Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN SUMATERA (Pongo Abelii) PADA STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI HUTAN DI PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER
SKRIPSI
REZA RANGKUTI 081201053/Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi
Nama NIM Program Studi Minat

: Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Taman Nasion al Gunung Leuser.
: Reza Rangkuti : 081201053 : Kehutanan : Manajemen Hutan

Ketua

Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Anggota

Pindi Patana, S.Hut., M.Sc. NIP. 19750525 200003 1 001


Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D NIP. 19710416 200112 2 001

Mengetahui, Ketua Program Studi Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D NIP. 19710416 200112 2 001

ABSTRAK
REZA RANGKUTI. Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser. Dibawah bimbingan PINDI PATANA dan SITI LATIFAH.
Hutan berperan sebagai habitat yang merupakan salah satu dari elemen utama dalam kehidupan orangutan. Laju degradasi hutan yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan cukup berpengaruh pada pertumbuhan populasi orangutan, hal ini terlihat dari penurunan populasi orangutan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pengelolaan kawasan oleh pihak terkait juga dapat menjadi faktor penurunan populasi yang mungkin diakibatkan oleh kurangnya informasi tentang pengelolaan orangutan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai ekologi orangutan demi pengelolaan yang lebih baik di masa yang akan datang. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung aktivitas harian orangutan dan analisis vegetasi pada spot-spot hutan yang dilalui orangutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan rata-rata aktif mulai pukul 07.33 WIB dan mulai membuat sarang akhir untuk tidur rata-rata sekitar pukul 18.15 WIB dengan rata-rata lama aktivitas harian orangutan sekitar 10 jam 42 menit. Aktivitas rata-rata harian orangutan untuk proporsi durasi yaitu 15,03% untuk makan, 36,59% untuk bergerak, 44,82 % untuk istirahat, dan 3,56% untuk membuat sarang dan untuk frekuensi yaitu 24,09% untuk makan, 32,95% untuk bergerak, 37,76% untuk istirahat, dan 5,2% untuk membuat sarang. Komposisi vegetasi hutan terdiri dari 24 jenis pohon, 15 jenis tiang dan 20 jenis pancang yang secara keseluruhan teridentifikasi sekitar 88,53% tumbuhan pakan. Kawasan hutan PPOS memiliki indeks keanekaragaman jenis (Indeks Sannon Wiener) 2,717 jenis pohon, 2,235 jenis tiang, dan 2,554 jenis pancang.
Kata Kunci: Aktivitas harian, Habitat, Orangutan, Populasi, Struktur dan komposisi hutan

ABSTRACT
REZA RANGKUTI. Activity pattern of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) in the structure and composition of forest vegetation in Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Gunung Leuser National Park . Under Academic Supervision of PINDI PATANA and SITI LATIFAH.
Forest act as a habitat which is one of the main elemen in orangutan lives. Increasing rate of forest degradation in recent years considerable influence on the orangutan population growth, its looks from the orangutan population decline significantly in recent years. Area management by related parties also can be a factor of population decline may be caused by lacking information about Orangutan management. Therefore, need to be implemented this research in order to obtain additional information of orangutan’s ecology for better management in the future. The methodology which used in this research are the direct observation of daily activities orangutan’s and vegetation analysis in the forest spots that have been passed by the orangutan.
The result of this research shows that orangutan average active starting at 07.33 WIB and start to make a nest for sleep approximately at 18.15 WIB with an average length of daily activity orangutan approximately 10 hours 42 minutes. Daily activity averange of orangutan for proportion duration are 15,03% for feeding, 36,59% for moving, 44,82 % for resting, and 3,56% for nesting and for frequencies are 24,09% for feeding, 32,95% for moving, 37,76% for resting, and 5,2%% for nesting. The composition of forest vegetation consists of 24 species of trees, 15 species of poles, and 20 species of saplings which identified overall approximately 88,53% of food plants. PPOS forest area has an index of species diversity (Sannon Wiener index) 2.717 species of trees, 2,235 species of poles, and 2,554 species of saplings.
Keywords: Daily activity, Habitat, Orangutan, Population, Structure and composition of forest

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 19 November 1989 dari ayah Alm. Muhammad Rum Rangkuti dan ibu Almh. Kamaliyah Nasution. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negri No. 122401 Pematang Siantar pada tahun 1996 – 2002, kemudian dilanjutkan di MTs Pesantren Darul Arafah Deli Serdang pada tahun 2002 – 2005, lalu dilanjutkan di SMA Plus Muhammadiyah Medan pada tahun 2005 – 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di program studi Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) pada tahun 2010 di Hutan Dataran Tinggi Lau Kawar, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2012, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Sebangau (TNS) Palangkaraya, Kalimantan Tengah selama satu bulan dimulai februari 2012 sampai maret 2012.
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, penulis juga mengikuti beberapa organisasi dan komunitas seperti BKM Baitul Asyjar Kehutanan USU, Interpreter Community-Pendidikan dan Interpretasi Alam Sekitar (IC-PILAR), dan Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI) Regional Sumatera Utara.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser” di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Pindi Patana S.Hut., M.Sc. dan ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya kepada pihak PPOS, TNGL yang telah banyak membantu berjalannya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Januari 2013
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman. ABSTRAK .......................................................................................................... i

ABSTRACT........................................................................................................ ii

RIWAYAT HIDUP............................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv


DAFTAR ISI....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................................. Manfaat Penelitian ........................................................................................... Rumusan Masalah ............................................................................................

1 3 4 4

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian .................................................................... Anatomi dan Klassifikasi Orangutan Sumatera ............................................... Distribusi Orangutan ...................................................................................... Kondisi Habitat Orangutan ............................................................................ Perilaku Orangutan......................................................................................... Makanan dan Aktivitas Makan ...................................................................... Aktivitas Bergerak ......................................................................................... Aktivitas Istirahat ........................................................................................... Aktivitas Bersarang........................................................................................ Konservasi Orangutan....................................................................................

