolahan primer, serta masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan yang menyebabkan rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga yang sesuai (masih sekitar 60% harga FOB).
Disisi lain, tuntutan konsumen terhadap standar mutu suatu produk sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu, merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Permentan No 38 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olahan Karet (Bokar) serta Permendag No 53 Tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olahan Komoditi Ekspor Standard Indonesia Rubber yang diperdagangkan, maka kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengawasan mutu agar bokar yang diperdagangkan dapat memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Nias adalah Tanaman Perkebunan Rakyat dengan komoditi kelapa, karet, nilam, cokelat, pinang, kopi, dan cengkeh. Hal ini terlihat dari banyaknya rumah tangga yang mengusahakan tanaman perkebunan rakyat. Komuditi utama produk perkebunan di Nias adalah karet dan kopra. Khusus produksi karet di Kabupaten Nias dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun 2009 tercatat 52.470 Ton dan produksi tahun 2011 sebanyak 59.060 Ton (BPS Kabupaten Nias, 2012).
Kualitas karet rakyat Nias relatif rendah dibanding kualitas karet dari daerah lain. Rendahnya kualitas karet rakyat Nias disebabkan oleh rendahnya SDM petani karet tentang kualitas dan cara mengolah karet yang bernilai ekonomi tinggi, terutama cara penggumpalan dan penyimpanan karet sebelum dijual. Petani karet di Nias, menyimpan karet hasil kebunnya di dalam kolam berlumpur dengan asumsi berat karet yang akan dijual tidak berkurang bahkan akan bertambah. Penanganan karet seperti ini tentu akan menurunkan kualitas karet itu sendiri.
Ketebalan koagulum dan penyimpanan di dalam kolom berlumpur dapat mempengaruhi kandungan air karet, yang memudahkan berkembangnya mikroorganisma pengurai protein dan hidrokarbon karet yang mengakibatkan berbagai efek yang tidak diinginkan, antara lain mengurangi modulus. Ketebalan bahan olah karet selain menunjukan tingkat kandungan lateks pada bahan olah karet juga menunjukkan spesifikasi mutu dan penggunaan bahan olah karet. Semakin tipis (ketebalan kecil) maka semakin tinggi mutu bahan olah karet, hal ini disebabkan pada bahan olah karet yang tipis memiliki jumlah kadungan air yang kecil.
Selain itu, petani karet di Nias sering menggunakan koagulan yang tidak disarankan industri (asam formiat dan asam cuka), ada yang menggunakan asam sulfat, ekstrak buah nenas, parutan buah nenas, air sisa pembusukan sisa makanan yang dikumpulkan dan juga ada yang menggunakan pupuk urea.
Adapun penyebab petani menggunakan koagulan yang tidak disarankan oleh industri yakni mahalnya harga asam formiat dan asam cuka serta sulit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
mendapatkannya, selain disebabkan rendahnya pemahaman petani cara penanganan yang baik terhadap lateks hasil penyadapan.
Hasil penelitian uji penggunaan berbagai jenis koagulan terhadap mutu bahan olah karet (Hevea brasiliensis), koagulum lateks dengan koagulan ekstrak nenas memiliki volume yang lebih besar dibanding koagulan lainnya, hal ini disebabkan pada koagulum yang dihasilkan bahan ekstrak nenas masih banyak mengandung air di dalam bahan olah karetnya. Koagulan ekstrak nenas memiliki sifat menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. (Saputra, 2012).
Dalam rangka peningkatan mutu karet alam di Kabupaten Nias dan mengatasi sulitnya mendapatkan koagulan yang disarankan industri, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian koagulan alternatif yang tersedia di daerah Nias. Penggunaan ekstrak nenas sebagai koagulan perlu dilakukan kajian dan penelitian karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas, dan karakteriasi dari lembaran karet yang dihasilkan, yang meliputi kadar abu, kadar kotoran, kadar nitrogen, kadar zat menguap, plasiticity retention index (PRI) dan viskositas mooney.
