jalan menelusuri latar belakang budaya kehidupan sosial, rumah tangga, dan tingkat pendidikan terdakwa atau terpidana. Data-data tersebut dapat diperoleh
dari hasil penelusuran riwayat hidup terdakwa, yayasan tempat terdakwa pernah dirawat, teman dekat terdakwa, lingkungan pendidikan, dan lain sebagainya.
Tidak kalah penting perlu diketahuinya sebab-sebab yang mendorong dan
motivasi melakukan tindak pidana, apakah semata-mata didorong untuk melakukan kejahatan, misalnya benar-benar didorong untuk balas dendam atau
memperoleh kepuasan batin dan sebagainya. Atau apakah karena dorongan sosial ekonomis maupun karena keadaan yang berada di luar kemauan kesadaran
terdakwa. Juga perlu diperhatikan laporan pejabat tempat terdakwa ditahan tentang sikap dan perilakunya selama berada dalam tahanan. Semua hal-hal dan
keadaan tersebut ikut dipertimbangkan sebagai faktor menentukan pemidanaan.
17
Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 28 UU No. 48 tahun 2009 yang menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari
terdakwa.
C. Pengertian Lembaga Praperadilan
1.
Pengertian Praperadilan
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-
17
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Pustaka Kartini. Jakarta. 2006, hlm 363
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat untuk mencari siapa pelaku dari suatu tindak pidana
dan selanjutnya melakukan pemeriksaan di pengadilan untuk menentukan apakah terbukti bersalah atau tidak, serta mengatur pula pokok-pokok cara pelaksanaan
dan pengawasan terhadap putusan yang telah dijatuhkan.
18
Adapun proses peradilan tersebut meliputi penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan dimuka persidangan. Periode sebelum perkara diajukan ke sidang pengadilan biasanya dinamakan pemeriksaan pendahuluan Dalam proses
pemeriksaan pendahuluan seringkali terjadi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, untuk menjaga ketertiban
pemeriksaan dalam pemeriksaan pendahuluan dan untuk melindungi hak-hak tersangka atau terdakwa terhadap tindakan-tindakan dari penyidik dan penuntut
umum yang melanggar hukum yang dapat merugikan tersangka maka dibentuklah lembaga praperadilan. Lembaga praperadilan telah diatur dalam Bab X, Bagian
Kesatu dari Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Praperadilan merupakan kontrol horizontal yang dipunyai oleh Pengadilan Negeri
atas permohonan para pihak yang ditentukan oleh KUHAP, untuk mencegah penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan
secara sewenang-wenang.
19
18
Djoko Prakoso, Kedudukan Justisiabel Di Dalam KUHAP. Ghalia Indonesia. Jakarta 2005, hlm 9
19
Hari Sasongko, Op, Cit., hlm 105
Pengertian praperadilan telah diatur dalam Bab I tentang ketentuan umum Pasal 1 butir ke 10 KUHAP adalah wewenang dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa
dan memutus menurut acara yang diatur dalam undang-undang ini tentang : a.
Sah atau tidaknya penagkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka .
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. c.
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan”. 2.
Kewenangan Praperadilan.
Praperadilan bukan merupakan badan tersendiri, melainkan hanya merupakan
suatu wewenang dari pengadilan saja. Hal ini berdasarkan Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 serta Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP. Adapun wewenang yang diberikan
oleh undang-undang kepada Pengadilan Negeri tersebut adalah untuk memeriksa dan memutus mengenai :
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau
penghentian penuntutan kecuali terhadap penyampingan perkara untuk kepentingan umum oleh jaksa agung Pasal 77.
b. Berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi
seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan Pasal 77.
c. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian Pasal 82 ayat 1
dan 3.
d. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atau atas
penangkapan atau penahanan serta serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau
karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri Pasal 95 ayat 2.
e. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa
alasan berdasarkan Undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadialn Negeri
Pasal 97 ayat.
20
D. Kedudukan Hakim dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia