Wahyu Putri Riza Astuti

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

LAPORAN TUGAS AKHIR

PROSES PRODUKSI

SALAK KURMA (SALAKUR) SEBAGAI UPAYA

DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN PANGAN

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Sebutan Ahli Madya (A.Md) Bidang Teknologi Hasil Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

Wahyu Putri Riza Astuti H3108062

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktek produksi “Proses Produksi Salak Kurma (SALAKUR)” disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (A.Md) program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Oleh:

Wahyu Putri Riza Astuti

Telah dipertahankan dihadapan penguji dan disahkan di Surakarta, pada Tanggal :

Tempat : Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Mengetahui

Dosen Pembimbing I

Esti Widowati, S.Si., M.P NIP. 198305052009122006

Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS NIP.194707291976122001

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr.Ir.Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Proses Produksi Salak Kurma (SALAKUR) Sebagai Upaya Diversifikasi Produk Olahan Pangan

WAHYU PUTRI RIZA ASTUTI1 H3108062

Esti Widowati, S.Si.,M.P2 dan Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS3

ABSTRAK

Di Indonesia buah salak digolongkan menjadi dua yaitu buah salak unggulan dan buah salak lokal. Buah salak unggulan memiliki rasa yang manis. Sedangkan buah salak lokal rasanya cenderung sepat. Oleh karena itu dalam proses produksi ini dilakukan pembuatan manisan kering berbahan baku buah salak lokal (SALAKUR) yang diharapkan dapat meningkatkan nilai jual serta memperpanjang umur simpannya. Dalam pelaksanaan praktek produksi dilakukan uji organoleptik, analisis karakteristik kimia serta analisis kelayakan usaha. Untuk uji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dengan metode rangking terhadap warna, rasa, tekstur dan keseluruhan. Hasil dari uji rangking menyatakan bahwa produk SALAKUR yang disukai adalah dengan penambahan 200 gram gula pasir dengan rata-rata nilai 3,225 yang berarti suka dalam skala hedonik yang digunakan. Selanjutnya analisis karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat kasar dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis kadar air 16,0037%, kadar abu 1,94255%, kadar gula reduksi 0,0347 mg/ml, serat kasar 2,8233% dan aktivitas antioksidan 85,05%. Dari hasil pengujian diketahui produk ini memiliki nilai gizi yang baik serta lebih awet karena kadar airnya cukup rendah. Selanjutnya analisis kelayakan usaha, meliputi kapasitas produksi, harga jual, laba, Break event Point (BEP), serta Benefit Cost Ratio (B/C). Hasilnya adalah kapasitas produksi 300 toples/bulan dan harga jual Rp. 7.500,-/toples maka diperoleh laba Rp. 6.136.283,39,-/bulan, BEP 103 toples dan didapatkan nilai B/C 1,4 yang artinya usaha SALAKUR layak untuk dikembangkan karena nilai B/C lebih dari 1.

Kata Kunci : Manisan, Manisan Kering Salak, Proses Produksi, Salak Lokal. Keterangan

1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Nama : Wahyu Putri Riza Astuti. NIM : H3108062

2. Dosen Pembimbing 1 3. Dosen Pembimbing 2


(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir Praktek Produksi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya.

Dengan selesainya penyusunan Laporan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmato, MS, Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Ir. Choirul Anam, MP, Ketua Program Studi Diploma III THP Fakultas Pertanian UNS.

3. Esti Widowati, S. Si., M.P selaku Pembimbing I Praktek Produksi. 4. Prof. Dr. Ir Sri Handayani, MS selaku Pembimbing II Praktek Produksi. 5. R. Baskara Katri A, STP., M.P selaku Pembimbing Akademik penyusun. 6. Dosen dan karyawan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual serta nasehat-nasehatnya.

8. Kakak dan Adik yang selalu memberikan semangatnya. 9. Rekan-rekan mahasiswa D III THP angkatan 2008.

10.Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan Tugas Akhir Praktek Produksi selanjutnya. Semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Ya Allah ………

Perbaikilah agamaku yang merupakan penjaga masalahku

Perbaikilah duniaku yang merupakan penghidupanku

Perbaikilah akhiratku yang merupakan tempatku kembali

Dan jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi semua kebaikan

Dan jadikanlah kematian sebagai istirahat bagiku dari segala

keburukan

(Hadist Riwayat Muslim)

Kupersembahkan dengan setulus hati karya terbaikku teruntuk Bapak , Ibu, Kakaku (Lysma, Rini, Tantra, Yusep)

dan Adik Agam, adik cindy, adik Mufid, sebagai bukti telah terseleseaikannya amanah yang engkau percayakan kepadaku dengan segenap kemampuanku


(6)

commit to user

vi

MOTTO

Pergunakanlah yang 5 sebelum datang yang 5;

“Mudamu sebelum Tuamu”

“Sehatmu sebelum Sakitmu”

“Kayamu sebelum Miskinmu”

“Kesempatanmu sebelum Sibukmu” dan

“Hidupmu sebelum Matimu”


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktek Produksi ... 2

1.3 Manfaat Praktek Produksi ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manisan ... 4

2.1.1. Deskripsi Manisan ... 4

2.1.2. Jenis-Jenis Manisan ... 7

2.1.3. Persyaratan Mutu Manisan ... 8

2.2. Bahan Baku ... 8

2.2.1. Salak ... 8

2.2.1.1 Tanaman Salak ... 8

2.2.1.2 Deskripsi Salak ... 12

2.2.1.3 Jenis- Jenis Salak ... 12

2.2.1.4 Biologi Tanaman Salak ... 15

2.2.1.5 Sifat Kimiawi Buah Salak ... 17

2.2.1.6 Sifat Fisik Buah Salak ... 17

2.2.1.7 Manfaat Tanaman Salak ... 18

2.3. Bahan Tambahan ... 19


(8)

commit to user

viii

2.3.2 Air... 19

2.4. Pengemas ... 20

2.5. Uji Rangking ... 21

2.6. Analisis Kelayakan Usaha ... 22

2.6.1 Biaya Produksi ... 22

2.6.2 Harga Pokok Penjualan ... 23

2.6.3 Kriteria Kelayakan Usaha ... 23

BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 26

3.2 Metode Pelaksanaan ... 26

3.2.1 Pengamatan ... 26

3.2.2 Studi Pustaka ... 26

3.2.3 Percobaan ... 26

3.2.4 Praktek Produksi ... 26

3.2.5 Pengujian Produk ... 26

3.2.6 Analisis Kelayakan Ekonomi ... 27

3.3 Pembuatan SALAKUR ... 27

3.4 Uji Organoleptik ... 29

3.5 Analisis Karakteristik Kimia ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Organoleptik ... 31

4.2 Analisis Karakteristik Kimia ... 32

4.3 Analisis Kelayakan Usaha ... 35

4.4 Uraian Analisis Kelayakan Usaha SALAKUR ... 40

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN

1. Hasil Analisis Kimiawi SALAKUR 2. Borang Uji Organoleptik


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Manisan Kering ... 8

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Buah Salak Di Indonesia Tahun 2010 ... 10

Tabel 2.3 Perubahan Harga Salak Pondoh di Tingkat Petani dan Konsumen di di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 11

Tabel 2.4 Perubahan Harga Salak Lokal di tingkat Petani dan Konsumen di di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 11

Tabel 2.5 Kandungan Gizi Buah Salak Per 100 gram Buah ... 17

Tabel 2.6 Sifat Fisik Salak Pondoh ... 18

Tabel 2.7 Standar Umum Mutu Air Untuk Industri Pangan ... 20

Tabel 3.1 Perbandingan Formulasi SALAKUR ... 28

Tabel 4.1 Formulasi SALAKUR dengan Kode 661 ... 32

Tabel 4.2 Karakteristik Kimia SALAKUR ... 32

Tabel 4.3 Biaya Usaha ... 35

Tabel 4.4 Biaya Penyusutan / Depresiasi ... 35

Tabel 4.5 Amortisasi ... 36

Tabel 4.6 Biaya Bahan Baku dan Pembantu ... 36

Tabel 4.7 Biaya Kemasan ... 36


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Pohon Salak ... 15 Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan SALAKUR ... 28


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subsektor hortikultura buah-buahan merupakan salah satu bidang yang mampu memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia dan dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang nyata, sehingga pemerintah memberikan prioritas terhadap pengembangan subsektor tersebut. Pengembangan kawasan pusat produksi buah-buahan unggulan telah dilakukan melalui swadaya masyarakat yang juga difasilitasi pemerintah melalui alokasi dana APBN antara lain pada tahun 2002 seluas 5.175 hektar dan proyek Integrated Holticulture Development in Upload Areas (IHDUA) seluas 21.600 hektar pada tahun 2003 (Balai Informasi Pertanian, 2009) dan data pada tahun 2009 pengembangan kawasan pusat produksi buah-buahan unggulan seluas 7.230 hektar serta proyek Integrated Holticulture Development in Upload Areas (IHDUA) seluas 28.460 hektar pada tahun 2009. Lokasi pengembangan kawasan sentra produksi buah-buahan meliputi daerah-daerah di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi dengan jenis komoditi buah yang dikembangakan antara lain Jeruk, Mangga, Rambutan, Durian, Manggis, Pisang, dan Salak. Untuk Komoditas Salak Khususnya di daerah Jawa Tengah daerah pengembangannya meliputi Banjarnegara, Magelang, Yogyakarta (Sleman), dan Wonosobo, Banyumas, serta Kuningan (Redaksi Agromedia, 2007).