1.2. Rumusan Massalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas setelah
disimpan dalam udara terbuka dan tertutup dengan variasi interval waktu ? 2. Adakah pengaruh lamanya penyimpanan ekstrak nenas sebagai koagulan lateks
terhadap kecepatan penggumpalan lateks ? 3. Adakah perbedaan kualitas karet olahan yang menggunakan koagulan ekstrak
buak nenas bila dibandingkan dengan kualitas karet yang menggunakan koagulan asam formiat sebagi koagulan yang direkomendasikan ? 4. Bagaimana kualitas karet olahan dari Kabupaten Nias yang menggunakan ekstrak nenas sebagai koagolan dapat memenuhi standar mutu karet Indonesia ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
1.3. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini yang menjadi batas permasalahan berupa: 1. Bahan baku (raw material) dalam penelitian ini adalah ekstrak nenas (Ananas
sativus) yang sudah matang jenis Cayene 2. Ekstrak nenas dihasilkan dari buah nenas (kulit dan daging buah). 3. Koagulum karet yang dianalisa adalah koagulum karet yang menggunakan
koagolan ekstrak nenas yang disimpan selama 1, 3, 5, 7 dan 9 hari, serta asam formiat.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan ekstrak nenas terhadap
keasaman ekstrak nenas dan pengaruhnya terhadap kecepatan penggumpalan karet 2. Untuk mendapatkan alternatif koagulan karet alam yang terdapat di daerah 3. Untuk mengetahui perbandingkan kualitas mutu lembaran karet yang digumpalkan dengan ekstrak nenas (Ananas sativus) dengan yang digumpalkan dengan asam formiat. 4. Untuk mengetahui kualitas mutu lembaran karet yang digumpalkan dengan ekstrak nenas (Ananas sativus) yang mengacu pada standar mutu karet Indonesia ( Standard Indonesia Rubber / SIR )
1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain : Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi dunia industri, ilmu pengetahuan, dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas karet dan bahan olahan karet Nias melalui pemanfaatan sumber daya alam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6 1.6. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penelitian meliputi : 1. Mempelajari dan mengati bagaimana proses penanganan karet rakyat dan bahan
olahan karet di Nias 2. Mempelajari jenis-jenis kontaminan yang ada di dalam pengolahan bahan baku
karet dan bahan olahan karet di Nias. 3. Mempelajari kandungan zat kimia yang terdapat pada buah tanaman nenas
(Ananas sativus) 4. Mengusulkan alternatif teknik koagulasi dengan koagulan alternatif dan
pemprosesan bahan olahan karet menjadi karet yang bermutu. 5. Analisa kualitas lembaran karet yang menggunakan penggumpal ekstrak nenas
(Ananas sativus) .
Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karet Alam Karet alam adalah bahan polimer alam yang diperoleh dari Hevea brasiliensis atau Guayule. Sejak pertama sekali proses vulkanisasi diperkenalkan pada tahun 1839, karet alam telah dimanfaatkan secara meluas pada pembuatan ban, selang, sepatu, alat rumah tangga, olah raga, peralatan militer dan kesehatan.
Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso et al., 1995). Lateks segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang sedikit berwarna, tergantung dari klon (varietas) tanaman karet.
Lateks atau getah karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang letaknya menyebar secara melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks diperoleh dengan membuka atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman karet dikenal sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap, frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996).
Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang merupakan polimer alam hasil penggumpalan lateks alam dan merupakam makromolekul poliisoprena (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor (head to tail). Menurut Honggokusumo (1978), bahan penyusun karet alam adalah isoprena C5H8 yang saling berikatan secara kepala ke ekor 1,4 membentuk poliisoprena (C5H8)n , dimana n adalah derajat polimerisasi yang menyatakan banyaknya monomer yang berpolimerisasi membentuk polimer
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Karet alam mempunyai struktur molekul cis-1,4-polyisoprena. Umumnya berat molekulnya berkisar 104-107 dan indeks distribusi berat molekul diantara 2.5 sampai 10. Dengan kelenturan rantai molekul yang tinggi, karet alam memiliki elastisitas luar biasa, ketahanan leleh yang tinggi, dan kehilangan histerisis yang rendah. Di saat yang sama streoregulitas tinggi dari struktur molekul karet alam menyebabkan ketegangan pada daerah kristal yang berakibat pada kemampuan memperkuat diri sendiri yang ditandai dengan menjadi naiknya kemampuan tarik, ketahanan koyak (tear strength) dan ketahanan gores. Selain itu, sifat di atas membuat karet alam mudah untuk diproses. Rumus bangun molekul isoprena (2-metil-1,3-butadiena) dan cis-1,4 poliisoprena adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1
H2C C CH CH2
CH3 (a)
H3C
H H3C
H
C=C
C=C
H2C
CH2 H2 C
CH2
(b)
Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam. (a) 2-metil-1,3-butadiena, (b) cis1,4 poliisoprena
Komposisi karet alam secara umum adalah senyawa hidrokkarbon, protein, karbonhidrat, lipida, persenyaan organik lain, mineral, dan air. Besarnya persentase dari masing-masing bagian tersebut tidak sama, tergantung pada cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan. Menurut Surya (2006), komposisi karet alam sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Tabel. 2.1. Komposisi Karet Alam (Surya , 2006)
No Komponen 1 Karet Hidrokarbon
Komponen dalam latex segar (%)
36
2 Protein
1,4
3 Karbohidrat
1,6
4 Lipida 5 Persenyawaan Organik Lain
1,6 0,4
6 Persenyawaan Anorganik
0,5
7 Air
58,5
Komponen dalam latex kering (%)
92-94 2,5-3,5
2,5-3,2
0,1-0,5 0,3-1,0
Menurut Triwiyoso dan siswanto (1995), lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi di dalam air dengan jumlah yang relatif kecil. Untuk mengetahuinya, lateks hevea di pusingkan delam alat pemusing ultra dengan kecepatan ± 18.000rpm selama 15 menit. Lateks terdiri dari empat fraksi, yaitu fraksi karet (37%), fraksi frey wyssling, fraksi serum (48%) dan fraksi dasar (15%).
