Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina (Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina )

(1)

ANALISIS PRODUKSI DAN TATANIAGA KARET RAKYAT

DI KABUPATEN MADINA

(Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina )

SKRIPSI

OLEH :

EFRIDA NASUTION

030304012

SEP/AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS PRODUKSI DAN TATANIAGA KARET RAKYAT DI KABUPATEN MADINA

(Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina )

SKRIPSI

EFRIDA NASUTION 030304012 SEP/AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

RINGKASAN

EFRIDA NASUTION (030304012), 2008 dengan judul skripsi “Analisis Produksi dan Tataniaga Karet Rakyat di Kabupaten Madina”, (Studi Kasus : Desa Tanobato, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten

Mandailing Natal). Penelitian skripsi dibimbing oleh Bapak Dr.Ir. Rahmanta Ginting, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak

Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian dilakukan bulan Juni 2007 di Desa Tanobato Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal yang dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut salah satu sentra produksi tanaman karet, dan petani sampel terpusat di daerah tersebut dan mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mudah melakukan peneli

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses produksi dan tataniaga karet rakyat di Kabupaten Madina. Yang bertepat di desa Tanobato, kecamatan Panyabungan Selatan, kabupaten Mandailing Natal. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriftif untuk identifikasi masalah (1,2,3,6), metode analisis price spread dan share margin untuk identifikasi masalah (4) pada hipotesis 1, dan dengan menggunakan metode analisis efisiensi tataniaga untuk identifikasi masalah (5) pada hipotesis 2.

Dari hasil penelitian disimpulkan :

1. Proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian belum sesuai dengan tekhnologi budidaya anjuran.

2. Komponen biaya produksi terbesar dalam usahatani karet rakyat di daerah penelitian adalah tenaga kerja. Dimana penerimaan sebesar Rp.25.788.577,78,-/Ha, sedangkan pendapatan bersih sebesar Rp.17.626.858,6,-/Ha.

3. Terdapat dua bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian, yakni dimana saluran 2 lebih baik dari saluran 1, karena petani dapat lebih untung. 4. Ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit petani dan pedagang

pengumpul di daerah penelitian. Dimana petani mempunyai price spread profit lebih besar dibandingkan profit pedagang pengumpul desa dan kecamatan, dan sebaliknya pedagang pengumpul desa dan kecamatan mempunyai share margin profit yang lebih besar dibanding petani.

5. Tingkat efisiensi tataniaga karet rakyat yang ada di daerah penelitian sudah tergolong efisien.

6. Kendala-kendala yang dihadapi dalam usahatani karet rakyat antara lain : Mahalnya harga pupuk, petani kurang mengerti dalam mengendalikan hama penyakit.Dalam hal tataniaga, turunnya harga nothering pabrik.

Upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu mayoriras petani menggunakan pupuk urea karena harga nya relatif terjangkau,memberi arahan kepada petani, karena petani masih mempergunakan cara tersendiri menanggulangi hama penyakit dan belum sesuai dengan anjuran budidaya.

Upaya untuk kendala tataniaga dengan memilih mutu/ kualitas bahan cup lump yang baik agar memperoleh keuntungan yang baik pula.


(4)

RIWAYAT HIDUP

EFRIDA NASUTION, lahir pada tanggal 24 Januari 1985 di Panyabungan, sebagai anak pertama dari lima bersaudara, puteri dari Ayahanda H. Bahran Efendy Nasution, BA. dan Ibunda Dra. Hj. Suaidah Lubis.

Pendidikan yang pernah ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1991, masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Penyabungan Selatan dan tamat tahun 1997

2. Tahun 1997, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Penyabungan Selatan dan tamat tahun 2000

3. Tahun 2000, masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Penyabungan Selatan dan tamat tahun 2003

4. Tahun 2003, di terima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestastasi (PMP).

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama kuliah :

1. Anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian, di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bulan Juni – Juli 2007 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sitinjo Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi.

3. Bulan Juni 2007 melaksanakan penelitian skripsi di Desa Tanobato Kecamatan Panyabungan Selatan Kabupaten Mandailing Natal.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat ridho dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul skripsi ini adalah ”Analisis Produksi dan Tataniaga Karet Rakyat di Kabupaten Madina”(Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan, Kab. Madina). Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis haturkan terimavkasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini hingga dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara..

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, selaku Sekretaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ali Usman, selaku Kepala Desa Tanobato Kecamatan Panyabungan Selatan Kabupaten Mandailing Natal yang telah banyak memberi informasi dan data untuk penyusunan skripsi penulis


(6)

5. Seluruh masyarakat Desa Tanobato yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi untuk penulisan skripsi ini.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh responden dan instansi terkaid yang telah memberikan data-data kepada penulis selama melakukan penelitian.

Terima kasih yang tiada terkira penulis haturkan kepada orang tua tercinta Ayahanda H. Bahran Efendy Nasution, BA dan Ibunda Dra. Hj. Suaidah Lubis yang telah mencurahkan kasih sayang, pengorbanan, dukungan, nasehat, serta doa yang tiada hentinya, dan kepada adik-adik ku tercinta Pipi Saputri, Sutan Bajora, Andri Kurnia dan Imam Hidayat, yang juga selalu memberikan doa dan juga kepada orang-orang terdekat penulis yang selalu memberikan semangat dan dorongan yang tiada hentinya. Dan tidak lupa ucapan terima kasih kepada teman-teman stambuk ’03 yang telah begitu banyak memberikan bantuan dan support kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang.

Medan, Agustus 2008


(7)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 7

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 8

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 9

Landasan Teori ... 10

Kerangka Pemikiran ... 13

Hipotesis Penelitian ... 18

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

Metode Pengambilan Sampel ... 20

Metode Pengumpulan Data……….. ... 20

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional ... 22

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL DAN LEMBAGA TATANIAGA Deskripsi Daerah Penelitian ... 24

Karakteristik Petani Sampel dan Lembaga Tataniaga ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Produksi Usahatani ... 29

Analisis Ekonomi Usahatani ... 37

Sistim Tataniaga ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

NO JUDUL Hal. 1. Luas Penanaman TM dan TBM (Ha) Perkebunan Karet Rakyat

Menurut Kabupaten di Sumatera Utara (2001-2005)... 5 2. Perkembangan Produksi (Ton) Perkebunan Karet Rakyat Menurut

Kabupaten di Sumatera Utara ... 6 3. Daftar Luas Areal Produksi dan Produktifitas Perkebunan Karet

Rakyat Kabupaten Madina Tahun 2005 ... . 19. 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Tanobato Tahun 2007... 24 5. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan di Desa Tanobato

Tahun 2007 ... ... 25 6. Sarana dan Prasarana yang Tersedia di Desa Tanobato Tahun 2007.... 26 7. Rekapitulasi Karakteristik Petani Karet Rakyat Sampel di Desa

Tanobato Tahun 2007 ... .... 27 8. Rekapitulasi Karakteristik Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan

Karet Rakyat di Desa Tanobato... 28 9. Bibit yang Digunakan Petani Sampel di Desa Tanobato

Tahun 2007 ... .... 30 10. Jarak Tanam yang Digunakan Petani Sampel di Desa Tanobato

Tahun 2007 ... .... 31 11. Penyiangan Gulma yang Dilakukan Petani di Desa Tanobato

Tahun 2007 ... .... 33 12. Perlakuan Pemupukan dalam Usahatani Karet di Desa Tanobato... 34 13. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, (Kg/Ha/Tahun)...37 14. Rata-rata Biaya Sarana Produksi pada Usahatani Karet Rakyat di Desa

Tanobato Tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun) ... ...38 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Karet Rakyat

di Desa Tanobato Tahun 2007, (HKP/Ha/Tahun) ... ...39 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani karet Rakyat di Desa

Tanobato Tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun) ... ...39 17. Rata-rata Biaya Produksi pada Usahatani Karet Rakyat di Desa

Tanobato Tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun) ... ...40 18. Analisis Ekonomi Petani Karet yang Sudah Menghasilkan (TM)

Per Kg Produksi Cup lump di Desa Tanobato Tahun 2007 ... .... 41 19. Rata-rata Produksi, Produktifitas, Harga, Penerimaan, Total Biaya

Produksi dan Pendapatan bersih pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun) ... .. 42 20. Rata-rata Komponen Biaya Tataniaga Untuk Tiap Kg Cup lump di

Desa Tanobato Tahun 2007 ... .. 48 21. Price spread dan Share margin untuk Tiap Tataniaga Cup lump di

Desa tanobato tahun 2007 ... .. 49 22. Rekapitulasi Volume Pembelian, Harga Beli, Biaya Tataniaga,

Harga Jual, Profit dan Margin Tataniaga Setiap Lembaga Tataniaga di Desa Tanobato Tahun 2007... 51


(9)

23. Rekapitulasi Share Margin pada Saluran Tataniaga Cup lump di

Desa Tanobato Tahun 2007 ... .. 51 24. Tingkat Efisiensi Tataniaga Cup lump di Desa Tanobato


(10)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL Hal.


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL Hal. 1. Karakteristik Petani Sampel Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Perani/Tahun/Ha ... 57 2. Distribusi Penggunaan Sarana Produksi pada Usahatani Karet Rakyat

Desa Tanobato per Petani/Tahun/Ha ... 58 3. Distribusi Biaya Sarana pada Usahatani Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Petani/Tahun/Ha ... 59 4. Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Petani/Tahun/Ha………... 60 5. Harga Alat pada Usahatani Karet Rakyat Desa Tanobato... 62 6. Umur Ekonomis Alat yang Digunakan pada Usahatani Karet Rakyat

Desa Tanobato ... 63 7. Nilai Penyusutan Alat yang Digunakan.(Rp)... 64 8. Biaya Penyusutan Alat pada Usahatani Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Petani/Tahun/Ha ... 65 9. Total Biaya Produksi pada Usahatani Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Petani/Tahun/Ha ... 66 10. Produksi, Produktifitas, Penerimaan Usahatani Karet Rakyat Desa

Tanobato Per Petani/Tahun/Ha ... 67 11. Pendapatan Bersih Usahatani Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Petani/Tahun/Ha ... 68 12. Pendapatan Keluarga Petani Karet Rakyat Desa Tanobato

Per Petani/Tahun/Ha ... 69 13. Analisis Biaya-Biaya Tataniaga Petani karet yang sudah Menghasilkan Per Kg Produksi Cup lump di Desa Tanobato Per Petani/Tahun ... 70 14. Data Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Cup lump di Desa

Tanobato Tahun 2007... 71 15. Analisis Biaya-biaya Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Untuk Tiap Tataniaga Cup lump di Desa Tanobato Tahun 2007... 72 16. Analisis Biaya-biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul Desa dan


(12)

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia. Komoditas ini sudah dikenal dan dibudidayakan dalam kurun waktu yang relatif lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Sayangnya, posisi Indonesia yang pada awal pembudidayaan karet merupakan penghasil karet utama dunia sudah digantikan oleh Malaysia, yang sebenarnya masih belum lama dalam hal membudidayakan karet (Siregar, 1995).

