PENGARUH METODE LATIHAN KELINCAHAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR MENGGIRING DALAM BOLATANGAN PADA SISWA KELAS XI SMA PERSADA BANDAR LAMPUNG

(1)

i

PENGARUH METODE LATIHAN KELINCAHAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK

DASAR MENGGIRING DALAM BOLATANGAN PADA SISWA KELAS XI SMA PERSADA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

M. YOGI RIVALDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

vii ABSTRAK

PENGARUH METODE LATIHAN KELINCAHAN DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK

DASAR MENGGIRING DALAM BOLATANGAN PADA SISWA KELAS XI SMA PERSADA

BANDAR LAMPUNG

Oleh:

M. YOGI RIVALDI

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen komperatif dengan populasi adalah siswa dan siswi kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung yang berjumlah 156 orang, kemudian diambil sampel penelitian berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sreatifield random sampling. Analisis data hasil tes awal dan akhir pengaruh program latihan kelincahan dan koordinaassi mata-tangan untuk meningkatkan gerak dasar menggiring dalam bolatangan menggunakan teknik analisis data uji t.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh program latihan kelincahan dan koordinaassi mata-tangan untuk meningkatkan gerak dasar menggiring dalam bolatangan pada siswa kelas XI Persada di SMA Persada Bandar Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan: pertama, terdapat pengaruh yang signifikan pada program latihan kelincahan dan koordinasi mata-tangan Kedua, program latihan koordinasi mata-tangan lebih baik dibandingankan dengan progam latihan kelincahan. Ketiga, tidak terdapat perbedaan antara program latihan koordinasi mata-tangan.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, program latihan koordinasi mata-tangan dan program latihan kelincahan sama-sama memberikan pengaruh besar dalam keterampilan gerak dasar menggiring bolatangan. Dari kedua program latihan tersebut tidak terdapat perbedaaan yg signifikan keterampilan geraak dasar menggiring bolatangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung. Kata kunci : gerak dasar, kelincahan, koordinasi mata tangan, menggiring


(3)

(4)

(5)

(6)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Perumusan Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian... 8

G. Penjelasan Judul... ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... .. 10

A. Pengertian Pendidikan Jasmani ... 10

B. Belajar Gerak ... 12

C. Teori Latihan ... 18

D. Permainan Bolatangan... 28

E. Teknik Dasar Menggiring (dribling) dan Peraturan Off Side Permainan Bola Tangan ... 31

F. Kondisi Fisik... ... 34

G. Kelincahan ... 35

H. Koordinasi Mata-Tangan... 39

I. Kerangka Pikir... ... 41

J. Perumusan Hipotesis ... 43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Metode Penelitian ... 44

B. Variabel Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 47

D. Instrumen Penelitian ... 48

E. Teknik Pengolahan Data ... 51

F. Teknik Analisis Data... 52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... . 57


(7)

xii

a. Deskripsi Data ... 57

b. Hasil Penelitian... ... 58

1. Uji Prasyarat... ... 58

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Homogenitas ... 59

2. Pengujian Hipotesis... 60

a. Uji t Perbedaan ... 60

b. Uji t Pengaruh ... 61

B. Pembahasan ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... . 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... . 68


(8)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan jasmani adalah proses mendidik seseorang sebagai perseorangan maupun sebagai anggota kelompok yang dilakukan secara sadar dan

sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan, keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan

pembentukan watak. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk

mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Saat ini peranan olahraga sangat beraneka ragam. Di dalam intensifikasi penyelengaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, peranan Pendidikan Jasmani adalah sangat penting dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat. Mata pelajaran Pendidikan Jasmani merupakan media untuk


(9)

mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik,

pengetahuan, penalaran, penghayatan nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan yang seimbang. Untuk itu dalam

Pendidikan Jasmani diperlukan sarana dan prasarana yang memadai dan penggunaannya dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa yang

menggunakannya agar guru dapat memberikan materi pelajaran dengan baik dan siswa mampu menguasai tugas gerak pada berbagai cabang olahraga, meningkatkan kualitas unjuk kerja (performance) dan kemampuan belajar dan kesehatannya.

Agar mencapai hasil yang optimal maka perlu diberikan berbagai latihan untuk meningkatkan kemampuan siswa meliputi ; Pengembangan fisik,

pengembangan teknik dan pengembangan mental. Faktor-faktor tersebut untuk mendukung prestasi olahraga bolatangan yang meliputi aspek biologis

seperti: 1) potensi atau kemampuan dasar tubuh yang meliputi kekuatan, kecepatan, kelincahan tenaga, daya tahan otot, daya kerja jantung dan paru-paru, kelentukan, keseimbangan, ketepatan dan kesehatan olahraga, 2) fungsi organ tubuh yang meliputi daya kerja jantung, daya kerja pernafasan, daya kerja panca indera, 3) struktur dan postur tubuh yang meliputi ukuran tinggi dan panjang tubuh, ukuran besar, lebar dan bentuk tubuh, dan 4) gizi yang meliputi jumlah makanan yang cukup, nilai makanan yang memenuhi kebutuhan, variasi makanan. Oleh karena itu dalam permainan bolatangan selain pengembangan fisik, mental, dan faktor-faktor penentu lainnya,


(10)

3

pengembangan teknik juga perlu ditingkatkan agar mendapatkan hasil yang optimal.

Pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, cabang olahraga permainan merupakan cabang olahraga yang paling banyak di minati oleh siswa, Baik cabang olahraga permainan bola besar maupun permainan bola kecil. Permainan bola besar meliputi cabang olahraga sepakbola, bolabasket, bolatangan dan bolavoli, dll.

Bolatangan merupakan salah satu cabang olahraga yang telah

dipertandingkan di event Olimpiade sejak 1972. Tapi dalam kehidupan sehari-hari permainan bolatangan tak banyak orang di Indonesia yang mengenal cabang olahraga (cabor) ini. Bahkan, bisa dikatakan cabang olahraga ini tidak berkembang sama sekali di tanah air. Sempat pernah dipertandingkan pada PON ke-2 tahun 1951 di Jakarta, namun kemudian tenggelam dan kalah bersaing dibandingkan dengan cabor-cabor permainan lainnya seperti sepak bola, bola basket, dan bola voli. Kalaupun ada yang memainkan olahraga ini dikalangan masyarakat mungkin masih sangat terbatas adapun di kalangan kampus, seperti di fakultas olahraga yang memang memasukkan cabor ini dalam salah satu mata kuliahnya. Sementara itu di lingkungan masyarakat olahraga bolatangan jarang dimainkan seperti halnya olahraga lainnya, karena itu olahraga ini nyaris tak dikenal, Tetapi, saat ini bolatangan merupakan permainan bola besar yang saat ini di gemari oleh kalangan remaja. Melalui kegiatan permainan bolatangan remaja banyak memperoleh manfaat, khususnya dalam hal pertumbuhan fisik, mental dan


(11)

sosial. Dalam bermain bolatangan siswa dilatih beberapa latihan fisik yang berkaitan bagian-bagian tubuh secara wajar seperti keseimbangan,

kelincahan, kecepatan, kekuatan, daya tahan, kelentukan dan koordinasi. Komponen kelincahan dan koordinasi mata-tangan adalah komponen yang sangat membantu pemain dalam permainan dan olahraga bolatangan. Misalkan, seorang pemain yang mampu menggiring bola dengan lincah sambil berlari dengan cepat akan memberi peluang besar untuk melewati regu lawan menuju gawang lawan.

Surisman (2008: 10-11) menyatakan bahwa, keterampilan dasar permainan bolatangan terdiri dari : (1) berlari, berlari cepat dan berlari cepat dan

mengubah arah lari tanpa kehilangan keseimbangan (2) menangkap bola, bola setinggi dada, bola tinggi, bola disamping kiri/ kanan badan, bola rendah/ setinggi lutut, bola yang menggelundung (3) mengoper bola/ passing, (a) dengan dua tangan: chest past, overhead pass, underhand pass, (b)dengan satu tangan: javaline pass/ baseball pass, side pass, reserve pass (4)

menggiring bola/ dribbling, (5) menemak/ shooting: (a) the standing throw shoot, (b) the jump shot, (c) the dive shot, (d) the fall shot, (e) the side throw, (f) the flying shot, (g) reserve shot.

Salah satu teknik dasar dalam permainan bolatangan adalah menggiring ( dribbling). Menggiring bola dengan berlari (dribbling) merupakan teknik dasar dalam permainan bolatangan yaitu dengan memantul-mantulkan bola ke lantai dengan satu tangan. Dalam peraturan permainan bolatangan, di jelaskan bahwa seorang pemain di perkenankan melangkah sebanyak 3 langkah sambil memengang bola setelah memantullkan bola pada saat berlari. Dalam hal ini,


(12)

5

seorang pemain juga di perkenankan melakukan gerakan menggiring bola/memantulkan bola seperti dalam permainan bola basket. Kelincahan berlari sambil memantulkan bola mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu permainan bolatangan dan sangat membantu tim untuk

mengembangkan pola-pola permainan. Ada beberapa bentuk latihan untuk meningkatkan kemampuan gerak menggiring bola (dribbling) dalam

permainan bolatangan, yaitu: latihan memantul-mantulkan bola di tempat dan latihan memantul-mantulkan bola sambil berjalan atau berlari.

Hasil observasi awal yang saya lakukan di SMA Persada ternyata sekolah ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk menunjang kegiatan permainan bolatangan misalkan saja SMA Persada sudah memiliki gawang dan

lapangan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMA Persada, penulis melihat bahwa, Kemampuan penguasaan gerak dasar menggiring bola (dribbling) para siswa tersebut masih perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahwa, para siswa dalam melakukan gerak dasar menggiring bola (dribbling) masih dalam kategori rendah, di duga karena kelincahan dan koordinasi mata tangan yang dimiliki siswa pada saat

menggiring bola (dribbling) masih sangat kurang, serta kurangnya koordinasi kaki dan tangan pada saat melakukan gerakan dribbling bola dengan cepat dan tepat.