Menurut Tanaka (1998), partikel karet terdidi atas hidrokarbon yang diselimuti oleh fosfolipida dan protein dengan diameter 0,1 µm - 1,0 µm. Partikel karet tersebar secara merata (tersuspensi) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04 -3,0 mikron atau 0,2 milyar partikel karet per mililiter lateks. Partikel karet memiliki bentuk lonjong sampai bulat. Bobot jenis lateks 0,045 pada suhu 70 0F, serum 1,02 dan karet 0,91. Perbedaan bobot jenis dapat menyebabkan terjadinya pemisahan pada permukaan lateks. Bentuk partikel karet dapat ditunjukkan pada gambar 2.2 di bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Gambar 2.2 Partikel Karet (Tanaka, 1998) 2.1.1 Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain : (a) Sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk; (b) Sumber devisa negara dari ekspor nonmigas; (c) Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan; dan (d) Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman karet pada tahun 2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64 juta ton atau 27,3% produksi karet alam dunia (9.2 juta ton), menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 2007). Pada tahun 2005, karet mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58 milyar, naik menjadi US $ 3,77 milyar pad tahun 2006, menempatkan karet sebagai komoditas penghasil devisa terbesar diantara komoditas perkebunan. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat tajam menjadi US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga karet dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind, 2007).
Bagi perekonomian nasional, karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentral-sentral ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Karet
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan. dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, karet menyumbang devisa dari 25% hingga 40% terhadap total ekspor produk perkebunan.
Gambar 2.3 Kebun Karet Alam Disamping sebagai penghasil devisa ekspor, perkebunan karet sebagian besar
merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata luas kepemilikan relatip kecil, tetapi merupakan sumber mata penghasilan bagi berjuta-juta keluarga petani karet. Pada tahun 2006, luas areal perkebunan rakyat mencapai tidak kurang dari 85%, sisanya merupakan perkebunan Negara dan Swasta. Dari total produksi, hampir 76% nya berasal dari perkebunan rakyat. 2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ramalan ahli pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal International Rubber Study Goup, Dr. Hidde P. Smit, mennunjukkan bahwa konsumsi karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi 11,9 juta ton pada tahun 2020. Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi menjadi 11,4 juta
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga diprediksikan tetap bertahan pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada tahun 2013 diperkirakan bisa menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level harga tersebut telah dicapai pada tahun 2006 ini. Pada tahun 2020 diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap bertahan pada angka US $ 1,9 per kg. Timbulnya peningkatan konsumsi karet alam di negara-negara Asia disebabkan makin meningkatnya perkembangan industri ban dan komponen industri lainnya. Konsumsi karet alam dan karet sintetik dunia yang pada tahun 2004 baru mencapai 20,03 juta ton akan meningkat mencapai 28,67 juta ton pada tahun 2020, diantaranya 11,9 juta ton karet alam. Indonesia diharapkan dapat memasok 3,5 juta ton pada tahun 2020.
IRSG berpendapat bahwa pada jangka panjang diperkirakan terdapat kekurangan pasok yang tidak saja disebabkan oleh permintaan dunia yang meningkat dengan cepat tetapi juga 2 diantara 3 negara penghasil karet alam yaitu Malaysia dan Thailand yang merupakan negara dengan ekonomi yang berkembang cepat, mungkin menjadi generasi baru dari Newly Industrialized Countries (NICs), sehingga kedua negara akan meninggalkan agobisnis karet. Indonesia diharapkan dapat mengisi kekurangan pasok untuk kebutuhan dunia.