Luas areal tanaman karet di Indonesia pada tahun 2006 adalah seluas 3,31 juta Ha dengan produksi nasional karet sebesar 2,27 juta Ton karet kering (KK) dengan produksi terbanyak berasal dari Sumatera (Anonimous, 2006).

Sumatera Utara adalah dikenal sebagai salah satu pengekspor karet alam. Karet alam ini berasal dari berbagai daerah di Sumatera Utara, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Mandailing Natal.

Kabupaten Mandailing Natal mempunyai luas daerah 662.070 ha atau 9,23 persen dari wilayah propinsi Sumatera Utara. Ditinjau dari potensi lahan, Kabupaten Mandailing Natal memiliki potensi yang sangat luas untuk pengembangan tanaman perkebunan yang terdiri dari tanah milik swasta maupun tanah rakyat. Luas areal tanaman perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal 111.778,5 Ha yang terdiri dari Perkebunan Rakyat seluas 96.280,2 Ha dan Perkebunan swasta 15.498,3 Ha, sehingga pertambahan luas areal selama tahun anggaran 2005 adalah 3.432,77 atau 3,16 persen.


(13)

Untuk itu luas tanaman perkebunan di kabupaten Mandailing Natal sebanyak

16,88 persen dari total luas perkebunan Kabupaten Mandailing Natal ( Dinas Perkebunan Madina, 2005 ).

Subsektor perkebunan merupakan subsektor pertanian yang secara tradisional merupakan salah satu penghasil devisa negara. Sebagian besar tanaman tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat, sedangkan sisanya diusahakan oleh

perkebunan besar baik milik pemerintah maupun milik swasta ( Soetrisno, L.,1999).

Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi pengelolaan. Jenis tanaman dan produk yang dihasilkan. Berdasarkan fungsi, perkebunan diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan, devisa negara dan pemeliharaan Sumber Daya Alam. Berdasarkan pengelolaan dapat dibagi menjadi perkebunan rakyat, perkebunan besar milik negara atau swasta,

perkebunan perusahaan inti rakyat dan perkebunan unit pelaksanaan proyek ( Syamsulbahri,1996 ).

Produksi karet alam sangat penting dikembangkan karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu : dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, mampu membentuk ekologi hutan yang pada umumnya terdapat pada daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik menanggulangi lahan kritis, dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakannya, memiliki prospek harga yang cukup baik karena kebutuhan karet dunia semakin meningkat


(14)

Perkebunan rakyat dicirikan oleh produksi yang rendah, keadaan kebun yang kurang terawat, serta rendahnya pendapatan petani. Rendahnya produktivitas perkebunan karet rakyat juga disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki oleh petani, sehingga petani tidak mampu untuk menggunakan teknik-teknik budidaya yang sesuai dengan syarat-syarat tekhnis yang diperlukan. Dan rendahnya produksi tanaman karet juga disebabkan oleh usia pohon karet yang sudah sangat tua (Anonimous, 2003).

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan Indonesia masih memerlukan usaha ke arah peningkatan produksi. Salah satu faktor teknis yang perlu dipertimbangkan adalah rendahnya mutu penyadapan. Kenyataan ini tidak hanya terjadi pada areal pertanaman karet rakyat, tetapi juga di perkebunan-perkebunan besar milik pemerintah. Padahal sifat perlakuan teknis penyadapan karet berkaitan dengan tingkat produksi yang diharapkan, bahkan sangat menentukan umur ekonomi pohon. Pada sisi lain , perkembangan sistem panen tanaman karet yang dilakukan melalui pelukaan kulit pohon sudah berkembang pesat. Di Indonesia tampaknya usaha menetapkan penyadapan karet yang benar masih memerlukan waktu lagi, karena kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penyadapan tanaman karet kita belum sepenuhnya mengikuti pedoman baku. Kenyataan menunjukkan betapa banyak areal pertanaman karet yang mutu penyadapannya sangat memprihatinkan. Dengan demikian, selain produksinya rendah juga umur pohon layak sadap menjadi semakin singkat. Dengan kata lain, penyadapan tanaman karet di Indonesia merupakan prioritas utama agar pangsa pasar dan pelestarian produksi dapat diantisipasi ( Siregar, 1995 ).


(15)

Barang pertanian pada umumnya dicirikan oleh sifat : diproduksi secara musiman, selalu segar ( freshable ), mudah rusak , jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif sedikit ( bulky ), dan spesifik (tidak dapat diproduksi disemua tempat). Ciri tersebut mempengaruhi mekanisme pasar. Oleh karena itu sering

sekali terjadi harga produksi pertanian yang dipasarkan menjadi naik-turun ( berfluktuasi ) secara tajam; dan kalau saja harga produksi pertanian berfluktuasi ,

maka yang sering dirugikan adalah dipihak petani atau produsen. Karena kejadian yang semacam ini petani atau produsen memerlukan kekuatan sendiri atau

berkelompok dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran ( Soekartawi, 1990 ).


(16)

Untuk melihat luas penanaman karet rakyat di Sumatera Utara tahun 2001-2005 dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 1. Luas Penanaman TM dan TBM ( Ha) Perkebunan Karet Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara ( 2001-2005 ).

No. Kabupaten 2001 2002 2003 2004 2005 1 Deli Serdang 21.515 21.280,8 21.235,8 9.603,1 4.789,0 2 Langkat 36.520 36.908 33.446 25.353 41.859 3 Simalungun 15.868 12.145,5 12.145,5 12.037,5 12.145,5

4 Karo 65 65 65 65 65

5 Dairi 501 505 505 134,5 134

6 Taput 10.724 11.382 10.657,5 8.028 8.031,2

7 Tapteng 29.474 30.083 30.114 30.264 30.51

8 Nias 27.258 27.258 28.211 26.267 25.265,0

9 Nias Selatan 0 0 0 2.72 4.153,0

10 Tapsel 59.963 58.186,4 58.186,4 49.749 52.907,0 11 Labuhan Batu 84.136 85.613,4 83.576 81.849 67.568,0

12 Asahan 12.625 12.614 9.703 9.61 9.610,0

13 Madina 39.258 43.044,5 39.708 39.078,3 69.760,0

14 Tobasa 688 785 640,5 640,5 1.640,6

15 Humbahas 0 0 0 3.535 3.514,7

16

Pak-pak

Barat 0 0 0 371 417,8

17 Samosir 0 0 0 0 0

18 Sergai 0 0 0 10.699 10.699

Jumlah 338.595 339.870,7 327.743,7 309.643,9 343.068,85

Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2006.

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa Kabupaten Madina menduduki peringkat ketiga daerah penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara. Dimana luas penanaman karet mengalami penurunan pada tahun 2003 sampai tahun 2004, dan pada tahun 2005 kembali mengalami kenaikan dengan luas penanaman sebesar 69.760,0 Ha.


(17)

Untuk melihat produksi karet rakyat menurut kabupaten di Sumatera Utara dapat di lihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Perkembangan Produksi ( Ton ) Perkebunan Karet Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara ( 2001-2005 ).

No. Kabupaten 2001 2002 2003 2004 2005

1 Deli Serdang 14.021 17.188,43 12.872,45 5.890,11 3.974,56

2 Langkat 21.428 21.428 20.971 17280 29.284

3 Simalungun 13.875 10.751,62 10.739,98 10.831,35 10.886,58

4 Karo 39 61,75 61,75 61,75 63,50

5 Dairi 323 405 375 79,40 102,90

6 Taput 6.688 6700 6700 4.563,16 4.565,99

7 Tapteng 15.802 15.802 14.786 16.243 16.524,00

8 Nias 14.086 14.086 15.049 14.581 1.072,00

9 Nias Selatan 0 0 0 1.406 2.309,00

10 Tapsel 44.684 44.328,39 44.328,39 16230 19.085,42 11

Labuhan

Batu 69.271 70.399 69.407 68.546 62.932,00

12 Asahan 7.641 7.499 4.938,86 5.273,2 5.273,20 13 Madina 26.994 26.993,84 26.694 26.693,6 32.768,00

14 Tobasa 465 234,50 398,37 398,37 785,90

15 Humbahas 0 0 0 2.056,9 2.161,14

16

Pak-pak

Barat 0 0 0 207 302,40

17 Samosir 0 0 0 0 0

18 Sergai 0 0 0 7.574 8.354,28

Jumlah 235.317 235.877,5 227.321,8 197.914,84 211.080,87 Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara,2006.

Dari Tabel diatas dapat lihat bahwa produksi perkebunan karet rakyat di Sumatera utara pada tahun 2003 sampai tahun 2005 secara umum mengalami penurunan. Sedangkan di daerah penelitian Kabupaten Madina produksi perkebunan karet rakyat juga mengalami penurunan pada tahun 2002 sampai tahun 2004, sedangkan pada tahun 2005 kembali mengalami kenaikan seluas 32.768,00 ton


(18)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian ? 2. Apa saja komponen biaya produksi terbesar pada usahatani karet rakyat dan

berapa besar penerimaan dan pendapatan bersih usahatani karet rakyat di daerah penelitian?

3. Bagaimana bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian ?

4. Bagaimana price spread, share margin pada saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian ?

5. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga pada saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian ?