Salak merupakan salah satu komoditas yang menguntungkan untuk dikembangkan. Buah salak dapat ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lainnya, pemanenan buah salak dapat dilakukan sepanjang tahun, serta umur produktifnya relatif panjang. Untuk pemasaran buahnya relatif mudah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, dapat dikonsumsi sebagai buah segar maupun buah awetan seperti asinan salak pondoh, dodol salak, selai salak, sirup salak serta nata dari buah salak (Balai Informasi Pertanian, 2008).


(12)

commit to user

Produksi buah salak di Indonesia cukup melimpah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia jumlah produksi salak pada tahun 2010 mencapai 752.736 ton/tahunya, sedangkan harga dari komoditas salak ini sendiri relatif murah, untuk salak pondoh pada tahun 2010 ini harganya berkisar Rp 8.500,-/kg sedangkan salak lokal Rp 3.375,-/kg di tingkat konsumen. Dengan demikian peluang untuk mengembangkan wirausaha produk makanan lokal berbasis salak sangat terbuka lebar terutama untuk mengembangkan produk makanan berbasis salak lokal, yang harganya tergolong murah dibandingkan dengan salak Pondoh selain itu diperlukan studi mengenai pemasaran produk makanan itu sendiri maupun studi kelayakan usahanya.

Dengan pertimbangan jumlah yang melimpah serta harga yang murah maka pemilihan produk manisan kering (dried fruit) berbasis salak lokal merupakan suatu upaya diversifikasi produk sehingga memiliki peluang pasar dan mengurangi kerugian akibat pembusukan buah salak yang tidak laku dijual. Dengan dibuat menjadi produk manisan kering ini maka umur simpan buah salak akan lebih panjang serta dapat memanfaatkan jenis-jenis salak lokal yang berukuran kecil yang mempunyai rasa sepat yang tidak laku dijual sebagai buah segar menjadi produk yang dapat digemari konsumen serta meningkatkan nilai ekonominya. Selain itu, konsumen memiliki banyak pilihan untuk menikmati produk olahan berbasis buah salak. Produk manisan salak kering ini memiliki bentuk yang mirip dengan kurma, namun rasa dari buah salaknya masih dipertahankan. Oleh karena itu manisan kering ini dapat dijadikan oleh-oleh khas, karena manisan kering ini memiliki bentuk dan rasa yang unik. Oleh karena itu produk ini dinamakan Salak Kurma (SALAKUR).

1.2 Tujuan Praktek Produksi

Tujuan pelaksanaan praktek produksi (PP) ini adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam

berwirausaha di bidang pengolahan hasil pertanian, mulai dari proses produksi sampai dengan pemasaran.


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Untuk meningkatkan pemanfaatan salak menjadi hasil olahan yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi

3. Melakukan inovasi dalam rangka diversifikasi produk olahan pangan yaitu pembuatan Salak Kurma (SALAKUR)

4. Untuk mengetahui perbandingan yang tepat dalam penggunaan komposisi bahan Salak lokal dan gula pasir untuk menghasilkan SALAKUR yang berkualitas baik ditinjau dari aspek warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan, serta analisis kelayakan usahanya.

5. Untuk mengetahui karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat kasar, dan aktivitas antioksidan dari produk SALAKUR.

1.3. Manfaat Praktek Produksi

Manfaat pelaksanaan Praktek Produksi adalah :

1. Dapat memberi sumbangan di bidang pangan mengenal diversifikasi hasil olahan salak.

2. Memberikan wawasan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mengenal pemanfaatan Salak dalam pembuatan menjadi manisan kering dengan rasa menyerupai kurma.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan salak yang dapat diolah menjadi produk makanan dengan rasa menyerupai kurma.


(14)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manisan

2.1.1 Deskripsi Manisan

Definisi dari manisan adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa waktu. Pengawetan buah-buahan dengan perendaman gula ini sudah diterapkan sejak lama. Dengan melakukan perendaman menggunakan gula maka aktivitas mikroorganisme akan terhambat terutama mikroorganisme pembusuk. Kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya menurun sehingga akan menghambat aktivitas mikroorganisme pembusuk yang akan mengakibatkan kerusakan pada produk (Muaris, 2003).

Perendaman pada larutan gula dimaksudkan untuk mengawetkan buah. Pada saat perendaman terjadi tekanan osmotik. Tekanan osmotik adalah peresapan air melalui sebuah membran semipermiabel dan terjadi jika terdapat dua larutan berbeda konsentrasi yang dibatasi satu membran. Air akan mengalir dari larutan kurang pekat ke larutan yang lebih pekat melewati membran (Muaris, 2003), sehingga kadar air dalam buah menurun, hal ini akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Teknologi ini banyak diterapkan pada buah yang biasanya hanya dipanen pada waktu musimnya, sehingga buah yang sangat melimpah pada waktu panen dapat dihindarkan dari kebusukan dengan cara direndam dengan larutan gula yang disebut dengan manisan. Manisan ini dapat diberi bahan tambahan untuk memperbaiki kenampakan, serta teksturnya dengan penambahan pemutih, pengenyal, pengering atau gula buatan (Fatah dan Bachtiar, 2004).

Penggunaan gula dalam pengolahan secara umum berfungsi untuk mengawetkan bahan, menghasilkan citarasa dan memperoleh sifat tertentu yang dikehendaki. Gula dapat berfungsi sebagai pengawet karena adanya gula Aw bahan mengalami penurunan, sehingga air yang ada tidak dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba. Gula memiliki


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

citarasa manis sehingga penggunaan gula dalam pengolahan juga memberikan efek citarasa manis pada produk yang dihasilkan. Selain itu adanya proses pemanasan gula akan bereaksi dengan asam amino dan menghasilkan citarasa. Proses pemanasan juga menyebabkan terjadinya karamelisasi gula yang membentuk citarasa. Pada pembuatan manisan, gula berperan dalam membentuk tekstur yang kuat dan warna yang mengkilap. Pada pembuatan manisan ini yang terjadi adalah reaksi karamelisasi, reaksi ini terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Jika keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 1600C. Jika gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 1700C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa (Praptiningsih, 1999).

Reaksi pencoklatan adalah perubahan warna menjadi kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan pangan. Pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Sedangkan reaksi pencoklatan non enzimmatis terdiri dari tiga jenis, yaitu reaksi maillard, karamelisasi, dan pencoklatan akibat oksidasi dari vitamin C. Reaksi maillard adalah reaksi antara gula pereduksi dan gugus amino yang mengakibatkan terbentuknya melanoidin. Sedangkan karamelisasi terjadi dengan adanya gula yang dipanaskan sehingga mencapai titik didih pada 160OC dan titik lebur pada 170OC sehingga terjadi perubahan warna menjadi coklat dan aroma yang khas. Selanjutnya adalah pencoklatan akibat oksidasi vitamin C. Vitamin C merupakan senyawa reduktor yang juga dapat bertindak sebagai precursor untuk pencoklatan enzimatis. Asam-asam


(16)

commit to user

askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversibel dengan membentuk senyawa diketoglukonat sehingga terbentuk warna coklat (Feri, 2010).

Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat menunda dan mencegah kerusakan atau ransiditas makanan yang dikarenakan proses oksidasi. Antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi melalui 2 jalur, yang pertama melalui penangkapan radikal bebas (free radical scavenging). Antioksidan jenis ini disebut dengan antioksidan primer. Termasuk dalam jenis ini adalah senyawa-senyawa fenolik seperti galat dan flavanoid. Selanjutnya yang ke dua tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini disebut dengan antioksidan sekunder yang mekanismenya melalui pengikatan logam, menyerap sinar ultraviolet dan mendeaktivasi oksigen singlet. Antioksidan dapat menghambat atau menunda proses oksidasi dengan konsenterasi yang rendah (Fraya, 2001).

Aktivitas air (Aw) dapat dipakai sebagai ukuran tersedianya molekul-molekul air dalam bahan yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas mikroorganisme. Apabila aktivitas air (Aw) bahan relatif tinggi, maka molekul-molekul air yang ada cukup tersedia untuk aktivitas mikroorganisme. Aktivitas air (Aw) setiap mikroorganisme berbeda, ada juga mikroorganisme yang masih dapat berkembang pada Aw yang rendah, misalnya untuk golongan mikroorganisme xerofilik masih dapat hidup pada keadaan kering atau Aw sekitar 0,20-0,35. Untuk bakteri umumnya memerlukan Aw yang relatif tinggi, yaitu sekitar 0,95-0,99. Pada manisan basah Aw berkisar 0,81-0,91, sedangkan untuk Aw manisan kering berkisar antara 0,65-0,75 (Hartanto, 2009).

Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yang pertama mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial, yang ke dua mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan, yang ke tiga mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

mikrobial dapat dilakukan dengan cara mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis), menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia, selanjutnya adalah dengan membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan antioksidan (Puteh, 2006).