Oleh karena itu untuk mengatasi masalah-masalah tersebut para siswa harus balajar secara baik dan teratur dengan latihan memantul-mantulkan bola


(13)

sambil berlari belak belok atau bolak balik dengan melewati penanda dan untuk melatih kelincahan dapat di lakukan dengan latihan shuttle-run dan zigzag-run. Dan latihan koordinasi mata tangan dengan lempar tangkap berpasangan antar siswa. Kedua latihan tersebut merupakan cara untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar menggiring bola (dribbling).

Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian eksperimen tentang ” Pengaruh Metode Latihan Kelincahan dan

Koordinasi Mata-Tangan Terhadap Keterampilan Gerak Dasar Menggiring Dalam Bolatangan Pada Siswa Kelas XI SMA Persada Bandar Lampung

Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas terdapat masalah yang dapat di indentifikasikan antara lain:

1. Kemampuan penguasaan gerak dasar menggiring bola (dribbling) siswa masih perlu ditingkatkan;

2. Keterampilan gerak dasar menggiring bola (dribbling) yang dimiliki siswa masih rendah;

3. Kurangnya komponen kondisi fisik yang dimiliki siswa diantaranya (kelincahan dan koordinasi mata-tangan) secara terprogram dan sesuai dengan aktivitas gerak olahraga untuk meningkatkan kemampuan menggiring bola (dribbling);

4. Kurangnya koordinasi kaki dan tangan pada saat melakukan gerakan dribbling bola dengan cepat dan tepat.


(14)

7

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari program latihan kelincahan

dan koordinasi mata-tangan terhadap gerak dasar menggiring dalam bolatangan?

b. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari program latihan

kelincahan dan koordinasi mata-tangan terhadap gerak dasar menggiring dalam bolatangan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh dari program latihan kelincahan dan koordinasi mata-tangan terhadap gerak dasar menggiring bolatangan. 2. Untuk mengetahui perbedaan antara program latihan kelincahan dan

program latihan koordinasi mata-tangan terhadap gerak dasar menggiring bolatangan.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak – pihak yang terkait :


(15)

Hasil penelitian di harapkan dapat memberikan informasi di bidang

ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keolahragaan pada

khususnya, mengenai pengaruh latihan kelincahan dan koordinasi

mata-tanganterhadap kemampuan menggiring bola;

2. Bagi guru

Sebagai bahan pemikiran guru Penjaskes sebagai usaha

penyempurnaan kemampuan dribbling dalam permainan Bolatangan; 3. Bagi siswa

Sebagai bahan pembelajaran dalam meningkatkan pengetahuan siswa dalam kemampuan mendribble bola dalam permainan Bolatangan; 4. Bagi program studi

Sebagai bahan informasi dan acuan bagi pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis

F. Ruang Lingkup Penelitian

a. Obyek penelitian yang diamati adalah pengaruh latihan kelincahan dan koordinasi mata tangan untuk meningkatkan gerak dasar menggiring dalam bolatangan;

b. Subyek penelitiannya yang diamati adalah siswa kelas XI SMA Persada Bandar Lampung;

c. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di lapangan bolabasket SMA Persada Bandar Lampung.


(16)

9

G. Penjelasan Judul.

1. Latihan menurut Harsono, (1988 :101) adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjannya 2. Kelincahan menurut Suharjana, (2004: 59) adalah kemampuan seseorang

dalam mengubah arah dalam posisi-posisi di arena tertentu. 3. Menurut Suharno (1982: 11) koordinasi adalah kemampuan untuk

merangkaikan beberapa gerakan untuk menjadi suatu gerakan yang selaras sesuai dengan tujuan.

4. Gerak dasar menurut Aif Syaifudin dan Muhadi, (1992:24) Pada umumnya gerak dasar manusia adalah jalan, lari, lompat dan lempar. 5. Menggiring menurut Ilyas Haddade dan Ismail Tola, (1991:50)

menngiring adalah membawa bola dalam kontrol sambil berlari, bola tetap dalam penguaasaan (bola berada dekat kaki) dan dalam penguasaan untuk dimainkan.

6. Menurut Agus (2000:6), Bolatangan adalah permainan beregu yang menggunakan bola sebagai alatnya, yang dimainkan dengan

menggunakan satu tangan atau dua tangan, bola tersebut boleh dilempar, dipantulkan atau ditembakkan yang tujuannya memasukan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mencegah agar team lawan tidak dapat memasukan bola kegawang sendiri.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pendidikan Jasmani

Cholik Mutohir (1992 : 2) mengartikan bahwa “Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota

masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan

perkembangan watak, serta kepribadian yang harmoni dalam rangka membentuk manusia yang berkualitas berdasarkan pancasila”.

Menurut Ateng (1993) “Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional”.

Dari pendapat – pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan

keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.


(18)

11

Melograno dalam Khomsin (2000) menyatakan bahwa “Pendidikan Jasmani adalah proses pemenuhan kebutuhan pribadi siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang secara eksplisit dapat terpuaskan melalui semua bentuk kegiatan jasmani yang diikutinya”. Berdasarkan

pengertian ini, maka pelaksanaan penjas di lapangan harus memahami asumsi dasar berikut ini:

1. Penjas adalah proses pendidikan yang berpusat pada siswa.

2. Penjas harus memfokuskan pada keunikan dan perbedaan individu. 3. Penjas harus mengutamakan kebutuhan siswa ke arah pertumbuhan dan

kematangan di dalam semua dominan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

4. Hasil penjas harus dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dicapai secara nyata.

5. Kegiatan fisik yang dilakukan meliputi semua bentuk pengalaman gerak dasar kompetitif dan ekspresif.

Atas dasar uraian di atas maka pendidikan jasmani di sekolah tidak diarahkan untuk menguasai cabang olahraga, namun lebih mengutamakan proses

perkembangan motorik siswa, sebagai subjek didik dan bukan sebagai objek didik. Pada akhirnya siswa akan menyenangi kegiatan jasmani sepanjang hidupnya, yang sangat berguna bagi diri sendiri, baik untuk masa kini maupun masa depan.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses


(19)

tentang karakteristik pertumbuhan dan perkembangan yang professional dari ranah belajar yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif. Oleh karena itu program pendidikan jasmani harus merupakan suatu program yang memberikan perhatian yang cukup dan seimbang kepada ketiga ranah tersebut.

B. Belajar Motorik

1. Pengertian Belajar Gerak atau Motorik

Menurut Lutan (1988), belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri seseorang yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan dan dapat diamati melalui penampilannya. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar memiliki pengertian yang luas, bisa berupa keterampilan fisik, verbal, intelektual, maupun sikap. Belajar gerak secara khusus dapat diartikan sebagai suatu proses

perubahan atau modifikasi tingkah laku individu akibat dari latihan dan kondisi lingkungan (Drowatzky, 1981). Lebih lanjut Schmidt (1988), menyatakan bahwa belajar gerak mempunyai beberapa ciri, yaitu : a) merupakan rangkaian proses, b) menghasilkan kemampuan untuk merespon, c) tidak dapat diamati secara langsung, bersifat relatif permanen, d) sebagai hasil latihan, e) bisa menimbulkan efek negatif. Schnabel (1983) dalam Lutan ( 2001:102) menjelaskan, karakteristik yang dominan dari belajar ialah kreativitas ketimbang sikap hanya sekedar menerima di pihak siswa atau atlet yang belajar. Penjelasan tersebut menegaskan pentingnya psiko-fisik sebagai suatu kesatuan untuk merealisasi peningkatan keterampilan. Ada empat karakteristik belajar motorik yaitu sebagai berikut :


(20)

13

Schmidt (1982) dalam Lutan (1988:103), menjelaskan bahwa dalam psikologi kognitif, sebuah proses adalah seperangkat kejadian atau pristiwa yang berlangsung bersama menghasilkan beberapa prilaku tertentu.sebagai contoh dsalam membaca proses dihasilkan dengan gerakan mata menangakap kode dan simbol dsalam teks, memberikan pengaertian sesuai dengan pembendaharaan kata yang tersimpan dalam igatan dasn seterusnya. Sama halnya dengan keterampilan belajar keteramplan motorik, didalamnya terlibat suatu proses yang menyumbang kepada perubahan dalam prilaku motorik sebagai hasil dari berlatih. Karna itu fokus dari belajar motorik adalah perubahan yang terjadi pada organismeyang memungkinkan untuk melakuan sesuatu yang berbedas dengan sebelum berlatih.

2. Belajar motorik adalah hasil langsung dari latihan

Perubahan prilaku motorik berupa keterampilan dipahami sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Hal ini perlu dipertegas untuk memmbedaan perubahan yang terjadi karena faktor kematangan dan pertumbuhan. Fasktor-faktor tersebut juga menyebabkan perubahan prilaku (seperti anak yang lebih tua lebih terampil melakukan suatu keterampilan yang baru dari pada anak yang lebih muda). Meskipun dapat disimpulkan perubahan itu karena belajar. Schmidt (1982) dalam Lutan (1988:103).

3. Belajar motorik tak teramati secara langsung

Belajar motorik atau keterampilan olahraga tak teramati secara langsung. Proses yang terjadi dibalik perubahan keterampilan itu


(21)

mungkin sekali amat kompleks dalam sistim persyarafan seperti misalnya bagai mana informasi sensorik di proses, di organisasi dan kemudian di ubah menjadi pola gerak otot-otot. Perubahan itu

semuanya tidsak daspat di amati secara langsung karena cuman dapat di tafsirkan eksistensinya dari perubahan yang terjadi dalam

keterampilan atau prilaku motorik. Schmidt (1982) dalam Lutan (1988:103).

