BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam - Pengaruh Ekstrak Nenas (Ananas Sativus) Sebagai Koagulan Terhadap Kualitas Lembaran Karet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karet Alam

  Karet alam adalah bahan polimer alam yang diperoleh dari Hevea brasiliensis atau Sejak pertama sekali proses vulkanisasi diperkenalkan pada tahun 1839, Guayule. karet alam telah dimanfaatkan secara meluas pada pembuatan ban, selang, sepatu, alat rumah tangga, olah raga, peralatan militer dan kesehatan.

  Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso et al., 1995). Lateks segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang sedikit berwarna, tergantung dari klon (varietas) tanaman karet.

  Lateks atau getah karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang letaknya menyebar secara melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks diperoleh dengan membuka atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman karet dikenal sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap, frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996).

  Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang merupakan polimer alam hasil penggumpalan lateks alam dan merupakam makromolekul poliisoprena (C H ) yang

  5 8 n

  bergabung secara ikatan kepala ke ekor (head to tail). Menurut Honggokusumo (1978), bahan penyusun karet alam adalah isoprena C H yang saling berikatan secara

  5

  8

  kepala ke ekor 1,4 membentuk poliisoprena (C H ) , dimana n adalah derajat

  5 8 n

  polimerisasi yang menyatakan banyaknya monomer yang berpolimerisasi membentuk polimer

  7 Karet alam mempunyai struktur molekul cis-1,4-polyisoprena. Umumnya berat

  4

  7

  molekulnya berkisar 10 -10 dan indeks distribusi berat molekul diantara 2.5 sampai 10 . Dengan kelenturan rantai molekul yang tinggi, karet alam memiliki elastisitas luar biasa, ketahanan leleh yang tinggi, dan kehilangan histerisis yang rendah. Di saat yang sama streoregulitas tinggi dari struktur molekul karet alam menyebabkan ketegangan pada daerah kristal yang berakibat pada kemampuan memperkuat diri sendiri yang ditandai dengan menjadi naiknya kemampuan tarik, ketahanan koyak (tear strength) dan ketahanan gores. Selain itu, sifat di atas membuat karet alam mudah untuk diproses. Rumus bangun molekul isoprena (2-metil-1,3-butadiena) dan cis-1,4 poliisoprena adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1

  H C C CH CH

  2

  2 CH

  3

  (a) H C H H C H

  3

  3 C = C C = C

  H C CH H C CH

  2

  2

  2

  2

  (b)

Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam. (a) 2-metil-1,3-butadiena, (b) cis-

  1,4 poliisoprena Komposisi karet alam secara umum adalah senyawa hidrokkarbon, protein, karbonhidrat, lipida, persenyaan organik lain, mineral, dan air. Besarnya persentase dari masing-masing bagian tersebut tidak sama, tergantung pada cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan. Menurut Surya (2006), komposisi karet alam sebagai berikut : Tabel. 2.1. Komposisi Karet Alam (Surya , 2006) Komponen dalam Komponen dalam

  No Komponen latex segar (%) latex kering (%)

  1 Karet Hidrokarbon 36 92-94

  2 Protein 1,4 2,5-3,5

  • 3 Karbohidrat 1,6

  4 Lipida 1,6 2,5-3,2

  5 Persenyawaan Organik Lain - 0,4

  6 Persenyawaan Anorganik 0,5 0,1-0,5

  7 Air 58,5 0,3-1,0 Menurut Triwiyoso dan siswanto (1995), lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi di dalam air dengan jumlah yang relatif kecil.

  Untuk mengetahuinya, lateks hevea di pusingkan delam alat pemusing ultra dengan kecepatan ± 18.000rpm selama 15 menit. Lateks terdiri dari empat fraksi, yaitu fraksi karet (37%), fraksi frey wyssling, fraksi serum (48%) dan fraksi dasar (15%).