2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet digolongkan atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet silikon, Urethane, dan karet EPDM (Ethilena Propilena Di Monomer).
Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Berdasarkan cara pengolahan dan jenis bahan baku penggumpalan, karet alam dibedakan dalam 2 golongan :
1. Karet konvensional. Karet konvensional adalah karet yang tingkatan mutunya ditetapkan berdasarkan sifat-sifat visual, seperti warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan noda-noda lain. Sesuai dengan mutu, sifat visual dan cara pengepakan, karet alam terdiri dari 8 tipe (Anonim, 2012), yaitu : 1) Ribbed Smoked Sheets (RSS) 2) White and Pale Crepes 3) Estate Brown Crepes 4) Compo Crepes 5) Thin Crepes 6) Thin Blanket Crepes 7) Flat Bark Crepesa 8) Pure Smoked Blanket Crepes.
2. Karet spesifikasi teknis. Karet spesifikasi teknis adalah karet yang diolah dalam bentuk karet remah dan jenis mutunya ditetapkan berdasarkan pengujian sifat-sifat teknis sesuai dengan rumusan “ International Standard Organization “, yaitu mencakup kadar kotoran, kadar abu, kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat yang mudah menguap, kadar nitrogen, PRI dan karakteristik vulkanisasi (curing characteristics). Di Indonesia karet spesifikasi teknis ini dikenal sebagai SIR (Standars Indonesian Rubber), yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Perindusterian Republik Indonesia dan mengacu kepada perkembangan teknologi serta permintaan konsumen. Selain itu mengenal lateks kebun yang berwarna putih kekuning-kuningan, diperoleh dari pohon Hevea brasiliensis. Komponen utamanya adalah karet (36%, b/b), protein (2%, b/b), air (59%, b/b), damar (1%, b/b), abu (0,5%, b/b), dan gula (1,5%, b/b). Angka-angka tersebut diatas tidak tetap, tergantung pada beberapa faktor seperti jenis klon karet,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
keadaan tanah, keadaan cuaca, keadaan iklim, musim dan lain sebagainya. Hasil pengolahan lateks kebun secara teknis pemusingan kimiawi, dengan menambahkan bahan penggumpal asam organik seperti asam formiat dan asam asetat pada pH sekitar 4,5 menghasilkan lateks pekat dengan kadar karet kering 60 % dan mutunya memenuhi spesifikasi teknis yang mengacu kepada American Society for Testing and Material D 1076 (ASTM.D.1076) atau International Organization for Standardization 2004 (ISO. 2004). Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat kita mengenal : Lateks pekat amonia rendah (Low Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimum 0,29%, lateks pekat amonia tinggi (High Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimmum 0,60%.
Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, karet krep dan crumb rubber. a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang
umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya. b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet krep (creep) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akani makin tinggi bila permukaannya makin serag, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh. c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisiko-kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.
2.2 Kemantapan dan penggumpalan Lateks Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi koagulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut : 1) Ada kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)
misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikelpartikel karet. 2) Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Robert, A. D., 1988). Disamping kedua faktor di atas ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu : 1) Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2) Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3) Energi bebas antara permukaan yang rendah. Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada pernukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan bahan pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut (Ompusunggu, M dan A. Darussamid, 1989).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Penggumpalan atau koagulasi lateks merupakan peristiwa perubahan fasa sol ke fasa gel dengan pertolongan bahan penggumpal. Kemantapan koloid lateks merupakan hal yang penting untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan kimia lateks. Menurut Honggokusumo (1978), kemantapan lateks dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu gerak Brown, muatan listrik dan dehidrasi.
Lateks dapat menggumpal secara alami (spontaneus coagolation) apabila setelah penyadapan lateks dibiarkan. Menurut Goutara et. al (1985), peristiwa spontaneus coagolation dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet (anti Koagulan). Bahan yang sering digunakan pada lateks dalah NH3. Anti koagulan tersebut berfungsi untuk menaikkan pH lateks, sehingga dapat meningkatkan kemantapan lateks dan juga berfungsi sebagai bakterisida.
Menurut Barney (1973), penggumpalan lateks dapat terjadi karena penurunan muatan listrik dan dehidrasi. Penggumpalan lateks dapat berlangsung dengan penambahan elektrolit, penambahan zat aktif permukaan dan pengaruh enzim. Dilain pihak, Honggokusumo (1978) menyatakan bahwa penggumpalan lateks mengikuti prinsip dehidrasi, dilakukan dengan menambahkan bahan yang menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel karet yang bersifat sebagai selaput pelindung.