5 7 8 10 12 14 17 18 19 21

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... Alat dan Bahan Penelitian.............................................................................. Parameter Penelitian ...................................................................................... Pengumpulan Data ......................................................................................... Analisis Data ..................................................................................................

23 23 23 24 29


HASIL DAN PEMBAHASAN Orangutan Yang Menjadi Objek Penelitian ................................................... Aktivitas Orangutan ....................................................................................... Karakteristik Komposisi Jenis Dan Struktur Vegetasi................................... Makanan dan Aktivitas Makan ......................................................................

31 32 37 41

Aktivitas Bergerak ......................................................................................... Aktivitas Istirahat ........................................................................................... Sarang dan Aktivitas Membuat Sarang..........................................................

46 49 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................................................................................................... Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................

57 57
58
61

DAFTAR TABEL
No. Halaman. 1. Nama tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan orangutan di
Kecamatan Batang Serangan, Langkat ........................................................ 16 2. Tally Sheet Sebaran Aktivitas Harian Orangutan A Pada Vegetasi Hutan.. 26 3. Tally Sheet Analisis Vegetasi Tingkat Pancang .......................................... 27 4. Tally Sheet Analisis Vegetasi Tingkat Tiang Dan Pohon............................ 28 5. Karakteristik fokal orangutan yang diamati................................................. 31 6. Rincian Aktivitas Orangutan Menurut Posisi Individu Dalam Ruang......... 37 7. Indeks Nilai Penting Dan Indeks Keanekaragaman Jenis Pada Tiap
Tingkatan Vegetasi ...................................................................................... 38 8. Nama Tumbuhan Beserta Bagian Yang Dimakan Orangutan Di Wilayah

PPOS, TNGL .............................................................................................. 44 9. Pohon Sarang Yang Ditemukan Selama Pengamatan Di Wilayah PPOS,
TNGL .......................................................................................................... 52 10. Jumlah Dan Persentase Sarang Berdasarkan Posisi Sarang......................... 55

DAFTAR GAMBAR
No. Halaman. 1. Posisi Sarang Orangutan .............................................................................. 21 2. Desain Unit Contoh Analisis Vegetasi......................................................... 27 3. Histogram proporsi durasi dari masing-masing individu orangutan............ 34 4. Histogram proporsi frekuensi dari masing-masing individu orangutan....... 34

DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman. 1. Peta Lokasi Penelitian.................................................................................. 61 2. Foto Objek Orangutan Dalam Penelitian ..................................................... 62 3. Foto Aktivitas Orangutan............................................................................. 63 4. Foto Beberapa Contoh Makanan Orangutan................................................ 65 5. Diagram Profil Orangutan Untuk Proporsi Durasi ...................................... 66 6. Diagram Profil Orangutan Untuk Proporsi Frekuensi ................................. 67 7. Pola Jelajah Harian Orangutan..................................................................... 68 8. Data Aktif, Tidur, dan Lama Aktif Harian Orangutan................................ 69 9. Sebaran Temporal Aktivitas Harian Orangutan........................................... 72 10. Sebaran Frekuensi Aktivitas Harian Orangutan........................................... 75 11. Sebaran Strata Temporal Aktivitas Harian Orangutan ................................ 78 12. Sebaran Strata Frekuensi Aktivitas Harian Orangutan ................................ 81 13. Contoh Perhitungan Pada Strata .................................................................. 84 14. Analisis Vegetasi Kualitatif dan Kuantitaif ................................................. 85

ABSTRAK
REZA RANGKUTI. Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser. Dibawah bimbingan PINDI PATANA dan SITI LATIFAH.
Hutan berperan sebagai habitat yang merupakan salah satu dari elemen utama dalam kehidupan orangutan. Laju degradasi hutan yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan cukup berpengaruh pada pertumbuhan populasi orangutan, hal ini terlihat dari penurunan populasi orangutan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pengelolaan kawasan oleh pihak terkait juga dapat menjadi faktor penurunan populasi yang mungkin diakibatkan oleh kurangnya informasi tentang pengelolaan orangutan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai ekologi orangutan demi pengelolaan yang lebih baik di masa yang akan datang. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung aktivitas harian orangutan dan analisis vegetasi pada spot-spot hutan yang dilalui orangutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan rata-rata aktif mulai pukul 07.33 WIB dan mulai membuat sarang akhir untuk tidur rata-rata sekitar pukul 18.15 WIB dengan rata-rata lama aktivitas harian orangutan sekitar 10 jam 42 menit. Aktivitas rata-rata harian orangutan untuk proporsi durasi yaitu 15,03% untuk makan, 36,59% untuk bergerak, 44,82 % untuk istirahat, dan 3,56% untuk membuat sarang dan untuk frekuensi yaitu 24,09% untuk makan, 32,95% untuk bergerak, 37,76% untuk istirahat, dan 5,2% untuk membuat sarang. Komposisi vegetasi hutan terdiri dari 24 jenis pohon, 15 jenis tiang dan 20 jenis pancang yang secara keseluruhan teridentifikasi sekitar 88,53% tumbuhan pakan. Kawasan hutan PPOS memiliki indeks keanekaragaman jenis (Indeks Sannon Wiener) 2,717 jenis pohon, 2,235 jenis tiang, dan 2,554 jenis pancang.
Kata Kunci: Aktivitas harian, Habitat, Orangutan, Populasi, Struktur dan komposisi hutan