  Menurut Tanaka (1998), partikel karet terdidi atas hidrokarbon yang diselimuti oleh fosfolipida dan protein dengan diameter 0,1 µ m - 1,0 µm. Partikel karet tersebar secara merata (tersuspensi) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04 -3,0 mikron atau 0,2 milyar partikel karet per mililiter lateks. Partikel karet memiliki bentuk lonjong sampai bulat. Bobot jenis lateks 0,045 pada suhu 70

  F, serum 1,02 dan karet 0,91. Perbedaan bobot jenis dapat menyebabkan terjadinya pemisahan pada permukaan lateks. Bentuk partikel karet dapat ditunjukkan pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Partikel Karet (Tanaka, 1998)

2.1.1 Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional

  Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain : (a) Sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk; (b) Sumber devisa negara dari ekspor non- migas; (c) Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan; dan (d) Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman karet pada tahun 2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64 juta ton atau 27,3% produksi karet alam dunia (9.2 juta ton), menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 2007). Pada tahun 2005, karet mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58 milyar, naik menjadi US $ 3,77 milyar pad tahun 2006, menempatkan karet sebagai komoditas penghasil devisa terbesar diantara komoditas perkebunan. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat tajam menjadi US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga karet dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind, 2007).

  Bagi perekonomian nasional, karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentral-sentral ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Karet bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan. dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, karet menyumbang devisa dari 25% hingga 40% terhadap total ekspor produk perkebunan.

Gambar 2.3 Kebun Karet Alam

  Disamping sebagai penghasil devisa ekspor, perkebunan karet sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata luas kepemilikan relatip kecil, tetapi merupakan sumber mata penghasilan bagi berjuta-juta keluarga petani karet. Pada tahun 2006, luas areal perkebunan rakyat mencapai tidak kurang dari 85%, sisanya merupakan perkebunan Negara dan Swasta. Dari total produksi, hampir 76% nya berasal dari perkebunan rakyat.

2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam

  Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ramalan ahli pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal International Rubber Study Goup, Dr. Hidde P. Smit, mennunjukkan bahwa konsumsi karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi 11,9 juta ton pada tahun 2020. Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi menjadi 11,4 juta ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga diprediksikan tetap bertahan pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada tahun 2013 diperkirakan bisa menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level harga tersebut telah dicapai pada tahun 2006 ini. Pada tahun 2020 diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap bertahan pada angka US $ 1,9 per kg. Timbulnya peningkatan konsumsi karet alam di negara-negara Asia disebabkan makin meningkatnya perkembangan industri ban dan komponen industri lainnya. Konsumsi karet alam dan karet sintetik dunia yang pada tahun 2004 baru mencapai 20,03 juta ton akan meningkat mencapai 28,67 juta ton pada tahun 2020, diantaranya 11,9 juta ton karet alam. Indonesia diharapkan dapat memasok 3,5 juta ton pada tahun 2020.

  IRSG berpendapat bahwa pada jangka panjang diperkirakan terdapat kekurangan pasok yang tidak saja disebabkan oleh permintaan dunia yang meningkat dengan cepat tetapi juga 2 diantara 3 negara penghasil karet alam yaitu Malaysia dan Thailand yang merupakan negara dengan ekonomi yang berkembang cepat, mungkin menjadi generasi baru dari Newly Industrialized Countries (NICs), sehingga kedua negara akan meninggalkan agobisnis karet. Indonesia diharapkan dapat mengisi kekurangan pasok untuk kebutuhan dunia.

2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam

  Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet digolongkan atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet silikon, Urethane, dan karet EPDM (Ethilena Propilena Di Monomer).

  Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban.

  Berdasarkan cara pengolahan dan jenis bahan baku penggumpalan, karet alam dibedakan dalam 2 golongan :

  1. Karet konvensional. Karet konvensional adalah karet yang tingkatan mutunya ditetapkan berdasarkan sifat-sifat visual, seperti warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan noda-noda lain.