2.1.2 Jenis-Jenis Manisan

Pada umumnya pengawetan buah-buahan terdiri dari dua macam yaitu Pengawetan dengan dibuat manisan dan dibuat acar, pada pembuatan manisan yang ditambahkan adalah larutan gula, sedangkan pada pembuatan acar yang ditambahkan adalah garam dan cuka. Manisan ini sendiri terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu manisan basah dan manisan kering (Soetanto, 1998).

2.1.2.1 Manisan Basah

Manisan basah adalah manisan yang diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula. Manisan basah mempunyai kandungan air yang lebih banyak dan penampakan yang lebih menarik karena serupa dengan buah aslinya. Kadar air manisan basah ±45% dan kadar gula minimal 25% dengan masa simpan biasanya dua minggu sampai satu bulan. Manisan basah biasanya dibuat dari buah yang keras. Contoh buah untuk manisan basah adalah mangga, kedondong, salak, pepaya, ceremai, belimbing, jambu biji. Aktivitas air (Aw) untuk manisan basah ini berkisar antara 0,81-0,91.

2.1.2.2 Manisan Kering

Manisan kering adalah manisan yang diperoleh setelah buah ditiriskan kemudian dijemur sampai kering. Manisan kering memiliki daya simpan yang lebih lama, kadar air yang lebih


(18)

commit to user

rendah, dan kadar gula yang lebih tinggi. Kadar air pada manisan kering maksimal 25% dan kadar gula kurang lebih minimal 40% dengan umur simpan manisan kering biasanya mencapai beberapa bulan. Manisan kering biasanya dibuat dari buah yang teksturnya lunak. Contohnya buah untuk manisan kering adalah buah kundur, asam jawa, bengkuang, pala, jambu mete, terung. Aktivitas air untuk manisan kering ini berkisar antara 0,65-0,85.

2.1.3 Persyaratan Mutu Manisan

Untuk standar mutu dari manisan kering menurut SNI 01-4443-1998 dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Manisan Kering

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Bau Rasa Warna

Benda-benda asing Air (b/b)

Gula (dihitung sebagai sukrosa (b/b) - - - - % mg/ml

Khas Khas Normal Tidak ada Min 9 maks 25 0,45

2.2 Bahan Baku 2.2.1 Salak

2.2.1.1 Tanaman Salak

Salak (Sallaca zalacca) merupakan salah satu buah asli dari daerah tropis, termasuk Indonesia. Buah salak ini dapat dijumpai di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai macam nama, antara lain salak Bali, Manonjaya, Condet, Soya, Gading dan Pondoh. Salak Pondoh Merupakan salah satu komoditas khas dan unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Kabupaten Sleman. Keunggulan salak Pondoh, rasanya yang manis walaupun buah salak tersebut masih muda. Berdasarkan hasil inventarisasi di kabupaten Sleman, terdapat tiga jenis salak Pondoh, yaitu salak Pondoh Hitam, Super dan Manggala (Djaafar dkk, 1997).

Selain itu terdapat salak liar, antara lain Salacca dransfieldiana JP Mo-gea; Salacca magnifera JP Mogea; Salacca minuta; Salacca multiflora; dan Salacca romosiana. Di


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Indonesia, salak ditemukan tumbuh liar di alam di Jawa bagian Barat Daya dan Sumatra bagian Selatan. Akan tetapi asal usul salak yang pasti belum diketahui. Salak dibudidayakan di Thailand (jenis Salacca rumphili Wallich ex. Blume atau Salacca wallichiana, C. Martus), Malaysia, Indonesia, ke Timur sampai Maluku. Salak juga telah diintroduksi ke Filipina, Papua Nugini, Queensland, dan juga Fiji (Mahfud, 1995).

Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predator contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat. Hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan gelatin (Hariyadi, 1994).

Buah salak yang memiliki rasa sepat kurang laku dijual dipasaran. Rasa sepat yang ada pada buah salak ini dikarenakan kandungan tanin pada buah tersebut. Salah satu sifat tanin adalah jika dilarutkan ke dalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Namun jika tubuh mengkonsumsi tannin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut (Hariyadi, 1994).

Produksi buah salak di Indonesia cukup melimpah. Hal ini ditunjang dengan adanya usaha perluasan lahan produksi buah salak unggulan yang dilakukan oleh pemerintah. Hasil produksi buah salak tahun 2010 dapat dilihat pada data statistik produksi salak pada tabel 2.2.


(20)

commit to user

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Buah Salak di Indonesia Tahun 2010

No Daerah Jumlah

(Ton/tahun)

1 Aceh 359

2 Sumatra Utara 328.877 3 Sumatra Barat 2.994

4 Riau 1.013

5 Jambi 377

6 Sumatera Selatan 1.908 7 Bengkulu 3.088 8 Lampung 7.468 9 Bangka Belitung 1.044 10 Kepulauan Riau 132 11 DKI Jakarta 38 12 Jawa Barat 5.626 13 Jawa Tengah 135.457 14 DI Yogyakarta 57.801 15 Jawa Timur 72.765

16 Banten 1.895

17 Bali 40.676

18 NTB 75

19 NTT 969

20 Kalimantan Barat 2.058 21 Kalimantan Tengah 2.281 22 Kalimantan Selatan 1.268 23 Kalimantan Timur 22.205 24 Sulawesi Utara 5.593 25 Sulawesi Tengah 932 26 Sulawesi Selatan 9.508 27 Sulawesi Tenggara 330 28 Gorontalo 8 29 Sulawesi Barat 207

30 Maluku 107

31 Maluku Utara 284 32 Papua Barat 248

33 Papua 145

Jumlah 752.736

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010)

Untuk harga buah salak ini sendiri relatif murah, pada lima tahun terakhir ini mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Harga salak pondoh tahun 2010 ditingkat konsumen berkisar Rp 8.500,-/kg, sedangkan harga salak lokal ditingkat konsumen Rp 3.375,-/kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 dan tabel 2.4.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Tabel 2.3 Perubahan Harga Salak Pondoh di Tingkat Petani dan Konsumen di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Harga Tingkat

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 Petani 4750 4500 4900 5250 5100

Konsumen + + 7000 9000 8500

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah , 2010 Keterangan + : Tidak ada data

Tabel 2.4 Perubahan Harga Salak Lokal di tingkat Petani dan Konsumen di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Harga Tingkat

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Petani 2450 2400 2150 2000 1750

Konsumen + + + 4000 3375

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah , 2010 Keterangan + : Tidak ada data

Berdasarkan kultivarnya, di Indonesia dikenal antara 20 sampai 30 jenis di bawah species. Beberapa yang terkenal diantaranya adalah salak Sidempuan dari Sumatra Utara, Salak Condet dari Jakarta, salak Pondoh dari Yogyakarta dan salak Bali. Klasifikasi ilmiah buah salak adalah sebagai berikut (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Arecidae Ordo : Aracales Familia : Arecaceae Genus : Salacca

Species :nSalacca zalazza (Gaertn.) Voss…………. Selain yang disebutkan diatas, masih banyak varietas salak yang dikenal di Indonesia seperti salak Swaru, salak Nglumut, salak Enrekang, salak Gula batu dan masih banyak lagi jenisnya. Sebenarnya jenis salak di Indonesia ada tiga perbedaan yang mencolok, yaitu Salak Jawa (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) yang berbiji 2-3 butir, salak Bali (Salacca amboinensis (Becc) Mogea) yang berbiji 1-2 butir, salak Padang Sidempuan (Salacca sumatrana (Becc)) yang berdaging merah. Jenis salak


(22)

commit to user

itu mempunyai nilai komersial yang tinggi (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

2.2.1.2 Deskripsi Salak

Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan, dalam bahasa inggris salak disebut snake fruit. Buah ini disebut denga snake fruit karena sisik buah salak mirip dengan sisik ular. Tanaman salak merupakan tanaman berumah dua (dioceous), karangan bunga terdapat pada tongkol majemuk yang muncul diketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh seludang yang kemudian mengering dan mengurai seperti serabut. Tongkol bunga jantan 50-100 cm panjangnya, terdiri atas 4-12 bulir silindris yang masing- masing panjangnya 7-15 cm, dengan bunga kemerahan yang terletak di sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang, terdiri dari 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm (Thahjadi, 1995).

Buah Salak berbentuk segitiga agak bulat telur terbalik, runcing dipangkalnya dan membulat diujungnya, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning cokelat sampai cokelat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus diujung masing-masing sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Jumlah biji 1-3 butir, cokelat hingga kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya (Rismunandar, 1983).