6. Kendala apa saja yang dihadapi petani dalam sistem usahatani dan tataniaga karet rakyat serta apa upaya untuk mengatasi kendala tersebut.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah :

1. Untuk mengetahui proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui komponen biaya produksi terbesar pada usahatani karet

rakyat dan berapa besar penerimaan dan pendapatan bersih usahatani karet rakyat di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian. 4. Untuk mengetahui price spread, share margin pada saluran tataniaga karet


(19)

5. Untuk mengetahui tingkat efisiensi Tataniaga pada saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian.

6. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi petani dalam sistem usahatani dan tataniaga karet rakyat serta upaya untuk mengatasi kendala tersebut.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani karet dalam rangka menyalurkan hasil usahataninya secara efisien sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang diinginkan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah ataupun lembaga lainnya untuk menentukan strategi usahatani dan tataniaga, dalam usaha meningkatkan produksi karet dan pendapatan petani.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penelitian.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Dalam dunia tumbuhan, tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiacae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

(Setiawan, H., 2005)

Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar bahkan Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri (Tim Penulis, 1999).

Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak 1876. Henry A. Wickham memasukkan beberapa biji karet ke kebun percobaan pertanian di Bogor, dan kemudian disusul pemasukan bibit-bibit karet berikutnya tahun 1890, 1896, dan 1898. Walaupun demikian, memerlukan waktu yang cukup lama untuk membudidayakan tanaman ini ( Setyamidjaja, D,. 1993 ).


(21)

Tanaman karet, Hevea brasiliensis Muell. Agr, adalah anggota famili

Euphorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung

banyak getah susu. Tanaman karet mengalami gugur daun sekali setahun pada musim kemarau, di Sumatera Utara terjadi pada bulan Februari-Maret. Setelah gugur daun, terbentuk bunga bila tanaman karet telah berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat di atas permukaan laut. Masa produktif tanaman karet adalah 25-30 tahun (Sianturi, 2001)

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 ° LS dan 15 ° LU, curah hujan yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500-4000 mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai 600 m dpl dengan suhu 25-35 ° C (Setyamidjaja, D, 1993).

Landasan Teori

Analisis produksi merupakan suatu analisis untuk mengetahui proses pengeluaran hasil usaha tani secara keseluruhan. Dalam usaha tani, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama, tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksipun ikut sebagai penentu pencapaian produksi (Daniel, 2002).

Produksi itu terjadi karena adanya perpaduan antara faktor-faktor alam, tenaga, dan modal dibawah asuhan atau usaha pengelolaan (petani). Fungsi unsur alam dalam usaha tani atau usaha pertanian dipandang dari sudut sosial ekonomis sangat tergantung dari pada sifat atau tujuan dari usaha pertanian (Tohir, 1991).


(22)

Peningkatan produksi bisa dilakukan kapan saja, untuk mencapainya perlu beberapa faktor yang berpengaruh pada produksi, seperti penggunaan lahan, tenaga kerja, modal dan keahlian. Pada tanaman karet penggunaan tenaga kerja, modal dan keahlian yang tidak optimal akan menyebabkan pengeluaran biaya menjadi tinggi. Agar bisa mencapai optimal maka lahan harus ditambah agar bisa seimbang dengan produksi dan pendapatannya (Tim Penulis, 1999).

Pembudidayaan dapat dilakukan dengan menggunakan klon karet unggul. Klon tanaman karet yang melebihi keunggulan dianjurkan untuk ditanam dalam berbagai skala atau tingkatan. Hal ini mengingat beberapa pertimbangan, seperti luasnya lahan, lokasi, cara pengolahan serta ketahanan terhadap hama dan penyakit, produksi, ketahanan terhadap angin. Klon-klon yang dianjurkan untuk ditanam diperkebunan rakyat adalah AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, GT 1, PR 261, PR 300, PR 303 (Setyamidjaja, 1993).

Sistem sadap merupakan penentu naik atau turunnya produksi lateks. Penyadapan bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks dikulit pohon. Kriteria utama layak sadap pada suatu areal pertanaman karet adalah lilit batang pohon. Lilit batang dinilai sudah dapat memberi petunjuk tentang ketebalan kulit dan kemampuan fisiologinya untuk menghasilkan lateks dalam jangka waktu yang lama (20-25 tahun). Ditinjau dari umur tanaman, biasanya lilit batang yang siap sadap berukuran ≥ 45 cm yang diukur pada ketinggian 130 cm dari pertautan populasi didekat permukaan tanah yang dicapai pada umur 5-7 tahun (Siregar, 1995).

Dalam operasi usahataninya, petani akan menerima penerimaan dan pendapatan dari usaha taninya. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara


(23)

produksi dengan harga jual. Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya (Soekartawi, 1995).

Tataniaga merupakan suatu usaha untuk menciptakan, mempromosikan, serta menyerahkan barang dan jasa kekonsumen akhir atau suatu macam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikn barang dari produsen ke konsumen. Dalam perekonomian dewasa ini sebagai besar produsen tidak menjual langsung barang-barang mereka kepada konsumen akhir, begitu juga dengan konsumen. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya saluran Tataniaga yang akan menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen yang akan melibatkan lembaga-lembaga tataniaga seperti agen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dll (Kotler, P,. 2003).

Tataniaga jika ditinjau dari aspek ekonomi dikatakan sebagai kegiatan produktif karena mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Dalam menciptakan guna tempat , guna bentuk dan guna waktu ini diperlukan biaya tataniaga. Biaya tataniaga ini diperlukan untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Pengukuran kinerja tataniaga ini memerlukan ukuran efisiensi tataniaga ( Sudiyono, 2004 ).

Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tataniaga. Biaya tataniaga meliputi biaya angkut, pengiriman, retribusi, dll. Besarnya biaya tataniaga ini berbeda satu sama lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi pemasaran, macam lembaga tataniaga dan efektifitas tataniaga yang dilakukan (Soekartawi, 1989).


(24)

Biaya tataniaga suatu produk biasanya diukur secara kasar dengan margin

dan spread. Margin menyatakan perbedaan antara harga yang dibayarkan

konsumen dan harga yang diterima petani. Sedangkan spread menyatakan perbedaan kedua tingkat harga antara dua tingkat pasar. Marketing margin disebut juga price spread dan jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen maka diperoleh share margin (Sudiyono, 2004 ).

Selama dalam proses menyalurkan hasil akan mengalami markering loss (kehilangan hasil). Kehilangan hasil pada tanaman perkebunan pada hal nya komoditi karet umumnya disebabkan oleh jarak antara kebun dan pabrik pengolahan menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu hasil perkebunan

rakyat dan juga disebabkan oleh cara dan waktu panen yang belum tepat ( Anonimous, 2005).

Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan menjumlahkan profit petani dari hasil penjualannya dengan profit middle-man (termasuk di dalamnya pedagang pengumpul desa dan kecamatan maupun agen) dibagi dengan penjumlahan biaya tataniaga dengan biaya produksi dan pemasaran hasil. Adapun kriteria efisiensi adalah jika efisiensi tataniaga lebih besar dari 1(>1) maka pasar tersebut dikatakan efisien, dan jika efisiensi tataniaga lebih kecil dari 1 (≤1) maka keadaan pasar tersebut tidak efisien (Mustafid, 2002) .

Kerangka Pemikiran

Produksi karet adalah hasil usahatani karet dalam bentuk cup lump, yang dihitung dalam ukuran kg atau ton dan dibedakan mutu serta ukuran produk. Produksi merupakan suatu proses pengeluaran usahatani (karet) secara keseluruhan atau proses pengeluaran hasil.


(25)

Usahatani merupakan suatu kegiatan produksi yang menggunakan input ( pupuk dan obat-obatan ). Sistem usahatani karet juga meliputi tekhnik budidaya yang terdiri dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan sampai penyadapan.

Penggunaan input produksi ini dalam usahatani akan menghasilkan output (pengeluaran) yang disebut produksi yang menjadi tujuan utama dalam mengelola

usahatani.

Harga jual dipengaruhi oleh hasil produksi fisik. Produksi fisik dikali dengan harga jual disebut total penerimaan. Penerimaan usahatani maupun pendapatannya akan mendorong petani untuk mengalokasikaannya dalam berbagai kegunaan seperti biaya produksi selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya produksi. Dari pendapatan bersih akan dilihat besarnya efisiensi usahatani. Korbanan dalam usaha tani karet dinilai dalam rupiah disebut sebagai biaya produksi.

Tataniaga adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa mulai dari titik usahatani sampai ditangan konsumen akhir. Aliran barang ini terjadi karena adanya pihak atau lembaga tataniaga yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Tataniaga melibatkan berbagai pihak atau lembaga yang meliputi petani, agen ( pedagang besar ), pedagang pengumpul , dan pasar getah.

Pada jalur tataniaga karet ini, petani sebagai produsen menjual hasil usahataninya berupa cup lump melalui pasar getah yang ada di daerah setempat. Pasar getah merupakan tempat para petani dan pembeli cup lump dikumpulkan untuk melakukan transaksi jual beli cup lump. Pasar getah ditempat penelitian


(26)

dilakukan 1 kali seminggu, yakni bertepat pada hari selasa. Yang datang ke pasar getah ini antara lain agen ( pedagang besar ) dan pedagang pengumpul desa/ kecamatan, lalu pedagang pengumpul desa/ kecamatan menjual cup lump tersebut kepada pedagang besar dan menyalurkannya ke pabrik.

Semua pihak atau lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga cup lump ini melakukan fungsi-fungsi tataniaga antara lain pembelian, transportasi, penyimpanan, pembiayaan, resiko usaha, informasi pasar dan standarisasi.

Pada setiap saluran tataniaga cup lump dipengaruhi oleh sejumlah penjual dan sejumlah pembeli. Keadaan ini menunjukkan struktur pasar tertentu. Struktur pasar yang terjadi dapat mempengaruhi dan dapat dipengaruhi oleh saluran tataniaga yang ada. Struktur pasar yang terbentuk ini akan mempengaruhi atau akan menentukan besarnya biaya tataniaga, margin tataniaga, price spread dan

share margin lembaga dan efisiensi tataniaga.