ABSTRACT
REZA RANGKUTI. Activity pattern of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) in the structure and composition of forest vegetation in Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Gunung Leuser National Park . Under Academic Supervision of PINDI PATANA and SITI LATIFAH.
Forest act as a habitat which is one of the main elemen in orangutan lives. Increasing rate of forest degradation in recent years considerable influence on the orangutan population growth, its looks from the orangutan population decline significantly in recent years. Area management by related parties also can be a factor of population decline may be caused by lacking information about Orangutan management. Therefore, need to be implemented this research in order to obtain additional information of orangutan’s ecology for better management in the future. The methodology which used in this research are the direct observation of daily activities orangutan’s and vegetation analysis in the forest spots that have been passed by the orangutan.
The result of this research shows that orangutan average active starting at 07.33 WIB and start to make a nest for sleep approximately at 18.15 WIB with an average length of daily activity orangutan approximately 10 hours 42 minutes. Daily activity averange of orangutan for proportion duration are 15,03% for feeding, 36,59% for moving, 44,82 % for resting, and 3,56% for nesting and for frequencies are 24,09% for feeding, 32,95% for moving, 37,76% for resting, and 5,2%% for nesting. The composition of forest vegetation consists of 24 species of trees, 15 species of poles, and 20 species of saplings which identified overall approximately 88,53% of food plants. PPOS forest area has an index of species diversity (Sannon Wiener index) 2.717 species of trees, 2,235 species of poles, and 2,554 species of saplings.
Keywords: Daily activity, Habitat, Orangutan, Population, Structure and composition of forest


PENDAHULUAN
Latar Belakang Hutan merupakan komponen terpenting bagi kehidupan satwa liar. Secara
umum, untuk mendukung kehidupan satwa liar diperlukan satu kawasan yang dapat menjamin kehidupan dari satwa liar tersebut. Kualitas dan kuantitas habitat dalam hal ini adalah struktur dan komposisi hutan, sangat menentukan prospek pemanfaatan dan kelestarian satwa liar. Banyak kegagalan dalam pengelolaan satwa liar, disebabkan karena kurang perhatian untuk memperbaiki keadaan habitat.
Hutan berfungsi bukan hanya sebagai sumber kehidupan bagi manusia, tetapi juga bagi satwa liar. Hutan telah berperan secara ekologi sebagai sumber air dan hidrologi, penyimpan sumberdaya alam lainnya, pengatur kesuburan tanah dan iklim, serta cadangan karbon yang mampu menyediakan kebutuhan manusia. Begitu pula, beragam jenis satwaliar telah memanfaatkan hutan sebagai habitat untuk mencari makan, berkembangbiak, dan kehidupan sosial lainnya. Dengan demikan, terjadinya kerusakan hutan tidak saja mengancam kehidupan manusia, lebih jauh lagi akan mengakibatkan punahnya beragam jenis satwaliar yang kerugiannya sulit untuk dinilai secara nominal (Kuswanda dan Sukmana, 2009).
Hubungan antara satwa liar dan tumbuh-tumbuhan bersifat dua arah. Sebagian besar satwa liar tergantung pada hutan terutama untuk memenuhi kebutuhan makanan dan tempat berlindung. Siklus hidup tumbuhan hutan juga banyak yang bergantung pada satwa liar. Beberapa satwa liar mempunyai peranan dalam penyerbukan bunga, penyebaran dan perkecambahan, dan proses-proses

lainnya. Banyak biji-biji yang tidak bisa berkecambah kalau tidak dibawa dan dijatuhkan pada tempat-tempat yang cocok ataupun melalui saluran usus satwa liar. Nampak bahwa flora dan fauna hutan telah berkembang menjadi suatu dinamis yang sangat rumit. Saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi (Alikodra, 1990).
Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) adalah salah satu jenis kera besar di dunia yang tempat hidupnya hanya di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatera. Jenis fauna ini sudah dikategorikan terancam punah dan dilindungi oleh perundangan nasional maupun konvensi global. Orangutan Sumatera telah didaftar dalam IUCN Red List of of Threatened Species (IUCN, 2004) sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global (Critically Endangered). Di Pulau Sumatera dalam kurun waktu 25 tahun populasinya menurun hingga 80%. Orangutan mempunyai nilai konservasi yang tinggi, karena berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan alam. Orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, orangutan dapat dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan tropis (Perbatakusuma et al., 2007).
Komponen habitat yang dalam penelitian ini di fokuskan pada struktur dan komposisi hutan. Komponen yang sesuai dengan suatu jenis belum tentu sesuai dengan jenis lainnya, karena setiap jenis satwa liar menghendaki jenis habitat yang berbeda-beda, misalnya saja dari segi ketersediaan makanan. Maka dari itu penelitian ini ditujukan pada suatu kawasan yang memfokuskan pada pengelolaan satu jenis satwa liar saja. Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dirasa cukup layak untuk dijadikan lokasi penelitian dikarenakan penurunan populasi Orangutan Sumatera dalam beberapa tahun belakangan ini, karena penelitian ini dirasa cukup berpengaruh pada kemampuan satwa liar khususnya orangutan yang selalu menggunakan pepohonan sebagai tempat untuk hidup mencari makan dan tempat berlindung serta beraktivitas lainnya.
Penelitian ini dilakukan karena kita perlu mengetahui bagaimana pola perilaku orangutan sumatera pada struktur serta komposisi vegetasi hutan. Bagaimana cara orangutan berpindah dari satu pohon ke pohon lain, pohon apa saja yang sering disinggahi orangutan untuk melakukan aktivitasnya, menggambarkan hubungan orangutan dengan vegetasi hutan sangat kuat karena orangutan merupakan satwa yang hampir menghabiskan semua waktunya dengan hidup diatas pohon. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian ini untuk melihat pola aktivitas orangutan pada vegetasi hutan serta hubungan struktur dan komposisi vegetasi hutan terhadap aktivitas tersebut, karena vegetasi hutan merupakan salah satu elemen penting bagi kehidupan orangutan.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola aktivitas
orangutan sumatera pada struktur dan komposisi vegetasi hutan di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) Taman Nasional Gunung Leuser.

Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan
konservasi terutama dalam upaya konservasi Orangutan Sumatera Di Taman Nasional Gunung Leuser. 2. Diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam bidang ilmu konservasi sumber daya hutan, khususnya mengenai orangutan sumatera.
Rumusan Masalah 1. Terjadi penurunan populasi Orangutan Sumatera secara terus menerus dalam
beberapa tahun terakhir di Taman Nasional Gunung Leuser. 2. Komposisi dan struktur vegetasi hutan merupakan elemen penting dalam

menunjang kehidupan orangutan sumatera harus diperhatikan secara berkesinambungan dan terus dipantau perkembangannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) terletak di Provinsi Sumatera
Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Area seluas 1.094.692 hektar (ha) ini ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai taman nasional pada tahun 1980. Nama TNGL diambil dari Gunung Leuser yang membentang di kawasan tersebut dengan ketinggian mencapai 3.404 meter (m) diatas permukaan laut (dpl). Bersama dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Taman Nasional Kerinci Seblat, TNGL ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2004 sebagai situs warisan dunia, Tropical Rainforest Heritage of Sumatra pada tahun 2004. Sebelumnya, TNGL juga telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1981, dan ASEAN Heritage Park pada tahun 1984. TNGL berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang luasnya mencapai 2,6 juta ha dan dianggap sebagai rumah terakhir bagi Orangutan sumatera yang sangat terancam punah. KEL merupakan habitat yang kompleks dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, namun sekaligus rentan. Selain orangutan, terdapat juga sejumlah spesies hewan dan tumbuhan khas TNGL (YOSL-OIC, 2009).
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan habitat dari sejumlah besar spesies fauna mulai dari mamalia, burung, reptil, ampibi, ikan, dan invertebrata. Kawasan ini memiliki daftar spesies burung yang panjang, yakni dari 380 spesies burung yang ada (65% dari total jumlah spesies burung di seluruh Pulau Sumatera), 350 di antaranya tinggal di kawasan ini. Kawasan TNGL juga memiliki 36 dari 50 jenis burung endemik di Sundaland. Hampir 65% atau 129

spesies mamalia dari total 205 spesies (mamalia besar dan kecil) di Sumatera tercatat tinggal di taman nasional ini. TNGL juga merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi, seperti orangutan Sumatera (Pongo abelii), harimau Sumateran (Panthera tigris), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), siamang (Hylobathes lar), kedih (Presbytis thomasi), serta kambing hutan (Capricornis sumatrensis), rangkong (Buceros bicornis), rusa sambar (Cervus unicolor), kucing hutan (Prionailurus bengalensis sumatrana) dan lain-lain. Kawasan TNGL mencakup areal seluas 1.094.962 ha yang menempati dua wilayah propinsi, yakni Propinsi NAD dan Propinsi Sumatera Utara. Kawasan seluas itu, setara dengan lapangan sepakbola sebanyak 1.100 buah karena 1 lapangan sepakbola sama dengan 1 ha (Onrizal, 2010).
Nama taman nasional tersebut diambil dari nama Gunung Leuser yang terdapat dalam kawasan tersebut dengan puncak tertingginya pada ketinggian 3.404 m. Sejarah perlindungan kawasan ini diawali dengan usulan dari tokohtokoh Aceh sejak tahun 1912. Para tokoh itu meminta kepada pemerintah kolonial untuk melindungi kawasan hutan di Singkil dan Lembah Alas, dan tidak mengijinkan penebangan hutan di sana. Pada tahun 1928, penanam karet Belanda, yaitu dr. F.C. van Heurn menyiapkan proposal yang pertama. Di tahun 1934, suaka alam di Gunung Leuser ditetapkan dengan luas 416.500 Ha. Tahun 1936, lahan basah Kluet (20.000 Ha), dimasukkan sebagai tambahan suaka, dan dua tahun kemudian, Suaka di Sekundur (79.100 Ha), Langkat Barat and Langkat Selatan (127.075 Ha) ditetapkan. Pada tahun 1980, dideklarasikan 5 taman nasional pertama di Indonesia, yaitu Leuser, Ujung Kulon, Gunung Gede

Pangrango, Baluran, dan Komodo. Menurut SK.Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-II/91 tahun 1997 luas TNGL adalah 1.094.962 Ha (Onrizal, 2010).
Sejak 1972 hingga 2001, Bukit Lawang merupakan tempat rehabilitasi orangutan. Dalam kurun waktu ini, 229 orangutan bekas peliharaan yang disita dari perdagangan satwa sudah direhabilitasi di lokasi ini. Bukit Lawang hingga kini diakui sebagai pintu gerbang terbaik untuk menikmati keindahan TNGL yang mempesona. Walaupun bukan lagi sebagai tempat rehabilitasi dan pelepasliaran orangutan, hutan di sekitar kawasan Bukit Lawang masih menyisakan peluang untuk mengamati orangutan dan juga spesies flora dan fauna lainnya (YOSL-OIC, 2009).
Anatomi dan Klassifikasi Orangutan Sumatera Orangutan sumatera merupakan species orangutan terlangka. Hidup
endemik di pulau Sumatera, ukurannya lebih kecil dari orangutan kalimantan. Memiliki tinggi sekitar 4,6 kaki dan berat 200 pon. Betina lebih kecil, dengan tinggi 3 kaki dan berat 100 pon (Trihangga et al., 2011).
Orangutan sumatera (Pongo abelii) memiliki penampilan rambut yang lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang (Supriatna dan Edy), dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya (Meijaard et al., 2001). Pada bagian wajah orangutan sumatera terkadang memiliki rambut putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut orangutan kalimantan yang kasar dan jarang-jarang (Galdikas, 1978).

Pada orangutan jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi

mengeluarkan seruan panjang (longcall). Seruan panjang adalah suara orangutan


yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak jauh yang berfungsi merangsang

perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting

dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan kalimantan terdengar

hingga sejauh lebih 2 km serta terdengar memukau dan menakutkan

(Galdikas, 1978).

