Cabai Merah Besar Penyakit Antraknosa

9 Jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Selanjutnya konidium disebarkan oleh angin Semangun, 2004. 2.2.3 Foktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit antraknosa Pada musim kemarau, lahan yang memiliki drainase baik dan gulmanya dikendalikan, serangan penyakit jarang terjadi. Perkembangan bercak pada penyakit paling baik pada saat suhu 30 o C. Buah yang muda cenderung lebih rentan daripada yang setengah masak meskipun buah yang muda lebih cepat gugur pada saat terinfeksi Semangun, 2004. Penyakit antraknosa lebih banyak menyerang pada buah cabai yang sudah masak karena pada buah cabai masak mengandung glukosa, sukrosa, dan fruktosa, sedangkan buah yang masih hijau hanya sukrosa dan glukosa Tenaya, 2001 dalam Girsang, 2008. Suryaningsih Hadisoeganda 2007 menyatakan bahwa C. capsici ditemukan hanya menginfeksi pada buah cabai yang berwarna merah atau sudah masak saja. Diduga penyakit antraknosa mempunyai kolerasi dengan gula fruktosa. Sehingga fruktosa dapat dijadikan karakter seleksi ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa Tenaya, 2001 dalam Gusmarini, 2013. 2.2.4 Pengendalian penyakit antraknosa Pengendalian penyakit antraknosa di kalangan masyarakat petani menggunakan fungisida kimia namun karena dampak negatif yang ditimbulkan maka saat ini pengendalian lebih diutamakan menggunakan fungisida nabati. Pengendalian awal dengan cara tidak menanam biji cabai yang telah terinfeksi sebelumnya. 10 Buah-buah cabai yang telah terinfeksi bijinya tidak dapat dijadikan benih karena kemunginan besar benih telah terinfeksi Semangun, 2004. 2.2.4.1 Fungisida nabati Saat ini terdapat peningkatan minat yang besar untuk meneliti senyawa-senyawa pestisida dari tumbuhan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pengertian fungisida nabati adalah fungisida yang berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, dan buah Schmutterer, 1995 dalam Thamrin dkk., 2013. Fungisida nabati saat ini mulai banyak diminati masyarakat petani karena pembuatannya yang lebih murah dibandingkan jika membeli fungisida kimiawi yang relatif lebih mahal. Fungisida nabati bersifat ramah lingkungan karena umumnya mudah terurai di alam sehingga residunya tidak berdampak negatif di alam Thamrin dkk., 2013. Dua diantara berbagai tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber fungisida nabati adalah sirih hijau Liestiyani Fikri, 2010 dan babadotan Setiawati dkk., 2008. Sirih Hijau merupakan tanaman merambat yang tingginya dapat mencapai 15 meter. Batang sirih berbentuk bulat, berwarna coklat kehijauan dan terdapat ruas- ruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Daun bertangkai berbentuk jantung pada bagian ujung daun meruncing, apabila daun diremas akan mengeluarkan bau yang sedap Gambar 2. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm bulat panjang. Bulir pada bunga betina lebih panjang daripada bulir jantan, terdapat kepala putik 3 sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Akar tunggang berbentuk bulat dan berwarna coklat kekuningan Setiawati dkk., 2008. 11 Gambar 2. Daun sirih hijau Kandungan kimia pada daun sirih hijau yaitu saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri Asmaliyah, 2010. Pada penelitian Nurmansyah 1997 dalam Nurhayati 2007 ekstrak daun sirih mampu menekan pertumbuhan jamur Sclerotium sp. dan Fusarium sp. sehingga diharapkan mampu menekan pertumbuhan patogen C. capsici. Babadotan termasuk dalam famili Compositae, tanaman ini tergolong dalam tumbuhan semusim, tumbuh tegak atau berbaring, tingginya sekitar 10—120 cm, dan bercabang. Daun berwarna hijau, bertangkai pendek, helai daun berbentuk bulat telur, tepi daun bergerigi dengan pangkal berbentuk bulat, dan ujung daun berbentuk runjing. Panjang daun 3—4 cm dan lebarnya 1—2,5 cm. Bunga majemuk berbentuk malai rata tumbuh berbonggol sehingga membentuk seperti karangan yang keluar dari ketiak daun. Mahkota bunga berbentuk lonceng berwarna putih atau ungu Gambar 3. Buah berbentuk bulat panjang bersegi lima, berwarna hitam, dan kecil Setiawati dkk., 2008. 12 Gambar 3. Gulma babadotan Babadotan mengandung senyawa bio-aktif yang berfungsi sebagai insektisida, nematisida dan kemungkinan juga sebagai fungisida. Kandungan senyawa bio- aktif diantaranya saponin, flavanoid , polifenol, kumarin, eugenol 5, HCN dan minyak atsiri Octavia dkk., 2008. Cara kerja ekstrak babadotan sebagai penolak repellent dan penghambat pertumbuhan jamur Setiawati, 2008. Hasil penelitian lain menunjukkan ekstrak metanol babadotan berpotensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica, Escherichia coli, dan Salmonella gallinarum Gunawan Mulyani, 2004 dalam Gusmarini, 2013.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September 2014 sampai dengan Maret 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun sirih hijau, daun babadotan, biakan Colletotrichum capsici, metanol teknis, klorok 1, arang aktif, dan media PSA Potato Sucrosa Agar 1000 ml aquades, 200 gram kentang, 20 gram agar, dan 20 gram gula pasir. Alat-alat yang digunakan adalah alat ekstraksi sederhana, cawan petri, gelas ukur, labu erlenmeyer, autoklaf, plastik tahan panas, alumunium foil, nampan plastik, plastik wrap, tisu, mikropipet, bunsen, pinset, jarum ose, haemocytometer, mikroskop majemuk, kaca preparat, spatula, dan bor gabus. 14

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan pada penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap RAL tersarang dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ekstrak tanaman yaitu fraksi ekstrak air daun sirih hijau T1 dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan T2. Faktor kedua tingkat konsentrasi jenis ekstrak tanaman yang digunakan yaitu 0 ppm P0, 500 ppm P1, 1.000 ppm P2, 1.500 ppm P3, dan 2.000 ppm P4. Setiap perlakuan diulang lima kali sehingga terdapat 50 satuan percobaan. Perlakuannya adalah sebagai berikut: 1. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 0 ppm T 1 P , 2. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 500 ppm T 1 P 1 , 3. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 1.000 ppm T 1 P 2 , 4. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 1.500 ppm T 1 P 3 , 5. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 2.000 ppm T 1 P 4 , 6. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 0 ppm T 2 P , 7. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 500 ppm T 2 P 1 , 8. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 1.000 ppm T 2 P 2 , 9. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 1.500 ppm T 2 P 3 , 10. fraksi ekstrak metnol daun babadotan dengan konsentrasi 2.000 ppm T 2 P 4 . Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam Anova dan dilanjutkan dengan perbandingan polinomial ortogonal. 15

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan ekstrak daun sirih hijau dengan pelarut air dan ekstrak daun babadotan dengan pelarut metanol Pembuatan ekstraksi daun sirih hijau dan metanol daun babadotan dengan cara daun tanaman yang diuji diproses melalui ekstraksi bertingkat fraksinasi, dengan menggunakan daun sirih hijau dan daun babadotan yang masih segar. Daun sirih hijau didapat dari kota Bandar Lampung, daun sirih yang digunakan yaitu semua bagian daun kecuali pucuk. Daun babadotan didapat dari kecamatan Natar, Lampung Selatan, daun babadotan yang digunakan yaitu semua daun kecuali pucuk. Alat fraksinasi sederhana dibuat sendiri menggunakan paralon dengan tiga ukuran diameter yang berbeda. Ukuran diameter paralon yang digunakan yaitu 4 inci, 2 inci, dan 1 inci. Pada setiap sambungan paralon diberi satu lapis kain kasa yang berfungsi sebagai penyaring. Pada kain kasa sambungan paralon yang berukuran 4 inci diisi dengan arang aktif yang telah dihaluskan setinggi ± 5 cm dari permukaan kain kasa yang telah dipadatkan, fungsinya sebagai filter senyawa- senyawa polar dan nonpolar pada masing-masing tanaman uji Gambar 4. Daun sirih hijau dan daun babadotan sebanyak 200 gram dicuci dengan air hingga bersih lalu dikeringanginkan. Daun sirih hijau sebanyak 200 gram ditambah air 1.000 ml lalu diblender hingga halus kemudian dimasukkan kedalam alat fraksinasi dan hasilnya ditampung dalam nampan dikeringanginkan pada suhu ruang. Langkah-langkah yang sama dilakukan untuk mengekstraksi daun babadotan. Tetapi, setelah ekstrak daun babadotan yang menggunakan air tidak 16 menetes lagi pada nampan, maka ekstraksi dilanjutkan dengan menambahkan pelarut metanol sebanyak 1.000 ml ke dalam alat fraksinasi. Hasil fraksinasi dengan pelarut metanol ini ditampung dalam nampan dan dikeringanginkan pada suhu ruang. Kemudian hasil fraksinasi yang telah kering digunakan sebagai perlakuan. Gambar 4. Alat fraksinasi sederhana Keterangan: a paralon berukuran 4 inci, b paralon berukuran 2 inci, c paralon berukuran 1 inci, d sambungan paralon berukuran 4 inci. 3.4.2 Pembuatan media pembiakan Media yang digunakan untuk membiakkan jamur C. capsici adalah media Potato Sucrosa Agar PSA. Untuk membuat 1.000 ml media PSA bahan-bahan yang diperlukan yaitu 200 gram kentang, 20 gram agar, dan 20 gram gula pasir. Kentang dikupas dan dicuci hingga bersih lalu dipotong-potong berbentuk dadu. Kentang yang telah dipotong direbus menggunakan air 1 liter hingga mendidih dan kentang lunak. Setelah itu, sari kentang dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berukuran 1.000 ml kemudian ditambahkan gula pasir dan agar lalu a b c } d

Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

3 53 89

Uji Efektifitas Ekstrak Babadotan (Ageratum conyzoides ) Terhadap Hama Plutella xylostella (Lepidoptera : Plutellidae) Di Laboratorium

1 45 66

Efektivitas Ekstrak Daun Babandotan (Ageratum Conyzoides L) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes Aegypti

3 102 86

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

9 71 88

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih (piper batle Linn.) dan daun uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif

1 5 33

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih piper bettle Linn) dan uji aktivitas antibakeri terhadap beberapa jenis bakteri gram positif

1 23 78

Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus

5 35 46

Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus.

2 15 50

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.) SECARA IN VITRO

1 12 32

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN TAGETES (Tagetes erecta) SALIARA (Lantana camara) dan SIRIH HIJAU (Piper betle) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI Colletotrichum capsici SECARA IN VITRO

2 15 46