  Sesuai dengan mutu, sifat visual dan cara pengepakan, karet alam terdiri dari 8 tipe (Anonim, 2012), yaitu : 1) Ribbed Smoked Sheets (RSS) 2) White and Pale Crepes 3) Estate Brown Crepes 4) Compo Crepes 5) Thin Crepes 6) Thin Blanket Crepes 7) Flat Bark Crepesa 8) Pure Smoked Blanket Crepes.

  2. Karet spesifikasi teknis. Karet spesifikasi teknis adalah karet yang diolah dalam bentuk karet remah dan jenis mutunya ditetapkan berdasarkan pengujian sifat- sifat teknis sesuai dengan rumusan “

  International Standard Organization

  “, yaitu mencakup kadar kotoran, kadar abu, kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat yang mudah menguap, kadar nitrogen, PRI dan karakteristik vulkanisasi (curing characteristics). Di Indonesia karet spesifikasi teknis ini dikenal sebagai SIR (Standars Indonesian Rubber), yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Perindusterian Republik Indonesia dan mengacu kepada perkembangan teknologi serta permintaan konsumen. Selain itu mengenal lateks kebun yang berwarna putih kekuning-kuningan, diperoleh dari pohon Hevea

  . Komponen utamanya adalah karet (36%, b/b), protein (2%, b/b), air

  brasiliensis

  (59%, b/b), damar (1%, b/b), abu (0,5%, b/b), dan gula (1,5%, b/b). Angka-angka tersebut diatas tidak tetap, tergantung pada beberapa faktor seperti jenis klon karet, keadaan tanah, keadaan cuaca, keadaan iklim, musim dan lain sebagainya. Hasil pengolahan lateks kebun secara teknis pemusingan kimiawi, dengan menambahkan bahan penggumpal asam organik seperti asam formiat dan asam asetat pada pH sekitar 4,5 menghasilkan lateks pekat dengan kadar karet kering 60 % dan mutunya memenuhi spesifikasi teknis yang mengacu kepada American Society for Testing and

  Material D 1076 (ASTM.D.1076)

  atau International Organization for Standardization

  2004 (ISO. 2004). Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat kita

  mengenal : Lateks pekat amonia rendah (Low Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimum 0,29%, lateks pekat amonia tinggi (High Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimmum 0,60%.

  Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, karet krep dan crumb rubber.

  a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.

  b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet krep (creep) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akani makin tinggi bila permukaannya makin serag, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh.

  c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisiko-kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.

2.2 Kemantapan dan penggumpalan Lateks

  Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi koagulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut : 1) Ada kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel- partikel karet. 2) Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Robert, A. D., 1988).

  Disamping kedua faktor di atas ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu : 1) Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2) Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3) Energi bebas antara permukaan yang rendah.

  Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada pernukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan bahan pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut (Ompusunggu, M dan A. Darussamid, 1989).

  Penggumpalan atau koagulasi lateks merupakan peristiwa perubahan fasa sol ke fasa gel dengan pertolongan bahan penggumpal. Kemantapan koloid lateks merupakan hal yang penting untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan kimia lateks. Menurut Honggokusumo (1978), kemantapan lateks dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu gerak Brown, muatan listrik dan dehidrasi.

  Lateks dapat menggumpal secara alami (spontaneus coagolation) apabila setelah penyadapan lateks dibiarkan. Menurut Goutara et. al (1985), peristiwa spontaneus dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet (anti Koagulan).

  coagolation

  Bahan yang sering digunakan pada lateks dalah NH . Anti koagulan tersebut

  3

  berfungsi untuk menaikkan pH lateks, sehingga dapat meningkatkan kemantapan lateks dan juga berfungsi sebagai bakterisida.

  Menurut Barney (1973), penggumpalan lateks dapat terjadi karena penurunan muatan listrik dan dehidrasi. Penggumpalan lateks dapat berlangsung dengan penambahan elektrolit, penambahan zat aktif permukaan dan pengaruh enzim. Dilain pihak, Honggokusumo (1978) menyatakan bahwa penggumpalan lateks mengikuti prinsip dehidrasi, dilakukan dengan menambahkan bahan yang menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel karet yang bersifat sebagai selaput pelindung.