Menurut Jones et al. (2004), klassifikasi orangutan sumatera adalah

sebagai berikut :

Kingdom

: Animalia

Filum


: Chordata

Kelas

: Mamalia

Bangsa

: Primata

Anak Bangsa

: Anthropoidea

Famili

: Hominoidea

Subfamili


: Pongidae

Genus

: Pongo

Species

: Pongo abelii

Distribusi Orangutan Orangutan hidup pada hutan tropis dataran rendah, rawa-rawa, dan
terkadang ditemukan pada hutan perbukitan yang mencapai ketinggian 1500 m dpl. Orangutan sumatera memiliki persebaran yang terbatas, hanya dapat dijumpai di Sumatera bagian utara sampai Aceh, dan hasil survei terbaru diperkirakan dad di Sumatera Utara dan Riau bagian utara (Supriatna dan Edy, 2000). Orangutan

hidup di dataran rendah dengan kepadatan populasi antara ketinggian 200-400 m dpl, dan di daerah Sumatera, orangutan dapat ditemukan di ketinggian lebih dari 1500 m dpl. Habitat yang optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran tinggi kering yang berdekatan (Meijaard et al., 2001).
Distribusi orangutan lebih ditentukan oleh faktor ketersediaan makanan yang disukai daripada faktor iklim. Orangurtan termasuk satwa fugivora (pemakan buah), walaupun primata itu juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga, dan memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1.000 species tumbuhan, jamur, dan hewan kecil yang menjadi pakan orangutan (Grundman et al., 2009).
Menurut Singleton (2000), kepadatan orangutan di Sumatera dan Kalimantan bervariasi sesuai dengan ketersediaan pakan. Densitas paling tinggi terdapat pada daerah dataran banjir (food-plain) dan hutan rawa gambut. Di Borneo terdapat 4 lokasi yang memiliki densitas rata-rata 0,5-2,9 individu per km2. Sementara itu di Sumateraterdapat 3 lokasi dengan densitas rata-rata 1,4-6,2 individu per km2. Daerah alluvial merupakan daerah dengan densitas tertinggi kedua, dengan 6 lokasi di Borneo yang memiliki densitas rata-rata densitas 0,8-2,3 individu per km2, dengan lokasi di Sumatera dengan densitas 1,4-3,9 individu per km2. Di hutan perbukitan orangutan ditemukan dalam densitas yang jauh lebih rendah dibandingkan kedua tipe hutan yang lelah disebutkan sebelumnya (Banjarnahor, 2011).

Kondisi Habitat Orangutan Hutan tropis merupakan habitat dari orangutan yang kelestariannya harus
tetap terjaga. Menurut Daniel et al. (1995) hutan tropis adalah bentuk yang paling tinggi perkembangannya dan paling kompleks dengan daun lebar yang selau hijau dengan proporsi dan kepadatan yang tinggi, kelembaban selalu tinggi, dan dengan curah hujan tahunan tersebar merata dan paling sedikit mencapai 1800-2000 mm (Andriaty, 2008).
Menurut Kuswanda (2011), kriteria habitat yang sesuai dengan reintroduksi orangutan, yaitu diantaranya: 1. Prioritas kawasan merupakan hutan negara. 2. Lokasi habitat merupakan habitat baru bagi orangutan. 3. Penutupan Lahan masih berupa hutan primer

Kualitas hutan sangat berpengaruh terhadap daya reproduksi orangutan (Population and Habitat Viability Assessment, 2004). Selain itu akan mempercepat adaptasi serta meningkatkan daya reproduksi. 4. Luasan habitat yang cukup ideal Pada kondisi habitat yang ideal, satu individu orangutan diperkirakan membutuhkan luasan 100 hektar atau 1 km2. Pada habitat alaminya, orangutan dapat hidup dengan normal antara 5-6 individu dalam luasan1 km2, seperti di Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser yang mencapai kepadatan 5,5 ekor/km2 (Meijaard, et al., 2001). 5. Kerapatan Vegetasi Tinggi Kerapatan vegetasi pada habitat untuk re-introduksi diharapkan mencapai 400550 pohon/Ha. Indeks keragaman jenis pada setiap tingkat pertumbuhan

(semai, pancang, tiang, pohon) berada pada selang 2,5 < H maks < sehingga msih tergolong habitat yang tidak terkendala/stabil. 6. Persentase pohon sumber pakan orangutan Habitat yang akan dipilih sebaiknya habitat yang paling sedikitnya antara 6080% jenis pohonnya (diameter pohon > 10 cm) teridentifikasi sebagai sumber pakan orangutan. 7. Sebaran pohon sarang yang cukup Lokasi pelepasliaran orangutan sebaiknya telah teridenfikasi paling sedikit 3040% dari seluruh jumlah pohon dalam kawasan. 8. Menyediakan tumbuhan obat bagi orangutan Habitat sebaiknya teridentifikasi paling sedikit 30-40% dari jenis tumbuhan sumber pakan berfungsi sebagai tanaman obat bagi orangutan.
Orangutan sumatera hidup di hutan hujan tropis yang termasuk di antara ekosistem terkaya di bumi dalam bidang keanekaragaman hayati serta digambarkan sebagai kekayaan yang tak tertandingi dari aspek flora dan fauna jika dibandingkan dengan ekosistem darat lainnya (Gaston 2009). Sumatera menduduki peringkat sangat tinggi dan seluruh daerah sebaran geografis orangutan sumatera merupakan salah satu dari tiga hotspot keanekaragaman hayati utama dunia. Hotspot ini merupakan waduk tumbuhan dan hewan paling kaya serta paling terancam di bumi. Hotspot istimewa ini disebut Sundaland yang mencakup pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa, serta Semenanjung Malaysia (Myers et al. 2000). Hutan yang mendukung orangutan sumatera juga merupakan tempat bagi spesies tumbuhan dan satwa lainnya, termasuk beberapa spesies megafauna yang paling banyak dijadikan simbol di dunia, harimau sumatera

(Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) (Wich et al., 2011)
Pemilihan preferensi habitat dan pohon sarang dipengaruhi oleh ketersediaan pakan sehingga dalam melaksanakan survei sarang informasi mengenai faktor-faktor ekologi terutama pakan menjadi pertimbangan untuk menghindari bias dalam estimasi populasi orangutan. Ketersediaan pakan merupakan faktor ekologi terpenting dalam manajemen populasi orangutan, kegiatan pemantauan ketersediaan pakan alami, dan perbaikan habitat melalui pemeliharaan regenerasi tumbuhan pakan alami dapat menjamin kelestarian orangutan pada habitatnya (Santosa dan Rahman, 2012).
Daya dukung wilayah untuk suatu spesies yang membutuhkan air minum dapat dibatasi oleh distribusi titik air. Setiap sumber air tunggal, terlepas dari jumlah air saat itu, akan mendukung hanya sejumlah terbatas dari hewan. Keterbatasan sebenarnya akan sering dikarenakan oleh pasokan makanan di dalam daerah dekat air. Untuk meningkatkan daya dukung pada suatu daerah, penambahan titik air agar lebih dapat dikembangkan, sehingga membuat sumber makanan lain yang tersedia dapat dimanfaatkan (Dasmann,1981).
Perilaku Orangutan Bumi ini dihuni oleh berjuta jenis hewan yang berbeda dan setiap jenis
memiliki perbedaan sendiri. Demikian juga dengan prilaku, hewan memiliki prilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis, dan sedikit pola perilaku yang dimiliki oleh semua jenis. Ketika semua jenis hewan memerlukan reproduksi, makan dan juga mencoba untuk tidak menjadi santapan oleh makhluk apapun, semua jenis hewan memiliki beberapa tipe prilaku reproduksi, perilaku mencari

makan, dan prilaku bertahan. Untuk sekian lama, seleksi alam juga memungkinkan jenis hewan tertentu memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan perilaku, termasuk perilaku berkomunikasi, perilaku penguasaan wilayah, perilaku penyebaran dan perilaku sosial (Sukarsono, 2009).
Perilaku orangutan diantaranya adalah aktivitas makan, istirahat, bergerak, sosial, dan membuat sarang. Hasil penelitian terhadap tiga individu orangutan, yaitu jantan dewasa, betina dewasa, dan betina remaja menyimpulkan bahwa ratarata durasi aktivitas orangutan di cagar alam dolok Sibual-buali adalah 28,47% untuk makan, 29,54% untuk bergerak, 12,55% untuk istirahat, 26,89% untuk sosial, dan 2,50% untuk membuat sarang. Adapun total fkekuensi hariannya adalah 70 kali pada jantan dewasa, 86 kali pada betina dewasa, dan 74 kali pada jantan remaja. Pada pagi hari alokasi penggunaan waktu orangutan sebesar 34,31% untuk makan, aktivitas bergerak 31,39%, sosial 23,61%, dan istirahat 10,69%. Pada periode siang hari durasi aktivitas orangutan lebih banyak digunakan untuk aktivitas sosial yaitu sebesar 42,36% yang salah satunya adalah tidur. Untuk periode sore harinya aktivitas bergerak mempunyai alokasi waktu yang paling banyak yaitu 34,04% menit dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Frekuensi aktivitas harian orangutan pada periode pagi hari yang paling banyak adalah jantan dewasa sebanyak 27 kali, siang hari jantan remaja sebanyak 25 kali, dan sore hari betina dewasa sebanyak 25 kali (Kuswanda dan Sugiarti, 2005a)
Orangutan rata-rata aktif mulai pukul 06.25 (05.27 s/d 07.27), dan mulai tidur pukul 18.21 (16.03 s/d 19.08). Rata-rata lama perilaku harian Orangutan 11 jam 57 menit. Hal ini mirip dengan Orangutan liar yang ditemukan Galdikas (1978) di Tanjung Puting dan Rodman (1988) di Mentoko Kutai. Orangutan

menggunakan 84%-92% perilaku hariannya untuk melakukan perilaku pergerakan, perilaku istirahat dan perilaku makan. Perilaku makan yang tinggi sepanjang hari, dan agak menurun pada siang hari karena meningkatnya perilaku istirahat (Kuncoro, 2004).
Makanan dan Aktivitas Makan Salah satu komponen habitat yang penting dan dikategorikan sebagai
faktor pembatas (limiting factor) karena berpengaruh terhadap kesejahteraan, pertumbuhan serta perkembangan populasi satwa adalah makanan. Hal ini dapat dipahami karena makanan merupakan sumber energi yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, memperbaiki dan mengganti bagian organ tubuh yang rusak, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta untuk perkembang-biakan (reproduksi) satwa. Dengan demikian ketersediaan makanan di suatu habitat baik dalam jumlah maupun mutu yang cukup, akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan dan pertumbuhan populasi satwa (Masy’ud et al., 2008).
Orangutan lebih banyak memakan buah daripada umbut dan daun. Terdapat 95 spesies tumbuhan dan satu spesies rayap Dicus piditermes yang dimakan Orangutan di Pegunungan Meratus. Pernah terlihat orangutan menggunakan ranting sebagai alat untuk mengambil rayap dari dalam sarangnya. Beberapa buah yang dimakan Orangutan antara lain buah bandang (Borassodendron bomeensis), mata pelanduk (Baccaurea stipulata), terap (Arthocarpus anisophyllus), kapul (Baccaurea macrocapd), banitan (Polyalthia sumatrand), kempas (Kompassia spp.), Monocarpia euneura, Diospyros sp. Orangutan juga memakan bunga lae (Durio aaitifolius), umbut rotan (Calamus