2.2.1.3 Jenis- Jenis Salak

2.2.1.3.1 Varietas Salak Pondoh

Salak Pondoh terbagi menjadi delapan varietas antara lain (Anarsis, 1996):


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

i) Salak Pondoh Hitam

Salak pondoh hitam mempunyai kulit buah yang paling gelap dibandingkan dengan salak pondoh lain dan memiliki bentuk paling bulat.

ii) Salak Pondoh Merah

Kulit buahnya berwarna merah kecoklatan dengan ujung buah berwarna agak hitam. Bentuk buahnya lonjong dan ukuran buahnya lebih besar daripada salak pondoh hitam.

iii) Salak Pondoh Merah Hitam

Warna kulitnya merah gelap kehitaman. Buah berbentuk lonjong agak bulat. Ukurannya lebih besar dibandingkan salak pondoh lain, tetapi dompolan buah dalam satu tandan lebih sedikit jumlahnya dan rasanya manis.

iv) Salak Pondoh Merah Kuning

Mempunyai warna kulit kuning kemerah-merahan. Ukuran dan isi buahnya seperti salak Pondoh yang lain, hanya rasanya agak asam jika dibandingkan dengan salak pondoh jenis lain.

v) Salak Pondoh kuning

Buahnya seperti salak Pondoh Hitam, namun ukuran buahnya lebih besar. Warna kulitnya kekuningan, rasa dan aromanya seperti salak Pondoh Merah.

vi) Salak Pondoh Madu

Salak Pondoh Madu ini merupakan salah satu unggulan dari Kabupaten Sleman yang memiliki produktivitas tinggi, kualitas cukup baik, daging buah tebal, tekstur lembut dan rasa manis seperti madu.


(24)

commit to user

vii) Salak Pondoh Lumut

Salak Pondoh Lumut/Nglumut berkembang di desa Lumut, Kecamatan Slumbung Kabupaten Magelang. Salak nglumut juga dikenal sebagai salak Pondoh Super. Bentuknya seperti bulat telur terbalik, dengan ukuran panjang 6-7,5 cm. Diameter 5-6 cm, dan dalam 1 kg terdapat 9-13 butir. Salak pondoh nglumut memiliki ukuran yang paling besar dibandingkan salak Pondoh lainnya. Salak Pondoh Nglumut memperoleh status kultivar sebagai varietas unggulan nasional berdasarkan Keputusan Menteri pertanian No.462/Kpts/TP/240/193.

viii) Salak Pondoh Super

Salak super adalah salak pondoh yang dikembangkan di Desa Kalibening, Kecamatan Sukoharjo, Wonosobo, Sejak tahun 1990. Bibitnya berasal dari Sleman Yogyakarta yang diperoleh dan dikembangkan secara cangkok.

2.2.1.3.2 Jenis- Jenis Salak Bali

Budidaya salak Bali khususnya di Desa Sibetan yang dikembangkan oleh para petani umumnya ada lima jenis. Salak tersebut terdiri dari salak Nangka, salak Nenas, salak gondok, salak Embadan atau salak Raja dan salak Gula pasir. Berdasarkan sekian jenis buah salak Bali yang membedakan hanya dari segi rasa dan aroma buah salak bali tersebut. Pembagian jenis salak bali dari segi rasa dibedakan menjadi dua varietas, yaitu (Hutauruk, 1999) :

i) Varietas Salak Gula Pasir

Varietas salak Gula pasir yang dilepas oleh Menteri Pertanian berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian Nomor 584/Kpts/TP.240/7/1994, tanggal


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

23 Juli 1994 Salak Gula pasir ini mempunyai rasa manis tanpa rasa sepat dan asam sejak buah masih muda.

ii) Varietas Salak bali

Selain salak gula pasir, di bali terdapat kultivar-kultivar salak lainya yaitu varietas salak Bali, yang dilepas melalui surat keputusan Menteri Pertanian Nomor 585/Kpts/TP.240/7/1994, tanggal 23 Juli 1994. Salak Bali ini memiliki rasa manis, asam, dan sepat, terdiri dari beberapa jenis yaitu Salak gondok, salak nenas, salak nangka, salak kelapa, salak injin, salak Gading, salak embadan, salak getih, salak cengkeh, salak bingin, salak mesui, salak biji putih, salak maong, serta salak penyalin.


(26)

commit to user

2.2.1.4 Biologi Tanaman Salak

Secara biologi tanaman salak dapat dijelaskan sebagai berikut (Suprayitno,1977) :

Gambar 2.1 Pohon Salak

2.2.1.4.1 Akar

Tanaman Salak memiliki akar serabut, daerah penyebaran akar tidak luas, dangkal, dan mudah rusak jika kekurangan air. Akar-akar baru dapat bermunculan di permukaan tanah, pada saat akar lama sudah berkurang fungsinya. Akar yang baru bermunculan tersebut jika ditimbun tanah kan memperbaiki vigor tanaman. Akar yang tua dapat dipangkas setelah akar yang muda tumbuh subur, dengan cara demikian tanaman salak akan tetap awet muda dan produksinya tidak menurun.

2.2.1.4.2 Batang

Tanaman salak berbatang pendek dengan ruas-ruas yang rapat dan tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Tinggi tanaman dapat mencapai 7 meter, batang menjalar di bawah atau diatas tanah, membentuk rimpang, sering bercabang, diameter 10-15 cm. Pada tanaman yang sudah tua batangnya akan melata dan dapat bertunas, tunas yang tumbuh ini disebut anakan, dan dapat digunakan sebagai bibit vegetatif.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

2.2.1.4.3 Daun

Daun majemuk menyirip, panjang 3-7 m dan tangkai daun, pelepah dan anakan daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri kelabu sampai kehitaman. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8x85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin.

2.2.1.4.4 Bunga

Bunga salak merupakan bunga yang sempurna, dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina yang terdapat pada tandan dan kuntum yang sama.

2.2.1.4.5 Buah

Buah salak siap panen bila berumur 5-5.5 bulan sejak seludang terbuka, bentuk buah segitiga terbalik atau lonjong hingga bulat. Kulit tersususn atas sisik seperti genting yang berwarna cokelat sampai cokelat kehitaman (Khusus salak Bule berwarna kuning gading keputihan). Daging buah terdiri atas tiga segmen, 1-3 kemungkinan segmen induk dan 1-2 segmen anak. Biji terdapat pada segmen 1-3 butir, tetapi kebanyakan 1-2 butir.

2.2.1.4.6. Biji

Satu buah salak mengandung biji 1-3 butir. Biji salak berkeping satu, warna bijinya cokelat hingga kehitaman, bentuknya keras, dan panjangnya 2-3 cm. Biji salak bali relatif kecil, kadang-kadang tidak menyatu dengan daging buah dan menyisakan ruang diantara daging buah dan bijinya.

2.2.1.5 Sifat Kimiawi Buah Salak

Kandungan gizi buah salak pondoh dalam tiap 100 gram buah salak segar dapat dilihat pada tabel 2.5.


(28)

commit to user

Tabel 2.5. Kandungan Gizi Buah Salak Per 100 gram Buah Kandungan gizi Jumlah

Kalori Protein Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin B Vitamin C Air

77 kal 0,40 g 20,90 g 28,00 mg 18,00 mg 4,20 mg 0,04 mg 2,00 mg 78,00 mg

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981)

Berdasarkan tabel 2.5 maka dapat dikatakan buah salak merupakan salah satu sumber karbohidrat alami, karena kandungan karbohidratnya yang mencapai 20,90 gram per 100 gram buah. Karbohidrat dapat berupa gula, pati dan dekstrin. Zat-zat tersebut dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan diabsorpsi sehingga menjadi glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1981).

2.2.1.6 Sifat Fisik Buah Salak

Tekstur buah tergantung dari berbagai faktor yaitu turgiditas dinding sel, kerekatan antar sel, ukuran dan bentuk sel serta jaringan pendukung dan komposisi kimia sel. Sifat tekstur dipengaruhi juga oleh tingkat kemasakan, sifat yang diwariskan, kondisi kultural dan kelembabannya (Suhardi dkk, 1989/1990).

Tanaman salak pondoh merupakan satu dari jenis-jenis salak lain yang ada di Indonesia. Warna kulit salak pondoh bervariasi mulai dari coklat kehitaman, coklat kemerahan, coklat kekuningan, kuning kemerahan dan merah gelap kehitaman, dengan rasa khas manis. Tanaman ini memerlukan kondisi tanah yang gembur, berair tanah dangkal dan dapat menahan air. Tabel 2.6 menunjukkan beberapa kenampakan fisik salak pondoh.


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Tabel 2.6 Sifat Fisik Salak Pondoh

Karakter fisik Spesifikasi

Bentuk Buah Warna daging buah Panjang buah Berat buah

Jumlah tiap tandan

Jumlah tangkai tiap tandan

Bulat telur terbalik Putih kapur

0,8-1,0 cm 30-100 gram 10-27 buah 1-6 tangkai Sumber : Tranggono (1992)

Ciri-ciri sifat fisik salak berbeda antara satu dengan yang lainnya, biasanya yang terlihat mencolok perbedaanya adalah pada warna buahnya. Ada beberapa jenis salak yang berukuran kecil dan ada juga yang berukuran besar (Tranggono, 1992)

2.2.1.7 Manfaat Tanaman Salak

Selain buahnya yang laku dijual, daun salak juga memiliki manfaat bagi manusia. Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya dapat digunakan sebagai bahan anyaman, setelah duri-durinya dihilangkan terlebih dahulu. Selain itu daun salak juga dapat digunakan untuk pembuatan obat ambien, serta obat gagal ginjal kronis (Ahmadi, 2008).