Banyaknya pedagang perantara yang terlibat dalam saluran akan mengakibatkan terjadinya perbedaan dan selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir terhadap harga jual petani ( marketing margin ). Besarnya penerimaan petani sebagai produsen yang menjual sendiri produk usahataninya tergantung pada harga penjualan cup lump.

Dalam kegiatan produksi usahatani karet rakyat, petani sering kali mengalami masalah antara lain : mahalnya harga sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan yang kadang tidak diimbangi dengan besarnya harga jual cup lump serta rendahnya produksi karet. Dan salah satu yang dikeluhkan petani adalah pohon karet sudah terlalu tua. Dan belum memadainya fasilitas pengolahan hasil perkebunan khususnya komoditi karet. Upaya yang dapat dilakukan petani


(27)

diantaranya dengan menggunakan sarana produksi yang efektif dan seefisien mungkin dan mengadakan penanaman bibit baru ataupun membuka lahan baru, dan diharapkan adanya pabrik Crumb Rubber.


(28)

Skema Kerangka Pemikiran

Usahatani Karet Kendala

Upaya

Produksi

Harga

Penerimaan Cum lump

Pedagang Pengumpul

Agen

Biaya Produksi

Pendapatan Bersih

Struktur Pasar

Biaya Tataniaga

Price spread dan Share margin

Efisiensi Tataniaga Petani Karet


(29)

Hipotesis Penelitian.

1. Ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit antara petani dan pedagang perantara di daerah penelitian

2. Tingkat efisiensi Tataniaga pada saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian sudah efisien.


(30)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu desa Tanobato, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Madina, sebagai daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan salah satu sentra produksi tanaman karet, dan petani sampel terpusat di daerah tersebut dan daerah ini mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mudah melakukan penelitian.

Untuk melihat luas areal, produksi dan produktifitas perkebunan karet rakyat di Kabupaten Madina dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Daftar Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Madina Tahun 2005

No Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi Produktifitas

TBM TM TTM Jumlah (Ton) (Kg/Ha/thn)

1 Siabu 307 1082 739 2128 1001 0,92

2 Bukit Malintang 480 2206 82 2768 2052 0,930 3 Pyb. Utara 732 3337 466 4535 2970 0,890 4 Pyb. Kota 775 7865 328 8968 6607 0,840 5 Pyb. Timur 694 2890 1113 4697 1907 0,659 6 Pyb. Barat 302 1131 794 2227 961 0,849

7 Pyb. Selatan 322 1106 751 2179 951 0,859

8

Lembah Sorik

Marapi 179 577 401 1157 387 0,670

9 Tambangan 598 2631 1712 4941 1763 0,670 10 Kotanopan 688 2355 1599 4642 1437 0,610 11 Uta Pungkut 72 276 179 527 127 0,460 12 Muarasipongi 88 323 212 623 152 0,470 13 Batang Natal 1309 5396 3580 10285 4101 0,760 14 Lingga Bayu 1380 3525 2605 7510 3208 0,910

15 Batahan 227 893 608 1728 723 0,809

16 Natal 176 480 351 1007 379 0,789

17 Muara BT. Gadis 1264 5116 3458 9838 4042 0,790 Jumlah 9593 41189 18978 69760 32766 12,885

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Madina Ket : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan


(31)

Metode Pengambilan Sampel 1. Petani Karet

Metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan “Metode Sensus”. Karena petani karet di Desa Tanobato hanya terdiri dari 30 KK. Oleh karena itu semua petani karet akan dijadikan sebagai sampel di daerah penelitian.

2. Pedagang Pengumpul Desa dan Pedagang Pengumpul Kecamatan

Untuk pedagang pengumpul desa terdiri dari 3 orang pedagang pengumpul, Sedangkan pedagang pengumpul kecamatan terdiri dari 7 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu mengambil seluruh populasi sebagai sampel.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari berbagai instansi ( Lembaga ) atau dinas seperti BPS Tk I Sumatera Utara, Kantor Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Kantor Dinas Perkebunan Madina dan Kantor Camat serta literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah (1,2,3,6) digunakan analisis deskriptif yaitu untuk mengetahui proses produksi, komponen biaya produksi terbesar dan besar penerimaan dan pendapatan usahatani karet rakyat, serta bagaimana saluran


(32)

tataniaga karet rakyat dan kendala yang dihadapi petani dalam usahatani dan tataniaga karet rakyat di daerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah (4), pada hipotesis (1) digunakan rumus : - Untuk menghitung Price Spread :

S = Pr

Pf

Keterangan : S = Price spread, dihitung dalam rupiah Pf = Biaya-biaya pada lembaga tataniaga Pr = Harga beli konsumen

- Untuk menghitung Share margin :

Sm = Pf x 100 %

Pr

Keterangan : Sm = Share margin, dihitung dalam persen ( %) Pf = Biaya-biaya pada lembaga tataniaga

Pr = Harga beli konsumen ( Hutauruk, J,. 2003 )

Hipotesis diterima bila petani mempunyai price spread dan share margin profit lebih kecil dari pada pedagang perantara dalam penyaluran karet rakyat di daerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah (5), pada hipotesis (2) menghitung efisiensi tataniaga digunakan rumus :

Z + Zm e =

C + Cm

Dimana :

e : Efisiensi tataniaga

Z : Profit middle-man (pedagang pengumpul ) (Rp) Zm : Profit petani (Rp)

C : Biaya tataniaga (Rp) Cm : Biaya produksi (Rp)


(33)

Tataniaga dikatakan efisien, jika : e > 1 = Efisien

e ≤ 1 = Tidak efisien (Mustafid, 2002)

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari munculnya kesalah pahaman dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi :

1. Produksi karet adalah hasil usaha tani karet dalam bentuk cup lump, dihitung dalam ukuran kg atau ton dan dibedakan mutu serta ukuran produk.

2. Petani karet adalah petani yang mengusahakan tanaman karet sebagai mata pencaharian utama.

3. Cup lump adalah bekuan dalam mangkok sadap atau tempurung yang

berbentuk bulat, tebal.

4. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen.

5. Lembaga tataniaga adalah semua lembaga yang terlibat dalam proses penyampaian produk sampai konsumen akhir.

6. Pasar getah adalah pasar tempat menjual hasil cup lump, tempat para petani dan pembeli cup lump dikumpulkan.

7. Pedagang pengumpul desa/kecamatan adalah Pedagang yang mengumpulkan cup lump dari petani di desa/ kecamatan tersebut dan kemudian menjual pada pada pedagang besar.


(34)

8. Agen/ pedagang besar adalah lembaga atau pihak yang membeli cup lump dari pedagang pengumpul desa/ kecamatan kemudian menjual ke pabrik

9. Biaya Tataniaga adalah semua ongkos yang dikeluarkan dalam kegiatan penyampaian barang dari produsen ke konsumen.

10.Price spread ( sebaran harga ) adalah kelompok harga beli dan harga jual,

biaya pemasaran menurut fungsi pemasaran yang dilakukan.

11.Share margin adalah bagian harga yang diterima oleh setiap lembaga

pemasaran terhadap harga beli konsumen.

12.Efisiensi tataniaga adalah penjumlahan profit middle-man (pedagang pengumpul) dengan profit petani dibagi dengan penjumlahan biaya tataniaga dengan biaya produksi dan pemasaran.

13.Saluran tataniaga adalah suatu unit organisasi yang melibatkan semua pihak termasuk didalamnya petani produsen dan lembaga tataniaga yang terlibat dalm proses penyampaian produk sampai konsumen akhir..

14.Komponen produksi adalah semua yang dikorbankan dalam usahatani untuk mendapatkan produksi yaitu pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan.

Batasan Operasional :

1. Tempat penelitian adalah Desa Tanobato. Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Madina.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2007

3. Sampel penelitian adalah petani karet rakyat, pedagang pengumpul desa/ kecamatan.


(35)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL DAN

LEMBAGA TATANIAGA

Deskripsi Daerah Penelitian

Desa Tanobato terletak di ibukota Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 2170,01 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tanobato sebanyak 1096 jiwa. Dengan memiliki topografi yang berbukit-bukit dan pegunungan.

Desa Tanobato terletak 13 Km dari ibukota Kabupaten Mandailing Natal yaitu Penyabungan. Secara administratif, Desa Tanobato mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutarimbaru - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sayurmatinggi - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Roburan Dolok - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pagaran Tonga

Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Tanobato Tahun 2007 No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. Lahan Sawah Lahan Kering - Pemukiman - Perkebunan Rakyat

Bangunan Umum Tanah Wakaf Lainnya Jumlah 200 1700 250 2 1 17.01 2170.01 9.21 78.34 11.52 0.09 0.05 0.79 100.00


(36)

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar di Desa Tanobato adalah Pemukiman yaitu sekitar 1700 Ha (78.35 %). Adapun tanaman perkebunan yang banyak di usahakan adalah karet dengan luas lahan 250 Ha (11.53 % ). Sedangkan sisanya untuk lahan sawah, bangunan umum, tanah wakap, dan lain-lain.

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Tanobato pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1096 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 276 KK, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 497 orang dan perempuan sebanyak 599 orang.

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Uraian Jumlah penduduk (Orang) % 1. 2. 3. 4. 5. Petani Wiraswasta PNS Pertukangan Pensiunan 900 30 20 7 10 93.07 3.10 2.06 0.73 1.04

Jumlah 967 100.00

Sumber : Kepala Desa Tanobato, Tahun 2007.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Desa Tanobato mata pencahariannya adalah sebagai petani yaitu sebanyak 900 orang (93.08 %) dari jumlah penduduk yang bekerja. Selebihnya adalah wiraswasta sebanyak 30 orang (3,11 %), PNS sebanyak 20 orang (2.07 %), pensiunan 10 orang (1.04 %), dan pertukangan sebanyak 7 orang (0.73 %).


