Pemertahanan Bahasa Kerangka Teori

© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id Pendekatan antropologi mengkaji proses antropologi suatu kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama. Dengan adanya kesamaan budaya, diyakini akan terlihat jelas hal-hal yang memengaruhi individu dalam suatu kelompok masyarakat untuk memilih suatu bahasa tertentu. Misalnya seorang individu dari kelompok masyarakat Betawi tentu akan memilih Bahasa Betawi saat berinteraksi dengan sesama penutur yang memiliki persamaan latar belakang budaya.

2.2.3 Pemertahanan Bahasa

Selanjutnya, satu hal yang berkaitan dengan sikap bahasa dan pemilihan bahasa adalah pemertahanan bahasa. Pengkajian terhadap pemertahanan bahasa lazimnya mengacu pada kebiasaan berbahasa suatu masyarakat tutur dengan proses psikologis, sosial, dan budaya. Hubungan antara perubahan dan kemantapan yang terjadi pada masyarakat tutur menjadi perhatian dalam kajian pemertahanan bahasa. Pemertahanan bahasa dapat terjadi pada suatu masyarakat bahasa yang masih terus menggunakan bahasanya pada beberapa ranah penggunaan bahasa yang biasanya secara tradisi dikuasai oleh penutur bahasa tersebut. Rokhman 2013:52 mengungkapkan bahwa prestise suatu bahasa dalam pandangan masyarakat pendukungnya menjadi bidang kajian pemertahanan bahasa. Konsep lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman seperti diungkapkan oleh Sumarsono 1993:1, pemertahanan bahasa bertalian dengan dua hal, yaitu perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa di satu pihak dengan © Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain dalam masyarakat multibahasa. Sumarsono 2004:200 mengungkapkan bahwa pemertahanan bahasa adalah sikap seseorang yang mampu mempergunakan bahasa daerahnya pada fungsi dan ranah tertentu. Pemertahanan bahasa terjadi pada masyarakat multilingual. Dalam hal ini, komunitas masyarakat dituntut untuk mampu memelihara dan mempertahankan bahasa daerahnya walaupun mereka hanya masyarakat penutur minoritas. Akan tetapi, pada kenyataannya hal itu sulit dilakukan apabila seseorang tidak memiliki lawan tutur untuk berkomunikasi. Pemertahanan bahasa menjadi salah satu ciri khas bagi kelompok masyarakat bahasa, terlebih lagi kelompok masyarakat yang multibahasa. Begitu pula dalam masyarakat yang diglosik, yaitu masyarakat yang mempertahankan penggunaan beberapa bahasa untuk fungsi yang berbeda pada ranah yang berbeda pula. Keberhasilan suatu pemertahanan bahasa ditentukan oleh dinamika masyarakat pemakai bahasa tersebut dalam kaitannya terhadap perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik masyarakat tersebut. Selain itu, kerentanan masyarakat terhadap proses urbanisasi, industrialisasi, politik bahasa nasional, dan tingkat mobilitas anggota masyarakat bahasa itu juga memengaruhi keberhasilan pemertahanan bahasa. Sejalan dengan hal itu, Sumarsono 2004:3 merangkum pendapat Trudgil dan Holmes yang menyatakan bahwa pemertahanan bahasa tidak terlepas kaitannya dengan budaya. Budaya memiliki nilai-nilai luhur dari para nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dijaga keberadaannya. Budaya juga © Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id menunjuk kepada identitas suatu komunitas. Melalui budaya, masyarakat yang lain akan mengetahui identitas masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan setiap masyarakat memiliki keanekaragaman budaya dan merupakan ciri khas masyarakat itu sendiri. Pembahasan mengenai pemertahanan bahasa sebenarnya masih terkait dengan fenomena bahasa yang lain, yaitu pergeseran bahasa. Banyak faktor yang memengaruhi pemertahanan dan pergeseran bahasa. Menurut Rokhman 2013:53 situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan dapat menjadi faktor yang melatarbelakangi masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa di Indonesia. Selain itu, Rokhman 2003 yang pernah melakukan penelitian terkait pada masyarakat tutur Jawa dialek Banyumas, mengungkapkan bahwa terdapat tiga faktor yang memengaruhi pergeseran dan pemertahanan bahasa, yaitu faktor sosial, kultural, dan situasional. Sejalan dengan itu, Sumarsono 1993:3 mengungkapkan bahwa faktor utama yang menyebabkan bergeser atau punahnya sebuah bahasa adalah urbanisasi dan industrialisasi. Kedua hal ini dapat berkaitan dengan efisiensi bahasa, keterpakaian praktis sebuah bahasa, kemajuan ekonomi, mobilitas sosial, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal itu, Holmes 2001:60 —64 mengatakan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan penggunaan bahasa adalah sikap positif, kebiasaan menggunakan bahasa daerah, mengikuti ibadah yang bahasa pengantarnya bahasa ibu bahasa daerah, dan kebiasaan mengunjungi famili. Selanjutnya, Jendra 2000:159 —160 mengatakan bahwa upaya untuk mempertahankan penggunaan bahasa daerah dapat dilakukan oleh pemerintah, © Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id agen nonpmerintah yang tidak berhubungan dengan pemerintah seperti penyiar radio, penerbit-penerbit yang berpengaruh dan lain sebagainya, dan yang terakhir dapat dilakukan oleh masing-masing individu.

2.2.4 Batasan Remaja