  Penurunan pH dalam lateks terjadi karena terbentuknya asam-asam yang dihasilkan oleh bakteri, pelepasan serum B dari fraksi dasar yang sifatnya relatif asam atau oleh penambahan asam. Penambahan asam akan menyebabkan turunnya pH sampai pada titik isoelektrik (4,7), yang dapat menyebabkan partikel-partikel karet kehilangan muatan atau netral, sehingga tidak terdapat lagi daya tolak partikel- partikel karet yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya penggumpalan . Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel karet dengan partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi.

  Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan pengotor lateks oleh kotoran- kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan

  terjadinya prokougulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah.

  Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokougulasi. Tetapi penggunaan anti koagulasi ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biasanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993).

  Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya. Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau lipid menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan penambahan alcohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988)

  Adapun bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat (HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks harus diperhatikan hal-hal berikut : 1) JumLah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 mL CH3COOH 2,5% atau 20 mL HCOOH 2% tiap 1 liter lateks.

  2) Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.

2.3. Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet

  Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku crumb rubber sesungguhnya merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Didalam lateks, selain hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga berbagai senyawa penting antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Masuknya kontaminan ke dalam karet, akan merusak bahan-bahan alami tersebut . Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, dan kerusakan mutu lainnya. Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari vulkanisatnya.

  Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai kontaminan, karena didalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai pro- oksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya, bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera keluar dari koagulum.

  Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku crumb rubber adalah sering masuknya pasir dan tatal ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses. Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya ekstrak untuk membersihkannya.

2.4. Standart Mutu Karet Indonesia

  Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu karet, merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan SNI 06- 1903-2000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR)

  Standar ini meliputi ruang Iingkup, definisi, penggolongan, bahan olah, syarat ukuran, syarat mutu, pengbilan contoh, cara uji, pengemasan, syarat penandaan dan catatan umum Standard Indonesian Rubber (SIR).

  Standard Indonesian Rubber adalah karet alam yang diperoleh dengan pengolahan bahan olah karet yang berasal dari getah batang pohon Hevea Brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia, serta mutunya ditentukan secara spesifikasi teknis. SIR digolongkan dalam 6 jenis mutu yaitu: 1) SIR 3 CV ( Constant Viscosity ) 2) SIR 3 L ( Light ) 3) SIR 3 WF ( Whole Field ) 4) SIR 5 5) SIR 10 6) SIR 20

  Syarat mutu karet yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan mengeluarkan SNI 06-1903- 2000 tentang Standard Indonesia Rubber (SIR), ditunjukkan dalam Tabel 2.2. di bawah ini.

Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu Karet Indonesia

  PERSYARATAN JENIS MUTU SIR CV SIR 3 L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 3 WF JENIS UJI / NO

  BAHAN KARAKTERISTIK OLAH LATEKS KOAGULUM LATEKS SATUAN

Kadar Kotoran (b/b) % Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03

  1

  2 Kadar Abu (b/b) % Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.75 Maks 1.00

  3 Kadar Zat Menguap (b/b) % Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80

  4 P R I Min 60 Min 75 Min 75 Min 70 Min 60 Min 50 -

  5 Po Min 30 Min 30 Min 30 Min 30 Min 30 - -

  6 Nitrogen (b/b) % Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60

  7 Kemantapan

  • Maks 8 - Visikositas/WASHT (Skala Plastisitas Wallace)
  • 8 Viskositas Moony *) - - - - - ML (1 + 4) 100 C

  9 Warna Skala Lovibond Maks 6 - - - - - -

  10 Pemasakan ( cure) **) **) **) - - - -

  • 11 Warna Lambang Hijau Hijau Hijau Hijau Berga- Coklat Merah ris Coklat -

  12 Warna Plastik Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Pembungkus Bandela

  • 13 Warna Pita Plastik Jingga Transparan Putih Susu/ Putih Susu/ Putih Susu/ Putih Susu/ Transparan Transparan Transparan Transparan