Tanaman salak (salacca zalacca) yang selama ini tidak bernilai jual tinggi, terutama batangnya, kini dapat dijadikan bahan baku tekstil. Dengan pengolahan yang tepat dan sesuai dengan prosedur pengolahan serat alam serta serangkaian eksperimen dan eksplorasi, batang salak tua dapat dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan batang salak tua menjadi salah satu bahan baku tekstil tidak hanya menjadikannya bernilai jual tinggi namun juga menambah manfaat dari tanaman salak (Estiasih, 2009).

Buah salak dapat dimakan segar atau dibuat manisan dan asinan. Batangnya tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan atau kayu bakar. Buah matang disajikan sebagai buah meja. Buah segar yang diperdagangkan biasanya masih dalam tandan atau telah dilepas


(30)

commit to user

(petilan). Buah salak yang dipetik pada bulan ke 4 atau ke 5 biasanya untuk dibuat manisan (Sunarjono, 1998).

2.3. Bahan Tambahan 2.3.1 Gula Pasir

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, dan kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C (w/w). Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Macam-macam gula antara lain gula aren, gula batu, gula madu. Semua ini merupakan sumber karbohidrat sebanyak 90-98%. (Soejuti, 2004).

2.3.2. Air

Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan untuk dikonsumsi harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn), serta dapat diterima secara bakteriologis yaitu tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993).

Air merupakan salah satu bahan yang penting dalam industri pangan dan dipergunakan dalam berbagai kegiatan antara lain sanitasi, boiler, dan medium penghantar panas maupun proses pengolahannya sendiri. Pada umumnya, air yang memenuhi persyaratan air minum, cukup baik untuk memenuhi persyaratan industri dan didukung dengan suatu analisis yang memadai serta mekanisme pengendalian mutu air yang baik. Standar umum mutu air untuk industri makanan dapat dilihat pada tabel 2.7


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Tabel 2.7. Standar Umum Mutu Air untuk Industri Makanan Sifat Air Toleransi (ppm)

Kekeruhan 1-10

Warna 5-10

Rasa dan Bau Noticeable*

Keberadaan Fe/Mn 0.2-0.3

Alkalinitas 30-250

Kesadahan 10-250

Jumlah padatan terlarut 850

Flour 1.7

Sumber: Purnama, 1986 (SNI 01-0220-1985); Keterangan: * = tidak terdeteksi

2.4. Pengemas

Pengemas disebut juga pembungkus, pewadahan atau pengepakan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi, melindungi bahan pangan atau produk yang ada didalamnya, dan melindungi bahaya pencemaran serta bahaya fisik (gesekan benturan, dan getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri supaya mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Kemasan juga sebagai alat promosi dan media informasi (Syarif dkk, 1993)

Jenis pengemas pada umumnya dapat dibagi menjadi dua macam, antara lain yaitu (Suyitno,1990):

2.4.1 Pengemas primer

Pengemas primer merupakan pengemas yang paling sederhana jika dibandingkan dengan pengemas lainya dan tidak memakan banyak biaya. Pada umumnya pengemas primer ini akan langsung berhubungan dengan bahan atau produknya. Oleh karena itu pengemas primer haruslah terjaga kebersihanya. Oleh karena itu pencemaran mikroorganisme dapat dikurangi. Untuk pengemasan manisan biasanya menggunakan plastik Polyetilen dengan jenis LDPE (Low Density Polyethylene) dengan ketebalan plastik 0,025-0,06 mm dan dilakukan pengemasan secara vakum sehingga udara dalam kemasan berkurang, dan aktivitas mikroorganisme dapat terhambat.


(32)

commit to user

Pengemas sekunder merupakan pengemasan yang terdiri dari dua lapisan atau dua kemasan. Biasanya pengemas sekunder ini tidak langsung berhubungan dengan bahan baku atau produk, sehingga tingkat kontaminasi yang ditimbulkan pun juga ikut berkurang. Untuk produk manisan kering biasanya menggunakan kardus yang sebelumnya telah dibungkus plastik sebagai kemasan primer yang dapat melindungi produk dari kerusakan fisik.

2.5. Uji Rangking

Metode uji kesukaan atau uji penerimaan juga disebut acceptance test atau preference test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Jika pada uji pembedaan panelis mengemukakan kesan akan adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji pemilihan panelis mengemukakan tanggapan pribadi adalah kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai. Misalnya, kesan gurih dan renyah pada kerupuk, kesan halus pada permukaan kertas adalah berhubungan dengan sifat-sifat yang disenangi. Sebaliknya rasa hambar, terlalu asin dan liat pada daging berkaitan dengan sifat-sifat yang tidak disukai (Soekarto, 1985).

Suatu bahan makanan sebelum dijual di pasaran perlu diuji lebih dahulu, baik uji cicip laboratorium maupun uji cicip konsumen. Uji laboratorium biasanya dilakukan ditempat produksi melalui berbagai jenis uji. Sedangkan pada uji konsumen bahan makanan yang telah mengalami uji cicip laboratorium dicobakan pada sekelompok orang awam yang mungkin dapat mewakili konsumen dengan uji kesukaan (hedonik) dan uji penerimaan (Kusmiadi,1992).

Uji ranking termasuk dalam uji skalar karena hasil pengujian panelis dinyatakan dalam besaran dengan jarak/interval tertentu. Panelis diminta untuk mengurutkan contoh-contoh yang di uji berdasarkan perbedaan mutu sensori. Jarak atau interval antara jenjang/ranking tidak harus sama


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

untuk tiap tingkat. Pada uji ini, komoditi diurutkan dengan pemberian nomer urut. Urutan pertama selalu menunjukkan tingkat mutu sensori tertinggi dan urut selanjutnya menunjukkan tingkat yang rendah (Rahayu, 2001).

Dalam uji ranking, panelis diminta untuk mengurutkan intensitas sifat yang dinilai. Uji ranking dapat digunakan untuk mengurutkan uji intensitas, mutu atau kesukaan konsumen. Dalam rangka memilih yang terbaik atau menghilangkan yang terjelek. Pada uji ranking ini digunakan panelis terlatih (untuk uji pembedaan) atau digunakan panelis yang tidak terlatih (untuk uji kesukaan) (Kartika dan Widodo, 1998).

Waktu pengujian sebaiknya dilakukan pada saat calon-calon panelis tersebut dalam kondisi tidak lapar dan tidak kenyang karena dalam kondisi demikian calon-calon tersebut kepekaannya terhadap sifat inderawi menurun. Jumlah penilai untuk uji kesukaan sekurang-kurangnya adalah 30 orang. Makin banyak jumlah penilainnya, makin cermat pula hasil penilainnya (Utami, 1999).

2.6. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, serta kriteria kelayakan usaha.

2.6.1 Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. 2.6.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri


(34)

commit to user

atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial.

2.6.1.2 Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.

2.6.2 Harga Pokok Penjualan

Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

Harga Pokok Penjualan (HPP) =

ulan produksi/b jumlah ulan produksi/b biaya Total

2.6.3 Kriteria Kelayakan Usaha

Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah break event point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C), dan pay back period (PBP).

2.6.3.1Break event point (BEP)

BEP digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan yaitu perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan. BEP adalah suatu titik kesinambungan pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang daripada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).

Untuk menentukan nilai BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut:

BEP (unit) =

÷÷ ø ö çç è æ -bulan / produksi kapasitas ap tidak tet Biaya @ jual Harga (FC) Tetap Biaya


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Perhitungan rumus BEP atas dasar unit rupiah adalah sebagai berikut:

BEP (Rp) =

÷÷ ø ö çç è æ -produksi jumlah x @ jual Harga Tetap Tidak Biaya 1 (FC) tetap Biaya

2.6.3.2 Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persen (%) per tahun.

% 100 Produksi Biaya Total Laba

ROI= x

ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja (Sutanto, 1994).

2.6.3.3 Net Benefit Cost Net B/C

Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Gittinger, 1986).

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak


(36)

commit to user

layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 2006).

B/C Ratio

Produksi Biaya

Keuntungan

=

2.6.3.4 Pay back period (PBP)

Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa persentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pay back periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun. Rumus PBP adalah sebagai berikut (Sutanto, 1994).

Ab I Periode Back

Pay =

Keterangan I : Jumlah modal


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB III

METODE PELAKSANAAN

1.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan praktek produksi ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Pelaksanaan praktek produksi ini dilakukan pada bulan April-Mei 2011.

1.2Metode Pelaksanaan

1.2.1 Pengamatan

Metode ini merupakan langkah awal dalam melaksanakan praktek produksi, yaitu melakukan pengamatan pasar mengenai produk apa yang belum ada di pasaran maupun sudah ada untuk dikembangkan. 3.2.2 Studi pustaka

Setelah menentukan jenis produk apa yang akan dibuat, kemudian mahasiswa melakukan pembelajaran mengenai produk tersebut, yang berhubungan dengan bahan, cara pembuatan, dan parameter mutu dari produk tersebut. Hal-hal tersebut dapat diperoleh dari pustaka.

3.2..3 Percobaan

Mahasiswa dituntut untuk dapat membuat produk dengan formula yang sesuai dengan selera konsumen. Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan produk dengan beberapa formula selanjutnya ditentukan formula yang digunakan dalam pembuatan produk.

3.2.4 Praktek produksi

Produk ini akan dibuat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pengolahan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3.2.5 Pengujian Produk

Produk yang telah dibuat dengan beberapa formulasi kemudian dilakukan pengujian yaitu uji organoleptik. Berdasarkan pengujian akan didapatkan produk yang diterima dan yang paling disukai oleh


(38)

commit to user

konsumen. Produk dengan formula ini yang akan dibuat dalam praktek dan dikembangkan lebih lanjut. Selain itu juga dilakukan pengujian secara kimiawi meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat kasar dan aktivitas antioksidan.

3.2.6 Analisis Kalayakan Ekonomi

Untuk mengetahui harga pokok dan harga jual produk maka dilakukan analisis kelayakan ekonomi meliputi biaya produksi (biaya tetap, biaya tidak tetap), Break Even Point (BEP), Pay Out Time (POT), Return On Invesment (ROI), dan laju pengembalian modal.

1.3 Pembuatan SALAKUR

1.3.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktek produksi ini adalah Salak Lokal ukuran kecil yang diperolaeh dari daerah Sragen, air, dan gula pasir. 1.3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam praktek produksi ini adalah kompor gas, baskom, pisau, panci, sendok, timbangan, loyang, oven, telenan, gelas ukur, toples, kertas label dan isolasi.

1.3.3 Pembuatan Manisan Salak Kurma (SALAKUR)

Buah salak disortasi untuk memisahkan buah yang busuk dan buah yang baik (tidak cacat, tidak berulat, dan tidak memar) serta benda asing yang terikut. Selanjutnya buah salak dikupas dan dibersihkan kulitnya serta dilakukan pencucian hingga buah bersih. Buah salak direbus tanpa penambahan gula hingga mendidih kurang lebih satu jam untuk memudahkan pembuangan bijinya. Untuk satu kilogram salak ditambahkan 3 liter air. Selanjutnya buah salak ditiriskan dan dibuang bijinya. Perebusan kembali dilakukan dengan penambahan gula sampai air habis kurang lebih selama 2,5 jam. Untuk 1 kilogram salak ditambah 200 gram gula pasir dan 2,5 liter air. Setelah air habis kemudian didinginkan dan dilakukan penggulungan atau pembentukan pada loyang supaya hasilnya rapi. Setelah itu dilakukan pemanggangan dengan oven kurang lebih 3 jam pada suhu ±100oC. Setelah kering


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kemudian buah salak didinginkan dan dilakukan pengemasan manisan salak dengan menggunakan toples masing-masing 300 gram. Untuk variasi resep 300 gram dan 400 gram gula pasir cara pembuatanya sama dengan resep diatas.

1.3.4 Formulasi SALAKUR

Tabel 3.1 Perbandingan Formulasi SALAKUR

Bahan Formula I Formula II Formula III

Salak 1 kg 1 kg 1 kg

Gula Pasir 200 g 300 g 400 g

Keterangan:

Formula I : Komposisi Gula Pasir 200 gram dengan kode 661 Formula II : Komposisi Gula pasir 300 gram dengan kode 387 Formula III : Komposisi Gula pasir 400 gram dengan kode 899

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan SALAKUR SALAKUR

Salak lokal ukuran kecil

Dilakukan sortasi antara buah yang busuk dan yang baik, serta benda-benda asing yang terikut

Dicuci sampai bersih

Direbus sampai mendidih sampai buah daging lunak ±1 jam untuk memudahkan pengeluaran biji (1 kg salak, 3 liter air)

Dikupas dan dihilangkan kulit arinya

Dilakukan perebusan kembali dengan penambahan gula sampai habis airnya ± 2,5 jam

Ditiriskan dan dibuang bijinya

Dilakukan pembentukan dan diletakkan pada loyang

Dilakukan pemanggangan dengan oven ± 3jam


(40)

commit to user

3.4. Uji Organoleptik

Pada Uji organoleptik dilakukan uji hedonik dengan metode rangking terhadap pengaruh penambahan gula pasir pada proses produksi SALAKUR. Uji hedonik dengan metode rangking ini dilakukan oleh 40 orang panelis. Yang selanjutnya penelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap 3 formulasi SALAKUR yang telah dibuat. Hasil dari uji organoleptik dengan rangking tertinggi merupakan produk yang akan diproduksi dan dipasarkan.

3.5 Analisis Karakteristik Kimia

Produk SALAKUR yang paling disukai panelis ini selanjutnya dilakukan analisis karakteristik kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat kasar, dan aktivitas antioksidan.

3.5.1 Kadar Air (Thermogravimetri)

Prinsip dari penentuan kadar air dengan mengggunakan metode Thermogravimetri ini adalah air yang berada dalam bahan diuapkan dengan jalan pemanasan, selanjutnya bahan ditimbang sampai berat konstan (maksimal toleransi selisih penimbangan 0,2 g) yang berarti semua semua air dalam bahan sudah diuapkan (Sudarmadji dkk, 1996)

3.5.2 Kadar Abu

Prinsip dari penentuan kadar abu ini adalah semua zat organik dalam bahan akan dioksidasikan pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC kemudian dilakukan penimbangan zat sisa (zat anorganik) pembakaran produk yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji dkk, 1996).

3.5.3 Kadar Gula Reduksi

Prinsip dari penentuan kadar gula reduksi dengan metode Nelson Somogyi ini adalah kuprioksida akan direduksi menjadi kuprooksida. Kuprooksida yang terbentuk direaksikan dengan arsenomolibdat sehingga terbentuk molybdenum yang berwarna biru, intensitasnya diukur dengan pengukuran absorbansi menggunakan


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm (Sudarmadji dkk, 1996).

3.5.4 Penentuan Serat Kasar

Prinsip penentuan serat kasar adalah banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu, sehingga serat kasar merupakan residu dari bahan makanan setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih (Sudarmadji dkk, 1996).

3.5.5 Penentuan aktivitas antioksidan (Metode DPPH)

Prinsip dari penentuan aktivitas antioksidan adalah dengan adanya antioksidan dapat menyumbangkan elektron bebas kepada DPPH. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, DPPH akan tereduksi dan berubah warna menjadi kuning (Amrum dkk, 2007).


(42)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktek produksi ini dibuat Salak Kurma (SALAKUR) dengan tiga formulasi, berdasarkan komposisi gula pasir. Untuk formulasi yang pertama SALAKUR dengan gula pasir sebanyak 200 g, formulasi yang kedua SALAKUR dengan gula pasir sebanyak 300 g, dan formulasi yang ketiga SALAKUR dengan gula pasir sebanyak 400 g. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dengan metode rangking. Formulasi yang paling disukai panelis dilakukan pengujian karakteristik kimia dan analisis kelayakan usahanya.

4.1 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik dilakukan dengan membuat 3 formulasi yang berbeda, yaitu formulasi I dengan penambahan gula pasir 200 gram, selanjutnya formulasi kedua dengan penambahan gula pasir 300 gram, dan formulasi ketiga dengan penambahan gula pasir 400 gram. Berdasarkan ketiga formulasi tersebut dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan metode rangking supaya mendapatkan komposisi SALAKUR yang paling disukai panelis, baik dari segi warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Dengan menggunakan metode rangking ini nilai yang diberikan tidak ada yang sama, sehingga dapat diurutkan secara langsung formulasi mana yang paling disukai. Setelah dilakukan uji organoleptik diketahui bahwa yang paling disukai oleh panelis yaitu dengan komposisi 200 gram penambahan gula pasir (Lampiran II).

Uji Organoleptik dengan membuat 3 formulasi yang berbeda ini bertujuan untuk memilih yang terbaik atau menghilangkan yang terjelek. Oleh karena itu formulasi 200 gram ini merupakan formulasi yang paling baik diantara kedua formulasi yang lain. Formulasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.1.


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Tabel 4.1 Formulasi SALAKUR dengan kode 661

Bahan Jumlah

Salak lokal 1 kg Gula Pasir 200 g

Air 2,5 liter

Dengan uji organoleptik ini, maka akan membantu dalam penentuan formula yang paling tepat untuk dipasarkan, sehingga dalam pemasaran SALAKUR kedepannya sudah mendapatkaan gambaran mengenai selera konsumen terhadap produk ini. Uji organoleptik ini sangat membantu bagi industri pangan yang ingin mengeluarkan produknya agar dapat diterima oleh konsumen, terutama untuk produk- produk baru seperti salah satunya adalah SALAKUR ini yang belum ada dipasaran, perlu dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui seperti apa selera dari konsumen dipasaran yang disini diwakili oleh para panelis.