4. Belajar menghasilkan kapabilitas untuk bereaksi ( kebiassaan ) Menurut Schmidt (1982) dalam Lutan (1988:103), belajar motorik juga daspat di tinjau dari munculnya kapabilitas untuk melakukan suatu tugas dengan terampil. Kemampuan tersebut daap dipahami sebagai suatu perubahan dalam sistem pusat syaraf. Tujuan latihan adalah untuk memperkuat atau memantapkan jumlah perubahan yang terdapat pada kondisi internal. Kondisi internal ini sering disebut dalam istilah kebiasaan.

5. Belajar motorik relatif permanen

Belajar motorik adalah relatif permanen , hasil belajar ini relatif bertahan hingga waktu relatif lama. Misal saja seorang yang bisa mengendarai sepeda, meskipun seklama beberapa tahun tidak mengendarai sepeda, namun pada suatu ketika dia tetap dapat mengendarai sepeda. Perubahan ini terjadi dalam waktu yang cepat meskipun hanya menempuh beberapa menit. Secara sistimatis dapat di gambarkan, mana kala kita belajar dan berlatih maka kita tidak pernah sama dengan keadaan sebelumnya dan belajar menghasilkan


(22)

15

perubahan yang relatif permanen. Schmidt (1982) dalam Lutan (1988:103).

Dari beberapa pengertian belajar gerak dari para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut, belajar gerak adalah sebagai tingkah laku atau perubahan kecakapan yang mampu bertahan dalam jangka waktu tertentu, dan bukan berasal dari proses pertumbuhan yang diwujutkan melalui respon–respon, yang pada umumnya diekspedisikan dalam gerak tubuh atau bagian tubuh.

2. Tahapan Belajar Gerak

Dalam proses belajar gerak ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap sebelumnya adalah prasyarat untuk tahap berikutnya. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan oleh guru pada saat mengajar Pendidikan Jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak dari apa yang selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan Pendidikan Jasmani yang ideal.

Adapun tahap-tahapan dalam belajar gerak menurut Fitts dan Posner dalam Lutan (1988:305), adalah sebagai berikut :

a. Tahap Kognitif

Pada tahap ini guru setiap akan memulai mengajarkan suatu keterampilan gerak, pertama kali yang harus dilakukan menurut Winkel (1984: 53) adalah memberikan informasi untuk menanamkan


(23)

konsep-konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan bagaimana cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan di dalam benak siswa telah terbentuk motor-plan, yaitu keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan keterampilan gerak. Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian oleh guru dalam proses belajar gerak, maka sulit bagi guru untuk menghasilkan anak yang terampil

mempraktikkan aktivitas gerak yang menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya.

b. Tahap Asosiatif / Fiksasi

Pada tahap ini siswa mulai mempraktikkan gerak sesuai dengan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dan pahami sebelumnya. Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap latihan. Menurut Winkel (1984: 54) Tahap latihan adalah tahap dimana siswa diharapkan mampu

mempraktikkan apa yang hendak dikuasai dengan cara mengulang-ulang sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari. Apakah gerak yang dipelajari itu gerak yang melibatkan otot kasar atau otot halus atau gerak terbuka atau gerak tertutup. Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik, dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir tahap ini siswa diharapkan telah memiliki keterampilan yang memadai.


(24)

17

c. Tahap Otomatis

Pada tahap ini siswa telah dapat melakukan aktivitas secara terampil, karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, artinya siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap apa yang ditugaskan oleh guru untuk dilakukan. Tanda-tanda keterampilan gerak telah memasuki tahapan otomatis adalah bila seorang siswa dapat

mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan benar. Schneider dan Fiks (1985,1983) dalam Lutan (1988:307).

Dalam Lutan (1988:104), dijelaskan bahwa untuk mempelajari gerak maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Kesiapan belajar. Bahwa pembelajaran harus mempertimbangkan hukum kesiapan. Anak yang lebih siap akan lebih unggul dalam menerima pembelajaran.

b. Kesempatan belajar. Pemberian kesempatan yang cukup banyak bagi anak sejak usia dini untuk bergerak atau melakukan aktivitas jasmani dalam mengeksporasi lingkungannya sangat penting. Bukan saja untuk perkembangan yang normal kelak setelah dewasa, tapi juga untuk perkembangan mental yang sehat. Jadi penting bagi orangtua atau guru untuk memberikan kesempatan anak belajar melalui gerak. c. Kesempatan latihan. Anak harus diberi waktu untuk latihan sebanyak

yang diperlukan untuk menguasai. Semakin banyak kesempatan berlatih, semakin banyak pengalaman gerak yang anak lakukan dan


(25)

dapatkan. Meskipun demikian, kualitas latihan jauh lebih penting ketimbang kuantitasnya.

d. Model yang baik. Dalam mempelajari motorik, meniru suatu model memainkan peran yang penting, maka untuk mempelajari suatu dengan baik, anak harus dapat mencontoh yang baik. Model yang ada harus merupakan replika dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut.

e. Bimbingan. Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak membutuhkan bimbingan. Bimbingan juga membantu anak

membetulkan sesuatu kesalahan sebelum kesalahan tersebut terlanjur dipelajari dengan baik sehingga sulit dibetulkan kembali. Bimbingan dalam hal ini merupakan feed back.

f. Motivasi. Besar kecilnya semangat usaha seseorang tergantung pada besar kecilnya motivasi yang dimilikinya.

C. Teori Latihan

Latihan sangat penting dilakukan dalam membantu peningkatan kemampuan melakukan aktifitas olahraga. Untuk memungkinkan peningkatan prestasi, latihan haruslah berpedoman teori- teori serta prinsip- prinsip latihan tertentu. Tanpa melakukan latihan yang rutin maka mustahil atlet/peserta didik akan memperoleh prestasi yang diharapkan.

Suatu latihan apapun bentuknya, jika dilakukan dengan benar akan memberikan suatu perubahan pada sistem tubuh, baik itu system aerobik, hormon maupun system otot.


(26)

19

Latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjannya, (Harsono, 1988 :101).

Bompa (1999 : 3) “training is a systematic athelic activity of long duration, progressively and individually graded, aiming at modeling the human’s phsiological and physiological functions to meet demanding tasks”. Yang diterjemahkan sebagai latihan adalah suatu aktifitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Latihan di atas segala-galanya adalah merupakan aktivitas olahraga yang sistematis dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikhologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, (Bompa, 1997:4).

Ditambahkan Harsono (1988:101), Latihan atau training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah beban latihannya atau pekerjaan. Yang dimaksud dengan sistematis latihan adalah berencana menurut jadwal yang telah ditentukan, juga menurut pola dan sistem tertentu, metodis dari mudah kesusah, teratur dari sederhana ke kompleks. Berulang-ulang maksudnya agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah karena terbiasa.


(27)

Harsono (2004: 45) menyebutkan bahwa dalam latihan kondisi fisik seseorang harus memperhatikan prinsip-prinsip atau asas latihan sebagai berikut :

1. Prinsip Overload (Beban Lebih)

Prinsip ini mengatakan bahwa beban yang diberikan kepada anak harus lah secara periodik dan progresif ditingkatkan. Kalau beban latihan tidak pernah ditambah maka berapa lamapun dan berapa seringpun anak berlatih, prestasi tak mungkin akan meningkat. Namun demikian, kalau beban latihan terus menerus bertambah tanpa ada peluang-peluang untuk istirahat performanya pun mungkin tidak akan meningkat secara

progresif. Pembebanan pada latihan membuat tubuh melakukan penyesuaian terhadap rangsangan dari beban latihan. Sehingga latihan beban lebih menyebabkan kelelahan, pemulihan dan penyesuaian memungkinkan tubuh untuk mengkompensasikan lebih atau mencapai tingkat kesegaran yang lebih tinggi.

2. Prinsip Reversibility (Kembali Asal)

Prinsip ini mengatakan bahwa kalau kita berhenti berlatih, tubuh kita akan kembali kekeadaan semula. Atau kondisinya tidak akan meningkat. Jika beban latihan yang sama terus menerus kepada anak maka terjadi penambahan awal dalam kesegaran kesuatu tingkat dan kemudian akan tetap pada tingkat itu. Sekali tubuh telah menyesuaikan terhadap beban latihan tertentu, proses penyesuaian ini terhenti. Sama halnya apabila beban latihan jauh terpisah maka tingkat kesegaran si anak selalu


(28)

21

cenderung kembali ketingkat semula. Hanya perbaikan sedikit atau tidak sama sekali.

3. Prinsip Spesifikasi atau Kekhususan

Latihan yang dilakukan harus mengarah pada perubahan fungsional. Prinsip kekhususan meliputi kekhususan terhadap kelompok otot atau system energi yang akan dikembangkan. Latihan yang dipilih harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Prinsip ini mengatakan bahwa manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau merupakan replika dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut. Termasuk dalam hal ini metode dan bentuk latihan kondisi fisiknya.

4. Prinsip Progressive Resistance (beban bertambah)

Prinsip beban bertambah dapat dilakukan dengan meningkatkan beban secara bertahap dalam suatu program latihan. Progressive ( kemajuan) adalah kenaikan baban latihan dibandingkan dengan latihan yang dijalankan sebelumnya. Peningkatan beban dapat dilakukan dengan penambahan set, repetisi, frekuensi, atau lama latihan.

5. Prinsip Individu (The Principle of Individuality)

Pemberian latihan yang akan dilaksanakan hendaknya memperhatikan kekhususan individu. Sesuai dengan kemempuan masing – masing, karena setiap orang mempunyai ciri yang berbeda baik secara mental maupun fisik.