  0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01

  14 Tebal Plastik Mm Pembungkus Bandela o

  15 Titik Leleh Plastik Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 C Pembungkus Bandela

  Keterangan :

  • ) Tanda Pengenal Tingkatan Batasan Viskositas Mooney : CV

  45 — 50 — 55 CV

  55 — 60 — 65 CV

  65 — 70 — 75 '*) Informasi mengenai cure diberikan dalam bentuk rheogaph sebagai standard non (SNI 06-1903-2000)

  —mandatory.

  2.4.1 Kadar Kotoran

  Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis

  Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan.

  Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya kotoran kering didalam saringan Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus :

  Kadar kotoran = 100 % .................................(2.1)

  x

  dengan: A = bobot saringan berikut kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot potongan uji

  2.4.2 Kadar Abu

  Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium, Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet.

  Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi.

  Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tinggkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum (Kartowardoyo, 1980).

  Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul ( heat build - up) dan ketahanan retak Ientur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet slam.

  Kadar abu dapat dihitung dengan rumus : Kadar Abu = 100 % ......................................(2.2)

  x

  dengan A = bobot cawan berikut abu B = bobot kosong C = bobot potongan uji

2.4.3. Kadar Nitrogen

  Karet alam pada umumnya memiliki kadar nitrogen yang cukup tinggi, yang besarnya berpengaruh terhadap sifat teknis karet. Menurut Alfa et al (1998), tingginya kadar nitrogen akan mempengaruhi karakteristik vulkanisasi dan sifat vulkanisat karet. Kandungan nitrogen karet alam terdapat dalam bentuk protein. Menurut Yapa dan

  Yapa (1984), hidrolisis protein dapat dilakukan dengan metode kimiawi dan metode enzimatis.

  Menurut Johnson dan Peterson (1974), cara efisien untuk menghidrolisis protein adalah dengan menggunakan enzim protease. Enzim protease atau proteolitik adalah enzim yang dapat menguraikan atau memecahkan protein. Protease termasuk dalam kelas utama enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi reaksi hidrolisis. Menurut Winarno (1989), reaksi kalalisis enzim protease adalah menghidrolisis ikatan peptida pada protein. Reaksi hidrolisisi protein dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Hidrolisa Protein (Winarno, 1989)

  Nitrogen terdapat di dalam karet terutama berasal dari protein dan dapat digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein. Walaupun banyaknya nitrogen bergantung pada jenis protein, diperkirakan kadar protein = 6,25 x kadar nitrogen, tetapi tidak dapat dianggap sebagai kadar protein yang sebenarnya. Karet Skim mengandung kadar nitrogen yang tinggi. Nitrogen ditetapkan dengan cara semimikro Kjeldahl. Karet dioksidasi dengan pemanasan oleh campuran katalis dan asam sulfat pekat, yang merubah senyawaan nitrogen menjadi ammonium hidrogensulfat. Setelah suasana dirubah menjadi basa, amonia dipisahkan dengan destilasi uap dan diikat oleh larutan standar asam borat, kemudian dititer dengan larutan standar asam sulfat .

  Kadar nitrogen dapat dihitung dengan rumus :

  • Kadar Nitrogen = 100 % ............(2.3)

  x dengan : V = mL H SO untuk titrasi larutan berisi contoh

  1

  2

  4 V = mL H SO untuk titrasi larutan blanko

  2

  2

  4 N = Normalitas H SO

  2

  4 W = bobot contoh (g)

  2.4.4. Kadar Zat Menguap

  Zat menguap di dalam karet sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah zat- zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100 C. Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan.

  Adanya zat yang mudah menguap di dalam karet, selain dapat menyebabkan bau busuk, memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu mencampurkan bahan-bahan kimia ke dalam karet pada waktu pembuatan kompon tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.

