Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Metode Pengambilan Sampel 1.
Petani Karet
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan “Metode Sensus”. Karena petani karet di Desa Tanobato hanya terdiri dari 30 KK. Oleh karena itu
semua petani karet akan dijadikan sebagai sampel di daerah penelitian.
2. Pedagang Pengumpul Desa dan Pedagang Pengumpul Kecamatan
Untuk pedagang pengumpul desa terdiri dari 3 orang pedagang pengumpul, Sedangkan pedagang pengumpul kecamatan terdiri dari 7 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu mengambil seluruh populasi sebagai sampel.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar
kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari berbagai instansi Lembaga atau
dinas seperti BPS Tk I Sumatera Utara, Kantor Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Kantor Dinas Perkebunan Madina dan Kantor Camat serta literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1,2,3,6 digunakan analisis deskriptif yaitu untuk mengetahui proses produksi, komponen biaya produksi terbesar dan besar
penerimaan dan pendapatan usahatani karet rakyat, serta bagaimana saluran
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
tataniaga karet rakyat dan kendala yang dihadapi petani dalam usahatani dan tataniaga karet rakyat di daerah penelitian.
Untuk identifikasi masalah 4, pada hipotesis 1 digunakan rumus : -
Untuk menghitung Price Spread : S =
Pr Pf
Keterangan : S = Price spread, dihitung dalam rupiah
Pf = Biaya-biaya pada lembaga tataniaga Pr = Harga beli konsumen
- Untuk menghitung Share margin :
Sm = Pf x 100 Pr
Keterangan : Sm = Share margin, dihitung dalam persen Pf = Biaya-biaya pada lembaga tataniaga
Pr = Harga beli konsumen Hutauruk, J,. 2003 Hipotesis diterima bila petani mempunyai price spread dan share margin
profit lebih kecil dari pada pedagang perantara dalam penyaluran karet rakyat di daerah penelitian.
Untuk identifikasi masalah 5, pada hipotesis 2 menghitung efisiensi tataniaga digunakan rumus :
Z + Zm e =
C + Cm Dimana :
e
: Efisiensi tataniaga Z
: Profit middle-man pedagang pengumpul Rp Zm : Profit petani Rp
C : Biaya tataniaga Rp
Cm : Biaya produksi Rp
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Tataniaga dikatakan efisien, jika : e 1 = Efisien
e ≤ 1 = Tidak efisien
Mustafid, 2002
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari munculnya kesalah pahaman dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
Definisi : 1. Produksi karet adalah hasil usaha tani karet dalam bentuk cup lump, dihitung
dalam ukuran kg atau ton dan dibedakan mutu serta ukuran produk.
2. Petani karet adalah petani yang mengusahakan tanaman karet sebagai mata pencaharian utama.
3. Cup lump adalah bekuan dalam mangkok sadap atau tempurung yang
berbentuk bulat, tebal. 4.
Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen.
5. Lembaga tataniaga adalah semua lembaga yang terlibat dalam proses
penyampaian produk sampai konsumen akhir. 6.
Pasar getah adalah pasar tempat menjual hasil cup lump, tempat para petani dan pembeli cup lump dikumpulkan.
7. Pedagang pengumpul desakecamatan adalah Pedagang yang mengumpulkan
cup lump dari petani di desa kecamatan tersebut dan kemudian menjual pada pada pedagang besar.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
8. Agen pedagang besar adalah lembaga atau pihak yang membeli cup lump dari
pedagang pengumpul desa kecamatan kemudian menjual ke pabrik 9.
Biaya Tataniaga adalah semua ongkos yang dikeluarkan dalam kegiatan penyampaian barang dari produsen ke konsumen.
10. Price spread sebaran harga adalah kelompok harga beli dan harga jual,
biaya pemasaran menurut fungsi pemasaran yang dilakukan. 11.
Share margin adalah bagian harga yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran terhadap harga beli konsumen.
12. Efisiensi tataniaga adalah penjumlahan profit middle-man pedagang
pengumpul dengan profit petani dibagi dengan penjumlahan biaya tataniaga dengan biaya produksi dan pemasaran.
13. Saluran tataniaga adalah suatu unit organisasi yang melibatkan semua pihak
termasuk didalamnya petani produsen dan lembaga tataniaga yang terlibat dalm proses penyampaian produk sampai konsumen akhir..
14. Komponen produksi adalah semua yang dikorbankan dalam usahatani untuk
mendapatkan produksi yaitu pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan.
Batasan Operasional :
1. Tempat penelitian adalah Desa Tanobato. Kecamatan Panyabungan Selatan,
Kabupaten Madina. 2.
Waktu penelitian adalah tahun 2007 3.
Sampel penelitian adalah petani karet rakyat, pedagang pengumpul desa kecamatan.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL DAN
LEMBAGA TATANIAGA
Deskripsi Daerah Penelitian
Desa Tanobato terletak di ibukota Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah
2170,01 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tanobato sebanyak 1096 jiwa. Dengan memiliki topografi yang berbukit-bukit dan pegunungan.
Desa Tanobato terletak 13 Km dari ibukota Kabupaten Mandailing Natal yaitu Penyabungan. Secara administratif, Desa Tanobato mempunyai batas-batas
wilayah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutarimbaru -
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sayurmatinggi -
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Roburan Dolok -
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pagaran Tonga
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Tanobato Tahun 2007 No.
Penggunaan Lahan Luas Ha
Persentase
1. 2.
3. 4.
5. Lahan Sawah
Lahan Kering -
Pemukiman -
Perkebunan Rakyat Bangunan Umum
Tanah Wakaf Lainnya
Jumlah
200
1700 250
2 1
17.01
2170.01
9.21
78.34 11.52
0.09 0.05
0.79
100.00
Sumber : Kepala Desa Tanobato, 2007.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar di Desa Tanobato adalah Pemukiman yaitu sekitar 1700 Ha 78.35 . Adapun tanaman
perkebunan yang banyak di usahakan adalah karet dengan luas lahan 250 Ha 11.53 . Sedangkan sisanya untuk lahan sawah, bangunan umum, tanah wakap,
dan lain-lain.
Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Tanobato pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1096 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 276 KK, yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 497 orang dan perempuan sebanyak 599 orang.
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Uraian
Jumlah penduduk Orang
1. 2.
3. 4.
5. Petani
Wiraswasta PNS
Pertukangan Pensiunan
900 30
20 7
10 93.07
3.10 2.06
0.73 1.04
Jumlah 967
100.00
Sumber : Kepala Desa Tanobato, Tahun 2007
.