(29)

Prinsip-prinsip latihan yang ditambahkan Bompa (1997:1-37) adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Aktif dan Kesungguhan dalam Mengikuti Latihan

Tiga faktor persiapan latihan yaitu lingkup, tujuan dana latihan. Atlit yang berdiri sendiri dan peraturan yang kreatif dan kewajiban yang mereka selama fase yang cukup lama oleh persiapan adalah

merupakan pertimbangan yang penting dalam prinsip. Kesungguhan dan aktif berpartisipasi dalam latihan akan menjadikan latihan secara maksimal bila pelatih secara periodic, akan tetapi secra tetap, da mendiskusikan tujuan-tujuan atlitnya dengan mereka. Partisipasi aktif tidak hanya terbatas pada pertemuan latihan saja, dan atlit harus mengetahui selama ia tidak latihan, atau kapan waktunya untuk tidak diawasi dan dicegah oleh pelatihnya.

2. Sikap Pengembangan Yang Menyeluruh

Kebutuhan pengembangan yang menyeluruh, tampaknya telah menjadi suatu tuntutan yang dapat diterima dihampir semua bidang pendidikan dan usaha kemanusiaan. Dengan tanpa memperhatikan kekhususan diakhir pengejarannya, pada awalnya dy harus

mengekspos pengembangan yang menyeluruh terlebih dahulu untuk memenuhi dasar-dasar yang paling penting. Hal itu bukan sesuatu yang luar biasa untuk diperhatikan, adanya perkembangan yang sangat cepat dari seorang atlit. Pengembangan fisik yang luas serta mendasar, khususnya persiapan fisik umum, merupakan salah satu dasar


(30)

23

tuntutan yang penting untuk mencapai tingkat spesialisasi yang tinggi dari persiapan fisik dan penguasaan tekniknya. Prinsip pengembangan menyeluruh di susun dari suatu keterkaitan antara proses fisiologi (Ozolin, 1971 dalam Bompa, 1997:6). Sejumlah perubahan yang terjadi pada seseorang setelah berlatih selalu saling bergantung satu sama lain, suatu bentuk latihan, tanpa harus dilihat sifat serta tuntuta motoriknya, selalu menuntut input yang harmonis dari beberapa sistim. Sepanjang masalah iti berkaita dengan kemampuan biomotorik yang bervariasi dan ciri-ciri psikologis. Prinsip ini harus digunakan umumnya dalam latihan anak-anak dan remaja. Bagaimanapun juga pengembangan yang menyeluruh tidak dinyatakan secara langsung, bahwa si atlit akan menghabiskan waktunya untuk program saja.

3. Prinsip Spesialisasi

Spesialisasi merupakan bagian pokok yang diminta untuk mencapai keberhasilannya dalam olahraga. Spesialisai yang dimksudkan adalah latihan yang khusus untuk satu cabang olahraga atau pertandingan. Mengarah pada perubahan-perubahan morphologik dan fungsional dikaitkan dengan spesifikasi cabang olahraga yang bersangkutan. Semua penyesuaian tidak saja pada prubahan fisiologis semata, karena spesialisasi itu sendiri mengaplikasikan wujud teknik, taktik, dan psikologisnya. Spesialisasi bukan merupakan proses yang sepihak, melainkan lebih kompleks yang didasarkan atas dasar-dasar yang kokoh dari pengembanga yang menyeluruh. Jumlah total volume latihan, serta penjatahan dari latihan yang khusus secara progresif


(31)

ditingkatkan dengan konstan. Sejauh yang menyangkut masalah spesialisasi, Ozolin (1971) dalam Bompa (1997:9), memberikan saran bahwa, arti suatu latihan atau lebih khusus lagi; aksi motorik khusus dipakai untuk memperoleh efek latihan.

4. Prinsip Individualisasi

Individualisai dalam latihan ini adalah suatu kebutuhan yang utama dari suatu bentuk usaha latihan, dan ini berbeda untuk setiap atlit, baik pelaksanaannya untuk setiap atlit, kurang memperhatikan suatu

tingkat pelaksanaan, penyesuaian harus menyenangkan bagi setiap individu untuk kecakapannya, potensinya, serta mempelajari sifat secara khusus dari setiap cabang olahraga. Individualisasi tidak hanya dirasakan sebagai penggunaan metode dalam perbaikan teknik

individu, atau kekhususan dalam suatu pertandingan atau dalam hal ini posisi pemain dari setiap regu, akan tetapi melebihi suatu alat di mana atlit merupakan tujuan penilaian dan sasaran yang diamati.

5. Prinsip dari Variasi

Waktu latihan adalah banyak permintaan kegiatan yang memerlukan banyak waktu untuk kerja dari setiap atlit. Volume dan intensitas dari latihan harus terus menerus meningkat dan penunggalan waktu latihan yang berurutan . dalam peranannya untuk mencapai prestasi yang tinggi, volume latihan harus melebihi ambang rangsang 1000 jam per tahun. Besar dari alternatf latihan yang diikuti secara priodik, juga


(32)

25

pada volume latihan yang tinggi membutuhkan suatu latihan tertentu, atau mengulangi elemen-elemen yang telah diprogramkan.

6. Prinsip Model Dalam Proses Latihan

Dalam istilah umum model merupakan sebuah tiruan, simulasi dari suatu kenyataan disusun dari elemen yang khusus dari sejumlah fenomena yangdapat diawasi dana diselidiki oleh seseorang. Ini juga merupakan suatu isomorphus (sama dengan pertandingan) dari suatu bayangan gambaran, yang diperoleh secara abstrak. Suatu model dituntut mandiri, sehingga dapat membatasi beberapa variabelitas kepentingan yang sekunder dan konsisten denga yang ada

sebelumnya. Untuk mencapai kedua tuntutan ini, sebuah model harus berkaitan dengan latihan yang identik dengan sifat-sifat

pertandingannya. Secara pasti, pengembangan suatu model bukan satu proses dalam waktu yang pendek. Sebaliknya model masa

mendatang, harus berdasarkan kepada suatu yang mendahuluinya, menghilangkan komponen yang keliru dan mengenalkan suatu model yang baru. Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, model latihan harus mengacu pada spesifikasi suatu pertandingan. Itu harus berkaita dengan parameter latihan, seperti besarnya volume, dan intensitas, dan ifisiensi yang tinggi pada bentuk-bentuk latihan yang dilakukan.

7. Prinsip Penambahan Beban Latihan Secara Progresif


(33)

dari latihan adalah efisiensi fungsional organism, dan sekaligus kapasitas kerja secara bertahap meningkat dalam waktu yang cukup lama (Ozolin, 1971 dalam Bompa, 1997:30). Sama halnya dengan suatu peningkatan yang drastic dalam prestasi seseorang,

membutuhkan priode waktu latihan dan penyesuaian yang lama (Astrand dan Rodahl, 1970 dalam Bompa 1997:30). Organisme akan memberikan reaksi berupa perubahan morphologi, fisiologis, dan psikologis sebagai pemenuhan kebutuhan adanya peningkatan beban latihan. Prinsip peningkatan beban bertahap beban latihan, merupakan dasar untk semua perencanaan latihan olahraga, mulai dari siklus mikro sampai kepada siklus olimpiade dan harus diikiti oleh semua atlit tanpa harus memperhatikan tingkat prestasinya.

Untuk mencapai tujuan utama dalam latihan, yaitu memperbaiki prestasi tingkat terampil. Dibawah ini akan dijabarkan tujuan-tujuan dari latihan adalah sebagai berikut :

a. Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh;

b. Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditantukan didalam praktek olahraga;

c. Untuk memoles dan meyempurnakan teknik olahraga yang di pilih; d. Memperbaiki dan menyempurnaka strategi yang penting yang dapat diperoleh diperoleh dari taktik lawa berikutnya;


(34)

27

serta disiplin untuk tingkah laku;

g. Menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal pada beberapa cabang olahraga. Persiapan yang cukup dari suatu tim merupakan salah satu tujuan yang utama bagi setiap pelatih; h. Untuk mempertahankan keadaan kesehatan setiap atlit. Reslisasi

tujuan ini menuntut: (1) test kesehatan yang teratur, tepat antara intensitas latihan dengan kapasitas usaha individul (2) latihan berat yang secara selag-seling dengan fase program yang diperhatikan dengan tepat, menelusuri penyakit atau cedera, dan harus

menjaminperbaikan yang mencukupi.

i. Untuk mencegah cedera melalui pengamanan terhadap

penyebabnya dan juga meningkatkan fleksibilitas di atas tingkat tuntutan untuk melaksanakan gerakan yang penting (memperkuat otot, tendon, dan ligamen khususnya selama fase-fase awal untuk atlit pemula);

j. Untuk menambah pengetahuan setiap atlit dengan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi.

D. Permainan Bolatangan

Permainan bolatangan merupakan modifikasi antara permainan bola basket dan sepak bola yang mengandalkan kemahiran tangan untuk memasukkan bola kegawang lawan. Dimainkan oleh 2 regu, masing-masing regu terdiri dari 7 orang pemain dan dimainkan pada lapangan berukuran 20 x 40 meter. Tujuan permainan adalah mencetak gol sebanyak-banyaknya, dengan cara


(35)

melempar bola ke gawang lawan yang dijaga oleh lawan. Permainan ini memainkan bola dengan seluruh anggota tubuh, kecuali kaki dan cara bermainnya membawa bola sebanyak-banyaknya tiga langkah dan menahan bola ditangan paling lama menit. Menurut Agus (2000:6), bahwa :

Bolatangan adalah permainan beregu yang menggunakan bola sebagai alatnya, yang dimainkan dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan, bola tersebut boleh dilempar, dipantulkan atau ditembakkan yang tujuannya memasukan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mencegah agar team lawan tidak dapat memasukan bola kegawang sendiri.

Terdapat tiga jenis permainan bolatangan yang dapat dimainkan yaitu bolatangan dengan 11 orang pemain, bolatangan dengan 7 pemain dan sekarang berkembang bolatangan mini (Mini handball) dengan 5 orang pemain termasuk penjaga gawang dan dimainkan untuk anak-anak sekolah dasar.

