Belajar Motorik PENGARUH METODE LATIHAN KELINCAHAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR MENGGIRING DALAM BOLATANGAN PADA SISWA KELAS XI SMA PERSADA BANDAR LAMPUNG

perubahan yang relatif permanen. Schmidt 1982 dalam Lutan 1988:103. Dari beberapa pengertian belajar gerak dari para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut, belajar gerak adalah sebagai tingkah laku atau perubahan kecakapan yang mampu bertahan dalam jangka waktu tertentu, dan bukan berasal dari proses pertumbuhan yang diwujutkan melalui respon –respon, yang pada umumnya diekspedisikan dalam gerak tubuh atau bagian tubuh.

2. Tahapan Belajar Gerak

Dalam proses belajar gerak ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai tingkat keterampilan yang sempurna otomatis. Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap sebelumnya adalah prasyarat untuk tahap berikutnya. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan oleh guru pada saat mengajar Pendidikan Jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak dari apa yang selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan Pendidikan Jasmani yang ideal. Adapun tahap-tahapan dalam belajar gerak menurut Fitts dan Posner dalam Lutan 1988:305, adalah sebagai berikut :

a. Tahap Kognitif

Pada tahap ini guru setiap akan memulai mengajarkan suatu keterampilan gerak, pertama kali yang harus dilakukan menurut Winkel 1984: 53 adalah memberikan informasi untuk menanamkan konsep-konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan bagaimana cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan di dalam benak siswa telah terbentuk motor- plan, yaitu keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan keterampilan gerak. Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian oleh guru dalam proses belajar gerak, maka sulit bagi guru untuk menghasilkan anak yang terampil mempraktikkan aktivitas gerak yang menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya.

b. Tahap Asosiatif Fiksasi

Pada tahap ini siswa mulai mempraktikkan gerak sesuai dengan konsep- konsep yang telah mereka ketahui dan pahami sebelumnya. Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap latihan. Menurut Winkel 1984: 54 Tahap latihan adalah tahap dimana siswa diharapkan mampu mempraktikkan apa yang hendak dikuasai dengan cara mengulang- ulang sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari. Apakah gerak yang dipelajari itu gerak yang melibatkan otot kasar atau otot halus atau gerak terbuka atau gerak tertutup. Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik, dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir tahap ini siswa diharapkan telah memiliki keterampilan yang memadai.

c. Tahap Otomatis

Pada tahap ini siswa telah dapat melakukan aktivitas secara terampil, karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, artinya siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap apa yang ditugaskan oleh guru untuk dilakukan. Tanda-tanda keterampilan gerak telah memasuki tahapan otomatis adalah bila seorang siswa dapat mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan benar. Schneider dan Fiks 1985,1983 dalam Lutan 1988:307. Dalam Lutan 1988:104, dijelaskan bahwa untuk mempelajari gerak maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Kesiapan belajar. Bahwa pembelajaran harus mempertimbangkan hukum kesiapan. Anak yang lebih siap akan lebih unggul dalam menerima pembelajaran. b. Kesempatan belajar. Pemberian kesempatan yang cukup banyak bagi anak sejak usia dini untuk bergerak atau melakukan aktivitas jasmani dalam mengeksporasi lingkungannya sangat penting. Bukan saja untuk perkembangan yang normal kelak setelah dewasa, tapi juga untuk perkembangan mental yang sehat. Jadi penting bagi orangtua atau guru untuk memberikan kesempatan anak belajar melalui gerak. c. Kesempatan latihan. Anak harus diberi waktu untuk latihan sebanyak yang diperlukan untuk menguasai. Semakin banyak kesempatan berlatih, semakin banyak pengalaman gerak yang anak lakukan dan dapatkan. Meskipun demikian, kualitas latihan jauh lebih penting ketimbang kuantitasnya. d. Model yang baik. Dalam mempelajari motorik, meniru suatu model memainkan peran yang penting, maka untuk mempelajari suatu dengan baik, anak harus dapat mencontoh yang baik. Model yang ada harus merupakan replika dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut. e. Bimbingan. Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak membutuhkan bimbingan. Bimbingan juga membantu anak membetulkan sesuatu kesalahan sebelum kesalahan tersebut terlanjur dipelajari dengan baik sehingga sulit dibetulkan kembali. Bimbingan dalam hal ini merupakan feed back. f. Motivasi. Besar kecilnya semangat usaha seseorang tergantung pada besar kecilnya motivasi yang dimilikinya.

