Analisa Respon Mekanik Genteng Komposit Beton Busa Diperkuat Serat TKKS Akibat Beban Flexure dengan Variasi Ukuran Butir Pasir

(1)

ANALISA RESPON MEKANIK GENTENG KOMPOSIT BETON

BUSA DIPERKUAT SERAT TKKS AKIBAT BEBAN

FLEXURE

DENGAN VARIASI UKURAN BUTIR PASIR

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

MUHAMMAD ILHAM NIM.100401017

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

ABSTRAK

Perkembangan industri kelapa sawit dewasa ini semakin pesat. Salah satu hasil industri kelapa sawit yang kerap menjadi limbah adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS ini dapat diolah menjadi serat yang akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai material engineering. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa mutu fisik dan respon mekanik produk genteng komposit berbahan

concrete foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban flexure secara eksperimental. Pada penelitian ini spesimen yang akan diuji berukuran 380×235×15 mm dan analisa mutu fisik ditinjau dari makrostruktur dan uji rembesan air. Kekuatan mekanik material diperoleh dengan cara melakukan pengujian yaitu menggunakan uji flexure. Dari hasil analisa mutu fisik produk genteng komposit diperoleh rata-rata area porositas pada spesimen genteng komposit mesh 10 sebanyak 34,54 %, genteng komposit pada mesh 20 sebanyak 29,56 %, genteng komposit pada mesh 30 sebayak 23,22 % dan pada genteng komposit mesh 40 sebanyak 19,34 %, dan pada hasil uji rembesan air tidak ditemukan adanya kerusakan struktur dan rembesan air, namun terjadi penyerapan air. Dari hasil pengujian flexure diperoleh genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 10 memilki kekeuatan flexure 0,0057, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 20 yang memilki kekeuatan flexure 0,007, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 30 yang memilki kekeuatan flexure 0,0099, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 40 yang memilki kekeuatan flexure 0,01047.

Kata kunci : Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit, Material Engineering,


(3)

ABSTRACT

Development of the palm oil industry is increasing rapidly these days. The outcome of the palm oil industry, which become waste are empty palm bunches (EPB). This EPB can be processed into fibers that eventually can be used as engineering materials. The purpose of this research is to analyze the physical quality and the mechanical response of composite roof tile products made from EPB fiber-reinforced concrete foam due to the load of flexure test experimentally. In this study, the specimens to be tested were measured as 380×235×15 mm and analysis of physical quality are based of 3 terms which is macrostructure and permeability. The mechanical strength of the materials obtained by using flexure test. From the results of the analysis of physical quality of composite roof tile products obtained an average area of porosity on composite tile mesh specimen 10 as much as 34,54%, composite tile on mesh 29,56% as many as 20, the composite tile on mesh 30 sebayak 23,22% and composite tile on mesh 40 19,34%, and as much on the test results of water seepage is not found the presence of damage to the structure and seepage of water, but the water absorption occurs. Flexure test results obtained from tile composite mesh sand size 10 has a lot of 0,0057 flexure, tile composite mesh sand size 20 that has a lot of 0,007 flexure, tile composite mesh sand size 30 which has a lot of 0,0099 composite tile, flexure with 40 mesh sand size that has a lot of flexure 0,01047.

Keywords: Empty Palm Bunches Waste, Engineering Materials, Concrete Foam, Flexure test, Composite Roof Tile.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH Subhanahuwata’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat mahasiswa untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih diambil dari mata kuliah

Proses Produksi Non-Logam, yaitu “ANALISA RESPON MEKANIK

GENTENG KOMPOSIT BETON BUSA DIPERKUAT SERAT TKKS AKIBAT BEBAN FLEXURE DENGAN VARIASI UKURAN BUTIR PASIR”.

Di dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta penulis banyak mengucapkan banyak terima kasih Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta dan tersayang,Ayahanda Syahrial Koto dan Ibunda Nurmala Chaniago serta adik tersayang Muhammad Fahmi Nurseha Amd dan Dinda Rezeki Fadillah atas doa dan motivasinya yang tiada hentinya untuk memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing

Skripsi yang banyak memberi arahan, bimbingan, motivasi, nasehat, dan pelajaran yang sangat berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini. 3. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Ir.Syahril Gultom, MT selaku

Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU. Bapak Ir.Tugiman, MT selaku Koordinator Skripsi.

4. Seluruh Staf Pengajar DTM FT USU yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi selesai, dan seluruh pegawai administrasi DTM FT USU, juga kepada staf Fakultas Teknik.


(5)

5. Teman-teman satu tim IFRC Fakhrur Rozy, Ahmad Riyaldi, Feby Danimasthari, Suhandika Putra, Afrinedi, Muhammad Zakiy, Siddiq yang telah bersama-sama menyelesaikan skripsi ini dengan kerja sama.

6. Abang dan Kakak Magister Teknik Mesin S2 (Nuzuli Fitriadi, ST, Ade Irwan ST, Mahadi ST, Ria Dini Wanty ST) yang telah banyak memberikan motivasi dan arahan buat penulis

7. Seluruh kawan-kawan stambuk 2010 yang telah memberikan dukungan baik berupa tenaga dan motivasi kepada penulis.

8. Serta teman-teman angkatan 2007 SMA N2 Tebing Tinggi XII IA1 (D’pha One) yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis.

Semoga skripsi ini dapat memberikan ilmu tambahan bagi pembaca serta dapat bermanfaat bagi orang lain. Penulis menyadari akan kekurangan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kerjasamanya.

Medan, Juni 2015

Muhammad Ilham 100401017


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR NOTASI ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...3

1.3. Tujuan Penelitian ...4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ...5

1.4. Batasan Masalah ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ...5

1.6. Sistematika Penulisan ...6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pendahuluan ...7

2.2. Genteng ... 7

2.3. Pengertian Komposit ...8

2.4. Klasifikasi Material Komposit ...10

2.5. Teknik Pembuatan Material Komposit ...11

2.6. Beton ...12

2.7. Adukan Beton ...13

2.8. Material Komposit Concreate Foam ...14

2.8.1. Semen ...15

2.8.2. Pasir ...16

2.8.3. Air ...16

2.8.4. Bahan Pengembang ...17

2.8.5. Serat TKKS ...17

2.9.Perilaku Mekanik Akibat Beban Flexure ...19

2.10.Porositas ...20

2.11.Ukuran Pengayakan Pasir ...21

2.12.Uji Rembesan Air ...24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...25

3.1. Tempat dan Waktu ...25

3.2. Alat dan Bahan ...25

3.2.1. Alat ...25

3.2.2. Bahan ...26

3.3. Desain Genteng Komposit ...27

3.3.1. Genteng Profil Medium ...27


(7)

3.3.3. Genteng High Profil ...28

3.4. Proses Pembuatan Genteng Komposit ...29

3.5. Makrostruktur ...30

3.6.Uji Rembesan Air ...31

3.7. Prosedur Pengujian Flexure ...31

3.7.1. Set up Alat Uji ...34

3.8. Diagram Alir Penelitian ...35

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...36

4.1. Pendahuluan ...36

4.2. Hasil Pembuatan Genteng Komposit ...36

4.3. Analisa Hasil Produk ...37

4.3.1.Hasil Makrostruktur ...37

4.3.2. Hasil Uji Rembesan Air ... 44

4.4. Hasil Uji Flexure ...45

4.4.1Genteng komposit mesh 10 ...45

4.4.2Genteng komposit mesh 20 ...47

4.4.3Genteng komposit mesh 30 ...48

4.4.4Genteng komposit mesh 40 ...49

4.5. Pembahasan Genteng Komposit Ukuran Mesh Pasir ...50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...51

5.1.Kesimpulan ...51

5.2.Saran ...52

DAFTAR PUSTAKA ...53 LAMPIRAN 1 DATA UJI FLEXURE


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Parameter tipikal TKKS per kg ...17

Tabel 2.2 Perbandingan tensile strength dan tensile modulus serat alam ...18

Tabel 2.3 Karakteristik beban lentur minimal genteng ...20

Tabel 2.4 Konversi dari mesh ke milimeter ...23

Tabel 3.1 Lokasi dan aktivitas penelitian ...25

Tabel 3.2 Alat-alat penelitian ...25

Tabel 3.3 Bahan-bahan penelitian ...26

Tabel 3.4 Komposisi bahan dalam satuan gram ...29

Tabel 4.1 Rata-rata area porositas permukaan ...43

Tabel 4.2 Rata-rata area porositas dalam ...44

Tabel 4.3 Hasil uji rembesan air ...44

Tabel 4.4 Hasil uji pasir mesh 10 ...46

Tabel 4.5 Hasil uji pasir mesh 20 ...47

Tabel 4.6 Hasil uji pasir mesh 30 ...48


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Aktifitas pemasangan atap ...4

Gambar 2.1. Berbagai type genteng berdasarkan desain profilnya ...8

Gambar 2.2. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit ...9

Gambar 2.3. Serat TKKS setelah diproses dan dihaluskan ...18

Gambar 2.4. Ilustrasi beban flexure pada material ...19

Gambar 2.5. Saringan yang memiliki ukuran pori tertentu ...22

Gambar 2.6. Gambar Vibrating scener ...22

Gambar 2.7. Gambar pasir yang sudah diayak sesuai dengan ukuran (a) mesh 10, (b) mesh 20, (c) mesh 30, (d) mesh 40 ...24

Gambar 3.1. Model genteng profil medium ...27

Gambar 3.2. Model genteng profil datar ...28

Gambar 3.3. Model genteng high profil ...28

Gambar 3.4. Set up uji rembesan air ...31

Gambar 3.5 Set-up Uji Tekan Flexure ...32

Gambar 3.6 Skematik pembebanan pada uji flexure ...33

Gambar 3.7 Pengujian specimen genteng concreate foam ...33

Gambar 3.8 Diagram alir penelitian ...35

Gambar 4.1 Spesimen hasil cetakan ...36

Gambar 4.2 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 10 ...37

Gambar 4.3 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 10 ...37

Gambar 4.4 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 20 ...38

Gambar 4.5 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 20 ...39

Gambar 4.6 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 30 ...40

Gambar 4.7 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 30 ...41

Gambar 4.8 Analisa makrostruktur permukaan genteng mesh 40 ...42

Gambar 4.9 Analisa makrostruktur bagian dalam genteng mesh 40 ...43

Gambar 4.10 Proses patahan yang diakibatkan beban flexure ...45

Gambar 4.11 Genteng komposit mesh 10 yang telah diuji ...46

Gambar 4.12 Grafik tegangan vs regangan mesh 10 yang telah diuji ...46

Gambar 4.13 Genteng komposit mesh 20 yang telah diuji ...47

Gambar 4.14 Grafik tegangan vs regangan mesh 20 yang telah diuji ...47

Gambar 4.15 Genteng komposit mesh 30 yang telah diuji ...48

Gambar 4.16 Grafik tegangan vs regangan mesh 30 yang telah diuji ...48

Gambar 4.17 Genteng komposit mesh 40 yang telah diuji ...49

Gambar 4.18 Grafik tegangan vs regangan mesh 40 yang telah diuji ...49


(10)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

σ Tegangan Mpa

M Momen N/mm

C Jarak dengan sumbu netral mm


(11)

ABSTRAK

Perkembangan industri kelapa sawit dewasa ini semakin pesat. Salah satu hasil industri kelapa sawit yang kerap menjadi limbah adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS ini dapat diolah menjadi serat yang akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai material engineering. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa mutu fisik dan respon mekanik produk genteng komposit berbahan

concrete foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban flexure secara eksperimental. Pada penelitian ini spesimen yang akan diuji berukuran 380×235×15 mm dan analisa mutu fisik ditinjau dari makrostruktur dan uji rembesan air. Kekuatan mekanik material diperoleh dengan cara melakukan pengujian yaitu menggunakan uji flexure. Dari hasil analisa mutu fisik produk genteng komposit diperoleh rata-rata area porositas pada spesimen genteng komposit mesh 10 sebanyak 34,54 %, genteng komposit pada mesh 20 sebanyak 29,56 %, genteng komposit pada mesh 30 sebayak 23,22 % dan pada genteng komposit mesh 40 sebanyak 19,34 %, dan pada hasil uji rembesan air tidak ditemukan adanya kerusakan struktur dan rembesan air, namun terjadi penyerapan air. Dari hasil pengujian flexure diperoleh genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 10 memilki kekeuatan flexure 0,0057, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 20 yang memilki kekeuatan flexure 0,007, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 30 yang memilki kekeuatan flexure 0,0099, genteng komposit dengan ukuran pasir mesh 40 yang memilki kekeuatan flexure 0,01047.

Kata kunci : Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit, Material Engineering,


(12)

ABSTRACT

Development of the palm oil industry is increasing rapidly these days. The outcome of the palm oil industry, which become waste are empty palm bunches (EPB). This EPB can be processed into fibers that eventually can be used as engineering materials. The purpose of this research is to analyze the physical quality and the mechanical response of composite roof tile products made from EPB fiber-reinforced concrete foam due to the load of flexure test experimentally. In this study, the specimens to be tested were measured as 380×235×15 mm and analysis of physical quality are based of 3 terms which is macrostructure and permeability. The mechanical strength of the materials obtained by using flexure test. From the results of the analysis of physical quality of composite roof tile products obtained an average area of porosity on composite tile mesh specimen 10 as much as 34,54%, composite tile on mesh 29,56% as many as 20, the composite tile on mesh 30 sebayak 23,22% and composite tile on mesh 40 19,34%, and as much on the test results of water seepage is not found the presence of damage to the structure and seepage of water, but the water absorption occurs. Flexure test results obtained from tile composite mesh sand size 10 has a lot of 0,0057 flexure, tile composite mesh sand size 20 that has a lot of 0,007 flexure, tile composite mesh sand size 30 which has a lot of 0,0099 composite tile, flexure with 40 mesh sand size that has a lot of flexure 0,01047.

Keywords: Empty Palm Bunches Waste, Engineering Materials, Concrete Foam, Flexure test, Composite Roof Tile.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman sekarang kebutuhan hidup manusia akan tempat tinggal semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Sehingga permintaan akan rumah minimalis yang nyaman membuat perkembangan dunia industri terutama industri bahan bangunan meningkat. Sehingga industri dituntut untuk membuat yang ramah lingkungan dan lebih unggul dari pada bahan bangunan yang konvensional seperti akan permintaan kebutuhan akan atap rumah. Sejarah genteng ditemukan pada awal millennium ke-3 SM di Yunani. Situs ini berisi ribuan puing-puing ubin terakota yang jatuh dari temuan awal genteng di Yunani kuno yang didokumentasikan berasal dari daerah yang sangat terbatas yaitu sekitar Korintus (Yunani), di mana genteng mulai menggantikan atap jerami di dua kuil Apollo dan Poseidon antara 700-650 SM [1].

Genteng merupakan bahan bangunan yang sangat penting yang berfungsi melindungi bagian dalam bangunan dari faktor luar seperti angin, cahaya matahari, hujan, salju dan badai dan juga genteng harus mampu menahan beban

flexure dan juga beban dinamik dan mampu meredam kebisingan yang ditimbulkan akibat rain drop, tidak mudah terdeformasi akibat perubahan suhu, serta memiliki bobot yang tidak terlalu berat. Sehingga dibutuhkan genteng alternatif yang lebih kuat, lebih tahan cuaca dan suhu, lebih ringan, lebih tahan lama. Material yang digunakan sekarang ini untuk pembuatan genteng antara lain: beton, tanah liat, metal, polimer. Material-material tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing sehingga perlu ada penelitian untuk mencari genteng yang mempunyai keunggulan yang dapat meredam kebisingan, tahan beban flexure, tidak mudah terderformasi perubahan suhu, dan genteng yang ringan. Peneliti mencoba untuk membuat genteng komposit yang menggunakan

concreate foam yang diperkuat dengan tandan kosong kelapa sawit dengan variasi dari butiran pasir. Dipasaran sekarang ini genteng konvensional mempunyai beberapa perbedaan dari bentuk tebal dan panjangnya yang memilki nama flat profil, medium profil, dan high profil.


(14)

Studi mengenai genteng komposit berpenguat serat alam telah banyak diteliti, diantaranya penggunaan serat ijuk, serat sawit dan lain-lain. Serat-serat alami pada pembuatan genteng beton telah terbukti mampu memperbaiki sifat fisis mekanis yang dimiliki, seperti meningkatkan kekuatan lentur dan mengurangi sifat regasnya. Hasil penelitian sebelum-sebelumnya juga membuktikan bahwa penambahan serat alami menyebabkan benda uji (genteng dan panel dinding) tidak mengalami patah kejut saat dibebani. Disini penelitian menggunakan serat tandan kosong kelapa sawit dalam pembuatan genteng.

Disini peneliti membuat genteng komposit dengan mencampurkan serat sawit sebagai filler. Agregat penguat (reinforcing filler) digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanikal concrete foam seperti yang telah dijelaskan diatas. Sedangkan pengisi bukan penguat seperti foaming agent digunakan untuk membuat pori-pori udara dalam concrete foam. Setiap jenis agregat ringan memberikan sifat-sifat tertentu kepada concrete foam sebagai akibat dari sifatnya yang spesifik. Agregat penguat yang digunakan adalah limbah serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Peneliti mengambil serat sawit sebagai campuran karena selama ini tandan sawit yang sudah dioalah di pabrik-pabrik kurang dimanfaatkan. Biasanya tandan yang sudah dioalah hanya diolah untuk pupuk kelapa sawit itu sendiri. Serat TKKS memiliki sifat kekuatan tarik yang baik terutama setelah dilakukan perlakuan (treatment) khusus yaitu merendam serat tersebut ke dalam 1% cairan NaOH yang berfungsi untuk menghilangkan beberapa kandungan seperti lignin, minyak, protein, dan lain-lain yang dapat menyebabkan pembusukan pada serat. Pembuatan beton ringan menggunakan metode fisika dengan mencampurkan semen dengan busa dan serat TKKS dengan bentuk spesimen uji. Busa berfungsi untuk membentuk butir udara yang dibuat melalui foam generator sehingga dapat mengurangi beratnya. Komposisi Serat material bahan beton ringan diambil berdasarkan fraksi berat material penyusun dari masing-masing material pendukungnya dengan variasi terhadap semen, pasir, air dan serat TKKS, sedangkan jumlah foam adalah tetap. Variasi tersebut untuk membentuk material beton ringan yang mempunyai kekuatan yang berbeda sehingga dapat diketahui komposisi yang lebih baik, ekonomis, serta dapat mengurangi berat akhir dari material tersebut.


