© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id
maupun peristilahan. Dengan adanya kebanggaan dalam diri penutur bahasa, keberlangsungan sebuah bahasa akan tetap terjaga.
Yang ketiga, kesadaran adanya norma bahasa awareness of the norm yang mewujudkan pribadi cerdas berbahasa. Cerdas berarti cermat dan santun
dalam berbahasa. Yang terakhir, yaitu kegiatan menggunakan bahasa language use atau desire to participate yang merupakan wujud nyata dari perilaku
berbahasa. Semua ciri yang dikemukakan Garvin dan Mathiot tersebut merupakan ciri-ciri sikap positif terhadap bahasa.
2.2.2 Pemilihan Bahasa
Dalam kegiatan berbahasa seseorang tentunya akan berhadapan dengan kenyataan bahwa terdapat beragam jenis bahasa yang dapat digunakan. Bahasa
menjadi media komunikasi antarpenutur untuk saling memberi dan memahami informasi. Pada kondisi tertentu, seorang individu akan menjadi bagian dari
sebuah komunitas atau kelompok masyarakat tutur. Di dalam kelompok ini keadaan bilingualisme tidak dapat dihindari. Ada kalanya seseorang berbicara dua
bahasa atau lebih dan harus memilih salah satu yang harus digunakan. Dalam hal ini, seseorang dapat menentukan sikapnya terhadap bahasa yang akan digunakan
saat berinteraksi dengan mitra tutur. Pembahasan mengenai sikap bahasa tidak terlepas dari pemilihan bahasa.
Pemilihan bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial. Holmes 2001:21 mengungkapkan beberapa faktor sosial yang memengaruhi pilihan bahasa
seseorang, antara lain topik pembicaraan, lawan bicara, dan konteks sosial dari
© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id
pembicaraan. Di samping itu, Holmes 2001:25 —26 juga mengatakan bahwa
terdapat faktor lain yang mungkin turut berpengaruh dalam pemilihan bahasa seseorang. Faktor lain ini sebenarnya merupakan bagian dari faktor lawan bicara,
yaitu jarak sosial, hubungan sosial, dan tingkat keformalan, serta fungsi atau tujuan pembicaraan.
Chaer 2010:154 mengemukakan pendapat Fasold yang menyebutkan bahwa penelitian terhadap pemilihan bahasa dapat dilakukan dengan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan psikologi sosial, pendekatan sosiologi, dan pendekatan antropologi. Ketiga pendekatan ini memiliki ciri khusus dalam
mengkaji pemilihan bahasa seseorang. Ada landasan keilmuan yang berbeda dalam mendekatinya, yaitu ilmu psikologi, sosiologi, dan antropologi.
Pendekatan psikologi sosial memandang bahwa dalam memilih sebuah bahasa, seseorang tentunya dipengaruhi oleh faktor psikologis dalam diri penutur.
Proses psikologi manusia seperti motivasi dalam pemilihan suatu bahasa atau ragam dari suatu bahasa menjadi salah satu acuannya. Dengan demikian, latar
belakang kejiwaan, termasuk motivasi para penuturnya berpengaruh dalam pemilihan bahasa kelompok masyarakat Indonesia yang multilingual.
Pendekatan sosiologi mengarah pada konteks institusional tertentu, yang oleh Fishman disebut domain. Domain merupakan konstelasi dari beberapa faktor,
seperti topik, lokasi, dan partisipan. Partisipan dapat berupa keluarga, tetangga, teman, transaksi, pemerintahan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Oleh
karena itu, ada kecenderungan satu variasi bahasa lebih tepat untuk digunakan dari pada variasi lain.
© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id
Pendekatan antropologi mengkaji proses antropologi suatu kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama. Dengan adanya kesamaan
budaya, diyakini akan terlihat jelas hal-hal yang memengaruhi individu dalam suatu kelompok masyarakat untuk memilih suatu bahasa tertentu. Misalnya
seorang individu dari kelompok masyarakat Betawi tentu akan memilih Bahasa Betawi saat berinteraksi dengan sesama penutur yang memiliki persamaan latar
belakang budaya.
2.2.3 Pemertahanan Bahasa