Peraturan permainan bolatangan 5 orang pemain adalah sama dengan peraturan bolatangan 7 orang pemain kecuali ukuran lapangan dan jumlah pemain setiap regunya. Namun untuk bolatangan dengan 11 pemain agak berbeda karena permainan ini di mainkan di lapangan terbuka dengan ukuran lapangan seperti lapangan sepak bola.

Kebangkitan permainan bolatangan lapangan sesungguhnya muncul dari tiga negara Denmark, Jerman, dan Swedia. Permainan bolatangan yang kita kenal saat ini, pertama kali di perkenalkan pada tahun 1890 oleh seorang tokoh gymnastic dari Jerman yaitu Konrad Koch Namun pendiri bolatangan


(36)

29

lapangan justru berasal dari pakar pendidikan jasmani Jerman yang

memisahkan bolatangan lapangan pada pergantian abad yang berdasar pada dua bentuk permainan, “Raffball” (bola tangkap) dan “Königsbergerball” (Konrad Kroch, 1846-1911). Di Swedia, G. Wallström juga memperkenalkan permainan bolatangan di negaranya pada tahun 1910. Tahun 1912 Seorang berkebangsaan Jerman, Hirschmann yang merupakan sekretaris umum dari Persatuan Sepakbola Internasional mencoba menyebarkan permainan bolatangan lapangan. Pada tahun 1917, Max Heiser mengembangkan peraturan bolatangan untuk pertama kalinya. Tahun 1919 seorang guru olahraga di Berlin, Karl Scelenz memperkenalkan bentuk permainan

bolatangan di lapangan besar (outdoor) di beberapa negara Eropa. Kemudian ia mengembangkan peraturan bolatangan dan sekarang dikenal sebagai salah seorang pendiri bolatangan lapangan. Pada tahun 1926 dalam sebuah

pertemuan di kota Hague, Kongres Federasi Atletik Amatir Internasional, mengusulkan kepada peserta kongres untuk menyusun peraturan internasional dari bolatangan lapangan.

Permianan bolatangan, pertama kali diakui dan disejajarkan dengan cabang olahraga lain dalam lingkup internasional oleh International Amateur atheletic Federation (IAAF), suatu badan yang bertanggung jawab dan sebagai pelindung dari organisasi cabang olahraga yang baru tumbuh di Eropa pada saat itu. Sejak tahun 1904 permainan bolatangan mulai

berkembang dengan mantap di bawah pengawasan I.A.A.F. Makin banyak bangsa-bangsa yang mulai mencantumkan permainan bolatangan dalam


(37)

kegiatan olahraga mereka dan pertandingan internasional menjadi bertambah popular.

Pada tahun 1926, seiring dengan kemajuan perkembangan permainan bolatangan dan cabang olahraga yang baru berkembang lainnya, I.A.A.F membentuk panitia khusus, yang mewakili Negara-negara dimana permainan bolatangan dimainkan untuk melihat kemungkinan membentuk suatu

peraturan permainan bolatangan yang standar dan seragam. Hasil kerja panitia khusus adalah diakuinya permainan bolatangan sebagai cabang olahraga tersendiri dan adanya kemungkinan dibentuk organisasi federasi bolatangan yang berdiri sendiri.

Pada tahun 1928 International Amateur Handball Federation (IAHF) telah dideklarasikan bertepatan dengan Olimpiade Amsterdam dengan ketua Avery Brundage dari USA. Setelah tahun 1936 negara anggota IAHF menjadi 23 negara dan dilanjutkan dengan sebuah kompetisi yang disebut dengan “Berlin Olympic Games” di kota Berlin, Jerman. Tahun 1938 untuk pertama kali diselenggarakan Kejuaraan Dunia Bolatangan juga di Jerman. Akhirnya pada tahun 1946 atas usulan dan undangan Denmark dan Swedia, delapan negara memprakarsai Federasi Bolatangan Internasional (IHF). Delapan Negara tersebut adalah; Denmark, Finlandia, Perancis, Belanda, Norwegia, Polandia, Swedia, dan Swiss. Sampai dengan tahun 2003, IHF memiliki jumlah peserta 150 negara dengan 80.000 klub dan 19 juta atlit putra maupun putri. Berikut gambar lapangan bolatangan.


(38)

31

Gambar 1. Lapangan Bolatangan

E. Teknik Dasar Menggiring Bola (Dribbling) dan Peraturan Off Side Permainan Bola Tangan

a. Teknik Dasar Menggiring Bola (Dribbling)

Menggiring bola merupakan suatu pergerakan memantul bola ke tanah secara kontinyu dengan menggunakan sebelah tangan atau bertukar tangan tanpa memegang bola.

Teknik dribbling digunakan dalam tiga situasi: a. Bergerak bebas bila tidak ada penjagaan lawan b. Satu lawan satu

c. Pemain lawan tidak dapat membuat halangan setelah menerima bola

Dalam peraturan permainan bolatangan, di jelaskan bahwa seorang pemain di perkenankan melangkah sebanyak 3 langkah sambil memengang bola setelah


(39)

memantullkan bola pada saat berlari. Dalam hal ini, seorang pemain juga di perkenankan melakukan gerakan menggiring bola/memantulkan bola seperti dalam permainan bolabasket. Namun cara tersebut tetntu saja merugikan, baik bagi pemain tersebut maupun bagi regunya, karena akan memperlambat jalan pemain

Sebaiknya, teknik dribbing ini baru diajarkan, bila para pemain sudah menguasai dengan baik keterampilan melempar, mengoper dan menangkap bola. Dengan demikian latihan dribbing pada bagian akhir, hal ini secara tidak langsung akan memberikan keuntungan dalam pembinaan kekompakan regu. Pada saat latihan bermain, tanpa adanya dribble, akan memaksa para pemain untuk bekerja sama, lebih memantapkan teknik passing serta memahami taktik bermain.

Teknik dalam menggiring bola :

1. Lutut dibengkokkan lebih kurang 120 derajat dengan posisi badan seimbang

2. Jari selalu terbuka saat melepas atau menerima bola

3. Melakukan pantulan dengan jari bukan dengan telapak tangan

4. Memantulkan bola ke tanah dengan sumbu gerakan pada pergelangan tangan

5. Badan sedikit condong ke depan

6. Pandangan pada sasaran pantulan bukan pada bola

7. Tinggi pantulan sejajar dengan jarak antara pinggang dan lutut 8. Untuk membuat hadangan, badan pemain hendaklah senantiasa


(40)

33

Gambar 2. Teknik Dasar Dribbling

Cara melakukan dribble adalah sebagai berikut : bola dipantulkan dengan satu tangan. Bola dipantulkan kira-kira 1 meter di depan pemain yang sedang bergerak/berlari kedepan. Memantulkan bola dengan cara melecutkan

pergelangan tangan yang memegang bola. Bola lepas dari tangan setelah pada saat terakhir menyentuh ujung-ujung jari tangan.

Latihan dribbling harus dilakukan secara sistematis maksudnya diawali dengan gerakan yang mudah kemudian setelah gerakan tersebut sudah dikuasai, gerakan ditambah dengan gerakan-gerakan yang lebih sulit/kompleks.

Suatu bentuk sistematika latihan dribbling : a. Dribble lurus dengan satu tangan

b. Dribble lurus dengan berganti-ganti tangan yang memantulkan bola

c. Dribblezig-zag

d. Dribblepivot – dribble zig-zag e. Body weaving – dribble zig-zag


(41)

b. Peraturan Off Side Permainan Bola Tangan

-Suatu regu dinyatakan dalam keadaan “off side” jika jumlah pemain lapangan salah satu regu (baik regu bertahan maupun regu menyerang) lebih dari 6 orang berada didalam salah satu daerah off side pada saat bola berada didaerah itu.

-Regu penyerang dinyatakan melakukan pelanggaran peraturan off side; jika suatu serangan di daerah peraturan off side, penyerang ke 7

memasuki daerah off side. Wasit harus segera meniup peluitnya dan kemudian memberikan lemparan bebas kepada regu berahan di tempat pemain penyerang ke 7 memasuk daerah ofif side.

-Regu bertahan dinyatakan melakukan pelanggaran off side; jika pada waktu regu penyerang melakukan serangan di daerah off side, pemain bertahan ke 7 memasuki daerah off side.

F. Kondisi Fisik

Dalam teori latihan, disebutkan ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama yaitu 1) latihan fisik, 2) latihan teknik, 3) latihan taktik, dan 4) latihan mental. Kondisi fisik merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan prestasi olahraga, dengan melakukan latihan kondisi fisik memungkinkan siswa untuk dapat mengikuti program latihan dengan baik. Lebih lanjut Harsono (1988:100) menegaskan bahwa perkembangan kondisi fisik yang menyeluruh amatlah penting, oleh karena tanpa kondisi fisik yang baik atlet tidak akan dapat mengikuti latihan-latihan dengan sempurna.


(42)

35

Kondisi fisik merupakan salah satu aspek latihan yang paling dasar untuk dilatih dan di tingkatkan, untuk mendapatkan kondisi fisik yang baik

diperlukan persiapan latihan yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kondisi fisik, daya tahan merupakan salah satu komponen fisik yang sangat penting untuk dilatih dan ditingkatkan menjadi stamina dalam upaya mencapai prestasi yang optimal.

Menurut M. Sajoto (1995) aspek-aspek kondisi fisik adalah satu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja baik dalam peningkatan maupun pemeliharaan kondisi fisik. Komponen kondisi fisik itu meliputi

1. Kekuatan (strength) adalah komponen fisik seseorang tentang

kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja; 2. Daya tahan (endurance) adalah daya tahan otot (local endurance) yaitu kemampuan seseorang untuk mempergunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu; 3. Daya ledak otot (muscular power) kemampuan seseorang untuk mempergunakan kemampuan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya; 4. Kecepatan (speed) kemampuan seseorang dalam mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat- singkatnya; 5. Daya lentur (flexibility) seseoraang dalam penyesuaian diri dalam aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas; 6. Kelincahan (aglility) adalah kemampuan seseorang merubah posisi di area tertentu;


(43)

2. Koordinasi (coordination) adalah kemampuan seseorang

mengintegrasi bermacam-macam gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif; 8. Keseimbangan (balance) Kemampuan seseorang mengendalikan organ- organ saraf otot; 9. Ketepatan (accuracy) adalah seseorang untuk mengendalikan gerak- gerak bebas terhadap suatu sasaran, 10. Reaksi (reaction) adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera, saraf, atau filling lainya. Seperti dalam mengantisipasi datangnya bola (Sajoto, 1995: 8-11).

