10
kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat
.
Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun kontruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan dan sesuai dengan dibutuhkan [6]. 2.2.1 Adukan Beton
Beton yang berasal dari pengadukan bahan-bahan penyusun agregat kasar dan agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air
sebagai bahan perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu beton yang baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton
dilakukan menggunakan mesin pengaduk kecuali jika hanya untuk mendapatkan beton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin
pengaduk. Kekentalan adukan beton harus diawasi dan dikendalikan dengan cara
memeriksa kemerosotan
slump
pada setiap adukan beton baru Chawla, 1987. Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air dalam
hubungannya dengan faktor air semen yang ingin dicapai. Waktu pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin
pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,50 menit dimulai semenjak
pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan:
1. Keenceran dan kekentalan adukan yang mmungkinkan pengerjaan beton
penuangan, perataan, pemadatan dengan mudah kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segregation atau pemisahan
agregat. 2.
Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus kedap air, korosif, dan lain-lain.
3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai.
2.3 Beton Ringan
Didalam bidang ilmu teknologi beton dikenal adanya istilah beton ringan lightweight concrete. Pembuatan beton ringan dengan
11
pemakaian aggregat ringan dimulai sejak munculnya aggregat ringan yang dibuat dari proses pembakaran
shale
dan
clays
pada tahun 1917 oleh
S.J. Hayde
. Pemakaian beton ringan pertama kali diperkenalkan di Amerika pada Perang Dunia I 1917 oleh perusahaan
Emergency Fleet Building
, dengan memakai aggregate
expanded sha le
, dan dipakai untuk konstruksi kapal serta perahu. Beton ringan bertulang tersebut mempunyai kekuatan 34,47 Mpa
dan berat isi 1760 kgm3. Sejak tahun 1950-an beton ringan telah dipakai pada struktur gedung
bertingkat, lantai kendaraan pada jembatan dan beton precast, dan lain-lain. Ada beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi itu semuanya
hanya tergantung pada adanya rongga udara dalam aggregat, atau pembuatan rongga udara dalam beton, diantaranya ada beberapa cara
pembuatannya, yaitu dapat dilakukan dengan 3 cara pembuatan: 1.
Beton ringan dengan bahan batuan yang berongga atau agregat ringan buatan yang digunakan juga sebagai pengganti agregat
dasarkerikil. Beton ini memakai aggregat ringan yang mempunyai berat jenis yang rendah berkisar 1400 kgm
3
-2000 kgm
3
akibat agregat kasar yang ber sifat
porous
. Agr egat yang dipakai bera sal dari ala m, proses pembakaran, hasil produksi industri serta bahan-
bahan organik lainnya. Berdasarkan aggregate beton ringan ini dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a. Beton ringan-total All-Lightweight Concrete Campuran beton
dengan menggunakan agregat ringan butiran halus maupun kasar. b.
Beton Ringan Pasir Sand-Lightweight Concrete. Untuk memperoleh kekuatan beton yang lebih baik, agregat halus diganti
dengan pasir alam sedangkan agregat kasar merupakan agregat ringan. Beton ringan dapat dibagi lagi dalam tiga golongan berdasarkan tingkat
kepadatan dan kekuatan beton yang dihasilkan dan berdasarkan jenis agregat ringan yang dipakai, beton ringan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a. Beton insulasi insulating concrete
Beton ringan dengan berat density antara 300 kgm
3
- 800 kgm
3
dan berkekuatan tekan berkisar 0,5-6,89 MPa, yang biasanya
12
dipakai sebagai beton penahan panas insulasi panas disebut juga
low density concrete
. Beton ini banyak digunakan untuk keperluan insulasi, karena mempunyai kemampuan konduktivitas panas yang
rendah, serta untuk peredam suara. Jenis agregat yang biasa digunakan adalah
Perlite
dan
Vermiculite
. b.
Beton ringan dengan kekuatan sedang Moderate Strength Concrete Beton ringan dengan berat density antara 800 kgm
3
- 1440 kgm
3
, yang biasanya dipakai sebagai beton struktur ringan atau sebagai
pengisi fill concrete. Beton ini terbuat dari agregat ringan buatan seperti: terak slag, abu terbang fly ash, lempung, batu sabak
slate, batu serpih shale, dan agregat ringan alami, seperti
pumice
,
skoria
, dan
tufa
. Beton ini biasanya memiliki kekuatan tekan berkisar 5 - 17 Mpa.
c. Beton Struktural Structural Concrete Beton ringan dengan berat
density antara 1440 kgm
3
-1850 kgm
3
yang dapat dipakai sebagai beton struktural jika bersifat mekanik kuat tekan dapat memenuhi
syarat pada umur 28 hari mempunyai kuat tekan berkisar 17,24 Mpa. Untuk mencapai kekuatan sebesar itu, beton ini dapat
memakai agregat kasar seperti
expanded shale, clays, slate,
dan
slag
. 2.
Beton ringan tanpa pasir No Fines Concrete adalah beton yang tidak menggunakan aggregat halus pasir pada campuran pastanya atau
sering disebut beton non pasir, sehingga mempunyai sejumlah besar pori-pori. Dengan berat isi berkisar 880-1200 kgm
3
. Kekuatan beton
no fines
berkisar 7-14 MPa yang dipengaruhi oleh berat isi beton dan kadar semen. Pemakaian beton tipe ini sangat baik untuk kemampuan
insulasi dari struktur, meskipun keberadaan rongga udara sangat banyak dan cenderung seragam dapat mengurangi kuat tekan agregat.
3. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam
adukan atau mortar beton aerasibeton busagas. Dengan demikian akan terjadi pori-pori udara berukuran 0,1-1 mm dalam betonnya,
dikenal sebagai beton teraerasi, beton berongga, beton busa atau
13
beton gas. Memiliki berat isi 200-1440 kgm
3
dan biasanya digunakan untuk keperluan insulasi serta beton tahan api [7].
2.4 Semen