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Desa Tanobato mata pencahariannya adalah sebagai petani yaitu sebanyak 900 orang
93.08 dari jumlah penduduk yang bekerja. Selebihnya adalah wiraswasta sebanyak 30 orang 3,11 , PNS sebanyak 20 orang 2.07 , pensiunan 10
orang 1.04 , dan pertukangan sebanyak 7 orang 0.73 .
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Tanobato dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sarana dan Prasarana Yang Tersedia di Desa Tanobato Tahun 2007 No.
Sarana dan Prasarana Jumlah Unit
1. Sarana Pendidikan
• SD
• SMA
1 1
2. Sarana Kesehatan
• Puskesmas Pembantu
• Posyandu
1 2
3. Sarana Ibadah
• Mesjid
• Musholla
2 2
4. Prasarana Perhubungan
• Jembatan
2 5.
Sarana Olahraga •
Lapangan Bola Kaki •
Lapangan Bulu Tangkis •
Lapangan Volley 1
1 1
6. Sarana Perkantoran
• Kantor Kepala Desa
• Kantor Camat
• Kantor Cabang Dinas pendidikan
• Kantor Urusan Agama KUA
1 1
1 1
Jumlah 18
Sumber : Kantor Kepala Desa Tanobato, Tahun 2007.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Tanobato sudah tergolong lengkap baik sarana kesehatan, sarana ibadah,
sarana perhubungan, sarana olahraga maupun sarana perkantoran. Begitu juga sarana pendidikan yang ada di Desa Tanobato tergolong sudah cukup lumayan
walaupun sarana pendidikan SMP belum ada.Warga di Desa Tanobato ini terutama para muda mudinya sangat gemar berolahraga, terutama olahraga yang
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
paling di gemari adalah sepak bola. Dan sarana olahraga di desa ini sudah tergolong lengkap, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sarana olahraga yang ada.
Karakteristik Petani Sampel dan Lembaga Tataniaga
•
Petani Sampel
Petani sampel adalah orang yang melakukan usahatani karet rakyat sebagai salah satu pencahariannya. Menurut hasil survey saat dilakukan penelitian
diperoleh jumlah populasi petani karet rakyat di Desa Tanobato sebanyak 30 KK dan kesemua popolasi tersebut dijadikan sebagai sampel. Karakteristik dari petani
karet rakyat sampel dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 7. Rekapitulasi Karakteristik Petani Karet Rakyat Sampel di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Uraian
Rata-rata
1. Umur Tahun
46,26 2.
Pengalaman Bertani Tahun 16,96
3. Lama Pendidikan Tahun
11,23 4.
Jumlah Tanggungan Tahun 2,63
Sumber : Lampiran 1
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata umur sampel adalah 46,26 tahun, rata-rata pengalaman bertani 16,96 tahun, rata-rata lama pendidikan 11,23
tahun, dan rata-rata jumlah tanggungan adalah 2,63 tahun. •
Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan
Pedagang pengumpul desa dan kecamatan sampel dalam penelitian ini adalah para pedagang yang membeli cup lump dari para petani sampel. Biasanya
para pedagang pengumpul desa dan kecamatan ini membeli cup lump langsung
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
dari petani dan ada juga dari sesama pedagang pengumpul Toke untuk di jual ke pabrik. Pasar getah tersebut diadakan dalam sekali seminggu yaitu bertepatan
pada hari selasa. Disitulah para petani dan pedagang pengumpul mengadakan transaksi. Dimana pedagang pengumpul desa dan kecamatan sama-sama membeli
cup lump dari petani karet yang bukan hanya berasal dari Desa Tanobato saja tetapi dalam satu kecamatan tersebut. Dan pedagang pengumpul tersebut selain
berasal dari Desa Tanobato dan desa-desa di wilayah Penyabungan Selatan tetapi ada juga yang berasal dari luar daerah Kecamatan Penyabungan Selatan yang
mana dia juga sekaligus sebagai pedagang besar Agen. Dan Para pedagang pengumpul tersebut selain membeli cup lump dari petani mereka juga membeli
cup lump antara sesama pedagang pengumpul untuk dijual ke pabrik tujuan masing-masing. Dan ada juga pedagang yang tidak membeli cup lump dari
sesama pedagang pengumpul tetapi cukup pada petani karet saja.
Tabel 8. Rekapitulasi Karakteristik Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Uraian
Rata-rata
1. Umur Tahun
43,4 2.
Pengalaman Berdagang Karet Tahun 11,7
3. Lama Pendidikan Tahun
12,1
Sumber : Lampiran 12
Dari Tabel diatas dapat dilihat rata-rata umur pedagang pengumpul desa dan kecamatan adalah 43,4 tahun, rata-rata pengalaman berdagang karet 11,7
tahun, dan rata-rata lama pendidikan 12,1 tahun.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Produksi Usahatani
Persiapan Lahan
Terdapat dua jenis penanaman karet, yaitu newplanting usaha penanaman karet di areal yang belum pernah dipakai untuk budidaya karet dan replanting
usaha penanaman ulang di areal karet karena tanaman lama sudah tidak produktif lagiperemajaan. Di Desa Tanobato, umumnya areal tanaman karet berasal dari
areal hutan. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan lahan perkebunan karet pumumnya dilakukan secara manual dengan menggunakan alat-alat seperti
cangkul, parang dan babat. Proses pembukaan lahan diawali dengan membabat semak-semak dan pohon-pohon kecil serta menebang pohon-pohon
besar.Kemudian lalu dibakar sehingga lahan bersih yang kemudian dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul, lalu dilakukan pembuatan
lubang tanam secara tugal. Setelah iti baru dilakukan penanaman bibit karet.
Persiapan Bibit
Pada umumnya bibit yang digunakan petani di daerah penelitian berasal dari biji seling yang diperoleh petani dari pohon tanaman yang ada disekitar
ataupun dari kebun sendiri. Lalu dikecambahkan, Setelah biji berkecambah dan tumbuh menjadi bibit tanaman yaitu sudah mempunyai 2-3 payung daun, maka
bibit tersebut ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan di lapangan. Tetapi ada juga petani yang membeli bibit yang telah siap tanam. Bibit
yang digunakan adalah bibit okulasi. Kemudian bibit yang telah dibeli tersebut
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
langsung ditanam pada lubang tanam yang telah dipersiapkan sebelumnya. Penggunaan bibit oleh petani dapat dilihat pada Tabel beribut.
Tabel 9. Bibit Yang Digunakan Petani Sampel di Desa Tanobato Tahun 2007 No.
Penggunaan Bibit Sumber
Jumlah Sampel
1. Okulasi
Dibeli 14
46.67 2.
Biji Swadaya
16 53.33
Jumlah 30
100.00
Sumber : Data Primer Diolah, 2007.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 14 46,67 sampel yang menggunakan bibit dari okulasi sedangkan 16 53,33 sampel menggunakan
biji. Jika dilihat dari penggunaan bibit di daerah penelitian, petani hampir setengah menggunakan bibit yang berasal dari biji maupun bibit okulasi, dan jika
dilihat bibit yang masih banyak digunakan adalah bibit yang berasal dari biji. Hal ini disebabkan harga bibit okulasi mahal dan tidak terjangkau petani untuk
membeli bibit. Dimana bibit okulasi berkisar antara Rp3.000-Rp7.000. Sedangkan bibit dari biji bisa diperoleh dari petani dengan harga yang relatif lebih murah
yaitu antara Rp1.000 - Rp 1.500. Keunggulan bibit okulasi dari bibit dari biji adalah lebih cepat matang
sadap. Tanaman dengan bibit okulasi dapat disadap pertama pada umur 5-6 tahun setelah bibit ditanam, sedangkan tanaman dengan biji dapat disadap pertama pada
umur 7-9 tahun. Namun bibit okulasi memiliki umur produktif lebih pendek yaitu berkisar 20-25 tahun sedangkan bibit dari biji bisa mencapai lebih dari 30 tahun.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Penanaman
Bibit yang sudah ditanam adalah bibit yang mempunyai 2-3 payung daun dengan jarak tanam yang bervariasi. Jarak tanam yang digunakan petani sampel
dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 10. Jarak Tanam yang Digunakan Petani Sampel di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Jarak Tanam m x m
Jumlah Sampel
1. 2x2
2 6.67
2. 3x3
6 2.00
3. 4x3
7 23.33
4. 4x4
10 33.33
5. 6x3
3 10.00
6. 6x4
2 6.67
Jumlah 30
100.00
Sumber : Data Primer Diolah, 2007
. Dari Tabel dapat diketahui bahwa jarak tanam yang banyak digunakan
adalah 4 m x 4 m sebanyak 10 sampel 33.34 dengan sistem bujur sangkar. Bila dibandingkan dengan tekhnologi anjuran, karena jarak tanamnya ada yang terlalu
rapat atau sempit, maka jarak tanam yang dianjurkan adalah 4,25 m x 4,25 m. Sistem tanam yang digunakan petani pada umumnya monokultur atau tanaman
karet sebagai tanaman utama dan tidak ada tanaman lain yang dibudidayakan diantara tanaman karet.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Penyisipan
Penyisipan dilakukan ketika bibit yang ditanam ada yang mati atau pertumbuhannya kurang optimal. Bibit yang disisip ditanam di samping lubang
tanam bibit yang mati. Kematian bibit disebabkan karena kurang adanya seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman serta serangan penyakit.
Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan TBM
Pemeliharaan TBM didaerah penelitian sangat jarang dilakukan. Umumnya petani membiarkan saja bibit yang sudah ditanam. Dan sangat jarang
ataupun sedikit sekali yang memberikan perawatan khusus. Umumnya dalam pengendalian penyakit. Penyakit yang sering menyerang tanaman adalah
disebabkan oleh jamur yang bisa membuat tanaman mati atau pas penanaman baru pohon karet mati muda dan menular berjangkit sesama pohon lain dan
menyebabkan pohon karet lain juga terserang. . Adapun perawatan yang diberikan petani berupa pemberian pupuk
dengan frekuensi 1-2 setahun, tetapi mayoritas sekali dalam setahun, dan ada juga yang tidak memberikan pupuk sama sekali dengan membiarkan saja tanamannya.
Pemeliharaan lain yang dilakukan yaitu penyiangan gulma yang bertujuan untuk : •
Memperoleh pertumbuhan yang optimal bagi tanaman pokok •
Memudahkan pekerjaan pada waktu melakukan penyadapan dengan membersihkan gulma yang tumbuh, diantaranya rumput dan lalang
• Mengurangi persaingan antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu
terutama dalam hal pemupukan.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Ada dua cara penyiangan yang dilakukan di daerah penelitian yaitu : •
Penyiangan secara manual yaitu pembersihan rumput dan lalang dilakukan dengan menggunakan parang babat untuk disiangi disekeliling tanaman karet
karet atau disepanjang barisan tanaman dengan cara di babat atau di kored. •
Penyiangan secara kimiawi yaitu pembersihan rumput dengan menggunakan obat-obatan. Jenis yang digunakan adalah herbisida Round up, dengan
menggunakan pompa semprot atau knapsack sprayer Frekuensi pemakaian tergantung pada banyaknya gulma yang tumbuh.
Di daerah penelitian cara kimiawi umumnya di lakukan 2 kali dalam satu tahun, dan 2 – 4 kali dalam setahun dengan cara dibabat atau di kored.
Penyiangan gulma yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 11. Penyiangan Gulma yang Dilakukan Petani di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Penyiangan Gulma FrekuensiTahun Jumlah Sampel
1. Kimiawi
2 kali 25
83.33 2.
Manual 2 – 4 kali
5 16.67
Jumlah 30
100.00
Sumber : Data Primer Diolah, 2007.
Dari Tabel dapat diketahui bahwa umumnya penyiangan gulma yang dilakukan petani di daerah penelitian secara kimiawi sebanyak 25 sampel
83,34 dan secara manual sebanyak 5 sampel 16,67.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan TM
Pemeliharaan pada TM tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan TBM terutama dalam hal penyiangan gulma. Dalam hal pemupukan, tidak semua petani
melakukan pemupukan. Umumnya petani menggunakan pupuk Urea, NPK, Kcl, dan Sp-36 yang dilakukan dalam 1 – 2 kali setahun. Dan ada juga sejumlah kecil
petani yang tidak memberikan pupuk sama sekali. Pemupukan yang dilakukan pada tanaman karet yang telah menghasilkan
adalah bertujuan untuk : •
Meningkatkan hasil sadapan •
Mempertahankan serta memperbaiki kesehatan dan kesuburan pertumbuhan tanaman
Perbandingan antara petani yang menggunakan pupuk dan yang tidak menggunakan pupuk dalam budidaya karet dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 12. Perlakuan Pemupukan Dalam Usahatani Karet di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Pemupukan
FrekuensiTahun Jumlah Sampel
1. Dilakukan
1 – 2 Kali 28
93.33 2.