  Kadar zat menguap dapat dihitung dengan rumus : Kadar Zat Menguap = 100 % ..............................(2.4)

  

x

  dengan : A = bobot cawan berikut contoh sebelum dipanaskan B = bobot cawan berikut contoh setelah dipanaskan C = bobot potongan uji

  2.4.5. Plastisitas Retention Index

  (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat

  Plasticity Retention Index untuk mengukur ketahanan karet terhadap degadasi oleh oksidasi pada suhu tinggi.

  Oksidasi karet oleh udara (O ) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan

  2

  berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin pendek.

  Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat dari barang jadi karet yang lebih kuat.

  Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan karet. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain adalah: a). Sinar Matahari

  Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum.

  b. Pengenceran lateks dan Koagulum Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat non- karet didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.

  c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan) Kandungan ion-ion log seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga (Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah. d. Pengeringan karet Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127

  o

  C, dengan waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan. Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun.(Oppusunggu, 1998) Nilai PRI yang tinggi menunjukkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi khususnya pada suhu tinggi, sebaliknya karet dengan nilai PRI rendah akan peka terhadap oksidasi dan pada suhu tinggi cepat lunak. Faktor utama yang mempengaruhi nilai PRI adalah perimbangan prooksidan dan anti oksidan dalam karet. (Wadah, 1991)

  Pengujian ini meiiputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah pengusangan didalam oven. Nilai PRI diukur dari besarnya keliatan karet mentah yang masih tertinggal apabila sampel karet tersebut dipanaskan didalam oven selama 30 menit pada suhu 140

  o

  C. Nilai PRI adalah persentase keliatan karet sesudah dipanaskan dan ditentukan dengan alat ukur Wallace Plastimeter. Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degadasi oleh oksidasi. Besarnya nilai plasticity retention index (PRI) dapat dihitung dengan rumus :

  Plasticity Retention Index (PRI) =

  x

  100 ...............(2.5) dengan : P = Plastisitas awal

  o

  Pa (P ) = Plastisitas setelah pengusangan selama 30 menit

  30

2.4.6. Viskositas Mooney

  Viskositas Mooney karet alam (Heave Brasiliensi) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras, sebaliknya karet yang memiliki viskositas sangat rendah akan memberikan sifat karet jadi lembek dan kuat. Dalam pembuatan ban dari karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena sifat fisika ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik.

  Karet mempunyai nilai viskositas yang berbeda-beda dan nilai ini naik terus selama penyimpanan atau disebut juga dengan pengerasan selama penyimpanan. Karet yang sudah direaksikan dengan bahan kimia ini akan mempunyai nilai viskositas yang tetap dan tidak berubah lagi untuk beberapa waktu. Karet yang mempunyai viskositas konstan disebut viscosity stabilized rubber.

  Viskositas dari karat pada umumnya di uji dengan alat ' Mooney Viscometer' yang prinsip kerjanya adalah memutarkan sebuah rotor yang berbentuk silinder didalam karat tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karet tersebut kepada rotor. Besarnya torak yang dialami oleh sumbu rotor diukur oleh sebuah pegas yang berbentuk U dan dihubungkan dengan dengan mikrometer yang mempunyai skala 0

  — 100.

2.5. Tanaman Nenas

2.5.1. Ciri-ciri Tanaman Nenas

  Nanas (Ananas sativus) adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili

  ). Perawakan tumbuhannya rendah, dengan 30 atau lebih daun yang

  Bromeliaceae

  panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal (Wikipedia, 2013).

  Tanaman nanas yang berusia satu sampai dua tahun, tingginya 50- 150 cm, mempunyai tunas yang merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam roset akar, dimana bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Daun berbentuk seperti pedang, tebal dan liat, dengan panjang 80-120 cm dan lebar 2-6 cm, ujungnya lancip menyerupai duri, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Buahnya berbentuk bulat panjang, berdaging, dan berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning, rasanya asam sampai manis (Dalimartha, 2001).