(37)

Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Tanobato dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sarana dan Prasarana Yang Tersedia di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1. Sarana Pendidikan

• SD

• SMA

1 1 2. Sarana Kesehatan

• Puskesmas Pembantu • Posyandu

1 2 3. Sarana Ibadah

• Mesjid • Musholla

2 2 4. Prasarana Perhubungan

• Jembatan 2

5. Sarana Olahraga

• Lapangan Bola Kaki • Lapangan Bulu Tangkis • Lapangan Volley

1 1 1 6. Sarana Perkantoran

• Kantor Kepala Desa • Kantor Camat

• Kantor Cabang Dinas pendidikan • Kantor Urusan Agama (KUA)

1 1 1 1

Jumlah 18

Sumber : Kantor Kepala Desa Tanobato, Tahun 2007.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Tanobato sudah tergolong lengkap baik sarana kesehatan, sarana ibadah, sarana perhubungan, sarana olahraga maupun sarana perkantoran. Begitu juga sarana pendidikan yang ada di Desa Tanobato tergolong sudah cukup lumayan walaupun sarana pendidikan SMP belum ada.Warga di Desa Tanobato ini terutama para muda mudinya sangat gemar berolahraga, terutama olahraga yang


(38)

paling di gemari adalah sepak bola. Dan sarana olahraga di desa ini sudah tergolong lengkap, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sarana olahraga yang ada.

Karakteristik Petani Sampel dan Lembaga Tataniaga Petani Sampel

Petani sampel adalah orang yang melakukan usahatani karet rakyat sebagai salah satu pencahariannya. Menurut hasil survey saat dilakukan penelitian diperoleh jumlah populasi petani karet rakyat di Desa Tanobato sebanyak 30 KK dan kesemua popolasi tersebut dijadikan sebagai sampel. Karakteristik dari petani karet rakyat sampel dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 7. Rekapitulasi Karakteristik Petani Karet Rakyat Sampel di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Uraian Rata-rata

1. Umur (Tahun) 46,26

2. Pengalaman Bertani (Tahun) 16,96

3. Lama Pendidikan (Tahun) 11,23

4. Jumlah Tanggungan (Tahun) 2,63

Sumber : Lampiran 1

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata umur sampel adalah 46,26 tahun, rata-rata pengalaman bertani 16,96 tahun, rata-rata lama pendidikan 11,23 tahun, dan rata-rata jumlah tanggungan adalah 2,63 tahun.

Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan

Pedagang pengumpul desa dan kecamatan sampel dalam penelitian ini adalah para pedagang yang membeli cup lump dari para petani sampel. Biasanya para pedagang pengumpul desa dan kecamatan ini membeli cup lump langsung


(39)

dari petani dan ada juga dari sesama pedagang pengumpul (Toke) untuk di jual ke pabrik. Pasar getah tersebut diadakan dalam sekali seminggu yaitu bertepatan pada hari selasa. Disitulah para petani dan pedagang pengumpul mengadakan transaksi. Dimana pedagang pengumpul desa dan kecamatan sama-sama membeli

cup lump dari petani karet yang bukan hanya berasal dari Desa Tanobato saja

tetapi dalam satu kecamatan tersebut. Dan pedagang pengumpul tersebut selain berasal dari Desa Tanobato dan desa-desa di wilayah Penyabungan Selatan tetapi ada juga yang berasal dari luar daerah Kecamatan Penyabungan Selatan yang mana dia juga sekaligus sebagai pedagang besar (Agen). Dan Para pedagang pengumpul tersebut selain membeli cup lump dari petani mereka juga membeli cup lump antara sesama pedagang pengumpul untuk dijual ke pabrik tujuan masing-masing. Dan ada juga pedagang yang tidak membeli cup lump dari sesama pedagang pengumpul tetapi cukup pada petani karet saja.

Tabel 8. Rekapitulasi Karakteristik Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Uraian Rata-rata

1. Umur (Tahun) 43,4

2. Pengalaman Berdagang Karet (Tahun) 11,7

3. Lama Pendidikan (Tahun) 12,1

Sumber : Lampiran 12

Dari Tabel diatas dapat dilihat rata-rata umur pedagang pengumpul desa dan kecamatan adalah 43,4 tahun, rata-rata pengalaman berdagang karet 11,7 tahun, dan rata-rata lama pendidikan 12,1 tahun.


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Produksi Usahatani

Persiapan Lahan

Terdapat dua jenis penanaman karet, yaitu newplanting (usaha penanaman karet di areal yang belum pernah dipakai untuk budidaya karet) dan replanting (usaha penanaman ulang di areal karet karena tanaman lama sudah tidak produktif lagi/peremajaan). Di Desa Tanobato, umumnya areal tanaman karet berasal dari areal hutan. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan lahan perkebunan karet pumumnya dilakukan secara manual dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, parang dan babat. Proses pembukaan lahan diawali dengan membabat semak-semak dan pohon-pohon kecil serta menebang pohon-pohon besar.Kemudian lalu dibakar sehingga lahan bersih yang kemudian dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul, lalu dilakukan pembuatan lubang tanam secara tugal. Setelah iti baru dilakukan penanaman bibit karet.

Persiapan Bibit

Pada umumnya bibit yang digunakan petani di daerah penelitian berasal dari biji (seling) yang diperoleh petani dari pohon tanaman yang ada disekitar ataupun dari kebun sendiri. Lalu dikecambahkan, Setelah biji berkecambah dan tumbuh menjadi bibit tanaman yaitu sudah mempunyai 2-3 payung daun, maka bibit tersebut ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan di lapangan.

Tetapi ada juga petani yang membeli bibit yang telah siap tanam. Bibit yang digunakan adalah bibit okulasi. Kemudian bibit yang telah dibeli tersebut


(41)

langsung ditanam pada lubang tanam yang telah dipersiapkan sebelumnya. Penggunaan bibit oleh petani dapat dilihat pada Tabel beribut.

Tabel 9. Bibit Yang Digunakan Petani Sampel di Desa Tanobato Tahun 2007 No. Penggunaan Bibit Sumber Jumlah Sampel (%)

1. Okulasi Dibeli 14 46.67

2. Biji Swadaya 16 53.33

Jumlah 30 100.00

Sumber : Data Primer Diolah, 2007.

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 14 (46,67%) sampel yang menggunakan bibit dari okulasi sedangkan 16 (53,33%) sampel menggunakan biji. Jika dilihat dari penggunaan bibit di daerah penelitian, petani hampir setengah menggunakan bibit yang berasal dari biji maupun bibit okulasi, dan jika dilihat bibit yang masih banyak digunakan adalah bibit yang berasal dari biji. Hal ini disebabkan harga bibit okulasi mahal dan tidak terjangkau petani untuk membeli bibit. Dimana bibit okulasi berkisar antara Rp3.000-Rp7.000. Sedangkan bibit dari biji bisa diperoleh dari petani dengan harga yang relatif lebih murah yaitu antara Rp1.000 - Rp 1.500.

Keunggulan bibit okulasi dari bibit dari biji adalah lebih cepat matang sadap. Tanaman dengan bibit okulasi dapat disadap pertama pada umur 5-6 tahun setelah bibit ditanam, sedangkan tanaman dengan biji dapat disadap pertama pada umur 7-9 tahun. Namun bibit okulasi memiliki umur produktif lebih pendek yaitu berkisar 20-25 tahun sedangkan bibit dari biji bisa mencapai lebih dari 30 tahun.


(42)

Penanaman

Bibit yang sudah ditanam adalah bibit yang mempunyai 2-3 payung daun dengan jarak tanam yang bervariasi. Jarak tanam yang digunakan petani sampel dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 10. Jarak Tanam yang Digunakan Petani Sampel di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Jarak Tanam (m x m) Jumlah Sampel (%)

1. 2x2 2 6.67

2. 3x3 6 2.00

3. 4x3 7 23.33

4. 4x4 10 33.33

5. 6x3 3 10.00

6. 6x4 2 6.67

Jumlah 30 100.00

Sumber : Data Primer Diolah, 2007.

Dari Tabel dapat diketahui bahwa jarak tanam yang banyak digunakan adalah 4 m x 4 m sebanyak 10 sampel (33.34%) dengan sistem bujur sangkar. Bila dibandingkan dengan tekhnologi anjuran, karena jarak tanamnya ada yang terlalu rapat atau sempit, maka jarak tanam yang dianjurkan adalah 4,25 m x 4,25 m. Sistem tanam yang digunakan petani pada umumnya monokultur atau tanaman karet sebagai tanaman utama dan tidak ada tanaman lain yang dibudidayakan diantara tanaman karet.


(43)

Penyisipan

Penyisipan dilakukan ketika bibit yang ditanam ada yang mati atau pertumbuhannya kurang optimal. Bibit yang disisip ditanam di samping lubang tanam bibit yang mati. Kematian bibit disebabkan karena kurang adanya seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman serta serangan penyakit.

Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pemeliharaan TBM didaerah penelitian sangat jarang dilakukan. Umumnya petani membiarkan saja bibit yang sudah ditanam. Dan sangat jarang ataupun sedikit sekali yang memberikan perawatan khusus. Umumnya dalam pengendalian penyakit. Penyakit yang sering menyerang tanaman adalah disebabkan oleh jamur yang bisa membuat tanaman mati atau pas penanaman baru pohon karet mati muda dan menular/ berjangkit sesama pohon lain dan menyebabkan pohon karet lain juga terserang. .

Adapun perawatan yang diberikan petani berupa pemberian pupuk dengan frekuensi 1-2 setahun, tetapi mayoritas sekali dalam setahun, dan ada juga yang tidak memberikan pupuk sama sekali dengan membiarkan saja tanamannya. Pemeliharaan lain yang dilakukan yaitu penyiangan gulma yang bertujuan untuk : • Memperoleh pertumbuhan yang optimal bagi tanaman pokok

• Memudahkan pekerjaan pada waktu melakukan penyadapan dengan membersihkan gulma yang tumbuh, diantaranya rumput dan lalang

• Mengurangi persaingan antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu terutama dalam hal pemupukan.


(44)

Ada dua cara penyiangan yang dilakukan di daerah penelitian yaitu : • Penyiangan secara manual yaitu pembersihan rumput dan lalang dilakukan

dengan menggunakan parang babat untuk disiangi disekeliling tanaman karet karet atau disepanjang barisan tanaman dengan cara di babat atau di kored. • Penyiangan secara kimiawi yaitu pembersihan rumput dengan menggunakan

obat-obatan. Jenis yang digunakan adalah herbisida Round up, dengan menggunakan pompa semprot atau knapsack sprayer Frekuensi pemakaian tergantung pada banyaknya gulma yang tumbuh.