Tidak Dilakukan -
2 6.67
Jumlah 30
100.00
Sumber : Data Primer Diolah, 2007.
Dari Tabel dapat dilihat bahwa jumlah petani yang menggunakan pupuk sebanyak 28 petani 93,33 dan tidak melakukan pemupukan sebanyak 2 petani
6,67. Frekuensi umumnya dilakukan 1 kali setahun atau ada juga yang sampai 2 kali setahun. Hal ini disebabkan harga pupuk yang mahal sehingga sebagian
petani tidak mampu melakukan pemupukan .
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Pada tanaman karet di daerah penelitian penyakit utama yang sering menyerang adalah Jamur Akar Putih JAP yang disebabkan oleh cendawan.
Penyakit ini sering menyerang tanaman karet pada bagian akar, dan akan menyebabkan akar maupun batang yang terserang menjadi busuk dan basah.Daun
menjadi layu dan mengering kemudian jatuh berguguran dan pada akhirnya akan mati. Penyakit yang terserang oleh Jamur Akar Putih ini pohon yang dikenainya
akan berjangkit pada pohon lain dan pada akhirnya pembuluh lateks tidak berproduksi lagi dan keluar sehingga kelamaan akan menyebabkan kematian .
Pengendalian penyakit yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu dengan menggali tanah disekitar leher akar dengan kedalaman 50 Cm kemudian akar yang
terserang dikerok disepanjang permukaan akar, dan dibiarkan dan setelah 1-2 minggu kemudian akar ditutup tanah kembali.
Hama yang sering menyerang tanaman karet juga disebabkan oleh rayap. Dimana serangannya dapat terlihat oleh batang, batang pohon dimakani
rayap, sehingga batang karet tersebut berlumut sehingga mengakibatkan pohon karet busuk, berlubang dan titengah-tengah batang kosong dan lama-kelamaan
pohon karet tersebut bisa mati. Di daerah penelitian petani menanggulangi permasalahan tersebut dengan cara menyemprot silinder ataupun dengan
mengoles silinder tersebut ke batang pohon karet. Dan juga yang banyak mengganggu adalah babi hutan dan kera yang dapat merusak tanaman karet.
Petani menanggulanginya dengan cara membuat ranjau.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Penyadapan dan Pengumpulan Hasil
Penyadapan dilakukan dengan menyayat atau mengiris kulit batang. Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks
mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 7-8
tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasi. Jadi penyadapan dilakukan 4 hari
dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan dalam seminggu, ini
disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan penyadapan.
Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan dalam irisan ± 2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan
biasanya petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya
selanjutnya 1 hari untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk penampung getah telah terisi penuh dan getah cup lump
dalam keadaan menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari senin karena hari selasa diadakannya pasar getah yang diadakan pada
pagi hari.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
ANALISIS EKONOMI USAHATANI
Sarana Produksi
Umur tanaman karet di daerah penelitian pada umumnya antar 7 – 50 tahun. Hal ini berpengaruh pada pemakaian sarana produksi termasuk pupuk serta
penggunaan penggunaan tenaga kerja yang berbeda pada tanaman karet yang lebih muda. Pemberian pupuk pada tanaman karet yang sudah tua, dosisnya lebih
rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang masih muda sehingga kebutuhan tenaga kerja yang digunakan lebih sedikit, selain itu tanaman yang sudah tua juga
membutuhkan perawatan juga lebih sedikit. Seperti yang telah diketahui di daerah penelitian umur tanaman karet sejumlah besar sudah tergolong tanaman tua.
Sarana produksi petani karet di Desa Tanobato terdiri dari jumlah pokok batang atau jumlah bibit karet, pupuk, dan obat-obatan yang dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, KgHaTahun
No. Uraian
PerPetaniTahun PerHaTahun
1. Jumlah pokok bibit
Batang 1.553,3 BtgPetani
384,72 BtgHa
2. Urea Kg
Sp-36 Kg Npk Kg
Kcl Kg 1139
95,5 77,58
23,58 267,4
13,73 23,58
18,2 3.
Roundup ltr 11,51
2,37
Sumber : Lampiran 2
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Dari Tabel diatas dapat diliha bahwa rata-rata penggunaan sarana produksi bibit adalah 1.553,3 batangpetani atau 384,72 batangHa, Sedangkan rata-rata
penggunaan sarana produksi pupuk yang terbesar adalah Urea sebesar 1139 Kgpetani atau 267,4 Kg Ha dan untuk herbisida Roundup sebesar 11,51
literPetani atau 2,37 literHa. Sehingga dapat disimpulkan penggunaan sarana produksi bibit sangat dominan pada usahatani karet dan kemudian diiringi oleh
sarana produksi pupuk pada usahatani karet di daerah penelitian. Untuk mengetahui biaya sarana produksi pada budidaya karet rakyat dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 14. Rata-rata Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, RpHaTahun.
No. Uraian
RpPetaniTahun RpHaTahun
1. Jumlah pokok bibit
Batang 6.070.000
1.021.805 61,57
2. Urea
Sp-36 Npk
Kcl 1.682.550
349.300 617.283,3
345.866,6 216.005,3
84.233,3 195.387,5
32.800 13,01
5,07 11,78
1,98 3.
Roundup 526.716,6
109.383,3 6,59
Jumlah 9.592.716,5
1.659.614,4 100.00
Sumber : Lampiran 3
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata biaya sarana produksi yang terbesar adalah bibit sebesar Rp. 6.070.000,-petani atau Rp. 1.021.805,-ha
61,57 sedangkan yang terkecil adalah pupuk Kcl sebesar Rp.345.866,6,- petani atau Rp. 32.800,-ha 1,98.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani karet rakyat di Desa Tanobato terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk
mengetahui rata-rata curahan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, HKPHaTahun
No. Uraian
HKPPetaniTahun HKPHaTahun
1. 2.
TKDK TKLK
165,2 881.191
74,997 164,090
31,37 68,63
Jumlah 881.356,2
239,087 100.00
Sumber : Lampiran 4
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk TKDK adalah 165,2 HKPpetani atau 74,997 HKPHa 31,37 sedangkan
untuk TKLK adalah sebesar 881.191 HKPpetani atau 164,090 HKPHa 68,64.
Untuk mengetahui biaya tenaga kerja pada budidaya karet rakyat dapat dilihat Pada Tabel 16.
Tabel 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, RpHaTahun.
No. Uraian
RpPetaniTahun RpPetaniTahun
1. 2.
TKDK TKLK
3.683.500 24.358.166,6
1.392.855,5 4.549.198,14
23,44 76,56
Jumlah 28.041.666,6
5.942.053,64 100.00
Sumber : Lampiran 4
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk TKDK adalah Rp.3.683.500,-petani atau Rp.1.392.855,5,-Ha 23,44
sedangkan rata-rata penggunaan tenaga kerja TKLK adalah sebesar Rp. 24.358.166,6,-petani atau 4.549.198,14,-Ha 76,56 .
Biaya Produksi
Adapun yang termasuk ke dalam biaya produksi di Desa Tanobato adalah biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan. Untuk
mengetahui rata-rata biaya produksi usahatani karet rakyat dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 17. Rata-rata Biaya Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Tanobato Tahun 2007, RpHaTahun.
No. Uraian
RpPetaniTahun RpHaTahun
1. Sarana Produksi
9.593.716,6 1.873.615
23,08 2.
Tenaga Kerja 28.041.666,6
6.000.356,48 73,90
3. Penyusutan
891.050 2.457.68,48
3,02
Jumlah 38.526.433,2
8.119.748,9 100.00
Sumber : Lampiran 7
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata biaya produksi yang terbesar adalah tenaga kerja sebesar Rp. 28.041.666,6,-petani
atau Rp. 6.000.356,48,-Ha 73,90 sedangkan yang terkecil adalah penyusutan
sebesar Rp. 891.050,-petani atau Rp. 2.457.68,48,-Ha 3,02 jika dilihat dari Rppetanitahun, tetapi rata-rata biaya terkecil jika dilihat dari Rphatahun nya
adalah sarana produksi yaitu senilai Rp. 1.873.615,-ha 23,08.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 18. Analisis Ekonomi Petani Karet Yang Sudah Menghasilkan TM Per Kg Produksi Cup lump di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Komponen Biaya
Rp.Kg
1.
2. Biaya Penyusutan Peralatan
- Cangkul
- Parang
- Ember
- Knapsack
- Pisau Deres
- Talang
- Kawat
- Tempurung
- Bak getah
- Mangkok getah
Pupuk Herbisida
Tenaga Kerja Total Biaya Penyusutan Peralatan
Profit petani 10,027
9,234 21,343
13,041 14,511
9,336 23,856
2,624 533,34
4,483 311,594
45,969 1.867,192 +
2.866,55
5.723,45 0,11
0,11 0,25
0,15 0,17
0,10 0,27
0,03 6,21
0,05
3,62 0,53
21,74 33,37
66,63 3.
Harga jual cup lump petani 8590
100,00
Sumber : Lampiran 11 dan 12.
Dari Tabel 18, dapat diketahui bahwa biaya produksi petani sebesar Rp. 2.866,55,-Kg 33,37, sedangkan profit petani sebesar Rp. 5.723,45,-Kg
66,63.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Karet Rakyat
Produksi merupakan keseluruhan hasil panen yang dihasilkan dalam kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan Kg atau Ton. Produktifitas
adalah perbandingan antara jumlah produksi dengan luas lahan dalam suatu kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan KgHa atau TonHa.
Penerimaan diperoleh dari hasil kali jumlah produksi dengan harga jual. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi . Total
biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Untuk mengetahui produksi, penerimaan dan pendapatan bersih dari usahatani karet
rakyat dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 19. Rata-rata Produksi, Produktifitas, Harga, Penerimaan, Total Biaya Produksi dan Pendapatan Bersih Pada Usahatani Karet Rakyat
di desa Tanobato Tahun 2007, RpHaTahun No.
Uraian perPetani
perHa
1. Produksi Kg
12.308,26 257.267
2. Produktifitas Kg Ha
2.945,11 -
3. Harga Rp
8613 8613
4. Penerimaan Rp
107.906.693,3 25.788.577,78
5. Total Biaya Produksi Rp
38.490.400 8.048.419,2
6. Pendapatan bersih Rp
69.416.293,3 17.626.858,6
Sumber : Lampiran 7,8,9.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata produksi karet rakyat sebesar 12.308,26 Kgpetani atau 257.267 Kgha dan produktifitas sebesar
2.945,11 KgHa per petani, sedangkan harga rata-rata sebesar Rp. 8.613,- baik per petani maupun per hektar, sedangkan penerimaan sebesar Rp. 107.906.693,3,-
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
petani atau Rp. 25.788.577,78,-Ha, total
biaya produksi
sebesar Rp. 38.490.400,-petani atau Rp.8.048.419,2,-Ha, dan pendapatan bersih sebesar
Rp. 69.416.293,3,-petani atau Rp. 17.626.858,6,-ha.
Kendala Dalam Teknologi Usahatani Karet Rakyat
Dalam menjalankan usahatani karet petani masih banyak menghadapi suatu kendala. Kendala yang dihadapi tersebut kurang lebih berasal dari diri
petani sendiri yaitu kurangnya modal untuk menggunakan input produksi secara optimal sehingga dalam menjalankan usahatani terutama pembudidayaan tanaman
karet belum sesuai dengan teknik budidaya, seperti : •
Harga bibit okulasi yang mahal sehingga menyebabkan masih banyak petani menggunakan bibit dari biji seling atau hampir setengah dari jumlah populasi
sampel petani di tempat penelitian menggunakan bibit dari biji . •
Harga pupuk yang mahal menyebabkan banyak petani yang melakukan pemupukan dengan frekuensi 1 kali dalam setahun dan sejumlah kecil yang
melakukan pemupukan 2 kali dalam setahun, dan ada juga sejumlah kecil petani yang tidak memberikan pemupukan sama sekali karena diakibatkan faktor biaya
karena harga pupuk yang mahal sehingga produksi karet petani kurang optimal. •
Dalam hal pengendalian hama penyakit , petani banyak yang kurang mengerti cara pengendalian, sehingga tanaman yang terserang hanya dilakukan
pengendalian seadanya bahkan ada yang tidak dilakukan pengendalian sama sekali sehingga tanamn tidak bisa disadap lagi.
• Belum memadainya belum adanya pabrik pengolahan hasil karet
Cumb Rubber di daerah atau kabupaten daerah penelitian, karena jika dilihat hasil produktifitas karet rakyat Madina cukup banyak dan pada saat ini
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
menduduki peringkat kedua penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara, oleh sebab itu perlu didirikannya remeling pabrik pengolahan karet.
Selain kendala yang dihadapi dalam teknologi anjuran budidaya karet kendala terbesar yang dihadapi petani adalah faktor sosial ekonomi petani itu
sendiri . Dalam segi pendidikan formal tingkat pendidikan petani rata-rata adalah digolongkan rendah dan pengetahuan tentang usahatani dan budidaya karet petani
diperoleh hanya berdasarkan pengalamannya saja serta tidak adanya pendidikan dan pelatihan yang diterima oleh petani, dan walaupun ada sejumlah kecil petani
yang mengerti dalam teknologi anjuran budidaya karet, tetapi boleh dikatakan tingkat pengetahuan petani tentang budidaya usahatani karet di daerah penelitian
masih kurang.
Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi Petani
Setelah mengetahui kendala yang dihadapi petani maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan :
• Petani membeli bibit okulasi dari penangkar bibit karet hasil okulasi yang
berasal dari desa tetangga maupun luar daerah dengan mecari bibit yang lebih murah sehingga dapat terjangkau oleh petani.
• Petani lebih banyak menggunakan pupuk urea dibandingkan pupuk Npk,Sp-36,
dan Kcl mungkin dikarenakan harganya yang cukup relatif murah dibandingkan harga pupuk lain dan sekaligus untuk lebih menghemat biaya.
• Dalam pengendalian penyakit, khususnya penyakit jamur akar putih, petani
biasanya menggali tanah disekitar leher akar, kemudian akar di kerok diantara jarak pohon yang satu dengan yang lainnya di sepanjang permukaan akar
dengan kedalaman kira-kira 50 Cm dan dibiarkan kira-kira 1 minggu lebih
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
kemudian tanah ditutup kembali guna mencegah penyakit tersebut tidak berjangkit pada pohon lain.
• Pada saat ini usulan pendirian pabrik Crumb Rubber di daerah penelitian telah
telah direalisasi dan disetujui oleh pemerintah kabupaten Mandailing Natal dan pada waktu dekat ini akan didirikan pabrik crumb rubber tersebut tiga pabrik
pengolahan sekaligus di daerah yang berbeda di Kabupaten Mandailing Natal.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
SISTEM TATANIAGA
Saluran Tataniaga Cup Lump melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang menyalurkan cup lump dari petani di Desa Tanobato, Kecamatan
Panyabungan Selatan, Kabupaten Madina. Dari hasil penelitian diketahui bahwa lembaga-lembaga tataniaga yang
berperan dalam tataniaga cup lump adalah petani, pedagang pengumpul desa dan kecamatan , dan agen. Produksi cup lump desa Tanobato sebesar 4.243.200
KgTahun. Di daerah penelitian terdapat 2 bentuk saluran tataniaga.
Saluran tataniaga dapat dilihat sebagai berikut: Saluran 1 :
Petani Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Agen Konsumen Luar Kabupaten Madina.
Saluran 2 : Petani Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Konsumen Luar
Kabupaten Madina.
Dari saluran tataniaga tersebut dapat dipaparkan bahwa total produksi cup lump desa Tanobato tahun 2007 sebesar 4.243.200 Kg. Petani melakukan
penjualan cup lump sebesar 3.292.800 Kg kepada pedagang pengumpul desa dan kecamatan Toke dengan harga yang bervariasi dengan harga rata-rata Rp.8590
Kgpetani, kemudian pedagang pengumpul menjual cup lump nya kembali kepada agen pedagang besar dengan harga yang bervariasi juga dengan rata-rata
279.305,28 KgTahun. Untuk lebih jelasnya melihat sebaran harga yang diberikan pedagang pengumpul kepada petani dan juga kesesama pedagang agen dapat
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
dilihat pada lampiran 12. Dan ada juga pedagang pengumpul yang menjual cup lump nya yang telah dibeli dari petani langsung dijual ke konsumen luar
Kabupaten Madina, seperti yang dilihat pada saluran 2. Dari kedua saluran tataniaga diatas yang paling baik adalah saluran ke 2, karena dapat
menguntungkan petani. Karena semakin panjang saluran tataniaga petani kurang diuntungkan.
Dalam menyalurkan cup lump dari petani sampai kepadagang pengumpul hingga ke tujuan pabrik pengolahan. Pedagang pengumpul desa dan
kecamatan maupun agen cenderung mengalami marketing loss dengan rata-rata sebesar 65.034 Kg selama tahun 2007 akibat penyusutan volume cup lump selama
dalam penyimpanan ataupun dalam perjalanan menuju pabrik pengolahan, dan berhubung pabrik pengolahan karet berada diluar daerah Kabupaten Madina oleh
sebab itu sangat cenderung mempengaruhi marketing loss,karena cup lump mengandung air. Namun marketing loss yang dialami pedagang pengumpul
ditanggung sendiri oleh mereka. Petani pada umumnya menjual hasilnya melalui pedagang pengumpul
desa mapun kecamatan yang mana mereka mengadakan transaksi ataupun penjualan setiap diadakannya pasar getah yaitu setiap hari selasa sekali dalam
seminggu. Pedagang pengumpul desa dan kecamatan setelah diadakannya pasar getah mereka langsung menjual hasil pembelian cup lump tersebut ke tujuan
pabrik pengolahan mereka masing-masing, dan ada juga hanya menjualkannya kesasama pedagang pengumpul ataupun agen tanpa harus menjual ke pabrik lagi.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 20. Rata-rata Komponen Biaya Tataniaga Untuk Tiap Kg Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Komponen Biaya
Rp.Kg
1. Harga beli pedagang pengumpul desa
dan kecamatan 8590
84,33 2.
Biaya Tataniaga: -
Upah T.kerja -
Ongkos lapangan -
Distribusi -
Transfortasi -
Penyusutan transfortasi -
Penyusutan timbangan -
Marketing Loss Total Biaya Tataniaga
Profit pedagang pengumpul desa dan kecamatan
Margin tataniaga RpKg 0,551
0,039 0,051
5,086
18,904 1,180
0,146 + 25,957
128,043
154 0,005
0,0003 0,0004
0,049 0,185
0,001 1,433
0,254 1,257
1,52 3.
Harga beli pedagang besar Agen 8744
85,86 4.
Harga jual pedagang besar Agen 10.185
100,00
Sumber : Data Primer Diolah dari lampiran 12,14.
Pada saluran tataniaga cup lump ini, pedagang pengumpul membeli cup lump dari petani dengan harga rata-rata Rp.8590,-Kg 84,33 dan ada juga
pedagang pengumpul agen membeli cup lump antara sesama pedagang pengumpul dengan harga rata-rata Rp. 8744,-Kg 85,86. Biaya tataniaga yang
dikeluarkan pedagang pengumpul desa dan kecamatan sebesar Rp. 25,957kg 0,254, antara lain biaya upah tenaga kerja Rp. 0,551kg 0,005, Biaya
tenaga kerja termasuk upah muat, bongkar, jemur, menimbang pada setiap diadakannya pasar getah., Ongkos lapangan Rp. 0,039kg 0,0003, Distribusi
Rp. 0,051kg 0,0004, Transfortasi Rp. 5,086kg 0,049, Penyusutan transfortasi Rp.18,904kg 0,185, Penyusutan timbangan Rp. 1,180kg
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
0,001. Sehingga total biaya tataniaga adalah senilai Rp.25,957kg 0,254. Profit yang diperoleh pedagang pengumpul desa dan kecamatan adalah sebesar
Rp. 128,043kg 1,257, margin pemasaran nya sebesar 154 1,52 dihitung selama setahun tahun 2007. Dan markering loss sebesar Rp.0,146 kg 1,433.
Pengangkutan yang digunakan pedagang pengumpul untuk mengangkut hasil pembelian cup lump dan menjualnya kembali ke pabrik pengolahan dengan
menggunakan jenis angkutan fuso. Colt diesel, dan chevrolet luv. Dan untuk mengetahui Price spread dan share margin pemasaran
cup lump ini dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 21. Price spread dan Share Margin Untuk Tiap Tataniaga Cup lump di Desa Tanobato, Tahun 2007.
No. Komponen Biaya
Price spread Rp
Share margin
1. Rata-rata Harga Jual Petani
- Biaya Produksi
- Profit petani
8590 2.866,55
5.723,45 98,23
33,37 65,45
2. Biaya Tataniaga
- Upah T.kerja
- Ongkos lapangan
- Distribusi
- Transfortasi
- Penyusutan transfortasi
- Penyusutan timbangan
- Marketing Loss
0,551 0,039
0,051 5,086
18,904 1,180
0,146 + 25,957
0,006 0,0004
0,0005 0,058
0,216 0,013
0,005+ 0,296
3. Profit Pedagang Pengumpul Desa
dan Kecamatan 128,043
1,464 4.
Harga Jual Pedagang pengumpul Desa dan Kecamatan
8744 100,000
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Dari Tabel 21, dapat dilihat bahwa share margin biaya produksi petani karet 33,37, sedangkan share margin profit petani 65,45. Di tingkat pedagang
pengumpul desa dan kecamatan dapat diketahui bahwa share margin profit sebesar 1,464. Harga pembelian cup lump dari petani oleh pedagang pengumpul
desa dan kecamatan sangat bervariasi karena adanya persaingan harga antara sesama pedagang, dan ada juga karena mutu hasil cup lump yang cukup
bagus dimana pedagang memberikan harga yang lebih tinggi karena bahan yang dijual petani sangat bagus, tidak mengandung bahan Misalnya: mengandung
kayu, plastik, tanah , maka petani memberikan harga yang tinggi dan cup lump tersebut sudah sangat kering dan telah di jemur petani dalam beberapa hari, dan
kriteria tersebut dapat memberikan nilai lebih dalam pemberian harga dalam per Kg- nya. Dan begitu juga sebaliknya apabila hasil cup lump banyak mengandung
bahan reject maka harga yang diberikan pedagang pengumpul dapat lebih rendah.
Hal ini bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit antara petani dan pedagang pengumpul di
daerah penelitian dapat diterima. Dari data-data pada saluran pemasaran cup lump di Desa Tanobato dapat
dibuat rekapitulasi seperti yang terdapat pada Tabel 22.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 22. Rekapitulasi Volume Pembelian, Harga Beli, Biaya Tataniaga, Harga Jual, Profit dan Margin Tataniaga Setiap Lembaga
Tataniaga di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Uraian
PPD dan PPK Pabrik
1. Volume Pembelian Kg
4.243.200 3.413.638,2
2. Rata-rata Harga Beli Petani
RpKg 8590
10.185 3.
Biaya Tataniaga RpKg 25,957
- 4.
Rata-rata Harga Jual ke sesama pedagang Agen RpKg
8744 10.185
5. Profit RpKg
128,043 -
6. Margin Tataniaga RpKg
154 -
Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2007 Keterangan : PPD = Pedagang Pengumpul Desa
PPK = Pedagang Pengumpul Kecamatan
Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa biaya tataniaga pedagang pengumpul sebesar Rp. 25,957kg, Sedangkan profit pedagang sebesar Rp.128,043kg, dan
margin tataniaga nya sebesar Rp.154Kg. Dari Tabel 21. dapat dibuat rekapitulasi share margin yang diterima
lembaga tataniaga pada saluran tataniaga cup lump pada Tabel 23.
Tabel 23. Rekapitulasi Share Margin Pada Saluran Tataniaga Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007
No. Uraian Share
Share margin
1. Profit Petani
65,45 2.
Biaya Produksi 33,37
3. Profit Pedagang Pengumpul Desa kecamatan
1,464 4.
Biaya Tataniaga 0,296
Total 100,000
Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2007.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa profit petani sebesar 65,45, sedangkan biaya produksinya sebesar 33,37. Profit pedagang pengumpul desa
dan kecamatan sebesar 1,464 dan biaya Tataniaga sebesar 0,296.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Efisiensi Tataniaga
Untuk menghitung efisiensi tataniaga hingga saat ini belum ada ukuran yang jelas, akan tetapi penulis akan menentukan tingkat efisiensi yang diperoleh
pada saluran Tataniaga cup lump di Desa Tanobato. Efisiensi tataniaga di dapat dari penjumlahan profit middle-man pedagang pengumpul dengan profit petani
dibagi dengan penjumlahan biaya tataniaga dan biaya produksi dan pemasaran hasil. Tingkat efisiensi tataniaga cup lump dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Tingkat Efisiensi Tataniaga Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007.
Profit Pedagang Pengumpul Desa
dan Kecamatan Rp
Profit Petani Rp
Biaya Tataniaga
Rp Biaya
Produksi Rp
Efisiensi Tataniaga
128,043 5.723,45
25,957 2.866,55
2,02
Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2007.