Penurunan pH dalam lateks terjadi karena terbentuknya asam-asam yang dihasilkan oleh bakteri, pelepasan serum B dari fraksi dasar yang sifatnya relatif asam atau oleh penambahan asam. Penambahan asam akan menyebabkan turunnya pH sampai pada titik isoelektrik (4,7), yang dapat menyebabkan partikel-partikel karet kehilangan muatan atau netral, sehingga tidak terdapat lagi daya tolak partikelpartikel karet yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel karet dengan partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi.
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan pengotor lateks oleh kotoran-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prokougulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah.
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokougulasi. Tetapi penggunaan anti koagulasi ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biasanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993).
Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya. Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau lipid menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan penambahan alcohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988)
Adapun bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat (HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks harus diperhatikan hal-hal berikut : 1) JumLah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 mL
CH3COOH 2,5% atau 20 mL HCOOH 2% tiap 1 liter lateks. 2) Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung
udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
2.3. Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku crumb rubber sesungguhnya merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Didalam lateks, selain hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga berbagai senyawa penting antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Masuknya kontaminan ke dalam karet, akan merusak bahan-bahan alami tersebut . Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, dan kerusakan mutu lainnya. Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari vulkanisatnya.
Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai kontaminan, karena didalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai prooksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya, bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera keluar dari koagulum.
Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku crumb rubber adalah sering masuknya pasir dan tatal ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya ekstrak untuk membersihkannya.
2.4. Standart Mutu Karet Indonesia Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu karet, merupakan
langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan SNI 061903-2000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR)
Standar ini meliputi ruang Iingkup, definisi, penggolongan, bahan olah, syarat ukuran, syarat mutu, pengbilan contoh, cara uji, pengemasan, syarat penandaan dan catatan umum Standard Indonesian Rubber (SIR).
Standard Indonesian Rubber adalah karet alam yang diperoleh dengan pengolahan bahan olah karet yang berasal dari getah batang pohon Hevea Brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia, serta mutunya ditentukan secara spesifikasi teknis. SIR digolongkan dalam 6 jenis mutu yaitu: 1) SIR 3 CV ( Constant Viscosity ) 2) SIR 3 L ( Light ) 3) SIR 3 WF ( Whole Field ) 4) SIR 5 5) SIR 10 6) SIR 20
Syarat mutu karet yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan mengeluarkan SNI 06-19032000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR), ditunjukkan dalam Tabel 2.2. di bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia
JENIS UJI /
NO KARAKTERISTIK
JENIS MUTU SIR CV
BAHAN OLAH
PERSYARATAN SIR 3 L SIR 3 WF SIR 5
SIR 10 SIR 20
LATEKS
KOAGULUM LATEKS
1 Kadar Kotoran (b/b)
SATUAN % Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03
2 Kadar Abu (b/b)
% Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.75 Maks 1.00
3 Kadar Zat Menguap (b/b) % Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80
4 PRI
- Min 60 Min 75 Min 75 Min 70 Min 60 Min 50
5 Po
6 Nitrogen (b/b)
7 Kemantapan Visikositas/WASHT (Skala Plastisitas Wallace)
8 Viskositas Moony ML (1 + 4) 100 C
- - Min 30 Min 30 Min 30 Min 30 Min 30
% Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60
- Maks 8
-
-
-
--
- *)
-
-
-
--
9 Warna Skala Lovibond
-
- Maks 6 -
-
--
10 Pemasakan ( cure) 11 Warna Lambang
12 Warna Plastik Pembungkus Bandela
13 Warna Pita Plastik
14 Tebal Plastik Pembungkus Bandela
15 Titik Leleh Plastik Pembungkus Bandela
- **) **) **)
-
--
-
Hijau
Hijau
Hijau Hijau Berga- Coklat Merah
ris Coklat
- Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan
- Jingga Transparan Putih Susu/ Putih Susu/ Putih Susu/ Putih Susu/ Transparan Transparan Transparan Transparan
Mm 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01
o C Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108
Keterangan :
*) Tanda Pengenal Tingkatan
Batasan Viskositas Mooney :
CV — 50
45 — 55
CV — 60
55 — 65
CV — 70
65 — 75
'*) Informasi mengenai cure diberikan dalam bentuk rheogaph sebagai standard
non—mandatory. (SNI 06-1903-2000)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
2.4.1 Kadar Kotoran
Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis
Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan.
Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya kotoran kering didalam saringan
Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus :
Kadar kotoran =
x 100 % .................................(2.1)
dengan: A = bobot saringan berikut kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot