Penyelidikan Perilaku Mekanik Bola Golf Polymeric Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dan Nilon Akibat Beban Tekan Statik Dan Impak
PENYELIDIKAN PERILAKU MEKANIK BOLA GOLF POLYMERIC FOAM YANG DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT (TKKS) DAN NILON AKIBAT BEBAN TEKAN STATIK DAN IMPAK
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DEDE SETYAWAN 070401058
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
(2)
ABSTRAK
Pengujian bola golf polymeric foam perlu dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemampuan bola golf polymeric foam. Pengujian dilakukan terhadap dua komposisi polymeric foam untuk membandingkan kekuatan material dua komposisi sebagai bahan penyusun lapisan luar bola golf. Pembebanan yang terjadi pada bola golf dapat berupa pembebanan statik tekan dan pembebanan impak. Pembebanan statik dapat terjadi pada saat penyimpanan bola golf, sedangkan pembebanan impak terjadi saat pemukulan bola golf. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki perilaku mekanik yang terjadi pada bola golf polymeric foam akibat pembebanan statik dan impak. Variabel pengujian statik yang diukur dalam penelitian ini adalah tekanan maksimum, tegangan maksimum, dan modulus elastisitas material penyusun bola golf polymeric foam. Pengujian impak pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bola golf polymeric foam dalam menerima beban impak. Dari hasil pengujian tekan statik diperoleh nilai tekanan maksimum sebesar 9,23 KN, tegangan maksimum sebesar 24,31 MPa, Modulus elastisitas sebesar 27,31 MPa untuk komposisi polymeric foam 1, sedangkan untuk komposisi polymeric foam 2 memiliki nilai tekanan maksimum sebesar 6,59 KN, tegangan maksimum sebesar 17,36 MPa, dan modulus elastisitas sebesar 23,45 MPa. Hasil pengujian impak menunjukan perbedaan jarak lintasan bola antara bola golf pabrikan dengan bola golf polymeric foam.
Kata Kunci: Bola golf polymeric foam, Beban tekan statik, Modulus elastisitas tekan, Beban impak.
(3)
ABSTRACT
Testing of polymeric foam golf ball needs to be done to measure how adaptable polymeric foam golf balls in receiving load. Tests conducted on two polymeric foam composition to compare the strength of the material composition of the two cover of a golf ball. Load that happens on a golf ball can be static load and impact load. Imposition of static can occur during storage of golf balls, while the imposition of impact occurs when beating golf balls. The research was carried out to investigate the mechanical behavior that occurs in a polymeric foam golf balls due to static and impact loading. Static testing variables measured in this study is the maximum pressure, maximum stress, and modulus of elasticity the material that making up the polymeric foam golf ball. The impact test in this study was conducted to determine the ability of polymeric foam golf balls in receiving the impact loads. From the test results obtained by static press maximum pressure value 9.23 KN, maximum stress value 24.31 MPa, modulus of elasticity value 27.31 MPa for composition number one of the polymeric foam golf ball, while the second has a maximum pressure value at 6.59 KN, maximum stress value 17.36 MPa, and the modulus of elasticity value 23.45 MPa. The results from impact test showed great distance between the manufacturer golf ball with a polymeric foam golf ball.
Keywords: Polymeric foam golf ball, Static load, Modulus of elasticity, Impact load.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan, dan kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan judul “Penyelidikan Perilaku Mekanik Bola Golf Polymeric Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dan Nilon Akibat Beban Tekan Statik Dan Impak”. Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Mesin Program Reguler di Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Selama pembuatan tugas sarjana ini, dimulai dari penelitian sampai penulisan, saya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada ,
1. Kedua orangtua saya, Ayahanda T. Ismansyah dan Ibunda Beauty Leily yang telah memberikan do’a, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil, juga saudara-saudara saya Herris Permana dan Kaphi Aditya yang selalu menyemangati, juga kepada Ayu Juwita Sary yang selalu mendukung dan memberikan motivasi selama pembuatan tugas sarjana ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku dosen pembimbing Tugas sarjana yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.
3. Bapak Dr. Ing-Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
(5)
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin, yang telah memberikan bantuan selama saya mengikuti pendidikan di Program Strata 1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh teman – teman stambuk 2007 dan mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan baik selama perkuliahan maupun dalam pembuatan tugas sarjana ini.
Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Januari 2013
Dede Setyawan NIM : 070401058
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan dan Batasan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Sistematika Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Pendahuluan 5
2.2 Material Komposit 6
2.3 Material Komposit Polymeric Foam 9
2.3.1 Polyester Resin Tak Jenuh 9
2.3.2 Katalis MEKP 10
2.3.3 Silikon 11
2.3.4 Blowing Agent 12
2.3.5 Serat TKKS 12
2.3.6 Serat Nilon 14
2.4 Karakteristik Mekanik Material 15
2.4.1 Pengujian Statik 15
2.4.1.1 Persamaan Tegangan Dan Regangan 15 2.4.1.2 Hubungan Tegangan Dan Regangan 16
2.4.1.3 Pengujian Tekan 17
2.4.2 Pengujian Impak 19
2.4.2.1 Teori Ayunan Bola Bandul 19
2.4.2.2 Impuls 21
2.4.2.3 Momentum 22
2.4.2.4 Gaya Impak 22
2.4.3 Kelentingan Bola 23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27
3.1 Waktu dan Tempat 27
3.2 Metode Pembuatan Spesimen Uji 28
3.2.1 Persiapan Alat dan Bahan 28
3.2.1.1 Peralatan 29
3.2.1.2 Bahan 34
(7)
3.2.3 Proses Pembuatan Spesimen 39
3.3 Alat Uji 42
3.3.1 Alat Uji Statik Tekan 43
3.3.1.1 Set-Up Alat Uji Tekan 43
3.3.1.2 Prosedur Pengujian Tekan 44
3.3.2 Alat Uji Impak 45
3.3.2.1 Prosedur Pengujian Impak 46
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 49
4.1 Pendahuluan 49
4.2 Pengujian Tekan Statik 49
4.3 Pengujian Impak 53
4.3.1 Pengujian Menggunakan Ayunan Bandul 53
4.3.2 Pengujian Oleh Pegolf Pro 61
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 66
5.1 Kesimpulan 66
5.2 Saran 67
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Karakteristik mekanik polyester resin tak jenuh 10 Tabel 2.2. Bahan penyusun tandan kosong kelapa sawit 13
Tabel 3.1. Jadwal kegiatan penelitian 27
Tabel 3.2. Alat dan bahan 28
Tabel 3.3. Spesifikasi mesin penghalus serat 30
Tabel 3.4. Spesifikasi timbangan digital 30
Tabel 3.5. Karakteristik resin BQTN-15 34
Tabel 3.6. Karakteristik Silikon Rubber RTV 555 37
Tabel 3.7. Spesifikasi bola golf polymeric foam 40
Tabel 3.8. Datasheet pengujian impak uji bandul 48
Tabel 4.1. Hasil perhitungan pada pengujian tekan 53
Tabel 4.2. Data hasil jarak gelindingan bola terhadap sudut impak 54 Tabel 4.3. Data hasil untuk memasukkan bola ke hole dengan variasi sudut
daerah menanjak 55
Tabel 4.4. Data hasil jarak gelindingan bola terhadap sudut impak 56 Tabel 4.5. Data hasil untuk memasukkan bola ke hole dengan Variasi sudut
didaerah menurun 58
Tabel 4.6. Data hasil jarak gelindingan bola terhadap sudut impak 59 Tabel 4.7. Data hasil untuk memasukkan bola ke hole dengan variasi sudut
didaerah mendatar 60
Tabel 4.8. Data kecepatan bola golf 63
(9)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Bola golf 1-piece 5
Gambar 2.2. Klasifikasi/skema struktur komposit 6
Gambar 2.3. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit 6
Gambar 2.4. Jenis material berongga 8
Gambar 2.5. Serat TKKS yang telah dihaluskan 14
Gambar 2.6. Tipikal kurva respon tegangan regangan terhadap polymeric
foam akibat beban statik 17
Gambar 2.7. Diagram uji tekan statik 18
Gambar 2.8. Prinsip ayunan bola bandul 19
Gambar 2.9. Grafik gaya vs waktu 21 Gambar 2.10. Pantulan bola jatuh bebas 24
Gambar 3.1. Alat pengaduk 29
Gambar 3.2. Mesin penghalus serat 29
Gambar 3.3. Cawan tuang 30
Gambar 3.4. Timbangan digital 31
Gambar 3.5. Oli pelumas 31
Gambar 3.6. Kuas 32
Gambar 3.7. Gunting 32 Gambar 3.8. Ayakan 33 Gambar 3.9. (a)Cetakan pada posisi tertutup, (b)Cetakan pada posisi terbuka 33
Gambar 3.10. Unsaturated Polyester BQTN-157 34
Gambar 3.11. Persiapan serat TKKS 35
Gambar 3.12. Proses pengerjaan serat nilon 36
Gambar 3.13. Isocyanate dan Polyol 36
Gambar 3.14. Katalis MEKP 37
Gambar 3.15. Silikon 37
Gambar 3.16. Katalis silikon 38
Gambar 3.17. NaOH 38
Gambar 3.18. Ilustrasi spesimen 40
Gambar 3.19. Skema pencampuran bahan komposit spesimen uji 42
Gambar 3.20. Tokyo Universal Testing Machine 43
Gambar 3.21. Posisi spesimen uji sebelum dilakukan pengujian tekan 44
Gambar 3.22. Bandul 45
Gambar 3.23. Busur 45
Gambar 3.24. Meteran 46
Gambar 3.25. Stopwatch 46
Gambar 3.26. Set up pengujian ayunan bandul 47
Gambar 3.27. Prinsip uji bandul 47
Gambar 4.1. Hasil pengujian tekan statik 49
Gambar 4.2. Grafik gaya tekan komposisi satu 50
Gambar 4.3. Grafik gaya tekan komposisi dua 51
Gambar 4.4. Grafik tegangan komposisi satu 52
Gambar 4.5. Grafik tegangan komposisi dua 52
Gambar 4.6. Grafik jarak vs energi untuk daerah menanjak 54 Gambar 4.7. Grafik jarak vs energi untuk daerah menurun 57
(10)
Gambar 4.8. Grafik jarak vs energi untuk daerah mendatar 59 Gambar 4.9. (a) pukulan menggunakan stik wood, (b) pukulan menggunakan stik
iron, (c) pukulan menggunakan stik putter 61
Gambar 4.10. Gambar kerusakan akibat pukulan chipping pada bola golf PF
70% silikon 62
Gambar 4.11. Gambar kerusakan akibat pukulan dengan menggunakan stik
wood 63
(11)
ABSTRAK
Pengujian bola golf polymeric foam perlu dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemampuan bola golf polymeric foam. Pengujian dilakukan terhadap dua komposisi polymeric foam untuk membandingkan kekuatan material dua komposisi sebagai bahan penyusun lapisan luar bola golf. Pembebanan yang terjadi pada bola golf dapat berupa pembebanan statik tekan dan pembebanan impak. Pembebanan statik dapat terjadi pada saat penyimpanan bola golf, sedangkan pembebanan impak terjadi saat pemukulan bola golf. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki perilaku mekanik yang terjadi pada bola golf polymeric foam akibat pembebanan statik dan impak. Variabel pengujian statik yang diukur dalam penelitian ini adalah tekanan maksimum, tegangan maksimum, dan modulus elastisitas material penyusun bola golf polymeric foam. Pengujian impak pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bola golf polymeric foam dalam menerima beban impak. Dari hasil pengujian tekan statik diperoleh nilai tekanan maksimum sebesar 9,23 KN, tegangan maksimum sebesar 24,31 MPa, Modulus elastisitas sebesar 27,31 MPa untuk komposisi polymeric foam 1, sedangkan untuk komposisi polymeric foam 2 memiliki nilai tekanan maksimum sebesar 6,59 KN, tegangan maksimum sebesar 17,36 MPa, dan modulus elastisitas sebesar 23,45 MPa. Hasil pengujian impak menunjukan perbedaan jarak lintasan bola antara bola golf pabrikan dengan bola golf polymeric foam.
Kata Kunci: Bola golf polymeric foam, Beban tekan statik, Modulus elastisitas tekan, Beban impak.
(12)
ABSTRACT
Testing of polymeric foam golf ball needs to be done to measure how adaptable polymeric foam golf balls in receiving load. Tests conducted on two polymeric foam composition to compare the strength of the material composition of the two cover of a golf ball. Load that happens on a golf ball can be static load and impact load. Imposition of static can occur during storage of golf balls, while the imposition of impact occurs when beating golf balls. The research was carried out to investigate the mechanical behavior that occurs in a polymeric foam golf balls due to static and impact loading. Static testing variables measured in this study is the maximum pressure, maximum stress, and modulus of elasticity the material that making up the polymeric foam golf ball. The impact test in this study was conducted to determine the ability of polymeric foam golf balls in receiving the impact loads. From the test results obtained by static press maximum pressure value 9.23 KN, maximum stress value 24.31 MPa, modulus of elasticity value 27.31 MPa for composition number one of the polymeric foam golf ball, while the second has a maximum pressure value at 6.59 KN, maximum stress value 17.36 MPa, and the modulus of elasticity value 23.45 MPa. The results from impact test showed great distance between the manufacturer golf ball with a polymeric foam golf ball.
Keywords: Polymeric foam golf ball, Static load, Modulus of elasticity, Impact load.
(13)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awalnya bola golf dibuat dari kayu, kemudian digantikan dengan bulu angsa yang dibungkus kantong dari kulit sapi (Wikipedia, 2008). Cara membuatnya adalah dengan memberikan tekanan pada bulu angsa dan kantong pembungkus kulit sapi pada saat kedua bahan itu masih basah, kemudian dijahit pada sisinya dan dicat. Pada saat kering kantong kulit sapi akan menyusut, sedangkan bulu angsa mengembang sehingga tercipta bola yang keras. Penggunaan kulit sapi sebagai bahan pembuat bola golf berakhir saat ditemukan bola getah yang disebut gutty. Sebutan gutty berasal dari bahan pembuat bola ini yaitu getah perca yang dipanaskan. Bola golf dari getah perca ini lebih tahan lama dibandingkan dengan bola golf yang dibuat dari bulu angsa dan kulit sapi. Kepopuleran bola golf gutty berlangsung dari tahun 1848 hingga 1890. Pada tahun 1898 Coburn Haskell bekerja sama dengan BF Goodrich Company menciptakan bola golf sebagai penyempurnaan dari bola golf gutty. Bola golf ini menggunakan inti dari karet padat yang dibungkus benang-benang karet sebelum dilapisi getah perca. Hingga saat ini bola golf masih dibuat dari inti karet padat yang komposisinya dirahasiakan oleh produsen. Sekarang ini juga dibuat bola golf berlapis polymer seperti Surilin yang membuat bola golf lebih tahan lama dibandingkan bola golf berlapis perca.
David Neivandt dan Alex Caddell dari University of Maine di Orono, Amerika Serikat, mengembangkan bola golf yang terbuat dari cangkang lobster.
(14)
Mereka bekerja sama dengan The Lobster Institute. Peneliti sebelumnya, Ahmad Yani telah melakukan penelitian pembuatan bola golf berbahan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), dan pada penelitian ini kami mencoba menyempurnakan komposisi bola golf dari serat TKKS dengan menambahkan serat nilon.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan produk sampingan dari hasil pengolahan kelapa sawit pada suatu pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) diperkirakan jumlah TKKS yang dihasilkan mencapai 1,9 juta ton berat kering setahun (Nuryanto E, 2004). Pada umumnya, material ini dimanfaatkan sebagai pupuk organik di lahan perkebunan dengan cara dibakar atau dibuang kembali ke lahan tersebut dan dibiarkan mengalami proses fermentasi secara alami. Tetapi pemanfaatan material ini untuk produk-produk teknologi masih sangat terbatas jumlahnya.
Komposit diperkuat serat adalah material non-logam yang mempunyai banyak keuntungan karena sifat fisis dan mekanis yang baik. Salah satu sifat yang dominan adalah memiliki berat jenis yang ringan dan relatif kuat. Komposit dapat menjadi lebih ringan lagi apabila ditambahkan rongga-rongga pada strukturnya, rongga yang dimaksud dapat diperoleh dari bahan polimer polyurethane. Dalam penelitian ini, diharapkan material yang dihasilkan mempunyai massa jenis yang ringan dan mempunyai sifat mekanis yang baik. Namun untuk mendapatkan hal tersebut tidaklah mudah, diperlukan serangkaian pengujian yang cukup rumit karena fenomena yang terjadi pada saat material digunakan sangat beraneka ragam. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui perilaku mekanik dari material polymeric foam adalah uji statik tekan dan uji impak.
(15)
1.2 Perumusan dan Batasan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah pemanfaatan produk sampingan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berupa tandan kosong kelapa sawit, sehingga menjadi sebuah produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis lebih baik dari sebelumnya.
Batasan masalah dalam penelitian ini dicukupkan hanya untuk melakukan pengujian beban statik dan impak. Pengujian yang dilakukan adalah uji tekan statik dengan menggunakan Tensile Ultimate Testing Machine. Variabel yang diukur adalah kekuatan tekan dan modulus elastisitas statik tekan. Pengujian impak dilakukan menggunakan ayunan bandul untuk mendapatkan jarak lintasan bola.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus: 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah penyelidikan perilaku mekanik material polymeric foam yang diperkuat serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan nilon akibat beban statik dan impak.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan perilaku mekanik bola golf polymeric foam yang diperkuat serat TKKS dan nilon akibat pembebanan tekan statik. Perilaku mekanik yang diamati adalah kekuatan tekan, tegangan dan regangan.
2. Mendapatkan respon mekanik bola golf polymeric foam yang diperkuat serat TKKS dan nilon akibat pembebanan impak ayunan bandul.
(16)
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa didapatkan dengan adanya penelitian ini adalah berkembangnya pengetahuan dan wawasan dalam bidang komposit terutama komposit polymeric foam. Penelitian ini juga bermanfaat untuk pengembangan industri bola golf. Selain itu, pemanfaatan produk sampingan pengolahan kelapa sawit diharapkan mampu menjadi solusi terbatasnya material yang disediakan oleh alam.
1.5Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini menggunakan metode penganalisaan dengan hasil uji. Kemudian hasil akan disajikan kedalam tulisan yang terdiri dari 5 bab.
Bab I Pendahuluan, bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai Tugas Akhir yang meliputi; pembahasan tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan. Bab III Metodologi Penelitian, berisikan metode pembuatan bola golf polymeric foam. Berisi juga spesifikasi dari peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian serta berisi langkah-langkah pengujian yang digunakan dalam pengamatan. Bab IV Hasil dan Pembahasan, berisikan penyajian hasil yang diperoleh dari uji tekan dan uji impak. Bab V Kesimpulan dan Saran, berisikan jawaban dari tujuan penelitian. Daftar Pustaka, berisikan literatur yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir ini.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Bola golf saat ini yang banyak ditemukan terdiri dari bola golf 1-piece, 2-piece, dan 3-piece. Dan pada penelitian ini peneliti menggunakan bola golf 1-piece. Bola ini adalah bola yang baik untuk pemula, karena murah dalam biaya produksinya. Bola ini terbuat dari sepotong padat surlin dengan lesung yang dibentuk masuk ke arah dalam. Bola ini proses pembuatannya murah dan sangat tahan lama. Gambar bola golf 1-piece dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bola golf 1-piece (google, 2001)
Bola golf 1-piece dipergunakan oleh pegolf untuk latihan memukul, karena bola ini memiliki daya tahan yang bagus dan jarak lintasan yang maksimum. Proses pembuatan yang mudah membuat bola ini memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding bola golf jenis lain. Bola ini dibuat dengan inti padat tunggal tertutup pada cover bola. Inti padat biasanya terbuat akrilat bertekanan tinggi atau resin dan ditutupi oleh penutup. Ukuran dan jumlah dimple memiliki nilai bervariasi sesuai dengan pabrikan bola yang memproduksinya.
inti bola
(18)
2.2. Material Komposit
Bahan komposit merupakan bahan teknologi yang mempunyai potensi yang tinggi. Komposit dapat memberikan gabungan sifat-sifat yang berbeda-beda pada penggunaan yang tidak akan diperoleh melalui penggunaan logam dan keramik, khususnya tentang sifat kekuatan spesifik serta kekakuan spesifik. Klasifikasi komposit dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Klasifikasi/skema struktur komposit (Calliester, 1994)
Secara umum bahan komposit terdiri dari dua bagian utama, yaitu : (1) matriks yang mengisolasi fasa, dan (2) penguat/reinforcement (gambar 2.3).
Gambar 2.3 Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit
Matriks berfungsi sebagai pelindung dan pengikat fasa penguat. Biasanya matriks mempunyai kerapatan, kekukuhan dan kekuatan yang jauh lebih rendah
Composite
Fiber - Reinforced Particle -
Reinforced
Structura
Sanwidch Panel Disper
sion-Streng thened Large -
Particl
Laminates
Discontinous (Short) Continous
(Aligned)
Randomly Aligned
Komposit Penguat
(19)
daripada serat. Namun, gabungan matriks dengan serat bisa mempunyai kekuatan dan ketegaran yang tinggi, tetapi masih mempunyai kerapatan yang rendah. Matriks jenis ini tergolong polymer thermoset dan memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap jenis pembebanan statik dan impak. Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki bahan ini ialah dalam bentuk rantai molekul raksasa atom-atom karbon yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian struktur molekulnya menghasilkan efek peredaman yang cukup baik terhadap beban yang diberikan.
Foam didefenisikan sebagai penyebaran gelembung gelembung gas yang terjadi pada material cair dan padat. Foam berkembang menjadi rongga rongga mikro yang memiliki diameter 10µm. Foam yang tersebar dalam polymer dapat mencapai 108/cm3
Pada saat ini, perkembangan penelitian ini telah menghasilkan karakteristik fisik dan mekanik material foam (Klemper, 2004). Karakteristik fisik tersebut meliputi faktor geometri, separti ukuran rongga dan ketebalan dinding rongga. Selain karakteristik fisik juga terdapat karakteristik mekanik. Karakteristik mekanik terdiri atas densitas dan modulus elastisitas.
(Gupta, 1998).
Material foam memiliki susunan rongga yang bervariasi. Susunan rongga tersebut dapat diketahui melalui pengamatan struktur mikro material foam. Susunan rongga dibagi atas dua jenis, yaitu susunan rongga terbuka (open cell) dan tertutup (closed cell). Pada material foam dengan susunan rongga terbuka terdapat pemutusan dinding rongga yang fleksibel. Material foam dengan susunan
(20)
rongga tertutup tidak terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat kaku. Perbedaan kedua jenis ini susunan rongga tersebut ditunjukan oleh gambar 2.4.
a.rongga terbuka b.rongga tertutup Gambar 2.4 Jenis material berongga (Klemper, 2004)
Rongga rongga pada polymer terbentuk akibat adanya campuran fase padat dan gas. Dua fase tersebut terjadi dengan cepat dan membentuk permukaan material yang berongga. Foam yang dihasilkan dari polimer merupakan gelembung udara atau rongga udara yang bergabung di dalam polymer tersebut.
Material yang digunakan untuk membentuk foam disebut blowing agent. Pemberian blowing agent dilakukan secara kimia dan fisika. Blowing agent secara kimia menimbulkan dekomposisi unsur-unsur material dalam suatu reaksi kimia. Blowing agent secara fisika terjadi akibat adanya gas yang diberikan pada material.
Polymeric foam yang fleksible dihasilkan dari reaksi polyuretene. Polyuretene dalam pembentukan polymeric foam juga berfungsi sebagai blowing agent. Proses pembentukan rongga dari hasil reaksi polyuretene fleksible berlangsung relatif cepat. Pada saat reaksi pembentukan polyuretene, terjadi
(21)
pengeluaran panas (eksoterm) yang mengakibatkan kenaikan temperature mencapai 75-1600
Sifat–sifat dari komposit sangat tergantung kepada sifat–sifat dari fasa-fasa pembentuknya, jumlah relatif masing–masing fasa-fasa, bentuk dari fasa-fasa, ukuran fasa, distribusi ukuran dari fasa–fasa dan sebarannya. Bila komposit tersusun dari dua material yaitu, (1) M sebagai matriks dan (2) P sebagai penguat, maka secara teoritis sifat–sifat hasil pencampuran kedua material tersebut memiliki sifat diantara sifat dari masing–masing material yang bercampur.
C.
2.3. Material Komposit Polymeric Foam
Material komposit polymeric foam terdiri dari polyester resin tak jenuh, silikon, blowing agent, serat TKKS, dan serat nilon. Blowing Agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Polyol dan Isocyanate. Sementara untuk mempercepat proses polimerisasi digunakan katalis jenis MEKPO dan katalis Blusill.
2.3.1. Polyester Resin Tak Jenuh
Polyester resin tak jenuh merupakan polymer kondensat yang terbentuk berdasarkan reaksi antara polyol yang merupakan organik gabungan dengan alkohol multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic, yang mengandung ikatan ganda. Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol, seperti ethylene glycol. Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah asam phthalic dan asam maleic.
Polyester resin tak jenuh adalah jenis polymer thermoset yang memiliki struktur rantai karbon yang panjang. Matrik yang berjenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan
(22)
ketika proses pembentukan. Data karakteristik mekanik material polyester resin tak jenuh seperti terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakteristik mekanik polyester resin tak jenuh (Justus, 2007)
SIFAT MEKANIK SATUAN BESARAN
Berat Jenis (ρ) Kg.m-3 1200 s/d 1500
Modulus Young ( E) GPa. 2 s/d 4,5
Kekuatan Tarik (σT) Mpa 40 s/d 90
Umumnya material ini digunakan dalam proses pembentukan dengan cara penuangan antara lain perbaikan body kenderaan bermotor, pengisi kayu dan sebagai material perekat. Material ini memiliki sifat perekat dan aus yang baik dan dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda. Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan terhadap sinar Ultraviole (UV), dan daya tahan yang baik terhadap serapan air. Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak kedalam bentuk komposit, dimana material-material penguat seperti serat kaca, karbon dan lain-lain akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut. Ketika dalam keadaan tunggal material ini bersifat rapuh dan kaku.
2.3.2. Katalis MEKP
Katalis merupakan material kimia yang digunakan untuk mempercepat proses reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir. Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung. Tanpa pemberian katalis, material komposit tidak akan mengeras dan membentuk gumpalan-gumpalan gelembung.
(23)
2.3.3 Silikon
Silikon adalah suat lambang Si da bersifat lebih tidak reaktif daripad Kontroversi mengenai sifat-sifat silikon bermula sejak penemuannya. Silikon pertama kali dibuat dalam bentuk murninya pada tahun 1824 dengan nama silisium (dari katasilicis), dengan akhiran -ium yang berarti logam. Meski begitu di tahun 1831, namanya diganti menjadi silikon karena sifat-sifat fisiknya lebih mirip denga
Silikon merupaka massanya, tapi sangat jarang ditemukan dalam bentuk murni di alam. Silikon paling banyak terdistribusi pada bentuk seperti di kerak bumi setel
Silikon sering digunakan untuk membuat serat optik dan dalam operasi plastik digunakan untuk mengisi bagian tubuh pasien dalam bent
Silikon dalam bentuk mineral dikenal pula sebagai zat kersik.
Sebagian besar silikon digunakan secara komersial tanpa dipisahkan, terkadang dengan sedikit pemrosesan dari senyawanya di alam. Contohnya adalah pemakaian langsung batuan, pasir silika, dan tanah liat dalam pembangunan gedung. Silika juga terdapat pada keramik. Banyak senyawa silikon modern seperti
(24)
tinggi. Silikon juga dipakai sebagai monomer dalam pembuatan polymer sintetik
Silikon yang digunakan dalam penelitian ini adalah silikon rubber RTV. Silikon ini berbentuk agak cair, namun akan mengeras seperti karet setelah diberikan katalis. Katalis yang digunakan merupakan katalis khusus dengan nama Bluesill. Katalis Bluesill akan mempercepat reaksi pengerasan silikon pada suhu kamar dan tekanan atmosfir.
2.3.4. Blowing Agent
Blowing agent adalah material yang digunakan untuk menghasilkan struktur berongga pada komposit yang dibentuk. Jenis blowing agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah polyurethane.
Polyurethane adalah suatu jenis polimer yang mengandung jaringan urethane yaitu -NH-CO-O-. Polyurethane dibentuk oleh reaksi senyawa isocyanate yang bereaksi dengan senyawa yang memiliki hydrogen aktif seperti polyol, yang mengandung group hydroksil dengan pemercepat katalis. Unsur nitrogen yang bermuatan pada kelompok alkohol (polyol) akan membentuk ikatan urethane antara dua unit monomer dan menghasilkan dimer urethane. Reaksi isocyanat ini akan membentuk amina dan gas karbon dioksida (CO
2
2.3.5. Serat TKKS
). Gas ini
yang kemudian akan membentuk foam pada material polymer yang terbentuk. Material yang terbentuk dari campuran blowing agent dan polymer disebut dengan material polymeric foam.
Penguat komposit yang digunakan ialah dari bahan TKKS yang kemudian dibentuk menjadi ukuran halus dan dicampurkan dalam matriks. Ukuran serat
(25)
TKKS yang belum dicacah adalah 13-18 cm dan serat ini dihaluskan lagi hingga mencapai ukuran 100-600 μm. TKKS terdiri dari beberapa bahan penyusun yang terbagi sesuai dengan persentasenya masing-masing. Bahan–bahan penyusun TKKS dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Bahan penyusun tandan kosong kelapa sawit (Enviro Carbon, 2009) No Bahan-Bahan Kandungan Komposisi (%)
1. Uap air 5.40
2. Protein 3.00
3 Serat 35.00
4. Minyak 3.00
5. Kelarutan air 16.20
6. Kelarutan unsur alkali 1 % 29.30
7. Debu 5.00
8. K 1.71
9. Ca 0.14
10. Mg 0.12
11 P 0.06
12. Mn, Zn, Cu, Fe 1.07
TOTAL 100,00
Permasalahan yang dihadapi pada penggunaan produk dari tandan kosong kelapa sawit adalah terdapat kandungan zat ekstraktif dan asam lemak yang sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan sifat mekanik material yang dibentuk. Tandan kosong kelapa sawit segar dari hasil pabrik kelapa sawit umumnya memiliki komposisi lignoselulose 30,5%, minyak 2,5% dan air 67%, sedangkan bagian lignoselulose sendiri terdiri dari lignin 16,19%, selulosa 44,14% dan hemiselulosa 19,28%. Sehingga pada pembuatan material ini tandan kosong kelapa sawit terlebih dahulu direndam kedalam larutan NaOH 1% selama sehari, kemudian dicuci dengan air bersih, dan dikeringkan pada suhu kamar selama kurang lebih 3 hari. Gambar serat TKKS yang telah dihaluskan dapat dilihat pada gambar 2.5.
(26)
Gambar 2.5 Serat TKKS yang telah dihaluskan 2.3.6. Serat Nilon
Nilon merupakan suatu keluarga
bulu nilon, dilanjutkan dengan produk yang lebih dikenal seperti wanita pada 1940(Wikipedia, 2008). Nilon dibuat dari rangkaian unit yang ditautkan dengan ikatan amida dan sering diistilahkan denga
Nilon merupaka
panjang.
Bahan nilon ditujukan untuk menjadi pengganti diwujudkan dengan menggunakannya untuk menggantikan sutra sebagai bahan sekarang dipergunakan unt
(27)
2.4 Karakteristik Mekanik Material 2.4.1 Pengujian Statik
2.4.1.1 Persamaan Tegangan Dan Regangan
Pada sebuah batang lurus yang dikenai beban tarik, maka akan mengalami perubahan panjang yang disertai dengan pengurangan luas penampang batang. Perubahan panjang ini disebut juga dengan regangan teknik (ɛeng), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi(∆L) terhadap panjang batang mula-mula(L0). Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan
tegangan teknik(σeng), dimana hal ini didefinisikan juga sebagai nilai pembebanan
yang terjadi(F) pada suatu luas penampang awal(A0
σ = F/A ………...……….(2.1)
). Untuk memperoleh tegangan, dalam persamaan dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.1).
Dimana : σ = Tegangan normal ( N/m2 F = Gaya ( N )
)
A = Luas penampang ( m2
Persamaan ini dapat diperluas lagi menjadi seperti ditunjukan pada persamaan (2.2) dan (2.3).
)
σeng = F/A0 dan
…….……….……….(2.2)
ɛeng = ∆L/L0
Dimana : σ
…..……….………....(2.3)
eng = Tegangan teknik ( N/m2 A
)
0 = Luas penampang awal ( m2
ɛ
)
eng
∆L = Perubahan panjang ( m ) = Regangan Teknik ( m/m )
(28)
Dimana ∆L = L1-L0 . L1 merupakan panjang akhir batang pada suatu
pengujian tarik sebelum beban dihilangkan kembali. Tegangan sebenarnya(σtrue)
didefinisikan sebagai nilai beban yang diberikan terhadap luas penampang batang (A1) yang berubah akibat tarikan. Sementara regangan yang sebenarnya(ɛtrue
σ
) didefinisikan sebagai logaritmik perubahan panjang batang akhir terhadap panjang awal batang. Kedua istilah tersebut dapat dituliskan kedalam bentuk persamaan (2.4) dan (2.5).
true = F/A1 dan
………..…………..………(2.4)
ɛtrue = ln L1/L0
Dimana : σ
……….………..………(2.5)
true = Tengangan sebenarnya ( N/m2 A
)
1 = Luas penampang setelah pengujian ( m2
ɛ
)
true
Dalam aplikasinya, hasil dari pengukuran tegangan pada pengujian tarik dan tekan umumnya merupakan nilai teknik, hal ini disebabkan oleh sulitnya mendapatkan nilai perubahan luas penampang sebenarnya yang disebabkan oleh beban tarik dan tekan. Selain itu, perubahan yang terjadi sangat kecil, sehingga dapat dianggap sama dengan A
= Regangan sebenarnya ( m/m )
0
2.4.1.2 Hubungan Tegangan Dan Regangan .
Batas–batas tertentu tegangan pada suatu material nilainya proporsional terhadap regangan yang dihasilkan. Teori ini kemudian lebih dikenal dengan Hukum Hooke. Namun teori ini hanya berlaku pada batas elastik material, dimana tegangan akan berbanding lurus terhadap regangan, dan bila beban dihilangkan,
(29)
maka sifat ini akan menyebabkan material kembali kedalam bentuk dan dimensi aslinya. Jika beban yang diberikan melebihi batas elastik, maka material tidak akan bisa kembali pada bentuk semula.
Perbandingan antara tegangan dan regangan dalam batas elastik disebut dengan istilah modulus elastisitas. Persamaan modulus elastisitas dapat dilihat pada persamaan (2.6).
E = σ/ɛ ………….………(2.6)
Dimana : E = Modulus elastisitas ( N/m2 σ = Tegangan ( N )
)
ɛ = Regangan ( m/m ) 2.4.1.3 Pengujian Tekan
Mekanisme deformasi polymeric foam akibat beban statik ditunjukkan oleh gambar 2.6. yaitu kurva tegangan dan regangan, berdasarkan kurva tegangan dan regangan uji tekan statik diperoleh tiga tingkatan respon yaitu: Elastisitas linear(bending), plateau(buckling elastis),dan densification. Tiga tingkatan ini memiliki definisi yang berbeda.
Gambar 2.6 Tipikal kurva respon tegangan regangan terhadap polymeric foam akibat beban static (Gere M J, 1987)
(30)
Elastisitas linear ditandai oleh bending terhadap dinding rongga dan kemiringan(tegangan-regangan) awal atau modulus elastisitas yang diperoleh dari tingkatan ini. Plateau merupakan karakteristik respon yang terjadi setelah polymeric foam mengalami elastisitas linier ditandai dengan berlipatnya rongga-rongga(buckling elastis) polymeric foam. Pada saat rongga-rongga hampir terlipat seluruhnya dan dinding-dinding rongga menyatu, akan mengakibatkan rongga-rongga menjadi lebih padat, tegangan normal tekan statik akan meningkat.
Karakteristik material dapat diketahui dari respon yang dialami material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan(disturbance) yang diberikan terhadap sebuah sistem. Gangguan akan mengakibatkan perubahan atau deformasi pada material. Dalam pengujian statik, perubahan terjadi pada dimensi material. Didalam pengujian tekan statik, gaya yang diberikan terlihat pada gambar 2.7.
Keterangan gambar : F = Gaya yang diberikan pada batang ( N ) L0
∆L = perubahan panjang pada batang ( m ) = Panjang awal batang uji ( m )
Gambar 2.7 Diagram uji tekan statik (Yani, 2011)
Berdasarkan diagram yang ditunjukkan pada gambar 2.7. dapat ditentukan respon mekanik berupa tegangan normal dan regangan akibat beban tekan statik. Tegangan normal akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.4). Sementara untuk regangan akibat beban tekan statik adalah:
(31)
�= Δ�/�0 ...………. (2.7)
Regangan akibat beban statik adalah perbandingan antara ΔL perubahan panjang spesimen (m) dan L
0
E = �/� ……….…………...(2.8) panjang awal spesimen (m). Berdasarkan respon
yang dialami oleh material maka karakteristik material tersebut dapat diketahui, seperti modulus elastisitas. Modulus elastisitas secara matematis (Hukum Hooke) dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.8) atau (2.9).
atau
E = �.�0 2.4.2. Pengujian Impak
/�.�� ………. (2.9)
2.4.2.1 Teori Ayunan Bola Bandul
Dengan pendekatan empiris, asumsi sebuah bandul diikatkan pada batang besi dengan massa m dan panjang L. Kemudian massa ini ditarik kesamping sehingga tali membentuk sudut θ0 dengan sudut vertikal dan dilepas dari keadaan
diam. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Keterangan gambar : L = Panjang batang ( m ) T = Tegangan batang ( N/m2 θ
)
0
mg = Berat bandul ( N ) = Sudut ayun awal ( ° )
(32)
Gambar 2.8 Prinsip ayunan bandul
Kedua gaya yang bekerja pada beban (dengan mengabaikan hambatan udara) adalah gaya gravitasi mg, yang bersifat konservatif, dan tegangan T, yang tegak lurus terhadap gerakan. Oleh karena itu, dalam persoalan ini energi mekanik sistem beban-bumi adalah kekal.
Dengan mengamsumsikan energi potensial gravitasi bernilai nol didasar ayunan. Semula beban berada pada ketinggian h didasar ayunan dan diam. Energi kinetiknya bernilai nol dan energi potensial sistem bernilai mgh. Jadi energi total awal dari sistem adalah :
Ei= Ki + Ui Dimana:
= 0 + mgh………...(2.10)
Ei K
= energy total awal system
i
U
= energy kinetic awal
i
Ketika bandul berayun turun, energi potensial berubah menjadi energi kinetik. Maka energi akhir dari dasar ayunan menjadi :
= energy potensial awal
Ef= Kf + Uf = ½ mv2 + 0 = ½ mv2 Dimana :
………..…..(2.11)
Ef K
= energy total akhir system
f
U
= energy kinetic akhir
f = energy potensial akhir
Selanjutnya kekekalan energi memberikan : Ef =Ei
mgh
mv
2=
2
1
(33)
……….………...(2.12) Untuk mendapatkan kelajuan yang dinyatakan dalam sudut awal θ0, harus dihubungkan h dengan θ0. Jarak h berhubungan dengan θ0
) cos 1 (
cosθ0 = − θ0
−
=L L L
h
dan panjang bandul L melalui :
……….(2.13) Sehingga kelajuan didasar bandul didapat dari :
) cos 1 ( 2
2 0
2 = = − θ
gL gh
v ….………...(2.14)
2.4.2.2 Impuls
Impuls didefinisikan sebagai gaya yang bekerja dalam waktu singkat. Impuls merupakan besar gaya yang terjadi pada sebuah benda pada selang waktu tertentu, secara matematis ditulis :
I= F.Δt = F (t2-t1 Dimana : I = Impuls (Ns)
) ……….(2.15)
F = Gaya (N)
Δt = Selang waktu (s)
Ketika terjadi tumbukan, gaya biasanya melonjak dari nol pada saat kontak menjadi nilai yang sangat besar dalam waktu yang sangat singkat, dan kemudian dengan drastis kembali ke nol lagi. Selang waktu Δt biasanya cukup nyata dan sangat singkat. Grafik gaya dan waktu dapat dilihat pada Gambar 2.10.
(34)
p
I
=
∆
−
=
=
=
1 2
m
.
v
v
.
m
I
Δv
.
m
Δt
.
F
Δt
Δv
.
m
F
Gambar 2.9. Grafik gaya vs waktu (Siregar, 2005) 2.4.2.3 Momentum
Momentum adalah ukuran kecenderungan benda untuk terus bergerak. Momentum merupakan ukuran mudah atau sukarnya suatu benda mengubah keadaan geraknya (mengubah kecepatannya, diperlambat atau dipercepat). Secara matematis ditulis :
P = m.v …...(2.16) Dimana :
P = Momentum benda (kgms-1
m = massa benda yang bergerak (kg) )
v = kelajuan benda ( ms-1 Sesuai dengan Hukum II Newton :
) 1 2 1 2
.
m
F
a
.
m
F
t
t
v
v
−
−
=
=
…………...…..………..…...(2.17) Sehingga Impuls merupakan perubahan momentum.2.4.2.4 Gaya Impak
Gaya impak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan impuls yang terdapat pada pers(2.17).
F = I /Δt F = ∆�/Δt
(35)
F = �.�2− �.�1/Δt (2.18) Dimana:
F = Gaya (N) I = Impuls (N.s)
∆P = Perubahan momentum (kg m/s) m = Massa benda yang bergerak (kg) v = Kelajuan benda ( ms-1
Untuk menghitung gaya impak, terlebih dahulu dengan menentukan kelajuan dengan persamaan:
)
�= �2.�.∆ℎ …..……….(2.19) Dimana: v = Kecepatan benda jatuh (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2) h = selisih ketinggian h2 – h1 2.4.3. Kelentingan bola.
(m)
Pada tumbukan lenting sebagian hanya hanya berlaku hukum kekekalan momentum. Besarnya koefisien restirusi pada tumbukan lenting sebagian adalah 0 < e < 1. Jika dibandingkan dengan tumbukan lenting sempurna, maka akan didapat bahwa kecepatan setiap benda setelah bertumbukan pada tumbukan lenting sebagian menjadi lebih kecil. Selain kecepatan, ketinggian setiap benda setelah bertumbukan pada tumbukan lenting juga mengalami pengurangan. Semakin banyak pantulan yang terjadi maka akan semakin dekat jarak pantulan pada bidang pantul. Konsep kelentingan ini seperti yang di tunjukan pada gambar 2.10. Pada gambar diperlihatkan bahwa semakin banyak pantulan maka kecepatan dan ketinggian pantulan akan semakin rendah.
(36)
h1
ℎ1’ �2 ℎ2 ’
h
2 ’Keterangan : h1 = ketinggian awal (m) v1 h
= kecepatan awal (m/s)
1’ = ketinggian pantulan (m) v1
h
’= kecepatan pantulan (m/s)
2 = ketinggian kedua (m) v2 h
= kecepatan kedua (m/s)
2’= ketinggian pantulan kedua (m) v2
Gambar 2.10. Pantulan bola jatuh bebas.
’= kecepatan pantulan (m/s)
Bola jatuh bebas dari ketinggian h1. Sesaat sebelum bertumbukan dengan lantai, kecepatan bola v1. Sesudah bertumbukan dengan lantai, kecepatan bola menjadi v1’ sehingga bola mencapai ketinggian h1’
�1′−�2′
�1−�2 = −�
�1′−0
�1−0 = −�
. Dalam hal ini berlaku persamaan:
……... (2.20) Dimana :
(37)
v1’ v
= kecepatan pantulan awal ( m/s )
2
v
= kecepatan kedua ( m/s )
2’
Dalam kasus ini, benda pertama adalah bola dan lantai bertindak sebagai benda kedua . sebelum dan sesudah tumbukan, lantai tetap diam sehingga �2 dan
�2′ bernilai nol. Dengan menggunakan persamaan gerak lurus berubah beraturan
(GLBB) :
= kecepatan pantulan kedua ( m/s )
vt = v0 pada selang waktu t, kecepatan v
+ a.t (2.21)
0berubah menjadi vt
v = 1
2 (v
, sehingga kecepatan rata-rata v dapat dituliskan menjadi:
0 + vt
dapat kita ketahui bahwa persamaan kecepatan rata-rata adalah:
) (2.22)
v = � �⁄ (2.23)
dengan mensubtitusikan persamaan (2.22) ke dalam persamaan (2.23), maka didapatkan:
� �⁄ = 1
2 (v0 + vt
dengan mensubtitusikan persamaan (2.24) ke dalam persamaan (2.21), maka kita akan mendapatkan persamaan:
) t = 2�
(�0+��) (2.24)
vt = v0
Dalam kasus ini, benda diamati mulai dari keadaan diam, sehingga v + a. 2�
(�0+��) (2.25)
0 = 0. Dengan memasukan nilai v0
v
, maka persamaan kecepatan yang didapat ialah:
(38)
Jika dihubungkan antara ketinggian benda dan kecepatannya dalam kasus ini, akan didapatkan:
a. Kecepatan saat tepat sebelum bertumbukan:
�1 = �2�ℎ1 ...(2.27) b. Kecepatan saat tepat sesudah bertumbukan:
�1′ = - �2�ℎ1′ (2.28)
Subtitusikan kedua persamaan tersebut ke dalam persamaan di atas, sehingga didapat
�1′
�1 = −�
−�2�ℎ1′
�2�ℎ1 = −�
ℎ1′
ℎ1 =�
2…..(2.29)
Sebuah benda jatuh bebas dari ketinggian ℎ1, dan setelah tumbukan yang pertama tinggi menjadi ℎ2. Jika terjadi tumbukan berulang kali , setelah tumbukan berikutnya, tinggi yang dapat dicapai adalah ℎ3 ,ℎ4 ,ℎ5 dan seterusnya. Secara umum persamaan ditulis:
�
=
�
ℎ2ℎ1
=
�
ℎ3
ℎ2
=
�
ℎ4
(39)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai waktu dan tempat penelitian, proses pembuatan spesimen, spesifikasi spesimen, dan prosedur pengujian.
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu penelitian ini direncanakan selama delapan bulan yang dimulai dari Februari sampai dengan November 2012. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di Impact and Fracture Research Center unit I dan II program Magister dan Doktor Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Dan Laboratorium Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara. Untuk pengujian impak dilaksanakan di Golf Driving Range Tasbi dengan menggunakan alat ayunan bandul. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jadwal kegiatan penelitian
No. Waktu Kegiatan Lokasi Penelitian
1 Februari Pengolahan TKKS
menjadi dalam bentuk serat
Laboratorium
Impak dan Keretakan Unit 1
2 Februari – Agustus Pembuatan spesimen bola golf PF
Laboratorium
Impak dan Keretakan Unit 1
(40)
3 September Pengujian tekan Laboratorium
Polimer FMIPA USU
4 September - Oktober Pengolahan data uji tekan
Laboratorium
Impak dan Keretakan Unit 2
5 November Pengujian Impak Golf Driving Range
Tasbi
3.2 Pembuatan Spesimen Uji 3.2.1 Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan spesimen uji polymeric foam adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Alat dan bahan ini digunakan mulai dari proses pembuatan serat sampai pada proses pembuatan spesimen. Bahan yang digunakan pada pembuatan spesimen dapat ditemukan secara mudah dipasaran dengan harga yang terjangkau. Untuk bahan baku TKKS diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit. Penyimpanan alat dan bahan dilakukan di Impact and Fracture Research Center unit 1. Penelitian ini menggunakan 10 buah alat dan 9 bahan penyusun material.
Tabel 3.2. Alat dan bahan
No. Nama Jenis Jumlah Satuan
Alat
1. Alat pengaduk Besi karbon 1 Buah 2. Mesin penghalus Serat 28 mesh 1 Unit 3. Cawan Tuang Cup plastik - - 4. Timbangan Digital Metler toledo 1 Unit
5. Oli 15w-40 1 kaleng
6. Kuas 1 Buah
7. Gunting 1 Buah
8. Ayakan 35 mesh 1 Buah
9. Cetakan
Polyester
Putty 1 Pasang
(41)
Bahan
1. Resin BQTN 157 EX Gr
2. Serat TKKS Gr
3. Serat Nylon Gr
4. Polyurethane Gr
5. Katalis MEKP Gr
6. Silicone RTV555 Rhodorsil Gr 7. Katalis silicon Bluesill Gr
8. NaOH 1 M Ml
9. Air Bersih Ml
3.2.1.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan selama proses pembuatan spesimen adalah sebagai berikut :
1. Alat pengaduk
Alat pengaduk ini terbuat dari bahan besi karbon dan berfungsi untuk mengaduk campuran polymeric foam. pengadukan yang dilakukan adalah pengadukan lambat dengan kecepatan 100-120 rpm. Gambar alat pengaduk ditunjukan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Alat pengaduk 2. Mesin Penghalus Serat
Mesin penghalus serat digunakan untuk menghaluskan serat TKKS menjadi berukuran 100-600 μm. Gambar mesin penghalus serat dapat dilihat pada gambar 3.3. Spesifikasi mesin penghalus serat dapat dilihat pada tabel 3.3.
(42)
Gambar 3.2. Mesin penghalus serat
Tabel 3.3. Spesifikasi mesin penghalus serat
No. Spesifikasi Satuan Besaran
1. Jenis Motor Listrik Induksi
2. Daya Keluaran HP/kW 1 / 0,75
3. Frekuensi Hz 50
4. Voltage V 220
5. Arus Listrik A 8
6. Putaran Mesin Rpm 1450
7. Diameter serat keluaran μm 100-600
8. Jumlah mesh 28
9. Ukuran mesh μm 600
3. Cawan Tuang
Cawan tuang berfungsi sebagai tempat pengadukan material uji sebelum dituang kedalam cetakan. Cawan ini terbuat dari plastik dan bernilai ekonomis tinggi. Bahan plastik dipilih agar mempermudah pengamatan peneliti untuk melihat campuran yang akan diaduk, karena setiap sisi gelas plastik tembus pandang. Setelah digunakan untuk membuat spesimen, cawan tidak digunakan lagi demi menghindari terjadinya reaksi campuran spesimen lama dengan spesimen baru. Gambar cawan tuang dapat dilihat pada gambar 3.4.
(43)
Gambar 3.3. Cawan tuang 4. Timbangan Digital
Timbangan digital digunakan untuk menghitung berat bahan penyusun yang akan digunakan sebagai campuran pembuat polymeric foam. Timbangan digital yang digunakan memiliki ketelitian hingga 0,001gr. Gambar timbangan digital dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4. Timbangan digital
Tabel 3.4. Spesifikasi timbangan digital
No. Spesifikasi Satuan Besaran 1. External dimension inchi 7,6 x 8,9 x 12,6 2. Readability gram 0,001 3. Maximum capacity gram 610
(44)
Oli berfungsi untuk melumasi bagian cetakan agar tidak lengket dengan material polymeric foam pada saat proses pencetakan. Oli yang digunakan adalah jenis SAE 15w-40. Gambar oli yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5. Oli pelumas
6. Kuas
Kuas berfungsi untuk meratakan pelumasan pada cetakan. Dengan penggunaan kuas, penumpukan pelumas pada satu titik dapat dihindari. Gambar kuas dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6. Kuas
7. Gunting
Gunting digunakan untuk memperkecil ukuran serat nilon. Gambar gunting dapat dilihat pada gambar 3.7.
(45)
Gambar 3.7. Gunting
8. Ayakan
Ayakan berfungsi untuk memilah serat TKKS. Serat TKKS yang dipakai adalah serat yang melewati proses pengayakan terlebih dahulu. ukuran mesh yang
digunakan adalah 425 μm dan jumlah mesh 35. Serat yang tidak tersaring akan
diproses kembali pada mesin penghalus serat untuk mendapatkan hasil serat dengan ukuran yang lebih kecil. Proses penyaringan serat dilakukan berulang kali hingga mendapatkan serat yang sangat halus. Gambar ayakan dapat dilihat pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Ayakan
9. Cetakan
Cetakan terbuat dari bahan polyester putty, yang biasa digunakan untuk mendempul body mobil. Model dan metode pembuatan cetakan mengikuti peneliti
(46)
sebelumnya (Yani A, 2011). Cetakan terdiri dari dua buah bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Gambar cetakan yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.9.
(a) (b)
Gambar 3.9. (a) cetakan pada posisi tertutup, (b) cetakan 10. Ember
pada posisi terbuka
Ember berfungsi sebagai tempat perendaman TKKS pada saat menghilangkan asam lemak dengan menggunakan NaOH.
1.2.1.2Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan spesimen polymeric foam adalah sebagai berikut :
1. Polyester Resin Tak Jenuh
Jenis resin yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah resin Unsaturated Polyester BQTN-157, seperti diperlihatkan pada gambar 3.10. Resin dalam bentuk cair namun akan mengeras saat ditambah katalis.
(47)
Gambar 3.10. Unsaturated polyester BQTN-157
Resin jenis ini memiliki karakteristik berbeda dengan resin jenis lain. Karakterisitik dari unsaturated polyester resin BQTN-157 dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Karakteristik resin BQTN-157 (Justus, 2007)
SIFAT MEKANIK SATUAN BESARAN
Berat Jenis (ρ) Kg.m-3 1200 s/d 1500
Modulus Young ( E) GPa. 2 s/d 4,5 Kekuatan Tarik (σ
T) Mpa 40 s/d 90
2. Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Serat tandan kosong kelapa sawit yang berfungsi sebagai penguat matriks komposit polymeric foam diperoleh dari hasil pengolahan tandan kosong kelapa sawit yang diolah menjadi serat berdasarkan proses-proses tertentu. TKKS yang digunakan merupakan produk sampingan dari pabrik pengolah kelapa sawit. TKKS ini biasanya dibuang begitu saja agar dapat berfermentasi dan menjadi pupuk. TKKS ini banyak ditemukan di daerah Sumatera Utara. Proses pembuatan serat TKKS dapat dilihat pada gambar 3.11.
(48)
Gambar 3.11. Persiapan serat TKKS 3. Serat Nilon
Serat nilon digunakan sebagai tambahan penguat matriks komposit. Pemilihan serat nilon pada penelitian ini disebabkan oleh massa jenisnya yang lebih ringan dari serat TKKS. Untuk mendapatkan benang dalam bentuk serat, digunakan gunting untuk memperkecil ukurannya. Proses pembuatan serat nilon dapat dilihat pada gambar 3.12.
Gambar 3.12. Proses pengerjaan serat nilon 4. Polyurethane
(49)
Polyurethane dihasilkan dari reaksi kimia antara polyol dan isocyanate. Polyurethane berfungsi sebagai blowing agent atau pembuat foam pada material polymeric foam. Gambar polyol dan isocyanate dapat dilihat pada gambar 3.13.
Gambar 3.13. Isocyanate dan Polyol 5. Katalis MEKP
Katalis MEKP berfungsi untuk mempercepat reaksi pengerasan resin pada material polymeric foam. Penggunaan resin tanpa menambahkan katalis akan membuat resin tidak mengeras. Katalis MEKP memiliki ciri berwarna bening dan aroma yang sangat tajam. Katalis MEKP akan menguap bersama udara jika dibiarkan dalam keadaan terbuka. Gambar katalis MEKP dapat dilihat pada gambar 3.14.
Gambar 3.14. Katalis MEKP 6. Silikon
(50)
Silikon yang digunakan pada penelitian ini adalah rubber silicone tipe RTV 555.silikon ini berbentuk cair namun ketika mengeras akan memiliki tekstur seperti karet. Gambar silikon dapat dilihat pada gambar 3.15.
Gambar 3.15. Silikon
Beberapa sifat karakteristik dari Silikon Rubber RTV 555 dapat dilihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Karakteristik Silikon Rubber RTV 555 (Justus, 2007)
Sifat Mekanik Satuan Besaran
Density Kg.m-3 1150 s/d 1250
Elongation at break % 300 s/d 600
Tensile Strength Mpa 6 s/d 10
7. Katalis Silikon
Katalis silikon yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Blusill 60R. Katalis ini berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan silikon. Gambar katalis ini dapat dilihat pada gambar 3.16.
(51)
Gambar 3.16. Katalis silikon
8. NaOH
NaOH berfungsi untuk menghilangkan asam lemak yang terikat pada TKKS sebelum diproses menjadi serat. Gambar NaOH dapat dilihat pada gambar 3.17.
Gambar 3.17. NaOH 9. Air Bersih
Air bersih berfungsi untuk merendam dan membersihkan TKKS dari material yang tidak diperlukan. Kotoran yang terbuang pada proses perendaman dapat berupa pasir, debu, tanah, dan jamur.
3.2.2 Persiapan Serat TKKS
Proses persiapan serat TKKS dikerjakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(52)
1. Pembersihan TKKS dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran besar yang menempel seperti pasir dan tanah selama 24 jam.
2. Air rendaman TKKS dibuang dan TKKS kembali ditampung pada wadahnya.
3. TKKS direndam dalam larutan NaOH 1M 1% selama lebih kurang satu hari untuk mengikat asam lemak yang masih tersisa pada permukaannya. 4. TKKS dicuci dengan air bersih dan dicacah menjadi bagian-bagian kecil
dengan ukuran 10 – 20 cm.
5. TKKS dikeringkan selama lebih kurang tiga hari pada suhu 30 s.d. 40 o
6. Pemotongan TKKS menjadi ukuran kecil, yaitu berkisar 2 s.d. 5 cm, sebelum proses penghalusan menjadi serat. Pemotongan dilakukan menggunakan gunting.
C. Tujuan proses ini ialah untuk menurunkan kadar air yang terkandung, sehingga kondisi TKKS cukup kering untuk diolah menjadi serat.
7. Selanjutnya potongan TKKS tersebut dihaluskan dengan menggunakan mesin penghalus serat hingga menjadi serat yang lebih halus.
8. Serat yang telah halus disaring menggunakan ayakan untuk menyeragamkan ukuran serat.
3.2.3 Proses Pembuatan Spesimen
Spesimen yang akan dibuat dalam bentuk bola golf menyerupai ilustrasi pada gambar 3.18.
(53)
Gambar 3.18. Ilustrasi spesimen.
Spesifikasi spesimen bola golf PF yang dibuat pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.7.
Tabel 3.7. Spesifikasi bola golf polymeric foam
No. Spesifikasi Satuan Besaran
1. Diameter bola mm 42,6
2. Diameter inti bola mm 40
3. Diameter dimple mm 3,6
4. Kedalaman dimple mm 0,25
5. Jumlah dimple 314
Spesifikasi bola golf diambil dari bola golf standar yang ada di pasaran. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah membandingkan antara bola golf PF dengan bola golf standar.
Adapun proses pembentukan spesimen dilakukan dalam beberapa langkah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan semua alat dan bahan.
2. Menimbang semua bahan menurut takarannya masing-masing, yaitu silikon 78%, katalis silikon 2%, resin 9%, katalis resin 1%, serat TKKS 3%, serat nilon 2%, dan polyuretan 5% untuk komposisi satu. Sedangkan untuk komposisi dua yaitu silikon 68%, katalis silikon 2%, resin 19%, katalis resin 1%, serat TKKS 3%, serat nilon 2%, dan polyurethane 5%.
(54)
3. Melumasi permukaan bagian dalam cetakan dengan oli. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pembongkaran.
4. Meletakkan cetakan di atas permukaan yang rata.
5. Mencampurkan serat TKKS dan nilon, lalu aduk hingga merata.
6. Mencampurkan campuran serat ke resin dan diaduk dengan kecepatan 100-120 rpm selama 60 detik. Campuran diberi label campuran 1 (C1
7. Mencampurkan katalis resin ke c
).
1 sambil diaduk dengan kecepatan 100-120 rpm selama 60 detik. Campuran diberi label campuran 2 (C2
8. Mengaduk katalis silikon dan silikon dengan kecepatan aduk 100-120 rpm selama 60 detik. Campuran diberi label campuran 3 (C
).
3
9. Mengaduk campuran c
).
3 ke dalam c2 dan diaduk dengan kecepatan 100-120 rpm selama 60 detik. Campuran diberi label campuran 4 (C4
10. Mencampurkan campuran polyurethane berupa polyol dan isocyanate ke dalam campuran c
).
4 dan diaduk dengan kecepatan 100-120 rpm selama 30 detik. campuran diberi label campuran 5 (C5
11. Menuangkan campuran c
).
5
12. Menjepit cetakan yang telah terisi dengan campuran c kedalam cetakan.
5
13. Selanjutnya membiarkan campuran tersebut pada tekanan atmosfir dan suhu kamar selama 2 hari.
dengan menggunakan ragum tangan untuk memberikan tekanan terhadap cetakan.
14. Membongkar cetakan setelah dua hari.
Proses pembuatan spesimen dilakukan secara bertahap. Untuk lebih jelasnya pada gambar 3.19 kita dapat melihat bagan alir dari proses pembuatan bola golf polymeric foam.
(55)
Gambar 3.19.Skema pencampuran bahan komposit spesimen uji. 3.3 Alat Uji
Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat uji statik tekan dan alat uji impak ayunan bandul. Alat uji statik tekan yang digunakan adalah Tokyo Universal Testing Machine. Alat uji impak ayunan bandul memiliki bentuk menyerupai stik putter.
Serat
Resin
Polyol
C3
C1
Katalis MEKPpolyuretene
C2
Isocyanate
Katalis
silikon Silikon
C4
C5
Nilon
TKKS
(56)
3.3.1 Alat Uji Statik Tekan
Pengujian statik tarik dilakukan untuk memperoleh kekuatan tarik material juga untuk mendapatkan karakteristik mekanik material tersebut, pada pengujian tekan bertujuan untuk memperoleh kemampuan tekan material terhadap beban tekan. Sehingga daya tahan material terhadap pemakaian yang mengalami beban tekan berkelanjutan dapat diketahui. Alat uji tekan pada pengujian ini yang digunakan adalah Tokyo Universal Testing Machine, seperti yang terlihat pada gambar 3.20.
Keterangan gambar : 1. Load Value 2. Chuck
3. Speed control
4. Stroke Value 5. Load Range
Gambar 3.20. Tokyo Universal Testing Machine 3.3.1.1 Set-Up Alat Uji Tekan
Langkah persiapan pengujian yang dilakukan dalam uji statik tarik atau tekan ini adalah sebagai berikut:
a. Pastikan arus listrik terhubung dengan baik. 1
2
3 4 5
(57)
b. Menghidupkan mesin uji dengan memutar switch kunci on.
c. Memanaskan mesin uji selama kurang lebih 20 menit, hingga load value dan stroke value memunculkan harga pada display nol (0).
d. Mesin uji siap dioperasikan. 3.3.1.2 Prosedur Pengujian Tekan
Prosedur pengujian tekan yang dilakukan sebelum pengujian adalah sebagai berikut:
1. Meletakkan spesimen pada chuck sesuai dengan pengujian. Gambar spesimen uji yang diletakkan pada mesin uji dapat dilihat pada gambar 3.21
Gambar 3.21. Posisi spesimen uji sebelum dilakukan pengujian tekan. 2. Mengatur kecepatan tekan.
3. Menekan tombol down selanjutnya mesin akan bergerak automatis menekan spesimen.
4. Mengamati cacat atau kegagalan material yang terjadi. 5. Mencatat beban dan perubahan yang terjadi.
6. Menekan tombol stop untuk mengakhiri pengujian. 7. Mendokumentasikan dengan menggunakan kamera.
(58)
3.3.2 Alat Uji Impak
Peralatan pengujian impak yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Bandul
Bandul berfungsi untuk menghasilkan energi impak yang akan diberikan terhadap benda uji. Bandul dibuat dari bahan besi menyerupai bentuk stik putter. Ujung bandul terbuat dari bearing yang memungkinkan untuk mengurangi gesekan sehingga gaya yang dihasilkan sesuai dengan gaya yang diukur. Gambar bandul dapat dilihat pada gambar 3.22.
Gambar 3.22. Bandul
2. Busur
Busur berfungsi untuk mengukur sudut ayun pada bandul. Gambar busur dapat dilihat pada gambar 3.23.
(59)
3. Meteran
Meteran berfungsi untuk mengukur panjang dari jarak impak, dan jarak gelindingan dari bola golf setelah kena impak. Gambar meteran dapat dilihat pada gambar 3.24.
Gambar 3.24. Meteran 4. Stopwatch
Stopwatch berfungsi untuk mengukur waktu menggelinding bola saat pengujian. Stopwatch yang digunakan pada penelitian ini merupakan stopwatch digital, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pembacaan nilai waktu yang terjadi saat pengujian impak berlangsung. Gambar stopwatch dapat dilihat pada gambar 3.25.
Gambar 3.25. Stopwatch 3.3.2.1 Prosedur Pengujian Impak
Prosedur pengujian impak adalah sebagai berikut: 1. Bandul diletakkan pada permukaan datar diatas green.
(60)
h1 h2
2. Panjang bandul diukur, lalu letakkan bola hingga bersentuhan pada ujung bandul.
3. Bandul ditarik hingga menciptakan sudut, dan besar sudut diukur. 4. Catat jarak antara bola dan bandul, serta jarak antara bandul dan tanah. 5. Set stopwatch pada posisi nol.
6. Lepaskan bandul, hidupkan stopwatch dan hentikan stopwatch saat bola berhenti menggelinding, lalu catat jarak lintasan bola dengan menggunakan meteran.
Gambar 3.26. set up pengujian ayunan bandul.
Prinsip pengujian impak ayunan bandul ini dapat dilihat pada gambar 3.27. Data yang didapat pada pengujian impak dicatat pada tabel 3.8.
L₀ L
X₀
Gambar 3.27. Prinsip uji bandul
(61)
Jarak (mm) Tabel 3.8. Datasheet pengujian impak uji bandul
Δh=h2–
h1
ΔEp (joule)
Bola golf Lo Xo h1 h2
Bola golf asli
Polymericfoam
komposisi 1
Polymericfoam komposisi 2
Keterangan : Lo = panjang batang dari puncak sampai titik impak
Xo = jarak horizontal titik impak dengan titik awal pelepasan bola
θ = sudut ayun bandul h1 = jarak titik impak ke base h2 = jarak bola dilepaskan ke base Ep = energi potensial
(62)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan respon mekanik bola golf polymeric foam. Pengujian yang dilakukan adalah uji tekan statik dan uji impak. Pengujian statik dilakukan dengan menggunakan Tokyo Universal Testing Machine.
4.2 Pengujian Tekan Statik
Pengujian statik tekan dilakukan dengan mengunakan mesin uji Tokyo Universal Testing Machine, dengan beban yang diberikan adalah 1000 Kgf. Hasil untuk pengujian tekan diperoleh dengan perhitungan gaya tekan dari hasil perbandingan antara gaya tekan yang diberikan(N) dengan perubahan panjang(m). Tegangan diperoleh dari perbandingan antara gaya tekan(N) dengan luas penampang(A). Luas penampang daerah yang terkena gaya adalah (A) =0,00038
m2.
(63)
Terlihat bahwa hasil uji tekan dengan menggunakan polymeric foam menandakan kemampuan elastik material semakin bertambah dengan adanya celah foam yang membantu material dalam menahan beban sehingga setelah beban ditiadakan maka foam tersebut akan kembali ke bentuk asalnya, sehingga yield strength material (syt) meningkat sebelum material tersebut gagal atau rusak, seperti terlihat pada gambar 4.1. Hasil grafik yang diperoleh dari pengujian dua komposisi yang berbeda dapat dilihat pada gambar 4.2 dan 4.3.
Hasil yang diperoleh dari pengujian tekan statik untuk komposisi satu digambarkan pada grafik seperti yang terlihat pada gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik gaya tekan komposisi satu.
Grafik pengujian menunjukan bola golf PF pada komposisi satu mampu menahan beban hingga 9,2 KN. Grafik menunjukan sesaat sebelum bola golf PF rusak, bola akan mengalami pertambahan panjang. Hal ini menunjukan bahwa sifat elastis PF meningkat sesaat sebelum material PF rusak.
Hasil pengujian tekan statik komposisi dua digambarkan pada grafik yang terdapat pada gambar 4.3.
9237,996 8185,415 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
0 20 40 60
F
(
N)
∆l (mm)
Grafik F vs
∆l komposisi 1
spesimen 80% silikon no 1 spesimen 80% silikon no 2
(64)
Gambar 4.3 Grafik gaya tekan komposisi dua.
Grafik pengujian menunjukan bola golf PF pada komposisi dua hanya mampu menahan beban hingga 6,5 KN. Grafik menunjukan bahwa pada percobaan pengujian pertama terlihat material PF tidak terlalu elastis dibandingkan material komposisi satu. Pada komposisi satu, material lebih elastis dan mampu menahan beban yang lebih besar daripada beban yang mampu ditahan oleh komposisi dua. Kadar resin yang lebih banyak membuat sifat komposisi dua menjadi lebih kaku. Sifat material komposisi dua cenderung lebih lemah dibanding komposisi satu.
Dari hasil kedua komposisi, terlihat terjadi perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan nilai beban maksimum antar komposisi mencapai 2,5-3 KN. Sementara untuk tegangan diperoleh hasil dengan menggunakan pers. (2.1). Data diolah menggunakan bantuan MS Excel untuk mempermudah peneliti dalam mengolah data pengujian. Hasil yang diperoleh untuk masing-masing komposisi diperlihatkan pada gambar 4.4 dan 4.5.
6599,85 5259,6
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0 20 40
F
(
N)
∆l (mm)
Grafik F vs
∆l komposisi 2
spesimen 70% silikon no 1 spesimen 70% silikon no 2
(65)
Gambar 4.4. Grafik tegangan komposisi satu.
Grafik tegangan ini diperoleh dari perbandingan antara tegangan yang terjadi pada spesimen uji dengan regangan yang ditimbulkan. Tegangan maksimum yang didapat pada pengujian bernilai 24 Mpa dan nilai regangan maksimum 0,89 m/m.
Dengan menggunakan pers. (2.1) dari data tekan untuk material komposisi dua, didapat hasil berupa grafik tegangan yang dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5. Grafik tegangan komposisi dua.
Berikut tabulasi hasil perhitungan, untuk beban tekan hasil diperoleh dalam kondisi minus (-) dengan pengertian mengalami beban tekan namun hasil
24310515, 79 21540565, 79 0,00E+00 5,00E+06 1,00E+07 1,50E+07 2,00E+07 2,50E+07 3,00E+07
0 0,5 1
σ
ɛ
Grafik
σ
vs
ɛ komposisi 1
spesimen 80% silikon no 1 spesimen 80% silikon no 2
17368026,3 2 13841052,6 3 0,00E+00 5,00E+06 1,00E+07 1,50E+07 2,00E+07
0 0,5 1
σ
ɛ
Grafik
σ
vs
ɛ komposisi 2
spesimen 70% silikon no 1 spesimen 70% silikon no 2
(66)
akhir dipositifkan (+) kembali. Untuk memperoleh hasil untuk regangan dengan menggunakan pers. (2.3). dan modulus elastisitas dengan menggunakan pers. (2.8) tabulasi hasil diperlihatkan seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil perhitungan pada pengujian tekan
No Komposisi
Gaya Tekan (KN)
Tegangan (MPa)
Regangan Modulus
Elastisitas (MPa)
1 80 % silikon 9,23 24,31 0,89 27,31460674
8,18 21,54 0,78 27,61538462
2 70% silikon 6,59 17,36 0,74 23,45945946
5,25 13,84 0,61 22,68852459
4.3 Pengujian Impak
Pengujian bola golf terbagi dua, yaitu pengujian menggunakan ayunan bandul dan pengujian pemukulan langsung oleh pegolf pro.
4.3.1 Pengujian Menggunakan Ayunan Bandul
Pengujian impak dilakukan menggunakan prinsip ayunan bandul. Pengujian dilakukan menggunakan dua komposisi PF dan satu bola pabrikan. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan respon material PF dengan material bola pabrikan. Pengujian dilakukan menggunakan variasi sudut ayun sebanyak empat buah, yaitu: 10°, 20°, 30°, dan 40°. Pengujian dilakukan pada tiga daerah, yaitu: daerah menanjak, daerah menurun, dan daerah mendatar. Berikut adalah data hasil pengujian dari tiap daerah:
1. Untuk daerah menanjak
(67)
Tabel 4.2. Data hasil jarak gelindingan bola terhadap sudut impak Bola
golf Lo Xo
θ
h1 h2
Δh=h2– h1 ΔEp (joule) Jarak (mm) Waktu (detik) Bola golf pabrikan
75 19,5 10 22 55 32 0,25 37 0,75
75 21,1 20 22 57 35 0,27 143 1,59
75 23,5 30 22 67 45 0,35 203 2,27
75 27,6 40 22 72 50 0,39 373 2,36
Bola golf 80% silikon
75 19,5 10 22 55 32 0,25 33 0,78
75 21,1 20 22 57 35 0,27 85 0,63
75 23,5 30 22 67 45 0,35 196 1,62
75 27,6 40 22 72 50 0,39 298 1,99
Bola golf 70% silikon
75 19,5 10 22 55 32 0,25 30 0,88
75 21,1 20 22 57 35 0,27 73 1,23
75 23,5 30 22 67 45 0,35 167 1,56
75 27,6 40 22 72 50 0,39 266 2,46
Dari data yang tersedia untuk permukaan daerah menanjak dapat dilihat bahwa dengan energi yang sama, hasil yang terjadi pada tiap bola berbeda. Bola golf pabrikan memiliki jarak tempuh paling jauh, sedangkan bola golf PF 80% dan bola golf PF 70% belum dapat menyamai jarak bola golf pabrikan. Perbedaan jarak tempuh yang terjadi bernilai 70-80 cm pada energi potensial sebesar 0,39 joule. Perbandingan antara bola golf pabrikan dengan bola golf PF dapat dilihat pada grafik yang terdapat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. Grafik jarak vs energi untuk daerah menanjak. 373 298 266 0 100 200 300 400
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
jar
ak
(c
m
)
Ep ( joule)
Grafik jarak vs energi pada daerah menanjak
pabrikan pf 80% pf 70%
(68)
Pada grafik dalam gambar 4.6 terlihat bahwa bola golf pabrikan memiliki jarak tempuh terjauh untuk daerah menanjak. Bola golf PF yang diberikan energi yang sama dengan bola golf pabrikan tidak mampu mencapai jarak yang sama dengan bola golf pabrikan. Permukaan bola golf PF yang tidak selicin bola golf pabrikan mengakibatkan gesekan yang lebih besar, sehingga jarak gelindingan bola golf PF akan semakin pendek dibandingkan bola golf pabrikan.
Untuk mengetahui lintasan bola yang terjadi pada masing-masing jenis bola, digunakan suatu metode yang menyerupai keadaan yang sebenarnya. Lapangan yang digunakan adalah lapangan green. Bola golf dipukul menggunakan alat bantu yang menyerupai stik putter. Bola golf akan dipukul oleh alat bantu menuju kearah lubang dengan jarak tertentu. Jarak gelindingan bola dicatat dan juga jarak selisih antara bola dengan hole apabila bola tidak masuk ke hole. Data percobaan pemukulan bola menuju lubang untuk daerah menanjak dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Data hasil untuk memasukkan bola ke hole dengan variasi sudut didaerah menanjak
Jarak spesiment Ө L R
1 meter Bola pabrikan 10 44 56
S1 10 37 63
S2 10 33 67
Bola pabrikan 20 In(0) In(0)
S1 20 85 16
S2 20 79 21
2 meter Bola pabrikan 20 134 71
S1 20 104 106
(69)
Tabel 4.3. Data hasil untuk memasukkan bola ke hole dengan variasi sudut didaerah menanjak (lanjutan)
Jarak spesiment Ө L R
Bola pabrikan 30 In(0) In(0)
S1 30 151 53
S2 30 137 66
3 meter Bola pabrikan 30 249 52
S1 30 200 101
S2 30 193 110
Bola pabrikan 40 In(0) In(0)
S1 40 In(0) In(0)
S2 40 250 52
2. Untuk daerah menurun
Pada percobaan daerah menurun, pukulan dilakukan sebanyak 4 kali pada setiap sudut yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk membandingkan jarak tempu pada tiap bola. Data pukulan pada daerah menurun dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Data hasil jarak gelindingan bola terhadap sudut impak Bola golf
Lo Xo θ
h1 h2
Δh=h2– h1 ΔEp (joule) Jarak (mm) Waktu (detik) Bola golf pabrikan
75 19,5 10 22 55 32 0,25 79 1,09
75 21,1 20 22 57 35 0,27 151 1,15
75 23,5 30 22 67 45 0,35 291 2,27
75 27,6 40 22 72 50 0,39 409 2,61
Bola golf 80%
silikon
75 19,5 10 22 55 32 0,25 53 1,01
75 21,1 20 22 57 35 0,27 122 1,15
75 23,5 30 22 67 45 0,35 214 2,22
75 27,6 40 22 72 50 0,39 322 2,44
Bola golf 70%
silikon
75 19,5 10 22 55 32 0,25 44 0,65
75 21,1 20 22 57 35 0,27 155 1,87
75 23,5 30 22 67 45 0,35 216 2,01
(1)
Selain kecepatan bola saat dipukul, kelentingan bola juga diukur sebagai bahan perbandingan antara bola golf pabrikan dengan bola golf PF. Data dari hasil percobaan kelentingan dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. Data kelentingan bola
Bola Golf
Ketinggian awal (h)
Ketinggian
kedua (h') e = √(h'/h)
Jumlah Pantulan Bola Golf
Pabrikan 120 91 0.87 20
100 80 0.89 17
80 62 0.88 16
60 49 0.9 14
40 33 0.9 13
Rata-rata 0.888
Bola Golf PF
Komposisi 1 120 89 0.86 14
100 73 0.85 12
80 56 0.83 11
60 47 0.88 9
40 30 0.86 7
Rata-rata 0.856
Bola Golf
Komposisi 2 120 86 0.84 12
100 70 0.83 11
80 55 0.82 9
60 44 0.85 8
40 30 0.86 7
Rata-rata 0.84
Dari data diatas terlihat bahwa kelentingan bola golf pabrikan dan bola golf PF memiliki nilai yang hampir sama. Jumlah pantulan bola golf pabrikan lebih banyak dari bola golf PF , hal ini disebabkan karena permukaan bola golf pabrikan lebih keras, sedangkan bola golf PF lebih lunak sehingga energi pantulan lebih banyak teredam dibandingkan bola golf pabrikan.
Grafik kelentingan bola dapat dilihat pada gambar 4.13. Grafik menunjukan kelentingan bola golf PF hampir menyerupai bola golf pabrikan.
(2)
Bola golf PF komposisi satu dan komposisi dua memiliki kelentingan yang bagus karena hampir menyerupai bola golf pabrikan.
Gambar 4.13. Grafik ketinggian pantulan bola.
Pantulan bola golf modifikasi hampir mendekati bola golf pabrikan. Hanya terdapat selisih jarak 3-4 cm pada setiap pantulan. Namun bola golf modifikasi belum mampu menyamai kemampuan bola golf pabrikan dalam hal kekuatan daya pantul nya. 91 89 86 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 50 100 150
ke ting gi an pa nt ul an ak hi r ( cm )
ketinggian pantulan awal (cm)
Grafik ketinggian pantulan bola
bola pabrikan bola PF komposisi 1 Bola PF komposisi 2
(3)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah dilakukan dan dilaporkan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Dari hasil pengujian statik tekan, kekuatan gaya tekan maksimum yang mampu diterima oleh bola golf PF 80% silikon adalah sebesar 9,23 KN, tegangan maksimum sebesar 24,31 MPa, regangan maksimum 0,89 m/m dan Modulus elastisitas sebesar 27,31 MPa. Sedangkan untuk bola golf PF 70% silikon, gaya tekan maksimum sebesar 6,59 KN, tegangan maksimum sebesar 17,36 MPa, regangan maksimum 0,74 m/m dan modulus elastisitas sebesar 23,45 MPa.
2. Dari hasil pengujian impak ayunan bandul, dengan menggunakan energi potensial yang sama, bola golf PF memiliki lintasan yang lebih pendek dari bola golf pabrikan. Perbedaan jarak antara bola golf pabrikan dan bola golf polymeric foam sebesar 60 cm pada daerah menanjak, 87 cm pada daerah menurun, dan 75 cm pada daerah mendatar. Kulit bola yang lebih lunak membuat gaya yang diberikan terhadap bola menjadi teredam, sehingga bola golf PF tidak mampu meluncur secara maksimal. Permukaan kulit bola PF yang tidak licin juga mempengaruhi jarak lintasan bola golf PF, sebab permukaan yang kasar membuat pergerakan bola golf PF terhambat.
(4)
5.2 Saran
1. Untuk pengembangan selanjutnya, peneliti menyarankan agar komposisi yang dipakai dalam pembuatan Bola golf polymeric foam diperkuat serat TKKS ditambah dengan material lain yang dapat menambah kekuatan dan kekerasan Bola golf polymeric foam.
2. Penelitian mengenai penggunaan komposit serat TKKS ini diharapkan dapat menjadi acuan dan alternatif baru dalam suatu pembuatan produk komposit yang akan datang bagi penelitian berikutnya.
3. Penelitian lebih lanjut terhadap material komposit sebaiknya lebih dikembangkan lagi, karena penggunaan material komposit menjadi suatu kebutuhan di masa mendatang.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Callister Jr, W.D. Material Science and Engineering: An Introduction. New York: John Wiley&Sons: 2004.
Enviro Carb
Gere, M.J., & Timoshenko, P.S., Mekanika Bahan, Terjemahan oleh Hans J. Wospakri. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1987.
Google. www.google.com
Gupta, Rakesh K. dan Anil Kumar. Fundamentals of Polymers. McGraw-Hill Companies, Inc. International Edition. 1998.
Hashim, J. Pemprosesan Bahan, Edisi Pertama, Johor Bahru: Cetak Ratu Sdn. Bhd :2003.
Hosford, William.F Mechanical Behaviour of Materials. University of Michigan, New York: Cambridge University Press. 2005.
Johnson, W. Impact Strength of Material. London: Edward Arnold Press. 1972.
Jones, R.M. Mechanics of Composites Material. Washington D.C. USA. Scripta Book Company: 1975.
Justus Kimia Raya, PT. Technical Data Sheet. Jakarta: 2007.
Klemper, D. Polymeric Foams And Foam Technology. Hanser Verlaag : 2004.
Nuryanto, E. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber
Bahan Kimia. Warta PPKS : 137-144. 2004.
Schwartz, M.M. Composite Material Handbook. Mc. Graw Hill: Book Company: 1984.
Siregar, B.M., Modifikasi Metoda Pengujian Kekuatan helmet Industri
akibat Beban Impak Kecepatan Tinggi, Tesis, Magister Teknik
Mesin FT-USU, 2005.
Van Vlack, Lawrence H., Djaprie, Sriati, dan Array. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta.
(6)
Wikipedia
Yani, A. Perfomansi Respon Mekanik Bola Golf Polymeric Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Beban Impak. Skripsi. Departemen Teknik Mesin : 2011.
Zulfikar, Pembuatan dan Penyelidikan Perilaku Mekanik Material Polymeric Foam diperkuat Serat TKKS akibat Beban Statik dan Impak. Tesis. Magister Teknik Mesin FT-USU: 2010.