G. Kelincahan

Kelincahan menurut Suharjana, (2004: 59) adalah “kemampuan seseorang dalam mengubah arah dalam posisi-posisi di arena tertentu”. Sedangkan menurut Depdikbud (1987:6) kelincahan adalah “kemampuan mengubah arsecara cepat arah tubuh/bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan”. Suharno, H. P, (1993:88), kelincahan merupakan kemampuan gerak atlet untuk mengubah posisi badan dan arah secepat mungkin sesuai dengan yang dikehendaki. Dari pengertian tentang kelincahan aglility yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa kelincahan adalah Kemampuan mengubah arah atau posisi secara cepat dan melakukan gerakan yang lain seperti mengubah posisi badan dan arah secepat mungkin sesuai dengan yang dikehendaki.

Suharjana (2004:39), factor-faktor yang menentukan kelincahan adalah: (1) Kecepatan reaksi dan kecepatan gerak, (2) Kemampuan beradaptasi dan


(44)

37

mengantisipasi, (3) Kemampuan berorientasi terhadap masalah yang dihadapi, (4) Kemampuan mengatur keseimbangan kelenturan sendi, (5) Kemampuan koordinasi, (6) Kemampuan mengatur gerakan.

Suharno, (1993:36) kelincahan dipengaruhi oleh faktor-faktor, (a) kecepatan reaksi dan kecepatan gerak, (b) kemampua berorientasi terhadap problem yang dihadapi atau kemampuan (berantisipasi), (c) kemampuan mengatur keseimbangan, (d) tergantung kelentukan-kelentukan sendi, (e) kemampuan mengerem gerakan-gerakan motorik.

Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk merubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan berkaitan dengan tingkat kelentukan. Tanpa kelentukan yang baik seseorang tidak dapat bergerak dengan lincah. Selain itu, faktor keseimbangan sangat berpengaruh terhadap kemampuan kelincahan seseorang. ( http://www.pojokpenjas.blogspot.com ).

Menurut Nurhasan kelincahan diartikan sebagai kemampuan bergerak ke segala arah dengan mudah dan cepat. Orang yang mempunyai kelincahan yang tinggi, memungkinkan orang itu bergerak ke segala arah dengan mudah dan cepat.

Batasan kelincahan itu sendiri adalah kemampuan untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya.

Kelincahan sadalah kombinasi dari kecepatan, kekuatan, keseimbangan, dan kelentukan.(Harsono)

Jadi dapat disimpulkan bahwa kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan ini berkaitan erat antara


(45)

bergerak dengan lincah. Selain itu, faktor keseimbangan sangat berpengaruh terhadap kemampuan kelincahan seseorang. Bentuk latihan kelincahan dapat dilakukan dalam bentuk lari bolak-balik (shuttle-run), lari kulak-kelok (zig-zag run), dan sejenis lainnya. Menurut Nurhasan ( 2.17) tujuan dari zig-(zig-zag run adalah untuk mengukur kelincahan bergerak seseorang. Cara

melakukannya adalah sebagai berikut :

a. Lari bolak-balik dilakukan dengan secepat mungkin sebanyak 6 – 8 kali (jarak 4-5 m)

b. Setiap kali sampai pada suatu titik sebagai batas, si pelari harus secepatnya berusaha megubah arah untuk berlari menuju titik larinya.

c. Perlu diperhatikan bahwa jarak antara kedua titik tidak boleh terlalu jauh, dan jumlah ulangan tidak terlampau banyak sehingga menyebabkan kelelahan bagi si pelari.

d. Dalam latihan ini yang diperhatikan ialah kemampuan mengubah arah dengan cepat pada waktu bergerak.


(46)

39

Gambar 4. Shuttle Run

Menurut Nurhasan (2.17) tujuan dari shuttle run adalah untuk mengukur kelincahan seseorang. Cara melakukannya adalah sebagai berikut :

a. Lari bolak-balik dilakukan dengan secepat mungkin sebanyak 6 – 8 kali (jarak 4 – 5 meter).

b. Setiap kali sampai pada suatu titik sebagai batas, si pelari harus secepatnya berusaha megubah arah untuk berlari menuju titik larinya.

c. Perlu diperhatikan bahwa jarak antara kedua titik tidak boleh terlalu jauhdan jumlah ulangan tidak terlampau banyak sehingga menyebabkan

kelelahan bagi si pelari.

d. Dalam latihan ini yang diperhatikan ialah kemampuan mengubah arahdengan cepat pada waktu bergerak.

H. Koordinasi Mata-Tangan

a. Pengertian koordinasi

Koordinasi merupakan kemampuan biomotorik yang sangat kompleks. Menurut Suharno (1982: 11) koordinasi adalah kemampuan untuk


(47)

sesuai dengan tujuan. Sedangkan Nossek (1995: 8) dalam Suharjana berpendapat bahwa koordinasi merupakan kemampuan untuk menampilkan tugas gerak dengan luwes dan akurat yang seringkali melibatkan perasaan dan serangkaian kontraksi otot yang mempengaruhi gerakan. Dengan kata lain, koordinasi adalah kemampuan untuk

memadukan berbagai macam gerakan ke dalam satu atau lebih pola gerak khusus.

b. Koordinasi mata dan tangan

Keterampilan biasanya melibatkan koordinasi antara dua organ tubuh. Pada keterampilan yang melibatkan objek selain organ tubuh, koordinasi antara mata dengan organ tubuh lain mutlak dibutuhkan. Menurut

http://home.earthlink.net (2008: 1) “Our work in hand-eye coordination is focused on developing simple vision-based systems that perform with high accuracy”. Kinerja koordinasi mata-tangan dipusatkan pada

pengembangan sistem dasar visual sederhana yang dilakukan dengan ketepatan tinggi. Pada http://www.essortment.com (2008: 1) dijelaskan bahwa “The development of hand-eye coordination is critical in overall physical development”. Keterampilan melempar, memukul, mendorong, maupun menarik membutuhkan koordinasi mata dan tangan. Koordinasi mata tangan mengkombinasikan antara kemampuan melihat dan

keterampilan tangan. Sebagai misal dalam gerakan dribble pada olahraga bolatangan, mata berfungsi antara lain untuk mempersepsikan objek yang dijadikan sasaran berdasarkan besarnya, jaraknya, dan tingginya.


(48)

41

Sedangkan tangan akan melakukan sentuhan dengan memperkirakan kekuatan yang digunakan agar hasil dribble tepat pada sasaran.

Bompa (2000: 48) mengemukakan bahwa dalam koordinasi mata-tangan akan menghasilkan timing dan akurasi. Timing berorientasi pada ketepatan waktu sedangkan akurasi berorientasi pada ketepatan sasaran. Melalui timing yang baik maka perkenaan antara tangan dengan objek akan sesuai dengan keinginan, sehingga akan menghasilkan gerakan yang efektif. Akurasi akan menentukan tepat tidaknya objek kepada sasaran yang dituju.

I. Kerangka Pikir

Dalam menyelesaikan suatu masalah kita harus melihat masalah itu dari berbagai segi, baik dari hal-hal terkecil maupun hal-hal yang besar, agar kita dapat memahami konsep permasalahan dengan mudah dan menyelesaikan masalah dengan baik. Untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian maka diperlukan suatu kerangka pikir yang jelas, sebab dengan kerangka pikir yang jelas kita depat mengetahui gambaran-gambaran permasalahan dan konsep pemecahan masalah.

Soekamto (1984:24) “Kerangka pikir adalah konsep yang memerlukan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berdimensi sosial yang dianggap relevan dengan peneliti”

Keberhasilan dalam belajar teknik yang lebih kompleks tergantung dari penguasaan pola gerak dasar. Dan penguasaan gerak dasar tersebut tergantung pada komponen-komponen fisik dasar yang mendukungnya seperti daya tahan,


(49)

kekuatan, power, kecepatan, kelentukan, reaksi, keseimbangan, ketepatan ataupun koordinasi yang baik. Untuk menunjang kemampuan menggiring bolatangan dibutuhkan adanya kelincahan dan koordinasi mata tangan yang baik.

Untuk mengembangkan kemampuan menggiring bola berbagai metode latihan yang digunakan misalnya latihan tehnik memantulkan bola dengan satu atau dua tangan, latihan taktik menggiring bola dengan melewati rintangan,dan lain-lain. Tetapi pelaksanaan itu tidak akan berjalan dengan maksimal jika tidak ditunjang dengan kelincahan dan koordinasi mata dan tangan yang memadai. Kelincahan dan koordinasi mata dan tangan sangat dibutuhkan dalam beberapa bentuk aktivitas dilapangan , misalnya saat memantulkan bola sambil berlari dengan cepat menuju ring melewati beberapa lawan yang menjaga disekitar ring dengan formasi tertentu.

Koordinasi merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan dari berbagai tingkat kesukaran dengan cepat dan efisien serta penuh ketepatan. Selain itu juga koordinasi merupakan satu faktor yang menentukan tidak hanya untuk memperoleh dan menyempurnakan teknik dan taktik saja, melainkan juga pada penerapan dalam kondisi yang masih asing seperti perubahan lapangan,

peralatan dan perlengkapan, sinar, iklim dan lawan.