  Menurut Muchtadi et al. (1994), buah nenas termasuk buah non klimaterik, yaitu buah yang dipetik saat masak dan tidak mengalami kenaikkan respirasi yang cepat selama pematangan . Tanaman nenas tumbuh dengan baik pada daerah tropis dengan

  o

  ketinggian 100 m sampai 800 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 21 C

  o

  sampai 27 C, curah hujan rata-rata 1000 mm sampai 1500 mm (Muljohardjo, 1984). Tanah yang cocok untuk pertumbuhan nenas adalah tanah berpasir yang kaya akan bahan organik dengan pH kurang dari 5,5 dan kandungan garam rendah.

  Buah yang dihasilkan dari tanaman nenas merupakan buah majemuk berbentuk slinder dengan bobot berkisar 0,5 kg sampai 3,0 kg. Panjang buah nenas berkisar antara 10 cm sampai 14 cm dengan lingkar buah antara 30 cm sampai 36 cm (Hudayah dan Hansani, 1981). Pada umumnya buah nenas memiliki daging buah yang relatif tebal, tidak berbiji dan penuh kelopak yang berdaging. Bagian-bagian buah nenas dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5. Bagian-bagian Buah Nenas (Dull, 1971)

  1. Mahkota

  5. Kulit

  2. Hati

  6. Kelopak

  3. Kelanjar madu

  7. Daun pelindung

  4. Plasenta

  8. Tangkai

  2.5.2. Klasifikasi Tanaman Nenas

  Klasifikasi tanaman nanas adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta

  Kelas : Angiospermae Ordo : Bromeliales

  Famili : Bromiliaceae Genus : Ananas

  Species : Ananas sativus (Wikipedwia Indonesia, 2010).

  2.5.3. Jenis-Jenis Nanas

  Berdasarkan habitat tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nanas, yaitu: a. Cayenne

  Daun halus, ada yang berduri dan ada yang tidak berduri, ukuran buah besar, silindris, mata buah agak datar, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan rasanya agak masam. b. Queen Daun pendek dan berduri tajam, buah berbentuk lonjong mirip kerucut sampai silindris, mata buah menonjol, berwarna kuning kemerah-merahan dan rasanya manis.

  c. Spanyol Daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar.

  d. Abacaxi Daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida.

  Varietas nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di Kepulauan India Barat, Puerto Riko, Meksiko dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia (Santoso, 2010).

2.5.4. Kandungan Gizi Buah Nanas

  Buah Nenas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah dan hati buah. Kandungan kimia buah nenas dari bagian buah yang dapat dimakan sangat bervariasi tergantung daerah pertumbuhan, kondisi sebelum panen dan kondisi sesudah panen. Menurut Samson (1980) buah nenas mengandung protein 0,4%, gula 12-15% (2/3 bagian sukrosa), asam 0,6% (terbanyak 85% asam sitrat), air 80-85%, abu 0,5%, lemak 0,1%, serat kasar dn vitamin.

  Menurut Wirakusumah (2000) kandungan gizi dalam 100 g buah nanas adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3. Kandungan Gizi Buah Nenas

  9. Vitamin A (IU) 20,00

  Sari buah nenas atau ekstrak buah nenas merupakan cairan hasil pemerasan dengan tekanan atau alat mekanis yang dikeluarkan dari bagian buah yang dapat dimakan. Cairan tersebut dapat keruh atau bening tergantung dari jenis yang digunakan.

  Pigmen yang terdapat dalam buah nenas adalah karoten dan xantofil yang keduanya berperan dalam memberikan warna buah, Kandungan pigmen karoten dalam buah nenas lebih besar dibandingkan dengan pigmen xantofil.

  Menurut Dull (1971) , asam organik utama yang terdapat dalam buah nenas adalah asam sitrat, yang merupakan asam tidak menguap yang terbanyak dalam buah nenas. Selain asam sitrat, dalam buah nenas juga terdapat asam malat dan asam oksalat. Vitamin yang bayak terdapat dalam buah nenas adalah vitamin C, yang besarnya dipengaruhi oleh tingkat kematangan , bagian daging buah dan varietas.