(15)

1.2 Rumusan Masalah

Pembangunan sekarang harus dituntut menghasilkan konstruksi yang tahan terhadap beban- beban yang bekerja padanya. Beban–beban yang bekerja tersebut perilakunya tentu pula beraneka ragam diantaranya beban yang menghasilkan benturan-benturan. Beban yang seperti ini biasanya kekuatannya agak besar sehingga diperlukan konstruksi yang lebih kuat. Beban yang demikian terdapat pada bangunan hidrolik, jalan raya, lantai jembatan dan landasan pesawat udara. Sekarang ini genteng beton konvensioanal yang ada dipasaran ada 3 bentuk profil yaitu flat profil, medium profil, high profil genteng konvensional ini dikenal kuat, kokoh, serta memiliki kemampuan serap bunyi dan panas yang baik. Namun genteng jenis ini memiliki bobot yang berat, sehingga mengakibatkan rangka atap menerima beban yang berat. Pada umumnya, produk genteng beton dengan ukuran 380×235×15 mm memiliki bobot sekitar 2,7 kg/pcs.

Sehingga pada penelitian genteng berbahan komposit busa polimer diperkuat serat TKKS akan dijadikan subjek penelitian. Dipilihnya material tersebut karena diketahui bahwa material tersebut mampu mereduksi berat konstruksi [2]. Namun produk genteng berbahan PF maupun CF diperkuat serat TKKS harus memenuhi kualifikasi sifat-sifat fisis dan mekanis tertentu yang mengacu pada standar SNI 0096:2007 [3]. Dimana kualifikasi sifat fisis dan mekanis tersebut menurut standar SNI antara lain:

1. Sifat tampak, genteng harus mempunyai permukaan atas yang mulus, tidak terdapat retak, atau cacat lainyang mempengaruhi sifat pemakaian. 2. Ketetapan ukuran, genteng untuk semua tingkat mutu harus memiliki

ukuran yang konsisten yang telah ditetapkan oleh BSNI.

3. Kerataan maksimal 3mm.

4. Penyerapan air maksimum 10%.

5. Permeabilitas genteng, yaitu genteng harus mampu untuk menampung air dengan kuantitas dan jangka waktu tertentu tanpa rembesan.

6. Mampu menahan beban lentur tertentu sesuai tipe genteng.

Selain harus memenuhi syarat-syarat tersebut genteng sebagai pelindung bagian dalam bangunan juga kerap mendapatkan pembebanan impak akibat aktifitas pemasangan dan perbaikan genteng. Selain itu genteng juga


(16)

berkemungkinan kejatuhan benda asing ketika cuaca buruk, sehingga menimbulkan kerusakan seperti diperlihatkan pada gambar 1.1. Sehingga pada penelitian ini, juga akan diteliti respon mekanik produk genteng akibat beban impak kecepatan rendah.

Gambar. 1.1. Aktifitas pemasangan atap

Dikarenakan penelitian produk genteng berbahan komposit busa

diperkuat serat TKKS ini masih dalam skala pengembangan laboratorium, sehingga kajian yang dilakukan pada penelitian ini dibatasi pada:

1. Pembuatan spesimen uji berupa produk genteng dari beton busa komposit diperkuat serat TKKS.

2. Pengujian kekuatan flexure genteng dengan metode three point bending.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Dari hasil latar belakang dan rumusan masalah pada pendahuluan didapatkan tujuan umum dari penelitian adalah untuk menganalisis respon mekanik dan mutu fisik genteng komposit berbahan concreate foam yang diperkuat serat TKKS akibat dari beban flexure dengan variasi pasir secara eksperimental.


(17)

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya:

1.Untuk menganalisa hasil produk genteng komposit berbahan concreate foam yang diperkuat serat TKKS berdasarkan mutu fisik yang terdiri dari distribusi porositas dan rembesan air

2.Untuk mendapatkan nilai beban flexure maksimum yang mampu diterima genteng dengan metode three point bending terhadap variasi butir pasir.

1.4. Batasan Masalah

Untuk dapat arah penelitian yang baik maka perlu adanya batasan masalah sebagai berikut:

1. Membuat genteng komposit berbahan concreate foam diperkuat dengan serat TKKS dengan metode penuangan dan pengeringan dengan suhu ruangan.

2. Ukuran spesimen genteng komposit yang dibuat adalah 380×235×15 mm.

3. Menganalisa mutu fisik hasil produk genteng komposit.

4. Menganalisa nilai respon mekanik yang diterima genteng akibat beban

flexure.

5. Menganalisa butiran pasir terhadap beban flexure.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari proses penelitian ini antara lain:

1. Memberi masukan kepada dunia pendidikan dan industri tentang performa produk genteng ringan dari material concrete foam diperkuat serat TKKS secara fisis dan mekanis.

2. Dapat menjadi referensi untuk pengembangan dan aplikasi material terkhusus material concrete foam diperkuat serat TKKS di masa yang akan datang.


(18)

1.6 Sistematika Penulisan

Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dengan urutan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang yang menentukan pengambilan penelitian dan dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan maslah, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan tentang ulasan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini baik dari teori dasar maupun teori penunjang lainnya.

BAB III METODOLOGI

Di bab ini membahas tentang hal-hal yang ditujukan untuk mencapai tujuan dimana mencakup dalam segi perencanaan dan perhitungan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan hasil dari yang didapat dari hasil penelitian meliputi data-data yang sudah ada maupun data-data tambahan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini dan saran yang mendukung kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi seluruh reverensi yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan tugas akhir ini.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Genteng sendiri merupakan bagian dari atap rumah yang memiliki fungsi dan kegunaan untuk melindungi bagian dalam rumah maupun dari luar rumah dari benda-benda asing. Sehingga kebutuhan akan genteng sendiri cukup besar seiring dengan kebutuhan akan rumah minimalis pun meningkat karena perkembangan hidup dari manusia itu sendiri. Sehingga sekarang ini penelitian akan genteng cukup banyak sekarang ini penelitian bertujuan menggunakan serat alami. Penelitian terhadap bahan campuran pembuatan genteng sekarang sudah mulai ke komposit yaitu dengan adanya penambahan dari bahan-bahan alami seperti serat sawit yang dapat diteliti pengaruh penambahan serat sawit akan kekuatan genteng tersebut sehingga genteng harus bisa menahan kekuatan lentur dan kekuatan impak selain itu genteng harus bisa melindungi bagian dalam rumah dari cahaya matahari, hujan, salju, dan angin.

2.2 Genteng

Genteng umumnya memiliki beberapa model dan bentuk yang terdapat dipasaran saat ini dengan harga yang berbeda-beda dengan tipe flat/low profile,

medium profile, high profile. Saat ini memiliki permukaan datar atau bergelombang, dan berbentuk persegi panjang. Genteng tersedia dalam berbagai luas penampang profil, bentuk, ukuran, tekstur permukaan, dan warna. Berdasarkan desain profilnya, secara umum genteng diklasifikasikan dalam beberapa tipe antara lain:

1. Flat/LowProfile (Gambar. 2.1 (a)). Genteng yang memiliki desain profile rata atau ketinggian profil kurang dari ½ inch.

2. MediumProfile (Gambar. 2.1 (b)). Genteng yang ketinggian profilnya lebih besar dari ½ inch, dan rasio perbandingan antara tinggi dan lebar profilnya kurang atau sama dengan 1:5.

3. High Profile (Gambar. 2.1 (c)). Genteng dengan rasio perbandingan antara tinggi dan lebar profilnya diatas 1:5.


(20)

Gambar. 2.1. Berbagai type genteng berdasarkan desain profilnya; (a). Flat/Low Profile, (b). Medium Profile, dan (c). High Profile

2.3 Pengertian Komposit

Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari hasil teknologi pemprosesan bahan. Kemajuan teknologi pemprosesan bahan dewasa ini telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit. Komposit adalah campuran dua material atau lebih yang dicampur secara makroskopik untuk menghasilkan suatu material baru [4]. Material komposit terdiri dari dua bagian utama yaitu: (1) Matriks dan (2) penguat (reinforcement). Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi:

a. mentransfer tegangan ke serat.

b. membentuk ikatan koheren, permukaan matriks/serat. c. melindungi serat.

d. memisahkan serat. e. melepas ikatan.

f. tetap stabil setelah proses manufaktur.

Reinforcement atau filler atau Fiber salah satu bagian utama komposit adalah reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Pada penelitian pembutan genteng komposit ini peneliti menggambil filler dari serat sawit untuk menambah kekuatan dari genteng dalam menahan tegangan flexure.

Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat sesuai kebutuhan, biasanya unsur pembentuk komposit dipilih berdasarkan kebutuhan

(c) (b)


(21)

terhadap sifat fisis dan mekanis tertentu. Secara skematik hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit

Berdasarkan definisi ini maka pemilihan jenis material yang tepat dalam penelitian ini ialah jenis material komposit, dimana yang diharapkan adalah kekuatan material yang lebih baik dari penggabungan dua atau lebih material penyusunnya. Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari hasil teknologi pemrosesan bahan.

Dari hasil teknologi pemprosesan bahan komposit dikenal sebagai bahan teknologi. Kemajuan teknologi pemprosesan bahan telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit. Ada tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material komposit, yaitu:

1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya.

2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran tiap-tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit secara keseluruhan.

3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan penggabungan beberapa komponen yang berbeda, baik dalam hal bahannya maupun bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda. Sifat bahan komposit sangat dipengaruhi oleh sifat dan distribusi unsur


(22)

penyusun, serta interaksi antara keduanya. Parameter penting lain yang mungkin mempengaruhi sifat bahan komposit adalah bentuk, ukuran, orientasi dan disribusi dari penguat (filler) dan berbagai ciri-ciri dari matriks. Sifat mekanik merupakan salah satu sifat bahan komposit yang sangat penting untuk dipelajari. Untuk aplikasi struktur, sifat mekanik ditentukan oleh pemilihan bahan. Sifat mekanik bahan komposit bergantung pada sifat bahan penyusunnya [5].