Keterampilan menggiring bola membutuhkan koordinasi, dan kekuatan otot lengan dimana kekuatan lengan berfungsi untuk mengatur kuat lemahnya dorongan sehingga bola dapat diarahkan dengan mudah kepada bidang sasaran. Kemudian koordinasi berguna untuk memadukan gerakan satu dengan yang


(50)

43

lainnya, yaitu mata-tangan, dimana mata-tangan ini berfungsi untuk mempersepsikan jarak bola dengan tubuh, sasaran, dan sebagainya. Dari perpaduan tersebut dapat dipastikan akan keberhasilan melakukan teknik menggiring bola .

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa faktor kelincahan dan juga koordinasi mata-tangan memberikan hubungan yang positif terhadap keberhasilan melakukan kemampuan gerak dasar menggiring bola (dribbling) dalam permainan bolatangan yang benar.

J. Perumusan Hipotesis

Arikunto (1998 : 67), hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul, oleh karena itu suatu hipotesis perlu diuji guna mengetahui apakah hipotesis tersebut terdukung oleh data yang menunjukkan kebenarannya atau tidak. Sukardi (2003 : 42) hipotesis adalah jawaban yang masih bersifat sementara dan bersifat teoritis.

Berdasarkan urain diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

Ha1 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan dari kelincahan dan

koordinasi mata-tangan terhadap peningkatkan terhadap keerampilan gerak dasar menggiring dalam bolatangan;

Ha2 : Terdapat perbedaan yang signifikan dari latihan dari kelincahan dan

koordinasi mata-tangan terhadap peningkatkan terhadap keterampilan gerak dasar menggiring dalam bolatangan


(51)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi umum yang di anut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi.

Setiap kegiatan penelitian yang dilakukan membutuhkan data-data yang valid, agar isi dari penelitian bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Untuk mendapatkan data yang valid, hasil data yang diperoleh dalam penelitian harus dianalisa dengan menggunakan metode penelitian yang logis dan rasional agar tingkat validitas data yang bisa dipertanggung jawabkan. Sugiyono (2010:3) metode penelitian adalah “Cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Berbeda dengan Sukardi (2003:17) “metode penelitian adalah kegiatan yang secara sistematis, direncanakan oleh para peneliti untuk memecahkan

permasalahan yang hidup dan berguna bagi masyarakat, maupun bagi peneliti itu sendiri”.

Terdapat beberapa metode yang bisa dipergunakan untuk pengkajian data dalam sebuah penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai seperti yang


(52)

45

diharapkan. Untuk menggunakan suatu metode penelitian, peneliti harus memperhatikan jenis ataupun karakteristik serta objek yang akan diteliti agar penggunaan metode penelitian menjadi tepat.

Menurut Arikunto (2006 : 3) metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen komparatif yaitu untuk mengetahui pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. Rancangan penelitian dengan menggunakan pre test dan pos- tes, design. Adapun yang menjadi variable bebas dalam penelitian ini adalah kelincahan dan koordinaasi mata-tangan, variable terikatnya kemampuan dasar menggiring bola.

Arikunto (1987:3) “eksperimen komparatif adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang disengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa mengganggu”.

Dari kedua pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian eksperimen komparatif adalah penelitian untuk mencari hubungan sebab akibat antara variable terikat dan variable bebas.

B. Variabel Penelitian

Arikunto, (1997:96) Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) variabel bebas dan 1 (satu) variabel terikat.


(53)

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kelincahan (X1) dan koordinasi

mata dan tangan (X2)

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel akibat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan gerak dasar menggiring bola (dribbling) dengan simbol(Y).

Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan pretest-posttest desain seperti tabel berikut :

T1 OP

Gambar 5 . Rencana penelitian pengaruh pengaruh kelincahan dan kecepatan terhadap kemampuan menggiring bola (dribbling) dalam permainan bolatangan.

Keterangan gambar: T1 = Tes awal (pre-test)

OP = Ordinal Pairing (pengelompokan) K1 = Kelompok eksperimen dengan X1 K2 = Kelompok eksperimen dengan X2 X1 = Perlakuan dengan latihan kelincahan

X2 = Perlakuan dengan koordinasi mata dan tangan T2 = Tes akhir (post-test)

K1

K2

X1

X2

T1


(54)

47

Gambar 6. Desain Penelitian Sumber Sugiyono (2008: 10)

Keterangan : X1 : Kelincahan

X2 : Koordinasi mata-tangan

Y : Kemampuan gerak dasar menggiring bola

C. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, (Arikunto,1988:155). Sedangkan menurut Riduwan (2005:3) populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Jadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Persada Bandar Lampung sebanyak 156 orang.

Menurut (Sujana,1989:6). ”Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif kualitatif, megenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan lengkap dan jelas, yang dipelajari sifat-sifatnya”.

X1

X2


(55)

Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti (Arikunto, 1998:117). Untuk mengambil sampel dalam penelitian ini, penulis

berpedoman terhadap pendapat (Arikunto, 2002:112) yang mengemukakan “Apabila subjek penelitian kurang dari 100 maka lebih baik di ambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika populasi subjeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”. Sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 30 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan sreatifield random sampling. Sampel adalah himpunan bagian dari populasi yang dapat mewakili populasinya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain : 1. Validitas

2. Reliabilitas 3. Objektifitas 4. Pratikabilitas 5. Ekonomis 6. Taraf kesukaran 7. Daya pembeda


(56)

49

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Mengukur Kelincahan

Tes untuk mengukur kelincahan adalah latihan shuttle-run dan latihan zigzag- run.

2) Mengukur Koordinasi Mata-tangan

Tes untuk mengukur koordinasi mata dan tangan yaitu tes lempar tangkap bola tenis yang dipantulkan ke dinding. Satuan dalam tes lempar tangkap bola ini adalah jumlah gerakan lermpar tangkap bola yang berhasil dilemparkan mengenai sasaran dan di tangkap oleh tangan yang lain dari 10 lemparan pertama dan sepuluh lemparan kedua. Memiliki indeks validitas 0.62 dan reliabilitas 0,84.

3) Mengukur Kemampuan Gerak Dasar Dribbling

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penilaian kualitas gerakan. Dengan penilaian tes keterampilan gerak menggiring bola dalam bolatangan yang diadaptasi dari Akor Sitepu (2008). Adapun aspek yang diamati dari instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : (1) Tahap Persiapan (2) Tahap gerak atau tahap pelaksanaan (3) Tahap akhir gerak.

Untuk menetapkan skala penilaian dari instrumen ini, dibuat rentang nilai atau skor dari angka 1 sampai dengan 3. Angka 1 menunjukkan nilai kurang (K), angka 2 menunjukkan nilai sedang (S), angka 3 menunjukkan nilai baik (B).


(57)

Tabel 1. Format Penilaian Gerak Dasar Menggiring Bola (dribbling).

Tahap Aspek

(Indikator) Kriteria Gerak (Deskriptor) Nilai Persiapan

1. Posisi kaki

Berdiri tegak, kedua kaki dibuka

selebar bahu. 3

Berdiri sikap, kedua kaki dibuka

bahu terlalu lebar/ lebih dari bahu. 2 Berdiri tegak kedua kaki

dirapatkan.. 1

2. Posisi

tangan Kedua tangan direntangkan sedikit lebar didepan dada sambil

memegang bola, telapak tangan saling berhadapan diantara bola.

3

Kedua tangan direntangkan terlalu lebar didepan dada sambil

memegang bola, telapak tangan kurang saling berhadapan diantara bola.

2

Tidak merentangkan tangan 1 Pelaksanaan 1. Posisi

Kaki

Posisi kedua kaki atau lutut dibengkokan lebih kurang 120 derajat, salah satu berada di depan.

3 Posisi kedua kaki atau lutut kurang

dibengkokan lebih kurang 120 derajat, salah satu berada di depan.

2 Posisi kedua kaki atau lutut tidak

dibengkokan lebih kurang 120 derajat, dan kedua kaki sejajar.

1 2. Posisi

tangan

Kedua tangan dibuka lebar sama dengan lebar kaki, salah satu tangan yang memantulkan bola ke tanah dengan sumbu gerakan pada pergelangan tangan.

3

Kedua tangan kurang dibuka lebar sama dengan lebar kaki, salah satu tangan yang memantulkan bola ke tanah dengan sumbu gerakan pada pergelangan tangan.

2


(58)

51

sama dengan lebar kaki, kedua tangan yang memantulkan bola ke tanah tidak dengan sumbu gerakan pada pergelangan tangan.

3. Gerakan kaki dan tangan

Saat melakukan dribble bola jalannya kaki dan tangan berurutan secara teratur ke depan. Kaki dan tangan dibuka sama lebar.

3

Saat melakukan dribble bola jalannya kaki dan tangan berurutan secara teratur ke depan. Kaki dan tangan yang dibuka tidak sama lebar.

2

Saat melakukan dribble bola

jalannya kaki dan tangan bersamaan ke depan. Kaki dan tangan yang dibuka tidak sama lebar.

1

Akhir Gerak

4. Gerakan Badan

Gerakan badan sedikit condong ke

depan 3

Gerakan badan terlalu condong ke

depan 2

Gerakan badan tegap lurus 1 (Sumber: Surisman, 2008) Keterangan:

Hasil uji coba instrumen dilakukan di SMA AL KAUTSAR Bandar Lampung. Validitas dan reliabilitasnya terdapat pada lampiran 2 halaman (80-89)

E. Teknik Pengolahan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan yang paling penting untuk

menentukan keberhasilan dalam suatu penelitian guna mendapatkan hasil yang di inginkan. Data didapat dari pengukuran variable terikat yaitu kemampuan gerak dasar menggiring bola.

Data tersebut berupa tes awal (pre-tes) dan tes akhir (post-test) pada masing-masing kelompok. Tes akhir diberikan setelah melakukan latihan selama 6


(59)

minggu atau 20 kali pertemuan dengan tes yang sama dengan tes awal. Untuk selanjutnya hasil dari data-data tersebut dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dari masing-masing kelompok teste.

F. Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis adalah data dari hasil tes awal dan akhir. Menghitung hasil tes awal dan akhir latihan peregangan statis dan latihan peregangan dinamis terhadap peningkatan kelentukan tubuh menggunakan teknik analisis data uji t. adapun syarat dalam menggunakan uji t adalah:

1. Uji Normalitas, Menggunakan Liliefors

Uji normalitas adalah uji untuk melihat apakah data penelitian yang diperoleh mempunyai distribusi atau sebaran normal atau tidak. Untuk menggunakan uji normalitas ini adalah menggunakan uji liliefors. Langkah pengujiannya mengikuti prosedur sudjana, 1992 : 266 yaitu:

Pengamatan X1,X2,…,Xndijadikan bilangan baku

Z1,Z2,…,Z n dengan menggunakan rumus :

S

X

i

X

Z

2

1

Keterangan :

SD : simpangan baku Z : skor baku X : Row skor


(60)

53

Untuk tiap bilangan baku ini dapat menggunakan daftar distribusi normal buku. Kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi).

Selanjutnya dihitung Z1, Z2,…, Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi

kalau proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi) maka :

Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlak. Ambil

harga paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga terbesar ini dengan Lo. Setelah harga Lo, nilai hasil perhitungan tersebut

dibandingkan dengan nilai kritis Lo untuk uji liliefors dengan taraf signifikan 0,05. bila harga Lo lebih kecil (<) dari L indeks

maka data yang akan diolah tersebut berdistribusi normal sedangkan bila Lo lebih besar (>) dari L indeksmaka data tersebut tidak

berdistribusi normal. Lo < L indeks : normal Lo> L indeks : tidak normal

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi apakah kedua kelompok sample memiliki varian yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana, 2002 : 250 untuk menguji homogenitas digunakan rumus sebagai berikut: n Z yang Z Z Z banyaknya Z

S n i

i ... ,..., , .. )

( 1 2

Terkecil

Varians

Terbesar

Varians


(61)

Membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan rumus Dk pembilang: n-1 (untuk varian terbesar)

Dk penyebut : n-1 (untuk varian terkecil) Taraf siknifikan (0,05) maka dicari pada tabel F Didapat dari tabel F

Dengan criteria pengujian

Jika : F hitung F indeks tidak homogen F hitung ≤ F indeks berarti homogen

Pengukian homogenitas ini bila F hitung lebih kecil (<) dari F indeks maka data tersebut mempunyai varians yang homogen. Tetapi sebaliknya bila F hitung lebih besar dari > dari F indeks maka kedua kelompok mempunyai varians yang berbeda.

3. Uji t

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok sample maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan beberapa alternative:

a. Data berdistribusi normal dan kedua kelompok mempunyai varians yang homogen ( 1 2 ) maka uji t – tes yang dipergunakan untuk menguji hipotesis penelitian seperti yang dikemukakan oleh Sudjana, I992 sebagai berikut:

2 1

2 1

1 1

n n S

X X t

gab hitung


(62)

55 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 n n S x n S x n Sgab Keterangan :

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A

S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B

n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A

n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

b. Salah satu data berditribusi normal dan data yang lain tidak berdistribusi normal ( ) kedua kelompok sampel yang

mempunyai varians yang homogen atau tidak homogen maka rumus yang digunakan menurut Sudjana, (1992: 241) :

hitung

t

=

2 2 2 1 2 1 2 1 ) ( n S n S X X Keterangan

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A

S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B

n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A

n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

c. Bila kedua data berdistribusi tidak normal, kedua kelompok sampel homogen atau tidak, maka rumus yang digunakan seperti yang dikemukakan Sanafiah Faisal, 1982 : 371 adalah :


(63)

Pengujian taraf signifikan perbedaan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B adalah bila Z hitung < dari Z tabel berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B, sebaliknya bila Z hitung > dari Z tabel berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B.

d. Analisis uji pengaruh

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok latihan kelincahan dan kecepatan, maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan berdasarkan alternative. Menurut Sudjana, 2005 : 242, untuk menguji pengaruh latihan

kelincahan dan koordinasi mata tangan terhadap kemampuan gerak dasar dribble siswa adalah sebagai berikut:

n B

B

Thitung S

Keterangan :

B = Rata-rata Selisih antara post test dan pretest

SB = Simpangan baku Selisih antara post test dan pretest

s n = Jumlah kelompok kelincahan dan koordinasi mata-tangan 2 ) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 n n N N N N U Z 2 1 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N U 2 2 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N U


(64)

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat pengaruh yang signifikandari latihan kelincahan terhadap

peningkatan gerak dasarmenggiring dalam bola tangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung.

2. Terdapat pengaruh yang signifikandari latihan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan gerak dasarmenggiring dalam bola tangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung

3. Tidak terdapat perbedaan yang signifkan dari program latihan kelincahan dan latihan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan gerak dasar

menggiring dalam bola tangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung.

B. Saran

1. Untuk peneliti lainnya, khususnya mahasiswa penjaskes dapat terus menerus memperbaiki penelitian ini dalam melakukan penelitian selanjutnya;


(65)

2. Untuk siswa diharapkan agar terus melatih dan mengembangkan penguasaan keterampilan gerak dasar menggiring dalam bola tangan khususnya dalam keterampilan psikomotor dan geraknya;

3. Untuk Program Studi Penjaskes dapat dijadikan salah satu kajian dalam mengembangkan gerak dasar menggiring dalam bola tangan dengan disajikannya suatu bentuk program latihan kelincahan dan program latihan koordinasi mata-tangan.


(1)

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 n n S x n S x n Sgab Keterangan :

X : rerata kelompok eksperimen A

X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

b. Salah satu data berditribusi normal dan data yang lain tidak berdistribusi normal ( ) kedua kelompok sampel yang

mempunyai varians yang homogen atau tidak homogen maka rumus yang digunakan menurut Sudjana, (1992: 241) :

hitung

t

=

2 2 2 1 2 1 2 1 ) ( n S n S X X Keterangan

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

c. Bila kedua data berdistribusi tidak normal, kedua kelompok sampel homogen atau tidak, maka rumus yang digunakan seperti yang dikemukakan Sanafiah Faisal, 1982 : 371 adalah :


(2)

56

Pengujian taraf signifikan perbedaan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B adalah bila Z hitung < dari Z tabel berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B, sebaliknya bila Z hitung > dari Z tabel berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B.

d. Analisis uji pengaruh

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok latihan kelincahan dan kecepatan, maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan berdasarkan alternative. Menurut Sudjana, 2005 : 242, untuk menguji pengaruh latihan

kelincahan dan koordinasi mata tangan terhadap kemampuan gerak dasar dribble siswa adalah sebagai berikut:

n B

B Thitung S

Keterangan :

B = Rata-rata Selisih antara post test dan pretest

SB = Simpangan baku Selisih antara post test dan pretest

s n = Jumlah kelompok kelincahan dan koordinasi mata-tangan 2 ) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 n n N N N N U Z 2 1 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N U 2 2 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N U


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat pengaruh yang signifikandari latihan kelincahan terhadap

peningkatan gerak dasarmenggiring dalam bola tangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung.

2. Terdapat pengaruh yang signifikandari latihan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan gerak dasarmenggiring dalam bola tangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung

3. Tidak terdapat perbedaan yang signifkan dari program latihan kelincahan dan latihan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan gerak dasar

menggiring dalam bola tangan pada siswa kelas XI di SMA Persada Bandar Lampung.

B. Saran

1. Untuk peneliti lainnya, khususnya mahasiswa penjaskes dapat terus menerus memperbaiki penelitian ini dalam melakukan penelitian selanjutnya;


(4)

66

2. Untuk siswa diharapkan agar terus melatih dan mengembangkan penguasaan keterampilan gerak dasar menggiring dalam bola tangan khususnya dalam keterampilan psikomotor dan geraknya;

3. Untuk Program Studi Penjaskes dapat dijadikan salah satu kajian dalam mengembangkan gerak dasar menggiring dalam bola tangan dengan disajikannya suatu bentuk program latihan kelincahan dan program latihan koordinasi mata-tangan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Rineka Cipta. Jakarta.

Bompa. O. Tudor. 1997. Terjemahan Teori dan Metodologi Latihan (Theory and Methodology Of Training). Ilmu Kesehatan Olahraga, FAK. Pasca Sarjana Universitas Airlanga. Surabaya.

Depdikbud. 1987. Pola Umum Pembinaan dan Pengembangan Kesegaran Jasmani. Jakarta:Bagian Proyek Peningkatan Kesegaran Jasmani.

Depdiknas Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. 2000. Pedoman Dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga Bagi Pelatih Olahragawan Pelajar. Jakarta. Direktorat Keolahragaan. 1981. Peraturan Permainan Bola Tangan. Jakarta Harsono. 2004. Perencanaan Program Latihan. Bandung.

Lutan, Rusli, 1998. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Drijen Dikti, PPLPTK. Jakarta.

Mahendra, Agus. 1999. Bola Tangan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta

Nurhasan. 2000. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. FPOK IKIP Bandung. Bandung.

... 2001. Tes Dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Direktorat Jendral Olahraga. Depdiknas.

Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru Karianwan dan Peneliti pemula. Alfabet. Bandung.

Rasyid, Willadi. 2010. Permainan Bola Tangan. Sukabina Press. Padang Sudjana. 1992. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.


(6)

Sugiono.2008. Metode Penelitian Pendidikan. PT Alfabeta: Bandung.

Suharjana. 2004. Kebugaran Jasmani. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Surisman. 2010. Panduan Praktik Mata Kuliah Tes dan Pengukuran. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Surisman. 2010. Bola Tangan . Universitas Lampung. Bandar Lampung Tarigan, Herman.2009. Pengetahuan Umum Olahraga. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung. Yunusul Hairy. 1983. Peraturan dan Perwasitan Dalam Permainan Bola Tangan.