4.2 Analisis Karakteristik Kimia

Setelah ditentukan komposisi yang tepat untuk dipasarkan, selanjutnya juga dilakukan pengujian kimiawi untuk mengetahui karakteristik kimia dari produk SALAKUR ini, yaitu kadar air, kadar abu, kadar gula reduksi, serat kasar, dan aktivitas antioksidan. Karakteristik kimia SALAKUR dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Kimia SALAKUR

No Karakteristik kimia Hasil SNI 01-4443-1998

1 Kadar air 16,0037 % 9-25%

2 Kadar abu 1,94255 % 2%

3 Kadar gula reduksi 0,0347 mg/ml 0,45 mg/ml

4 Serat kasar 2,8233 % 2-4%


(44)

commit to user

Berdasarkan hasil pengujian kadar air SALAKUR adalah sebesar 16,0037%. Standar dari manisan kering menurut SNI-01-4443-1998 berkisar antara 9%-25%, maka kadar air dari SALAKUR ini sudah sesuai dengan standar manisan kering yang ada, karena nilai kadar air dari SALAKUR ini masih berada dalam kisaran standar mutu manisan kering. Oleh karena itu dengan kadar air yang rendah produk SALAKUR dapat disimpan lebih lama. Air dalam bahan pangan merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme pembusuk. Oleh karena itu kadar air yang terlalu tinggi dalam bahan pangan akan mempercepat proses pembusukan pada bahan pangan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas air (Aw). Aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk proses pertumbuhanya.

Pengujian yang kedua adalah penentuan kadar abu dari produk SALAKUR. Kadar abu dalam bahan pangan berkaitan dengan kandungan mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran sempurna suatu bahan organik. Pada bahan makanan, 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral (Hartanto, 2009). Hasil dari pengujian kadar abu dari produk SALAKUR adalah 1,94255%. Hasil ini bila dibandingkan dengan standar mutu manisan kering menurut SNI 0718-83 tahun 1986 yaitu maksimal kadar abunya adalah 2%, maka untuk kadar abu dari produk SALAKUR ini juga masih sesuai dengan standar yang ada. Oleh karena itu produk SALAKUR dapat memberikan tambahan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral merupakan senyawa esensial yang berfungsi untuk proses selular tubuh. Tanpa adanya mineral tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Mineral juga berperan penting dalam pembentukkan struktural dari jaringan keras dan lunak, kerja sistem enzim, kontraksi otot dan respon saraf serta berfungsi dalam pembekuan darah. Apabila tubuh kekurangan mineral dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes, leukemia, asma, hepatitis, katarak, jantung, anemia, dan ginjal


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

(Hartanto, 2009). Oleh karena itu produk SALAKUR ini baik untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.

Untuk pengujian yang selanjutnya adalah kadar gula reduksi, untuk kadar gula reduksi dari SALAKUR ini adalah 0,0347 mg/ml. Bila dibandingkan dengan standar SNI-01-4443-1998 yang ada yaitu 0,45 mg/ml maka kadar gula reduksi dari manisan kering ini jauh dibawah dari SNI. Hal ini dikarenakan penambahan gula yang diberikan relatif sedikit, sebab bila rasanya terlalu manis akan menghilangkan rasa khas dari buah salak. Untuk standar pembuatan manisan kering penambahan gula biasanya adalah 1 liter air dengan 400 gram gula pasir, sedangkan dalam pembuatan SALAKUR ini adalah 2,5 liter air dengan 200 gram gula. Oleh karena itu kadar gula dari produk ini tidak sesuai dengan standar yang ada.

Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia. Serat terbagi menjadi 2 yaitu serat yang larut air dan serat yang tidak larut (serat kasar). Serat kasar terdiri dari selulosa, lignin dan pentosa. Untuk kadar serat kasar dari SALAKUR ini adalah 2,8233 %, Untuk SNI dari serat kasar serat kasar adalah 2-4%. Kandungan serat kasar dari SALAKUR ini masih sesuai dengan standar pengujian serat kasar yang telah ada. Oleh karena itu dengan mengkonsumsi SALAKUR dapat memberikan kebutuhan serat yang diperlukan oleh tubuh untuk mempertahankan air dan membentuk kolagen, pertukaran ion serta memperbaiki kondisi bakteri saluran pencernaan. Dalam tubuh fungsi serat mempercepat pencernaan sehingga tubuh tidak teracuni oleh kotorannya sendiri juga mencegah kanker usus. Apabila tubuh kekurangan serat akan mengakibatkan terganggunya sistem pencernaan, timbulnya penyakit kanker, jantung, diabetes, dan kolesterol.

Penentuan aktivitas antioksidan dari produk SALAKUR ini menggunakan metode DPPH dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan


(46)

commit to user

produk ini sebesar 85,05 %, sehingga produk ini memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi, sebagaimana dinyatakan oleh National Food Consumption Survey (1987-1998) bahwa produk manisan yang memiliki aktivitas antioksidan diatas 50% dapat menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan penuaan dan penyakit kanker. Kekurangan antioksidan dalam tubuh menyebabkan tubuh membutuhkan asupan dari luar. Produk-produk yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi seperti SALAKUR ini akan sangat membantu dalam mengurangi resiko pengaruh akibat radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan.

Setelah diketahui formulasi mana yang paling disukai serta pengujian karakteristik kimia dari produk SALAKUR ini, selanjutnya dilakukan perhitungan kelayakan usaha produk SALAKUR untuk mengetahui harga jual dari produk ini. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

4.3Analisis Kelayakan Usaha SALAKUR

Ø Biaya usaha

Biaya usaha ini terdiri dari biaya promosi dan biaya administrasi pada proses produksi SALAKUR ini, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Biaya Usaha

No Uraian Rp/bulan

1 Biaya Promosi 300.000/ tahun 25.000 2 Biaya administrasi 180.000/tahun 15.000 Jumlah 40.000


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Ø Biaya Penyusutan / Depresiasi

Tabel 4.4 Biaya Penyusutan / Depresiasi No Uraian Jumlah Nilai awal

@ 1

Nilai awal (P) (Rp)

Nilai sisa (S) (Rp)

Umur (th)

Depr. (Rp/th)

Depr. (Rp/bln)

1 Pisau 2 4000 8.000 0 1 40.000 666,67

2 Baskom 2 8000 16.000 0 1 16.000 1333,3

3 Kompor Gas 1 250.000 250.000 0 2 125.000 10416,7

4 Panci 2 50.000 100.000 0 1 100.000 8.333,33

5 Sendok 2 2.000 4.000 0 1 4.000 333,3

6 Timbangan 1 70.000 70.000 0 2 35.000 2.916,67

7 Loyang 5 8.000 40.000 0 1 40.000 333,3

8 Oven 1 900.000 900.000 10.000 2 450.000 16.666,67

9 Telenan 2 2.500 5.000 0 1 5.000 416,67

Jumlah 1.393.000 10.000 815.000 41.416,61

Jumlah depriasi / tahun = Rp 815.000,- = Rp 41.416,61- / bulan

Ø Amortisasi

Tabel 4.5 Amortisasi

No Harta tak berwujud Rp/bln

1 Perijinan (Rp 1.200.000,- selama 1 th) 100.000 2 Pajak PBB (Rp 240.000,- untuk 1 th) 20.000 Jumlah 120.000

Ø Dana sosial = Rp. 10.000,- / bulan.

Ø Total biaya (FC) = Biaya usaha + biaya penyusutan + amortisasi + dana sosial

= Rp 40.000 + Rp 41.416,61 + Rp 120.000 + Rp 10.000

= Rp 211.416,61,-4.1Biaya tidak tetap (VC)

Ø Bahan Baku dan Pembantu

Tabel 4.6 Biaya Bahan Baku dan Bahan Pembantu


(48)

commit to user

1 Salak (1500 kg) 4.500.000

2 Gula pasir (300kg) 3.000.000

Jumlah 7.500.000

Ø Biaya Kemasan

Tabel 4.7 Biaya Kemasan

Kemasan Jumlah Rp @ satuan Rp/hari

Toples 120 1500 180.000

Label 120 800 96.000

Jumlah Biaya Kemasan 276.000,- Total Biaya Kemasan 1 bulan adalah = Rp 276.000 x 25

= Rp 6.900.000,-

Ø Energi

Tabel 4.8 Biaya Energi

No Nama Rp/ bulan

1 Gas LPG 15 kg @ RP. 77.000 308.000

2 Air 15.000

3 Listrik 144.000

4. Sabun (tangan. Cuci) @ Rp 3.000/350 g 21.000

Jumlah 488.000

Perhitungan :

Peralaatan dengan Listrik

Daya terpakai 800 watt, 6 jam kerja perhari, dengan harga listrik Rp 1200/kwh

Maka, Biaya listrik per bulan = 25 1200 6 1000

800

x x x

= Rp 144.000,-/bulan Ø Pajak Usaha dan asuransi

Pajak asuransi dan usaha = 5% x pembelian alat = 5% x Rp 1.393.000


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

= Rp 69.650,-/bulan

Ø Biaya tenaga kerja

Jumlah tenaga kerja ada 3 orang dengan jam kerja tiap hari selama 8 jam, upah setiap 8 jam kerja adalah Rp 15.000,-

Tenaga kerja = 1 orang @ Rp. 375.000,- / bulan = 3 orang x Rp 375.000,-

= Rp 1.125.000,-/ bulan

Total biaya tidak tetap (VC) = Biaya bahan baku dan pembantu + biaya kemasan + biaya energi + biaya tenaga kerja+ pajak usaha dan asuransi

= Rp 7.500.000,- + Rp 6.900.000,- + Rp 488.000,- + Rp 1.125.000,- + Rp. 69.650,-

= Rp 16.082.650,- 4.1.1 Biaya produksi = FC + VC

= Rp. 211.416,61 + Rp. 16.082.650,- = Rp 1 6.294.066,61 / bulan 4.1.2 Kapasitas Produksi = 60 kg x 25 hari

= 1500 kg/ bulan

= 3000 toples @ 300 gram 4.1.3 Harga pokok penjualan =

Produksi Kapasitas

Produksi Biaya

=

toples Rp

300

,61 16.294.066 .

= Rp. 5.431,35 toples

Per kemasan isi 300 gram maka HPP tiap 300 gram adalah Rp. 5.431,35 toples


(50)

commit to user

4.1.4 Penjualan = harga jual x kapasitas produksi = Rp. 7.500 x 3000 toples = Rp. 22.500.000,- / bulan 4.1.5 Biaya tidak tetap (VC) / unit =

Produksi Kapasitas Tetap Tidak Biaya = toples Rp 3000 16.082.650 .

= Rp. 5.360,88/toples 4.1.6 Perhitungan keuntungan

Ø Laba kotor = Hasil penjualan – biaya produksi = Rp. 22.500.000 – Rp. 16.294.066,61 = Rp. 6.205.933.39

Ø Laba bersih = laba bersih - pajak usaha = Rp 6.205.933.39 - Rp. 69.650 = Rp. 6.136.283.39,-

4.1.7 Break Even Point (BEP) / titik impas Tingkat produksi untuk mencapai BEP

QBEP =

VC P bulan Rp FC -) / ( = 5.431,35 7500 211.416,61 . Rp Rp Rp

-= 102,2 toples ~ 103 toples

Artinya = Pada tingkat produksi sebanyak 103 toples akan menghasilkan titik impas.

4.1.8 Pay Out Time (POT)

POT =

kotor laba produksi biaya = 39 6.205.933, . ,61 16.294.066 Rp Rp


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

4.1.9 Return On Invesment (ROI)

ROI = x100%

produksi biaya

total

kotor laba

= 100%

,61 16.294.066 . 39 6.205.933, . x Rp Rp

= 38,08 % 4.1.10 Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio =

produksi biaya Total Pendapatan = ,61 16.294.066 . 22.500.000 . Rp Rp

= 1,4

4.4 Uraian Analisis Kelayakan Usaha SALAKUR

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa analisa usaha SALAKUR ini adalah :

4.4.1 Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

4.4.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial. Biaya tetap produksi SALAKUR setiap bulan sebesar Rp 211.416,61 4.4.1.2Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, pembantu dan kemasan, biaya bahan


(52)

commit to user

bakar/energi, biaya tenaga kerja, serta biaya perawatan dan perbaikan. Biaya variabel produksi SALAKUR setiap bulan sebesar Rp 16.082.650,-

4.4.2 Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi SALAKUR setiap bulan adalah 300 toples. Satu toples berisi 300 gram SALAKUR.

4.4.3 Harga Pokok Penjualan

Harga pokok penjualan merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya tidak tetap) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga Pokok Penjualan SALAKUR adalah Rp 5.431,35.

4.4.4 Harga Jual

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok. Harga jual SARAKUR Rp 7.500/toples.

4.4.5 Laba (Keuntungan)

Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.

4.4.5.1Laba Kotor

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor dari proses produksi SALAKUR ini adalah Rp 6.205.933,39/bulan dari 300 toples SALAKUR.


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

4.4.5.2Laba Bersih

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih dari produksi SALAKUR setiap bulannyaRp 6.136.283,39/bulan. 4.4.6 Break Even Point (BEP)

Break Even Point merupakan titik keseimbangan. Pada titik tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas yaitu perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi SALAKUR mencapai titik impas pada tingkat produksi 103 toples dari kapasitas produksi 300 toples setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi SALAKUR ini tetap dapat berjalan.

4.4.7 Return of Investment (ROI)

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi SALAKUR 38,08 %.

4.4.8 Pay Out Time (POT)

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi SALAKUR akan kembali modal dalam jangka waktu 2,6 bulan.

4.4.9 Benefit Cost Ratio (B/C)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi),


(1)

commit to user

4.1.4 Penjualan = harga jual x kapasitas produksi = Rp. 7.500 x 3000 toples = Rp. 22.500.000,- / bulan 4.1.5 Biaya tidak tetap (VC) / unit =

Produksi Kapasitas Tetap Tidak Biaya = toples Rp 3000 16.082.650 .

= Rp. 5.360,88/toples 4.1.6 Perhitungan keuntungan

Ø Laba kotor = Hasil penjualan – biaya produksi = Rp. 22.500.000 – Rp. 16.294.066,61 = Rp. 6.205.933.39

Ø Laba bersih = laba bersih - pajak usaha = Rp 6.205.933.39 - Rp. 69.650 = Rp. 6.136.283.39,-

4.1.7 Break Even Point (BEP) / titik impas Tingkat produksi untuk mencapai BEP

QBEP =

VC P bulan Rp FC -) / ( = 5.431,35 7500 211.416,61 . Rp Rp Rp

-= 102,2 toples ~ 103 toples

Artinya = Pada tingkat produksi sebanyak 103 toples akan menghasilkan titik impas.

4.1.8 Pay Out Time (POT)

POT =

kotor laba produksi biaya = 39 6.205.933, . ,61 16.294.066 Rp Rp


(2)

commit to user 4.1.9 Return On Invesment (ROI)

ROI = x100%

produksi biaya

total

kotor laba

= 100%

,61 16.294.066 .

39 6.205.933, .

x Rp

Rp

= 38,08 % 4.1.10 Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio =

produksi biaya

Total

Pendapatan

=

,61 16.294.066 .

22.500.000 .

Rp Rp

= 1,4

4.4 Uraian Analisis Kelayakan Usaha SALAKUR

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa analisa usaha SALAKUR ini adalah :

4.4.1 Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

4.4.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial. Biaya tetap produksi SALAKUR setiap bulan sebesar Rp 211.416,61 4.4.1.2Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, pembantu dan kemasan, biaya bahan


(3)

commit to user

bakar/energi, biaya tenaga kerja, serta biaya perawatan dan perbaikan. Biaya variabel produksi SALAKUR setiap bulan sebesar Rp 16.082.650,-

4.4.2 Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi SALAKUR setiap bulan adalah 300 toples. Satu toples berisi 300 gram SALAKUR.

4.4.3 Harga Pokok Penjualan

Harga pokok penjualan merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya tidak tetap) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga Pokok Penjualan SALAKUR adalah Rp 5.431,35.

4.4.4 Harga Jual

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok. Harga jual SARAKUR Rp 7.500/toples.

4.4.5 Laba (Keuntungan)

Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.

4.4.5.1Laba Kotor

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor dari proses produksi SALAKUR ini adalah Rp 6.205.933,39/bulan dari 300 toples SALAKUR.


(4)

commit to user 4.4.5.2Laba Bersih

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih dari produksi SALAKUR setiap bulannyaRp 6.136.283,39/bulan. 4.4.6 Break Even Point (BEP)

Break Even Point merupakan titik keseimbangan. Pada titik

tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas yaitu perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi SALAKUR mencapai titik impas pada tingkat produksi 103 toples dari kapasitas produksi 300 toples setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi SALAKUR ini tetap dapat berjalan.

4.4.7 Return of Investment (ROI)

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk

mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi SALAKUR 38,08 %.

4.4.8 Pay Out Time (POT)

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi SALAKUR akan kembali modal dalam jangka waktu 2,6 bulan.

4.4.9 Benefit Cost Ratio (B/C)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan

yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi),


(5)

commit to user

artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. B/C rationya dari analisis ekonomi SALAKUR sebesar 1,4.


(6)

commit to user BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan praktek produksi SALAKUR dapat disimpulkan bahwa :

1. SALAKUR merupakan makanan ringan yang termasuk golongan manisan kering yang terbuat dari bahan baku salak lokal ukuran kecil, gula pasir dan air.

2. Pemanfaatan salak lokal sebagai bahan baku pembuatan SALAKUR, dapat meningkatkan nilai ekonomi salak lokal.

3. Hasil dari uji organoleptik ditinjau dari penilaian segi warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Formula 1 (200 gram gula pasir) yang disukai oleh panelis, sehingga SALAKUR yang diproduksi adalah SALAKUR dengan komposisi gula pasir 200 g.

4. Kadar air SALAKUR 16,0037%, kadar abu 1,94255%, serat kasar 2,8233%, Gula reduksi 0,0347 mg/ml, dan aktivitas antioksidan 85,05%. SALAKUR memiliki nilai gizi yang baik untuk tubuh, selain itu juga memiliki umur simpan yang lama karena kadar airnya cukup rendah. 5. Kapasitas produksi SALAKUR 300 toples/bulan dengan harga pokoknya

sebesar Rp 5431,35/toples, harga jual Rp 7.500,00/toples sehingga diperoleh laba bersih Rp 6.136.283,39/bulan. Usaha akan mencapai titik impas pada tingkat produksi 103 toples/bln, serta B/C produksi SALAKUR sebesar 1,4, artinya usaha SALAKUR layak dikembangkan karena nilai B/C lebih besar dari 1.

5.2 Saran

Pada tahap-tahap praktek produksi hal- hal lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah :

1. Perlu adanya pemasaran dan promosi yang lebih kreatif supaya produk ini laku dipasaran.