Peran utama dalam komposit berpenguat serat adalah untuk memindahkan tegangan (stress) antara serat, memberikan ketahanan terhadap lingkungan yang merugikan dan menjaga permukaan serat dari efek mekanik dan kimia. Sementara kontribusi serat sebagian besar berpengaruh pada kekuatan tarik (tensile strength) bahan komposit [5].

2.4 Klasifikasi Material Komposit

Dewasa ini teknologi komposit banyak digunakan sebagai aplikasi pada proses manufaktur sebagai material baru, material komposit mampu menggeser dominan logam dalam aplikasi dan struktur. Secara garis besar klasifikasi material komposit dibagi menjadi 3 yang berdasarkan pada matrik penyusunnya komposit terdiri dari beberapa jenis material komposit yaitu:

1.Metal Matric Composite (MMC)

Metal Matric composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matric logam. Terdiri dari matrik logam aluminium, timbal, tungsten,

magnesium, kobalt, molibdenum, besi, dan keramik. Kelebihan MMC: a.Transfer tegangan dan regangan yang baik.

b.Ketahanan terhadap temperature tinggi. c.Tidak mudah terbakar.

2.Ceramic Matric Composite (CMC)

CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai

reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah

oksida, carbide, dan nitrid. Kelebihan dari CMC:

a.Dimensinya stabil bahkan lebih stabil dari pada logam. b.Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus.


(23)

c.Unsur kimianya stabil stabil pada temperature tinggi. 3. Polymers Matric Composite

Terdiri dari matrik termoset seperti polyester tidak jenuh dan epoxiy

atau termoplastik seperti Polycarbonate, polivinilklorida, nylon, polystrene dan kaca, karbon, baja, serbuk kayu atau serat kevlar. Kelebihan Polymers Matric Composite:

a.Biaya pembuatan lebih rendah.

b.Dapat dibuat dengan produksi massal. c.Ketangguhan baik.

2.5 Teknik Pembuatan Material Komposit

Pembuatan material komposit pada umumnya tidak melibatkan penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi. Penggabungan material matriks dan penguat dilakukan dengan proses pengadukan. Proses pengadukan ini dilakukan dengan selang waktu tertentu sebelum terjadi pengerasan material komposit. Ada beberapa metode pembuatan material komposit diantaranya adalah:

1. Metode penuangan secara langsung. Pada metode penuangan secara langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau menyentuhkan material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan perlahan-lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan pemberian tekanan dari luar. Metode ini cocok untuk jenis serat kontiniu.

2. Metode pemampatan atau tekanan. Pada metode pemampatan atau dengan menggunakan tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian tekanan pada material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode ini umumnya berupa injeksi, mampatan atau semprotan. Material yang cocok untuk jenis ini adalah penguat partikel.

3. Metode pemberian tekanan dan panas. Metode selanjutnya adalah metode pemberian panas dan tekanan, dimana metode ini menggunakan tekanan dengan pemberian panas awal yang bertujuan untuk memudahkan material komposit mengisi pada bagian-bagian


(24)

yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat kecil.

2.6. Beton

Beton menyerupai batu yang biasanya berbentuk persegi panjang yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai komposisi tertentu dari semen, pasir, batu-batu kerikil , dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan.

Pada umumnya beton terdiri dari ± 15% semen, ± 8% air, ± 3% udara, selebihnya pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. Sifat beton diantaranya mudah diaduk, disalurkan, dicor, dipadatkan dan di-finishing tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan pada adukan dan mutu beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi. Material beton mempunyai beberapa keunggulan teknis jika dibanding dengan material konstruksi lainnya. Bahan baku pembuatan beton, seperti semen, pasir dan batu pecah, yang sangat mudah diperoleh.

Keunggulan lain yang dimiliki beton dibandingkan dengan material lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik dan biaya perawatannya relatif lebih murah. Selain itu, material beton juga lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan, tidak mudah terbakar, dan lebih tahan terhadap suhu tinggi, sehingga banyak digunakan sebagai pelindung struktur baja terhadap pengaruh kebakaran pada bangunan gedung. Sifat dan karakter mekanik beton secara umum:

1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan kekuatan gaya tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.

2. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena elastisitasnya yang rendah.


(25)

3. Konduktivitas termal beton relatif rendah.

Beton akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya). Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif.

Faktor–faktor yang membuat beton banyak digunakan karena beton memiliki keunggulan–keunggulannya antara lain:

1. Kemudahan pengolahannya. 2. Material yang mudah didapat. 3. Kekuatan tekan tinggi.

4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihannya.

Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton juga memiliki kekurangan seperti berikut:

1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah,

2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi. 3. Berat (bobotnya besar).

4. Daya pantul suara yang besar.

Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal, kecuali semen

portland atau bahan tambahan kimia. Sehingga sangat menguntungkan secara ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencanaan tidak memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat [6].

2.7 Adukan Beton

Beton yang berasal dari pengadukan bahan-bahan penyusun agregat kasar dan agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu beton yang baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton


(26)

dilakukan menggunakan mesin pengaduk kecuali jika hanya untuk mendapatkan beton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin pengaduk.

Waktu pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump

beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,5 menit dimulai semenjak pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan:

1. Keenceran dan kekentalan adukan yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya

segregation atau pemisahan agregat.

2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif). 3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai.

Beton memilki densitas yang berbeda-beda sehingga beton bisa dikelompokkn dan diklasifikasikan. Beton diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu beton normal dan beton ringan. Beton normal adalah beton memiliki densitas 2,2x10-3 kg/m3 hingga 2,5x10-3 kg/m3. beton ringan adalah beton yang memiliki densitas kurang dari 1,9x10-3 kg/m3. Beton ringan juga terbagi dalam dua jenis, yaitu beton ringan berpori dan beton ringan tidak berpori. Sehingga beton yang dklasifikasikan mempunyai perbedaan porositas.

2.8 Material Komposit Concreate Foam Dengan Serat TKKS

Material Komposit Concreate Foam dengan serat TKKS merupakan material yang terdiri dari semen, pasir, air, blowing agent, dan serat TKKS.

Blowing agent dalam bahan kimia dalam penelitian pembuatan genteng komposit yang digunakan adalah surfaktan yang dicampur dengan air dengan menggunakan mesin foam generator. Penelitian sebelumnya mengenai concreate foam yang dilakukan oleh Nuzuli Fitriadi pengujian pada komposisi B4 memiliki material yang kuat tekan, tarik dan modulus elastisitas yang optimal dengan Kekuatan tarik impak sebesar 4,54 MPa dan nilai modulus elastisitas dinamik sebesar 5,82 GPa [7].


(27)

2.8.1 Semen

Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu, bata, batako, maupun bahan bangunan lainnya. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari

caementum (bahasa Latin), yang artinya memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan [8].

Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan

kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Semen merupakan hasil industri dari paduan bahan baku: batu gamping/kapur sebagai bahan utama, yaitu

bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), dan

lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida

(MgO) atau bahanpengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Fungsi utama dari semen adalah untuk mengikat partikel agregat yang terpisah sehingga menjadi satu kesatuan. Bahan dasar pembentuk semen adalah:

a.3CaO.SiO2 (tricalcium silikat) disingkat C3S (58% - 69%) b.2CaO.SiO2 (dicalcium silikat) disingkat C2S (8% - 15%) c.3CaO.Al2O3 (tricalcium aluminate) disingkat C3A (2% - 15%) d.4CaO.Al2O3.Fe2O3 (tetracalcium alummoferrit) disingkat

C4AF(6-14%)

Faktor semen sangatlah mempengaruhi karakteristik campuran beton. Sehingga faktor dari semen itu sendiri menentukan. Kandungan semen hidraulis yang tinggi akan memberikan banyak keuntungan, antara lain dapat membuat campuran mortar menjadi lebih kuat, lebih padat, lebih tahan air, lebih cepat mengeras, dan juga memberikan rekatan yang lebih baik. Kerugiannya adalah dengan cepatnya campuran beton mengeras, maka dapat menyebabkan susut kering yang lebih tinggi pula. Beton dengan kandungan hidraulik rendah akan lebih lemah dan mudah dalam pergerakan.


(28)

2.8.2 Pasir

Pasir merupakan agregat alam yang terdapat pada batuan sedimen sisa hasil rombakan batuan padat. Butir pasir yang berukuran 1-2 milimeter disebut pasir kasar, dan yang berukuran (1/16)-(1/8) millimeter disebut pasir sangat halus, menurut skala wentworth. Pasir umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur yang digunakan untuk mengisi bagian terbesar dari beton yang mana mengisi 75% bagian dari beton. Semakin besarnya ukuran agregat yang digunakan maka akan semakin mengurangi jumlah semen yang digunakan. Hal ini juga akan mengurangi panas yang timbul pada saat pencampuran air dan hubungan antara thermal stresses dan

shrinkage cracks. Umumnya untuk beton dengan kekuatan lebih dari 20 Mpa ukuran agregatnya lebih dari 40 mm dan untuk kekuatan diantaranya 30 Mpa agregat yang digunakan berukuran 20 mm.

2.8.3 Air

Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan water cement ratio (w.c.r). Berdasarkan SNI 03-6817-2002 air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut [9]:

1.Air yang digunakan pada campuran beton haruslah bersih dan bebas dari bahan–bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan–bahan lainnya yang merugikan terhadap beton.

2.Air pencampur yang digunakan pada beton atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.


(29)

2.8.4 Bahan Pengembang

Bahan pengembang adalah material yang digunakan untuk menghasilkan struktur berongga pada komposit yang dibentuk, agar material komposit mengalami pengembangan volume. Pada penelitian ini menggunakan bahan kimia

Surfactant (surface active agent) dan stabilizer yang berfungsi sebagai bahan untuk menghasilkan foam (busa) guna mengembangkan volume adonan bata ringan. Bahan ini mempunyai kemampuan menyangga pengembangan adonan sampai setting time adonan tercapai (biasanya selama 2 jam sejak proses mixing). Alat yang digunakan untuk mengolah bahan pengembang dalam penelitian ini menggunakan foam generator.

2.8.5 Serat TKKS

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) merupakan salah satu tanaman palma penghasil minyak nabati yang dapat dimakan dengan melakukan beberapa pengolahan. Tandan buah segar yang sudah diolah melalui beberapa tahapan dipabrik akan menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik kelapa sawit ini kurang dimanfaatkan dengan maksimal sehingga limbah kelapa sawit ini dibuang begitu saja. Limbah yang dihasilkan ini berupa janjangan sawit. Janjangan sawit ini lah yang akan diolah untuk mengambil serat sawit. Serat TKKS ialah serat alami yang terbuat dari tandan kosong kelapa sawit yang merupakan limbah pada proses pengolahan di suatu pabrik kelapa sawit. Kandungan yang terdapat pada serat sawit dilihat dari komposisi material kimianya diketahui bahwa kandungan material serat dalam TKKS seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. [10].

Tabel 2.1. Parameter tipikal TKKS per kg

No. Material-material Kandungan Komposisi (%)

1. Uap air 5.40

2. Protein 3.00

3. Serat 35.00

4. Minyak 3.00

5. Kelarutan Air 16.20

6. Kelarutan Unsur Alkali 1% 29.30

7. Debu 5.00

8. K 1.71

9. Ca 0.14


(30)

No. Material-material Kandungan Komposisi (%)

11. P 0.06

12. Mn, Zn, Cu, Fe 1.07

T O T A L 100.00

Proses yang dilakukan dalam mengolah tandan kelapa sawit dilakukan secara kimiawi untuk mengurangi tingginya kandungan zat ekstraktif dan asam lemak, sehingga serat sawit harus diolah dengan perendaman agar tidak menurunkan sifat mekanik material yang ingin dibentuk. Setelah menghilangkan zat ekstraktif dan asam lemak sawit dicacah dengan mesin penggiling. Seperti pada gambar 2.3. adalah sawit yang telah dicacah menjadi bagian kecil dan serat TKKS yang telah dihaluskan.

Gambar 2.3. Serat TKKS setelah diproses dan dihaluskan

Tandan kosong segar yang dihasilkan PKS pada umumnya memiliki komposisi lignoselulosa 30,5%, minyak 2,5%, dan air 67%. Serat tandan kosong kelapa sawit memiliki kekuatan tensile strength yang rendah, sedangkan tensile modulus agak conservative di antara serat alam lainnya[11], seperti terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan tensile strength dan tensile modulus serat alam Natural Fiber Name Ave. Tensile Strength

(MPa)

Ave.Tensile Modulus (GPa)

Bamboo fiber 25 – 35

(EFB) Ǿ= 0.44 mm 253 16

Coir, cocos nucifera 220 6

Sisal, agave sissalan 400-600 38

Jute 430 – 530 10 – 30


(31)

2.9 Perilaku Mekanik Akibat Beban Flexure

Pengujian beban lentur merupakan salah satu cara uji sifat mekanis genteng. Pengujian lentur secara normal digunakan untuk menentukan karakteristik perkerasan beton dan hasilnya dinyatakan dalam modulus of rupture.

Dikenal juga dengan uji bending atau uji flexure yang untuk mengetahui nilai

Modulus of Rupture (MOR) atau disebut juga sebagai kekuatan patah (flexural strength). MOR menyatakan ketahanan material terhadap mechanical stress

maupun thermal stress. Ketika gaya yang bekerja pada benda sehingga terjadi pelenturan benda disepanjang sumbunya menyebabkan sisi bagian atas tertekan, karena memendek, dan sisi bagian bawah tertarik, karena bertambah panjang, dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan mengalami tegangan tekan, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan menderita tegangan tarik. Sedangkan daerah diantara permukaan atas dan bawah, yaitu yang sejajar dengan sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut sebagai bidang netral. Sumbu netral merupakan titik potong permukaan netral dengan penampang melintang balok yang tegaklurus terhadap sumbu memanjangnya disebut sumbu netral (neutral axis). Semua serat yang terletak disebelah sumbu netral dalam kondisi tarik dan disebelah lainnya dalam kondisi tekan. Kekuatan patah amat dipengaruhi oleh komposisi, struktur material, pori-pori, dan ukuran butiran. Ada dua metode untuk mengukur kekuatan patah material, yaitu: metode three point bending, dan four point bending. Dimana, metode four point bending dilakukan ketika sebuah material belum mampu patah jika dilakukan dengan metode three point bending. Secara skematik, material yang mengalami beban flexure

diperlihatkan pada Gambar. 2.4.


(32)

Flexural strength pada batang dapat dihitung dengan persamaan:

σ =

� �

� ………..(2.1) dimana:

σ = Tegangan bending maksimum, (MPa)

M= Momen pada sumbu netral (N/mm)

C= Jarak tegak lurus dengan sumbu netral (mm) I= Momen inersia penampang benda (mm4)

Menurut SNI-9006-2007, genteng harus mampu menumpu beban flexure

tertentu sesuai dengan geometri dan dimensinya, yang diperlihatkan pada tabel 2.3 [3].

Tabel 2.3. Karakteristik beban lentur minimal genteng Tinggi profil

(mm)

Genteng interlock Genteng

non interlock

Profil Rata

t >20 20 t 5 t <5 Lebar penutup

(mm)

≥ 300 ≤ 200 ≥ 300 ≤ 200 ≥ 300 ≤ 200 -

Beban lentur (N) 2000 1400 1400 1000 1200 800 550

2.10 Porositas

Porositas adalah besarnya persentase ruang- ruang kosong atau besarnya kadar pori yang terdapat pada beton dan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kekuatan beton. Pori-pori beton biasanya berisi udara atau berisi air yang saling berhubungan dan dinamakan dengan kapiler beton. Kapiler beton akan tetap ada walaupun air yang digunakan telah menguap, sehingga kapiler ini akan mengurangi kepadatan beton yang dihasilkan. Dengan bertambahnya volume pori maka nilai porositas juga akan semakin meningkat dan hal ini memberikan pengaruh buruk terhadap kekuatan beton [12].

Beton mempunyai kecenderungan berisi rongga akibat adanya gelembung-gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pencetakan. Dapat ditambahkan bahwa selain air yang mengawali pemakaian ruangan dan kelak menjadi rongga, terjadi juga rongga-rongga udara langsung pada jumlah


(33)

persentase yang kecil. Hal lain adalah terdapatnya pengurangan volume absolut dari semen dan air setelah reaksi kimia dan terjadi pengeringan sedemikian rupa sehingga pasta semen yang sudah kering akan menempati volume yang lebih kecil dibandingkan dengan pasta yang masih basah [13].

Agregat yang menempati kurang lebih 70-75% dari volume beton akan sangat berpengaruh terhadap porositas beton akibat porositas yang dimiliki oleh agregat sendiri. Butiran yang dimiliki oleh agregat juga berpengaruh terhadap nilai porositas beton karena dengan ukuran yang seragam maka porositas akan semakin besar sedangkan dengan ukuran yang tidak seragam porositas beton justru berkurang. Ini dikarenakan butiran yang kecil dapat menempati ruangan/pori diantara butiran yang lebih besar sehingga porositas beton menjadi kecil.

2.11 Ukuran Pengayakan Pasir

Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian dapat dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal di ayakan ( butiran kasar). Ukuran butiran tertentu yang masihdapat melintasi ayakan dinyatakan sebagai butiran batas. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metode pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan tersebut pasir dapat tersaring. Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu: ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize), ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize). Dua teknik yang dapat diaplikasikan dalam proses pengayakan, yaitu teknik pengayakan manual dan teknik pengayakan mekanik sehingga didalam pengayakan terdapat cara dalam menyeleksi butiran pasir. Berikut adalah penjelasan mengenai teknik pengayakan manual dan teknik pengayakan mekanik.


(34)

Pada pengayakan manual, bahan dipaksa melewati lubang ayakan, umumnya dengan bantuan sebilah kayu atau sebilah bahan sintetis atau dengan sikat. Teknik pemisahan ini merupakan teknik manual, teknik ini dapat dilakukan untuk campuran heterogen khususnya campuran dalam fasa padat. Proses pemisahan didasari atas perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut. Sehingga ayakan memiliki ukuran pori atau lubang tertentu, ukuran pori dinyatakan dalam satuan mesh yang diperlihatkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Saringan yang memiliki ukuran pori tertentu

Pengayakan secara mekanik (pengayakan getaran, guncangan, atau kocokan) dilakukan dengan bantuan mesin, yang umumnya mempunyai satu set ayakan dengan ukuran lebar lubang standar yang berlainan.

