2.1.7.4 Jenis Industri
Jenis industri yang berbeda-beda dapat menyebabkan perbedaan rentang
waktu dalam proses pelaksanaan audit. Ashton, et al., dalam Utami, 2006
menyatakan bahwa perusahaan sektor financial mempunyai audit delay lebih pendek daripada perusahaan industri lain. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian Ahmad dan Kamarudin 2003 di Kuala Lumpur Stock Exchange yang menunjukkan audit delay pada perusahaan non financial lebih besar 15 hari
daripada perusahaan financial. Dikarenakan, perusahaan financial tidak memiliki saldo persediaan yang cukup signifikan sehingga dalam proses pekerjaan audit,
tidak membutuhkan waktu yang cukup lama. Selanjutnya menurut Iskandar dan Trisnawati 2010, biasanya
perusahaan financial dalam mengumumkan laporan keuangan lebih cepat karena hanya memiliki sedikit inventory, sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan
bagian proses audit tersulit. Disamping itu, menurut Anthony dan Govindarajan dalam Utami, 2006, sebagaian besar perusahaan financial memiliki aset
berbentuk aset moneter sehingga lebih mudah diukur apabila dibandingkan dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan non financial yang berbentuk aset
fisik, seperti persediaan, aktiva tetap dan aktiva berwujud. Menurut Bamber, et al., dalam Ahmad dan Abidin, 2008, menyatakan
bahwa perusahaan sektor keuangan adalah perusahaan dengan tingkat kerumitan yang kurang sehingga mengalami audit delay yang pendek. Hal ini didukung
dengan pendapat Carslaw dan Kaplan dalam Ahmad dan Abidin, 2008, bahwa perusahaan financial tidak memiliki saldo persediaan, sehingga dapat mengurangi
cakupan audit sebagai segmen persediaan yang menjadi bagian tersulit untuk diaudit.
2.1.7.5. Independensi Komite Audit
Independensi merupakan landasan dari efektivitas komite audit. Suatu komite audit dikatakan efektif apabila dalam kinerja para anggota komite audit
memiliki kemandirian dalam menyatakan sikap dan pendapat. Pada peraturan
Bapepam dengan surat edaran No. SE-03PM2000 dinyatakan bahwa setiap perusahaan publik wajib membentuk komite audit dengan jumlah anggota
minimal 3 tiga orang yang diketuai satu orang komisaris independen dan 2 dua
orang dari luar perusahaan yang independen terhadap perusahaan.
Bapepem 2004 menetapkan persyaratan bagi pihak – pihak yang menjadi anggota komite audit, yaitu sebagai berikut:
1. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan
Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan
dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris. 2.
Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau
perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten
atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam
bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
4. Tidak mempunyai:
a. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua, baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.
b. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik. Jumlah anggota komite audit disesuaikan dengan besar kecilnya suatu
organisasi dan tanggungjawab. Namun biasanya jumlah anggota komite audit berkisar antara 3-5 anggota yang merupakan jumlah yang cukup ideal. Di
Indonesia, jumlah anggota komite audit bermacam-macam sehingga muncul pemikiran bahwa semakin banyak jumlah anggota komite audit dapat
meningkatkan kualitas dari laporan keuangan perusahaan tersebut dan dapat mengurangi audit delay. Semakin banyaknya jumlah anggota komite audit maka
cenderung memiliki kekuatan atau power yang lebih besar, menerima lebih banyak sumber daya, serta berhubungan positif dengan kualitas pelaporan
keuangan.
2.2. Penelitian Terdahulu