spp., Daemonorops spp., Korthalsia spp.), umbut Zingiberaceae (Alpina sp., Globa sp.) daun Girroniera nervosa dan Xantophylum affine, serta kulit kayu dari pohon Macaranga spp. (Kuncoro, 2004).
Pada habitat alaminya, orangutan merupakan stwa liar tipe pengumpul atau pencari makan yang oportunis (memakan apa saja yang dapat diperolehnya). Menurut Kuswanda dan Bismark (2007), teridentifikasi sebanyak 36 jenis tumbuhan merupakan sumber makanan orangutan di cagar alam Dolok Sibualbuali seperti asam hing (Ficus racemosa Linn.), durian hutan (Durio zibethinus Murr.), dan hoteng (Quercus gemeliflora Blume). Persentase tertinggi bagian tumbuhan yang dimakan orangutan adalah buah (55%), kemudian daun dan pucuk (14%), umbut (6%), dan kombinasinya (kuswanda dan Sugiarti, 2005).
Aktivitas makan merupakan aktivitas dengan persentase tertinggi yang dilakukan orangutan liar. Pada penelitian yang dilakukan di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur orangutan melakukan aktivitas makan sebesar 45,9%, bergerak sebesar 12,1%, dan 41,9% untuk aktivitas istirahat (Ramadhan 2008). Di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai diperoleh persentase aktivitas makan sebesar 46%, aktivitas istirahat sebesar 43%, dan aktivitas bergerak sebesar 10% (Krisdijantoro 2007). Di Tanjung Puting, orangutan menghabiskan 60,1% waktu hariannya untuk makan, 20,5% untuk bergerak, dan 19,3% untuk istirahat (Galdikas 1984). Pola makan sangat berpengaruh terhadap kondisi biologis dan aktivitas hidup hewan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi organisasi sosialnya (Meijaard et al. 2001). Menurut Maple (1980), orangutan yang hidup di penangkaran memiliki waktu aktif yang berkorelasi positif dengan waktu pemberian pakan. Pada kondisi alami, orangutan lebih banyak mengonsumsi buah

dibandingkan jenis pakan lainnya. Saat ketersediaan buah menurun, orangutan

juga mengonsumsi berbagai pakan lain yang dapat ditemui. Pakan lain yang

dikonsumsi orangutan adalah daun, pucuk, bunga, epifit, liana, kulit kayu

(Galdikas 1984; Sinaga 1992), dan tanah (Meijaard et al. 2001). Menurut (Utami

& van Hooff 1997) pada beberapa kasus, orangutan juga mengonsumsi kukang

(Nycticebus coucang) (Zuhra et al., 2009).

Menurut Adriaty (2008), berikut data pemanfaatan tumbuhan pakan serta

bagian-bagiannya:

Tabel 1. Nama tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan orangutan di

Kecamatan Batang Serangan, Langkat.

No. Nama tumbuhan

Nama latin

Bagian yang dimakan

1. Alban

Vitex pubescens

Fr, Sd, L, Bk

2. Aren

Arenga pinatta

Fr, Fl, L

3. Beringin

Ficus sp.

Fr, L, Bk

4. Bobi

Arthocarpus sp.

Fr, L, Bk

5. Cempedak

Arthocarpus champeden

Fr, L, Bk

6. Durian

Durio zibethinus

Fr, Fl, L, Bk

7. Ganjagat

Semicarpus sp.

Fr

8. Gondang

Ficus sp.

Fr, Sd, L, Bk

9. Jengkol

Phitellocebium lobatum

Fr, L, Bk

10. Jering

Phitellocebium jiringa

Fr

11. Karet

Hevea brasiliensis

Sd, Fl, L, Bk

12. Kayu Minyak

Arthocarpus sp.

Fr, Fl

13. Kedondong Hutan Termelia copelandii

Fr

14. Ketepul

Arthocarpus rigidus

Fr, L, Bk

15. Luingan

Ficus sp.

Fr, L, Bk

16. Malucabang

Trema sp.

Fr, Sd, Bk

17. Marak

Macaranga sp.

Fr, Sd, Bk

18. Meranti

Shorea sp.

Fr, Bk

19. Pandan

Pandanus sp.

Fr, L

20. Petai

Parkira speciosa

Fr, Fl

21. Sisik Naga

Drymoglossum piloselloides Fr, L

22. Tanduk Rusa

Platycerium bifurcatum

L, Rt

23. Terempis

Payena sp.

Bk

24. Terep

Arthocarpus sp.

Fr, L, Bk

Keterangan: Fr (Fruit) = Buah, L (Leave) = Daun, Fl (Flower) = Bunga, Bk (Bark) =

Kulit Kayu, Sd (Seed) = biji, Rt (Root) = Akar.

Aktivitas Bergerak Orangutan merupakan hewan arboreal (hidup di pohon) dan diurnal (aktif
di siang hari) yang bersifat semi soliter, artinya orangutan jantan dewasa berkeliaran sendirian sepanjang hari, sedangkan betina yang sudah dewasa diiringi anaknya. Tingkah laku bergerak berlangsung apabila orangutan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu pohon ke pohon lain. Bergerak pindah didefinisikan sebagai perpindahan diantar sumber-sumber makanan atau diantara tempat-tempat istirahat. Walaupun demikian beberapa peneliti lebih cenderung mengatakan bergerak berpindah hanya dalam penjelajahan (Galdikas, 1984). Menurut Napier dan Napier (1985) dalam Margianto (2000), bergerak berpindah dapat berlangsung juga pada aktivitas lain yang memungkinkan terjadinya perpindahan tempat. Menurut Sugardjito (1988) dalam Lubis (1995), bergerak berpindah sebagian besar dilakukan dalam mencari atau memperoleh sumber pakan (Melvitri, 2004).
Pola jelajah pada dasarnya kecenderungan orangutan dalam menggunakan ruang pengembaraannya sehari-hari, mulai bangun tidur di pagi hari, menuju tempat sumber makanan dan tempat istirahat kemudian menuju pohon tempat tidur, dimana letaknya bisa berimpit dengan tempat tidur sebelumnya maupun sebaliknya. Menurut Djojosudharmo (1978) pergerakan orangutan dalam hutan sangat lambat dan malas adapun faktor-faktor yang menyebabkan lambannya pergerakan mereka ialah karena berat badannya yang cukup besar dan pohonpohon di dalam hutan yang sangat bervariasi tinggi maupun letaknya, hingga harus berhati-hati dalam pergerakannya (Krisdijantoro, 2007).

Orangutan jantan melakukan lebih banyak perilaku pergerakan, perilaku istirahat dan perilaku makan daripada orangutan betina. Sedangkan orangutan betina lebih banyak melakukan perilaku sosial daripada orangutan jantan, hal ini juga terjadi pada orangutan liar di Tanjung Puting (Galdikas, 1978). Kemungkinan hal ini terjadi karena orangutan jantan perilaku makannya lebih banyak, sehingga perlu perilaku pergerakan banyak dan akibatnya perilaku sosialnya kurang. Menurut Rijksen (1978) bahwa perilaku pergerakan pada orangutan yang berhubungan dengan perilaku makannya kemungkinan besar memang dipengaruhi jenis kelamin. Sedangkan Rodman dan Mitani (1987) mengatakan bahwa ada hubungan antara ukuran tubuh antara orangutan jantan dengan orangutan betina terhadap perilaku pergerakan dan perilaku makannya. Orangutan rehabilitan lebih sering menggunakan permukaan tanah sebagai tempat aktivitasnya, sedangkan pada orangutan liar hanya berada di permukaan tanah apabila akan menyeberangi fragmen-fragmen hutan yang gundul (Rijksen, 1978). Menurut Rijksen (1978), orangutan rehabilitan menggunakan kanopi pohon apabila merasa takut. Sebagian besar waktu orangutan berada dipermukaan tanah, dan baru memanjat pohon untuk makan atau bertemu satwa lain seperti babi, rusa, beruang, kijang dan orangutan lain yang lebih dominan. Fungsi lain kehidupan arboreal pada orangutan berhubungan dengan ketersediaan pakan yang sesuai, saat musim buah, orangutan banyak beraktivitas pada kanopi tengah dan atas (Kuncoro, 2004).
Aktivitas Istirahat Aktivitas istirahat berlangsung pada waktu orangutan relatif tidak
bergerak, misalnya : duduk, berdiri, tidur pada cabang pohon atau dalam sarang

pada siang hari (Galdikas, 1984). Hampir 30% dari seluruh aktivitas yang dilakukan sehari merupakan aktivitas istirahat bagi orangutan. Mackinnon (1973) menyatakan meningkatnya suhu dan kelembaban pada siang hari membuat orangutan menjadi kurang aktif dan biasanya beristirahat cukup lama dengan membuat sarang (Melvitri, 2004).
Istirahat merupakan kegiatan yang meliputi seluruh waktu yang digunakan individu orangutan dengan relatif tidak melakukan kegiatan dalam periode waktu tertentu, baik di dalam maupun di luar sarang. Di alam sendiri orangutan menghabiskan waktu beristirahat lebih banyak dikarenakan beberapa faktor seperti ketersediaan makanan (Zendrato, 2009). Apabila musim buah orangutan akan semakin mudah mendapatkan makanan, sehinnga waktu jelajah akan semakin sedikit (Banjarnahor, 2011).
Aktivitas Bersarang Sebagian hidup orangutan dihabiskan di atas pohon, baik itu dalam hal
mencari makanan maupun istirahat. (MacKinnon 1971 dalam Galdikas, 1984), menyebutkan bahwa orangutan membuat sarang baru pada pohon setiap malamnya. Sarang tersebut terdiri dari sarang yang berserakan, dapat dibuat dalam beberapa menit jika ada tempat yang cocok, misalnya di puncak pohon atau di cagak dahan. Dahan dipatahkan dan dibengkokkan, kemudian diletakkan tumpang tindih lalu ditutupi dengan dahan-dahan kecil. Ada orangutan yang membuat sarang lebih besar dan lebih kompleks daripada orangutan lain. Orangutan juga terkadang menggunakan sarang lama dengan menambahkan cabang-cabang segar pada sarang lama dan menggunakan sarang yang telah diperbaiki ini sebagai tempat bermalam (Ela et al., 2001).

Orangutan merupakan satwa liar yang selalu membuat sarang setiap hari. Jenis pohon sarang yang digunakan orangutan adalah talun (Styrax serrulatus Roxb.), beringin (Ficus benjamina Linn.), hoteng (Quercus sp.), dan durian hutan (Durio zibethinus). Karakteristik pohon sarang yang berpengaruh terhadap perilaku orangutan dalam pemilihan tempat bersarang adalah diameter batang, luas penutupan tajuk, tinggi tajuk, dan bagian pohon sarang. Sedangkan tinggi bebas cabang dan tinggi total, jarak tajuk pohon sarang ke tajuk pohon lainnya, dan tinggi sarang tidak mempengaruhi perilaku orangutan untuk memilih tempat bersarang. Bagian pohon yang sering digunakan untuk membuat sarang adalah puncak pohon dan ujung cabang (Kuswanda dan Sukmana, 2005).
Dalam aktivitas hariannya, orangutan memanfaatkan ranting-ranting atas pohon untuk dijadikan sarang, setiap harinya orangutan membuat sarang 1–3 sarang dengan daya jelajah setiap harinya lebih dari 10 ha (Schaik et al., 1995). Kegiatan pembuatan sarang akan membantu pembukaan kanopi sehingga sinar matahari dapat masuk hingga lantai hutan. Regenerasi anakan pohon terutama jenis pohon-pohon intoleran yang telah ada sebelumnya pada ekosistem hutan pun dapat tumbuh baik dengan adanya kehadiran orangutan pada suatu habitat. Merujuk kepada peranannya dalam ekosistem termasuk terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, maka orangutan disebut sebagai salah satu spesies payung (umbrella species) yaitu spesies yang kelestariannya berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem dimana spesies tersebut ditemukan (Santosa dan Rahman, 2012).
Menurut Schaik

Dokumen yang terkait

Struktur dan Komposisi Pohon pada Habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang

0 57 74

Perilaku Sosial Induk-Anak Orangutan (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

0 33 87

Perilaku Harian Anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Akibat Adanya Aktivitas Manusia Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser

4 48 80

Pola Makan Induk Orangutan (Pongo abelii) Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera, Desa Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara

0 19 60

Karakteristik Sarang Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Kawasan Hutan Sekunder Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser

1 13 69

PREFERENSI PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII LESSON) PADA WAKTU TIDAK MUSIM BUAH DI PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA (PPOS) BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA.

6 33 20

Struktur dan Komposisi Pohon pada Habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang

0 0 20

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 28

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 18

Pola Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Pada Struktur Dan Komposisi Vegetasi Hutan Di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera Taman Nasional Gunung Leuser

0 0 11