Vibrating screener merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan padatan dengan cairan dengan menggunakan peralatan penyaringan berlapis serta adanya nilai mesh saringan yang berbeda-beda. Peralatan ini memanfaatkan getaran dan tambahan air yang memudahkan bahan yang hendak dipisahkan bisa lewat saringan. Getaran yang dihasilkan, selain untuk meratakan permukaan bahan yang akan disaring juga berfungsi untuk mengarahkan bahan yang tidak tersaring, dalam hal ini ampas, untuk masuk ke saluran keluar, sedangkan untuk larutan yang telah terpisahkan akan keluar melalui saluran yang berada di bawah saringan/filter. Berikut gambar mesin vibrating screener yang diperlihatkan pada gambar 2.6.


(35)

Gambar 2.6. Vibrating screener

Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam ayakan tiap 1 inchi persegi, jika ada ayakan yang keterangan 5 mesh artinya tiap 1 inchi persegi terdapat 5 lubang. Kesimpulannya, makin besar jumlah mesh berarti ukuran lubang akan semakin kecil.

Pada tabel dapat dijelaskan sebagai berikut, untuk ayakan 3 mesh, tiap 1 linier inchi ada 3 lubang. dan tiap lubang ukuran diameternya 6.73 mm. Untuk mengetahui konversi dari mesh ke milimeter disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.4. konversi dari mesh ke milimeter

Mesh

Milimeter

3

6.730

4

4.760

5

4.000

6

3.360

7

2.830

8

2.380

10

2.000

12

1.680

14

1.410

16

1.190

18

1.000

20

0.841

25

0.707

30

0.595

35

0.500


(36)

Gambar hasil pasir yang sudah diayak secara manual yang menggunakan saringan pasir sesuai dengan ukuran mesh 10, 20, 30, 40 yang diperlihatkan pada gambar 2.7.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.7. pasir yang sudah diayak sesuai dengan ukuran (a) mesh 10, (b) mesh 20, (c) mesh 30, (d) mesh 40

2.12 Uji Rembesan Air

Pengujian ini bertujuan untuk melihat adanya kebocoran pada genteng dengan mengikuti standar SNI-0096-2007. Sebelum dilakukan pengujian genteng dicat dengan cat beton. Kemudian genteng di rendam 1 hari untuk mengetahui adanya kebocoran pada genteng. Adapun rumus untuk menghitung nilai rembesan air adalah sebagai berikut:

Rembesan air = �−�

� x 100 % ……...……...(2.2)

Dengan,

W= berat genteng dalam keadaan basah K= berat genteng dalam keadaan kering


(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian mengenai genteng komposit busa diperkuat serat TKKS dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu seperti diuraikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Lokasi dan waktu penelitian

No. Waktu Aktifitas Lokasi Penelitian

1. November-Desember Persiapan serat TKKS Pusat Riset Impak dan

Keretakan, Dept. Teknik Mesin, FT-USU.

2. Januari-Februari Pembuatan genteng

kompositdicampur

seratTKKS dengan

metode kimia dan fisika.

Pusat Riset Impak dan Keretakan, Dept. Teknik Mesin, FT-USU.

3 Maret Uji Flexure Pusat Riset Impak dan

Keretakan, Dept. Teknik Mesin, FT-USU.

4. April Analisa data/olah data.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian genteng komposit busa diperkuat serat TKKS ini diperlihatkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Alat-alat penelitian

No Nama Alat Fungsi Spesifikasi

1. Universal testing machine

Uji flexure merek: Shimadzu

beban maks. 100KN 2. Horizontal shaft

mixer

Mengaduk bahan Kapasitas 0,3m3

3. Foam generator Membuat foam Putaran: 2500 rpm


(38)

Beban maks. 5kg 5. Mesin penghalus

serat

Penghalus serat Daya: 1 hp

Putaran: 1400 rpm 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 Cetakan Genteng Ayakan Sendok semen Masker Gunting

Baut dan Mur

Sendok semen Kuas Ember Mencetak spesimen Menyaring pasir Mencampur bahan Melindungi dari debu semen Memotong serat TKKS Untuk mengunci spesimen dalam cetakan Untuk mengaduk material

Untuk mengoles oli Untuk meletakan spesimen

Material: fiber glass

Mesh: 10,20,30,40

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses penelitian genteng komposit busa diperkuat serat TKKS diperlihatkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Bahan-bahan penelitian

NO Bahan Jenis bahan

1 Serat TKKS Kelapa Sawit PT PTPN III

2 Air Air PDAM TIRTANADI

3 Pasir Pasir dari sungai bingai

4 Semen Merek Semen Padang


(39)

3.3 Desain Genteng Komposit

Genteng komposit concreate foam dengan serat TKKS. Genteng yang ada dipasaran sekarang ini ada 3 genteng yaitu flat profile, medium profile, high profile. Bentuk genteng yang dipilih peneliti ini sudah ada dipasaran dengan nama genteng profil datar. Genteng konvesional yang sudah ada dipasaran ini banyak dipilh untuk rumah minimalis tetapi genteng ini memiliki bobot yang berat yang berat rata-rata genteng ini 2,7 kg sehingga genteng ini lama kelamaan semakin berkurang dipasaran. Peneliti membuat desain genteng sama dengan bentuk, ukuran genteng konvesional yang sudah ada dipasaran. Bentuk dan ukuran yang akan dibuat memiliki bentuk yang sudah ada dipasaran.

3.3.1 Genteng Profil Medium

Genteng profil medium ini yang ada dipasaran memilki Genteng yang ketinggian profilnya lebih besar dari ½ inch, dan rasio perbandingan antara tinggi dan lebar profilnya kurang atau sama dengan 1:5.


(40)

3.3.2 Genteng Profil Datar

Genteng yang sudah ada dipasaran sekarang ini memiliki desain profile rata atau ketinggian profil kurang dari ½ inch yang memilki ukuran 420×361.

Gambar 3.2. model genteng profil datar 3.3.3 Genteng High Profil

Genteng dengan rasio perbandingan antara tinggi dan lebar profilnya diatas 1:5.


(41)

3.4 Proses Pembuatan Genteng Komposit

Sebelum genteng komposit dibuat serat TKKS harus melaui tahapan untuk menghilangkan kandungan minyaknya. Serat TKKS yang diperoleh dari hasil pengolahan tandan kosong kelapa sawit, di-treatment untuk menghilangkan kandungan protein dan ligninnya agar serat tidak membusuk. Adapun urutan prosedur perlakuan serat TKKS adalah sebagai berikut:

1. Perendaman TKKS dalam air yang mengandung larutan NaOH 1% selama 20 jam ± 5 menit.

2. Pencucian dengan air bersih.

3. Pengeringan dengan cara menjemur serat ini dibawah sinar matahari selama 3 hari.

4. Pencacahan serat menjadi bagian-bagian kecil (5 s.d.10 cm). 5. Penghalusan serat dengan menggunakan mesin penghalus serat.

Tahapan pembuatan genteng komposit adalah sebagai berikut:

1. Pasir diayak sesuai dengan mesh (10, 20, 30, 40) untuk mendapatkan ukuran butir yang sama dan memisahkan partikel lain yang tidak dibutuhkan seperti kotoran kayu, daun kering, dll.

2. Semen diayak untuk memisahkan gumpalan-gumpalan semen yang disebabkan oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.

3. Serat disiapkan dan ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan.

4. Bahan ditimbang sesuai komposisi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. K omposisi bahan dalam satuan gram

5. Mesin horizontal shaft mixer dihidupkan.

6. Pasir, semen, serat TKKS dan air diaduk ke dalam mesin horizontal shaft

Semen Pasir Air Bahan Pengembang TKKS

Foam Air


(1)

3.11 nose lugs—protrusion on the underside of the nose of each tile, contoured to fit into the main water courses of the tile immediately below, inhibiting the entry of wind-driven rain.

3.12 profile—contour of the top surface of the tile when viewed from the nose end.

3.13 rise—vertical distance from the underside of the batten lug to the highest point of the surface profile.

3.14 side lap—continuous longitudinal overlap of a tile on its neighbor.

3.15 thickness—any vertical measurement of the cross sec-tion of the tiles excluding the lapping area, nose lugs, and weather checks.

3.16 weather checks—protrusions below the tile designed to restrict the flow of water between two consecutive courses of tiles.

3.17 width—maximum overall dimension of the tile mea-sured perpendicular to the length or water channel

3.18 water course—valley portion of a profiled tile along which water drains.

4. Classification

4.1 Concrete roof tiles manufactured in accordance with this specification are of the following types:

4.1.1 Type I—High Profile Tile. 4.1.2 Type II—Medium Profile Tile. 4.1.3 Type III—Low Profile Tile.

4.1.4 Type IV—Accessory Tile, shall include those tile such as ridge, rake, hip, and valley tile used in conjunction with those tile listed in 4.1.1-4.1.3.

5. Materials and Manufacture

5.1 Cementitious materials shall conform to the following applicable ASTM specifications.

5.1.1 Portland Cement—Specification C 150.

5.1.2 Modified Portland Cement—Specification C 90. 5.1.3 Blended Cement—Specification C 595.

5.1.4 Pozzolans—Specification C 618.

5.1.5 Ground Granulated Blast Furnace Slag— Specification C 989.

5.1.6 Performance Specification C 1157.

5.2 Aggregates such as normal weight and lightweight shall conform to the following ASTM specifications, except that grading requirements do not apply.

5.2.1 Normal Weight Aggregates—Specification C 33. 5.2.2 Lightweight Aggregates—Specification C 331. 5.3 Admixtures—shall conform to the following applicable specifications.

5.3.1 Air-Entrained Admixtures—Specification C 260. 5.3.2 Pigments—Specification C 979.

5.3.3 Other Admixtures—Specification C 494/C 494M.

6. Standard Methods of Sampling Concrete Tile

6.1 Tile sampling shall be appropriate for one of the following three purposes:

6.1.1 Resolution of quality disputes. 6.1.2 Third party certification.

6.1.3 Production or job shipment verification.

6.2 Tile sampling for the purpose listed in 6.1 shall be taken according to Table 1. To be rated as in compliance with this

standard, the indicated number of tile sampled in accordance with Table 1 must pass the specified test.

6.2.1 In the event of a failure in any of the specified tests indicated in Table 1, a second set of specimens shall be taken and tested in accordance with the criteria listed in Table 2.

6.2.2 Provided that the number of failures in the re-test sample are less than the maximum allowed in Table 2, the lot shall be rated as being in compliance with this specification.

6.3 Sampling Procedure—Buyer and seller shall agree on the method of sampling prior to shipment. The random sampling method shall be used.

7. Standard Methods of Testing Concrete Roof Tiles

7.1 The following tests are required on concrete roof tiles: 7.1.1 Dimensional Tolerances.

7.1.2 Freeze Thaw (see 7.3.1). 7.1.3 Transverse Strength. 7.1.4 Permeability. 7.1.5 Water Absorption.

7.2 Testing for Dimensional Tolerances and Weight: 7.2.1 Dimensions—The total variation in dimensions of tiles (length, width, and height), when measured in accordance with Test Methods C 140, shall not be more than65 % from the manufacturer’s designated dimensions.

7.2.2 Weight—The total variation in weight of tiles, when measured in accordance with Test Methods C 140 and Table 1 of this specification, shall not be more than 65 % from the nominal weight specified by the supplier.

7.3 Freezing and Thawing—Tiles shall be subjected to 50 cycles of freezing and thawing of Test Methods C 67 as modified in 7.3.4.

TABLE 1 Physical Testing Criteria

NOTE—Number of tile to be sampled and tested for determining

compliance with this specification (see 6.2).

Job – Production Verification

Test Quality Dispute Resolution Third Party Certification Up to 250 000 Tile

Over 250 000 Tile

Dimensional 5 5 5 5

Transverse 3 5 3 5

Permeability 3 3 3 5

Water Absorption 3 3 3 5

Freeze Thaw 5 5 Annual Test Annual Test

TABLE 2 Retest Criteria

NOTE 1—Retest criteria of the specific test that failed (see 6.2.1).

NOTE 2—If 250 000 tiles were in the lot, then 32 specimens would be

taken for the retest of the specific test that failed. If 3 or less of the 32 specimens failed, the lot would be rated as passing; however, if 4 or more of the 32 specimens failed, the lot would have failed the specific test.

Number of Tile in the Lot

Number of Specimens

Maximum Number of Failures Allowed

for Acceptance

Less than 151 3 0

151–3200 13 1

3200–35 000 20 2

35 001–500 000 32 3


(2)

7.3.1 A lot shall be rated as passing without repeating a freezing and thawing test provided that a previous lot made by the supplier from similar materials, by the same production plant, and within the previous 12 months, passed the test, and provided also that a sample of five tiles selected from the lot has an average and individual minimum transverse strength not less than the previously tested sample and has average and individual maximum water absorption not greater than those of the previously tested sample.

7.3.2 Only tile passing freeze-thaw testing shall be installed in areas subjected to weathering indices of 50 or greater and lot tags or certification that the lot of tile has passed the freeze-thaw testing accompanies the lot. See Fig. 1 for weathering indices map.

7.3.3 Tile not tested for freeze-thaw shall state clearly that the lot has not been tested for freeze-thaw acceptance on all lot tags or certification.

7.3.4 Modify Test Methods C 67 procedure for freezing and thawing as follows:

7.3.4.1 The test specimens shall consist of five whole tile. 7.3.4.2 The freezing trays and containers shall be of suffi-cient size and depth to allow the tiles to be completely submerged in water when placed horizontally.

7.3.4.3 The tile shall be completely submerged in water when the trays are placed in the freezing chamber.

7.3.4.4 Tile shall be tested individually or shall be stacked on top of each other in the tray, provided that spacers of at least

14in. (6 mm) thick are used between adjacent tile and that the

total stack is completely submerged.

NOTE 3—A large capacity freezer is generally necessary to accomplish

freezing in the manner specified in Test Methods C 67 for trays containing more than one tile. It is permitted to use custom trays to enclose the tile(s) and minimize the volume of water required to completely submerge the tile(s).

7.3.5 Tile is considered to have passed the freezing and thawing test if, at the completion of 50 cycles, all specimens remain unbroken and no individual specimen loses more than 1 % of original dry weight.

7.4 Transverse Strength:

7.4.1 Apparatus—The transverse breaking strength of tiles shall be determined as described in the Modulus of Rupture (Flexural Test) in Test Methods C 67 except as modified in 7.4.2-7.4.9.

7.4.2 Five tiles shall be tested wet after a 24-h submersion in water at a temperature of 75610°F (2466°C) or five tiles shall be tested dry after heating in a ventilated oven for 24 h at a temperature of 230 to 239°F (100 to 115°C).

7.4.3 Tiles shall be considered to comply with this specifi-cation if they comply with either the wet or dry transverse strength required. The choice of method, wet or dry, shall be mutually agreed upon between specifier and supplier.

7.4.4 The span for the test shall be 12 in. (30.5 cm)65 % or

23 the length of the tile, whichever is greater. The span is

measured between the centers of the lower support members (see Fig. 2).

7.4.4.1 It is permitted to use a shorter span than required by 7.4.4 when the length of the tile to be tested, or the installed unsupported span of the tile, is not sufficient to allow a 12 in. (30.5 cm) span to be used. In that case a shorter span, not less than23of the length of the tile, or the total length of the longest

unsupported span as installed, whichever is less, shall be used. 7.4.5 The tile shall be tested in a three-point bending mode in a horizontal plane with the bottom surface of the tile resting on two lower support members and with the load being applied to the upper (exposed) surface of the tile by a third member moving in a direction perpendicular to the plane of the tile and at mid-span (that is, equidistant from each of the lower support

FIG. 1 Weathering Indices in the United States


(3)

members). A schematic of the assembly for testing a typical “S” tile is shown in Fig. 2.

7.4.5.1 The two support members and the loading member shall each be of metal or hardwood with 1 in. (25 mm)65 % wide faces. The faces shall be shaped (see Note 4) to closely conform to the profile of the surface of the tile upon which they bear during the test (the profile can, therefore, be different for each member depending on the profile and cross-sectional shape of the tile). The total height of the support members shall not be more than 1 in. (25 mm) greater than the rise of the profile. If hardwood, they should be backed up with steel bearing plates at least12in. (13 mm) thick. A rubber shim strip 316 in. (4.8 mm) 6 10 % thick of hardness no greater than

shore durometer 30 (A scale), and 1 in. (25 mm)65 % wide, shall be placed between the faces of the support and loading members and the surface of the tile.

NOTE 4—The intent of the defined loading system is (1) to apply the

bending force with a loading member that pushes against as much of the profiled surface of the tile as practical, (2) to support the tile on members that support as much of the profiled surface of the tile as is practical, and (3) to ensure that the contact area of both the loading and support members is equally distributed on either side of the tile’s centerline in the long direction to avoid nonsymmetrical loading.

For tile with complex profiles and cross sections but with flat bearing surfaces that are at least 50 % of the width of the tile and that are also

equally distributed on either side of the length centerline, use flat support and loading members to perform this test, provided that they otherwise comply with the requirements of 7.4.4.1-7.4.5.1. When sufficient flat bearing surfaces do not exist, use wood blocks of appropriate thickness and profile and 1 in. (25 mm) wide to provide a surface that will permit load application using a flat loading member that otherwise meets the requirements of 7.4.4.1-7.4.5.1, and causes the load to be applied to at least 50 % of the width of the tile and equally distributed on either side of the length centerline of the tile.

Each wood block used that is to provide sufficient flat surface to allow loading and supporting with the flat bearing members shall have a length of at least 25 % of the width of the tile. Such blocks shall be spaced no farther apart than 25 % of the width of the tile to avoid concentrated loading. Loading support members shall be parallel to each other and be placed in the same alignment across the width of the tile, when viewed from the end of the tile, to avoid torsional loading.

7.4.5.2 The length of the support and loading members shall not be less than the width of the tile.

7.4.5.3 Both of the support members and the loading mem-ber shall be free to rotate in the longitudinal and transverse directions of the test specimen and be adjusted so that they will exert no negligible force in these directions. It is permitted to accomplish this by spherically seated steel balls with appro-priate supporting springs.


(4)

7.4.6 The tile shall be loaded uniformly and continuously, without shock, at the rate not to exceed 1000 lbf (4448 N/min) until fracture.

7.4.7 Record the load in pounds (kilograms) at the fracture of the five tiles and report the average of the five tests and the minimum individual result.

7.4.8 For a tile with a width greater than 14 in. (35.6 cm), the minimum values in Table 3 are to be adjusted proportion-ally to the change in width according to Eq 1.

Transverse Break strength5Width~in.!

14 3 ~Value inTable 3! (1) 7.4.9 The minimum values required shall be those listed in Table 3.

7.5 Permeability:

7.5.1 Apparatus—Construct a 3 ft (1 m) by 3 ft (1 m) frame, as shown in Fig. 3, at a pitch not to exceed 30°6 1° without nails or roofing felt. Provide access to the underside of the roof for observation. Provide illumination to the underside of the tile, if required, to identify the presence of free water on the underside of the tile.

7.5.1.1 Install the tiles as would be installed during field application for tile headlap without the use of nails.

7.5.1.2 Place a12in. diluge pipe (12 mm) inside diameter

with 116 in. (2 mm) holes on 112 in. (38 mm) over the top

course of the roof to simulate run down from the higher course (see Fig. 3). Place a spray nozzle over the center of the tile to simulate direct rainfall and such that every tile on the roof will receive an equal volume of water. The application of water shall be such that a minimum volume is lost from overspray. Water shall be maintained at 756 5°F (246 3°C).

7.5.2 Test Procedure—The simulated rainfall shall be ap-plied to the roof deck at the following combined rates:

7.5.2.1 Via Diluge Pipe—6 in. (150 mm)/h. 7.5.2.2 Via Spray Nozzle—3 in. (75 mm)/h.

7.5.2.3 Total simulated rainfall shall be 9 in. (225 mm)/h. 7.5.2.4 Calculate the flow rates required for the spray unit to achieve the simulated rainfall for a given roof area by Eq 2.

Q~gal/min! 50.0313A (2) where:

A = actual roof test area in square feet. Metric Equivalent:

Q~L/min! 51.253A where:

A = actual roof test area in square metres.

7.5.2.5 The flow rate for the diluge pipe shall be twice that calculated for the spray unit above.

7.5.2.6 The flow rate shall be monitored by means of a flowmeter.

7.5.2.7 The flow of water shall be maintained for a time period of 2 h.

7.5.3 Acceptance Criteria—The tile shall be considered to have passed the test if after 2 h:

7.5.3.1 Free water has not formed on the underside of the tile, and

7.5.3.2 Not more than 25 % of the visible underside of any one tile shall show dampness.

7.5.3.3 Example Calculation—If a test apparatus provides a tile roof area of 4 by 4 ft, then you will have 16 ft2of roof deck. Flow Q = 0.031316 ft2= 0.50 gal/min for the spray unit. The diluge unit is twice the spray unit and would therefore have a flow of 1.0 gal/min. The combined flow would be a total of 1.5 gal/min on the tile roof.

7.6 Water Absorption:

7.6.1 Apparatus and Procedure—The procedures and appa-ratus should be in accordance with the section on absorption in Test Methods C 140.

7.6.2 The tile shall then be classified according to Table 4. 7.6.3 The maximum percent water absorption (average of 5 units) and individual specimen maximum, shall be as listed in Table 5.

8. Texture and Color

8.1 The texture and color of tiles should be specified by the purchaser and mutually agreed upon between purchaser and supplier with reference to a sample of the type specified representing the possible range of textures and shades of color.

9. Inspection

9.1 Inspection of the material covered by this specification shall be agreed upon between the purchaser and the supplier as part of the purchase contract.

9.2 The tile, as delivered to the site, shall by visual inspection conform to the requirements specified by the pur-chaser or to the sample or samples approved as the standard of comparison and to the samples passing the tests for physical requirements. Minor indentations, chips, or surface crazing incidental to the usual method of manufacture, shall not be deemed grounds for rejection.

9.3 After tile are placed in use, the manufacturer or manu-facturer’s shall not be held responsible for compliance of the tile with the requirements of this specification for color or damage caused during installation.

10. Rejection and Rehearing

10.1 When material that fails to conform to the require-ments of this specification is rejected, such rejection shall be promptly reported in writing to the supplier. In case of rejection, when not specifically excluded in the purchase contract, the supplier shall have the right to inspect the rejected lot and resubmit the lot after removal of the material not conforming to the specified requirements, provided this is done within 20 days after receipt of notice of the specific cause of rejection.

10.2 When the shipment fails to conform to the require-ments for the grade and type specified, the manufacturer is not prohibited from sorting the lot, and when sorted new speci-mens shall be selected by the purchaser from the retained lot

TABLE 3 Transverse Breaking Strength, min, Lbf (N)

Dry Wet Average of 5 Tile Individual Tile Average of 5 Tile Individual Tile High Profile 400 (1779) 350 (1556) 300 (1334) 260 (1157) Medium Profile 300 (1334) 250 (1112) 225 (1001) 200 (890) Low Profile 300 (1334) 250 (1112) 225 (1001) 200 (890)


(5)

and tested at the expense of the supplier. When the second set of specimens fails to meet the requirements, the entire lot shall be rejected.

11. Certification

11.1 When specified in the purchase order or contract, the purchaser shall be furnished certification that a representative sample of each lot has been either tested or inspected as required by this specification and the requirements have been

met. When specified in the purchase order or contract, a report of the test results shall be furnished.

NOTE 5—Unless otherwise specified in the purchase contract, the cost

of the tests is typically borne as follows: If the results of the test show that the tile do not conform to the requirements of this specifications, the cost is typically borne by the seller. If the results of the test show that the tile do conform to the requirements of this specification, the cost is typically borne by the purchaser.

FIG. 3 Diluge Pipe TABLE 4 Weight Classification

Weight Classification Oven Dry Weight of Tile (lb/ft3 ) Normal Greater than 125

Medium 105 to 125

Lightweight Less than 105

TABLE 5 Water Absorption

Weight Classification Max % Absorption, Average of Five Tiles

Max % Absorption, Individual Tile

Normal 10.5 % 12.5 %

Medium 14.5 % 16.5 %


(6)

12. Keywords

12.1 absorption; concrete; concrete roof tile; durability; freeze thaw durability; permeability; roof; roofing; tile; trans-verse breaking strength

ANNEX

(Mandatory Information) A1. EXPLANATORY INFORMATION

A1.1 The effect of weathering on tile is related to the weathering index, which for any locality is the product of the average annual number of freezing cycle days and the average annual winter rainfall in inches (millimetres), defined as follows.5

A1.2 Freezing Cycle Day—any day during which the air temperature passes either above or below 32°F (0°C). The average number of freezing cycle days in a year may be taken to equal the difference between the mean number of days during which the minimum temperature was 32°F or below, and the mean number of days during which the maximum

temperature was 32°F or below.

A1.3 Winter Rainfall—the sum, in inches (millimetres), of the mean monthly corrected precipitation (rainfall) occurring during the period between and including the normal date of the first killing frost in the fall and the normal date of the last killing frost in the spring. The winter rainfall for any period is equal to the total precipitation less one tenth of the total fall of snow, sleet, and hail. Rainfall for a portion of a month is prorated.

A1.4 Fig. 1 indicates general areas of the United States which correspond to the weathering index categories. The index for geographic locations near the 50 line should be determined by analysis of weather bureau local climatological summaries, with due regard to the effect of microclimatic conditions, especially altitude.

ASTM International takes no position respecting the validity of any patent rights asserted in connection with any item mentioned in this standard. Users of this standard are expressly advised that determination of the validity of any such patent rights, and the risk of infringement of such rights, are entirely their own responsibility.

This standard is subject to revision at any time by the responsible technical committee and must be reviewed every five years and if not revised, either reapproved or withdrawn. Your comments are invited either for revision of this standard or for additional standards and should be addressed to ASTM International Headquarters. Your comments will receive careful consideration at a meeting of the responsible technical committee, which you may attend. If you feel that your comments have not received a fair hearing you should make your views known to the ASTM Committee on Standards, at the address shown below.

This standard is copyrighted by ASTM International, 100 Barr Harbor Drive, PO Box C700, West Conshohocken, PA 19428-2959, United States. Individual reprints (single or multiple copies) of this standard may be obtained by contacting ASTM at the above address or at 610-832-9585 (phone), 610-832-9555 (fax), or [email protected] (e-mail); or through the ASTM website (www.astm.org).

5Data needed to determine the weathering for any locality may be found or estimated from tables of Local Climatological Data – Annual Summary with Comparative Data available from the National Oceanic and Atmospheric Adminis-tration.


Dokumen yang terkait

Analisa Respon Mekanik Paving Block Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Akibat Beban Flexure

0 38 65

Studi Eksperimental Dan Analisa Respon Mekanik Helmet Sepeda Dari Bahan Komposit Busa Polimer Diperkuat Serat Tkks Akibat Beban Impak Jatuh Bebas

7 44 94

Analisa Respon Mekanik Paving Block Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Akibat Beban Flexure

0 0 13

Analisa Respon Mekanik Paving Block Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Akibat Beban Flexure

0 0 2

Analisa Respon Mekanik Paving Block Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Akibat Beban Flexure

0 0 5

Analisa Respon Mekanik Paving Block Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Akibat Beban Flexure

0 2 18

Analisa Respon Mekanik Paving Block Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Akibat Beban Flexure

0 0 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Analisa Respon Mekanik Genteng Komposit Beton Busa Diperkuat Serat TKKS Akibat Beban Flexure dengan Variasi Ukuran Butir Pasir

0 1 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisa Respon Mekanik Genteng Komposit Beton Busa Diperkuat Serat TKKS Akibat Beban Flexure dengan Variasi Ukuran Butir Pasir

0 0 6

ANALISA RESPON MEKANIK GENTENG KOMPOSIT BETON BUSA DIPERKUAT SERAT TKKS AKIBAT BEBAN FLEXURE DENGAN VARIASI UKURAN BUTIR PASIR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

0 0 10