  13. Niacin (g) 0,20

  12. Vitamin C (mg) 20,00

  11. Vitamin B2 (mg) 0,04

  10. Vitamin B1 (mg) 0,08

  8. Besi (g) 0,20

  No. Unsur Gizi Jumlah

  7. Serat (g) 0,40

  6. Fosfor (mg) 9,00

  5. Kalsium (mg) 19,00

  4. Karbohidrat (g) 13,00

  3. Lemak ( g ) 0,20

  2. Protein ( g ) 0,40

  1. Kalori (kal) 50,00

2.5.5. Ekstrak Nenas

  Menurut Muchtadi et. al (1994), ekstrak buah adalah hasil ekstraksi (sari) dari buah segar, merupakan cairan jernih atau keruh, tidak difermentasi, mengandung gula dangan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain.

  Ekstrak nenas merupakan cairan hasil ekstraksi dari buah nenas melalui pemerasan dengan tekanan. Menurut Indrawati et. al (1983), dalam ekstrak buah nenas terdapat enzim bromelin yang dapat langsung digunakan. Bromelin merupakan enzim proteotik yang berasal dari buah nenas. Bromelin sebagai enzin proyeotik, bromelin mampu memecah molekul-molekul protein menjadi asam amino. Enzim bromelin diperoleh dari tanaman famili Bromeliaceae. Selain terdapat pada hati nenas, bromelin ditemukan pula pada daging buah, kulit buah dan daun tanaman buah, dengan jumLah yang berbeda-beda pada setiap tempat. Kandungan bromelin dalam tanaman nenas dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4.. Kandungan Bromelin dalam Tanaman Nenas

  Bagian buah JumLah ( %)

  Buah utuh masak 0,060 - 0,080 Daging buah masak 0,080 - 0,125 Kulit buah

  0,050 - 0,075 Tangkai

  0,040 - 0,060 Batang

  0,100 - 0,600 Buah utuh mentah 0,040 - 0,060 Daging buah mentah 0,050 - 0,070

  Sumber : Awang dan Razak (1978) Menurut Indrawati et. al. (1983), aktivitas enzim bromelin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah :

  1. Kematangan Buah Tingkat kematangan buah mempengaruhi aktivitas enzim bromelin. Semakin matang buah, aktivitas enzim semakin berkurang. Hal ini disebabkan pada waktu pematangan buah terjadi pembentukan senyawa tertentu, dalam hal ini enzim sebagai protein akan terpakai dalam senyawa tersebut, sehingga sebahagian struktur enzim akan rusak, akibatnya keaktifannya berkurang. Buah yang masak mempunyai pH 3,0 - 3,5 dan pada suasana asam sebahagian enzim bromelin terdenaturasi atau mengalami perubahan konformasi struktur, sehingga keaktifannya berkurang.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Nenas (Ananas Sativus) Sebagai Koagulan Terhadap Kualitas Lembaran Karet

5 51 95

Pemanfaatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai Koagulan Komersial Karet Alam Nias Utara

0 52 87

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam - Preparasi dan Karakterisasi Liquid Natural Rubber (LNR) Sebagai Kompatibiliser Untuk Meningkatkan Sifat Mekanik dan Sifat Termal Kompon Karet Alam

0 1 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman Karet Alam - Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) 2.1.1. Biologi Karet - Analisis Histologi Dan Fisiologi Latisifer Pada Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis)

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 2 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet - Penentuan Ph Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Limbah Lateks Karet Alam Berpengisi Bubuk Pelepah Pisang Sebagai Adsorben Minyak

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penambahan Alkanolamida Terhadap Karakteristik Pematangan Dan Kekerasan Vulkanisat Karet Alam Berpengisi Kaolin

0 0 11

Pemanfaatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai Koagulan Komersial Karet Alam Nias Utara

0 1 21