Pengaturan hukum penyalahgunaan narkotika di Indonesia

Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Lampung, Banten, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Aceh. 27

B. Pengaturan hukum penyalahgunaan narkotika di Indonesia

Dalam sejarah, perundang-undangan yang mengatur tentang narkotika dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : 1. Berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika; Latar belakang digantinya Verdovende Midellen Ordonantie Stbl 1927 No. 278 jo No. 536 dengan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1976 ini dapat dilihat pada penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, diantaranya adalah hal- hal yang menjadi pertimbangan sehubungan dengan perkembangan sarana perhubungan modern baik darat, laut maupun udara yang berdampak pada cepatnya penyebaran perdagangan gelap narkotika di Indonesia. Ditambah lagi dengan kemajuan dibidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai bila tetap memakai undang-undang tersebut. Dalam Verdovende Middellen Ordonantie hanya mengatur tentang perdagangan dan penggunaan narkotika. Narkotika tidak saja diperlukan dalam dunia pengobatan, tetapi juga dalam penelitian untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu dibuka kemungkinan untuk mengimpor narkotika dan mengekspor obat-obtan yang mengandung narkotika, menanam, memelihara Papaver, Koka, dan Ganja. Undang-undang ini mengatur secara lebih luas mengenai narkotika dengan memuat ancaman pidana yang lebih berat dari aturan sebelumnya. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut : 27 http:www.immcnews.comHari-Anti-Narkoba-2012daerah-tujuan-peredaran narkoba.html Universitas Sumatera Utara a. Mengatur jenis-jenis narkotika ; Dalam undang-undang ini jenis-jenis narkotika , yaitu : Tanaman Papaver, Opium Mentah, Opium Masak, Opium Obat, Morfina, Tanaman Koka, Daun Koka, Kokaina Mentah, Kokaina, Ekgonina, Tanaman Ganja, Damar Ganja, garam-garam dan turunan-turunan dari Morfina dan Kokaina, bahan lain, baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika. b. Pidananya sepadan dengan jenis-jenis narkotika yang digunakan; Beberapa perbuatan yang dilarang dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut : Pasal 23 ayat 1 dilarang secara tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai tanaman Papaver, tanaman Koka atau tanaman Ganja. Berdasarkan Pasal 36 ayat 1 : a dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,-sepuluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut tanaman Koka atau tanaman Ganja; b dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 sepuluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000.- limabelas juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut tanaman Papaver. Pasal 23 ayat 2 dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika. Berdasarkan Pasal 36 ayat 2, barangsiapa melanggar Pasal 23 ayat 2 : Universitas Sumatera Utara a dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 dua belas tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja; b dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. Pasal 23 ayat 3 dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan atau menguasai narkotika. Berdasarkan Pasal 36 ayat 3, barangsiapa melanggar Pasal 23 ayat 3 : a. dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,-sepuluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja; b. dipidana dengan pidana penjara selama-selamanya 10 sepuluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,- lima belas juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. Pasal 23 ayat 4 dilarang secara tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika. Berdasarkan Pasal 36 ayat 4, barangsiapa melanggar Pasal 23 ayat 4 : a. dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama - lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja; Universitas Sumatera Utara b. dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidara penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- Iima puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. Pasal 23 Ayat 5 dilarang secara tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika. Berdasarkan Pasal 36 ayat 5, barangsiapa melanggar Pasal 23 ayat 5 : a. dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama - lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman, Ganja; b. dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 dua puluh tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut narkotika lainnya. c. Mengatur tentang rehabilitasi terhadap pecandu narkotika ; Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis akibat penggunaan atau penyalahgunaan narkotika. Rehabilitasi adalah usaha memulihkan untuk menjadikan pecandu narkotika hidup sehat jasmaniah dan atau rohaniah sehingga dapat menyesuaikan dan meningkatkan kembali ketrampilannya, pengetahuannya serta kepandaiannya dalam lingkungan hidup. Universitas Sumatera Utara Dalam usaha pemulihan tersebut dapat dilakukan oleh lembaga milik pemerintah maupun swasta Pasal 33 ayat 3 d. Mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika meliputi penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalu-lintas pengangkutan serta penggunaan narkotika; Untuk kepentingan pengobatan danatau tujuan ilmu pengetahuan kepada lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan dapat diberi izin oleh Menteri Kesehatan untuk menanam, meracik, memproduksi, memperdagangkan, serta penggunaan narkotika. 2. Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Undang-Undang ini berlaku pada tanggal 1 September 1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67. Adapun yang menjadi latar belakang diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 ini yaitu peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Tindak pidana narkotika pada umumnya tidak dilakukan secara perorangan dan berdiri sendiri melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisir secara mantap, rapi dan rahasia. Disamping itu tindak pidana narkoba yang bersifat transnasional dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih, termasuk pengamanan hasil-hasil tindak pidana narkoba. Perkembangan kualitas tindak pidana narkoba tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia. Selain itu perubahan tersebut mengingat ketentuan baru dalam Konvensi Perserikan Bangsa Universitas Sumatera Utara Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika Tahun 1988, yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika. Undang-undang baru tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun ancaman pidana yang diperberat. Cakupan yang lebih luas tersebut, selain didasarkan pada faktor-faktor di atas juga karena perkembangan kebutuhan dan kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut : a. Mengatur penggolongan dan jenis-jenis narkotika lebih terperinci. Dalam undang-undang ini narkotika dibedakan atas 3 golongan, yaitu : narkotika golongan I yang terbagi atas 26 jenis, narkotika golongan II yang terbagi atas 87 jenis, narkotika golongan III yang terbagi atas 14 jenis. Yang membedakan antara tiap-tiap golongan adalah potensi ketergantungannya. Narkotika golongan I mempunyai potensi ketergantungan sangat tinggi, narkotika golongan II mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, narkotika golongan III mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. b. Pengaturan tentang peredaran, penyaluran, penyerahan Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka perdagangan, bukan Universitas Sumatera Utara perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk keperluan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penyaluran narkotika yang berasal dari importer hanya dapat disalurkan kepada pabrik obat tertentu atau pedagang besar farmasi tertentu. Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada eksportir, pedagang besar farmasi tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, dan lembaga ilmu pengetahuan tertentu. Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pedagang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu pengetahuan, dan eksportir. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas, balai pengobatan pemerintah tertentu. Pasal 36. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek,, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, pasien. Penyerahan narkotika oleh rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan kepada pasien berdasarkan resep dari dokter. Pasal 39 c. Peran serta masyarakat Masyarakat mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika. Upaya pencegahan dan pemberantasan itu dapat berupa melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila mengetahui adanya penyalahgunaan dan Universitas Sumatera Utara peredaran gelap narkotika dan bagi pelapor akan diberikan jaminan keamanan dan perlindungan. Atas jasanya dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, pemerintah memberikan penghargaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. d. Sanksi pidana penjara dan denda lebih berat Hal itu dapat kita lihat dalam ketentuan pidana yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut : Pertama, tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai tanaman papaver, tanaman koka atau tanaman ganja Pada Pasal 36 ayat 1 a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Barangsiapa secara tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai tanaman papaver, tanaman koka atau tanaman ganja. Apabila perbuatan tersebut menyangkut tanaman koka dan ganja dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,-sepuluh juta rupiah. Pada Pasal 78 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman atau memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana Universitas Sumatera Utara dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, tanaman papaver, tanaman koka atau tanaman ganja termasuk dalam Golongan I. Sanksi pidana penjara menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai tanaman ganja dan tanaman koka dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika adalah 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya adalah 10.000.000 sepuluh juta rupiah. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1976 Tentang Narkotika sanksi pidana penjaranya setinginggi-tingginya adalah 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Kedua, tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika. Pada Pasal 36 ayat 2 a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika, barangsiapa tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 dua belas tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja. Pasal 80 ayat 1 a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana Universitas Sumatera Utara penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah; Sangat terlihat jelas perbedaan sanksi pidana penjara dan pidana denda antara Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika dengan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika berkaitan dengan tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika jenis tanaman ganja dan tanaman koka. Dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika ancaman pidana penjaranya adalah selama-lamanya 12 dua belas tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika ancaman pidananya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah; Ketiga, tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain. Pada Pasal 36 ayat 6 a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika, barangsiapa tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,-sepuluh juta rupiah apabila perbuatan tersebut menyangkut daun Koka atau tanaman Ganja; Pasal 84 a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, Universitas Sumatera Utara dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp 750.000.000,00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah. Perbedaan sanksi pidana penjara dan pidana denda antara Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika berkaitan dengan tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain jenis tanaman ganja dan tanaman koka. Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika ancaman pidana penjaranya adalah selama - lamanya 6 enam tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika ancaman pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp 750.000.000,00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah. e. Kriminalisasi bagi orang tua atau wali Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika memberikan ancaman hukuman pidana 6 bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 1.000.000 satu juta rupiah bagi orang tua atau wali yang sengaja tidak melaporkan anaknya yang belum cukup umur menggunakan narkotika untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan Pasal 86 ayat 1 . Istilah cukup umur sesuai dengan pengertian yang ada di dalam Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Universitas Sumatera Utara 3. Berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang disahkan pada 12 Oktober 2009 merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 dua puluh tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam undang-undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan wiretapping, teknik pembelian terselubung under cover buy, dan teknik penyerahan yang diawasi controlled delevery, serta teknik penyidikan Universitas Sumatera Utara lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut : a. Mengatur penggolongan dan jenis-jenis narkotika Dalam undang-undang ini narkotika dibedakan atas 3 golongan, yaitu : narkotika golongan I yang terbagi atas 65 jenis, narkotika golongan II yang terbagi atas 86 jenis, narkotika golongan III yang terbagi atas 14 jenis. Terjadi perubahan penambahan jenis golongan I, dimana dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 golongan I hanya terdiri dari 26 jenis. Untuk golongan II juga terjadi perubahan penurunan, dimana dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 golongan II terdiri dari 87 jenis. Sedangkan untuk golongan III tidak ada perubahan penurunan ataupun penambahan jenis. Hanya saja terjadi perubahan jenis narkotika di dalam Golongan III tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, narkotika jenis campuran atau sediaan opium dengan bahan lain bukan narkotika tidak lagi masuk dalam golongan III dan diganti dengan Buprenorfina. b. Pengobatan dan Rehabiltasi Melalui undang-udang ini, para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika tidak lagi diberikan kebebasan dan atas kehendak sendiri untuk sembuh. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial menjadi kewajiban bagi para pecandu. Undang-undang ini juga mewajibkan pecandu narkotika untuk melaporkan diri mereka kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, danatau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Kewajiban tersebut juga menjadi Universitas Sumatera Utara tanggung jawab orang tua dan keluarga. Rehabiltasi medis dan sosial selain dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah ataupun masyarakat yang akan diatur dalam peraturan menteri . Pasal 54 c. Kewenangan BNN dan Penyelidikan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memberikan porsi besar bagi BNN. Salah satu kewenangan BNN adalah mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran nakotika dan prekursor narkotika Pasal 64. Selain itu BNN dapat mempergunakan masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika Pasal 106. Dalam hal melakukan pemberantasan narkotika, BNN diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap penyalahgunaan, peredaran narkotika, dan prekusor narkotika beserta dengan kewenangan yang dimiliki penyelidik dan penyidik. d. Peran Serta Masyarakat Selain memberikan kewenangan yang besar terhadap penegak hukum, khususnya BNN, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga mewajibkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika. Masyarakat dijadikan seperti penyelidik dengan cara mencari, memperoleh, dan memberikan informasi dan mendapatkan pelayanan dalam hal- hal tersebut. Dalam undang-undang ini masyarakat tidak diberikan hak untuk melakukan penyuluhan, pendampingan dan penguatan terhadap pecandu narkotika. Universitas Sumatera Utara e. Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 memiliki kencederungan mengkriminalisasi orang, baik produsen, distributor, konsumen dan masyarakat dengan mencantumkan ketentuan pidana sebanyak 49 pasal dari 155 pasal yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menggunakan pendekatan pidana untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika. Penggunaan pidana masih dianggap sebagai suatu upaya untuk menakut-nakuti agar tidak terjadinya penggunaan narkotika. Hal tersebut didukung dengan diberikannya suatu kewenangan yang besar bagi BNN yang berkembang menjadi institusi yang berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, serta mengajukan langsung berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum dalam tindak pidana narkotika. Lebih jauh, menilai ketentuan pidana yang diatur di dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagai berikut : 1. Tidak mementingkan unsur kesengajaan dalam tindak pidana narkotika. Penggunaan kata ”Setiap orang tanpa hak dan melawan hukum” dalam beberapa pasal undang-undang ini dengan tidak memperdulikan unsur kesengajaan, dapat menjerat orang-orang yang memang sebenarnya tidak mempunyai niatan melakukan tindak pidana narkotika, baik karena adanya paksaan, desakan, ataupun ketidaktahuaan. 2. Penggunaan sistem pidana minimal Universitas Sumatera Utara Penggunaan sistem pidana minimal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 memperkuat asumsi bahwa undang-undang tersebut memang diberlakukan untuk memidanakan masyarakat yang berhubungan dengan narkotika. Adapun beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : Pasal 111 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah. 2 Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Pasal 112 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah. 2 Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Pasal 113 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Universitas Sumatera Utara 2 Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. f. Acaranya bersifat khusus Acara dalam tindak pidana narkotika berbeda dengan acara dalam tindak pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Perbedaannya terletak pada : 1. Lamanya penangkapan Dalam KUHAP sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 ayat 1 lamanya penangkapan adalah satu hari. Sedangkan acara dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang diatur dalam Pasal 76 ayat 1 adalah pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik. Kewenangan penangkapan tersebut dapat pula diperpanjang yang diatur dalam Pasal 76 ayat 2 Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam. 2. Alat Bukti Alat bukti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diatur dalam Pasal 184 adalah : a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli Universitas Sumatera Utara c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Berdasarkan Pasal 86 ayat 1, penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam Pasal 86 ayat 2, alat bukti yang dimaksud dapat berupa : a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1. tulisan, suara, danatau gambar; 2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau 3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Universitas Sumatera Utara

C. Pihak – pihak terkait dalam pemberantasan penyalahgunaan