C. Teori Latihan

Latihan sangat penting dilakukan dalam membantu peningkatan kemampuan melakukan aktifitas olahraga. Untuk memungkinkan peningkatan prestasi, latihan haruslah berpedoman teori- teori serta prinsip- prinsip latihan tertentu. Tanpa melakukan latihan yang rutin maka mustahil atletpeserta didik akan memperoleh prestasi yang diharapkan. Suatu latihan apapun bentuknya, jika dilakukan dengan benar akan memberikan suatu perubahan pada sistem tubuh, baik itu system aerobik, hormon maupun system otot. Latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjannya, Harsono, 1988 :101. Bompa 1999 : 3 “training is a systematic athelic activity of long duration, progressively and individually graded, aiming at modeling the human’s phsiological and physiological functions to meet demanding tasks ”. Yang diterjemahkan sebagai latihan adalah suatu aktifitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Latihan di atas segala-galanya adalah merupakan aktivitas olahraga yang sistematis dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikhologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, Bompa, 1997:4. Ditambahkan Harsono 1988:101, Latihan atau training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah beban latihannya atau pekerjaan. Yang dimaksud dengan sistematis latihan adalah berencana menurut jadwal yang telah ditentukan, juga menurut pola dan sistem tertentu, metodis dari mudah kesusah, teratur dari sederhana ke kompleks. Berulang-ulang maksudnya agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah karena terbiasa. Harsono 2004: 45 menyebutkan bahwa dalam latihan kondisi fisik seseorang harus memperhatikan prinsip-prinsip atau asas latihan sebagai berikut :

1. Prinsip Overload Beban Lebih

Prinsip ini mengatakan bahwa beban yang diberikan kepada anak harus lah secara periodik dan progresif ditingkatkan. Kalau beban latihan tidak pernah ditambah maka berapa lamapun dan berapa seringpun anak berlatih, prestasi tak mungkin akan meningkat. Namun demikian, kalau beban latihan terus menerus bertambah tanpa ada peluang-peluang untuk istirahat performanya pun mungkin tidak akan meningkat secara progresif. Pembebanan pada latihan membuat tubuh melakukan penyesuaian terhadap rangsangan dari beban latihan. Sehingga latihan beban lebih menyebabkan kelelahan, pemulihan dan penyesuaian memungkinkan tubuh untuk mengkompensasikan lebih atau mencapai tingkat kesegaran yang lebih tinggi.

2. Prinsip Reversibility Kembali Asal

Prinsip ini mengatakan bahwa kalau kita berhenti berlatih, tubuh kita akan kembali kekeadaan semula. Atau kondisinya tidak akan meningkat. Jika beban latihan yang sama terus menerus kepada anak maka terjadi penambahan awal dalam kesegaran kesuatu tingkat dan kemudian akan tetap pada tingkat itu. Sekali tubuh telah menyesuaikan terhadap beban latihan tertentu, proses penyesuaian ini terhenti. Sama halnya apabila beban latihan jauh terpisah maka tingkat kesegaran si anak selalu cenderung kembali ketingkat semula. Hanya perbaikan sedikit atau tidak sama sekali.

3. Prinsip Spesifikasi atau Kekhususan

Latihan yang dilakukan harus mengarah pada perubahan fungsional. Prinsip kekhususan meliputi kekhususan terhadap kelompok otot atau system energi yang akan dikembangkan. Latihan yang dipilih harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Prinsip ini mengatakan bahwa manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau merupakan replika dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut. Termasuk dalam hal ini metode dan bentuk latihan kondisi fisiknya.

4. Prinsip Progressive Resistance beban bertambah

Prinsip beban bertambah dapat dilakukan dengan meningkatkan beban secara bertahap dalam suatu program latihan. Progressive kemajuan adalah kenaikan baban latihan dibandingkan dengan latihan yang dijalankan sebelumnya. Peningkatan beban dapat dilakukan dengan penambahan set, repetisi, frekuensi, atau lama latihan.

5. Prinsip Individu The Principle of Individuality

Pemberian latihan yang akan dilaksanakan hendaknya memperhatikan kekhususan individu. Sesuai dengan kemempuan masing – masing, karena setiap orang mempunyai ciri yang berbeda baik secara mental maupun fisik.