Di daerah penelitian cara kimiawi umumnya di lakukan 2 kali dalam satu tahun, dan 2 – 4 kali dalam setahun dengan cara dibabat atau di kored. Penyiangan gulma yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 11. Penyiangan Gulma yang Dilakukan Petani di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Penyiangan Gulma Frekuensi/Tahun Jumlah Sampel (%)

1. Kimiawi 2 kali 25 83.33

2. Manual 2 – 4 kali 5 16.67

Jumlah 30 100.00

Sumber : Data Primer Diolah, 2007.

Dari Tabel dapat diketahui bahwa umumnya penyiangan gulma yang dilakukan petani di daerah penelitian secara kimiawi sebanyak 25 sampel (83,34%) dan secara manual sebanyak 5 sampel (16,67).


(45)

Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)

Pemeliharaan pada TM tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan TBM terutama dalam hal penyiangan gulma. Dalam hal pemupukan, tidak semua petani melakukan pemupukan. Umumnya petani menggunakan pupuk Urea, NPK, Kcl, dan Sp-36 yang dilakukan dalam 1 – 2 kali setahun. Dan ada juga sejumlah kecil petani yang tidak memberikan pupuk sama sekali.

Pemupukan yang dilakukan pada tanaman karet yang telah menghasilkan adalah bertujuan untuk :

• Meningkatkan hasil sadapan

• Mempertahankan serta memperbaiki kesehatan dan kesuburan pertumbuhan tanaman

Perbandingan antara petani yang menggunakan pupuk dan yang tidak menggunakan pupuk dalam budidaya karet dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 12. Perlakuan Pemupukan Dalam Usahatani Karet di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Pemupukan Frekuensi/Tahun Jumlah Sampel (%)

1. Dilakukan 1 – 2 Kali 28 93.33

2. Tidak Dilakukan - 2 6.67

Jumlah 30 100.00

Sumber : Data Primer Diolah, 2007.

Dari Tabel dapat dilihat bahwa jumlah petani yang menggunakan pupuk sebanyak 28 petani (93,33%) dan tidak melakukan pemupukan sebanyak 2 petani (6,67%). Frekuensi umumnya dilakukan 1 kali setahun atau ada juga yang sampai 2 kali setahun. Hal ini disebabkan harga pupuk yang mahal sehingga sebagian


(46)

Pada tanaman karet di daerah penelitian penyakit utama yang sering menyerang adalah Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan. Penyakit ini sering menyerang tanaman karet pada bagian akar, dan akan menyebabkan akar maupun batang yang terserang menjadi busuk dan basah.Daun menjadi layu dan mengering kemudian jatuh berguguran dan pada akhirnya akan mati. Penyakit yang terserang oleh Jamur Akar Putih ini pohon yang dikenainya akan berjangkit pada pohon lain dan pada akhirnya pembuluh lateks tidak berproduksi lagi dan keluar sehingga kelamaan akan menyebabkan kematian . Pengendalian penyakit yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu dengan menggali tanah disekitar leher akar dengan kedalaman 50 Cm kemudian akar yang terserang dikerok disepanjang permukaan akar, dan dibiarkan dan setelah 1-2 minggu kemudian akar ditutup tanah kembali.

Hama yang sering menyerang tanaman karet juga disebabkan oleh rayap. Dimana serangannya dapat terlihat oleh batang, batang pohon dimakani rayap, sehingga batang karet tersebut berlumut sehingga mengakibatkan pohon karet busuk, berlubang dan titengah-tengah batang kosong dan lama-kelamaan pohon karet tersebut bisa mati. Di daerah penelitian petani menanggulangi permasalahan tersebut dengan cara menyemprot silinder ataupun dengan mengoles silinder tersebut ke batang pohon karet. Dan juga yang banyak mengganggu adalah babi hutan dan kera yang dapat merusak tanaman karet. Petani menanggulanginya dengan cara membuat ranjau.


(47)

Penyadapan dan Pengumpulan Hasil

Penyadapan dilakukan dengan menyayat atau mengiris kulit batang. Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 7-8 tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasi. Jadi penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan dalam seminggu, ini disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan penyadapan.

Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan dalam irisan ± 2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan biasanya petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya selanjutnya 1 hari untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk penampung getah telah terisi penuh dan getah (cup lump) dalam keadaan menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari senin karena hari selasa diadakannya pasar getah yang diadakan pada pagi hari.


(48)

ANALISIS EKONOMI USAHATANI

Sarana Produksi

Umur tanaman karet di daerah penelitian pada umumnya antar 7 – 50 tahun. Hal ini berpengaruh pada pemakaian sarana produksi termasuk pupuk serta penggunaan penggunaan tenaga kerja yang berbeda pada tanaman karet yang lebih muda. Pemberian pupuk pada tanaman karet yang sudah tua, dosisnya lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang masih muda sehingga kebutuhan tenaga kerja yang digunakan lebih sedikit, selain itu tanaman yang sudah tua juga membutuhkan perawatan juga lebih sedikit. Seperti yang telah diketahui di daerah penelitian umur tanaman karet sejumlah besar sudah tergolong tanaman tua. Sarana produksi petani karet di Desa Tanobato terdiri dari jumlah pokok (batang) atau jumlah bibit karet, pupuk, dan obat-obatan yang dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, ( Kg/Ha/Tahun)

No. Uraian Per/Petani/Tahun Per/Ha/Tahun 1. Jumlah pokok/ bibit

(Batang)

1.553,3 Btg/Petani 384,72 Btg/Ha

2. Urea (Kg) Sp-36 (Kg) Npk (Kg) Kcl (Kg)

1139 95,5 77,58 23,58

267,4 13,73 23,58 18,2

3. Roundup (ltr) 11,51 2,37


(49)

Dari Tabel diatas dapat diliha bahwa rata-rata penggunaan sarana produksi bibit adalah 1.553,3 batang/petani atau 384,72 batang/Ha, Sedangkan rata-rata penggunaan sarana produksi pupuk yang terbesar adalah Urea sebesar 1139 Kg/petani atau 267,4 Kg/ Ha dan untuk herbisida (Roundup) sebesar 11,51 liter/Petani atau 2,37 liter/Ha. Sehingga dapat disimpulkan penggunaan sarana produksi bibit sangat dominan pada usahatani karet dan kemudian diiringi oleh sarana produksi pupuk pada usahatani karet di daerah penelitian.

Untuk mengetahui biaya sarana produksi pada budidaya karet rakyat dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 14. Rata-rata Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun).

No. Uraian Rp/Petani/Tahun Rp/Ha/Tahun % 1. Jumlah pokok/ bibit

(Batang)

6.070.000 1.021.805 61,57

2. Urea Sp-36 Npk Kcl

1.682.550 349.300 617.283,3 345.866,6

216.005,3 84.233,3 195.387,5

32.800

13,01 5,07 11,78

1,98

3. Roundup 526.716,6 109.383,3 6,59

Jumlah 9.592.716,5 1.659.614,4 100.00

Sumber : Lampiran 3

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata biaya sarana produksi yang terbesar adalah bibit sebesar Rp. 6.070.000,-/petani atau Rp. 1.021.805,-/ha


(50)

Tenaga Kerja

Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani karet rakyat di Desa Tanobato terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk mengetahui rata-rata curahan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, ( HKP/Ha/Tahun)

No. Uraian HKP/Petani/Tahun HKP/Ha/Tahun % 1. 2. TKDK TKLK 165,2 881.191 74,997 164,090 31,37 68,63

Jumlah 881.356,2 239,087 100.00

Sumber : Lampiran 4

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk TKDK adalah 165,2 HKP/petani atau 74,997 HKP/Ha (31,37%) sedangkan untuk TKLK adalah sebesar 881.191 HKP/petani atau 164,090 HKP/Ha (68,64%).

Untuk mengetahui biaya tenaga kerja pada budidaya karet rakyat dapat dilihat Pada Tabel 16.

Tabel 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun).

No. Uraian Rp/Petani/Tahun Rp/Petani/Tahun % 1. 2. TKDK TKLK 3.683.500 24.358.166,6 1.392.855,5 4.549.198,14 23,44 76,56 Jumlah 28.041.666,6 5.942.053,64 100.00


(51)

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk TKDK adalah Rp.3.683.500,-/petani atau Rp.1.392.855,5,-/Ha (23,44%)

sedangkan rata-rata penggunaan tenaga kerja TKLK adalah sebesar Rp. 24.358.166,6,-/petani atau 4.549.198,14,-/Ha (76,56%) .

Biaya Produksi

Adapun yang termasuk ke dalam biaya produksi di Desa Tanobato adalah biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan. Untuk mengetahui rata-rata biaya produksi usahatani karet rakyat dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 17. Rata-rata Biaya Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, (Rp/Ha/Tahun).

No. Uraian Rp/Petani/Tahun Rp/Ha/Tahun % 1. Sarana Produksi 9.593.716,6 1.873.615 23,08 2. Tenaga Kerja 28.041.666,6 6.000.356,48 73,90

3. Penyusutan 891.050 2.457.68,48 3,02

Jumlah 38.526.433,2 8.119.748,9 100.00

Sumber : Lampiran 7

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata biaya produksi yang

terbesar adalah tenaga kerja sebesar Rp. 28.041.666,6,-/petani atau Rp. 6.000.356,48,-/Ha (73,90%) sedangkan yang terkecil adalah penyusutan

sebesar Rp. 891.050,-/petani atau Rp. 2.457.68,48,-/Ha (3,02%) jika dilihat dari Rp/petani/tahun, tetapi rata-rata biaya terkecil jika dilihat dari Rp/ha/tahun nya adalah sarana produksi yaitu senilai Rp. 1.873.615,-/ha (23,08%).


(52)

Tabel 18. Analisis Ekonomi Petani Karet Yang Sudah Menghasilkan (TM) Per Kg Produksi Cup lump di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Komponen Biaya Rp./Kg (%)

1.

2.