Berdasarkan Tabel 24, diketahui bahwa tingkat efisiensi tataniaga sebesar 2,02. Dimana nilai tersebut diperoleh dari penjumlahan profit pedagang
pengumpul desa dan kecamatan dengan profit petani dibagi dengan penjumlahan biaya tataniaga dengan biaya produksi.
Besarnya efisiensi tataniaga tersebut lebih besar dari 1 e 1 yang berarti bila dilihat dari tingkat efisiensi tataniaga menunjukkan bahwa saluran tataniaga
karet yang ada di daerah penelitian masih tergolong efisien. Hal ini berarti hipotesis 2 yang menyatakan tingkat efisiensi tataniaga
karet di daerah penelitian tergolong efisien dapat diterima.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Kendala Dalam Tataniaga Karet Rakyat
Harga karet yang berfluktuasi dan cenderung berubah-ubah setiap adanya
pasar getah dan kadangkala harga tidak normal
Terjadinya persaingan harga antara pedagang pengumpul desa maupun
kecamatan dengan pedagang besar agen. Dimana di daerah penelitian pedagang pengumpul kecamatan ada juga yang berposisi atau sekalian
merangkap sebagai pedagang besar agen.
Keadaan jalan terhambat rusak sehingga mengakibatkan terlambatnya tiba ke pabrik, dimana tujuan pabrik pengolahan semua berada diluar Kab. Madina
seperti : Tapsel, Tebing, Siantar, maupun Padang Sumbar, dengan demikian susut menjadi naik.
Kadang-kadang harga nothering pabrik turun, karena disebabkan oleh musim
gugur atau berganti daun, mutu kualitas karet yang kurang baik, karenpabrik pengolahan mempunyai acuan tersendiri dalam menentukan harga nothering.
Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala Tataniaga yang Dihadapi
Harga yang cenderung berubah-ubah ditentukan oleh pasar yang tidak dapat
diubah oleh satu pihak saja baik petani maupun lembaga pemasaran, sehingga yang dapat dilakukan petani hanyalah mengurangi kerugian jika harga karet
turun.
Dengan adanya persaingan harga, maka persaingan yang dilakukan dengan cara persaingan yang sehat dengan harga terbuka dan memilih mutu
pembelian cup lump dengan kualitas yang baik .
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
Dengan keadaan jalan yang terhambat, sebaiknya didirikan pabrik pengolahan
karet Remeling di wilayah Mandailing Natal agar tidak terjadi kenaikan susut yang tinggi selama menuju pabrik pengolahan, karena pabrik
pengolahan berada diluar Kabupaten Madina. Dan dengan didirikannya Pabrik pengolahan karet tersebut sangat membantu pedagang dalam menjual cup
lump yang mereka beli dari petani dan otomatis dapat mengurangi biaya pengeluaran pedagang dan disatu pihak sangat menguntungkan petani yaitu
bagaimana para petani menikmati hasil karet dengan harga yang layak.
Dengan menghadapi turunnya harga nothering pabrik misalnya pada musim gugur dan berganti daun hal ini tidak bisa kita elakkan, karena pihak pabrik
mempunyai acuan tertentu dalam menentukan harga, dan sudah ada ketentuan waktu tertentu adanya musim gugur atau berganti daun. Dan para pedagang
seharusnya memilih mutu kualitas bahan cup lump yang bagus dan tidak mengandung bahan misalnya : cup lump bercampur dengan kayu, tanah
plastik agar remeling memberikan harga nothering yang bagus dan tidak rendah sesuai dengan kriterianya. Adapun kriteria kadar penjualan mutu yang
terbaik di remeling adalah sebagai berikut : a. Nomor 1 = Kualitas C asli mengandung cup lump
b. Nomor 2 = Kualitas B mengandung kotoran ringan seperti; kayu tipis c. Nomor 3 = Kualitas F bahan reject kotor, mengandung kayu campur
tanah. Dan dari kesemua kriteria tersebut remeling pabrik memberikan harga dan
kadar yang berlaku sesuai dengan jenis bahan cup lump yang di jual pedagang pengumpul dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak pabrik.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
7. Proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian belum sesuai
dengan tekhnologi budidaya anjuran. 8.
Komponen biaya produksi terbesar dalam usahatani karet rakyat di daerah penelitian adalah tenaga kerja, penerimaan sebesar Rp.25.788.577,78,-Ha,
sedangkan pendapatan bersih sebesar Rp.17.626.858,6,-Ha . 9.
Terdapat dua bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian, yakni dimana saluran 2 lebih baik dari saluran 1, karena petani dapat lebih untung.
10. Ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit petani dan pedagang
pengumpul di daerah penelitian. Dimana petani mempunyai price spread profit yang lebih besar dibandingkan profit pedagang pengumpul desa dan
kecamatan, dan sebaliknya pedagang pengumpul desa dan kecamatan mempunyai share margin profit yang lebih besar dibanding petani.
11. Tingkat efisiensi tataniaga karet rakyat yang ada di daerah penelitian sudah
tergolong efisien. 12.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam usahatani karet rakyat antara lain : Mahalnya harga pupuk, petani kurang mengerti dalam mengendalikan hama
penyakit. Dalam hal tataniaga, turunnya harga nothering pabrik. Upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu mayoriras petani
menggunakan pupuk urea karena harga nya relatif terjangkau, dalam hal
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
masalah hama penyakit petani masih mempergunakan cara tersendiri dan belum sesuai dengan anjuran budidaya. Upaya untuk kendala tataniaga
dengan memilih mutu kualitas bahan cup lump yang baik agar memperoleh keuntungan yang baik pula.
Saran
1. Kepada petani karet rakyat di harapkan untuk dapat memperbaiki mutu dan
kualitas karet yang dihasilkan dan melakukan usahatani karet rakyat sesuai dengan tekhnologi anjuran agar produktifitas karet rakyat bisa lebih bagus lagi
dan agar mampu bersaing dengan karet milik perkebunan swasta sehingga
nilai jualnya bisa lebih baik.
2. Kepada peneliti yang akan datang diharapkan untuk dapat memeliti lebih
lanjut tentang sistem produksi usahatani dan pemasaran karet di Kabupaten
Madina.
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina , 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous http : www.sumutprov.go.idongkam.php
, 2003. Tanaman Perkebunan Rakyat Mandailing Natal
Anonimous,
2005. Pengertian Abstrak Kehilangan Hasil pada Tanaman