Biaya Penyusutan Peralatan - Cangkul

- Parang - Ember - Knapsack - Pisau Deres - Talang - Kawat - Tempurung - Bak getah - Mangkok getah Pupuk

Herbisida Tenaga Kerja

Total Biaya Penyusutan Peralatan

Profit petani 10,027 9,234 21,343 13,041 14,511 9,336 23,856 2,624 533,34 4,483 311,594 45,969 1.867,192 + 2.866,55 5.723,45 0,11 0,11 0,25 0,15 0,17 0,10 0,27 0,03 6,21 0,05 3,62 0,53 21,74 33,37 66,63

3. Harga jual cup lump petani 8590 100,00

Sumber : Lampiran 11 dan 12.

Dari Tabel 18, dapat diketahui bahwa biaya produksi petani sebesar Rp. 2.866,55,-/Kg (33,37%), sedangkan profit petani sebesar Rp. 5.723,45,-/Kg


(53)

Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Karet Rakyat

Produksi merupakan keseluruhan hasil panen yang dihasilkan dalam kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan Kg atau Ton. Produktifitas adalah perbandingan antara jumlah produksi dengan luas lahan dalam suatu kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan Kg/Ha atau Ton/Ha. Penerimaan diperoleh dari hasil kali jumlah produksi dengan harga jual. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi . Total biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Untuk mengetahui produksi, penerimaan dan pendapatan bersih dari usahatani karet rakyat dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 19. Rata-rata Produksi, Produktifitas, Harga, Penerimaan, Total Biaya Produksi dan Pendapatan Bersih Pada Usahatani Karet Rakyat di desa Tanobato Tahun 2007, ( Rp/Ha/Tahun)

No. Uraian per/Petani per/Ha

1. Produksi (Kg) 12.308,26 257.267

2. Produktifitas (Kg/ Ha) 2.945,11 -

3. Harga (Rp) 8613 8613

4. Penerimaan (Rp) 107.906.693,3 25.788.577,78 5. Total Biaya Produksi (Rp) 38.490.400 8.048.419,2 6. Pendapatan bersih (Rp) 69.416.293,3 17.626.858,6

Sumber : Lampiran 7,8,9.

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata produksi karet rakyat sebesar 12.308,26 Kg/petani atau 257.267 Kg/ha dan produktifitas sebesar 2.945,11 Kg/Ha per petani, sedangkan harga rata-rata sebesar Rp. 8.613,- baik per petani maupun per hektar, sedangkan penerimaan sebesar Rp.


(54)

107.906.693,3,-/petani atau Rp. 25.788.577,78,-/Ha, total biaya produksi sebesar Rp. 38.490.400,-/petani atau Rp.8.048.419,2,-/Ha, dan pendapatan bersih sebesar

Rp. 69.416.293,3,-/petani atau Rp. 17.626.858,6,-/ha.

Kendala Dalam Teknologi Usahatani Karet Rakyat

Dalam menjalankan usahatani karet petani masih banyak menghadapi suatu kendala. Kendala yang dihadapi tersebut kurang lebih berasal dari diri petani sendiri yaitu kurangnya modal untuk menggunakan input produksi secara optimal sehingga dalam menjalankan usahatani terutama pembudidayaan tanaman karet belum sesuai dengan teknik budidaya, seperti :

•Harga bibit okulasi yang mahal sehingga menyebabkan masih banyak petani menggunakan bibit dari biji (seling) atau hampir setengah dari jumlah populasi sampel petani di tempat penelitian menggunakan bibit dari biji .

•Harga pupuk yang mahal menyebabkan banyak petani yang melakukan pemupukan dengan frekuensi 1 kali dalam setahun dan sejumlah kecil yang melakukan pemupukan 2 kali dalam setahun, dan ada juga sejumlah kecil petani yang tidak memberikan pemupukan sama sekali karena diakibatkan faktor biaya karena harga pupuk yang mahal sehingga produksi karet petani kurang optimal. •Dalam hal pengendalian hama penyakit , petani banyak yang kurang mengerti

cara pengendalian, sehingga tanaman yang terserang hanya dilakukan pengendalian seadanya bahkan ada yang tidak dilakukan pengendalian sama sekali sehingga tanamn tidak bisa disadap lagi.

• Belum memadainya / belum adanya pabrik pengolahan hasil karet

(Cumb Rubber) di daerah atau kabupaten daerah penelitian, karena jika dilihat


(55)

menduduki peringkat kedua penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara, oleh sebab itu perlu didirikannya remeling/ pabrik pengolahan karet.

Selain kendala yang dihadapi dalam teknologi anjuran budidaya karet kendala terbesar yang dihadapi petani adalah faktor sosial ekonomi petani itu sendiri . Dalam segi pendidikan formal tingkat pendidikan petani rata-rata adalah digolongkan rendah dan pengetahuan tentang usahatani dan budidaya karet petani diperoleh hanya berdasarkan pengalamannya saja serta tidak adanya pendidikan dan pelatihan yang diterima oleh petani, dan walaupun ada sejumlah kecil petani yang mengerti dalam teknologi anjuran budidaya karet, tetapi boleh dikatakan tingkat pengetahuan petani tentang budidaya usahatani karet di daerah penelitian masih kurang.

Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi Petani Setelah mengetahui kendala yang dihadapi petani maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan :

• Petani membeli bibit okulasi dari penangkar bibit karet hasil okulasi yang berasal dari desa tetangga maupun luar daerah dengan mecari bibit yang lebih murah sehingga dapat terjangkau oleh petani.

• Petani lebih banyak menggunakan pupuk urea dibandingkan pupuk Npk,Sp-36, dan Kcl mungkin dikarenakan harganya yang cukup relatif murah dibandingkan harga pupuk lain dan sekaligus untuk lebih menghemat biaya.

• Dalam pengendalian penyakit, khususnya penyakit jamur akar putih, petani biasanya menggali tanah disekitar leher akar, kemudian akar di kerok diantara jarak pohon yang satu dengan yang lainnya di sepanjang permukaan akar


(56)

kemudian tanah ditutup kembali guna mencegah penyakit tersebut tidak berjangkit pada pohon lain.

Pada saat ini usulan pendirian pabrik Crumb Rubber di daerah penelitian telah telah direalisasi dan disetujui oleh pemerintah kabupaten Mandailing Natal dan pada waktu dekat ini akan didirikan pabrik crumb rubber tersebut tiga pabrik pengolahan sekaligus di daerah yang berbeda di Kabupaten Mandailing Natal.


(57)

SISTEM TATANIAGA

Saluran Tataniaga Cup Lump melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang menyalurkan cup lump dari petani di Desa Tanobato, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Madina.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa lembaga-lembaga tataniaga yang berperan dalam tataniaga cup lump adalah petani, pedagang pengumpul desa dan kecamatan , dan agen. Produksi cup lump desa Tanobato sebesar 4.243.200 Kg/Tahun. Di daerah penelitian terdapat 2 bentuk saluran tataniaga.

Saluran tataniaga dapat dilihat sebagai berikut: Saluran 1 :

Petani Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Agen Konsumen Luar Kabupaten Madina.

Saluran 2 :

Petani Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Konsumen Luar Kabupaten Madina.

Dari saluran tataniaga tersebut dapat dipaparkan bahwa total produksi

cup lump desa Tanobato tahun 2007 sebesar 4.243.200 Kg. Petani melakukan

penjualan cup lump sebesar 3.292.800 Kg kepada pedagang pengumpul desa dan kecamatan (Toke) dengan harga yang bervariasi dengan harga rata-rata Rp.8590 Kg/petani, kemudian pedagang pengumpul menjual cup lump nya kembali kepada agen (pedagang besar) dengan harga yang bervariasi juga dengan rata-rata 279.305,28 Kg/Tahun. Untuk lebih jelasnya melihat sebaran harga yang diberikan


(58)

dilihat pada lampiran 12. Dan ada juga pedagang pengumpul yang menjual

cup lump nya yang telah dibeli dari petani langsung dijual ke konsumen luar

Kabupaten Madina, seperti yang dilihat pada saluran 2. Dari kedua saluran tataniaga diatas yang paling baik adalah saluran ke 2, karena dapat menguntungkan petani. Karena semakin panjang saluran tataniaga petani kurang diuntungkan.

Dalam menyalurkan cup lump dari petani sampai kepadagang pengumpul hingga ke tujuan pabrik pengolahan. Pedagang pengumpul desa dan kecamatan maupun agen cenderung mengalami marketing loss dengan rata-rata sebesar 65.034 Kg selama tahun 2007 akibat penyusutan volume cup lump selama dalam penyimpanan ataupun dalam perjalanan menuju pabrik pengolahan, dan berhubung pabrik pengolahan karet berada diluar daerah Kabupaten Madina oleh sebab itu sangat cenderung mempengaruhi marketing loss,karena cup lump mengandung air. Namun marketing loss yang dialami pedagang pengumpul ditanggung sendiri oleh mereka.

Petani pada umumnya menjual hasilnya melalui pedagang pengumpul desa mapun kecamatan yang mana mereka mengadakan transaksi ataupun penjualan setiap diadakannya pasar getah yaitu setiap hari selasa (sekali dalam seminggu). Pedagang pengumpul desa dan kecamatan setelah diadakannya pasar getah mereka langsung menjual hasil pembelian cup lump tersebut ke tujuan pabrik pengolahan mereka masing-masing, dan ada juga hanya menjualkannya kesasama pedagang pengumpul ataupun agen tanpa harus menjual ke pabrik lagi.


(59)

Tabel 20. Rata-rata Komponen Biaya Tataniaga Untuk Tiap Kg Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007

No. Komponen Biaya Rp./Kg (%)

1. Harga beli pedagang pengumpul desa dan kecamatan

8590 84,33

2. Biaya Tataniaga: - Upah T.kerja - Ongkos lapangan - Distribusi

- Transfortasi

- Penyusutan transfortasi - Penyusutan timbangan - Marketing Loss Total Biaya Tataniaga

Profit pedagang pengumpul desa dan kecamatan

Margin tataniaga (Rp/Kg)

0,551 0,039 0,051 5,086 18,904 1,180

0,146 + 25,957 128,043 154 0,005 0,0003 0,0004 0,049 0,185 0,001 1,433 0,254 1,257 1,52 3. Harga beli pedagang besar (Agen) 8744 85,86 4. Harga jual pedagang besar (Agen) 10.185 100,00

Sumber : Data Primer Diolah dari lampiran 12,14.

Pada saluran tataniaga cup lump ini, pedagang pengumpul membeli cup lump dari petani dengan harga rata-rata Rp.8590,-/Kg (84,33%) dan ada juga

pedagang pengumpul (agen) membeli cup lump antara sesama pedagang pengumpul dengan harga rata-rata Rp. 8744,-/Kg (85,86%). Biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul desa dan kecamatan sebesar Rp. 25,957/kg ( 0,254%), antara lain biaya upah tenaga kerja Rp. 0,551/kg (0,005%), Biaya tenaga kerja termasuk upah (muat, bongkar, jemur, menimbang) pada setiap diadakannya pasar getah., Ongkos lapangan Rp. 0,039/kg (0,0003%), Distribusi Rp. 0,051/kg (0,0004%), Transfortasi Rp. 5,086/kg (0,049%), Penyusutan


(60)

( 0,001%). Sehingga total biaya tataniaga adalah senilai Rp.25,957/kg (0,254%). Profit yang diperoleh pedagang pengumpul desa dan kecamatan adalah sebesar Rp. 128,043/kg (1,257%), margin pemasaran nya sebesar 154 (1,52%) dihitung selama setahun (tahun 2007). Dan markering loss sebesar Rp.0,146/ kg (1,433%).

Pengangkutan yang digunakan pedagang pengumpul untuk mengangkut hasil pembelian cup lump dan menjualnya kembali ke pabrik pengolahan dengan menggunakan jenis angkutan fuso. Colt diesel, dan chevrolet luv.

Dan untuk mengetahui Price spread dan share margin pemasaran

cup lump ini dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 21. Price spread dan Share Margin Untuk Tiap Tataniaga Cup lump di Desa Tanobato, Tahun 2007.

No. Komponen Biaya Price spread (Rp)

Share margin (%)

1. Rata-rata Harga Jual Petani - Biaya Produksi

- Profit petani

8590 2.866,55 5.723,45 98,23 33,37 65,45 2. Biaya Tataniaga

- Upah T.kerja - Ongkos lapangan - Distribusi

- Transfortasi

- Penyusutan transfortasi - Penyusutan timbangan - Marketing Loss

0,551 0,039 0,051 5,086 18,904 1,180 0,146 + 25,957 0,006 0,0004 0,0005 0,058 0,216 0,013 0,005+ 0,296

3. Profit Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan

128,043 1,464 4. Harga Jual Pedagang pengumpul

Desa dan Kecamatan

8744 100,000


(1)

Kendala Dalam Tataniaga Karet Rakyat

 Harga karet yang berfluktuasi dan cenderung berubah-ubah setiap adanya

pasar getah dan kadangkala harga tidak normal

 Terjadinya persaingan harga antara pedagang pengumpul desa maupun

kecamatan dengan pedagang besar (agen). Dimana di daerah penelitian pedagang pengumpul kecamatan ada juga yang berposisi atau sekalian merangkap sebagai pedagang besar (agen).

 Keadaan jalan terhambat/ rusak sehingga mengakibatkan terlambatnya tiba ke

pabrik, dimana tujuan pabrik pengolahan semua berada diluar Kab. Madina (seperti : Tapsel, Tebing, Siantar, maupun Padang/ Sumbar), dengan demikian susut menjadi naik.

 Kadang-kadang harga nothering pabrik turun, karena disebabkan oleh musim

gugur atau berganti daun, mutu / kualitas karet yang kurang baik, karenpabrik pengolahan mempunyai acuan tersendiri dalam menentukan harga nothering.

Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala Tataniaga yang Dihadapi

 Harga yang cenderung berubah-ubah ditentukan oleh pasar yang tidak dapat

diubah oleh satu pihak saja baik petani maupun lembaga pemasaran, sehingga yang dapat dilakukan petani hanyalah mengurangi kerugian jika harga karet turun.

 Dengan adanya persaingan harga, maka persaingan yang dilakukan dengan

cara persaingan yang sehat dengan harga terbuka dan memilih mutu pembelian cup lump dengan kualitas yang baik .


(2)

 Dengan keadaan jalan yang terhambat, sebaiknya didirikan pabrik pengolahan karet (Remeling) di wilayah Mandailing Natal agar tidak terjadi kenaikan susut yang tinggi selama menuju pabrik pengolahan, karena pabrik pengolahan berada diluar Kabupaten Madina. Dan dengan didirikannya Pabrik pengolahan karet tersebut sangat membantu pedagang dalam menjual cup lump yang mereka beli dari petani dan otomatis dapat mengurangi biaya pengeluaran pedagang dan disatu pihak sangat menguntungkan petani yaitu bagaimana para petani menikmati hasil karet dengan harga yang layak.

 Dengan menghadapi turunnya harga nothering pabrik (misalnya pada musim

gugur dan berganti daun) hal ini tidak bisa kita elakkan, karena pihak pabrik mempunyai acuan tertentu dalam menentukan harga, dan sudah ada ketentuan waktu tertentu adanya musim gugur atau berganti daun. Dan para pedagang seharusnya memilih mutu/ kualitas bahan cup lump yang bagus dan tidak mengandung bahan (misalnya : cup lump bercampur dengan kayu, tanah plastik) agar remeling memberikan harga nothering yang bagus dan tidak rendah sesuai dengan kriterianya. Adapun kriteria kadar penjualan mutu yang terbaik di remeling adalah sebagai berikut :

a. Nomor 1 = Kualitas C (asli mengandung cup lump)

b. Nomor 2 = Kualitas B (mengandung kotoran ringan seperti; kayu tipis) c. Nomor 3 = Kualitas F (bahan reject / kotor, mengandung kayu campur tanah).

Dan dari kesemua kriteria tersebut remeling (pabrik) memberikan harga dan kadar yang berlaku sesuai dengan jenis bahan cup lump yang di jual pedagang pengumpul dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak pabrik.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

7. Proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian belum sesuai

dengan tekhnologi budidaya anjuran.

8. Komponen biaya produksi terbesar dalam usahatani karet rakyat di daerah

penelitian adalah tenaga kerja, penerimaan sebesar Rp.25.788.577,78,-/Ha, sedangkan pendapatan bersih sebesar Rp.17.626.858,6,-/Ha .

9. Terdapat dua bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian, yakni dimana saluran 2 lebih baik dari saluran 1, karena petani dapat lebih untung. 10. Ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit petani dan pedagang

pengumpul di daerah penelitian. Dimana petani mempunyai price spread profit yang lebih besar dibandingkan profit pedagang pengumpul desa dan kecamatan, dan sebaliknya pedagang pengumpul desa dan kecamatan mempunyai share margin profit yang lebih besar dibanding petani.

11. Tingkat efisiensi tataniaga karet rakyat yang ada di daerah penelitian sudah tergolong efisien.

12. Kendala-kendala yang dihadapi dalam usahatani karet rakyat antara lain : Mahalnya harga pupuk, petani kurang mengerti dalam mengendalikan hama penyakit. Dalam hal tataniaga, turunnya harga nothering pabrik.

Upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu mayoriras petani menggunakan pupuk urea karena harga nya relatif terjangkau, dalam hal


(4)

masalah hama penyakit petani masih mempergunakan cara tersendiri dan belum sesuai dengan anjuran budidaya. Upaya untuk kendala tataniaga dengan memilih mutu/ kualitas bahan cup lump yang baik agar memperoleh keuntungan yang baik pula.

Saran

1. Kepada petani karet rakyat di harapkan untuk dapat memperbaiki mutu dan

kualitas karet yang dihasilkan dan melakukan usahatani karet rakyat sesuai dengan tekhnologi anjuran agar produktifitas karet rakyat bisa lebih bagus lagi dan agar mampu bersaing dengan karet milik perkebunan swasta sehingga nilai jualnya bisa lebih baik.

2. Kepada peneliti yang akan datang diharapkan untuk dapat memeliti lebih

lanjut tentang sistem produksi usahatani dan pemasaran karet di Kabupaten Madina.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous

http : //www.sumutprov.go.id/ongkam.php

, 2003. Tanaman Perkebunan Rakyat Mandailing Natal

Anonimous, 2005. Pengertian Abstrak Kehilangan Hasil pada Tanaman

Perkebunan. http : // Agribisnis, deptan.go.id Anonimous,

http : // database.deptan.go.id

2006a. Basis Data Statistik Pertanian

Anonimous

http : // Primatani, litbang.deptan.go.id

, 2006b. Pengembangan Tanaman Karet

Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian, Bumi Aksara, Jakarta.

Dinas Perkebunan Madina, 2005. Pendataan Statistik Tanaman Perkebunan

Kabupaten Madina, Madina.

Heru Setiawan, D., dan Agus Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya

Karet, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Hutauruk, J., 2003. Tata Niaga Hasil Pertanian, Diktat Fakultas Pertanian, Unika ST. Thomas SU, Medan.

Kotler, Philip, 2003. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Indeks Kelompok

Gramedia, Jakarta.

Mustafid, 2002. Analisis Efektifitas dan Efesiensi Tataniaga Kopi Biji di

Provinsi Lampung, fakultas UNILA Lampung.

Soetrisno, L., 1999. Pertanian Pada abad Ke-21, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, H.S., 2001.Budidaya Tanaman Karet, Diktat. Fakultas Pertanian,USU, Medan.

Siregar, HS., Tumpal, 1995. Teknik Penyadapan Karet, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sudiyono, A., 2004. Pemasaran Pertanian, Penerbit UMM- Malang. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani, Penerbit UI-Press, Jakarta.


(6)

Soekartawi, 1990. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Penerbit Grafindo Persada, Jakarta.

Soekartawi, 1989. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian,

Teori dan Aplikasinya, Rajawali Press, Jakarta.

Soekartawi, 1984. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya, Rajawali Press, Jakarta.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, UGM- Press, Yogyakarta.

Tim Penulis P.S., 1999. Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan

Pengolahan, Penebar Swadaya, Jakarta.

Tohir. A., 1999. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta